Optimasi penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau: studi kasus kawasan perkotaan Purwokerto

(1)

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN

UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN

DAN RUANG TERBUKA HIJAU

(Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto)

YATIN CIPTANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Nopember 2009

Yatin Ciptaningrum

NRP A 156070134


(3)

YATIN CIPTANINGRUM. Land Use Optimization for Food Crop Land and Green Space Protection: Case Study of Purwokerto Urban Area. Under direction of H.R. SUNSUN SAEFULHAKIM and ATANG SUTANDI

Conventional land use planning has caused urban poverty and environment quality degradation. Urban agriculture plays an important role in enhancing urban food security, reducing urban poverty and enhancing quality of the environment. In order that urban agriculture plays the important role, food croop land in urban area is necessary to be protected. Managing land use in urban area for food crop land protection needs a comprehensive approach to consider many conflicting land use needs. The solution to these complex isues need an optimization approach to conflicting objectives. A goals programming model has been formulated for urban area of Purwokerto to find the optimal land use allocation with minimum deficit of accomplishing local demand for foods and green space.

Data used for setting parameters of the model were urban area map, land use map, land suitability map, local demand for foods, building area, and green space. The model was solved with GAMS Software and the result was mapped with Arcview GIS 3.3. The study revealed that optimal land use allocation is 3813.5 ha for housing/settlement, 31.5 ha for industrial area, 232.6 ha for comercial and office building, 4286.6 ha for irrigated farming, 199.9 ha for non irrigated farming, 13.9 ha for dry farming, 950.0 ha for orchard, and 131.5 ha for waterfront green space. The center of urban area that is the most developed and intensive building coverage revealed deficit green space. By implementing the optimal land use allocation and the optimal farming most of local demand for food comodities can be supplied locally by the urban agriculture.

Keywords: land use planning, food cropland protection, green space protection, goals programming model


(4)

YATIN CIPTANINGRUM. Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto). Dibimbing oleh H.R. SUNSUN SAEFULHAKIM dan ATANG SUTANDI.

Perencanaan penggunaan lahan konvensional di kawasan perkotaan Purwokerto menyebabkan rencana tata ruang kawasan perkotaan Purwokerto belum memiliki informasi yang memadai bagi pemanfaatan dan pengendalian tata ruang. Hal tersebut telah mendorong alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan perkembangan kawasan yang tidak terarah (urban sprawl). Akumulasi dari fenomena alih fungsi lahan dan perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto telah memunculkan permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan. Multifungsi lahan pertanian memungkinkan pertanian kawasan perkotaan berperan penting dalam meningkatkan ketahanan pangan, mengurangi kemiskinan kawasan perkotaan, dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Peran pertanian kawasan perkotaan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kawasan menunjukkan perlunya perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Langkah awal untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau adalah perencanaan penggunaan lahan.

Perencanaan penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau memerlukan pendekatan yang komprehensif, dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan penggunaan lahan yang berpotensi konflik. Keterkaitan dan kompleksitas kegiatan dan fungsi di kawasan perkotaan memerlukan pendekatan model optimasi yang mampu memberikan analisis yang komprehensif, sehingga memungkinkan pencapaian optimal berbagai tujuan penggunaan lahan. Model optimasi dengan banyak tujuan (goals programming model) telah disusun untuk optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto yang ditujukan untuk meminimumkan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau.

Data yang digunakan untuk penentuan parameter model meliputi Peta Administrasi, Peta Penggunaan Lahan, Peta Kesesuaian Lahan, pola konsumsi bahan makanan, ruang terbangun dan ruang terbuka hijau. Komputasi model optimasi menggunakan software GAMS dan hasilnya disajikan dalam secara spasial menggunakan softwareArcView GIS 3.3.

Komputasi model optimasi menghasilkan nilai optimal fungsi tujuan sebesar 9.5%. Penggunaan lahan optimal kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas penggunaan lahan Perumahan/ Permukiman (3813.5 Ha), Industri Pengolahan (31.5 Ha), Perkantoran/Pertokoan (232.6 Ha), Kebun Campuran (950.0 Ha), Lahan Sawah Irigasi (4286.6 Ha), Lahan Sawah Tadah Hujan (199.9 Ha), Lahan Kering Tanaman Semusim (13.9 Ha), dan Taman Perairan Kota (131.5 Ha). Perubahan penggunaan lahan terjadi pada penggunaan lahan Kebun Campuran, Tanaman Pangan Lahan Kering, Padang Rumput, dan Lahan Kritis/Berbatu.


(5)

komoditas bahan makanan pokok (padi, palawija dan umbi-umbian), sayuran dan buah-buahan. Komoditas padi, palawija dan umbi-umbian menempati penggunaan lahan sawah irigasi seluas 2269.3 Ha. Komoditas sayuran menempati penggunaan lahan kebun campuran seluas 45.6 Ha, sawah irigasi seluas 2313.5 Ha, dan sawah tadah hujan seluas 199.9 Ha. Sedangkan buah-buahan menempati penggunaan lahan sawah irigasi seluas 20.9 Ha, kebun campuran seluas 904.4 Ha, dan lahan kering semusim seluas 13.8 Ha.

Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pola penggunaan lahan optimal dan pola pertanaman optimal kawasan perkotaan Purwokerto dapat mencukupi sebagian besar kebutuhan bahan makanannya. Beberapa komoditas yang mengalami defisit yaitu padi, kedelai, rambutan, pisang, salak, dan jambu biji. Nilai defisit terbesar pada komoditas padi sebesar 29035.0 Ton (64%), dan defisit terkecil pada komoditas jambu biji sebesar 11.9 Ton (20%). Nilai marginal terbesar pada komoditas jambu biji, dan nilai marginal terkecil pada komoditas buncis.

Pola ketersedian ruang terbuka hijau kawasan perkotaan Purwokerto menunjukan bahwa sebagian besar kelurahan di pusat kawasan perkotaan Purwokerto (Kecamatan Purwokerto Barat, Purwokerto Selatan, Purwokerto Timur, dan Purwokerto Utara) mengalami defisit ruang terbuka hijau, dan sebaliknya desa/kelurahan pada kecamatan-kecamatan yang merupakan perluasan kawasan perkotaan. Defisit terbesar pada Kelurahan Teluk, yaitu sebesar 71.5 Ha (36.9%). Kelurahan Karanglewas Lor memiliki defisit terkecil yaitu 0.9 Ha (4.5%), namun nilai marginalnya paling besar, sehingga peningkatan lahan terbangun pada wilayah ini akan mendorong peningkatan defisit pemenuhan ruang terbuka hijau.


(6)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(7)

UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN

DAN RUANG TERBUKA HIJAU

(Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto)

YATIN CIPTANINGRUM Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Si


(9)

Judul Tesis : Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto)

Nama : Yatin Ciptaningrum

NIM : A 156070134

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr Ir. Atang Sutandi, M.Si. Ph.d

Ketua Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(10)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya atas ridho dan pertolongan-Nya tesis ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2008 ini adalah perencanaan penggunaan lahan, dengan judul Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto). Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr dan Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.d selaku Komisi Pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan bagi penyusunan tesis, serta tambahan ilmu yang bermanfaat.

2. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi perbaikan penulisan tesis.

3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah.

4. Pemerintah Kabupaten Banyumas yang telah memberikan izin tugas belajar kepada penulis.

5. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan tugas belajar dan beasiswa yang diberikan.

6. Seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, cinta dan kasih sayangnya.

7. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun kelas reguler angkatan 2007 atas semua doa, dukungan dan kebersamaannya selama proses belajar hingga selesai.

8. Rekan-rekan di Bidang Prasarana Wilayah Bappeda Kabupaten Banyumas, dan pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini. Kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan di masa yang akan datang sangat penulis hargai. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Nopember 2009

Yatin Ciptaningrum


(11)

Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 31 Oktober 1972 dari bapak Soedijarto dan ibu Supartijah. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purwokerto dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikannya pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada tahun 2007, penulis memperoleh beasiswa program 13 bulan dari Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan, Bappenas untuk melanjutkan pendidikan S2 di IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.

Penulis bekerja sebagai tenaga honorer pada Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 1998-2000. Tahun 2003 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan ditempatkan pada Bidang Prasarana Wilayah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Banyumas sampai saat ini.


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ...

xiii xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan ... 8

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan ... 12

Penataan Ruang Kawasan Perkotaan ... 16

Optimasi Penggunaan Lahan ... 19

METODE PENELITIAN Kerangka Pikir ... 23

Ruang Lingkup ... 26

Model Optimasi ... 29

Pengumpulan dan Penyiapan Data ... 35

Jenis dan Sumber Data ... 35

Variabel dan Parameter Optimasi ... 36

Pendugaan Parameter Optimasi ... 36

Konfigurasi Penggunaan Lahan Optimal ... 47

Analisis Sensitivitas ... 48


(13)

Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Purwokerto ... 50

Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto ... 61

Kondisi Sosial Ekonomi Kawasan Perkotaan Purwokerto ... 62

Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Purwokerto ... 65

Potensi Pertanian Kawasan Perkotaan Purwokerto ... 65

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Penggunaan Lahan Optimal ... 69

Pola Pertanaman Optimal Komoditas Pertanian Tanaman Bahan Makanan ... 78 Pemenuhan Permintaan Konsumsi Lokal Tanaman Bahan Makanan ... 90

Pola Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau ... 94

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 98

Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(14)

Halaman

1 Desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto ... 28

2 Jenis dan sumber data ... 35

3 Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan Kabupaten Banyumas ... 37 4 Jumlah penduduk dan penggunaan lahan aktual ruang terbangun kawasan perkotaan Purwokerto ... 39 5 Produktivitas (Ton/Ha) dan intensitas pertanaman tiap komoditas pada tiap jenis penggunaan lahan ... 41 6 Koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan ... 43

7 Penduduk menurut matan pencaharian pada kawasan perkotaan Purwokerto... 64 8 Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto ... 65

9 Luas areal lahan untuk tiap kelas kesesuaian ... 67

10 Pola penggunaan lahan optimal ... 71

11 Perubahan penggunaan lahan ... 74

12 Luas penggunaan lahan aktual dan penggunaan lahan optimal ... 75

13 Pola pertanaman optimal komoditas padi, palawija dan umbi-umbian ... 79 14 Pola pertanaman optimal komoditas buah-buahan ... 80

