Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian terhadap Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap Produksi Mentimun

PENGARUH KONDISI LAHAN PERTANIAN
TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PENYERBUK:
IMPLIKASI TERHADAP PRODUKSI MENTIMUN

BAYU AJI PAMUNGKAS

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kondisi
Lahan Pertanian terhadap Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap
Produksi Mentimun adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 2014
Bayu Aji Pamungkas
NIM A34090056

ABSTRAK
BAYU AJI PAMUNGKAS. Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian terhadap
Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap Produksi Mentimun
Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI.
Serangga penyerbuk berperan penting dalam penyerbukan berbagai jenis
tanaman, termasuk tanaman mentimun. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi mengenai pengaruh kondisi lahan pertanian terhadap
kelimpahan serangga penyerbuk serta mengetahui pengaruh kelimpahan serangga
penyerbuk terhadap produksi mentimun. Penelitian dilakukan pada enam lokasi
dengan jarak yang berbeda dari habitat alami. Tiga lokasi terkategori dekat
dengan habitat alami serangga penyerbuk, yaitu kurang dari 200 m. Tiga lokasi
berikutnya terkategori jauh dari habitat alami serangga penyerbuk dengan jarak
1000 m. Pengamatan kelimpahan serangga penyerbuk dilakukan dengan cara
menghitung jumlah serangga penyerbuk yang hinggap pada bunga sebanyak 100

unit bunga yang dilakukan pada empat titik yang berbeda. Penghitungan jumlah
serangga penyerbuk dilakukan pada empat waktu yang berbeda dan dilakukan
pada empat hari yang berbeda. Penghitungan parameter produksi mentimun
dilakukan dengan menghitung berat timun, jumlah biji, berat kering biji, panjang
buah dan lebar buah yang diambil pada empat titik yang berukuran 1 m x 1 m.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk dipengaruhi
oleh kondisi lahan pertanian, yaitu dengan keberadaan habitat alami dan semi
alami disekitar lahan pertanian. Kelimpahan serangga ditemukan paling tinggi
pada pagi dan sore hari, yaitu pukul 09.00, 11.00 dan pukul 15.00. Tidak ada
korelasi antara jumlah individu dengan produksi mentimun.
Kata kunci: habitat alami, kelimpahan, produksi mentimun, serangga penyerbuk.

ABSTRACT
BAYU AJI PAMUNGKAS. The Influences of Agricultural Land to Insect
Pollinator Abundance: Implication to Cucumber Production. Supervised by
DAMAYANTI BUCHORI.
Insect pollinators play an important role in pollination on various plants,
including cucumber. This research aims to study the influence of natural habitat
toward the abundance of insect pollinator and its effect on cucumber production.
This research was conducted at six locations with various distances to natural

habitat. Three locations were categorized as locations near natural habitat, i.e. less
than 200 m. The other three locations were categorized as locations far from
natural habitats, i.e. 1000 m. The observations of insect pollinator abundance were
conducted by counting the number of insect pollinator that perched on 100 units
flower in four different spots. The observations were conducted at four different
times. Several variables were observed, i.e. the weight of cucumber, amount of
seeds, dried weight of seeds, length and width of cucumber, on four different
subplots sized 1 m x 1 m. The results showed that the presence of natural and
seminatural habitats surrounding agricultural land, influence the abundance of
insect pollinators. Whereas time of the highest numbers of insects pollinating the
flower were at 9 am, 11 am and 3 pm. There is no correlation between the
numbers of individuals with cucumber production.
Keyword: abundance, cucumber production, insect pollinator, natural habitat.

©

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH KONDISI LAHAN PERTANIAN TERHADAP
KELIMPAHAN SERANGGA PENYERBUK: IMPLIKASI
TERHADAP PRODUKSI MENTIMUN

BAYU AJI PAMUNGKAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian terhadap Kelimpahan
Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap Produksi Mentimun
Nama
: Bayu Aji Pamungkas
NIM
: A34090056

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman


Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian terhadap Kelimpahan
Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap Produksi Mentimun
: Bayu Aji Pamungkas
セ。ュ@
: A34090056
NIM

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc.
Dosen Pembimbing

Tanggal Lulus:

,3 0 JAN 20 14

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, atas limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas
akhir yang berjudul “Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian terhadap Kelimpahan
Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap Produksi Mentimun”. Penelitian ini
dilaksanakan di Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Pengendalian Hayati,
Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor dari bulan April sampai
September 2013.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Sutarso, Mamak
Lasiyem, Mamas, Mba Ria dan Mas Danang yang selalu memberi semangat, doa
dan dukungan dalam belajar. Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc. selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan dan penjelasan
dalam penyelesaian tugas akhir; Dr. Efi Toding Tondok, SP., Msc selaku dosen
penguji tamu yang telah memberikan saran; Dr. Ir. Giyanto, MSc. selaku dosen
pembimbing akademik yang telah membimbing selama berkuliah di Departemen
Proteksi Tanaman, Keluarga Laboratorium Pengendalian Hayati Mas Jalu, Mba
Laras, Mba Adha, Mba Ratna, Mba Nika, Mba Manda, Mba Yane, Kak Kidung,
Dika, Winda, Cici, Mba Nita, Pak Ucup dan teman-teman angkatan 46 yang telah
memberikan motivasi dan dukungan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas
akhir ini. Oleh karena penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat untuk penulisan
skripsi yang sesungguhnya.
Bogor, 2014
Bayu Aji Pamungkas

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
BAHAN DAN METODE
3
Waktu dan Tempat Penelitian
3
Bahan dan Alat
3

Metode Penelitian
3
Penetuan Lokasi Penelitian
3
Budidaya Tanaman Mentimun dan Penentuan Titik
Pengambilan Contoh
4
Pengambilan Contoh Serangga Penyerbuk
4
Pengamatan Parameter Produsi Mentimun
5
Identifikasi Serangga Penyerbuk
5
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kelimpahan Serangga Pada Pertanaman Mentimun
6
Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian

7
Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Pengaruh Waktu Pengamatan
8
Hubungan Kelimpahan Serangga Penyerbuk dengan Produksi Mentimun 9
SIMPULAN DAN SARAN
11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
13

