Keanekaragaman Dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun Pada Struktur Lanskap Berbeda

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA
PENGUNJUNG BUNGA MENTIMUN PADA
STRUKTUR LANSKAP BERBEDA

SUSILAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Keanekaragaman dan
Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun pada Struktur Lanskap Berbeda
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Susilawati
NIM A351130121

RINGKASAN
SUSILAWATI. Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung
Bunga Mentimun pada Struktur Lanskap Berbeda. Dibimbing oleh
DAMAYANTI BUCHORI dan PUDJIANTO.
Keberadaan serangga pada suatu habitat pertanian dipengaruhi oleh kondisi
habitat disekitar lahan dan struktur lanskap dari kawasan pertanian tersebut.
Struktur lanskap terbentuk sebagai konsekuensi dari fragmentasi habitat yang
disebabkan oleh adanya konversi lahan dari habitat alami menjadi habitat
pertanian. Perbedaan struktur lanskap pada habitat pertanian dapat memengaruhi
keanekaragaman dan kelimpahan spesies serangga.
Serangga pengunjung bunga merupakan serangga yang datang pada bagian
bunga yang salah satu peranannya adalah sebagai serangga penyerbuk.
Keberadaan serangga penyerbuk di habitat pertanian memiliki peran penting
karena dapat membantu proses penyerbukan pada tanaman pertanian. Penelitian
ini dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mendapatkan informasi mengenai
keanekaragaman dan kelimpahan spesies serangga pengunjung bunga di

pertanaman mentimun pada struktur lanskapberbeda.
Penelitian ini dilaksanakan di 16 lahan pertanaman mentimun yang masingmasing berukuran 25 m x 50 m yang tersebar di 4 kabupaten/kota di Jawa Barat
yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten
Sukabumi. Setiap pertanaman mentimun diamati tipe lanskap dengan pengukuran
struktur dan kompleksitas melalui digitasi dan pemetaan. Tipe lanskap pertanian
yang diperoleh dikelompokan menjadi 4 tipe lanskap yaitu tipe lanskap sangat
sederhana, sederhana, kompleks dan sangat kompleks. Pengambilan contoh
serangga pengunjung bunga dilakukan dengan metode observasi langsung, pada 4
transek di setiap lahan pertanaman mentimun. Waktu pengambilan contoh
serangga pengunjung bunga dilakukan selama 4 hari dalam 4 waktu yang berbeda
yaitu pukul 09:00, 11:00, 13:00 dan 15:00. Pengamatan produksi mentimun
dilakukan pada 45 hari setelah tanam.
Serangga pengunjung bunga yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri
atas 188 morfospesies yang termasuk kedalam 75 famili, 10 ordo, dengan 11 017
individu. Serangga pengunjung bunga dominan yang ditemukan adalah Aphis sp.
(17.67%) (Hemiptera: Aphididae), Thrips parvispinus (15.89%) dan Tapinoma sp.
(29.55%) (Hymenoptera: Formicidae). Hasil analisis menunjukkan bahwa
keanekaragaman serangga pengunjung bunga dipengaruhi oleh tipe lanskap.
Berdasarkan struktur lanskap, keanekaragaman serangga pengunjung bunga
mentimun dipengaruhi oleh parameter lanskap CA (class area), TE (total edge),

dan MPS (mean patch size) pepohonan. Selanjutnya keanekaragaman
Hymenoptera, yang merupakan ordo serangga pengunjung bunga dominan yang
ditemukan, dipengaruhi oleh parameter lanskap MPS pertanian dan parameter
lanskap CA, TE, dan MPS pepohonan.
Serangga pengunjung bunga yang ditemukan di pertanaman mentimun
memiliki peranan sebagai serangga penyerbuk (27 morfospesies), musuh alami
(54 morfospesies), herbivora (52 morfospesis) dan serangga lain (55
morfospesies). Serangga penyerbuk dominan ditemukan adalah Apis cerana.
Serangga musuh alami yang dominan adalah Chrysocharis sp. Hasil analisis

ii
menunjukkan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk dipengaruhi oleh parameter
lanskap CA pertanian, CA pepohonan dan MPS pepohonan. Selanjutnya,
keanekaragaman serangga musuh alami dipengaruhi oleh parameter lanskap CA
dan TE pepohonan. Keberadaan habitat pepohonan pada lahan pertanian
memengaruhi serangga pengunjung bunga termasuk serangga penyerbuk.
Kata kunci:

Apis sp., lanskap kompleks, lanskap sederhana, serangga
penyerbuk, parameter lanskap.


SUMMARY
SUSILAWATI. Diversity and the Abundance level of Cucumber’s Flowervisiting Insects in Different Landscape Structure. Supervised by DAMAYANTI
BUCHORI and PUDJIANTO.
The existence of insects in an agricultural habitat is affected by habitat
condition and the landscape structure around the agricultural habitat itself.
Landscape structures are formed as a result of habitat fragmentation through land
conversion from natural habitat to agricultural habitat. The difference of landscape
structure in an agricultural habitat affects the diversity and abundance of insect
species.
There are many types of flower visiting insects, and one of the most
common are pollinators. Pollinators in agricultural habitat have an important role
due to their ecological services as natural pollinator for plants. This study was
aimed as an effort to gather information about the diversity andabundance of
flower visiting insectson cucumber plant in different landscape structures.
This research was carried out in 16 cucumber field sites, with field size of
each location was 25 m x 50 m that located in four districts in West Java (Bogor,
Cianjur and Sukabumi). The type of landscape of each location was observed by
measuring the structure and complexity of landscapes with digitation and
mapping. The observed type of landscape was grouped into 4 different types, i.e.

very simple, simple, complex, and very complex. Insect sampling was conducted
using direct sampling method on 4 transects in each cucumber field. The sampling
was done for four days at four different times (09:00, 11:00, 13:00, and 15:00).
Observation on cucumber production was made at 45 days after planting.
Flower visiting insects obtained in this study were of 188 morphospecies
belong to75 families and10 orders. The specimens collected during the study were
11 017 individuals.The most abundant flower visiting insect found were Aphis sp.
(17.67%) (Hemiptera: Aphididae), Thrips parvispinus (15.89%) and Tapinoma sp.
(29.55%) (Hymenoptera: Formicidae). The results showed that, the flower visiting
insects diversity was affected by landscape types. Based on the landscape
structures, diversity of flower visiting insects was affected by CA (class area), TE
(total edge), dan MPS (mean patch size) of trees. The diversity of Hymenopteran
was affected by MPS of agircultural habitat and CA, TE, dan MPS of trees.
According to their function, flower visiting insects obtained in this study
were pollinators (27 morphospesies), natural enemies (54 morphospecies),
herbivorous (52 morphospecies) and other insects (55 morphospecies). The most
abundant of pollinator was Apis cerana while, dominant natural enemy was
Chrysocharis sp. The results showed that abundance of insect pollinators was
affected by CA of agricultural habitat, CA of trees and MPS of trees.The diversity
of natural enemies was affected by CA and TE of trees. The existence of tree’s

habitat affected the existence of both flower visiting insects and pollinators.
Key words: Apis sp., complex landscape, parameter landscape, pollinator insect,
simple landscape.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB.