15 Pola pertanaman optimal komoditas sayuran ... 82

16 Penggunaan lahan optimal dan pangsa area pertanamanan optimal .. 86

17 Sasaran, defisit, marginal, dan elastisitas pemenuhan permintaan lokal komoditas pertanian tanaman bahan makanan ... 91 18 Pola ketersedian ruang terbuka hijau ... 95


(15)

Halaman

1 Peran pertanian ... 5

2 Tipologi pendekatan penataan ruang ... 16

3 Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perkotaan ... 17

4 Kerangka pikir ... 25

5 Kawasan perkotaan Purwokerto ... 27

6 Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto ... 44

7 Kesesuaian lahan kawasan perkotaan Purwokerto... 45

8 Struktur logika pilihan penggunaan lahan ... 46

9 Kabupaten Banyumas dalam konstelasi regional Provinsi Jawa Tengah ... 50 10 Ketinggian lahan kawasan perkotaan Purwokerto ... 52

11 Kemiringan lahan kawasan perkotaan Purwokerto ... 53

12 Geologi kawasan perkotaan Purwokerto ... 54

13 Hidrologi kawasan perkotaan Purwokerto ... 58

14 Curah hujan kawasan perkotaan Purwokerto ... 59

15 Tanah kawasan perkotaan Purwokerto ... 60

16 Penggunaan lahan optimal kawasan perkotaan Purwokerto ... 73 17 Proses produksi pertanian berdasarkan tahapan perkembangan kota 93


(16)

Halaman

1 Satuan peta lahan pada tiap desa/kelurahan ... 103 2 Luas satuan peta lahan ... 105 3 Kesesuaian alokasi penggunaan lahan ... 106


(17)

Latar Belakang

Penataan ruang pada dasarnya merupakan proses pembangunan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik melalui pengelolaan ruang. Penataan ruang secara konvensional memiliki keterbatasan dalam aspek keterukurannya. Pada umumnya rencana tara ruang tidak memberikan informasi yang memadai tentang dampak dan manfaat alokasi ruang terhadap kinerja pembangunan. Akibatnya rencana tata ruang belum mampu memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

Rencana tata ruang kawasan perkotaan Purwokerto tidak mampu mengendalikan perkembangan kawasan, fenomena yang terjadi adalah kawasan perkotaan Purwokerto berkembang tanpa arah ke daerah hinterland-nya (Bappeda Kabupaten Banyumas 2007). Rencana tata ruang tersebut juga tidak memberikan informasi tentang luas lahan pertanian yang bisa dialihfungsikan ke penggunaan lahan non pertanian untuk menampung perkembangan kawasan, sehingga alih fungsi lahan menjadi tidak terkendali. Dampak lebih jauh dari fenomena tersebut adalah timbulnya permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan Purwokerto. Kedua permasalahan tersebut muncul seiring pertumbuhan ekonomi kawasan perkotaan sebagai wujud kinerja pembangunan. Di wilayah Kabupaten Banyumas terdapat 178,945 keluarga pra sejahtera. Dari jumlah tersebut 28,876 keluarga pra sejahtera berada di kawasan perkotaan Purwokerto. Selanjutnya 58 lokasi permukiman kumuh yang ada di wilayah Kabupaten Banyumas, 34 lokasi di antaranya berada di kawasan perkotaan Purwokerto (BPS 2006a).

Sebagai proses pembangunan penataan ruang bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya melalui mobilisasi dan alokasi sumber daya berdasarkan prinsip efisiensi dan produktivitas, alat dan wujud distrbusi sumber daya sesuai asas pemerataan, keberimbangan dan keadilan, serta menjaga keberlanjutan pembangunan, menciptakan rasa aman, dan kenyamanan ruang (Rustiadi et al. 2007). Kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan menunjukan bahwa penataan ruang belum mencapai tujuannya.


(18)

Kemiskinan mengindikasikan terjadinya misalokasi sumber daya. Di sisi lain penurunan kualitas lingkungan merupakan ancaman bagi keberlanjutan pembangunan. Permasalahan-permasalahan tersebut harus dapat diatasi agar tidak menghambat perkembangan kawasan.

Pertanian perkotaan merupakan strategi yang bersifat komplementer bagi pengurangan kemiskinan perkotaan, permasalahan ketahanan pangan dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan (RUAF Fondation 2009). Multifungsi lahan pertanian memungkinkan pertanian perkotaan berperan dalam penyediaan pangan, pengembangan ekonomi kawasan perkotaan, pengembangan sosial, dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan. Keberadaan pertanian di kawasan perkotaan akan meningkatkan efisiensi produksi sehingga meningkatkan akses penduduk terhadap pangan. Dari sudut pandang ekonomi, pertanian perkotaan menyediakan lapangan pekerjaan untuk menciptakan pendapatan bagi penduduknya, sehingga dapat digunakan sebagai upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat. Selanjutnya fungsi pertanian untuk memperbaiki iklim mikro, pengaturan tata air, dan meningkatkan biodiversity,

memungkinkan pertanian berperan dalam peningkatan kualitas lingkungan kawasan perkotaan.

Pertanian bukan kegiatan utama dalam kawasan perkotaan, namun demikian peran pertanian menjadikannya penting untuk dilindungi. Pada kawasan perkotaan Purwokerto perlindungan lahan pertanian menjadi semakin penting karena Kabupaten Banyumas merupakan salah satu lumbung pangan nasional di Provinsi Jawa Tengah, dan kawasan perkotaan Purwokerto merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Banyumas paling subur dengan potensi dan sarana prasarana pertanian yang memadai. Gambaran umum produksi padi di Indonesia menunjukan terkonsentrasinya produksi padi di pulau Jawa. Sekitar 55.06% atau sebesar 29.76 ton dari seluruh produksi padi di Indonesia pada tahun 2005 dihasilkan di pulau Jawa. Tingginya produksi padi di pulau Jawa disebabkan tingginya produktivitas dan luas panen di pulau tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada produksi tanaman bahan makanan yang lain seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kacang kedelai, lebih dari 50% produksinya dihasilkan


(19)

oleh Pulau Jawa, kecuali ubi jalar yang berada di bawah 50% (BPS 2006b). Keadaan ini menggambarkan kondisi tanah di pulau Jawa sebagai lahan yang baik untuk dirawat dan perlu dipertahankan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas produksi tanaman bahan makanan.

Pertanian dalam kawasan perkotaan akan meningkatkan kompetisi terhadap lahan dan sumber daya lainnya di kawasan perkotaan. Kondisi demikian mengharuskan perencanaan dan pengelolaan lahan serta sumber daya lainnya secara terintegrasi dan komprehensif (FAO 1997). Lahan pertanian perkotaan sebagai bagian dari ruang perkotaan harus direncanakan secara terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya.

Keterkaitan dan kompleksitas kegiatan dan fungsi di kawasan perkotaan memerlukan model perencanaan penggunaan lahan yang dapat mengoptimalkan pencapaian berbagai tujuan dengan keterbatasan lahan. Hal ini dikarenakan berbagai kepentingan terhadap lahan memiliki potensi konflik. Di samping itu penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya dapat mengakibatkan kerusakan pada lahan dan kerusakan lingkungan. Pendekatan model yang terintegrasi seperti optimasi akan mampu memberikan analisis yang komprehensif, sehingga memungkinkan pencapaian optimal berbagai tujuan penggunaan lahan.

Perumusan Masalah

Urbanisasi telah berdampak pada peningkatan penduduk miskin di kawasan perkotaan, tumbuhnya permukiman kumuh, permasalahan sampah, dan penyakit urbanisasi lainnya. Hal ini dikarenakan kawasan perkotaan memiliki keterbatasan dalam menampung perkembangan penduduk, menyediakan lapangan pekerjaan, serta menyediakan fasilitas dan berbagai pelayanan kehidupan. Penyediaan sarana dan prasarana kehidupan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk dan daya dukung lingkungan akan menyebabkan permasalahan baru. Akhirnya jika sumber daya kawasan perkotaan tidak mampu lagi menampung perkembangan maka kawasan perkotaan akan mengalami kemunduran dan menjadi tidak nyaman untuk ditinggali.


(20)

Peningkatan penduduk miskin di kawasan perkotaan terutama dikarenakan migrasi penduduk miskin dari desa. Penduduk miskin yang kebanyakan adalah petani melakukan migrasi dengan pengharapan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di kota. Pada kenyataannya mereka tidak memiliki kemampuan/ketrampilan yang dibutuhkan dalam sektor ekonomi di kawasan perkotaan yang didominasi sektor sekunder dan tersier. Secara umum tenaga kerja sektor pertanian juga sulit untuk berpindah ke sektor lain. Sementara untuk bekerja di sektor pertanian akan terhambat karena terbatasnya lahan pertanian di kawasan perkotaan.

Peningkatan penduduk kawasan perkotaan akan meningkatkan kebutuhan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut potensi pertanian yang ada dalam kawasan perkotaan perlu dioptimalkan. Mengoptimalkan pertanian perkotaan dapat mengurangi ketergantungan kawasan perkotaan terhadap suplai bahan pangan dari luar kawasan. Meningkatnya pemanfaatan lahan pertanian guna memenuhi konsumsi bahan makanan dengan potensi pertanian dalam kawasan akan membuka peluang lapangan pekerjaan. Sektor pertanian dapat memberikan peluang lapangan pekerjaan yang hampir tanpa hambatan. Pertanian juga merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Di samping itu dari sisi produksi pusat produksi dan pasar berada pada lokasi yang sama akan meningkatkan efisiensi.

Pertanian sebagai komponen utama ruang terbuka hijau menentukan kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Keberadaan lahan pertanian di kawasan perkotaan akan mendukung terciptanya lingkungan kawasan perkotaan yang nyaman. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi dan peningkatan penduduk kawasan perkotaan meningkatkan kebutuhan lahan terbangun. Alih fungsi lahan pertanian menjadi konsekuensi perkembangan tersebut sehingga ruang terbuka hijau kawasan perkotaan terus berkurang. Berkurangnya ruang terbuka hijau mengakibatkan lingkungan kawasan perkotaan menjadi tidak nyaman, suhu kawasan meningkat, berkurangnya air tanah, dan permasalahan lingkungan lainnya.