DAFTAR TABEL
1
2
3
4


Lokasi, pemilik serta luas lahan penelitian
Kelimpahan serangga pada pertanaman mentimun
Vegetasi yang ditemukan disekitar lahan mentimun
Produksi mentimun pada lokasi yang jauh dari habitat alami (J) dekat
dengan habitat alami (D)
5 Pearson Korelasi antara jumlah individu Famili Apidae (log) dengan
produksi mentimun (log)

4
6
8
10
10

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di kabupaten bogor, jawa barat
3
2 Budidaya mentimun, titik pengamatan kelimpahan serangga
penyerbuk dan produksi mentimun
8
3 Jumlah spesies serangga yang terdapat pada lokasi yang jauh dari
habitat alami dan yang dekat dengan habitat alami, dan yang
terdapat pada kedua lokasi
7
4 Jumlah individu serangga penyerbuk utama dengan serangga
penyerbuk lainnya pada lokasi dekat dengan habitat alami (D)
dan jauh dari habitat alami (J)
8
5 (a) Perbandingan jumlah individu serangga penyerbuk pada waktu
pengamatan yang berbeda pada lokasi yang jauh dari habitat alami (J),
dihubungkan dengan garis rata-rata (F1,10=22.15, P=0.186),
(b) Perbandingan jumlah individu serangga penyerbuk pada waktu
pengamatan yang berbeda pada lokasi yang dekat dengan habitat alami (D),
dihubungkan dengan garis rata-rata (F1,10=22.15, P=0.0008)
10
6 Korelasi antara kelimpahan Apidae dengan jumlah biji
12
7 Korelasi antara kelimpahan Apidae dengan panjang mentimun
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kondisi lahan pertanaman mentimun yang diamati
2 Beberapa serangga penyerbuk dari Famili Apidae yang ditemukan
di lapangan
3 Kelimpahan serangga yang didapatkan pada pertanaman mentimun

17
18
19

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Serangga penyerbuk merupakan bagian yang penting di suatu ekosistem.
Kevan (1999) melaporkan bahwa serangga penyerbuk adalah faktor utama yang
menentukan produksi pertanian. Keberadaan serangga penyerbuk mempengaruhi
ketersediaan pangan bagi penduduk di dunia (Kearns et al. 1998). Menurut Gallai
et al. (2009) nilai ekonomi polinasi di seluruh dunia mencapai Rp. 2 470 triliun
(153 milyar Euro)/tahun, yang setara dengan 9.5 % nilai produksi pertanian untuk
mencukupi kebutuhan makan manusia di tahun 2005. Lebih lanjut, Gallai et al.
(2009) melaporkan bahwa di Amerika, lebah dapat membantu penyerbukan lebih
dari 130 spesies tanaman pertanian dengan nilai ekonomi mencapai 147.3 triliyun
rupiah/tahun. Apituley et al. (2012) menyatakan bahwa kehadiran serangga
penyerbuk pada tanaman juga dapat membantu proses penyerbukan silang dan
dapat meningkatkan produksi tanaman.
Kondisi lahan pertanian telah diketahui dapat memberikan pengaruh
terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk, salah satunya
adalah keberadaan habitat alami. Menurut FAO (2011) habitat alami merupakan
area yang memiliki luasan minimal 5000 m2 serta didalamnya terdiri dari berbagai
jenis tanaman tahunan yang tidak dimanfaatkan oleh petani untuk lahan pertanian.
Beberapa tipe habitat alami adalah hutan, padang rumput, semak belukar dan
habitat semi alami. Proporsi dan keanekaragaman tipe habitat menjadi faktor
penting bagi keberadaan serangga penyerbuk (Steffan-Dewenter dan Tscharntke
1999). Nurtjahjaningsih et al. (2012) menyatakan bahwa kelimpahan serangga
penyerbuk memiliki perbedaan di setiap lokasi tergantung pada kondisi
pertanaman, sistem budidaya, ketinggian lokasi dan bentuk bentang alam. SteffanDewenter et al. (2002) juga menyatakan bahwa fragmentasi habitat menyebabkan
menurunnya jumlah spesies (spesies richness) dan kelimpahan individu
(abundance).
Hasil studi yang dilakukan oleh Klein et al. (2002) menyatakan bahwa
serangga penyerbuk memiliki kelimpahan yang lebih tinggi pada lokasi yang
dekat dengan hutan daripada lokasi yang jauh dari hutan. Selanjutnya Klein et al.
(2003) melaporkan bahwa jumlah spesies lebah sosial berkurang seiring dengan
bertambahnya jarak dari hutan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Steffan-Dewenter et al. (2002) yaitu kelimpahan Bumble bees
semakin rendah dengan meningkatnya jarak dari habitat alami.
Kelimpahan serangga penyerbuk di dalam habitat alami akan berpengaruh
terhadap komposisi serangga penyerbuk di ekosistem sekitarnya, hal ini berkaitan
dengan aktifitas pencarian makan (foraging). Habitat alami dengan
keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dapat mencukupi kebutuhan serangga
penyerbuk akan kebutuhan nektar dan serbuk sari, serta dapat dijadikan sebagai
tempat berlindung saat terjadi keadaan yang tidak menguntungkan (Thomas dan
Marshall 1999).
Kelimpahan serangga penyerbuk di daerah tropis (Indonesia) dipengaruhi
oleh kondisi habitat dan waktu (musim), selain itu penggunaan herbisida serta
pestisida juga berpengaruh negatif terhadap kelimpahan serangga penyerbuk
(Sahari et al. 2010; Kremen et al. (2002). Klein et al. (2003) melaporkan bahwa

