Studi Perubahan Garis Pantai Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu DKI Jakarta

(1)

i

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh:

Sri Setiyowati

NIM. 1112015000102

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

v Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016

Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat yang memiliki banyak manfaat. Setiap pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem dengan skala tertentu. Pemanfaatan dengan tidak memperhatikan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir yang bersangkutan. Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Untung Jawa. Pulau Untung Jawa merupakan salah satu pulau berpenduduk yang terletak di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Pulau Untung Jawa termasuk dalam gugusan Taman Nasional Kepulauan Seribu yang berpenduduk. Tujuan penelitian ini adalah mengamati dan mengidentifikasi karakteristik perubahan garis pantai pulau untung jawa dalam kurun waktu 2010-2013. Metode penelitian ini meliputi pengamatan lapang, tumpang susun, pengolahan data pendukung seperti data oseanografi. Tumpang-susun citra yang digunakan adalah tahun 2010-2013. Pengambilan data lapang berupa mencocokan koordinat menggunakan GPS. Pengolahan data satelit menggunakan sofware berupa ArcGis, Surfer, Excel, ODV, Google Earth dan Global Mapper.Berdasarkan hasil overlay citra Pulau Untung Jawa mengalami rata-rata abrasi sebesar 1547,27 m2/tahun dan akresi sebesar 766,68 m2/tahun. Perubahan garis pantai Pulau Untung Jawa dipengaruhi oleh abrasi dan akresi. Faktor penyebab abrasi dan akresi pantai Pulau Untung Jawa berupa faktor alam dan faktor aktivitas manusia. Faktor alam berupa gelombang, angin, pasut dan batimetri sedangkan faktor manusia berupa pengerukan pasir dan pencemaran laut.


(6)

vi State Islamic University of Jakarta, 2016

The coastal area is a meeting between the ocean and land area that has many benefits. Each resource utilization of coastal areas can cause changes in the ecosystem with a certain scale. Utilization with no regard to the principles of ecology can degrade the environment and continues to damage coastal ecosystem concerned. This research was conducted in Untung Jawa Island. Untung Jawa Island is one of the inhabited islands are located in the district of South Thousand Islands Thousand Islands district of Jakarta. Untung Jawa Island included in the group of the Thousand Islands National Wildlife inhabited. The purpose of this study was to observe and identify the characteristics of changes in the coastline of the island of Java profit in the period 2010-2013. The research methods include field observation, overlaying, data processing support such as oceanographic data. Overlapping stacking imagery used is 2010-2013. Intake of field data in the form of matching the coordinates using GPS. Satellite data processing using software such as ArcGIS, Surfer, Excel, ODV, Google Earth and Global Mapper. Based on the results of the image overlay Untung Jawa Island experienced an average abrasion of 1547.27 m2 / year and accretion amounted to 766.68 m2 / year. Changes in Untung Jawa Island coastline affected by erosion and accretion. Factors that cause erosion and accretion Untung Jawa Island coast in the form of natural factors and human activity factors. Natural factors such as waves, wind, tidal and bathymetry whereas human factors such as sand dredging and marine pollution.


(7)

vii

Skripsi ini berjudul “Studi Perubahan Garis Pantai Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu Dki Jakarta”.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Penulis menyadari keterbatasan kemampuan, kurangnya pengalaman, banyaknya hambatan serta kesulitan senantiasa penulis temui dalam penyusunan skripsi ini. Dengan terselesaikannya skripsi ini, tak lupa penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Syaripulloh, M.Si selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si selaku dosen pembimbing I yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis.

5. Ibu Zaharah, M.Ed selaku dosen pembimbing II yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis.

6. Ibu Jakiatin Nisa, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik yang telah senantiasa membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis.

7. Bapak Sodikin, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Penginderaan Jauh yang telah memberikan ilmu nya yang penuh manfaat.


(8)

viii

9. Kedua orang tuaku yang sangai ku cintai dan ku hormati, yakni bapak Maskuri dan ibu Muryati yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang serta senantiasa memberikan semangat, doa dan bimbingan. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kalian.

10. Untuk Kakek, Nenek, Paman dan Bibi ku yang telah memberikan doa, semangat serta dukungannya. Semoga Allah membalas semua kebaikannya baik moral maupun materi.

11. Youtuber Remote Sensing yang telah memberikan video tutorial yang sangat bermanfaat.

12. Sahabat-sahabatku Dessy, Luna, Maul, Eny dan Ely yang selalu memberikan doa, semangat dan keceriaan semasa kuliah.

13. Teman-teman Rempongers Sarah, Prisda, Feby, Ary, Tya, Rahma, Ike dan Ica yang selalu memberikan doa, semangat dan keceriaan semasa kuliah.

14. Teman teman sejurusan dan Kosentrasi Geografi 2012 yang telah memberikan pengalaman dan warna selama menjalani perkuliahan.

15. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih atas dukungannya dan bantuannya.

Akhirnya tiada kata lain yang lebih berarti selain harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi para pembaca. Amin.

Jakarta, Oktober 2016


(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR GRAFIK ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kajian Teori 1. Pantai ... 6

2. Jenis-Jenis Pantai ... 8

3. Perubahan Garis Pantai ... 9

4. Abrasi dan Akresi ... 10

5. Faktor-Faktor Penyebab Abrasi Dan Akresi ... 13

6. Perlindungan Pantai ... 18

B. Hasil Penelitian Relevan ... 25


(10)

x

C. Unit Analisis ... 29

D. Jenis dan Sumber Data ... 30

E. Alat dan Bahan Penelitian ... 30

F. Teknik Pengolahan Data Penginderaan Jauh ... 31

G. Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian ... 34

a. Letak dan Luas ... 34

b. Ekosistem ... 35

c. Iklim ... 35

d. Arus dan Gelombang ... 35

e. Topografi ... 35

2. Kondisi Sosial Daerah Penelitian ... 35

B. Pembahasan Temuan Penelitian ... 34

1. Interpretasi Citra ... 36

2. Perubahan Garis Pantai ... 37

3. Abrasi dan Akresi ... 38

4. Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Garis Pantai ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 53

B. Implikasi ... 53

C. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

xi

Gambar 2.3 Jenis-jenis Pasang Surut ... 16

Gambar 2.4 Bangunan Pelindung Pantai ... 24

Gambar 2.5Bagan Kerangka ... 29

Gambar 4.1 Batas Administratif Pulau Untung Jawa ... 34

Gambar 4.2 Interpretasi Citra ... 36

Gambar 4.3 Overlay Citra 2011-2013 ... 37

Gambar 4.4 Overlay Lokasi 1 Perubahan Garis Pantai ... 41

Gambar 4.5 Lokasi 1 Perubahan Garis Pantai ... 41

Gambar 4.6 Overlay Lokasi 2 Perubahan Garis Pantai ... 42

Gambar 4.7 Lokasi 2 Perubahan Garis Pantai ... 42

Gambar 4.8 Overlay Lokasi 3 Perubahan Garis Pantai ... 43

Gambar 4.9 Lokasi 3 Perubahan Garis Pantai ... 43

Gambar 4.10 Overlay Lokasi 4 Perubahan Garis Pantai ... 44

Gambar 4.11 Lokasi 4 Perubahan Garis Pantai ... 44

Gambar 4.12 Overlay Lokasi 5 Perubahan Garis Pantai ... 45

Gambar 4.13 Lokasi 5 Perubahan Garis Pantai ... 45

Gambar 4.14 Arah Pergerakan Arus ... 47

Gambar 4.15 Tinggi Gelombang Kepulauan Seribu ... 48


(12)

xii


(13)

xiii

Tabel 3.1 Jenis dan Sumber Data ... 30

Tabel 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 30

Tabel 4.1 Bersar Perubahan Garis Pantai Oleh Abrasi ... 39

Tabel 4.2 Bersar Perubahan Garis Pantai Oleh Akresi ... 39

Tabel 4.3 Bersar Perubahan Lahan Pulau Untung Jawa ... 40


(14)

xiv

Lampiran 3 Rata-rata Arah Angin... 58

Lampiran 4 Peta Arah Arus Perairan Pulau Untung Jawa ... 59

Lampiran 5 Rata-rata Suhu Udara ... 65

Lampiran 6 Rata-rata Hari Hujan dan Badai... 66

Lampiran 7 Luas Wilayah Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk ... 67


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Ditinjau dari luasnya terdiri atas lima pulau besar, beberapa puluh pulau sedang dan beribu-ribu pulau kecil, yang seluruhnya berjumlah sekitar 17.508 pulau garis pantai sangat panjang mencapai ± 81.000 km, sehingga merupakan negara dengan pantai terpanjang di dunia setelah Canada. Muara sungai yang cukup banyak berjumlah sekitar 53.000. Kondisi wilayah kepulauan indonesia tersebut membuat banyaknya potensi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang ada di wilayah pesisir Pantai Indonesia, berupa ekosistem pesisir yang meliputi lautan, pesisir, hutan mangrove, muara sungai dan estuari.

Secara umum pulau-pulau di dunia dapat dikelompokan menjadi lima, yaitu pulau benua, pulau vulkanik, pulau daratan rendah, pulau karang timbul, dan pulau atol.1Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu di Teluk Utara Jakarta merupakan tipe pulau daratan rendah. Kepulauan seribu memiliki beberapa gugusan pulau selain pulau Untung seperti Pulau Rambut, Pulau, Pari, Pulau Pramuka, Pulau Tidung dan lain sebagainya. Meskipun demikian Kepulauan Seribu juga dapat dikatakan sebagai pulau atol karena adanya pertumbuhan terumbu karang dimana ditengan gugusan terumbu karang tersebut membentuk laguna. Kondisi perairan diluar atol merupakan daerah perairan dalam sedangkan perairan didalam atol merupakan daerah yang relatif dan pada beberapa tempat terdapat laguna (lagoon).

1

Dietriech G. Bengen, Dan Alex S.W. Retraubun, Menguak Realitas Dan Urgensi Pengelolaan Berbasis Eko-Sosio Sistem Pulau-Pulau Kecil, (Jakarta: Pusat Pembelajaran Dan Pengembangan Pesisir Dan Laut, 2006), H. 9.