(21)

Gambar 1 Peran pertanian

Peran pertanian sebagai penyedia pangan, pengembangan ekonomi kawasan perkotaan, pengembangan sosial, dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan dapat menjadi alternatif strategi bagi pengurangan kemiskinan perkotaan dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan. Peran tersebut menunjukan perlunya perlindungan lahan pertanian perkotaan. Perlindungan lahan pertanian sekaligus merupakan langkah perlindungan terhadap ruang terbuka hijau.

Perencanaan lahan pertanian merupakan dasar bagi perlindungan lahan pertanian. Lahan pertanian sebagai bagian dari penggunaan lahan kawasan perkotaan merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah. Perlindungan lahan pertanian terutama ditujukan untuk menjamin kecukupan pangan. Selain itu dengan perlindungan lahan pertanian diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat. Tujuan perlindungan lahan pertanian dapat terwujud jika potensi pertanian dioptimalkan. Dalam perencanaan penggunaan lahan tujuan-tujuan tersebut dikaji secara komprehensif sebagai tujuan perencanaan.


(22)

Perencanaan tata ruang secara konvensional belum dapat mewujudkan penggunaan lahan yang optimal. Rencana tata ruang pada umumnya tidak memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian, bahkan sebaliknya rencana tata ruang seringkali menjadi legalisasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Multifungsi lahan pertanian sering diabaikan dan potensinya belum dioptimalkan. Kebijakan penataan ruang yang tidak tepat pada akhirnya menimbulkan permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan merupakan ancaman bagi keberlanjutan pembangunan kawasan perkotaan, kedua permasalahan tersebut dapat menghambat perkembangan kawasan. Oleh karena itu diperlukan pendekatan perencanaan yang dapat mewujudkan penggunaan lahan optimal dengan melindungi lahan pertanian, melindungi ruang terbuka hijau, sekaligus mengoptimalkan potensi pertanian.

Dari uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau?

2. Bagaimana penggunaan lahan untuk budidaya pertanian tanaman bahan makanan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto?

3. Bagaimana potensi kawasan perkotaan Purwokerto untuk memenuhi permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau?

Tujuan Penelitian

1. Melakukan analisis optimasi penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan Purwokerto.

2. Melakukan analisis optimasi penggunaan lahan untuk budidaya pertanian tanaman bahan makanan di kawasan perkotaan Purwokerto.


(23)

3. Melakukan analisis potensi kawasan perkotaan Purwokerto untuk memenuhi permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau.

4. Membuat peta arahan penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan alternatif pendekatan perencanaan penggunaan lahan untuk perencanaan tata ruang yang lebih terukur, bagi badan perencanaan/instansi teknis yang bertanggungjawab dalam perencanaan tata ruang.


(24)

Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan

Lahan adalah aset terpenting bagi kegiatan pertanian. Sebagai salah satu faktor produksi pertanian lahan memiliki potensi yang berbeda-beda yang menentukan penggunaannya untuk budidaya. Lahan yang memiliki kesesuaian untuk budidaya pertanian tanaman pangan jumlahnya terbatas dan terus menurun sejalan dengan perkembangan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Fenomena alih fungsi lahan saat ini menunjukan perkembangan yang semakin cepat menyebabkan luas lahan pertanian kian menyusut.

Perubahan penggunaan lahan merupakan tuntutan perkembangan kawasan perkotaan. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah bagian dari proses transformasi struktur ekonomi kawasan perkotaan, yang ditandai dengan berkembangnya sektor sekunder dan tersier menggeser peran sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan (Nugroho & Dahuri 2004). Perkembangan kawasan perkotaan umumnya didominasi oleh sektor sekunder dan tersier yang intensif dalam penggunaan lahan. Hal ini sejalan dengan konsep sewa lahan, di mana sewa lahan semakin menurun dengan makin jauhnya jarak dengan pusat bisnis. Sektor-sektor dengan produktivitas tinggi akan menempati pusat kawasan perkotaan.

Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang tidak terkendali akan menyebabkan permasalahan ketahanan pangan, lingkungan dan ketenagakerjaan. Selain berfungsi sebagai media budidaya tanaman, lahan pertanian memiliki multifungsi bagi lingkungan, biofisik lahan, dan sosial budaya. Dengan demikian alih fungsi lahan tidak hanya berpengaruh terhadap produksi pangan, tetapi juga menimbulkan banyak kerugian akibat hilangnya investasi untuk membangun irigasi dan prasarana lainnya, juga kerugian ekologis bagi lahan pertanian di sekitarnya. Kerugian tersebut bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani, penggilingan padi, dan sektor-sektor penunjang lainnya. Secara umum sektor-sektor pertanian merupakan sektor-sektor yang paling banyak menyediakan lapangan kerja, dan pada umumnya tenaga kerja tersebut sulit berpindah ke lapangan pekerjaan lainnya (Roosita 2005).


(25)

Ketahanan pangan menjadi isu penting di Indonesia, banyaknya penduduk miskin, penurunan produktivitas pertanian, serta bencana alam menjadi ancaman bagi ketahanan pangan. Sebagai negara agraris Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menyediakan bahan pangan. Namun kenyataannya kebutuhan bahan pangan Indonesia masih bergantung pasokan dari luar negeri. Kondisi demikian sangat beresiko bagi ketahanan pangan nasional (Liem 2008).

Undang-undang tentang Pangan (UU No. 7 Tahun 1996) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Berdasarkan definisi tersebut terdapat 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: 1) kecukupan ketersediaan pangan, 2) stabilitas ketersediaan pangan 3) aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan, serta 4) kualitas/keamanan pangan. Indonesia dihadapkan dengan dua masalah ketahanan pangan, yaitu ketahanan pangan wilayah dan ketahanan pangan rumah tangga. Ketahanan pangan wilayah digambarkan dari aspek produksi, sedangkan aspek ketahanan pangan rumah tangga diwujudkan dengan kemampuan penduduk mengakses dan mengonsumsi makanan sesuai syarat gizi untuk mencapai derajat hidup sehat. Dari aspek produksi ketahanan pangan menghadapi tantangan karena berkurangnya lahan pertanian. Sedangkan dari aspek ketahanan pangan rumah tangga banyaknya penduduk miskin meningkatkan ancaman terhadap ketahanan pangan.

Ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat. Upaya mewujudkan ketahanan pangan dilakukan dengan menyediakan pangan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan perkembangan penduduk. Peraturan Pemerintah mengenai Ketahanan Pangan (PP No. 68 Tahun 2002) menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk menyediakan pangan adalah dengan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif, di samping upaya-upaya terkait dengan teknologi produksi yang diharapkan semakin efisien. Mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif serta pengembangan teknologi produksi pertanian merupakan bagian dari perlindungan lahan pertanian.


(26)

Perlindungan lahan pertanian terutama lahan sawah irigasi telah mendapat perhatian pemerintah dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang Irigasi (PP No. 20 Tahun 2006). Upaya perlindungan lahan pertanian sawah beririgasi merupakan bagian dari perlindungan investasi infrastruktur pertanian. Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut pemerintah mengupayakan ketersediaan lahan beririgasi dan/atau mengendalikan alih fungsi lahan beririgasi untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat jaringan irigasi. Selanjutnya pemerintah berkewajiban menetapkan wilayah potensial irigasi dalam rencana tata ruang wilayah untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Alih fungsi lahan beririgasi tidak dapat dilakukan kecuali dengan perubahan rencana tata ruang, atau bencana alam yang mengakibatkan hilangnya fungsi lahan dan jaringan irigasi. Sebagai konsekuensi alih fungsi lahan yang diakibatkan oleh perubahan rencana tata ruang, pemerintah berkewajiban mengupayakan penggantian lahan beririgasi beserta jaringannya.

Saat ini tengah disusun Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagai upaya pemerintah untuk menjamin lapangan kerja dan sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat, menjamin kedaulatan dan ketahanan pangan. Perlindungan lahan pertanian juga dilakukan sejalan dengan pembaruan agraria yaitu berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rancangan Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan perlindungan lahan petanian bertujuan untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan, melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani, meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan petani dan masyarakat, meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak, mempertahankan keseimbangan ekologis, dan mempertahankan multifungsi pertanian.


(27)

Perlindungan lahan pertanian dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lokasi, fisik, produktivitas, investasi infrastruktur pertanian, manfaat konservasi tanah dan air, penyerapan tenaga kerja, serta kecukupan pangan (Liem 2008). Sedangkan dalam rancangan Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan beberapa aspek terkait perencanaan penggunaan lahan antara lain penggunaan lahan pertanian, lokasi, sosial ekonomi masyarakat, serta kriteria fisik lahan dan ketersediaan infrastruktur pertanian. Lahan pertanian yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat berupa sawah beririgasi (teknis, semi teknis, sederhana, dan pedesaan), sawah tadah hujan, lahan rawa baik pasang surut maupun lebak, dan/atau lahan kering. Sedangkan lokasinya dapat berada di kawasan perdesaan maupun perkotaan.

Perlindungan lahan pertanian dilakukan melalui perencanaan berdasarkan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan, produktivitas, kebutuhan pangan nasional, kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta musyawarah petani. Perencanaan dilakukan terhadap lahan pertanian yang sudah ada dan yang potensial dikembangkan, dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian lahan, ketersediaan infrastruktur, penggunaan lahan, potensi teknis lahan, dan luasan kesatuan hamparan lahan. Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan disusun baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota.

Pentingnya mengintegrasikan penggunaan lahan pertanian dengan penggunaan lahan lainnya dalam perencanaan penggunaan lahan untuk penataan ruang ditunjukan dengan perencanaan dan penetapan yang saling terkait antar wilayah dan penggunaan lahan lainnya. Perencanaan kawasan pertanian pangan berkelanjutan di tingkat nasional menjadi acuan bagi perencanaan di tingkat provinsi, dan perencanaan di tingkat provinsi menjadi acuan perencanaan di tingkat kabupaten/kota. Selanjutnya penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan tata ruang menjadi dasar peraturan zonasi.