2
di daerah tropis, jarak terdekat dengan hutan memberi dampak terhadap
kelimpahan serangga penyerbuk. Kunjungan serangga penyerbuk pada masingmasing jenis tanaman tergantung pada ketersediaan nektar dan morfologi bunga.
Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Rianti (2009) yang menyatakan
peningkatan populasi serangga penyerbuk dipengaruhi oleh tingginya ketersediaan
nektar dan serbuksari.
Serangga penyerbuk sangat penting bagi proses penyerbukan pada berbagai
jenis tanaman hortikultura, salah satunya adalah tanaman mentimun (Liferdi
2008). Tanaman mentimun termasuk tanaman berumah satu, artinya bunga jantan
dan betina letaknya terpisah, tetapi masih dalam satu tanaman. Hal inilah yang
menyebabkan diperlukannya peranan serangga penyerbuk dalam proses
penyerbukan tanaman mentimun, karena mentimun merupakan tanaman yang
tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri. Mentimun menjadi model tanaman
yang tepat untuk menarik serangga penyerbuk. Hal ini dikarenakan bunga
mentimun memiliki warna kuning bila sudah mekar (Sumpena 2001).
Liferdi (2008) menyatakan bahwa proses penyerbukan oleh serangga
penyerbuk merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam
sistem budidaya tanaman untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Di
Indonesia penelitian yang berhubungan dengan adanya keterkaitan antara
pengaruh kondisi lahan pertanian dengan kelimpahan serangga penyerbuk serta
pengaruh serangga penyerbuk terhadap produksi pertanian masih sangat terbatas.
Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh
kondisi lahan pertanian terhadap kelimpahan serangga penyerbuk serta
mengetahui pengaruh kelimpahan serangga penyerbuk terhadap produksi
mentimun.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi kelimpahan serangga penyerbuk, serta
pengaruh kondisi lahan pertanian terhadap proses penyerbukan yang dilakukan
oleh serangga penyerbuk.

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan April hingga September 2013. Pengamatan
dilakukan pada enam lokasi pertanaman mentimun di Kabupaten Bogor (Gambar
1), sedangkan identifikasi serangga penyerbuk dan penghitungan produksi
mentimun dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

J2

D3
J1
D2

J3

D1

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, sedangkan
alat yang digunakan diantaranya kamera digital, alat tulis, GPS (Global Position
System), tabung eppendorf, mikroskop stereo, penghitung tangan (hand counter),
plastik, botol film dan buku identifikasi.
Metode Penelitian
Penentuan Lokasi Penelitian
Kriteria pemilihan kondisi lahan dibedakan berdasarkan jarak lahan dengan
habitat alami. Tabel 1 menunjukkan enam lokasi dengan tiga lokasi terkategori
memiliki jarak dekat dengan habitat alami (D) yaitu sekitar 1000 m.
Jarak antar lokasi pengamatan yang satu dengan lokasi pengamatan lainnya adalah
sekitar 1500 m. Habitat alami dalam hal ini adalah area yang memiliki luasan
minimal 5000 m serta didalamnya terdapat berbagai jenis tanaman tahunan yang
tidak dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (FAO 2011).

4
Tabel 1 Lokasi, pemilik serta luas lahan penelitian
Lokasi
Desa
Pemilik lahan
J1
Semplak Barat
Pak Mulya
J2
Tegal
Pak Abdulloh
J3
Cibatok
Pak Ages
D1
Cihideng Udik
Pak Kosasih
D2
Benteng
Pak Suhanda
D3
Mekar Wangi
Pak Madi

Luas lahan
47 m x 50 m
25 m x 50 m
25 m x 75 m
26 m x 52 m
50 m x 57 m
25 m x 52 m

Keterangan : J (jauh dari habitat alami), D (dekat dengan habitat alami)

Budidaya Tanaman Mentimun dan Penentuan Titik Pengambilan contoh
Luasan lahan untuk satu lokasi pengamatan adalah 50 m x 25 m (Gambar 2).
Budidaya tanaman mentimun terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: pengolahan
tanah, pemberian pupuk kandang, penanaman, pemasangan ajir serta dilakukan
perawatan tanaman. Jarak tanaman mentimun yang diterapkan pada lokasi
pengamatan adalah 0.6 m x 0.6 m. Biji mentimun ditanam di setiap bedengan
dengan ukuran panjang 0.1 m – 0.2 m, lebar 1 m – 1.2 m dan tinggi 0.4 m.
Pengamatan kelimpahan serangga penyerbuk dilakukan di empat titik pada
setiap lokasinya, dimana untuk setiap pengamatannya dilakukan pada titik yang
berwarna hijau, sedangkan untuk mengetahui produksinya digunakan titik yang
berwarna kuning. Demikian Layout penempatan titik pengamatan kelimpahan
serangga penyerbuk serta penempatan titik pengambilan contoh produksi
mentimun.
Panjang 50 m

Gambar 2 Budidaya mentimun, titik pengamatan kelimpahan serangga penyerbuk
dan produksi mentimun
Pengambilan Contoh Serangga Penyerbuk
Pengamatan dan pengambilan contoh serangga penyerbuk pada setiap lokasi
dilakukan dengan cara transek lurus secara bersamaan pada masing-masing
titiknya. Pada masing-masing titik tersebut dilakukan penghitungan jumlah
serangga penyerbuk yang hinggap pada bunga yang sudah mekar dengan
menggunakan handcounter pada tangan kiri, serta penghitungan jumlah unit
bunga yang diamati dengan menggunakan handcounter pada tangan kanan.