(16)

Pulau Untung Jawa merupakan salah satu pulau dalam gugusan Taman Nasional Kepulauan Seribu yang berpenduduk.2 Penduduk Pulau Untung Jawa ini sebagian besar adalah pendudukPulau Ubi Besar yang telah leyap di karenakan abrasi. Abrasi merupakan proses pengikisan pantai yang disebabkan oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak.3Usia Pulau Untung Jawa sudah mencapai ±6 generasi namun kenyataan abrasi pantai seolah tidak dapat dihindarkan, jika sebelumnya Pulau Ubi Besar yang hilang dan lenyap di hantam abrasi kini Pulau Untung Jawa memiliki permasalahan yang sama. Rusaknya kawasan pantai Pulau Untung Jawa dapat berdampak pada perubahan garis pantai baik yang disebabkan oleh abrasi maupun akresi. Merurut Rifardi “Akresi adalah proses pengendapan sedimen, termasuk semua aktivitas yang mempengaruhi dan merubah sedimen menjadi batuan sedimen.4Selain permasalahan abrasi meningkatnya pembangunan di sekitar Teluk Jakarta mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan terutama wilayah pesisir pantai di wilayah tersebut.

Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang sangat dinamis dan saling mempengaruhi.5 Penggunaan dan pemanfaatan wilayah pantai sangat besar bagi masyarakat sebagai contoh pada zaman masuknya bangsa portugis ke Indonesia wilayah pesisir berperan sebagai lokasi perdagangan antar bangsa. Wilayah pesisir menjadi tempat para pedagang melakukan transaksi jual beli, bermukim, penyebaran agama bahkan pelopor munculnya berbagai kerajaan hindu-budha dan kerajaan islam yang ada di nusantara. Oleh karena itu, wilayah pantai merupakan daerah yang sangat intensif untuk kegiatan manusia

2

Hasil Pengamatan 3

Heryoso Setiyono, Kamus Oseanografi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996),h. 1.

4

Rifardi, Ekologi Sedimen Laut Modern, (Pekanbaru: UR Press, 2012), h. 39. 5


(17)

seperti kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, perikanan, pariwisata dan lain-lain.

Setiap pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem dengan skala tertentu. Pemanfaatan dengan tidak memperhatikan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir yang bersangkutan. Penurunan kualitas lingkungan wilayah pesisir pantai dapat menimbulkan kemunduran garis pantai yang disebabkan oleh abrasi pantai selain abrasi akresi yang berlebihan juga dapat menyebabkan kerusakan ekosistem laut di sekitar pantai.

Abrasi bisa disebut sebagai erosi pantai yang merupakan proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak.6 Abrasi dapat mengancam garis pantai sehingga mundur kebelakang, merusak tambak maupun lokasi persawahan yang berada dipinggir pantai, dan juga mengancam bangunan-bangunan yang berbatasan langsung dengan air laut, baik bangunan yang difungsikan sebagai penunjang wisata maupun rumah-rumah penduduk. Selain itu tingkat abrasi yang cukup besar dapat merusak ekosistem yang terdapat dalam pulau bahkan dapat membuat hilangnya pulau kecil. Abrasi dapat terjadi secara alami oleh serangan gelombang dan juga disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pengambilan karang, pembangunan pelabuhan, penebangan hutan bakau dan lain-lain.

Pantai memiliki keseimbangan dinamis yaitu cenderung menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Gelombang normal yang datang akan mudah dihancurkan oleh mekanisme pantai, sedang gelombang besar atau badai yang mempunyai energi besar walaupun

6

Heryososetiyono, Kamus Oseanografi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), H.1.


(18)

terjadi dalam waktu singkat dan menimbulkan erosi. Kondisi berikutnya akan terjadi dua kemungkinan yaitu pantai kembali seperti semula oleh gelombang normal atau material terangkut ketempat lain dan tidak kembali lagi sehingga disatu tempat timbul erosi dan ditempat lain akan menyebabkan sedimentasi. Gelombang naik terunnya air laut ini menimbulkan tekanan yang mengikis pantai Pulau Untung Jawa sehingga terjadi pergeseran garis pantai baik kearah laut maupun ke arah darat pulau Untung Jawa. Kerusakan wilayah Pulau Untung Jawa ini disebabkan oleh faktor alam dan campur tangan manusia. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul: “Studi Perubahan Garis Pantai Pulau Untung Jawa

Kepulauan Seribu DKI Jakarta”

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka identifikasi masalahnya adalah.

1. Menurunnya mutu lingkungan hidup pesisir Pulau Untung Jawa. 2. Rusaknya ekosistem pesisir pantai Pulau Untung Jawa.

3. Tidak seimbangnya transport sedimen pantai Pulau Untung Jawa. 4. Terjadi perubahan garis pantai Pulau Untung Jawaoleh abrasi. 5. Terjadi perubahan garis pantai Pulau Untung Jawaoleh akresi.

C.

Batasan Masalah

Fokus pada penelitian ini adalah Penelitian ini dilakukan terhadap perubahan garis pantai Pulau Untung Jawa yang disebabkan oleh proses abrasi dan akresi.

D.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, diperoleh rumusan masalah yaitu bagaimana perubahan garis pantai Pulau Untung Jawaoleh proses abrasi dan akresi?


(19)

E.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk Mengidentifikasi perubahan garis pantai Pulau Untung Jawa oleh proses abrasi dan akresi.

F.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan kontribusi pengetahuan yang bermanfaat dalam mengelola lingkungan suaka margasatwa terutama di Pulau Untung Jawa.

b. Sebagai masukan suatu rencana tindakan pemerintah daerah DKI Jakarta dengan berbagai konsekuensinya, serta dapat meningkatkan kualitas keputusan pemerintah setempat untuk melindungi wilayah pantai dari cengkraman abrasi di Pulau Untung Jawa.

c. Menjadi bahan perbandingan, pertimbangan, dan pengembangan bagi peneliti yang lain.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah setempat dalam menangani abrasi pantai, sehingga laju abrasi dapat berkurang.

b. Sebagai bahan masukan bagi para mahasiswa dan guru dalam melaksanakan pembelajaran IPS terpadu khususnya kajian geografi pada kelas VII SMP dan Geografi pada kelas X SMA.

c. Sebagai acuan untuk menunjang pengembangan wilayah, pemanfaatan SDA dan penanggulangan bencana alam yang mungkin terjadi akibat abrasi dari kawasan pantai khususnya daerah pantai DKI Jakarta.

d. Dapat memberikan informasi tentang proses terjadinya kerusakan pantai serta solusinya.


(20)

6

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A.

Kajian Teori

1. Pantai

Pantai adalah batas antara daratan dengan perairan laut pada pasang rendah sampai ke batas pasang tertinggi gelombang.7 Pantai merupakan batas wilayah daratan (tanah) dengan wilayah lautan (air).8 Pantai merupakan batas antara darat dan laut, diukur pada saat pasang tertinggi dan surut terendah, dipengaruhi oleh fisik laut dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah darat dibatasi oleh proses alami dan kegiatan manusia di lingkungan darat.9

Dari beberapa definisi pantai diatas dapat disimpulkan bahwa Pantai adalah batas wilayah darat dan laut yang dibatasi antara garis pasang tertinggi dengan garis surut terendah sehingga memiliki kerentan terhadap perubahan karena dipengaruhi secara langsung oleh berbagai aktifitas alam maupun manusia. Beberapa istilah pantai sebagai berikut:10

a. Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut.

b. Pantai adalah daerah di tepi perairan sebatas antara surut terendah dan pasang tertinggi.

c. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat bergerak sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi.

7

Heryoso Setiyono, Kamus Oseanografi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), h.137.

8

Widi Agus Pratikto, Haryo Dwinto Armono dan Suntoyo, Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut, (Yogyakarta:BPFE, 1997), h.6.

9

Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai, (Yogyakarta:Beta Offset, 1999), h. 1. 10 Ibid


(21)

d. Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukan bagi pengamanan dan pelestarian pantai.

e. Perairan pantai adalah daerah yang masih dipengaruhi aktivitas daratan.

Gambar 2.1 Definisi Pantai

Sumber : triatmodjo, 1999

Untuk kepentingan rekayasa atau teknik pantai, triatmodjo mendefinisikan pantai sebagai berikut:11

a. Surf Zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah sampai batas naik turunnya gelombang pantai. b. Breaker Zone adalah daerah dimana terjadi gelombang pecah. c. Swash Zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi

niknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang dipantai.

d. Offshore adalah daerah dari gelombang (mulai) pecah samapai kelaut lepas.

e. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat surut terendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tinggi.

f. Coast adalah daratan pantai yang masih terpengaruh laut secara langsung, misalnya pengaruh pasang surut, angin laut, dan ekosistem pantai.

11 Ibid


(22)

g. Coastal Area adalah daratan pantai dan perairan pantai sampai kedalaman 100 atau 150 m.

Gambar 2.2

Definisi dan Karakteristik Pantai

Sumber : triatmodjo, 1999 2. Jenis-jenis pantai

Jenis-jenis atau tipe pantai berpengaruh pada kemudahan terjadinya erosi pantai. Berikut adalah penggolongan pantai di Indonesia berdasarkan tipe-tipe paparan (shelf) perairan pantai dikelompokan menjadi pantai paparan, pantai samudra dan pantai pulau.12

a. Pantai Paparan

Pantai paparan merupakan pantai dengan proses pengendapan yang lebih dominan dibanding proses erosi/abrasi. Pantai paparan umumnya terdapat di Pantai Utara Jawa, Pantai Timur Sumatera, Pantai Timur dan Selatan Kalimantan dan Pantai Selatan Papua, dengan karakteristik sebagai berikut:

1) Muara sungai memiliki delta, airnya keruh mengandung lumpur yang dipengaruhi oleh proses sedimentasi.

2) Memiliki pantai landai dengan perubahan kemiringan ke arah laut bersifat gradual dan teratur.

3) Memiliki daratan pantai lebih dari 20 km.

12


(23)

b. Pantai Samudra

Pantai samudra merupakan pantai dimana proses erosi lebih dominan dibanding proses sedimentasi. Pantai jenis ini terdapat di Pantai Selatan Jawa, Pantai Barat Sumatera, Pantai Utara dan Timur Sulawesi serta Pantai Utara Papua, dan mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1) Muara sungai berada dalam teluk, delta tidak berkembang baik dan airnya jernih.

2) Batas antara daratan pantai dan garis pantai yang sempit. 3) Kedalaman pantai ke arah laut berubah tiba-tiba.

c. Pantai Pulau

Pantai pulau merupakan pantai yang mengelilingi pulau kecil. Pantai ini dibentuk oleh endapan sungai, batu gamping, endapan gunung berapi atau endapan lainnya. Pantai pulau umumnya terdapat di Kepulauan Riau, Kepulauan Nias, dan juga Kepulauan Seribu.