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA
PENGUNJUNG BUNGA MENTIMUN PADA
STRUKTUR LANSKAP BERBEDA

SUSILAWATI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir I Wayan Winasa, MS

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Keanekaragaman dan Kelimpahan
Serangga Pengunjung Bunga Mentimun pada Struktur Lanskap Berbeda”, sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi

Entomologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini telah
dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati dan beberapa lahan
pertanaman mentimun di Kabupaten/Kota Bogor, Cianjur dan Sukabumi, Jawa
Barat pada bulan Desember 2014 hingga September 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Damayanti Buchori
MSc sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir Pudjianto Msi sebagai
anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan,
bimbingan, saran, motivasi, dan masukan selama penelitian. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Akhmad Rizali SP MSi yang telah
banyak memberikan masukan dan pengarahan baik di lapangan maupun pada saat
penulisan.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayahanda Jalaluddin dan
Ibunda Siti Risani tercinta atas doa tulus ikhlas, perjuangannya, nasehat dan
semangat yang selalu diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada kakanda Elsa
Sepjayanti dan Firdaus, Adinda Haryati dan Amallya, keponakan tercinta Janita
Alifia yang tiada henti memberikan hiburan dan kata-kata bijak kepada penulis.
Ungkapan terimakasih kepada teman-teman lapak yang berjuang bersama
mencari ilmu yang bermanfaat, Herni DP, Evie A, Kak Nia, Kak Jo, Dita, Bg
Badrus, Wildan, Agung, Mas Ihcsan, Bg rudi, Ridwan, Papa Richard, Bg Reno,
dan teman-teman Entomologi 2013. Keluarga laboratorium Pengendalian Hayati

Ibu Evawaty Sriulina, Kak Nika, Kak Ita, Nurul Novibyun, Rizky Nazaretta,
Aping, Cici, Ihsan Nurkomar, Uni Laila, Uni manda, Mba Adha, Teh Nita, Pak
Ucup, Iga, dan Donio atas segala kenangan indah selama di lapangan maupun di
lab.
Semoga karya ini bermanfaat.
Bogor,

Agustus 2016

Susilawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis

TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi dan Struktur Lanskap
Pengelompokan Lanskap Pertanian
Hubungan Serangga dengan Lanskap
Keanekaragaman Serangga Pengunjung Bunga
Serangga Pengunjung Bunga Mentimun

vi
vii
viii
1
1
2
2
2
3
3
4
4
5

6

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Penentuan lokasi
Pengamatan tipe lanskap
Pengambilan contoh serangga pengunjung bunga
Pengambilan contoh produksi mentimun
Analisis Data

8
8
8
8
8
10
12
12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakterisasi lanskap pada pertanaman mentimun
Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga
mentimun
Dominansi dan fungsi serangga pengunjung bunga
Hubungan tipe lanskap terhadap keanekaragaman, kelimpahan, dan
komposisi spesies serangga pengunjung bunga mentimun
Hubungan keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk
dengan produksimentimun
Hubungan struktur lanskap terhadap keanekaragaman dan
kelimpahan serangga pengunjung bunga
Pembahasan

13
13
13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

35
35
35

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

36
42
56

15
17
20
24
25
29

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Deskripsi lokasi penelitian pada empat tipe lanskap berbeda di
Kabupaten/Kota Bogor, Cianjur, dan Sukabumi
Nilai parameter dalam pengelompokan tipe lanskap
Nilai parameter lanskap yang digunakan dalam pengelompokan tipe
lanskap pada 16 pertanaman mentimun
Nilai parameter lanskap berdasarkan penggunaan lahan (land-use)
pada keempat tipe lanskap
Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga
berdasarkana ordo, famili dan spesies pada tanaman mentimun
Kekayaan serangga pengunjung bunga berdasarkan fungsinya pada
tanaman mentimun
Hasil Anosim statistik pada 6 kelompok serangga pengunjung bunga
pada lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K)
dan sangat kompleks (SK)
Nilai analisis korelasi variabel produksi mentimun dengan
keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk di 4 lahan
pertanaman mentimun
Nilai analisis korelasi kekayaan spesies dan kelimpahan 6 kelompok
serangga pengunjung bunga dengan 3 parameter lanskap untuk
habitat lahan pertanian di 16 lahan pertanaman mentimun
Nilai analisis korelasi kekayaan spesies dan kelimpahan 6 kelompok
serangga pengunjung bunga dengan 3 parameter lanskap untuk
habitat pepohonan di 16 lahan pertanaman mentimun

9
10
13
15
16
17
21
24
25
26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

13

14
15
16
17

Peta lokasi penelitian di Kabupaten/Kota, Jawa Barat, Indonesia
Peta lokasi penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan groundcheck
Petak contoh lahan pertanaman mentimun
Contoh serangga pengunjung bunga mentimun.
Bunga tanaman mentimun.
Digitasi struktur lanskap berdasarkan penggunaan lahan (land use)
pada empat tipe lanskap
Diagram Venn jumlah spesies serangga pengunjung bunga pada
empat tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks
(K), dan sangat kompleks (SK)
Diagram Venn jumlah spesies serangga pengunjung bunga
berdasarkan fungsinya pada empat tipe lanskap sangat sederhana
(SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK).
Kelimpahan serangga penyerbuk pada waktu pengamatan yang
berbeda di empat tipe lanskap berbeda
Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung
bunga mentimun pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana
(S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK).
Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung
bunga mentimun famili Apidae pada tipe lanskap sangat sederhana
(SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK)
Box-plot keanekaragaman jenis serangga pengunjung bunga
mentimun berdasarkan peranannya pada tipe lanskap sangat
sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks
(SK)
Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung
bunga mentimun yang berperan sebagai herbivora pada tipe lanskap
sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat
kompleks (SK).
Hubungan keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk
dengan produksi mentimun
Pengaruh parameter lanskap pada habitat pertanian terhadap serangga
pengunjung bunga
Pengaruh parameter lanskap CA dan MPS pepohonan terhadap
keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga
Pengaruh parameter lanskap MPS dan TE pepohonan terhadap
keanekaragaman pengunjung bunga.