5
Jumlah unit bunga yang diamati adalah 100 unit bunga, sedangkan koleksi
serangga dilakukan dengan cara menangkap serangga yang hinggap pada bunga
mentimun dengan plastik. Pengamatan pada satu titik penelitian dilakukan pada
empat hari yang berbeda dengan empat waktu yang berbeda pula yaitu pukul
09.00, 11.00, 13.00 dan pukul 15.00.
Pengamatan Parameter Produksi Mentimun
Untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan serangga penyerbuk dengan
produksi mentimun dilakukan pengambilan buah mentimun pada empat titik
dimana setiap titik memiliki ukuran 1 m x 1 m. Kemudian dilakukan
penghitungan dan pengukuran jumlah buah, berat buah, panjang buah, jumlah biji
dan berat biji kering.
Identifikasi Serangga Penyerbuk
Serangga koleksi yang diperoleh dari lapangan diidentifikasi di
laboratorium dengan menggunakan buku The Insects of Australia, Hymenoptera
of the world: An identification guide to Families dan www.planthealthaustralia.
com.au.
Analisis Data
Untuk mengetahui perbedaan produksi mentimun pada kedua lokasi
dilakukan analisis uji t dengan menggunakan Microsoft Excel 2010, sedangkan
untuk mengetahui hubungan antara jumlah individu serangga penyerbuk dengan
jumlah biji dan panjang mentimun diuji dengan Korelasi Pearson menggunakan
MINITAB® Release 14.12.0. Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk
gambar dan tabel.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelimpahan Serangga pada Pertanaman Mentimun
Jumlah serangga total yang didapatkan sebanyak 705 individu, yang terdiri
dari enam ordo dengan 23 famili (Tabel 2). Kelompok serangga yang ditemukan
adalah kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), kepik (Hemiptera), lebah dan semut
(Hymenoptera), ngengat dan kupu-kupu (Lepidoptera) serta trips (Thysanoptera).
Kelimpahan serangga tertinggi ditemukan pada Famili Apidae yaitu sebanyak 245
individu dan Famili Formicidae sebanyak 158 individu. Dominasi Famili Apidae
dalam studi ini karena Apidae merupakan kelompok serangga penyerbuk yang
efektif dalam proses penyerbukan pada banyak spesies tanaman (Apituley et al.
2012), ukuran tubuhnya yang relatif kecil, memiliki banyak rambut d itubuhnya,
memiliki probosis yang panjang serta mempunyai korbikula (pollen basket) pada
permukaan luar tibia tungkai belakang yang berfungsi sebagai pengangkut serbuk
sari Gulland dan Cranston (2005).
Tabel 2 Kelimpahan serangga pada pertanaman mentimun
D
J
Peranan Serangga
Ordo
Famili
Dewasa
S N S
N
Coleoptera
Chrysomelidae
3 41 3
25 Herbivora
Coccinellidae
3 14 0
0 Predator/ Herbivora
Elateridae
0
0
1
1 Herbivora
Nitidulidae
0
0
1
5 Herbivora
Diptera
Drosophilidae
1
2
1
12 Herbivora
Tephritidae
1
1
1
1 Herbivora
Diptera
1
1
0
0 Belum diketahui
Syrphidae
1 12 1
6 Penyerbuk
Hemiptera
Cicadelidae
1
6
0
0 Herbivora
Coreidae
0
0
1
1 Predator
Pentatomidae
1 18 2
8 Herbivora
Hymenoptera Apidae
4 62 4 183 Penyerbuk
Formicidae
7 68 7
90 Predator dan Penyerbuk
Scelionidae
1
2
0
0 Parasitoid
Tiphiidae
0
0
1
4 Predator dan Penyerbuk
Trichogramatidae 1 15 1
8 Parasitoid
Hymenoptera
5 41 3
19 Belum diketahui
Lepidoptera Hesperiidae
2
2
0
0 Penyerbuk
Noctuidae
1
9
0
0 Penyerbuk
Nymphalidae
1
6
0
0 Penyerbuk
Pieridae
0
0
1
3 Penyerbuk
Pyralidae
1
7
1
5 Penyerbuk
Thysanoptera Thysanoptera
1
4
1
23 Herbivora
Total
36 311 30 394
Keterangan: D: dekat dari habitat alami, J: jauh dari habitat alami, S: jumlah spesies, N: jumlah
individu, peranan setiap famili berdasarkan The Insects of Australia, Hymenoptera of
the world: An identification guide to Families

7
Jumlah spesies serangga yang didapatkan pada lokasi yang dekat dengan
habitat alami adalah 20 spesies, pada lokasi yang jauh dari habitat alami adalah 14
spesies, sedangkan jumlah spesies serangga yang didapatkan pada kedua lokasi
adalah 16 spesies. Kelimpahan serangga yang diperoleh pada saat pengambilan
contoh di lapangan sangat beragam, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain ketersediaan makanan dan tempat tinggal (Jumar 2000). Adapun faktor
lainnya yang mempengaruhi adalah warna dan bentuk bunga, kadar gula, serta
faktor abiotik lainnya seperti lingkungan, suhu, intensitas cahaya matahari dan
tipe suatu lanskap pertanian yang dapat mempengaruhi tingginya keragaman
serangga penyerbuk pada bunga (Faheem et al. 2004; Hoehn et al. 2008).
Jauh

Dekat

20

16

14

Gambar 3 Jumlah spesies serangga yang terdapat pada lokasi yang jauh dari
habitat alami dan yang dekat dengan habitat alami, dan yang terdapat
pada kedua lokasi penelitian
Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian
Kelimpahan serangga penyerbuk yang diperoleh dari lapangan
menunjukkan bahwa serangga yang paling banyak ditemukan adalah Famili
Apidae dengan spesies Apis mellifera, Apis cerana, Xylocopa confusa dan
Xylocopa sp.1. Tingginya Famili Apidae yang ditemukan di lapangan dikarenakan
serangga ini merupakan penyerbuk yang efektif dalam membantu proses
penyerbukan tanaman. Famili Apidae memiliki beberapa sifat diantaranya aktif
dalam mengumpulkan serbuk sari dan nektar, serta memiliki banyak rambut yang
dapat membantu mengumpulkan serbuk sari (Atmowidi et al. 2007). Kondisi
lahan pertanian berpengaruh terhadap keberadaan Apidae. Hal ini terutama jika
dilihat dari jarak terhadap habitat alami (t=2.43, P=0.03). Keberadaan habitat
alami berpengaruh terhadap kelimpahan serangga penyerbuk dari Famili Apidae
dan penyerbuk lainnya seperti Syrpidae, Hesperiidae, Nymphalidae, Noctuidae,
Pyralidae dan Pieridae (t=2.39, P=0.04). Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh dapat dilihat bahwa kelimpahan serangga penyerbuk pada lokasi yang
jauh dari habitat alami lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi yang dekat dengan
habitat alami (Gambar 4). Hasil ini tidak sesuai dengan studi yang dilakukan oleh
Klein et al. (2002) yang melaporkan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk pada
lokasi yang jauh dari habitat alami lebih rendah dibandingkan dengan lokasi yang
dekat dengan habitat alami.