3. Perubahan Garis Pantai

Garis pantai adalah garis yang membatasi antara perairan dan daratan pantai.13 Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan lautan dengan kedudukan yang tidak tetap tiap waktunya.14 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan garis pantai merupakan pergeseran garis pertemuan antara air laut dengan daratan baik ke arah laut maupun kearah darat yang dapat berubah-ubah karena dipengaruhi oleh aktivitas darat dan laut.

Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sehingga mampu mempertahankan kedudukannya namun hal ini tidak selalu terjadi dikarenakan adanya perubahan lingkungan pantai. Lingkungan pantai

13

Heryoso Setiyono.loc. cit.

14


(24)

merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan. Perubahan garis pantai ditunjukkan oleh perubahan kedudukannya, tidak saja ditentukan oleh suatu faktor tunggal tapi oleh sejumlah faktor beserta interaksinya.

Berubahnya garis pantai disebabkan oleh rusaknya lingkungan pantai. kerusakan wilayah pantai dapat dipengaruhi faktor alam maupun oleh tangan manusia. Kerusakan daerah pantai terbagi ke dalam beberapa kriteria, dalam kriteria tersebut dikelompokkan dalam beberapa jenis kerusakan berikut ini:

a. Erosi (Perubahan garis pantai, gerusan di kaki bangunan, daerah yang terkena erosi dan pengaruhnya terhadap daerah lain).

b. Abrasi (Abrasi di batuan, abrasi di tembok laut/pelindung pantai, daerah yang terkena abrasi dan pengaruhnya terhadap daerah sekitarnya).

c. Pendangkalan muara dan sedimentasi (Lamanya muara tertutup, persentase pembukaan muara, daerah yang terkena sedimentasi dan pengaruh sedimentasi).

d. Kerusakan lingkungan (Permukiman, kualitas air laut, terumbu karang dan hutan mangrove).15

4. Abrasi dan Akresi Pantai a. Abrasi

Abrasi atau erosi adalah pengikisan.Abrasi merupakan proses pengikisan pantai yang disebabkan oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak.16Abrasi merupakan suatu proses pelepasan energi gelombang yang dapat merusak garis

15Oki Setyanto dan Joko Triyanto, “Analisa Erosi dan Perubahan Garis Pantai Pasir Buatan

Dan Sekitarnya Di Talaksiung Provinsi Kalimantan Selatan”, Jurnal Teknik Sipil,Vol. 7, 2007, h. 226-227.

16


(25)

pantai.17Abrasi pantai juga didefinisikan sebagai mundurnya garis pantai dari posisi asalnya.18

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abrasi atau erosi merupakan suatu pengikisan garis pantai ke arah darat yang bersifat merusak. Pantai yang mengalami erosi adapat kembali kebentuk semula maupun tidak kembali kebentuk semula. Kembalinya bentuk semula pantai yang tererosi dapat terjadi bila laju abrasi dengan sedimentasi pada wilayah tersebut seimbang. Erosi yang berlebihan akan menyebabkan hilangnya keseimbangan dinamis pantai sehingga dapat menimbulkan kerugian.

Erosi pada dasarnya merupakan suatu proses kehilangan tanah akibat pergerakan air atau angin. Secara geologi daerah tempat bertemunya daratan dan lautan adalah satu dari sebagian besar daerah yang dinamis namun merupakan tempat yang mudah sekali terjadi erosi dan sedimentasi. Kawasan pantai akan berubah menjadi suatu lahan yang kritis, jika terjadi pengikisan pantai oleh abrasi. Abrasi terjadi karena tidak seimbangnya antara angkutan sedimen yang masuk dan yang keluar dari suatu bentang pantai. Akibat tidak seimbangnya pasok dan angkutan sedimen, maka pantai akan terabrasi.

Menurut Bambang Triatmodjo “suatu pantai yang mengalami abrasi tergantung pada sedimen yang masuk (suplai) dan yang

meninggalkan pantai tersebut.”19

Abrasi pantai terjadi apabila di suatu pantai yang ditinjau mengalami kehilangan atau

17

Sukandarrumidi, Bencana Alam dan Bencana Anthropogene, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h. 243.

18

Widi Agus Pratikto, Haryo Dwinto Armono dan Suntoyo.loc. cit., h.6. 19


(26)

pengurangan sedimen, artinya sedimen yang terangkut lebih besar dari yang diendapkan.

b. Akresi

Merurut Rifardi “Akresi adalah proses pengendapan sedimen, termasuk semua aktivitas yang mempengaruhi dan merubah sedimen menjadi batuan sedimen.20 Akresi atau sedimentasi pantai merupakan penambahan daratan pantai akibat adanya pengendapan sedimen yang dibawa oleh air laut dan dipengaruhi oleh gelombang ataupun arus laut. Akresi dan abrasi merupakan sebuah proses yang berkaitan karena suatu tempat yang mengalami erosi maka akan menimbulkan akresi baik di tempat yang sama maupun ketempat yang berbeda karena partikel yang tererosi terbawa oleh arus ke tempat lain sehingga menimbulkan pengendapan (sedimentasi). Akresi yang berlebihan dapat merugikan masyarakat pesisir, karena dapat mempengaruhi kestabilan garis pantai. Selain itu transport sedimen yang berlebihan dapat merusak ekosistem perairan tepi pantai seperti rusaknya terumbu karang, lamun, dan menyebabkan pendangkalan muara sungai yang merupakan tempat lalu lintas perahu-perahu nelayan yang hendak melaut.

Laju sedimentasi atau kecepatan endapan (settling) sedimen tergantung pada besar kecilnya ukuran partikel. Kebanyakan sedimen yang terbawa ke daerah estuaria berada dalam bentuk suspensi dan berukuran kecil.21 Sedimentasi banyak terjadi di daerah dekat muara sungai karena sepanjang dalam proses pengalirannya, air sungai mengikis atau mengerosi bagian dasar maupun dinding sungainya.22 Material hasil erosi selanjutnya

20

Rifardi, Ekologi Sedimen Laut Modern, (Pekanbaru: UR Press, 2012), h. 39. 21 Ibid

., h. 24. 22


(27)

ditransport (diangkut) dan kemudian diendapkan kembali pada bagian-bagian sungai yang lainnya, atau terus terbawa aliran masuk ke laut. 23 Aktivitas ini menyebabkan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya sedimentasi, baik yang berasal dari sungai maupun yang berasal dari laut atau sedimen yang tercuci dari daratan di sekitarnya. Sama halnya dengan abrasi transport sedimen di wilayah pantai dipengaruhi oleh aktivitas marine. Material sedimen pantai berasal dari daratan dan hasil aktivitas (proses) biologi, fisika dan kimia baik yang terjadi di daratan maupun di laut itu sendiri.24

5. Faktor-faktor Penyebab Abrasi dan Akresi

Abrasi dan Akresi telah terjadi dibeberapa pantai di Indonesia seperti sebagian pantai dari pulau-pulau kecil di berbagai gugusan Kepulauan Seribu salah satunya Pulau Untung Jawa. Tingkat kerusakan wilayah pantai dibagi dalam beberapa kelas yaitu ringan, sedang, berat, amat berat, dan amat sangat berat, yang tergantung pada kondisi lapangan. Contoh kriteria dari masing-masing tingkat adalah sebagai berikut ini:25

Tabel 2.1

Kriteria Tingkat Kerusakan Abrasi Kriteria Tingkat Kerusakan Ringan

Sedang

<0,5 m/tahun 0,5 – 2,0 m/tahun

Berat 2,0 – 5,0 m/tahun

Amat berat 5,0 – 10,0 m/tahun

Amat sangat berat > 10 m/tahun Sumber:Setyandito, 2007

23 Ibid

. 24

Rifardi, op. cit., h. 39. 25


(28)

Terjadinya atau besar kecilnya suatu abrasi dan sedimentasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebab terjadinya abrasi dan sedimentasi. Parameter lingkungan yang mempengaruhi proses sedimentasi dan erosi adalah gelombang, arus, pasut, perubahan muka laut, angin dan parameter lain seperti kegiatan manusia.

a. Gelombang

Gelombang selalu menimbulkan pergerakan naik turunnya air tampa hentinya pada permukaan laut. Dahuri menyatakan

“gelombang merupakan parameter utama dalam proses erosi atau sedimentasi.”26

Gelombang-gelombang di lautan hanya terbatas terjadi pada bagian lapisan permukaan bumi yang letaknya paling atas. Gelombang yang terhempas ke pantai melepaskan energinya ke pantai. Tinggi rendahnya gelombang dipengaruhi oleh tenaga penggerak gelombang tersebut. Berdasarkan daya pembentuknya gelombang dapat dibedakan menjadi gelombang angin, gelombang pasut, gelombang kapal.

b. Arus

Arus laut merupakan gerakan air laut yang sangat luas baik secara vertikal maupun horizontal yang terjadi pada seluruh perairan di dunia.27 Gerakan air di permukaan laut terutama disebabkan oleh adanya angin yang bertiup di atasnya. 28 Arah dan kecepatan angin tergantung pada musim, di Indonesia sendiri terdapat dua angin musim yaitu angin musim barat dan angin musim timur. Gelombang yang datang menuju pantai juga dapat menimbulkan arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh

26

Rokhimin Dahuri dkk, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, (Jakarta: PT.Pradaya Paramita, 1996), h. 31.

27

Sahala Hutabarat dan Stewart M.Evans, Pengantar Oseanografi, (Depok: UI Press, 1985), h. 87.


(29)

terhadap proses sedimentasi/abrasi di pantai.29 Arus menyusur pantai merupakan arus yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap transportasi sedimen pantai.30 Selain itu gelombang pasang surut juga merupakan faktor pembangkit arus. Arus yang disebabkan oleh pasut dipengaruhi oleh dasar perairan, arus pasut yang kuat akan ditemui di permukaan dan akan menurun kecepatannya semakin mendekati dasar perairan.31

c. Pasut

Pasut adalah proses naik turunnya muka laut secara secara periodik yang dipengaruhi oleh gaya tarik benda-benda angkasa seperti bulan dan matahari. Air pada bagian ujung pantai yang berbatasan dengan lautan tidak pernah diam pada suatu ketinggian yang tetap, tetapi mereka selalu bergerak naik dan turun sesuai dengan siklus pasang dan surut. Naiknya permukaan laut perlahan-lahan naik sampai pada ketinggian maksimum, peristiwa ini dinamakan pasang tinggi, setelah itu kemudian turun sampai kepada suatu ketinggian minimum yang disebut pasang rendah sedangkan perbedaan ketinggian permukaan antara pasang tinggi dan pasang rendah dikenal sebagai tinggi pasang. Pasang surut tiap daerah tidaklah sama. Terdapat 4 jenis pasang surut air laut yaitu pasang surut harian ganda, pasang surut harian tunggal, pasang surut campuran condong ke harian ganda dan pasang surut condong ke harian tunggal.32

1) Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) merupakan jenis pasang surut dengan dua kali pasang dan surut dengan

29

Rokhimin Dahuri dkk,op. cit., h. 34. 30

Rokhimin Dahuri dkk, loc. cit.