08
10
11
11
11
14
16
19
20
22
22

23

23
24
27
27
28

DAFTAR LAMPIRAN
1

2
3

Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili, dan peranan serangga
pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat
sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks
(SK)
Jenis vegetasi pada setiap patch di lanskap sangat sederhana (SS),
sederhana (S), kompleks (K), sangat kompleks (SK)
Serangga pengunjung bunga yang ditemukan di pertanaman
mentimun

43
52
54

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan habitat alami menjadi lahan pertanian, perkebunan, lahan
industri, perumahan dan berbagai keperluan manusia lainnya mengakibatkan
terjadinya fragmentasi habitat sehingga memengaruhi struktur dan fungsi lanskap.
Lanskap merupakan hamparan suatu lahan atau suatu area heterogen yang terdiri
dari berbagai habitat, baik itu alami maupun buatan manusia dengan luasan yang
berbeda (Turner et al. 2001). Struktur lanskap yang berbeda dapat membentuk
lanskap menjadi lanskap kompleks dan lanskap sederhana. Thies et al. (2005)
menyatakan bahwa proporsi habitat alami di suatu lanskap dapat memengaruhi
kompleksitas lanskap. Lanskap kompleks dicirikan dengan dominannya tanaman
non pertanian di suatu lanskap, sedangkan lanskap sederhana memiliki proporsi
tanaman non pertanian lebih sedikit dengan vegetasi tanaman yang cenderung
homogen (Menalled et al. 1999; Plećaš et al. 2014).
Keberadaan serangga pada suatu habitat pertanian dipengaruhi oleh kondisi
habitat di sekitar lahan dan struktur lanskap dari kawasan pertanian tersebut.
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan keanekaragaman struktur
lanskap dapat meningkatkan keanekaragaman serangga, baik musuh alami
maupun serangga bermanfaat lainnya. Bianchi et al. (2006) menyatakan bahwa
kompleksitas suatu lanskap memengaruhi kekayaan spesies serangga. SteffanDewenter et al. (2002) menyatakan bahwa keanekaragaman dan kelimpahan
serangga penyerbuk seperti lebah soliter dan lebah sosial dipengaruhi oleh
struktur lanskap. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Krauss et al. (2003)
menyatakan bahwa kelimpahan kupu-kupu meningkat seiring dengan
meningkatnya keanekaragaman habitat di sekitar lanskap. Bommarco et al. (2012)
menunjukkan bahwa meningkatnya kompleksitas suatu lanskap akan
memengaruhi kelimpahan serangga liar dan kekayaan spesies lalat Syrphidae.
Lizmah (2015) melaporkan bahwa kelimpahan Hymenoptera parasitoid pada
pertanaman mentimun lebih tinggi di lanskap kompleks daripada di lanskap
sederhana.
Sistem budidaya pertanian tidak akan pernah terlepas dari keberadaan
serangga baik itu yang merugikan (hama) maupun yang berguna (musuh alami,
serangga penyerbuk). Serangga pengunjung bunga merupakan serangga yang
datang pada bagian bunga karena adanya daya tarik bunga, seperti bentuk bunga,
warna bunga, serbuk sari, nektar, dan aroma (Faheem et al. 2004). Peranan
serangga pengunjung bunga bervariasi seperti sebagai fitofag, predator, parasitoid,
hingga penyerbuk. Serangga penyerbuk memiliki peranan penting dalam sistem
budidaya pertanian karena dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil
pertanian (Allen-Wardell el al.1998). Hampir 90% spesies tanaman membutuhkan
serangga penyerbuk dalam proses penyerbukannya (Kremen et al. 2007). Laporan
dari Bommarco et al. (2012) menyatakan bahwa penyerbukan yang dibantu oleh
serangga dapat meningkatkan berat biji per tanaman sebesar 18% pada tanaman
Brassica napus. Dijelaskan oleh Garibaldi et al. (2013) bahwa jumlah buah
meningkat 14% jika proses penyerbukan dibantu oleh serangga penyerbuk.

2
Penelitian mengenai serangga pengunjung bunga di Indonesia telah
dilakukan, tetapi masih terbatas pada pendataan dan komunitas serangga
pengunjung bunga. Informasi yang berkaitan dengan pengaruh struktur lanskap
terhadap seranggga pengunjung bunga di Indonesia masih terbatas, sehingga
pengaruh kondisi lanskap terhadap keberadaan serangga pengunjung bunga perlu
dieksplorasi.
Salah satu model tanaman yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman mentimun. Tanaman mentimun merupakan salah satu tumbuhan
yang tidak bisa melakukan penyerbukan sendiri karena letak bunga jantan dan
betina terpisah walaupun masih dalam satu tanaman (Jhonson 1972). Dalam
proses penyerbukannya, tanaman mentimun memerlukan bantuan serangga
penyerbuk. Selain itu bunga mentimun memiliki daya tarik terhadap lebah madu
karena bunga jantan dan bunga betina mentimun menghasilkan jumlah nektar
yang tinggi (Shwetha et al. 2012).
Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi mengenai
keanekaragaman, kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga di
pertanaman mentimun. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar
perancangan strategi untuk konservasi serangga pengunjung bunga dalam hal ini
adalah serangga yang berperan sebagai penyerbuk di pertanaman mentimun,
khususnya di wilayah Jawa Barat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman dan kelimpahan
serangga pengunjung bunga mentimun pada tipe dan struktur lanskap berbeda.

Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai (1) keanekaragaman, kelimpahan dan komposisi serangga
pengunjung bunga mentimun pada tipe lanskap yang berbeda (2) faktor-faktor
lanskap yang memengaruhi keanekaragaman,kelimpahan dan komposisi serangga
pengunjung bunga mentimun sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk
melakukan konservasi.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H0: perbedaan tipe dan struktur lanskap tidak memengaruhi keanekaragaman,
kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga mentimun
H1: perbedaan tipe dan struktur lanskap memengaruhi keanekaragaman,
kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga mentimun.

TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi dan Struktur Lanskap
Ekologi lanskap menurut Forman dan Godron (1986) merupakan studi
mengenai struktur, fungsi, dan perubahan suatu area yang heterogen termasuk
interaksi ekosistem yang terjadi di dalamnya. Prinsip-prinsip ekologi lanskap
terdiri dari (1) ruang dan waktu, (2) heterogen, dan (3) keterhubungan dalam
lanskap (SEC 1992). Pengertian lanskap itu sendiri merupakan hamparan suatu
lahan atau suatu area heterogen yang terdiri dari berbagai habitat baik itu alami
maupun buatan manusia dengan luasan yang berbeda (Turner et al. 2001).
Lanskap mempunyai 3 struktur dasar, yaitu matriks, patch dan koridor
(Forman 1995 dalam McGarigal 2014). Matriks adalah suatu habitat yang paling
dominan dalam suatu lanskap dengan vegetasi tanaman yang homogen. Matriks
memiliki peran yang paling dominan dalam memengaruhi flora dan fauna serta
proses ekologi yang terjadi di dalamnya (McGarigal 2014).
Patch merupakan penyusun lanskap dengan bentuk sebidang lahan yang
memiliki habitat homogen dengan luasan lebih kecil dari matriks (McGarigal
2014). Ukuran dan bentuk patch memengaruhi kemampuan suatu organisme
untuk bertahan hidup di suatu lanskap dan dapat digunakan sebagai indikator
untuk melindungi organisme (Lindenmeyer et al. 1999). Selain itu, ukuran patch
juga memengaruhi dinamika nutrisi di dalamnya (Ludwig et al. 2000). Menurut
penelitian Tscharntke et al. (2000), luasan suatu patch yang terisolasi dapat
memengaruhi kekayaan fauna khususnya serangga. Sebagai contoh kekayaan
spesies serangga pemakan biji pada tanaman Vicia sepium meningkat pada area
yang terdapat tanaman inang, dan menurun akibat terdapatnya isolasi pada patch
(Kruess dan Tscharntke 2000).
Koridor merupakan patch yang bentuknya memanjang (Forman dan Godron
1986). Terdapat tiga tipe koridor berdasarkan strukturnya yaitu: line koridor, strip
koridor, dan stream koridor. Koridor dapat berfungsi sebagai habitat suatu
organisme, koridor perpindahan (movement corridor) dan koridor perintang
(barrier corridor). Koridor habitat merupakan koridor yang menyediakan habitat
untuk bertahan hidup, kematian, dan perpindahan, sebagai habitat sementara
ataupun habitat permanen bagi suatu spesies (McGarigal 2014). Koridor
perpindahan berfungsi sebagai penghubung perpindahan suatu spesies antar
habitat yang lain (McGarigal 2014), sebagai contohnya adalah pematang sawah
dan pinggiran saluran irigasi (Yaherwandi 2005). Koridor perintang merupakan
koridor yang dapat menghambat aliran energi, nutrisi mineral, dan atau
perpindahan spesies ke habitat lain (McGarigal 2014), sebagai contoh adalah
sungai dan saluran irigasi (Yaherwandi 2005). Koridor habitat dan koridor
perpindahan berturut-turut secara pasif dan aktif dapat meningkatkan
keterhubungan lanskap dengan organisme, sebaliknya koridor perintang dapat
menurunkan keterhubungan lanskap dengan organisme (McGarigal 2014).

4
Pengelompokan Lanskap Pertanian
Beberapa penelitian mengelompokkan lanskap pertanian menjadi lanskap
kompleks dan lanskap sederhana yang didasarkan atas keanekaragaman elemen
lanskap, kelompok spasial, dan bentuknya. Persson et al.(2015) mengolompokkan
lanskap pertanian berdasarkan proporsi dari beberapa jenis vegatasi. Lanskap
pertanian yang termasuk ke dalam lanskap kompleks memiliki proporsi habitat
alami 8% dan habitat pertanian 80%, sedangkan untuk lanskap sederhana habitat
alami hanya 1% dan habitat pertanian mencapai 90% dari luas keseluruhan
lanskap yaitu 5.54 ha. Marino dan Landis (1996) mengelompokkan lanskap
menjadi lanskap kompleks dan sederhana dengan proporsi luas habitat pertanian
71.4% dan habitat alami 11.2% untuk lanskap sederhana, sedangkan untuk
lanskap kompleks proporsi habitat pertanian cenderung lebih sedikit yaitu 59.4%
dan proporsi habitat alami cenderung lebih banyak yaitu 14.3%. Pengelompokan
lanskap pertanian yang dilakukan Thies et al. (2003) adalah dengan proporsi
tanaman nonpertanian dengan proporsi 50% adalah lanskap kompleks.
Selain proporsi habitat alami, tanaman nonpertanian dan habitat pertanian,
pengelompokan lanskap dapat dilakukan juga dengan perbedaan jumlah patch
pada suatu lanskap. Flick et al. (2012) mengelompokkan lanskap pertanian
menjadi 4 kelompok lanskap. Kelompok lanskap pertama adalah lanskap dengan
kekayaan patch yang tinggi, kepadatan patch yang tinggi (high patch richness,
high patch density) dengan kriteria yaitu kekayaan patch terdiri dari 6-8 jenis
patch dan kepadatan patch yang berkisar antara 81.46-112.00. Pengelompokan
lanskap kedua yaitu lanskap dengan kekayaaan patch yang tinggi, kepadatan
patch yang rendah (high patch richness, low patch density) yang terdiri dari 6-8
jenis patch dan 50.91-76.37 kepadatan patch. Untuk jenis patch yang berkisar
antara 4-5 dan kepadatan patch antara 50.91-61.09 termasuk ke dalam kelompok
lanskap yang kekayaan patch rendah, kepadatan patch rendah (low patch richness,
low patch density). Kelompok lanskap yang terakhir adalah lanskap dengan
kekayaan patch yang rendah, kepadatan patch yang tinggi (low patch richness,
high patch density) yang terdiri dari 4-5 jenis patch dan 71.27-101.82 kepadatan
patch.

Hubungan Serangga dengan Lanskap
Struktur lanskap pertanian dalam skala spasial tersusun atas berbagai
komponen diantaranya isolasi fragmentasi habitat, area patch, kualitas patch,
diversitas patch, edge, derajat monokultur, dan mikroklimat yang memengaruhi
kelimpahan dan kekayaan spesies serangga (Hunter 2002, Marino dan Landis
1996). Peningkatan fragmentasi habitat pada skala lokal dapat menyebabkan
kepunahan spesies beberapa serangga (Landis et al. 2000). Menurut Kruess dan
Tscharntke (1994) fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat
yang luas dan berkelanjutan diperkecil atau dibagi menjadi dua atau lebih
fragmen.
Beberapa studi telah melaporkan dampak fragmentasi habitat terhadap
keanekaragaman dan kelimpahan serangga. Fragmentasi habitat alami merupakan