8
Perbedaan hasil penelitian yang didapat dengan studi Klein et al. (2002) dapat

diduga terjadi karena ditemukannya habitat semi alami pada lokasi pengambilan
contoh yang jauh dari habitat alami. Selain habitat alami ada faktor lain yang
dapat berperan dalam peningkatan jumlah individu serangga penyerbuk
diantaranya habitat semi alami. Atmowidi et al. (2007) menyatakan bahwa habitat
semi alami dapat bertindak sebagai penyumbang makanan bagi serangga
penyerbuk, sehingga tidak mengherankan jika di lokasi yang jauh dari habitat
alami justru ditemukan jumlah individu serangga penyerbuk yang tinggi
dibanding yang dekat dengan habitat alami. Selain habitat semi alami, ada atau
tidaknya sarang disekitar lokasi pengamatan juga dapat menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi kelimpahan serangga penyerbuk di suatu lokasi pengamatan.
(Khairiah et al. 2012) menyatakan bahwa serangga umumnya terbang tidak terlalu
jauh dari sarangnya pada saat mencari makan, misalnya A. cerana. Serangga
penyerbuk ini cenderung mengunjungi jenis tanaman berbunga yang paling dekat
dengan sarangnya.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kelimpahan serangga
penyerbuk tidak hanya dipengaruhi oleh keberadaan habitat alami saja, namun
juga dipengaruhi oleh adanya keberadaan habitat semi alami yang ada disekitar
lahan pertanian.
140
120

Jumlah individu

100
80
60
40
20
0
Jarak
D J
D J
D J
D J
D J
Spesies A. cerana
A. cerana A. mellifera
A. mellifera X. confusa
X. confusaXylocopa
Xylocopa
sp.1 Penyerbuk
Penyerbuk lain
sp.1
lain

Gambar 4 Jumlah individu serangga penyerbuk utama dengan serangga
penyerbuk lainnya pada lokasi dekat dengan habitat alami (D) dan jauh
dari habitat alami (J)
Adapun faktor lain yang menyebabkan tingginya kelimpahan serangga
penyerbuk pada lokasi yang jauh dari habitat alami selain yang telah disebutkan di
atas adalah karena adanya pertanaman lain yang ada disekitar pertanaman
mentimun yang diamati. Pada lokasi yang dekat dengan habitat alami terdapat
berbagai jenis tanaman berbunga seperti tanaman jagung, tanaman ubi jalar dan
tanaman kacang panjang (Tabel 3), hal ini dapat menyebabkan kunjungan
serangga penyerbuk untuk melakukan aktifitas penyerbukan tanaman mentimun

9
menjadi berkurang. Berbeda halnya dengan lokasi yang dekat dengan habitat
alami, pada lokasi yang jauh dari habitat alami tidak ada tanaman berbunga di
sekitar pertanaman mentimun yang di amati, hanya terdapat beberapa jenis pohon
tahunan seperti pohon mangga dan pohon rambutan (Tabel 3). Keadaan ini dapat
mempengaruhi tingginya jumlah kunjungan serangga penyerbuk pada lokasi yang
jauh dari habitat alami. Hasil ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Liferdi
(2008) yang menyatakan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi kunjungan
serangga penyerbuk pada tanaman mentimun adalah adanya keanekaragaman
tanaman berbunga di sekitar tanaman mentimun, seperti tanaman hortikultura,
perkebunan, kehutanan dan rumput yang merupakan sumber pakan serta
menghasilkan nektar dan serbuk sari bagi serangga penyerbuk. Selain itu, struktur
habitat juga berpengaruh terhadap pencarian makan serangga penyerbuk. Jumlah
kunjungan serangga penyerbuk pada bunga di struktur habitat yang sederhana
lebih tinggi dibandingkan dengan struktur habitat yang lebih kompleks (SteffanDewenter dan Tscharntke 1999).
Tabel 3 Vegetasi yang ditemukan disekitar lahan mentimun
Nama lokal
Nama ilmiah
Jauh
Kacang panjang Vigna unguiculata
Paria
Momordica charantia
Ubi jalar
Ipomoea batatas
+
Padi
Oryza sativa
Jagung
Zea mays
+
Kedelai
Glycine soja
Ubi kayu
Manihot esculenta
+
Bambu
Kelapa
Cocos nucifera
Mangga
Magnifera indica
+
Jambu biji
Psidium guajava
+
Jati
Tectona grandis
+
Cabai
Capsicum annuum
+

Dekat
+*
+*
+
+
+*
+
+
+
+
+
+
-

Keterangan: -(tidak ada), +*(ada dan berbunga), +(ada tidak berbunga) pada saat pengambilan
contoh

Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Pengaruh Waktu Pengamatan
Kelimpahan serangga penyerbuk disuatu habitat berkaitan dengan dengan
sumber pakan terutama serbuk sari dan nektar, serta faktor lingkungan.
Berdasarkan data yang tersaji pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa perbandingan
jumlah individu serangga penyerbuk pada lokasi yang jauh dari habitat alami dan
dekat dari habitat alami tidak berbeda nyata (F1,23=0.96, P=0.34). Namun, jika
dilihat berdasarkan pola sebaran datanya waktu mempengaruhi kelimpahan
serangga penyerbuk pada saat pengamatan, baik lokasi yang dekat dengan habitat
alami maupun yang jauh dengan habitat alami. Hal ini dapat dilihat dari tingginya
jumlah individu yang ditemukan pada pagi dan sore hari yaitu pukul 09.00, 11.00
dan 15.00. Menurut Atmowidi et al. (2008) dan Wallace et al. (2002) kekayaan
spesies serangga penyerbuk meningkat dari pukul 07.30, kekayaan spesies
tertinggi terjadi pada pukul 10.30 dan kemudian akan menurun pada siang hari.
Jumlah serbuk sari dan ketersediaan nektar yang tinggi pada pagi hari merupakan