31

Rokhimin Dahuri dkk,op. cit.,h. 35. 32


(30)

ketinggian yang hampir sama priode pasang surut ini 12 jam 24 menit.

2) Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) merupakan jenis pasang surut dengan satu kali pasang dan surut. Periode pasut ini 24 jam 50 menit.

3) Pasang surut campuran condong harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal) merupakan jenis pasut dengan dua pasang dan surut dengan periode yang berbeda.

4) Pasang surut campuran condong harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal) merupakan jenis pasut dengan satu kali pasang dan surut ataupun dua kali pasang dan surut dengan tinggi dan periode yang berbeda.

Gambar 2.3 Jenis-jenis Pasang Surut


(31)

d. Perubahan muka air laut

Sea level rise merupakan fenomena naiknya muka air laut. Perubahan muka air laut ini disebabkan perubahan iklim global. Suhu rata-rata bumi mengalami peningkatan sekitar 5 derajat Celcius dalam waktu 100 tahun.33 Meningkatnya suhu bumi tersebut menyebabkan mencairnya es di kutub utara akibatnya muka air laut mengalami kenaikan sehingga daratan yang tadinya tidak terjamah air laut menjadi terendam. Kenaikan muka air laut ini secara ekonomis dapat merugikan wilayah pesisir seperti hilangnya tambak, mundurnya daratan pantai dan tenggelamnya pulau-pulau kecil.

e. Angin

Menurut Rokhimin Dahuri, “Angin merupakan parameter lingkungan penting sebagai gaya penggerak dari aliran skala besar yang terdapat baik di atmosfir maupun lautan.”34 Terdapat 2 angin yang berhembus di perairan Indonesia yaitu angin musim barat dan angin muson timur. Angin musim (mosoon) yang dalam setahun terjadi dua kali pembalikan arah yang mantap dan memiliki pola yang berlawanan tiap tahunnya masing-masing disebut angin musim barat dan angin musim timur. 35 Angin musim barat merupakan angin yang berhembus dari benua Asia ke benua Australia. Angin musim Barat terjadi antara Oktober sampai April, angin ini menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan. Sedangkan Angin musim Timur berhembus dari arah yang sebaliknya yaitu dari Benua Australia ke Benua Asia. Angin ini berhembus di bulan April hingga Oktober. Berhembusnya angin

33

Subandono Disaptono, Sebuah kumpulan pemikiran mengantisipasi bencana, (Bogor: Penerbit Buku Ilmiah Populer, 2007), h. 96.

34

Rokhimin Dahuri dkk,op. cit.,h. 36. 35


(32)

musim timur menyebabkan wilayah Indonesia mengalami musim kemarau.

f. Faktor Kegiatan Manusia (Antropogenik)

Faktor Antropogenik merupakan proses geomorfologi yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Aktivitas manusia di pantai dapat mengganggu kestabilan lingkungan pantai. terdapat dua gangguan terhadap pantai gangguan yang disengaja dan tidak disengaja. Gangguan yang disengaja bersifat protektif terhadap garis pantai dan lingkungan pantai, seperti pembangunan bangunan pelindung pantai. Bangunan pelindung pantai ini sengaja dibuat untuk melindungi pantai dari serangan gelombang yang dapat menimbulkan abrasi dan sedimentasi yang berlebihan. Sedangkan gangguan manusia yang tidak disengaja menimbulkan gangguan negatif terhadap garis pantai seperti pencemaran minyak, limbah dan sampah yang terbawa oleh arus laut dapat menyebabkan rusaknya kawasan hutan mangrove beserta ekosistem sekitarnya.

6. Perlindungan Pantai

Berbagai cara dilakukan untuk melindungi pantai Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari penyebabnya sehingga dapat ditentukan solusi penanggulangan yang tepat. Terdapat dua cara dalam menanggulangi wilayah pantai. Perlindungan kawasan pantai dapat dilakukan dengan soft solution atau hard solution. Cara soft solution (non struktur) dapat berupa pengisian pasir pada pantai (sand nourishment), pemeliharaan lamun, karang laut dan penanaman pohon bakau (mangrove). Cara hard solution (struktur) penanganan dengan jalan membuat struktur bangunan pelindung pantai, seperti dinding pantai (seawall), groin, jetty atau pemecah gelombang (breakwater).


(33)

a. Penambahan suplai pasir di pantai (sand nourishment)

Sand nourishment adalah penambahan pasir pada garis pantai yang terabrasi atau pantai yang akan direklamasi. Beach nourishment merupakan usaha yang dilakukan untuk memindahkan sedimentasi pada pantai ke daerah yang terjadi erosi, sehingga menjaga pantai agar tetap stabil. Penambahan pasir ini harus diseimbangkan dengan laju erosi yang terjadi dan dilakukan secara berkala.

b. Pemeliharaan padang lamun

Menurut Bengen, “Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga yang hidup terendam di dalam laut.”36 Lamun tumbuh berkawanan dan biasa menempati perairan laut hangat dangkal dan menghubungkan ekosistem mangrove dengan terumbu karang. Wilayah perairan laut yang ditumbuhi lamun disebut padang lamun, dan dapat menjadi suatu ekosistem tersendiri yang khas. Lamun kaya akan manfaat bagi ekosistem perairan. Berikut merupakan beberapa berbagai fungsi padang lamun bagi lingkungan pesisir:37

1) Sistem perakaran lamun yang padat dan saling menyilang dapat menstabilkan dasar laut dan mengakibatkan kokohnya lamun dalam dasar laut.

2) Padang lamun berfungsi juga sebagai perangkap sedimen yang kemudian diendapkan dan distabilkan.

3) Padang lamun segar merupakan makanan bagi ikan duyung, penyu laut, bulu babi dan beberapa jenis ikan.

4) Padang lamun merupakan daerah pengembalaan (grazing ground) yang penting artinya bagi hewan-hewan laut. Ikan laut lainnya dan udang tidak makan daun segar melainkan serasah

36

Dietriech G. Bengen dan Alex S.W Retraubun, Menguak Realita dan Urgensi Pengelolaan Berbasis Eko-Sosio Sistem Pula-pulau Kecil, (Jakarta: PT Pradnya Pramita, 1996), h. 33.

37


(34)

(detritus) dari lamun. Detritus ini bisa tersebar oleh arus ke perairan sekitar padang lamun.

5) Padang lamun merupakan habitat bagi bermacam-macam ikan (umumnya ikan berukuran kecil) dan udang.

6) Pada permukaan daun lamun, hidup melimpah ganggang-ganggang renik (biasanya ganggang-ganggang bersel tunggal) hewan-hewan renik dan mikroba, yang merupakan makanan bagi berbagai jenis ikan yang hidup di padang lamun.

7) Banyak jenis ikan dan udang yang hidup di perairan sekitar padang lamun untuk tumbuh besar. Bagi larva-larva ini padang lamun memang menjanjikan kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhannya. Dengan demikian perusakan padang lamun berarti merusak daerah asuhan (nursery ground) larva-larva tersebut.

8) Daun lamun berperan sebagai tudung pelindung yang menutupi penghuni padang lamun dari sengatan sinar matahari.

9) Tumbuhan lamun dapat digunakan sebagai bahan makanan dan pupuk. Misalnya samo-samo (Enhalus acoroides) oleh penduduk di Kepulauan Seribu telah dimanfaatkan bijinya sebagai bahan makanan.

c. Pemeliharaan terumbu karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis. Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis dan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Terumbu karang termasuk dalam salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan bakau atau hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang memiliki peranan sebagai pelindung fisik yang kokoh bagi pantai dalam meredam ombak. Terumbu karang memiliki berbagai manfaat seperti:38

38

Supriharyono, Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati Wilayah Pesisir dan Laut,


(35)

1) Sebagai makanan, terumbu karang merupakan tempat hidup dan berkembang biak berbagai biota laut. Tidak sedikit diantara biota tersebut yang kemudian dimanfaatkan sebagai sumber makanan oleh manusia.

2) Berbagai jenis alga dimanfaatkan dalam pembuatan kosmetik dan bahan pembungkus kapsul.

3) Keindahan terumbu karang telah dirasa manfaatnya sebagai bahan untuk budidaya maupun rekreasi seperti snorkling dan diving.

4) Untuk daerah pemijahan, pengasuhan dan pembesaran, beberapa jenis ikan.

5) Penghalang pesisir (barrier), mencegah terjadinya erosi pesisir dan

6) Bahan-bahan Bangunan.

Peranan terumbu karang yang besar tidak diimbangi dengan pemeliharaan yang baik. Pertumbuhan karang sangat lambat, hanya beberapa cm saja per tahun.39 Hal ini di akan berimbang pada penurunan kemampuan terumbu karang dalam melindungi wilayah pesisir. Kenyataannya kerusakan terumbu karang tidak terhenti dan berlangsung secara terus menerus. Selain faktor alami faktor kegiatan manusia memiliki pengaruh yang cukup besar bagi kelangsungan hidup terumbu karang. Berikut faktor-faktor penyebab kerusakan terumbu karang di wilayah pesisir dan lautan Indonesia, antara lain adalah:40

1) Penambangan batu karang sebagai bahan bangunan dan hiasan. 2) Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, bahan

beracun, dan alat tangkap tertentu yang pengoperasiannya.

39

Anugerah Nontji, op. cit.,h.126. 40


(36)

3) Pencemaran perairan oleh berbagai limbah industri, pertanian dan rumah tangga baik yang berasal dari kegiatan di darat (land based activitis) maupun kegiatan di laut (marine based activities).

4) Pengendapan (sedimentasi) dan peningkatan kekeruhan perairan dalam ekosistem terumbu karang akibat erosi tanah di daratan maupun kegiatan penggalian dan penambangan di sekitar terumbu karang.