5
salah satu faktor penyebab berkurangnya keanekaragaman spesies serangga
(Kruess dan Tscharntke 1994). Selanjutnya laporan dari Connor et al. (2000)
menyatakan bahwa peningkatan dan penurunan bidang lahan dalam habitat
memengaruhi kekayaan dan kelimpahan spesies serangga. Fahrig dan Jonsen
(1998) melakukan penelitian pada tanaman alfalfa menyatakan bahwa lahan yang
terisolasi memengaruhi kekayaan famili Ordo Hemiptera dan Lepidoptera, selain
itu umur lahan juga memengaruhi kekayan dan kelimpahan famili Ordo
Lepidoptera. Goverde et al. (2002) menambahkan bahwa aktifitas Bombus
veteranus dipengaruhi oleh habitat terfragmentasi. B. veteranus lebih menyukai
untuk tinggal di dalam habitat yang terfragmentasi daripada terbang dengan jarak
yang lebih jauh untuk mencari makan ke habitat lainnya.
Steffan-Dewenter et al. (2002) melakukan penelitian pada 3 guild serangga
penyerbuk (lebah) dengan struktur lanskap yang berbeda yaitu lanskap kompleks
dan lanskap sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin
kompleks suatu lanskap maka kelimpahan dan keanekaragaman lebah semakin
meningkat. Dalam penelitian ini struktur lanskap yang dilihat adalah habitat semialami, dengan meningkatnya proporsi habitat semi-alami keanekaragaman dan
kelimpahan lebah semakin meningkat. Habitat semi-alami merupakan sumberdaya
penting bagi serangga karena dapat menyediakan sarang dan menyediakan sumber
makanan. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang didapat oleh Westhpal et
al. (2003). Penelitiannya menunjukkan bahwa proporsi habitat alami tidak
memengaruhi kelimpahan lebah. Namun, kelimpahan lebah dipengaruhi oleh
tanaman berbunga (tanaman Brassica rapus) yang berjarak 3 km dari area
lanskap.
Ricketts et al. (2008) melaporkan dalam penelitiannya bahwa kekayaan
serangga penyerbuk dan tingkat kunjungan semakin menurun dengan
meningkatnya jarak antara habitat alami. Rata-rata jarak antara habitat alami
dalam penelitian ini adalah 1,5 km dan dapat memengaruhi hingga 50%
keanekaragaman serangga penyerbuk. Jarak antara habitat alami semakin
meningkat sehingga serangga penyerbuk menurun karena dipengaruhi oleh
aktifitas pencarian makan atau sarang yang terisolasi dari sumber makanan.
Penelitian Steffan-Dewenter et al. (2001) mengenai struktur lanskap, khususnya
habitat semi-alami menyatakan bahwa kekayaan dan kelimpahan serangga
penyerbuk seperti lebah liar, Bombus dan lebah madu menurun dengan
menurunnya proporsi habitat semi-alami.

Keanekaragaman Serangga Pengunjung Bunga
Serangga pengunjung bunga merupakan serangga yang datang pada bagian
bunga karena adanya daya tarik bunga, seperti bentuk bunga, warna bunga, serbuk
sari, nektar, dan aroma (Faheem et al. 2004). Menurut Mahmud et al. (2006)
serangga pengunjung bunga pada tanaman jarak pagar berasal dari Ordo Odonata,
Orthoptera, Mantodea, Hemiptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Coleoptera, dan
Diptera, namun yang bertindak sebagai serangga penyerbuk jarak pagar adalah
lebah dan lalat. Laporan dari Khairiah et al. (2012) menyatakan serangga
pengunjung bunga pada tanaman pacar air (Impatiens balsamina) terdiri dari 3
Ordo yaitu Diptera, Hymenoptera dan Lepidoptera dengan serangga dari Ordo

6
Hymenoptera yang paling dominan. Keanekaragaman serangga pada bunga
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor primer (bentuk bunga, warna bunga,
serbuksari dan nektar), faktor penarik sekunder (aroma) dan faktor lingkungan
(Faheem et al. 2004), seperti suhu dan kelembaban lingkungan, intensitas cahaya
dan kecepatan angin merupakan beberapa faktor lingkungan yang memengaruhi
keanekaragaman serangga pengunjung bunga (Raju dan Ezradanam 2002).
Aktifitas serangga pengunjung bunga dimulai pada pukul 07.30 sampai
pukul 18.00 pada tanaman jarak pagar (Raju dan Ezradanam 2002). Atmowidi
(2008) menyatakan bahwa aktifitas serangga pengunjug bunga caisin dimulai dari
pukul 07.30 dan meningkat pada pukul 08.30 hingga pukul 10.30. Puncak
kunjungan serangga dilaporkan juga oleh Wallace et al. (2002) pada tanaman
Persoonia virgata (Proteceae) pada pukul 09.00 hingga 11.00. Pada tanaman C.
juncea, T. vogelii dan B. oleraceae, puncak kunjungan serangga pengunjung
bunga terjadi pada 08.00-08.30 (Ramadhani et al. 2000). Kunjungan serangga ini
merupakan aktifitas dalam mencari pakan berupa serbuksari, nektar, minyak,
atau jaringan bunga untuk melengkapi kebutuhan nutrisi mereka (Kevan 1999;
Broufas dan Koveos 2000; VanRijn et al. 2002). Perilaku tersebut lebih sering
dilakukan dengan berkunjung ke bunga jantan dibandingkan ke bunga betina.
Beberapa spesies serangga dewasa mengkonsumsi serbuksari sebagai sumber
protein untuk pematangan seks dan perkembangan tubuh (Dobson 1994). Spesies
serangga dewasa lainnya berkunjung untuk melakukan perkawinan dan
peletakkan telur (Dobson dan Bergstrom 2000).

Serangga Pengunjung Bunga Mentimun
Tanaman mentimun merupakan salah satu tumbuhan yang tidak bisa
melakukan penyerbukan sendiri karena letak bunga jantan dan betina terpisah
namun masih dalam satu tanaman (Rukmana 1994). Bunga jantan dan bunga
betina tanaman mentimun menghasilkan jumlah nektar yang cukup tinggi, hal ini
merupakan daya tarik bagi serangga penyerbuk (Shwetha et al. 2012). Menurut
Pamungkas (2014), serangga pengunjung bunga mentimun terdiri dari Ordo
Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, Lepidoptera, dan Thysanoptera.
Shwetha et al. (2012), menyatakan bahwa ditemukan 28 spesies serangga
penyerbuk tanaman mentimun yang terdiri dari dua puluh spesies dari
Hymenoptera, dua spesies dari Diptera, empat spesies dari Lepidoptera, dan dua
spesies dari Coleoptera. Selanjutnya dijelaskan bahwa sepuluh spesies dari famili
Apidae (Apis dorsata, Apis cerana, Apis florea, Trigona iridipennis, Amegilla
zonata, Amegilla bicinta, Thyreus histrio, Xylocopa aestuans, Xylocopa latipes,
dan Ceratina bingham), tiga spesies dari famili Halictidae (Nomia iridiscnes,
Nomia elliotti dan Lassioglossun sp. dan tiga spesies dari famili Megachilidae
(Megachile hera, Megachile lanata dan Coelioxys caitatus), satu spesies pada
masing-masinng famili dari Vespidae (Eumenes sp.), Mutillidae (Odynarus sp.),
Ichneumonidae (unidentified) dan Formicidae (unidentified). Ordo Diptera terdiri
dari masing-masing satu spesies pada famili Dolichopodidae (unidentified) dan
Muscidae (unidentified). Empat famili dari Lepidoptera yaitu Nymphalidae
(Danaus chrysippus), Lycaenidae (Heliophorus epides), Papilionidae (Pachliopta
hector) dan Pieridae (Delias euchairis). Pada Ordo Coleoptera terdapat dua

7
spesies dari famili Chrysomelidae yaitu Altica cyanea dan Aulacophora
foveicollis.
Serangga pengunjung bunga memiliki beberapa peranan seperti fitofag,
parasitoid, predator dan penyerbuk. Sebagai serangga penyerbuk memiliki peran
penting bagi budidaya tanaman mentimun karena dapat meningkatkan kuantitas
dan kualitas hasil mentimun. Sarwar et al. (2008) menyatakan bahwa adanya
bantuan serangga penyerbuk (lebah madu) pada tanaman mentimun dapat
meningkatkan hasil buah mentimun hingga 81.24%. Selanjutnya dijelaskan bahwa
dengan penyerbukan yang dibantu oleh serangga penyerbuk pada tanaman
mentimun secara signifikan dapat menigkatkan berat dan ukuran lingkar buah
mentimun yang dihasilkan namun tidak untuk panjang buah mentimun.