10
faktor penarik bagi serangga penyerbuk. Kondisi lingkungan yang optimal di pagi
hari yaitu dengan rerata suhu 22oC, kelembaban 63 % dan intensitas cahaya 5900
lux juga merupakan faktor lainya yang menyebabkan tingginya serangga
penyerbuk pada pagi hari (Atmowidi et al. 2007; Klein et al. 2002).
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
waktu yang efektif bagi serangga penyerbuk dalam melakukan kegiatan
penyerbukan tanaman mentimun adalah pagi dan sore hari (Gambar 5). Serangga
mempunyai mekanisme fisiologis yang dikenal sebagai jam biologis (Apituley et
al. 2012). Jam biologis ini berkaitan dengan kemampuan serangga dalam
menentukan waktu untuk melakukan aktivitas dan istirahat. Menurut Jumar
(2000) aktifitas serangga penyerbuk akan tinggi pada suhu tertentu, namun pada
suhu lain akan berkurang atau mengalami penurunan. Salah satu serangga
serangga penyerbuk yang aktif pada pagi hari adalah spesies X. confusa (Hoehn et
al. 2008).
70

70

(a)

60

50
Jumlah individu

50
Jumlah individu

(b)

60

40
30

40
30

20

20

10

10

9

11

13
Jam

15

9

11

13

15

Jam

Gambar 5 (a) Perbandingan jumlah individu serangga penyerbuk pada waktu
pengamatan yang berbeda pada lokasi yang jauh dari habitat alami (J),
dihubungkan dengan garis rata-rata (F1,10=22.15, P=0.186), (b)
Perbandingan jumlah individu serangga penyerbuk pada waktu
pengamatan yang berbeda pada lokasi yang dekat dengan habitat
alami (D), dihubungkan dengan garis rata-rata (F1,10=22.15,
P=0.0008)
Hubungan Kelimpahan Serangga Penyerbuk dengan Produksi Mentimun
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4 tampak bahwa rata-rata
produksi mentimun baik untuk berat mentimun, berat kering biji, panjang buah
dan lebar buah pada lokasi jauh dari habitat alami (J) lebih tinggi produksinya
dibanding dengan yang dekat dengan habitat alami (D), namun untuk jumlah biji
rataan yang diperoleh lebih tinggi pada lokasi yang dekat dengan habitat alami
dibandingkan dengan lokasi yang jauh dari habitat alami. Namun demikian,
produktivitas mentimun antara lokasi yang dekat dengan habitat alami dan jauh
dari habitat alami tidak berbeda nyata (Tabel 4).
Dalam protokol yang disusun oleh (FAO 2011) dinyatakan bahwa
penyerbukan yang efektif dapat dipengaruhi oleh waktu, penerimaan stigma dan
penuaan bakal biji. Jika serangga penyerbuk melakukan aktifitas penyerbukan di

11
luar periode waktu penyerbukan yang efektif, maka akan terjadi gangguan pada
saat peletakan serbuk sari kedalam stigma (kepala putik) dan produksi serbuk sari
tidak mencukupi. Hal ini berarti, waktu penyerbukan dapat mempengaruhi
produksi mentimun. Serangga penyerbuk harus melakukan penyerbukan secara
teratur dalam aktifitas penyerbukan tanaman untuk meningkatkan hasil produksi
(Wallace et al. 2002). Lebih lanjut, Atmowidi et al. (2007) menyatakan bahwa
bunga umumnya memerlukan lebih dari satu kunjungan serangga penyerbuk
untuk memenuhi kebutuhan dalam pembentukan biji yang optimal
Tabel 4 Produksi mentimun pada lokasi jauh dari habitat alami (J) dan dekat
dengan habitat alami (D)
Beda nyata
Produksi
J( ̅ ±sd)
D( ̅ ±sd)
Berat mentimun (g)
283.4±45.0
255.4±38.7
t=1.81, P=0.11
Lebar buah (cm)
6.2±0.2
5.4±0.3
t=3.02, P=0.01
Panjang buah (cm)
21.2±1.2
19.5±1.3
t=1.32, P=0.21
Jumlah biji
199.46±13.04
200.66±26.67
t=0.05, P=0.48
Berat kering biji (g)
3.3±1.1
3.0±0.4
t=0.73, P=0.47
Keterangan: ̅ ±sd (rataan produksi±standar deviasi), t (uji t), P (nilai probabilitas)

Untuk mengetahui korelasi antara jumlah individu serangga penyerbuk
dengan produksi mentimun maka dilakukan pengujian matrik korelasi pada
variabel-variabel produksi mentimun baik untuk berat mentimun, lebar buah,
panjang buah, jumlah biji maupun berat kering biji. Berdasarkan hasil uji matrik
korelasi yang dilakukan diperoleh data yang menunjukkan adanya hubungan
adalah jumlah biji dan panjang buah, sehingga dilakukan analisis korelasi antara
jumlah individu serangga penyerbuk dengan jumlah biji dan panjang buah (Tabel
5).
Berdasarkan hasil analisis korelasi yang dilakukan antara jumlah individu
serangga penyerbuk dengan jumlah biji dan panjang buah diperoleh hasil yang
menunjukkan tidak adanya korelasi antara spesies A. mellifera, A. cerana, X.
confusa, Xylocopa sp.1 dan Famili Apidae total dengan jumlah biji dan panjang
buah (Tabel 5, Gambar 6 dan 7). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan studi
yang dilaporkan oleh Gingras et al. (1999) yang menyatakan bahwa jumlah
kunjungan lebah berpengaruh terhadap buah mentimun yang dihasilkan. Tanaman
yang dikunjungi lebah menghasilkan buah tiga kali lebih banyak dibandingkan
dari tanaman yang tidak dikunjungi lebah. Kunjungan lebah sebanyak enam kali
meningkatkan lebih dari 50 % buah, sedangkan kunjungan kurang dari satu kali
menyebabkan tanaman menghasilkan sedikit buah.
Tabel 5 Pearson Korelasi antara jumlah individu Famili Apidae (log) dengan
produksi mentimun (log)
Spesies
Jumlah biji (log)
Panjang buah (log)
Apidae total
r=-0.38; P=0.46
r=0.78; P=0.07
A. mellifera
r=0.00; P=0.99
r=0.27; P=0.61
A. cerana
r=-0.50; P=0.31
r=0.08; P=0.89
X. confusa
r=-0.44; P=0.38
r=0.16; P=0.76
Xylocopa sp.1
r=0.14; P=0.80
r=0.43; P=0.40
Keterangan: r (pearson korelasi), P (nilai probabilitas)