5) Eksploitasi berlebihan sumber daya perikanan karang. d. Penanaman dan pemeliharaan hutan mangrove

Salah satu penyebab kerusakan kawasan pesisr ialah rusaknya kawasan hutan mangrove. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.41 Hutan ini tumbuh di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Secara keseluruhan Mangrove memiliki arti yang sangat penting. Kawasan mangrove di Indonesia tercatat sekitar 80 jenis krustase dan 65 jenis moluska.42 Berikut pengelompokan tumbuhan mangrove berdasarkan ketahanannya terhadap genangan pasang air laut yaitu:43

1) Spesies tumbuhan yang selamanya tumbuh di daerah genangan pasang naik yang tinggi.

2) Spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah genangan pasang naik medium.

3) Spesies yang tumbuh di daerah genangan pasang naik dengan tinggi pasang normal.

41

Anugerah Nontji, op. cit.,h.106. 42

M. Gufran H. Kordi K,Nikmat Rasanya,Nikmat Untungnya-Pintar Budi Daya Ikan di Tambak Secara Insentif, (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), h.77.

43


(37)

4) Spesies tumbuhan yang hannya tumbuh di daerah genangan pasang naik yang tertinggi (spring tide).

Mangrove memiliki banyak sekali manfaat dalam pemenuhan kebutuhan manusia seperti sandang, pangan, papan, dan kesehatan serta lingkungan, berikut beberapa manfaat kawasan hutan mangrove bagi wilayah pesisir:

1) Hutan Mangrove memiliki akar yang efisien dalam melindungi tanah di wilayah pesisir sehingga dapat menjaga keseimbangan garis pantai yang dipengaruhi oleh proses abrasi.

2) Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi serta menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat.

3) Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru. 4) Hutan Mangrove memiliki fungsi mengendapkan lumpur di akar-akar pohon bakau sehingga dapat mencegah terjadinya intrusi air laut atau rembesan air laut ke darat, atau sebagai filter air asin menjadi tawar.44

e. Membangun Bangunan Pelindung Pantai

Perlindungan pantai secara alami dapat dilakukan dengan pengelolaan hutan mangrove, padang lamun ataupun terumbu karang namun pengelolaan dengan menanam benih pelindung alami pantai ini tidak selalu berhasil tumbuh dewasa seluruhnya. Hal ini dikarenakan berbagai faktor alam seperti gelombang dan arus sehingga diperlukan pelindung pantai secara buatan. Pembangunan pelindung pantai secara buatan harus berdasarkan stardart perhitungan pembangunan pelindung pantai dan prinsip-prinsip alam dari penanganan alamiah. Karena setiap pantai memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memiliki

44

Arifin Arief, Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h.14.


(38)

keseimbangan dinamis dan kebutuhan jenis bangunan pelindung pantai yang berbeda pula.

Adapun macam-macam bangunan pantai yang dapat digunakan dalam penanganan kerusakan pantai akibat arus dan gelombang yang bersifat merusak sebagai berikut:

Gambar 2.4

Bangunan Pelindung Pantai

Sumber : triatmodjo, 1999 1. Dinding pantai (revetment)

Dinding pantai atau revetment adalah bangunan yang memisahkan daratan dan perairan pantai, yang berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan gelombang ke darat. Daerah yang dilindungi adalah daratan tepat di belakang bangunan sehingga bangunan ini dibangun di depan daratan yang akan dilindungi. Dinding pantai biasanya berbentuk dinding vertikal, sedang revetment mempunyai sisi miring. Bangunan ini ditempatkan sejajar atau hampir sejajar dengan garis pantai dan bisa terbuat dari pasangan batu, beton, tumpukan pipa (buis) beton, turap, kayu, atau tumpukan batu.


(39)

2. Groin (Groyne)

Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus dengan garis pantai, dan berfungsi untuk menahan transport sedimen sepanjang pantai, sehingga bisa mengurangi ataupun menghentikan erosi yang terjadi.45 Berdasarkan konstruksinya groin dapat berupa tumpukan batu, caison beton, turap, tiang yang di pancang sejajar, atau tumpukan buis beton yang di dalamnya di isi beton.46 Groin dibedakan menjadi tiga tipe yaitu Tipe lurus, Tipe T dan Tipe L 3. Jetty

Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakan pada kedua sisi muara sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai.47Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakan pada kedua sisi muara sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai. 48Jetty berfungsi sebagai penahan transport sedimen sepanjang pantai sehingga dapat mencegah pendangkalan muara. Jetty memiliki beberapa tipe yaitu jetty panjang, jetty sedang, jetty pendek

B.

Hasil Penelitian Relevan

1. Penelitian mengenai “Studi Abrasi Pantai Padang Kota Padang

Provinsi Sumatra Barat” telah dilakukan oleh Ferli Fajri dkk, dengan

hasil penelitian yaitu Abrasi yang terjadi di Pantai Padang Kota Padang disebabkan oleh arus dan gelombang. Kecepatan abrasi pantai padang kota padang berkisar antara 0,24-0,36 m/thn, sedangkan berdasarkan hasil overlay citra hasil digitasi priode tahun 1990-2010 yaitu berkisar antara 2,0-3,4 m (0,10-0,17 m/thn). Energi gelombang, kecepatan arus dan ukuran diameter rata-rata sedimen pantai

45

Bambang triatmodjo, op. cit., h. 213. 46

Bambang triatmodjo, op. cit., h. 214. 47

Bambang triatmodjo, op. cit.,h. 220. 48


(40)

merupakan parameter atau faktor alam yang dapat menentukan besar kecilnya kecepatan abrasi yang terjadi.

2. Penelitian mengenai “Kajian Perubahan Garis Pantai menggunakan

data satelit landsat di kabupaten kendal”telah dilakukan oleh

Mukhlisin Arief dkk, hasil dari penelitian tersebut yaitu penggunan data satelit landsat yang dapat membantu dalam menganalisis perubahan penutupan lahan dan perubahan garis pantai. Dalam penelitian ini terjadi abrasi sebesar 43,172 m hingga 53,628 sedangkan sedimentasi sebesar 76,14 ha-80,37 ha dalam kurun waktu 36 tahun. Perubahan maju mundurnya garis pantai di dikabupaten kendal diperkirakan akibat proses penambahan areal tambak dan proses sedimentasi dari material yang dibawa oleh air sungai maupun oleh ombak laut, sedangkan abrasi diperkirakan disebabkan oleh gempuran ombak atau erosi.

3. Penelitian mengenai “Analisa Laju Abrasi Teluk Belitung Kabupaten

Kepulauan Mentawai Menggunakan Data Penginderaan Jauh” oleh

diteliti oleh Fitri Landari dkk, dari analisa Abrasi Pantai teluk belitung diketahui perubahan garis pantai teluk belitung selama 24 tahun terakhir dari tahun 1989-2013 tercatat akresi sebesar 158,311 m atau 6,60 m/tahun dan abrasi sebesar 292,397 m atu 12,18 m/tahun.

Penelitian-Penelitian yang telah disebutkan di atas terdapat perbedaan dengan penelitian ini, berikut parameter perbandingan penelilian ini dengan beberapa penelitian relevan di atas.

Tabel 2.2

Parameter Perbandingan Penelitian

No Nama Judul Intisari Fokus

Penelitian

Persamaan Perbedaan 1 Ferli Fajri

dkk Studi Abrasi Pantai Padang Kota Padang Provinsi Sumatra Terjadi abrasi di pantai padang dengan kecepata n 0,24-0,36 m/th Mengetahui faktor-faktor penyebab abrasi pantai padang Teknik pengolahan data menggunaka n penginderaa n jauh Penelitian ini dilakukan di pantai padang Kota Padang Provinsi Sumatra Barat


(41)

Barat

2 Mukhlisi

n Arief dkk Kajian Perubahan Garis Pantai mengguna kan data satelit landsat di kabupaten kendal Terjadi abrasi sebesar 43,172- 53,628 m dan akresi sebesar 76,14 -80,37 ha dalam kurun waktu 36 tahun. Pemanfaatan citra satelit dalam menganalisis perubahan penutupan lahan dan perubahan garis pantai. Teknik pengolahan data menggunaka n penginderaa n jauh Penelitian ini dilakukan di pantai kabupaten kendal

3 Fitri

Landari dkk Analisa Laju Abrasi Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Mentawai Mengguna kan Data Pengindera an Jauh Terjadi Abrasi sebesar 12,18 m/tahun dan akresi sebesar 6,60 m/tahun Pemanfaatan teknik penginderaa n jauh untuk menganalisis perubahan garis pantai teluk belitung Teknik pengolahan data menggunaka n penginderaa n jauh Penelitian ini dilakukan di Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Mentawai

C.

Kerangka Berfikir

Pulau Untung Jawa merupakan salah satu pulau yang termasuk ke dalam wilayah Administratif Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Perubahan lingkungan dan meningkatnya pembangunan di sekitar Teluk Jakarta menimbulkan permasalahan lingkungan hidup di Pulau Untung Jawa. Permasalahan yang timbul berupa pencemaran sampah-sampah yang terbawa oleh arus yang berasal dari muara-muara sungai di Jakarta dan juga hasil buangan limbah dari masyarakat Pulau Untung Jawa itu sendiri. Sampah yang terbawa arus dari teluk jakarta ke pantai Pulau Untung Jawa dapat mengakibatkan rusaknya mangrove di pesisir Pulau Untung Jawa. Hilangnya kawasan mangrove sama dengan melepas benteng pertahanan suatu pantai dari abrasi maupun sedimentasi.


(42)

Penanggulangan Abrasi sangat diperlukan untuk mencegah dampak negatif Abrasi yang terjadi di Pulau Untung Jawa terhadap ekosistem yang terdapat di dalamnya. Diantaranya dengan menganalisa perubahan garis Pantai yang disebabkan oleh Abrasi dan Akresi sebagai perbandingan antara tutupan lahan mangrove yang rusak akibat pencemaran dengan besaran Abrasi yang ditimbulkan. Oleh karena itu analisa perubahan garis pantai Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu DKI Jakarta dirasa perlu dilakukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan ini.

Untuk lebih jelasnya berikut kerangka bagan pemikiran dalam penelitian ini:

Gambar 2.5 Bagan Kerangka

Abrasi

Pantai

Mundurnya Garis Pantai Terbawanya Material Abrasi

Oleh Arus Laut Ke Tempat Lain

Akresi Majunya Garis Pantai


(43)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Untung Jawa selama tiga bulan (Juli-September). Pulau Untung Jawa merupakan salah satu pulau berpenduduk yang terletak di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Kepulauan Seribu DKI Jakarta.