(28)

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. Kebijakan tentang ruang terbuka hijau diperkuat dengan Undang-undang Penataan Ruang (UU No. 26 Tahun 2007) yang telah memberikan landasan pengaturan untuk ruang terbuka hijau dalam rangka mewujudkan ruang kawasan perkotaan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Sebagai tidak lanjut dari ketentuan tersebut telah ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Peraturan lain yang memuat ketentuan tentang ruang terbuka hijau adalah Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 32/Permen/M/2006 tentang Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Yang Berdiri Sendiri, Persyaratan, Standar dan Kriteria dalam Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian Kasiba dan Lisiba. Ruang terbuka hijau juga diatur dalam rencana tata ruang, baik dalam rencana penggunaan lahan maupun tercakup dalam ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB). Koefisien dasar bangunan yaitu perbandingan antara luas ruang terbangun dengan luas total lahan. Sedangkan ruang terbuka hijau merupakan selisih antara luas total lahan dengan luas ruang terbangun.

Perkembangan kawasan perkotaan telah mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau. Penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perkotaan dan berdampak terhadap kehidupan perkotaan. Hal tersebut dikarenakan fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau yang menentukan kualitas dan keberlanjutan lingkungan kawasan perkotaan (The Bodine Street Community Garden 2009).


(29)

Fungsi ruang terbuka hijau dapat dikelompokan dalam fungsi ekologi, sosial budaya, arsitektural dan fungsi ekonomi. Fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau antara lain (Irwan 2008, The Bodine Street Community Garden 2009):

1. Fungsi ekologi

• Sebagai paru-paru kawasan perkotaan yang menghasilkan oksigen untuk pernafasan makhluk hidup.

• Pengatur iklim mikro sehingga kawasan perkotaan menjadi sejuk, nyaman dan segar.

• Menciptakan lingkungan hidup (ruang hidup) bagi makhluk hidup di alam yang memungkinkan terjadi interaksi secara alamiah.

• Penyeimbang alam, merupakan habitat bagi berbagai macam organisme yang hidup di sekitarnya.

• Fungsi oro-hidrologi, menyerap air hujan, mengendalikan persediaan air tanah dan mencegah erosi, sekaligus memperbaiki drainase.

• Perlindungan terhadap kondisi fisik alami seperti angin kencang, panas matahari, gas atau debu. Ruang terbuka hijau mengurangi efek pulau panas di kawasan perkotaan. Efek pulau panas adalah gejala peningkatan suhu pada kawasan perkotaan dibandingkan suhu lingkungan sekitarnya. Efek pulau panas terjadi pada kawasan perkotaan yang padat dengan ruang terbangun yang masif, dikarenakan bangunan, aspal jalan, dan konstruksi beton menyerap panas, sehingga temperatur di sekitarnya menjadi meningkat. Tanaman mampu mengurangi efek pulau panas tersebut dengan naungan kanopinya dan evapotranspirasi.

• Mengurangi polusi, tanaman dalam ruang terbuka hijau mampu menyerap polutan dari kendaraan, menyaring debu dengan dengan tajuk dan kerimbunan daunnya, meredam kebisingan, dan berperan membersihkan air limbah.

• Akhirnya ruang terbuka hijau dapat menjadi indikator bagi kondisi ekologi dalam ekosistem, sebagai ukuran keberlanjutan ekologi kawasan.


(30)

2. Fungsi sosial budaya

• Sebagai tempat rekreasi, tempat bersosialisasi, menciptakan interaksi positif antar masyarakat, serta mengembangkan nilai-nilai sosial yang bisa menjadi modal sosial bagi pembangunan.

• Ruang terbuka hijau menjadi sarana pendidikan untuk mengenalkan alam, menghubungkan masyarakat dengan lingkungannya sehingga memunculkan kesadaran untuk menciptakan lingkungan hidup yang nyaman. Hal ini penting untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang berkelanjutan.

3. Fungsi arsitektural

Fungsi arsitektural ruang terbuka hijau terkait vegetasi di dalamnya yang akan meningkatkan fungsi ruang dan berperan membentuk ruang kawasan perkotaan. Penanaman vegetasi dengan mempertimbangkan aspek arsitektural serta direncanakan dengan baik dan menyeluruh akan menambah keindahan kawasan perkotaan

4. Fungsi ekonomi

• Lahan pertanian merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang menghasilkan produk yang bernilai ekonomi.

• Ruang terbuka hijau yang berupa lahan pertanian dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan berperan bagi pemberdayaan masyarakat.

• Sedangkan ruang terbuka hijau privat berupa taman dapat meningkatkan nilai properti.

Sesuai arahan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, perencanaan ruang terbuka hijau dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:

1. Konsep struktur fungsional kota

Ruang terbuka hijau dikelompokan berdasarkan struktur fungsional ruang meliputi kawasan hijau pertamanan kota, hutan kota, kawasan rekreasi kota, lapangan olah raga, permakaman, pertanian, jalur hijau/koridor jalan dan pekarangan.


(31)

2. Konsep koridor kota

Ruang terbuka hijau terbagi dalam kawasan dengan fungsi tertentu terkait aktivitas dominan, yaitu ruang terbuka hijau kawasan permukiman, perdagangan, perkantoran dan fasilitas pelayanan umum, industri, kawasan rekreasi dan hiburan, pertanian dan perkebunan, dan kawasan pendidikan.

Kebijakan yang memuat ketentuan tentang ruang terbuka hijau menentukan standar luas ruang terbuka hijau yang berbeda-beda. Luas ruang terbuka hijau sebagaimana diatur dalam Undang-undang Penataan Ruang adalah minimal sebesar 30% luas wilayah. Persyaratan dan stándar fasilitas ruang terbuka hijau pada Kasiba sebagaimana Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 32/Permen/M/2006 adalah 15 m2 per jiwa dengan lokasi menyebar. Selanjutnya dalam rencana tata ruang luasan ruang terbuka hijau ditentukan berdasarkan KDB. Penetapan KDB dibedakan dalam tingkatan KDB tinggi (lebih besar dari 60% sampai dengan 100%), sedang (30% sampai dengan 60%), dan rendah (lebih kecil dari 30%). Untuk daerah/kawasan padat dan/atau pusat kota dapat ditetapkan KDB tinggi dan/atau sedang, sedangkan untuk daerah/kawasan renggang dan/atau fungsi resapan ditetapkan KDB rendah (PP No. 36 Tahun 2005). Koefisien dasar bangunan 60% berarti area yang boleh tertutup oleh bangunan dan perkerasan adalah maksimum 60% dari luas kawasan, sedangkan sisanya adalah ruang terbuka hijau.

Berbagai fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau menentukan keberlanjutan kawasan perkotaan. Perkembangan kawasan perkotaan secara berkelanjutan merupakan tantangan dalam pembangunan kawasan. Dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan ekploitasi sumber daya, investasi, dan perubahan institusional dikembangkan dengan mempertimbangkan kebutuhan masa sekarang dan masa yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan membutuhkan pengelolaan sumber daya alam yang dapat menyeimbangkan kebutuhan masyarakat dengan daya dukung lingkungan. Semakin banyak kehilangan ruang terbuka hijau tidak hanya berarti kehilangan sumber daya alam dan menurunnya kualitas lingkungan kawasan perkotaan tapi juga sumber daya manusia dengan nilai-nilai sosialnya.


(32)

Penataan Ruang Kawasan Perkotaan

Undang-undang Penataan Ruang mengklasifikasikan penataan ruang berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang kawasan perkotaan merupakan penataan ruang yang didasarkan pada kegiatan kawasan. Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan pada kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten dan kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup dua atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi. Rencana tata ruang kawasan perkotaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah.

Gambar 2 Tipologi pendekatan penataan ruang

Perencanaan tata ruang secara konvensional menggunakan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 2002) dalam penyusunannya. Rencana tata ruang kawasan perkotaan disusun melalui tahapan proses perencanaan sebagai berikut:

1. Penentuan kawasan perencanaan berdasarkan tingkat urgensi/prioritas/ keterdesakan penanganan kawasan dalam konstelasi wilayah

2. Identifikasi permasalahan pembangunan dan perwujudan ruang kawasan 3. Perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan kawasan didasarkan atas


(33)

kebutuhan prasarana dan sarana lingkungan, sasaran pembangunan kawasan, dan pertimbangan efisiensi pelayanan, mencakup:

a. Perkiraan kebutuhan pengembangan kependudukan; b. Perkiraan kebutuhan pengembangan ekonomi perkotaan; c. Perkiraan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi perkotaan;

d. Perkiraan kebutuhan pengembangan lahan perkotaan (ekstensifikasi, intensifikasi, perkiraan ketersediaan lahan bagi pengembangan);

e. Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan.

4. Perumusan rencana berdasarkan pada perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang.

5. Penetapan rencana (legalisasi) untuk mengoperasionalkan rencana.

Gambar 3 Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perkotaan

Muatan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan, meliputi: 1) tujuan pengembangan kawasan fungsional perkotaan; 2) rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan, 3) pedoman pelaksanaan pembangunan kawasan fungsional perkotaan, dan 4)


(34)

pedoman pengendalian pemanfaatan ruang kawasan fungsional perkotaan. Perencanaan penggunaan lahan merupakan bagian dari rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan. Namun demikian pola spasial penggunaan lahan yang terbentuk tidak terlepas dari muatan lainya dalam rencana tata ruang.

Produk rencana tata ruang pada umumnya memiliki kelemahan dari aspek keterukurannya. Sehingga strategi pemanfaatan ruang seringkali kurang dapat dioperasionalkan sebagai acuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi wilayah secara optimal. Rencana tata ruang seringkali tidak mengemukakan tujuan perencanaan tata ruang secara spesifik. Dengan pengertian bahwa tujuan-tujuan tersebut bisa juga menjadi tujuan penataan ruang untuk wilayah lain dengan kondisi dan potensi wilayah yang berbeda, tidak berbeda jika arahan digunakan pada suatu wilayah atau di wilayah lain. Hal ini dapat mengarahkan pada strategi pemanfaatan ruang yang terlalu umum, tidak spesifik sesuai potensi wilayah.