METODE PENELITIAN
Tempat dan WaktuPenelitian
Pengambilan contoh serangga pengunjung bunga dilakukan di 16 lokasi
pertanaman mentimun yang tersebar di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Cianjur,
dan Sukabumi (Gambar 1). Identifikasi serangga pengunjung bunga dilakukan di
Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai Desember 2014
hingga September 2015.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten/Kota, Jawa Barat, Indonesia.

Pelaksanaan Penelitian
Penentuan Lokasi
Beberapa kriteria yang digunakan dalam penentuan lokasi antara lain, luasan
habitat alami, ketinggian tempat, jarak antar lokasi minimal 2 km, luasan lahan
tanaman mentimun yaitu 25 m x 50 m Vaissiére et al. (2011). Lokasi pertanaman
mentimun yang diamati terdiri dari 16 lahan pertanaman mentimun yang tersebar
di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Cianjur, dan Sukabumi (Tabel 1). Selanjutnya
lahan pertanaman mentimun tersebut dikelompokan menjadi 4 tipe lanskap yaitu
lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K) dan sangat kompleks
(SK).
Pengamatan Tipe Lanskap
Pengamatan tipe lanskap diawali dengan menandai titik lokasi penelitian
dengan menggunakan global positioning system (GPS) untuk mendapatkan titik
koordinat dari setiap lokasi penelitian, kemudian diberi kode sesuai dengan nama
lokasi. Titik koordinat yang didapat, diinput ke Google Earth untuk mendapatkan
peta lokasi penelitian (Gambar 2). Kemudian melakukan groundcheck dengan
mencatat komoditas pertanian yang ditanam dan vegetasi pepohonan di sekitar

9
lahan pada setiap lanskap, dilakukan pada jarak 100 m, 200 m, 300 m, 400 m, dan
500 m (Steffan-Dewenter 2002, Gathman dan Tscharntke 2002).
Hasil pemetaan groundcheck, selanjutnya dipetakan secara digital dengan
menggunakan perangkat lunak QGIS (Quantum GIS Development Team 2011).
Selanjutnya dilakukan pengukuran parameter lanskap berdasarkan metode
McGarigal et al. (2014). Parameter lanskap yang dihitung antara lain: (1) Class
Area (CA), jumlah keseluruhan area semua patch pada kelas yang sama (ha), (2)
Number of Patch (NumP), jumlah keseluruhan patch, baik pada kelas maupun
tingkatan lanskap, (3) Total edge (TE), total panjang edge (m) (4) Mean Patch
Size (MPS), menyatakan rata-rata luas per patch. Nilai parameter lanskap yang
dihasilkan, kemudian digunakan untuk pengelompokan lanskap.
Pengelompokan lanskap dalam penelitian ini menggunakan beberapa
parameter lanskap yaitu CA dan NumP dari tiga tipe penggunaan lahan (landuse)
yaitu pepohonan, pertanian dan perumahan. Kriteria nilai masing-masing
parameter dikelompokan berdasarkan skor (Tabel 2). Kemudian, skor tersebut
dikalikan dengan persentase pengaruh setiap parameter lanskap yaitu CA pohonan
32%, CA pertanian 12%, NumP pepohonan 28%, NumP pertanian 11%, NumP
perumahan 7% dan NumP keseluruhan 10%. Persentase ini ditentukan
berdasarkan pengaruh parameter lanskap terhadap kompleksitas lanskap.
Pembobotan dilakukan untuk mendapatkan empat tipe lanskap yaitu sangat
sederhana 107%-124%, sederhana 125-207%, kompleks 208-216%, dan sangat
kompleks 232-318%. Nilai pembobotan didapat dari menjumlahkan hasil dari
perkalian antara skor dengan persentase dari setiap paramater lanskap pada
masing-masng lokasi.
Tabel 1 Deskripsi lokasi penelitian di Kabupaten/Kota Bogor, Cianjur, dan
Sukabumi
No
1
2
3
4
5
6

Lokasi
Mekarjaya
Pabuaran
Situgede
Petir
Cibanteng
Laladon

Kode
lokasi
MK
PB
SG
PT
CB
LD

Longitude
(Bujur
Timur)
106o46’30.5”

Ketinggian
(m)

Bogor

Latitude
(Lintang
Selatan)
06o36’44.0”

Bogor

06 30’01.4”

106 42’45.8”

140

Bogor

06 32’59.8”

106 44’39.5”

190

Bogor

06 37’58.6”

106 43’04.8”

482

Bogor

06 32’54.2”

106 42’43.0”

187

Bogor

06 34’56.9”

106 45’04.7”

218

Kabupaten/
Kota

o
o
o
o
o

o
o
o
o
o

282

7

Bantarjaya

BJ

Bogor

06 32’03.6”

106 43’35.9”

184

8

Cihideung Udik

CU

Bogor

06o35’03.8”

106o43’11.0”

239

Cianjur

06 47’45.9”

107 16’01.1”

274

Cianjur

06 48’21.7”

107 13’57.5”

294

Cianjur

06 48’15.6”

107 10’46.5”

361

Cianjur

06 43’57.2”

107 05’44.0”

797

Cianjur

06 44’31.8”

107 11’32.7”

404

Sukabumi

06 46’09.9”

106 49’27.4”

644

Sukabumi

06 49’01.9”

106 45’11.8”

458

Sukabumi

06 53’21.8”

106 48’15.1”

464

9
10
11
12
13
14
15
16

Sindangjaya
Sukaluyu
Karang Tengah
Cikanyere
Jamali
Benda
Kompa
Cibadak

SJ
SK
KT
CK
JM
BN
KM
CD

o

o
o
o
o
o
o
o
o

o

o
o
o
o
o
o
o
o

10

Gambar 2 Peta lokasi penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan groundcheck. (A) Sindang Jaya, (B) Kompa, (C) Petir, (D)
Jamali.
Tabel 2 Nilai parameter dalam pengelompokan tipe lanskap
Parameter lanskap