B.

Metode Penetian

Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif menggunakan teknik pengukuran dan pemetaan. Metode deskriptif yaitu metode penelitian yang memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena yang bersifat aktual pada saat penelitian dilakukan. Secara khusus penelitian deskriptif berisi data dalam bentuk nilai, fakta digunakan untuk mengatasi masalah dan tidak ada kontrol variabel.49 Sedangkan metode survei dan pemetaan merupakan penelitian yang dilakukan pada daerah yang cukup luas dengan jangka waktu yang pendek.

C.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah perubahan garis pantai Pulau Untung Jawa yang dipengaruhi oleh abrasi dan akresi. Analisa perubahan garis pantai ini diharapkan dapat memperbaiki ekosistem Pulau Untung Jawa yang rusak.

D.

Variabel Penelitian

Menurut Alfandi variabel penelitian merupakan “suatu sifat atau umlah yang mempunyai nilai kategorial atau mempunyai nilai yang dapat

dinyatakan dengan bilangan.”50

Pada penelitian ini untuk mengetahui perubahan garis pantai digunakan variabel pasang surut, tinggi gelombang, persebaran angin dan batimetri Pulau Untung Jawa.

49

Widoyo Alfandi, Epistemologi Geografi, (Yogyakarta: UGM Press, 2001), h. 116. 50 Ibid,.


(44)

E.

Jenis dan Sumber Data

Teknik pengumpulan data deskriptif dapat dilakukan dengan observasi lapangan, pengukuran dan pemetaan, wawancara, kuesioner, dan studi pustaka.51 Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan dengan survei lapangan dan interpretasi citra. Terdapat dua data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat berdsarkan pengamatan langsung sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan interpretasi citra sedangkan data diperoleh dari beberapa instansi terkait untuk memperkuat data primer.

Tabel 3.1

Jenis dan Sumber Data

Jenis Data Sifat Data Sumber

Primer Sekunder Ground Check Citra Arus Gelombang Batimetri Pasut √ √ √ √ √ √ Pengamatan Lapang Google Earth (2010-2013) ECMWF

ECMWF P3SDLP

University Of Hawaii Sea Level Center

F.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan dalam penelitian ini digunakan untuk mengolah data hingga menghasilkan output. Berikut merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam peelitian ini.

Tabel 3.2

Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan Kegunaan

Laptop Input data citra hingga menghasilkan

output Sofware (ArcGis, Surfer,

ODV, Google Earth, Ms Exel, dan Global Mapeer)

Pengolahan data citra dan data pendukung citra

Camera Dokumentasi Hasil Pengamatan

51Ibid


(45)

Lapang

Citra Tahun 2010-2013 Tumpang Susun Garis pantai

Lembar Kerja Pencatatan Hasil Pengamatan Lapang

G.

Teknik Pengolahan Data Penginderaan Jauh

1. Tahap Persiapan

Tahap ini meliputi studi kepustakaan dan pemilihan citra. Citra Satelit yang digunakan adalah Citra Google Earth tahun 2010-2013. Citra Google Earth ini dapat diperoleh di Google Earth dan pengumpulan data sekunder.

2. Tahap Pengolahan Data

Citra satelit Landsat yang dipilih diolah dengan bantuan sofware ArcGis versi 10.3. Berikut merupakan tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Retifikasi

Citra Google Earth yang didapat dari google earth berbentuk JPEG dan tidak memiliki koordinat sehingga dapat menyulitkan proses analisa perubahan garis pantai. berikut langkah-langkah dalam proses retifikasi peta:

1. Buka arcgis kemudian buka shapefile peta yang akan kita rectify.

2. Proses retify ini menggunakan tools “add control point”,

3. Masukan titik ikat minimal 4 yang di peroleh dari google eart untuk mendapatkan titik ikat yang baik.

4. Setelah terikat kemudian klik “Georeferencing” klik “update

georeferencing”.

5. Citra telah ter georeferencing.

b. Digitasi

Setelah citra teretifikasi proses digitasi dapat dilakukan. Pada tahap ini masing-masih citra di digitasi tiap garis pantainya, dengan tujuan mendapatkan data perubahan garis pantai untuk di proses


(46)

pada tahap overlay. Berikut langkah-langkah dalam proses digitasi citra

1) Pada ArcCatalog buat shapefile baru dengan klik kanan pada folder - New – Shapefile

2) Tentukan nama, tipe data dan koordinat shp. Point untuk kenampakan marker titik, polyline untuk garis, dan polygon untuk luasan area. lalu OK.

3) Setelah shp tampil dalam table of content, dari menu utama Editor - Start Editing.

4) Setelah proses digitasi selesai klik “save ediding”. 5) Lakukan hal yang sama pada seluruh data.

c. Tumpang Susun (Overlay)

Setelah melakukan digitasi batas darat dan air pada masing-masing citra, kemudian hasil dari digitasi dilakukan tumpang susun (overlay) antar interval pada masing-masing kondisi. Dari hasil overlay akan terbentuk data polygon features baru yang mencakup didalamnya abrasi dan akresi. Polygon features yang baru ini kemudian akan pecah sesuai dengan lokasi terjadinya abrasi dan akresi.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh adalah interpretasi visual dan interpretasi secara digital menggunakan klasifikasi multispektral atau berbagai transformasi indeks yang ada.

Metode analisis data yang dipergunakan untuk mendapatkan hasil kesimpulan penelitian antara lain:

1. Metode Overlay (Tumpang Susun Peta) Metode overlay atau tumpang susun peta merupakan cara menghubungkan garis pantai tiap Citra tahun 2010,2011,2012 dan 2013. Metode tumpang susun peta digunakan untuk mengetahui perubahan garis pantai.

2. Analisis Kebenaran Interpretasi Metode analisis ini diperoleh dari survey lapangan dengan alat berupa GPS.


(47)

3. Analisa perhitungan luas menggunakan measure tolls untuk mengetahui luas perubahan garis pantai.

4. Metode Analisis Deskriptif Metode ini untuk menjelaskan dan menggambarkan lebih lanjut tentang dua metode diatas.

Berikut merupakan skema alur penelitian :

Croping location

Data Primer Data Sekunder

Citra Google Earth2010-2013 Data Arus Data Pasut Data Tinggi Gelomban Data Batimert i Retifikasi Digitized on scren Overlay Garis pantai 2013 Ground check Croping location Created *txt file Sort and filter Created DAT file Griding DAT file Layout Arah Arus Kepulauan Seribu Convert Grafik Pasut Tanjung Priok Created *txt file Sort and filter Created DAT file Griding DAT file Layout Tinggi Gelombang Kepulauan Seribu Convert ASCII TO DEM SelectedLoc ation Generate contour Digitized on scren Batimetri Pulau Untung Jawa Analisa Data SELESAI Keterangan:


(48)

34

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL

A.

Temuan Penelitian

1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian a. Letak dan Luas

Pulau Untung Jawa merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta, Indonesia. Pulau Untung Jawa mempunyai luas 40,10 ha.52 Secara astronomis Pulau Untung Jawa terletak pada 5058’44”-5058’35,12” LS dan 106042’40”-106042’8,40”.

Gambar 4.1

Batas Administratif Pulau Untung Jawa

Berdasarkan posisi geografisnya Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Pasir.

52

BPS Kepulauan Seribu, Kepulauan Seribu Dalam Angka 2016, (Jakarta: BPS Kabupaten Kepulauan Seribu, 2016), h. 16


(49)

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Rambut.

b. Ekosistem

Terdapat tiga ekosistem utama pembentuk sistem ekologis Kepulauan Seribu, yaitu : hutan pantai, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Secara ekologis ketiga ekosistem utama tersebut merupakan penyangga alami bagi daratan pulau terutama dalam perlindungan terhadap abrasi dan akresi.

c. Iklim

Iklim merupakan kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi. Pulau Untung Jawa memiliki tipe iklim tropika panas dengan suhu maksimum 35,8°C dan suhu minimum sebesar 23,2°C.53 Iklim tropika memiliki ciri suhu panas sepanjang tahun dan variasi suhu musiman yang lebih kecil.54

d. Arus dan Gelombang

Secara umum arus dan gelombang pada wilayah Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh angin dan pasut. Kecepatan arus pada musim barat dan musim timur sebersar 0,5 m/s. Tinggi gelombang pada saat musim barat dan musim timur 0,5>1,75 m.

e. Topografi

Pulau Untung Jawa memiliki ketianggian 1 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah di daratan berasal dari batu gamping koral seperti koloni koral, hancuran koral dan cangkang moluska.55

2. Kondisi Sosial Daerah Penelitian

Penduduk pulau Untung Jawa berasal dari berbagai wilayah seperti Jakarta, Banten, Tangerang, dll. Rata-rata mata pencarian masyrakat Pulau Untung Jawa bersektor pada laut, baik sebagai nelayan maupun pengelola pariswisata. Kelengkapan sarana dan prasarana Pulau

53

Ibid, h. 26 54

Andri Noor Ardiansyah, Klimatologi Umum, (UINJakarta Press: Jakarta,2013), h. 76. 55

T. Turkandi dkk, Peta Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu, (Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1996)


(50)

Untung Jawa cukup memadai seperi tersedianya fasilitas kesehatan, olahraga, pendidikan, pemerintahan dan tempat ibadah.Sektor pariwisata menyumbang besar dalam meningkatkan taraf ekonomi masyrakat Pulau Untung Jawa.

B.

Pembahasan Temuan Penelitian

1. Interpretasi Citra

Interpretasi citra merupakan sebuah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra sehingga didapat arti penting suatu objek dalam citra tersebut.56 Dalam penelitian ini interpretasi dilakukan menggunakan citra pada Google Earth dengan rata-rata resolusi spasial 1,5 m. Menginterpretasi citra dapat dilakukan dengan berbagai metode analisa seperti rona,bentuk, teksture, ukuran, pola, bayangan, situs dan asosiasi.57 Berikut merupakan hasil interpretasi citra IKONOS Pulau Untung Jawa.

Gambar 4.2 Interpretasi Citra

56

Sodikin, Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2015). h. 39.

57 Ibid


(51)

Berdasarkan gambar di atas warna biru halus menggambarkan laut. Hijau kasar menggambarkan hutan mangrove. Biru muda dekat pantai menggambarkan tubir dan orange kasar menggambarkan pemukiman.