12
3.95

Variable
Jumlah biji Jauh * Total Apidae Jauh
Jumlah biji Dekat * Total Apidae Dekat

3.90

Jumlah biji

3.85
3.80
3.75
3.70
3.65
3.60
1.6

1.8

2.0

2.2

2.4

2.6

2.8

3.0

3.2

Kelimpahan Apidae

Gambar 6 Korelasi antara kelimpahan Apidae dengan jumlah biji
2.55

Variable
Panjang buah Jauh * Total Apidae Jauh
Panjang buah Dekat * Total Apidae Dekat

2.50

Panjang buah

2.45
2.40
2.35
2.30
2.25
2.20
1.6

1.8

2.0

2.2

2.4

2.6

2.8

3.0

3.2

Kelimpahan Apidae

Gambar 7 Korelasi antara kelimpahan Apidae dengan panjang mentimun
Perbedaan hasil penelitian yang diperoleh dapat diduga dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain kurangnya jumlah unit bunga yang diamati pada saat
melakukan pengamatan kelimpahan serangga penyerbuk, sehingga data yang
didapatkan tidak dapat digunakan untuk melihat hubungan antara jumlah serangga
penyerbuk dengan produksi mentimun. Faktor lainnya adalah banyaknya jumlah
kombinasi individu dalam melakukan aktifitas penyerbukan tanaman. Hoehn et al.
(2008) menyatakan bahwa semakin tinggi jumlah kombinasi individu serangga
penyerbuk dalam aktifitas penyerbukan tanaman berpengaruh positif terhadap
jumlah produksi biji, seperti Ordo Lepidoptera, Coleoptera, Diptera, Thysanoptera
dan Hemiptera. Klein et al. (2003) juga melaporkan bahwa kombinasi beberapa
serangga penyerbuk dengan spesies berbeda dalam perilaku mengunjungi bunga
lebih penting untuk produksi buah lebih tinggi daripada hanya kelimpahan
serangga penyerbuk.

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi lahan pertanian terutama
keberadaan habitat alami dan semi alami berpengaruh terhadap kelimpahan
serangga penyerbuk. Kelimpahan serangga penyerbuk tinggi pada lokasi yang
jauh dari habitat alami dibandingkan dengan lokasi yang dekat dengan habitat
alami. Kelimpahan serangga penyerbuk tinggi pada waktu pagi dan sore hari,
yaitu pukul 09.00, 11.00 dan 15.00. Tidak ada korelasi antara jumlah individu
penyerbuk dengan produksi mentimun.
Saran
Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk mendapatkan informasi
mengenai preferensi dan spesifikasi serangga penyerbuk terhadap produktivitas
tanaman, faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberadaan serangga penyerbuk
pada suatu lahan pertanian serta pengaruh komposisi vegetasi sekitar tanaman
terhadap kelimpahan serangga penyerbuk pada pertanaman mentimun.

14

DAFTAR PUSTAKA
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2011. Protocol to detect and assess
pollination deficits in crops: a hand book for its use. Roma (IT) Food and
Agriculture Organization.
Atmowidi T, Buchori D, Manuwoto S, Suryobroto B, Hidayat P. 2007. Diversity
of pollinator insects in relation of seed set of Mustard (Brassica rapa L.:
Cruciferae). HAYATI Journal of Biosciences. 4(14):155-161.
Atmowidi T, Riyanti P, Sutrisna A. 2008. Pollination effectiveness of Apis cerana
Fabricus and Apis mellifera Linnaeus (Hymenoptera: Apidae) in Jatropha
curcas L. (Euphorbiaceae). BIOTROPIA. 15(2):129-134.
Apituley FL, Leksono AS, Yanuwiadi B. 2012. Kajian Komposisi Serangga
Serangga penyerbuk Tanaman Apel (Malus Sylvestris Mill) Di Desa
Poncokusumo Kabupaten Malang. Kajian Komposisi Serangga. Hlm 85-96.
Faheem M, Aslam M, Razaq M. 2004. Pollination ecology with special reference
to insects a review. Journal of Research Science.15(4):395-409.
Gallai N, Salles JM, Settele J, Vaissière BE. 2009. Economic valuation of the
vulnerability of world agriculture confronted with pollinator decline.
Ecological economics. 68(3):810-821.
Gingras D, Gingras J, Oliveira D. 1999. Visit of honey bees (Hymenoptera:
Apidae) and their effects on cucumber yields in the fields. Journal of
Economics Entomology. 92:435-438.
Goulet H, Huber JT, editor. 1993. Hymenoptera Of The World: An Identification
Guide To Families. Canada: Agriculture Canada Publication.
Gulland PJ, Cranston PS. 2005. The Insect: An Outline of Entomology. Ed ke-3.
London: Blackwell Science, 505 pp.
Hoehn P, Tscharntke T, Yylianakis JM, Steffan-Deweneter I. 2008. Functional
group diversity of bee pollinators increases crop yield. Proceedings of The
Royal Society of London B. 275:2283-2291.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta.
Kevan PG. 1999. Pollinators as bioindicators of the state of the environment:
species, activity and diversity. Agriculture Ecosystems and Environment.
74:373-393.
Kearns CA, Inouye DW, Waser NM. 1998. Endangered mutualisms: the
conservation of plant pollinator interactions. Annual Review of Ecology and
Systematics. 29:83-112.
Khariah N, Dahelmi, Syamsuardi. 2012. Jenis-jenis serangga pengunjung bunga
pacar air (Impatiens balsamina Linn.: Balsaminaceae). Jurnal Biologi
Universitas Andalas. 1(1): 9-14.
Kremen C, Williams NM, Thorp RW. 2002. Crop pollination from native bees at
risk from agricultural intensification. PNAS. 99(26):16812-16816.
Klein AM, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2002. Predator-prey ratios on cocoa
along a landuse gradient in Indonesia. Biodiversity and Conservation.
11(1):683-693.
Klein AM, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2003. Fruits et of high land coffee
increases with the diversity of pollinating bees. Proceedings of The Royal
Society of London B. 270:955-961.