Perencanaan tata ruang secara konvensional belum dapat mendukung fungsi kawasan perkotaan dan pemanfaatan sumber daya secara optimal. Berbagai permasalahan kawasan perkotaan menunjukan bahwa penataan ruang secara konvensional belum dapat mewujudkan efisiensi penggunaan lahan yang dapat mendukung kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang ada di dalam kawasan. Lahan sebagai sumber daya kawasan tempat berlangsungnya berbagai kegiatan dan fungsi kawasan perlu dikelola dengan baik sehingga dapat digunakan secara berkesinambungan, menciptakan interaksi positif antara berbagai kegiatan, fungsi dan komponen kawasan perkotaan, serta meminimasi dampak negatif yang tidak diinginkan.

Penataan ruang kawasan perkotaan harus dapat mendukung dinamika perkembangan dan berusaha mengefisienkan penggunaan lahan sebelum melakukan perluasan kota ke daerah pinggiran (fringe area). Sebagai pusat pengembangan wilayah kawasan perkotaan cenderung berkembang menjadi besar, melebar ke daerah pinggirannya. Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan secara konvensional tidak mampu mencegah terjadinya perkembangan kawasan yang tidak terencana. Rencana tata ruang yang tidak terukur belum dapat


(35)

memberikan informasi yang memadai mengenai manfaat pelaksanaan rencana, dampak perubahan penggunaan lahan dan sebagainya. Akibatnya kawasan cenderung berkembang tidak terarah menjadi besar, melebar ke daerah pinggirannya, serta timbulnya berbagai permasalahan kawasan perkotaan.

Optimasi Penggunaan Lahan

Optimasi adalah suatu teknik analisis untuk menentukan keputusan optimal (maksimal atau minimal) untuk mencapai tujuan tertentu dengan dibatasi berbagai kendala (Widodo 2006). Linear programming merupakan model dasar dalam optimasi. Langkah pemodelan optimasi meliputi tahapan perumusan variabel tujuan, merumuskan variabel keputusan, menyusun fungsi tujuan, menentukan fungsi kendala, menentukan konfigurasi optimal, dan analisis sensistivitas (Saefulhakim 2008).

Model optimasi telah berkembang luas, dan telah banyak digunakan dalam sistem manajemen secara umum, akan tetapi terdapat perbedaan penggunaan model tersebut untuk optimasi penggunaan lahan. Kajian penggunaan lahan dengan model optimasi telah banyak digunakan terkait produktivitas lahan dan pemanfaatan sumber daya, seperti memaksimalkan produksi, penentuan pola tanam optimal, analisis target produksi dengan kendala fisik, biologi, ekonomi dan lingkungan, menentukan pola penggunaan lahan yang optimal berdasarkan berbagai kriteria (ekonomi, lingkungan dan sosial), optimasi suplai air untuk lahan pertanian, menentukan alokasi terbaik berbagai tipe penggunaan lahan, dan sebagainya. Namun demikian model optimasi belum banyak digunakan untuk perencanaan tata ruang atau penggunaan lahan kawasan perkotaan.

Struktur umum model optimasi terdiri atas variabel keputusan, fungsi tujuan, dan fungsi kendala. Variabel keputusan dalam optimasi penggunaan lahan adalah pola spasial penggunaan lahan, yang mencakup tipe, luas dan lokasi penggunaan lahan. Variabel keputusan dapat didasarkan pada pola penggunaan lahan aktual dengan tipe penggunaan lahan yang ada, atau dikembangkan lebih lanjut sesuai tujuan optimasi.


(36)

Fungsi tujuan disusun berdasarkan hubungan fungsional antar variabel keputusan atau yang terkait dengan variabel keputusan sesuai dengan konteks optimasi yang dilakukan. Selanjutnya fungsi kendala dalam optimasi penggunaan lahan ditentukan berdasarkan kondisi aktual dalam wilayah penelitian, dengan pemahaman terhadap kendala-kendala yang dapat menghambat pencapaian tujuan. Kendala optimasi penggunaan lahan dapat mencakup antara lain kendala ketersedian sumber daya (luas lahan, kesesuaian lahan, penggunaan lahan aktual), dan kendala aspek legal (peraturan perundangan terkait pola penggunaan lahan).

Sadeghi et al. (2008) dalam kajian optimasi penggunaan lahan daerah aliran sungai (Land use optimization in watershed scale) menentukan variabel keputusan optimasi sebagai pola penggunaan lahan, yaitu tipe, lokasi dan luasan penggunaan lahan yang didasarkan pada pola dan tipe penggunaan lahan aktual. Fungsi tujuan disusun berdasarkan sasaran-sasaran optimasi untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimumkan erosi. Untuk tujuan ganda tersebut model optimasi yang digunakan adalah multiobjectivesgoalprogramming.

Sementara itu Arifin (2004) dalam pemodelan optimasi pola penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan, variabel keputusan (pola penggunaan lahan) dikembangkan menjadi pola penggunaan lahan untuk komoditas dan musim tanam tertentu. Fungsi tujuan dalam kajian ini dirumuskan dengan mengkaitkan variabel keputusan dengan tujuan optimasi, untuk memaksimalkan land rent. Model optimasi yang digunakan dalam kajian ini adalah linear programming.

Dalam operasional perencanaan penggunaan lahan kawasan perkotaan tujuan perencanaan lebih kompleks. Optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan juga akan memiliki tujuan yang lebih kompleks. Oleh sebab itu metode

goals programming/multiobjectivesgoalprogramming akan lebih tepat digunakan dalam optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan. Goals programming

merupakan salah satu metode dalam pemodelan optimasi untuk mendapatkan alternatif pemecahan optimum dengan banyak tujuan terhadap suatu persoalan.

Goals programming akan mampu menampung tujuan-tujuan optimasi


(37)

Bentuk umum model goals programming (Saefulhakim 2008) adalah sebagai berikut:

Fungsi tujuan:

Fungsi-fungsi kendala:

• Kendala sasaran

• Kendala riil

• Kendala non negativitas

Keterangan:

j = {1...J}set variabel keputusan i = {1...I}set fungsi kendala riil k = {1...K}set fungsi kendala sasaran

z = variabel tujuan yang dicari nilai optimalnya xj = variabel keputusan ke-j

= variabel sasaran ke-k

= variabel angka kekurangan dari angka sasaran ke-k

= variabel angka kelebihan dari angka sasaran ke-k

= koefisien fungsi sasaran ke-k untuk variabel keputusan ke-j = nilai sasaran ke-k

= skala prioritas penurunan angka kekurangan dari nilai sasaran ke-k


(38)

= skala prioritas penurunan angka kelebihan dari nilai sasaran ke-k

= koefisien fungsi kendala riil ke-i untuk variabel keputusan ke-j = konstanta fungsi kendala riil ke-i

Dengan kompleksitas kawasan perkotaan, perencanaan penggunaan lahan kawasan perkotaan yang terbatas dan rentan terhadap konflik karena persaingan penggunaan lahan yang tinggi akan sangat relevan jika dilakukan secara terukur dengan model optimasi. Keunggulan analisis kuantitatif dengan model optimasi untuk perencanaan penggunaan lahan adalah bahwa pendekatan ini memberikan basis pengetahuan dan informasi yang lebih baik tentang alokasi, luasan dan tipe penggunaan lahan apa yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan tertentu. Model optimasi dapat memberikan produk rencana yang lebih terukur dengan hasil sesuai kondisi aktual dan lebih dapat dilaksanakan. Dengan demikian dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan dapat dihindarkan. Di samping itu dengan pendekatan model optimasi berbagai kepentingan yang saling bertentangan dapat diintegrasikan dan dianalisis secara komprehensif. Sehingga memungkinkan efisiensi dalam pengalokasian sumber daya yang terbatas dan efektivitas program pembangunan. Dalam prakteknya solusi optimal tetap menghadapi ketidakpastian (uncertainty) karena dinamika penggunaan lahan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.


(39)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pikir

Pembangunan kawasan perkotaan dilaksanakan untuk mendukung fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat pelayanan. Kawasan perkotaan merupakan pusat berbagai pelayanan yang tidak hanya melayani internal kawasan, tetapi juga wilayah lain dalam sistem perkotaan. Agar kawasan perkotaan dapat menjalankan fungsinya dengan baik maka diperlukan penataan/pengelolaan berbagai potensi dan permasalahan kawasan. Dengan pengelolaan yang baik berbagai permasalahan dan potensi tersebut bisa menjadi pendorong produktivitas masyarakat dan mendukung fungsi kawasan perkotaan.

Penataan ruang merupakan bentuk intervensi kebijakan agar lahan dan sumber daya lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pencapaian tujuan pembangunan. Penataan ruang diperlukan untuk memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan kepada manusia serta makhluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang harus didasarkan pada pemahaman potensi dan keterbatasan sumber daya, perkembangan kegiatan sosial ekonomi, serta kebutuhan kehidupan saat ini, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan untuk kehidupan di masa yang akan datang.

Salah satu komponen perencanaan tata ruang adalah perencanaan penggunaan lahan. Penggunaan lahan perlu direncanakan karena berbagai faktor perkembangan wilayah akan selalu terkait dengan penggunaan lahan. Pada kawasan perkotaan penggunaan lahan memiliki dimensi yang kompleks. Berbagai kepentingan terhadap lahan seperti kebutuhan lahan untuk pengembangan sarana prasarana permukiman, mempertahankan lahan pertanian, konservasi lingkungan, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, merupakan tantangan dalam perencanaan penggunaan lahan. Oleh sebab itu penggunaan lahan di kawasan perkotaan perlu direncanakan secara terukur dengan teknik analisis yang mampu menghubungkan berbagai kepentingan penggunaan lahan.


(40)

Perencanaan tata ruang yang tidak terukur menjadikan penggunaan lahan tidak optimal. Penggunaan lahan yang tidak optimal menjadi tidak efektif untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tanpa keterukuran rencana tata ruang kawasan perkotaan belum dapat memberikan informasi yang memadai untuk pengambilan keputusan terkait pemanfaatan ruang. Rencana tata ruang yang tidak terukur tidak mampu mengendalikan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian, mengakibatkan perkembangan kawasan perkotaan yang tidak terarah, serta mengancam ketahanan pangan. Pemanfaatan ruang yang didasarkan pada rencana tata ruang yang tidak terukur seringkali hanya mempertimbangkan kepentingan sesaat dan kurang memperhatikan dampak jangka panjang, serta tidak terintegrasi antara berbagai kepentingan penggunaan lahan.