2. Perubahan Garis Pantai

Suatu pantai memiliki keseimbangan atau kestabilan transport sedimen. Perubahan garis pantai dipengaruhi oleh keluar masuknya sedimen pada pantai. Tidak seimbangnya transport sedimen pantai menyebabkan pantai kehilangan sedimen (abrasi) atau pantai memperoleh sedimen (akresi). Pantai yang mengalami abrasi akan terkikis ke arah darat sedangkan pantai yang mengalami akresi akan semakin meluas ke arah laut. Berdasarkan hasil overlay citra Google Earth tahun 2011-2013 pulau untung jawa mengalami perubahan garis pantai baik yang di sebabkan oleh abrasi maupun akresi. Citra tahun 2010 digunakan sebagai acuan awal pengamatan perubahan garis pantai tahun 2011-2013. Berikut hasil overlay perubahan garis pantai tahun 2011-2013. Berdasarkan hasil overlay citra Google Earth tahun 2010-2013 diperoleh 5 titik perubahan garis pantai yaitu bagian timur, timur laut, tenggara dan barat daya Pulau Untung Jawa.

Gambar 4.3 Overlay Citra 2011-2013


(52)

3. Abrasi dan Akresi

Pulau Untung Jawa merupakan pantai berpasir dengan vegetasi hutan mangrove dan hutan pantai. Berdasarkan fungsinya sebagai pulau berpenduduk maka tidak banyak vegetasi yang terdapat pada pulau ini karena alih fungsi menjadi pemukiman penduduk ataupun homestay bagi para wisatawan. Pada lokasi perubahan garis pantai terlihat adanya vegetasi pantai atau hutan pantai (gambar 4.2). Vegetasi pantai berpasiradalah tutupan vegetasi yang tumbuh dan berkembang di pantai berpasir. Secara umum, hutan ini terletak di tepi pantai, tumbuh pada tanah kering berpasir dan tidak terpengaruh iklim. Vegetasinya yang sedikit memberi peluang besar kerentaan pantai terhadap abrasi.

Abrasi dan akresi merupakan sebuah kesatuan yang dapat mempengaruhi perubahan garis pantai. Abrasi merupakan pergeseran garis pantai ke arah darat yang dapat mengancam daerah pesisir bahkan dapat menyebabnya hilangnya suatu pulau kecil seperti Pulau Ubi Besar Kepulauan Seribu. Sedangkan akresi merupakan pergeserah garis pantai ke arah laut.

Pantai berpasir tebentuk dari bebatuan dan karang yang hancur karena hantaman air laut lalu terseret oleh gelombang menuju tepi laut dan membentuk pantai berpasir. Pada pantai berpasir apabila pantai tidak dapat meredam gelombang yang datang maka akan menyebabkan pasir tererosi.58 Pasir yang tererosi akan bergerak ke arah laut dan terendapkan di wilayah dimana kecepatan air dasar kecil. Suatu pantai akan kembali kebentuk normal apabila angkutan sedimen yang datang dan keluar seimbang dan tidak akan kembali ke bentuk semula apabila angkutan sedimen tidak seimbang.

Pada Pulau Untung Jawa abrasi dan akresi pantai ini terjadi di bagian Timur Laut, Timur, Tenggaradan Barat DayaPulau Untung Jawa dikarenakan bagian tersebut berhadapan langsung dengan laut

58


(53)

tanpa penghalang pulau-pulau lainnya. Laju abrasi terbesar terjadi di lokasi 2 (gambar 4.6 dan 4.7) sedangkan laju akresi terbesar terjadi pada lokasi 3 (gambar 4.8 dan 4.9). Berikut merupakan hasil perubahan garis pantai Pulau Untung Jawa selama 3 tahun yang dipengaruhi oleh abrasi maupun akresi di daerah tersebut. Perhitungan perubahan garis pantai Pulau Untung Jawa dilakukan dengan pembuatan polygon menggunakan measure tolls pada peta hasil overlay. Berikut merupakan hasil laju abrasi dan akresi Pulau Untung Jawa tahun 2011-2012.

Tabel 4.1

Besar Perubahan Garis Pantai Oleh Abrasi (m2)

Lokasi 2011 2012 2013 Rata-rata

1 - 23,71 41,62 21,77

2 573,1 263,22 818,36 551,65

3 156,45 774,82 203, 28 378,18

4 404,05 43,65 345,56 264,42

5 448,94 544,83 - 331,25

Total 1547,27

Sumber:Hasil penelitian

Tabel 4.2

Besar Perubahan Garis Pantai Oleh Akresi (m2)

Lokasi 2011 2012 2013 Rata-rata

1 50,94 57,47 27,57 45,32

2 228,96 332,52 11,17 190,88

3 699,03 264,38 492,45 485,28

4 - 38,38 5,47 14,61

5 13,89 60,42 17,46 30,59

Total 766,68

Sumber:Hasil penelitian

Berdasarkan hasil overlay dan perhitungan diatas, setiap lokasi mengalami abrasi sekaligus akresi di lokasi yang sama hal ini dikarenakan transport sedimen hasil abrasi yang kembali ke pantai


(54)

tidak sebanyak sedimen yang terangkut ke laut. Berdasarkan data diatas (tabel 4.1 dan 4.2) Pulau Untung Jawa mengalami kemunduran luas daratan sebesar 2,321 m2 selama 3 tahun (2011-2013).Berikut merupakan luas pengurangan lahan Pulau Untung Jawa selama 3 tahun.

Tabel 4.3

Besar Perubahan Lahan Pulau Untung Jawa (m2)

Tahun Luas (m2)

2011 256,841

2012 255,955

2013 255,063

Sumber:Hasil penelitian

Berdasarkan tabel di atas Pulau Untung Jawa memiliki rata-rata pengurangan lahan selama 3 tahun sebesar 2,321 m2. Pengurangan luasan lahan disebabkan oleh mundurnya garis pantai Pulau Untung Jawa ke arah darat oleh abrasi. Sedangkan majunya garis pantai disebabkan oleh majunya garis pantai ke arah laut oleh akresi (gambar 4.5, 4.7, 4.9, 4.11, 4.12).

Grafik 4.1

Perubahan Lahan Pulau Untung Jawa (m2)

2011 2012 2013

perubahan 256,841 255,955 255,063

251 252 253 254 255 256 257 258

Perubahan Lahan


(55)

Gambar 4.4

Overlay Lokasi 1 Perubahan Garis Pantai

Gambar 4.5

Lokasi 1 Perubahan Garis Pantai Abrasi


(56)

Gambar 4.6

Overlay Lokasi 2 Perubahan Garis Pantai

Gambar 4.7

Lokasi 2 Perubahan Garis Pantai Akresi


(57)

Gambar 4.8

Overlay Lokasi 3 Perubahan Garis Pantai

Gambar 4.9

Lokasi 3 Perubahan Garis Pantai Akresi


(58)

Gambar 4.10

Overlay Lokasi 4 Perubahan Garis Pantai

Gambar 4.11

Lokasi 4 Perubahan Garis Pantai Abrasi


(59)

Gambar 4.12

Overlay Lokasi 5 Perubahan Garis Pantai

Gambar 4.13

Lokasi 5 Perubahan Garis Pantai Abrasi


(60)

4. Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Garis Pantai

Faktor yang mempengaruhi perubahan garis pantai Pulau Untung Jawa berupa faktor alam dan faktor campur tangan manusia. Faktor alam dapat berupa angin, arus, pasut, batimetri dan gelombang. Faktor kegiatan manusia dapat berupa pencemaran minyak dan sampah pada perairan dekat pulau.

a. Faktor alam

Faktor alam yang berpengaruh besar dalam perubahan garis pantai Pulau Untung Jawa adalah gelombang. Gelombang/ombak pada Pulau Untung Jawa dipengaruhi oleh angin, pasut, dan gelombang yang di sebabkan oleh gerakan kapal. Angin yang bertiup di atas permukaan merupakan faktor utama pembangkit gelombang.59 Gelombang angin merupakan gelombang yang di bangkitkan oleh angin dan dapat menyebabkan arus.Perubahan garis pantai Pulau Untung Jawa dipengaruhi oleh arah angin musiman. Terdapat 2 angin yang melewati Kepulauan Seribuyaitu musim barat dan musim timur. Citra Satelit yang digunakan berada pada kondisi musim timur. Berikut merupakan bersebaran arah angin tahunan kepulauan seribu.

Grafik 4.2

Persebaran arah angin (2013)

Sumber :Kepulauan seribu dalam angka 2014

59

Sahala Hutabarat dan Stewart M. Evans, Pengantar Oseanografi, (Jakarta: UI Press, 2014), h. 81.

Barat Barat Daya Selatan Barat Laut Timur Laut Timur Tenggara Utara


(61)

Gambar 4.14 Arah Pergerakan Arus

Sumber: ECMWF, Agustus 2013

Arah angin terbanyak di Kepulauan Seribu berasal dari timur laut di bulan desember yaitu sebanyak 20 dengan kecepatan maksimal sebesar 46 knots dan minimum sebesar 11 knots.60Arah angin terbanyak di dominasi oleh arah Angin Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara dan Selatan.61 Kecepatan angin mempengaruhi tinggi gelombang. Kecepatan angin dan gelombang yang datang dapat di klasifikasikan menggunakan skala beaufort hal ini disebabkan karena kecepatan angin yang datang dapat mempengaruhi tinggi gelombang yang terbentuk.

Tabel 4.4 Skala Beaufort No Wind speed

Km/hr

Heigh of waves

(m)

General description of

wind

Condition of sea

0 Less than 1 0 Calm Sea smooth as a mirror

1 2-5 0,15 Light air Small wavelets like scales; no

60

Kepulauan Seribu Dalam Angka 2014, (Jakarta: BPS Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, 2014), h. 24.