Skor
1
2
3
4

CA
pepohonan
(ha)
03 - 12
13 - 22
22 - 30
31 - 38

CA
pertanian
(ha)
44 - 53
34 - 43
24 - 33
12 - 23

NumP
pepohonan

NumP
pertanian

08 - 11
12 - 15
16 - 19
20 - 23

016 -0 46
046 - 077
-78 - 107
108 - 138

NumP
NumP
perumahan keseluruhan
06 - 14
15 - 23
24 - 31
32 - 39

046 -082
083 - 119
120 - 156
157 - 193

Pengambilan Contoh Serangga Pengunjung Bunga
Pengambilan contoh serangga pengunjung bunga mentimun dilakukan
dengan menggunakan metode observasi dan pengkoleksian langsung mengacu
pada metode Vaissiére et al. (2011). Pengamatan dilakukan pada lahan
pertanaman mentimun dengan luas 25 m x 50 m. Umur tanaman mentimun yang
diamati berkisar antara 28-40 hst (hari setelah tanam). Setiap lahan pertanaman
mentimun terdiri dari 4 transek (Gambar 3). Pelaksanaan pengambilan contoh
serangga pengunjung bunga dilakukan pada 4 waktu yang berbeda yaitu 09.00
WIB, 11.00 WIB, 13.00 WIB dan pukul 15.00 WIB dalam empat hari yang
berbeda. Pengamatan dilakukan pada 100 unit bunga di tiap transek. Bunga yang
diamati adalah bunga yang menghadap jalur transek. Pada setiap transek, jumlah
serangga pengunjung bunga yang hinggap pada bunga yang sudah mekar (Gambar
4) dihitung dengan menggunakan handcounter. Serangga yang hinggap pada
bunga mentimun ditangkap dengan menggunakan jaring serangga atau plastik,
sedangkan serangga kecil seperti semut dan trips dikoleksi langsung
menggunakan pinset dan kuas. Serangga yang diperoleh dimasukkan ke dalam
botol film berisi alkohol 70%. Jenis serangga yang diperoleh kemudian
diidentifikasi di laboratorium.

11
Serangga yang diperoleh dari lapangan kemudian diidentifikasi hingga
tingkat famili dan morfospesies. Identifikasi dilakukan berdasarkan buku The
insect of Australia (CSIRO 2000) volume 1 dan 2, Hymenoptera of the world: An
identification guide to families (Goulet dan Huber 1993), Identification guide to
the ant genera of Borneo (Hashimoto 2003).
Untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan serangga pengunjung bunga
dengan jumlah bunga dilakukan penghitungan jumlah bunga pada empat titik di
setiap lokasi berukuran 1 m x 1 m di masing-masing lokasi pengamatan (Gambar
3). Bunga yang dihitung berupa bunga terbuka (Gambar 5). Penghitungan jumlah
bunga dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh serangga pengunjung
bunga (Vaissiére et al.2011).

Gambar 3 Petak contoh lahan pertanaman mentimun.

Gambar 4 Contoh serangga pengunjung bunga mentimun. (A) Diaphania indica
dan (B) Apis cerana

Gambar 5 Bunga tanaman mentimun. (A) jantan dan (B) betina

12
Pengambilan contoh produksi mentimun
Hubungan antara kelimpahan serangga pengunjung bunga dengan produksi
mentimun dilakukan dengan pengambilan buah mentimun pada empat titik di
setiap lokasi yang berukuran 1 m x 1 m (Gambar 3). Pengambilan buah dilakukan
pada empat pertanaman mentimun. Variabel yang diamati adalah jumlah buah,
berat buah, panjang buah, keliling buah, jumlah biji dan berat kering biji
(Vaissiére et al. 2011). Tanaman yang buahnya akan diambil dibiarkan dari awal
pembentukan buah sampai buah siap panen. Pemanenan buah dilakukan pada
umur tanaman 45 HST. Berat buah mentimun dihitung dengan menggunakan
timbangan. Pengukuran panjang buah dilakukan mulai dari pangkal buah hingga
ujung buah sedangkan untuk pengukuran keliling buah, dilakukan pada bagian
tengah buah mentimun dengan mengukur besar lingkaran buah mentimun,
pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan meteran. Penghitungan jumlah
biji dilakukan dengan membelah mentimun menjadi dua bagian kemudian biji
dipisahkan dari bagian daging buah mentimun. Selanjutnya, biji mentimun dari
setiap buah dihitung jumlahnya. Berat kering biji mentimun diperoleh dengan
mengurangi kadar air yang terkandung dalam biji. Biji mentimun dioven selama 5
jam pada suhu 60oC. Pengukuran berat kering biji dilakukan dengan
menggunakan timbangan digital.

Analisis Data
Jumlah serangga pengunjung bunga yang telah diidentifikasi kemudian
ditabulasikan ke dalam database dalam format Excel. Keanekaragaman serangga
pengunjung bunga ditunjukkan dengan nilai jumlah morfospesies pada masing
masing lanskap. Kelimpahan serangga pengunjung bunga pada penelitian ini tidak
menunjukkan kelimpahan dari populasi. Pada saat pengamatan serangga
pengunjung bunga yang aktif terbang akan memungkinkan terjadi penghitungan
dua kali sehingga kelimpahan individu menunjukkan frekuensi kunjungan. Untuk
melihat perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga
pada setiap tipe lanskap dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan General
Linier Model (GLM procedure), kemudian ditampilkan dalam boxplot. Analisis
yang digunakan untuk mengetahui kemiripan struktur serangga pengunjung bunga
pada tipe lanskap yang berbeda digunakan uji ANOSIM (Analysis of Similarity)
untuk mendapatkan nilai statistik koefisien perbedaan komposisi. Analisi tersebut
dilakukan dengan menggunakan software R Statistik (R-Development 2013).
Pengukuran parameter lanskap dianalisis menggunakan Fragstat spatial
pattern analysis program (McGarigal et al. 2014). Kemudian dilihat pengaruh
parameter lanskap terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga
pengunjung bunga. Selain itu dilihat juga korelasi antara jumlah bunga dan
produksi mentimun dengan kelimpahan serangga pengunjung bunga. Ketiga
analisis ini menggunakan uji korelasi dengan software R statistik (R-Development
2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakterisasi Lanskap pada Pertanaman Mentimun
Berdasarkan hasil analisis diketahui nilai parameter lanskap di setiap lokasi
penelitian (Tabel 3) yang kemudian nilai tersebut dikelompokan berdasarkan nilai
skor. Hasil pengelompokan lanskap pertanian dalam penelitian ini dibagi menjadi
4 tipe lanskap. Lokasi penelitian Mekar Jaya, Sindang Jaya, Sukaluyu dan Karang
Tengah termasuk ke dalam tipe lanskap sangat sederhana. Empat lokasi ini
dikelompokan berdasarkan nilai CA pepohonan yang berkisar antara 3.63-6.18 ha
dengan CA pertanian 31.99-51.72 ha. Untuk NumP pepohonan, pertanian,
keseluruhan dan perumahan berturut-turut berkisar antara 8-9, 16-22, 50-67 dan 821.
Tabel 3 Nilai parameter lanskap yang digunakan dalam pengelompokan tipe
lanskap pada 16 pertanaman mentimun
CA
Pepohonan (ha)

CA
Pertanian
(ha)

NumP
Pepohonan

Bantarjaya

19.95

37.01

19

76

125

21

238%

Benda

22.72

44.05

20

135

190

19

318%

Cibadak

20.27

41.56

12

60

105

24

207%

Cibanteng

27.74

28.44

9

52

95

20

216%

Cihideung

12.85

48.09

19

87

137

18

237%

Cikanyere

18.16

23.99

14

37

92

27

208%

Jamali

38.79

12.80

9

16

46

6

232%

3.63

50.65

8

16

50

21

107%

Kompa

13.67

53.81

19

23

72

24

202%

Laladon

4.98

53.83

16

63

130

36

208%

Mekarjaya

6.18

31.99

8

22

46

8

124%

Pabuaran

8.99

27.55

11

28

69

18

131%

25.54

41.21

9

77

117

25

211%

5.11

51.76

8

21

55

16

107%

14.63
4.34

27.78
51.72

8
9

29
18

67
58

20
21

163%
107%

Lokasi

Karangtengah

Petir
Sindangjaya
Situgede
Sukaluyu

NumP
Pertanian

NumP
keseluruhan

NumP
Perumahan

Persentase
pembobotan
tipe lanskap

Lokasi penelitian Pabuaran, Situgede, Cibadak, dan Kompa termasuk ke
dalam tipe lanskap sederhana. Keempat lokasi ini dikelompokan berdasarkan
nilai CA pepohonan yang berkisar antara 8.99-20.27 ha dengan CA pertanian
berkisar antara 27.55-53.81 ha. Parameter lanskap NumP pepohonan, pertanian,
keseluruhan dan perumahan berturut-turut berkisar antara 8-19, 23-60, 67-105 dan
18-24.
Lanskap kompleks terdiri dari Petir, Cibanteng, Laladon, dan Cikanyere.
Nilai parameter lanskap CA pepohonan dan pertanian berturut-turut berkisar
antara 18.16-27.74 ha dan 23.99-41.21ha. Parameter lanskap NumP pepohonan,
pertanian, keseluruhan dan perumahan berturut-turut berkisar antara 9-16, 37-77,

14
92-130 dan 25-36. Pada lanskap kompleks ini terdapat lokasi dengan nilai CA
pepohonan yang rendah (4.98 ha) dan CA pertanian yang tinggi (53.83 ha) yaitu
Laladon. Meskipun kedua parameter lanskap tersebut memiliki nilai yang relatif
sesuai untuk tipe lanskap sederhana namun untuk parameter lanskap NumP
pepohonan (16), pertanian (63), keselurahan (130) dan perumahan (36) tinggi
sehingga Laladon masuk ke dalam tipe lanskap kompleks.
Tipe lanskap sangat kompleks lokasi penelitiannya berada di Bantar Jaya,
Cihideung Udik, Jamali dan Benda. Parameter lanskap CA pertanian berkisar
antara 12.85-38.79 ha dan CA pertanian berkisar antara12.8-48.09 ha. Parameter
lanskap NumP pepohonan, pertanian, keseluruhan dan perumahan berturut-turut
berkisar antara 9-20, 16-135, 46-190 dan 6-21. Tipe lanskap sangat kompleks
rata-rata didominasi oleh habitat pepohonan dengan proporsi habitat pertanian
cenderung lebih sedikit. Untuk parameter lanskap NumP untuk semua tipe
penggunaan lahan relatif tinggi karena merupakan indikasi fragmentasi habitat.
Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata luasan habitat pepohonan,
jumlah patch pertanian dan jumlah patch keseluruhan antar tipe lanskap signifikan
(Tabel 4). Semakin kompleks lanskap maka ketiga parameter ini semakin tinggi.
Untuk habitat pertanian pada keempat tipe lanskap tidak signifikan hal ini
mengindikasikan bahwa lanskap yang diamati merupakan lanskap pertanian. Hasil
pengelompokan tipe lanskap menggambarkan tipe penggunaan lahan yang
terdapat di masing-masing pertanaman mentimun pada radius 500 m di keempat
tipe lanskap ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Digitasi struktur lanskap berdasarkan penggunaan lahan (land use)
pada empat tipe lanskap

15
Tabel 4

Nilai parameter lanskap berdasarkan penggunaan lahan (land-use)
pada keempat tipe lanskap
Tipe Lanskap (rata-rata±sd)

Parameter

Sangat
Sederhana

Sederhana

Kompleks

Sangat
Kompleks

CA pepohonan (ha)

04.80 ± 1.10

14.39 ± 04.63

019.10 ± 10.27

023.58 ± 10.96

CA pertanian (ha)

46.53 ± 9.71

37.68 ± 12.59

036.87 ± 13.46

NumP pepohonan

08.25 ± 0.50

12.50 ± 04.65

NumP pertanian

19.25 ± 2.75

NumP keseluruhan
NumP perumahan

F(3.12)

Nilai P

035.49 ± 15.80

4.161
0.587

0.031*
0.635

012.00 ± 03.56

016.75 ± 05.19

3.149

0.065

35.00 ± 16.87

057.25± 16.94

078.50 ± 48.91

3.608

0.046*

52.25 ± 5.31

78.25 ± 17.95

108.50 ± 18.16

124.50 ± 16.00

16.50 ± 6.14

21.50 ± 03.00

027.00 ±0 6.68

059.47 ± 06.78

3.912
3.078

0.036*
0.067

* beda nyata pada taraf 5%, **beda nyata pada taraf 1%

Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun
Sejumlah 188 morfospesies dari 75 famili, 10 ordo dengan 11 017 individu
serangga pengunjung bunga telah dikoleksi di empat tipe lanskap pada 16
pertanaman mentimun di empat Kabupaten/Kota di Jawa Barat dari Desember
2014 sampai Mei 2015. Di lanskap sangat sederhana (SS) ditemukan 2 719
individu serangga pengunjung bunga yang terdiri dari 71 morfospesies, 41 famili
dan 9 ordo. Lanskap sederhana (S) ditemukan 2 307 individu serangga
pengunjung bunga, dari 71 morfospesies, 40 famili dan 8 ordo. Sejumlah 3805
individu serangga pengunjung bunga yang terdiri dari 100 morfospesies, 45 famili
dan 7 ordo ditemukan di lanskap kompleks (K). Di lanskap sangat kompleks (SK)
ditemukan 7 ordo, 55 famili dan 117 morfospesies dengan jumlah individu 2 186
(Tabel 5).
Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) ditemukan 3 morfospesies yang
dominan di pertanaman mentimun yaitu Aphis sp. (17.67%) (Hemiptera:
Aphididae) yang ditemukan pada tipe lanskap sederhana, Tapinoma sp.1 (29.55%)
(Hymenoptera: Formicidae) yang ditemukan pada tipe lanskap kompleks dan
sangat sederhana, dan Thrips parvispinus (15.89%) (Thysanoptera: Thripidae)
yang ditem