Perencanaan penggunaan lahan kawasan perkotaan perlu mempertimbangkan perlindungan lahan pertanian tanaman pangan. Selain untuk menjamin kecukupan pangan, perlindungan lahan pertanian juga merupakan perlindungan investasi infratruktur irigasi, efisiensi produksi dengan mendekatkan

supply dan demand bahan makanan, serta manfaat lainnya untuk memenuhi rasio kebutuhan ruang terbuka hijau. Pertanian bukan kegiatan utama dalam kawasan perkotaan, namun demikian pertanian berperan penting bagi keberlanjutan kawasan perkotaan.

Mengoptimalkan potensi pertanian kawasan untuk mencukupi kebutuhan pangan lokal kawasan perkotaan dapat memberikan implikasi positif bagi penyelesaian permasalahan kawasan perkotaan. Pertanian yang optimal akan memberikan nilai tambah sektor pertanian, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan perkembangan kawasan perkotaan lahan pertanian semakin menyusut, sedangkan kebutuhan pangan di kawasan perkotaan terus meningkat dengan perkembangan penduduk. Pertanian kawasan perkotaan dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal sehingga tercapai efisiensi produksi yang dapat meningkatkan aksesibilitas terhadap pangan. Berikutnya pertanian memberikan jasa lingkungan yang berperan meningkatkan kualitas lingkungan kawasan perkotaan.


(41)

Sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan rencana tata ruang perlu direncanakan secara terukur. Dengan perencanaan yang terukur, pemanfaatan ruang untuk mewujudkan struktur dan dan pola ruang akan dapat menghasilkan pola penggunaan lahan yang optimal. Selanjutnya pola penggunaan lahan yang optimal akan dapat meningkatkan kinerja pembangunan, dan diharapkan dapat mengurangi berbagai permasalahan di kawasan perkotaan terkait penggunaan lahan.


(42)

Ruang Lingkup

Optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan ditujukan untuk merencanakan penggunaan lahan optimal bagi pencapaian tujuan penggunaan lahan. Optimasi penggunaan lahan dilakukan dengan mempertimbangkan teori, permasalahan, standar, ketentuan teknis, panduan, peraturan perundangan yang terkait dengan pemodelan optimasi dan perencanaan penggunaan lahan. Selanjutnya optimasi dilakukan dengan mempertimbangkan karakterisitik lahan, produktivitas lahan, penggunaan lahan, kondisi sosial ekonomi, dan berbagai persoalan yang dihadapi kawasan perkotaan Purwokerto.

Dengan berbagai keterbatasan dalam penelitian, terutama keterbatasan waktu dan data, maka ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah perlu dispesifikasikan dalam penelitian ini.

Ruang lingkup wilayah

Lingkup wilayah penelitian adalah kawasan perkotaan Purwokerto yang merupakan bagian wilayah administrasi Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Kawasan perkotaan Purwokerto berada pada posisi geografis 109°11’22” - 109°15’55” BT dan 7°22’46” - 7°27’30” LS. Kabupaten Banyumas terdiri atas 27 kecamatan dan 331 desa/kelurahan. Wilayah penelitian meliputi seluruh kelurahan pada Kecamatan Purwokerto Barat, Kecamatan Purwokerto Timur, Kecamatan Purwokerto Utara, dan Kecamatan Purwokerto Selatan, serta sebagian desa-desa dari 7 kecamatan yang berbatasan langsung dengan 4 kecamatan tersebut. Jumlah desa/kelurahan dalam wilayah penelitian adalah 56, dari 132 desa/kelurahan dari 11 kecamatan yang masuk kawasan perkotaan Purwokerto, dengan total luas kawasan 9659.5 Ha.


(43)

Gambar 5 Kawasan perkotaan Purwokerto

Selengkapnya lingkup wilayah penelitian ini meliputi desa/kelurahan sebagaimana Tabel 1.


(44)

Tabel 1 Desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto

KdKc NmKc KdDK NmDK Luas (Ha)

01 Baturraden 0101 Kutasari 162.4 Baturraden 0102 Pandak 88.2 Baturraden 0103 Purwosari 103.0 02 Karanglewas 0201 Karanglewas Kidul 120.9 Karanglewas 0202 Pangebatan 229.0 Karanglewas 0203 Pasir Kulon 147.4 Karanglewas 0204 Pasir Lor 100.8 Karanglewas 0205 Pasir Wetan 79.7 03 Kedungbanteng 0301 Beji 238.9 Kedungbanteng 0302 Karangsalam 158.8 04 Kembaran 0401 Dukuhwaluh 156.8 Kembaran 0402 Ledug 269.4 Kembaran 0403 Tambaksari Kidul 156.9 05 Patikraja 0501 Kedungrandu 292.6 Patikraja 0502 Kedungwringin 199.5 Patikraja 0503 Patikraja 238.0 Patikraja 0504 Pegalongan 271.1 Patikraja 0505 Sidabowa 398.1 Patikraja 0506 Sokawera Kidul 357.5 06 Purwokerto Barat 0601 Bantarsoka 85.8 Purwokerto Barat 0602 Karanglewas Lor 49.7 Purwokerto Barat 0603 Kedungwuluh 95.8 Purwokerto Barat 0604 Kober 120.6 Purwokerto Barat 0605 Pasir Kidul 84.8 Purwokerto Barat 0606 Pasirmuncang 141.0 Purwokerto Barat 0607 Rejasari 148.9 07 Purwokerto Selatan 0701 Berkoh 202.6 Purwokerto Selatan 0702 Karangklesem 362.6 Purwokerto Selatan 0703 Karangpucung 107.4 Purwokerto Selatan 0704 Purwokerto Kidul 145.6 Purwokerto Selatan 0705 Purwokerto Kulon 120.4 Purwokerto Selatan 0706 Tanjung 191.7 Purwokerto Selatan 0707 Teluk 484.8 08 Purwokerto Timur 0801 Arcawinangun 173.3 Purwokerto Timur 0802 Kranji 135.0 Purwokerto Timur 0803 Mersi 120.8 Purwokerto Timur 0804 Purwokerto Lor 115.2 Purwokerto Timur 0805 Purwokerto Wetan 108.4 Purwokerto Timur 0806 Sokanegara 127.3 09 Purwokerto Utara 0901 Bancarkembar 144.8 Purwokerto Utara 0902 Bobosan 116.7 Purwokerto Utara 0903 Grendeng 145.8 Purwokerto Utara 0904 Karangwangkal 89.2 Purwokerto Utara 0905 Pabuaran 169.7 Purwokerto Utara 0906 Purwanegara 177.8 Purwokerto Utara 0907 Sumampir 120.5 10 Sokaraja 1001 Karangkedawung 94.1 Sokaraja 1002 Karangnanas 219.4 Sokaraja 1003 Karangrau 104.3 Sokaraja 1004 Pamijen 102.5 Sokaraja 1005 Sokaraja Kidul 96.5 Sokaraja 1006 Sokaraja Kulon 169.6 Sokaraja 1007 Sokaraja Tengah 146.0 Sokaraja 1008 Wiradadi 333.0 11 Sumbang 1101 Karanggintung 254.8 Sumbang 1102 Tambaksogra 283.8 Total luas 9,659.5


(45)

Ruang lingkup materi

Pengertian operasional optimasi penggunaan lahan dalam penelitian ini adalah menentukan berbagai tipe, lokasi dan luasan penggunaan lahan di kawasan perkotaan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Perlindungan lahan pertanian terutama ditujukan untuk menjamin kecukupan pangan. Dengan demikian dapat diidentifikasi kriteria penggunaan lahan optimal dalam optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan, yaitu penggunaan lahan yang mengintegrasikan berbagai kebutuhan penggunaan lahan dengan memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal, serta memenuhi standar kenyamanan lingkungan.

Perencanaan penggunaan lahan merupakan salah satu komponen perencanaan tata ruang. Dalam perencanaan tata ruang, tipe, lokasi dan luasan penggunaan lahan merupakan produk rencana pola pemanfaatan ruang, yang menggambarkan letak, ukuran, fungsi dari kegiatan-kegiatan budidaya dan lindung. Rencana pola pemanfaatan ruang berisi delineasi (batas-batas) kawasan kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan-kawasan lainnya di dalam kawasan budidaya dan delineasi kawasan lindung.

Dalam optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto permasalahan dan perwujudan ruang kawasan, serta perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan merupakan input analisis untuk penentuan variabel dan parameter optimasi. Penggunaan lahan untuk pelaksanaan pembangunan harus disesuaikan dengan daya dukung lahan berdasarkan kesesuaiannya untuk penggunaan tertentu. Dengan demikian dampak negatif penggunaan lahan terhadap lingkungan dapat diminimumkan dan penggunaan lahan dapat berkelanjutan.

Model Optimasi

Struktur umum model optimasi terdiri atas : 1) variabel keputusan untuk pencapaian tujuan optimasi, 2) fungsi tujuan optimasi, dan 3) fungsi kendala optimasi.


(46)

Fungsi tujuan dan fungsi kendala dinyatakan sebagai fungsi dari variabel keputusan, atau fungsi yang terkait dengan variabel keputusan dalam hubungan fungsional tertentu. Sasaran dalam optimasi penggunaan lahan didasarkan pada isu strategis wilayah dengan memperhatikan ketersediaan data untuk analisis. Optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto ditujukan untuk

meminimumkan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal komoditas pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau, sedangkan model optimasi yang digunakan adalah goals programming.

Fungsi tujuan

Optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto menggunakan sasaran ganda. Fungsi tujuan dinyatakan sebagai fungsi dari berbagai variabel sasaran optimasi, yang dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

z = total defisit pangsa pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau

= defisit pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton)

= defisit pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha)

= rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan ke-l

(kg/kapita/tahun)

= total areal lahan tiap desa/kelurahan (Ha)

= standar pangsa areal ruang terbuka hijau tiap desa/kelurahan

P = total populasi

Dalam praktek perencanaan suatu sasaran dapat memiliki prioritas untuk dicapai terlebih dahulu dibanding sasaran lainnya. Hal tersebut dapat dituangkan dalam goals programming dengan menentukan skala prioritas dalam fungsi


(47)

tujuan. Dalam penelitian sasaran pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan sasaran pemenuhan ruang terbuka hijau diasumsikan memiliki prioritas yang sama.