61


(62)

foam crets

2 6-11 0,30 Linght breeze Waves short; crets begin to break

3 12-20 0,60 Gentle breeze Foam has glassy appearance, not yet white

4 21-29 1,60 Moderate

breeze

Waves not longer; many white areas

5 30-39 3,10 Fresh breeze Waves pronounce and long;

white foam crets

6 40-50 4,70 Strong breeze Langer waves from; white

foam crets all over

7 51-61 6,20 Moderate gale Sea heapes up; wind blows

foam in streaks

8 62-74 7,80 Fresh gale Heigh of waves and crests

increasing

9 75-87 9,30 Strong gale Foam is blown in dense steaks

10 88-101 10,80 Whole gale High waves with long

overhanging crests; large foam patches

11 102-120 - Storm Hingh waves; ships in shight

hidden in troughs

12 Above 121 - Hurricane Sea covered with streaky

foam; air filled with spraay

Sumber : Sahala Hutabarat, 2014

Gambar 4.15

Tinggi Gelombang Kepulauan Seribu


(63)

Pulau Untung Jawa memiliki tinggi gelombang yang sedikit tenang dengan nilai skala beaufort 1 dimana arah angin terlihat dari arah gerak asap tetapi belum menggerakkan panah angin.Tinggi gelombang di Kepulauan Seribu pada musim Barat sebesar 0,5-1,5 meter, sedangkan pada musim Timur sebesar 0,5-1,0 m. Tinggi gelombang sangat bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya disebabkan oleh variasi kecepatan angin, adanya penjalanan gelombang dan perairan sekitarnya, sesuai dengan letak gugusan Kepulauan Seribu yang berbatasan dengan perairan terbuka.

Perairan pada pantai tidak pernah tetap hal ini dikarenakan pengaruh pasang surut. Pasang surut dapat menimbulkan arus yang cukup kuat terutama di daerah yang sempit, misalkan di teluk, estuary, dan muara sungai. Kondisi di mana air laut pasang dapat menimbulkan pengendapan sedimen namun akan mengikis sedimen yang ada saat kondisi mulai surut. Gelombang besar yang datang ke pantai pada saat air pasang bisa menyebabkan kerusakan pantai sampai jauh ke daratan.

Data pasang surut digunakan dalam meramalkan atau memodelkan pola arah dan kecepatan arus pada lokasi penelitian. Tipe pasut dapat ditentukan berdasarkan frekuensi pasang dan surut setiap hari. Pasang surut di Tanjung Priok pada bulan Januari 2010 termasuk pasut tipe tunggal dengan hasil perhitungan Formzhal sebesar 4,47 dengan nilai surut terendah sebesar -0,150 dan pasang tertinggi sebesar 0,725. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe harian tunggal memiliki nilai Formzhal sebesar F>3.62

62

Musrifin, “Analisis Pasang Surut Perairan Muara Sungai Mesjid Dumai”, Jurnal Perikanan dan Kelautan, Vol.16, 2011, h. 50.


(64)

Grafik 4.3

Pasang Surut Tanjung Priok

Sumber: UOHSLC, 2010

Pulau Untung Jawa memiliki beberapa dermaga sebagai tempat berlabuh kapal yang datang. Pergerakan lalu-lalang kapal menuju dermaga menimbulkan riakan gelombang. Riakan gelombang yang datang secara continue dapat mempengaruhi garis pantai hal ini terlihal pada lokasi 3, 4 dan 5 dimana lokasi ini merupakan lokasi yang berdekatan dengan dermaga kapal sehingga mendapat pengaruh langsung gelombang yang di timbulkan oleh lalu lalang kapal.

b. Faktor Kegiatan Manusia

Selain faktor alam di atas terdapat pula faktor antropogenik berupa pengerukan pasir dan pencemaran. Kedalaman merupakan faktor yang berperan dalam penentuan transport sedimen kedalaman laut memiliki pengaruh terhadap gelombang datang. Pengerukan pasir di sekitar Pulau Untung Jawa cukup besar mengingat lokasinya yang berdekatan dengan daratan pulau jawa. Pengerukan pasir berlebihan berdampak pada perubahan topografi

MSL: 0,00 -0,150 0,725 -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 01 -J an -10 02 -J an -10 03 -J an -10 04 -J an -10 05 -J an -10 06 -J an -10 07 -J an -10 08 -J an -10 09 -J an -10 10 -J an -10 11 -J an -10 12 -J an -10 13 -J an -10 14 -J an -10 15 -J an -10 16 -J an -10 17 -J an -10 18 -J an -10 19 -J an -10 20 -J an -10 21 -J an -10 22 -J an -10 23 -J an -10 24 -J an -10 25 -J an -10 26 -J an -10 27 -J an -10 28 -J an -10 29 -J an -10 30 -J an -10 31 -J an -10 Observation (obs) Calculation (calc)

obs - calc (V)


(65)

dasar laut Pulau Untung Jawa. Topografi Pulau untung jawa termasuk kedalam perairan dangkal memiliki kedalaman yang relatif datar bekisar antara 0-15 m. Pada perairan dangkal angin yang relatif kecil dapat menimbulkan gelombang dipermukaan laut.63

Gambar 4.16

Bathimerti Pulau Untung Jawa

Lokasi Pulau Untung jawa yang berada dekat dengan teluk Jakarta membuat pulau ini rentan terhadap pencemaran. Pencemaran yang dihadapi berupa pencemaran minyak dan sampah. Pencemaran minyak dapat mempengaruhi hewan maupun tumbuhan di suatu daerah.64 Kecelakaan pelayaran merupakan sumber utama pencemaran minyak, seperti terbakarnya Kapal TB Mitra Anugrah 10 di perairan Pulau Bokor dapat menimbulkan pencemaran miyak di pulau-pulau sekitar Pulau Bokor salah satunya Pulau Untung Jawa. Tumpahnya bahan bakar Kapal TB Mitra Anugrah 10 yang terbakar dapat merusak perairan beserta

63

MAPALA UI, Pengaruh Aktivitas Penambangan Pasir Terhadap Abrasi Pantai Di Kepulauan Seribu, Draf Laporan Penelitian, Depok, 1996, h. 31, tidak di publikasikan.

64


(66)

ekosistemnya. Selain minyak sampah yang terbawa arus dan terdampar di pinggir Pantai Pulau Untung Jawa dapat merusak pertumbuhan ekosistem mangrove. Rusaknya ekosistem mangrove sama dengan rusaknya pelindung alami pantai Pulau Untung Jawa yang berbungsi menjaga kestabilan garis pantai. Sebagaimana kita ketahui mangrove memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan pantai, seperti sebagai peredam ombak, pengikat sedimen, lokasi hidup biota laut dan lain sebagainya.


(67)

53

BAB V

KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

A.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis mengenai

“Perubahan Garis Pantai Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu DKI Jakarta”, Pulau Untung Jawa mengalami perubahan garis pantai yang disebabkan oleh abrasi dan akresi. Rata-rata abrasi pada Pulau Untung Jawa sebesar 1547,27 m2/tahun dan akresi sebesar 766,68 m2/tahun. Terdapat 5 titik lokasi yang mengalami perubahan garis pantai yaitu bagian Timur, Timur Laut, Tenggara dan Barat Daya Pulau Untung Jawa. Perubahan garis pantai Pulau Untung Jawa dipengaruhi oleh faktor alamdan faktor kegiatan manusia. Faktor alam perubahan garis pantai berupa gelombang, pasut, angin, dan batimetri. Faktor kegiatan manusia berupa pengerukan pasir dan pencemaran laut yang dapat merusak ekosistem pantai seperti mangrove, lamun dan terumbu karang yang merupakan penyangga kestabilan pantai.

B.

Implikasi

Berdasarkan penelitian ini diharapkan masyarakat Pulau Untung Jawa dapat mengelola ekosistem patai pulau terutama di beberapa lokasi yang rawan akan abrasi dan akresi sehingga laju abrasi dan akresi Pulau Untung Jawa dapat berkurang.

C.

Saran

Dari kesimpulan yang telah dipaparkan maka di ajukan beberapa saran yang perlu di sampaikan sebagai berikut:

1. Penambahan data primer pendukung lainnya yang berpengaruh terhadap berubahan garis pantai untuk data yang akurat.

2. Diperlukan penelitian perubahan garis pantai pada musim barat.

3. Diperlukan pembuatan bangunan pelindung pantai guna mencegah abrasi yang lebih besar.


(68)

54

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Alfandi, Widoyo.Epistemologi Geografi. Yogyakarta: UGM Press, 2001. Ardiansyah, Andri Noor.Klimatologi Umum. UIN Jakarta Press: Jakarta,2013. Arief, Arifin.Hutan Mangrove Fungsi Dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius,

2003.

Bengen, Dietriech G dan Retraubun, Alex S.W. Menguak Realitas dan Urgensi Pengelolaan Berbasis Eko-Sosio Sistem Pulau-Pulau Kecil. Jakarta: Pusat Pembelajaran dan pengembangan Pesisir dan Laut, 2006.

BPS Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu Dalam Angka 2014. Jakarta: BPS Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, 2014.

---. Kepulauan Seribu Dalam Angka 2016. Jakarta: BPS Kabupaten Kepulauan Seribu, 2016.

Dahuri, Rokhimin dkk. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT.Pradaya Paramita, 1996.

Disaptono, Subandono.Sebuah kumpulan pemikiran mengantisipasi bencana. Bogor: Penerbit Buku Ilmiah Populer, 2007.

Diposaptono. Erosi Pantai dan Klasifikasinya, Kasus di Indonesia. Prosiding Konferensi Esdal. Jakarta: BPPT, 2001.

Hutabarat, Sahala dan Evans, Stewart M. Pengantar Oseanografi. Depok: UI Press, 1985.

H, M. Gufran. Kordi K. Nikmat RasanyaNikmat Untungnya-Pintar Budi Daya Ikan di Tambak Secara Insentif. Yogyakarta: Andi Offset, 201.

MAPALA UI, Pengaruh Aktivitas Penambangan Pasir Terhadap Abrasi Pantai di Kepulauan Seribu. Depok: 1996. Tidak dipublikasikan

Mulyo, Agung.Pengantar Ilmu Kebumian. Bandung: Pustaka Setia, 2004 Nontji, Anugerah. Laut Nusantara, Jakarta: Djambatan, 2007.

Pratikto, dkk. Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut. Yogyakarta: BPFE, 1997. Rifardi, Ekologi Sedimen Laut Modern. Pekanbaru: UR Press, 2012.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

PROFIL PENULIS

SRI SETIYOWATI, NIM. 1112015000102. Jakarta, 3 Januari 1996. Anak pertama (dari dua bersaudara) bapak Maskuri dan ibu Muryati. Tinggal di Jl. Pulo Nangka RT 09/02 Kel. Rawa Buaya, Kec. Cengkareng, Kota Jakarta Barat, Prov. DKI Jakarta. MI Shirathul Rahman. MTs Annida Al-islamy. MAN 12 Jakarta. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, FITK, P.IPS pada prodi Geografi. e-mail : sriiesetiawati@gmail.com