15
Liferdi L. 2008. Lebah serangga penyerbuk utama pada tanaman hortikultura.
Iptek Hortikultura. 4:1-5.
Nurtjahjaningsih ILG, Sulistyawati P, Widyatmoko AYPBC, Rimbawanto A.
2012. Karakteristik pembungaan dan sistem perkawinan nyamplung
(Calophyllum inophyllum) pada hutan tanaman Di watusipat, gunung kidul.
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 6(2):65-80.
Rianti P. 2009. Keanekaragaman, Efektifitas, dan Frekuensi kunjungan Serangga
Penyerbuk pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L: Euphorbiaceae).
[thesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Sahari B, Rizali A, Buchori D. 2010. Insect pollinator communities under
changing land-use in tropical landscapes: implications for agricultural
management in Indonesia. In: Tscharntke T, Leuschner C, Veldkamp E,
Faust H, Guhardja E, Bidin A (eds) Tropical Rainforests and Agroforests
under Global Change: Ecological and Socio-economic Valuations.
Springer-Verlag. Berlin. pp 97-114
Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 1999. Effects of habitat isolation on pollinator
communities and seed set. Oecologia. 121:432-440.
Steffan-Dewenter I, Munzerberg U, Burger C, Thies C, Tscharntke T. 2002. Scale
dependent effect of landscape context on three pollinator guilds. Ecology.
83(5):1421-1432.
Sumpena U. 2001. Budidaya Mentimun. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Thomas CFG, Marshall EJP. 1999. Arthropod abundance and diversity in
differently vegetated margins of arable fields. Agriculture Ecosystem and
Environment. 72:131-144.
Wallace HM, Maynard GV, Trueman SJ. 2002. Insect flower visitors, foraging
behaviour and their effectiveness as pollinators of Persoonia virgata R. Br.
(Proteaceae). Australia Journal Entomology. 41:55-59.

16

LAMPIRAN

17
Lampiran 1 Kondisi lahan pertanaman mentimun yang diamati

Keterangan: Jalur pengamatan kelimpahan serangga penyerbuk (a), batas pinggir
lahan pertanaman mentimun (b), titik pengambilan buah mentimun
saat dipanen (c) dan pengamatan serta pengambilan serangga
penyerbuk yang hinggap pada bunga mentimun (d).

18
Lampiran 2 Beberapa serangga penyerbuk dari Famili Apidae yang ditemukan
di lapangan

Keterangan: Xylocopa confusa (a), Xylocopa latipes (b), Apis cerana (c) dan
Apis mellifera (d).

Lampiran 3 Kelimpahan serangga yang didapatkan pada pertanaman mentimun
Dekat
Jauh
Ordo
Famili
Spesies
Jumlah individu Jumlah spesies Jumlah individu Jumlah spesies
Coleoptera
Chrysomelidae
Aulocophora nigripennis
16
3
2
3
Aulocophora similis
20
20
Chrysomelidae a
5
3
Coccinelidae
Coccinelidae b
6
3
0
Coelophora sp.1
2
Verania lineata
6
Elateridae
Elateridae sp.1
0
1
1
Nitidulidae
Tenebrionidae sp.1
5
1
Diptera
Diptera
Diptera a
1
1
0
Drosophilidae
Drosophilidae sp.1
2
1
12
1
Syrphidae
Syrphidae sp.1
12
1
6
1
Tephritidae
Bactrocera cucurbitae
1
1
0
Tephritidae sp.2
0
1
1
Hemiptera
Cicadelidae
Cicadelidae sp.1
6
1
0
Coreidae
Coreidae sp.1
0
1
1
Pentatomidae
Nezara viridula
18
1
6
2
Pentatomidae sp.2
2
Hymenoptera
Apidae
Apis cerana
3
5
13
5
Apis mellifera
19
127
Xylocopa confusa
21
22
Xylocopa latipes
19
21
Trigona sp.1
29
16
Formicidae
Anoplolepis gracilipes
12
7
8
7
Formicidae b
2
Formicidae sp.1
26
Formicidae sp.2
1
lepisiota sp.1
16
Monomorium sp.1
16

Keberadaan
Dekat Jauh
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
19

2

Vespidae
Scoliidae

Lepidoptera

Sphecidae
Hymenoptera
Scelionidae
Tiphiidae
Trichogramatidae
Hesperidae

Thysanoptera

Noctuidae
Nymphalidae
Pieridae
Pyralidae
Thysanoptera

Paratrechina sp.2
Paratrechina sp.4
Pheidole sp.1
Pheidole sp.2
Tetramorium sp.1
Tetramorium sp.3
Apodynerus troglodites
Polystes tenebricosus
Campsomeris leefmansi
Campsomeris sp.2
Tachytes sp
Hymenoptera a
Scelionidae sp.1
Tiphiidae sp. 1
Trichogramatidae sp.1
Parnara sp.1
Taractrocera archias
Spodoptera litura
Hypolimnas bolina
Eurema sp.
Croccidolomia sp.
Thysanoptera sp.1

20

Keterangan: * didapatkan pada lokasi penelitian

5
9
14
4

*
*
*
*

5
5
35

4
5

2
0

1
2
2
15
1
1
9
6
7
4

1
1
1
0
1
2
1
1
0
1
1

*
*
0

1
2

4
8

3
5
23

*

*
*

2

0
1
1
0
0
0
1
1
1

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*
*

*
*
*

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 08 Desember 1991 dari ayah
Sutarso, SPd dan ibu Lasiyem, SPd. Penulis adalah anak keempat dari empat
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus SMA Negeri 10 Bandar Lampung dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Insitut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi ketua Organik Farming
pada tahun 2011/2012, anggota dalam Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman
IPB pada tahun 2011/2012, menjadi anggota dalam Keluarga Mahasiswa
Lampung (KEMALA) pada tahun 2009 sampai sekarang, Penulis juga aktif pada
Persekutuan Mahasiwa Kristen IPB pada tahun 2009 sampai sekarang.