Fungsi kendala

Suatu tipe penggunaan lahan memiliki implikasi terhadap penggunaan lahan yang lain, sehingga perlu mengalokasikan lahan dengan mempertimbangkan kendala-kendala penggunaannya. Dari fungsi tujuan ditentukan fungsi kendala sasaran optimasi penggunaan lahan, meliputi:

1. Kendala Sasaran

• Fungsi kendala sasaran pemenuhan kebutuhan pangan lokal

Di mana:

= produktivitas komoditas pertanian tanaman bahan makanan

ke-l pada jenis penggunaan lahan ke-k,

k

= intensitas pertanaman komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l pada jenis penggunaan lahan ke-k

= luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k dengan budi daya komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l (Ha) = defisit pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap

komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton)

= surplus pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton)

= rataan konsumsi komodiitas tanaman bahan makanan ke-l

(kg/kapita/tahun)


(48)

• Fungsi kendala sasaran pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau

Di mana:

= koefisien ruang terbuka hijau pada jenis penggunaan lahan ke-k

= defisit pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha)

= surplus pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha)

= area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha)

Total produksi komoditas pertanian tanaman bahan makanan diupayakan sama dengan kebutuhan konsumsinya. Demikian pula total ruang terbuka hijau diupayakan sama dengan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan standar yang digunakan, yaitu sebesar 40% total area lahan pada tiap desa/kelurahan.

Selain kendala-kendala tersebut juga terdapat kendala terkait total area lahan, meliputi:

2. Kendala Riil

• Kendala neraca areal pertanaman

Total area budi daya pada tiap desa/kelurahan tidak bisa melebihi luas area desa/kelurahan. Kendala neraca areal pertanaman dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

= area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha)


(49)

= luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k dengan budi daya komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l (Ha)

• Kendala kebutuhan lahan terbangun

Total area lahan ruang terbangun meliputi penggunaan lahan Perumahan/Permukiman (Kim), Industri Pengolahan (Ind), dan Perkantoran/Pertokoan (Kom). Kendala kebutuhan lahan terbangun dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

= area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha)

• Kendala unit lahan

Kendala unit lahan dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

= luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j (Ha)

= area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha)

• Kendala kesesuaian alokasi penggunaan lahan Unit lahan


(50)

Di mana:

= kesesuaian alokasi penggunaan lahan pada desa/kelurahan ke-i

dengan unit lahan ke-j

= luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j (Ha)

= area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang

dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha) 3. Kendala Non negativitas

Positif Variabel

Komputasi model optimasi akan menghasilkan nilai optimal fungsi tujuan, pola penggunaan lahan optimal, pola pertanaman optimal, nilai-nilai sasaran-sasaran optimasi, yaitu surplus dan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau, serta nilai-nilai marginal dari sasaran-sasaran optimasi. Nilai optimal fungsi tujuan


(51)

merupakan simpangan terhadap target sasaran optimasi. Pola penggunaan lahan optimal dan pola pertanaman optimal adalah pola penggunaan lahan dan pola pertanaman yang dapat mendukung pencapaian tujuan optimasi.

Dari fungsi kendala diperoleh nilai-nilai marginal dari sasaran-sasaran optimasi. Nilai marginal merupakan perubahan nilai fungsi tujuan dengan perubahan fungsi kendala. Nilai marginal positif bermakna bahwa perubahan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan, sehingga nilai optimal tidak dapat dicapai. Peningkatan satu satuan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan sebesar nilai marginalnya. Semakin besar nilai marginal semakin besar dampaknya terhadap ketidaktercapaian fungsi tujuan.

Pengumpulan dan Penyiapan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder. Sebelum sampai kepada analisis pokok dalam penelitian diperlukan pengumpulan dan penyiapan data dari berbagai sumber dan format, untuk dianalisis lebih lanjut. Pernyiapan data dilakukan dengan:

1. Ekstraksi data, dilakukan untuk memperoleh data sesuai kebutuhan analisis. 2. Analisis spasial, untuk memperoleh data dan peta sesuai cakupan lokasi

penelitian karena sebagian besar data spasial dalam agregat kabupaten. Analisis optimasi menggunakan peta-peta hasil analisis spasial clip-overlay

untuk memperoleh peta sesuai cakupan wilayah penelitian.

Analisis spasial juga digunakan untuk memperoleh dan menggabungkan informasi pada tiap unit wilayah yang diperlukan untuk analisis.

Ekstraksi data dan analisis spasial untuk pernyiapan data dilakukan dengan software ArcView GIS 3.3, MS Office Access dan MS Office Excel. Penentuan konfigurasi optimal menggunakan Software GAMS, sedangkan untuk penyajian spasial digunakan software ArcView GIS 3.3.


(52)

Data yang digunakan untuk penentuan parameter model meliputi jenis dari sumber sebagaimana Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan sumber data

Data Sumber Data

Peta Penggunaan Lahan Bappeda Kabupaten Banyumas 2006 Peta Kesesuaian Lahan Bappeda Kabupaten Banyumas 2004

Peta Administrasi Bappeda Kabupaten Banyumas 2000

Podes 2006 BPS

Podes 2003 BPS

SUSENAS 2000 BPS

Variabel dan Parameter Optimasi

Variabel optimasi penggunaan lahan meliputi variabel tujuan (z), variabel

sasaran dan variabel keputusan optimasi .).

Sedangkan parameter optimasi meliputi 1) rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan , 2) total penduduk kawasan (P), 3) total areal lahan di tiap desa/kelurahan 4) standar koefisien ruang terbuka hijau (α), 5) produktivitas komoditas tanaman bahan makanan , 6) intensitas pertanaman , 7) koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan , 8) area lahan terbangun, 9) area peta lahan , dan 10) kategori kesesuaian alokasi satuan peta lahan ).

Pendugaan Parameter Optimasi

Penentuan parameter model secara garis besar dilakukan dengan menggunakan data, analisis spasial, ditentukan dengan asumsi berdasarkan justifikasi dan logika tertentu, atau gabungan data dan asumsi.

1. Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan

Parameter rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan menggunakan data konsumsi rata-rata jenis makanan (BPS 2000) yang tersedia pada unit kabupaten. Dengan keterbatasan data tersebut diasumsikan pola konsumsi tidak berubah dengan perubahan tahun. Rataan konsumsi komoditas tanaman


(53)

bahan makanan sebagaimana Tabel 3. 2. Total penduduk kawasan

Parameter total penduduk kawasan menggunakan data Podes (BPS 2006a), dari 56 desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto. Total penduduk kawasan dinyatakan dengan (P).

Tabel 3 Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan Kabupaten


(54)

No. Komoditi Rataan Konsumsi (Kg/Kp)

1 Padi 124.84

2 Ubi Kayu 5.8

3 Jagung 1.57

4 Kacang Tanah 0.89

5 Kedelai 24.16

6 Ubi Jalar 2.3

7 Kacang Hijau 0.31

8 Talas 0.05

9 Kacang Panjang 4.18

10 Ketimun 1.1

11 Terung 2.41

12 Petai 0.21

13 Jengkol 0.1

14 Cabe Merah 1.52

15 Kangkung 5.02

16 Melinjo 0.09

17 Tomat 1.27

18 Cabe Rawit 0.97

19 Petsai 1.52

20 Buncis 1.15

21 Jamur 0.02

22 Bawang Merah 2.35

23 Cabe Hijau 0.36

24 Bayam 4.5

25 Kacang Merah 0.1

26 Kubis 2.2

27 Waluh 0.68

28 Wortel 1.46

29 Pisang 7.01

30 Rambutan 13.65

31 Mangga 0.05

32 Salak 1.67

33 Duku 0.84

34 Pepaya 2.98

35 Nangka 1.41

36 Durian 0.63

37 Nenas 0.26

38 Jeruk 1.78

39 Semangka 0.68

40 Jambu Biji 0.16

41 Alpukat 0.16

42 Belimbing 0.05

Sumber: BPS 2000 3. Area lahan terbangun

Parameter area lahan terbangun menggunakan peta penggunaan lahan (Bappeda Kabupaten Banyumas 2006) yang diproporsikan menjadi penggunaan lahan Perumahan/Permukiman (Kim), Industri Pengolahan (Ind), dan Perkantoran/Pertokoan (Kom) dengan data penggunaan lahan terbangun (BPS 2003). Penggunaan lahan terbangun diproporsikan dengan asumsi proporsi masing-masing penggunaan lahan tersebut adalah tetap. Total area lahan ruang terbangun. Jumlah penduduk kawasan dan area lahan terbangun kawasan perkotaan Purwokerto terdapat pada Tabel 4.


(55)

4. Total areal lahan di tiap desa/kelurahan

Lahan yang tersedia untuk berbagai tipe penggunaan lahan bersifat tetap. Total luas berbagai tipe penggunaan lahan harus sama dengan luas wilayah. Parameter total areal lahan di tiap desa/kelurahan menggunakan peta administrasi (Bappeda Kabupaten Banyumas 2000).

5. Produktivitas tanaman bahan makanan

Penentuan parameter produktivitas tanaman bahan makanan (ton/Ha) menggunakan data rataan produksi pertanian bahan makanan pada unit kabupaten (BPS 2003). Asumsi yang digunakan dalam penentuan parameter produktivitas tanaman bahan makanan adalah bahwa rataan produksi pertanian bahan makanan tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun ke tahun. Parameter produktivitas pertanian juga mempertimbangkan penggunaan lahan yang digunakan untuk budidaya, dengan asumsi sebagai berikut:

• Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan sawah irigasi produktivitasnya adalah 1.2 x rataan;

• Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan sawah tadah hujan produktivitasnya adalah sama dengan rataan;

• Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan kebun campuran dan lahan kering tanaman semusim produktivitasnya sama dengan 0.8 x rataan;

• Komoditas pertanian tanaman tahunan tidak dibudidayakan pada

penggunaan lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan (produktivitas sama dengan 0), sedangkan pada penggunaan lahan kebun campuran dan lahan kering tanaman semusim produktivitasnya sama dengan rataan.

Tabel 4 Jumlah penduduk dan penggunaan lahan aktual ruang terbangun kawasan perkotaan Purwokerto


(1)

99

Saran

Kondisi aktual kebijakan penggunaan lahan di kawasan perkotaan

Purwokerto tidak menjamin tercapainya penggunaan lahan optimal dan tidak

memberikan informasi yang memadai untuk pemanfaatan dan pengendalian

penggunaan lahan. Berdasarkan hasil penelitian, dan untuk mengubah kondisi

tersebut direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut:

1.

Memberlakukan pendekatan metodologis perencanaan penggunaan lahan

dengan model optimasi sasaran ganda

(goals programming)

serta

mengembangkan variabel keputusan dan parameter model sesuai kondisi,

permasalahan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai.

2.

Untuk mewujudkan pola penggunaan lahan yang dapat meminimumkan

defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pangan

dan ruang terbuka hijau maka pola pertanaman optimal perlu diakomodasikan

dalam model optimasi.

3.

Peningkatan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pangan dan

jumlah penduduk perlu diimbangi dengan strategi peningkatan produktivitas

melalui intensifikasi.

4.

Model pertanian perkotaan dapat dikembangkan untuk menambah level

pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pangan dan

ruang terbuka hijau.

5.

Dengan sangat terbatas lahan terutama pada pusat kawasan perkotaan maka

pemenuhan ruang terbuka hijau dilakukan dengan strategi peningkatan

kualitas ruang terbuka hijau dan pengendalian perkembangan ruang

terbangun dengan peraturan bangunan vertikal (hemat lahan).


(2)

(3)

104

Lampiran 1 Satuan peta lahan pada tiap

desa/kelurahan

0011 0012 0013 0015 0017 1111 1112 1113 1114 1115 1116 1117 1118

1 Baturraden Kutasari 162.4 32.5 127.1 2.8

2 Baturraden Pandak 88.2 20.2 13.0 52.9 2.0

3 Baturraden Purwosari 103.1 44.4 49.3 7.6 1.8

4 Karanglewas Karanglewas Kidul 120.9 41.2 9.2 59.0 9.5 2.0

5 Karanglewas Pangebatan 229.0 64.8 47.7 97.5 11.0 8.0

6 Karanglewas Pasir Kulon 147.4 48.2 13.1 79.7 6.4

7 Karanglewas Pasir Lor 100.8 26.0 5.8 67.9 1.2

8 Karanglewas Pasir Wetan 79.7 38.8 8.9 32.0

9 Kedungbanteng Beji 238.9 53.1 24.3 157.4 4.0

10 Kedungbanteng Karangsalam Kidul 158.8 48.6 0.0 110.2

11 Kembaran Dukuhwaluh 156.8 55.7 0.0 99.3 1.9

12 Kembaran Ledug 269.4 79.6 17.3 167.7 4.8

13 Kembaran Tambaksari Kidul 156.9 32.2 5.5 118.5 0.7

14 Patikraja Kedungrandu 292.6 0.0 0.1 41.5 11.1 218.0 15.9 5.9

15 Patikraja Kedungwringin 199.7 19.9 19.0 4.1 7.7 8.1 44.5 44.3 38.9 7.3 1.5 4.5

16 Patikraja Patikraja 238.0 58.9 3.7 147.8 11.0 16.6

17 Patikraja Pegalongan 271.1 27.8 30.7 8.9 189.5 14.2

18 Patikraja Sidabowa 398.1 6.3 40.0 8.0 2.1 20.0 78.1 232.8 5.9 4.8

19 Patikraja Sokawera Kidul 357.5 6.6 142.0 34.0 57.2 102.4 15.4

20 Purwokerto Barat Bantarsoka 85.8 70.2 2.3 5.7 5.1 2.4

21 Purwokerto Barat Karanglewas Lor 49.7 34.2 0.0 14.2 1.4

22 Purwokerto Barat Kedungwuluh 95.8 71.8 22.3 1.7

23 Purwokerto Barat Kober 120.6 87.3 25.4 4.8 3.1

24 Purwokerto Barat Pasir Kidul 84.8 78.3 6.5

25 Purwokerto Barat Pasirmuncang 141.0 54.1 30.3 54.8 1.8

26 Purwokerto Barat Rejasari 148.9 83.7 65.2

27 Purwokerto Selatan Berkoh 202.6 142.6 56.5 3.5

28 Purwokerto Selatan Karangklesem 362.6 56.9 133.0 7.1 124.2 16.6 17.1 7.6

No. Kecamatan Desa/Kelurahan

Luas Total (Ha)


(4)

Lampiran 1 Lanjutan

0011 0012 0013 0015 0017 1111 1112 1113 1114 1115 1116 1117 1118

29 Purwokerto Selatan Karangpucung 107.4 17.9 1.3 73.6 5.7 8.9

30 Purwokerto Selatan Purwokerto Kidul 145.6 103.9 32.5 9.2

31 Purwokerto Selatan Purwokerto Kulon 120.4 99.5 20.9

32 Purwokerto Selatan Tanjung 191.7 6.7 8.6 98.2 7.0 69.9 1.2

33 Purwokerto Selatan Teluk 484.9 195.0 33.3 207.7 2.6 46.3

34 Purwokerto Timur Arcawinangun 173.3 135.9 35.0 2.4

35 Purwokerto Timur Kranji 135.0 109.8 25.2

36 Purwokerto Timur Mersi 120.8 59.4 59.7 1.7

37 Purwokerto Timur Purwokerto Lor 115.2 112.0 3.2

38 Purwokerto Timur Purwokerto Wetan 108.4 96.2 12.2

39 Purwokerto Timur Sokanegara 127.3 97.3 4.2 23.2 2.6

40 Purwokerto Utara Bancarkembar 144.8 75.0 30.2 39.7

41 Purwokerto Utara Bobosan 116.7 35.1 79.4 2.2

42 Purwokerto Utara Grendeng 145.8 88.9 55.8 1.0

43 Purwokerto Utara Karangwangkal 89.2 23.4 64.8 1.0

44 Purwokerto Utara Pabuaran 169.7 49.8 3.4 105.7 8.3 2.5

45 Purwokerto Utara Purwanegara 177.8 78.9 19.7 76.2 3.0

46 Purwokerto Utara Sumampir 120.5 56.2 4.3 52.2 7.9

47 Sokaraja Karangkedawung 94.1 34.6 6.4 53.0

48 Sokaraja Karangnanas 219.4 50.0 12.3 35.2 7.6 114.4

49 Sokaraja Karangrau 104.3 39.5 5.0 59.8

50 Sokaraja Pamijen 102.5 25.9 74.8 1.9

51 Sokaraja Sokaraja Kidul 96.5 54.2 42.3

52 Sokaraja Sokaraja Kulon 169.6 61.8 107.7

53 Sokaraja Sokaraja Tengah 146.0 50.9 95.2

54 Sokaraja Wiradadi 333.0 45.7 103.6 0.1 37.2 62.8 37.7 45.8

55 Sumbang Karanggintung 254.8 70.5 11.2 166.9 6.3

56 Sumbang Tambaksogra Kidul 283.8 72.1 4.5 206.2 0.9

No. Kecamatan Desa/Kelurahan

Luas Total (Ha)


(5)

107

Lampiran 2 Luas satuan peta lahan

SPL Keterangan Luas (Ha)

0011 Padi Sawah Tak Sesuai_Tanaman Semusim Tak Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Ruang Terbangun 398.5

0012 Padi Sawah Tak Sesuai_Tanaman Semusim Tak Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Kebun Campuran 347.8

0013 Padi Sawah Tak Sesuai_Tanaman Semusim Tak Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi 192.0

0015 Padi Sawah Tak Sesuai_Tanaman Semusim Tak Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Tanaman Pangan Lahan Kering 54.1

0017 Padi Sawah Tak Sesuai_Tanaman Semusim Tak Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Lahan kritis/berbatu 8.1

1111 Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Ruang Terbangun 3,669.6

1112 Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Kebun Campuran 493.5

1113 Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi 4,094.6

1114 Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Tanaman Pangan Lahan Sawah Tadah Hujan 199.9

1115 Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Tanaman Pangan Lahan Kering 62.6

1116 Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Padang Rumput 5.8

1117 Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Lahan Kritis/Berbatu 1.5

1118 Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Badan Air/Sungai 131.6


(6)

Lampiran 3 Kesesuaian alokasi penggunaan lahan

No. Satuan Peta Lahan Perumahan/

Permukiman Industri Pengolahan Perkantoran/ Pertokoan Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan Lahan Kering Tanaman Semusim Kebun Campuran Taman Perairan Kota Taman Hutan Kota

1 Padi Sawah Tak Sesuai, Tanaman Semusim Tak Sesuai, Tanaman

Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Ruang Terbangun 1 1 1 0 0 0 0 0 0

2 Padi Sawah Tak Sesuai, Tanaman Semusim Tak Sesuai, Tanaman

Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Kebun Campuran 1 1 1 0 0 0 1 0 0

3

Padi Sawah Tak Sesuai, Tanaman Semusim Tak Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi

0 0 0 1 0 0 0 0 0

4 Padi Sawah Tak Sesuai, Tanaman Semusim Tak Sesuai, Tanaman

Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Kering 0 0 0 0 0 1 1 0 0

5 Padi Sawah Tak Sesuai, Tanaman Semusim Tak Sesuai, Tanaman

Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Lahan kritis/berbatu 1 1 1 0 0 0 0 0 1

6 Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan

Sesuai, penggunaan lahan Ruang Terbangun 1 1 1 0 0 0 0 0 0

7 Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan

Sesuai, penggunaan lahan Kebun Campuran 1 1 1 0 0 1 1 0 0

8 Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan

Sesuai, penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi 0 0 0 1 0 0 0 0 0

9

Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Sawah Tadah Hujan

0 0 0 0 1 0 0 0 0

10 Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan

Sesuai, penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Kering 0 0 0 0 0 1 1 0 0

11 Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan

Sesuai, penggunaan lahan Padang Rumput 1 1 1 0 1 1 1 0 0

12 Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan

Sesuai, penggunaan lahan Lahan Kritis/Berbatu 1 1 1 0 0 0 0 0 1

13 Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan