Kajian Distribusi Air Pada Tanah Inceptisol Bertanaman Kedelai Dengan Jumlah Pemberian Air yang Berbeda
KAJIAN DISTRIBUSI AIR PADA TANAH INCEPTISOL
BERTANAMAN KEDELAI DENGAN JUMLAH PEMBERIAN
AIR YANG BERBEDA
SKRIPSI
OLEH :
JUNI ARTINA ALBERTA
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
(2)
KAJIAN DISTRIBUSI AIR PADA TANAH INCEPTISOL
BERTANAMAN KEDELAI DENGAN JUMLAH PEMBERIAN
AIR YANG BERBEDA
SKRIPSI
OLEH :
JUNI ARTINA ALBERTA
110308025/KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S) (Adian Rindang, STP, M.Si)
Ketua Anggota
Diketahui Oleh:
(Ainun Rohanah, STP, M.Si) Ketua Program Studi
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
(3)
ABSTRAK
JUNI ARTINA ALBERTA: Kajian Distribusi Air pada Tanah Inceptisol Bertanaman Kedelai dengan Jumlah Pemberian Air Yang Berbeda, dibimbing oleh SUMONO dan ADIAN RINDANG.
Mengetahui distribusi air pada tanah cukup penting sebagai salah satu pertimbangan memberikan irigasi. Penelitian ini bertujuan mengkaji distribusi air pada tanah Inceptisol bertanaman kedelai dengan pemberian air 100% kapasitas lapang, 80% kapasitas lapang, dan 60% kapasitas lapang serta pengaruhnya terhadap produksi tanaman kedelai. Parameter yang diamati adalah sifat fisik tanah, kadar air kapasitas lapang, evapotranspirasi, distribusi air tanah, berat kering tanaman dan berat polong.
Hasil penelitian menunjukkan tanah Inceptisol bertekstur lempung liat berpasir. Porositas tertinggi pada lapisan kedalaman 6-10 cm yaitu 63,06%. Porositas terendah pada lapisan kedalaman 0-5 cm yaitu 54,23%. Kadar air kapasitas lapang tanah 47,7% basis kering. Evapotranspirasi kedelai pada fase tengah 1,97 mm/hari dan fase akhir 1,58 mm/hari. Kadar air tertinggi pada lapisan kedalaman 6 -10 cm yaitu 20,58-32,49% basis kering. Kadar air terendah pada lapisan kedalaman 0-5cm yaitu 20,34-26,63% basis kering. Pemberian air 100% kapasitas lapang pada fase tengah menghasilkan berat kering 16,51 g, fase akhir 14,89g dan berat polong 13,20g. Pemberian air 80% kapasitas lapang pada fase tengah menghasilkan berat kering 14,23 g, fase akhir 11,77 g dan berat polong 10,78 g. Pemberian air 60% kapasitas lapang fase tengah menghasilkan berat kering 13,12 g, fase akhir 10,97 g dan berat polong 8,76 g.
Kata Kunci: Distribusi Air, Tanaman Kedelai, Tanah Inceptisol, Kapasitas Lapang, Evapotranspirasi
ABSTRACT
JUNI ARTINA ALBERTA: The study on water distribution in Inceptisol soil planted with Soybean at different amount of given water, supervised by SUMONO and ADIAN RINDANG.
Knowing water distribution in soil is important as one of the reason for irrigation. This research was purposed to study water distr ibution in Inceptisol soil planted with soybean at 100%, 80%, 60% field capacity and its effect on soybean plant’s production. The parameters observed were the characteristic of the soil physics, field capacity, evapotra nspiration, water distribution, dry weight of soybean plant and pods weight.
The results showed that Inceptisol soil had sandy clay loam textur e. The highest porosity was found at 6-10 cm depth i.e. 63,06%. The lowest porosity was found at 0-5cm depth i.e. 54,23%. Water field capacity was 47,7% (dry basis). Soybean plant evapotranspiration at middle growth phase was 1,97 mm/day and the last growth phase was 1,58 mm/day. The highest water level was found at 6-10 cm depth i.e. 20,58-32,49% (dry basis). The lowest water level was found 0-5 cm depth i.e. 20,34-26,63% (dry basis). The dry weight of soybean plant at the middle growth phase at 100% field capacity was 16,51 g, at the last growth phase was 14,89 g and pods weight was 13,20 g. The dry weight of soybean pla nt at the middle growth phase at 80% field capacity was 14,23 g, at the last growth phase was 11,77g and pods weight was 10,78 g. The dry weight of soybean pla nt at the middle growth phase at 60% field capacity was 13,12 g, at the last growth phase was 10,97 g and pods weight was 8,76g.
Keywords: Water Distr ibution, Soybean Plant, Inceptisol Soil, Field Capacity, Evapotranspiration
(4)
RIWAYAT HIDUP
Juni Artina Alberta dilahirkan di Ujung Labuhan pada tanggal 10 Juni 1993, dari Ayah Bakti Barus, S.Pd, dan Ibu Nurlela br. Ginting. Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara.
Pada Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Primbana Medan dan lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan memilih Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Univesitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) dan Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI).
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Kebun Air Batu, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara pada Juli 2014-Agustus 2014. Penulis juga pernah mendapatkan beasiswa BBM pada tahun 2012.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan draft dengan judul “Kajian Distribusi Air pada Tanah Inceptisol Bertanaman Kedelai dengan Jumlah Pemberian Air yang Berbeda” yang merupakan salah satu syarat untuk membuat skripsi di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Adian Rindang, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, Agustus 2015
(6)
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK... i
ABSTRACT ...i
RIWAYAT HIDUP... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian... 5
Manfaat Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Fisik Tanah Dan Air ... 7
Tekstur Tanah ... 7
Bahan Organik Tanah... 10
Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 11
Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density) ... 12
Porositas Tanah... 13
Distribusi Air Tanah ... 14
Kadar Air Tanah ... 16
Kapasitas Lapang... 17
Evapotranspirasi ... 18
Jenis Tanah... 21
Tanah Inceptisol ... 21
Kedelai ... 22
Berat Polong ... 24
Berat Kering Tanaman ... 25
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 26
Alat dan Bahan Penelitian ... 26
Metode Penelitian ... 26
Prosedur Penelitian ... 27
Parameter ... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Tanah... 32
Kadar Air Kapasitas Lapang ... 34
Evapotranspirasi ... 35
Distribusi Air Tanah ... 36
Berat Kering Tanaman Kedelai ... 40
Berat Polong Tanaman Kedelai ... 43
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45
Saran ... 46
(7)
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Klasifikasi Ukuran, Jumlah Dan Luas Permukaan Fraksi-Fraksi
Tanah Menurut Sistem USDA Dan Sistem Internasional... 9
2. Klasifikasi Kelas Tekstur Tanah ... 9
3. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... 32
4. Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel, Dan Porositas Tanah Inceptisol ... 33
5. Kadar Air Kapasitas Lapang Dan Volumetrik Pada Tanah Inceptisol ... 34
6. Evapotranspirasi Tanaman Kedelai ... 35
7. Pemberian Air Harian Tanaman Kedelai ... 35
8. Berat Basah Dan Berat Kering Tanaman Kedelai Fase Tengah ... 40
9. Berat Basah Dan Berat Kering Tanaman Kedelai Fase Akhir ... 42
(8)
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Diagram Segitiga Tekstur Tanah menurut Klasifikasi USDA ... 9
2. Tanaman kedelai ... 22
3. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 100% KL pada fase tengah pertumbuhan ... 37
4. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 80% KL pada fase tengah pertumbuhan ... 37
5. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 60% KL pada fase tengah pertumbuhan ... 38
6. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 100% KL pada fase akhir pertumbuhan... 38
7. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 80% KL pada fase akhir pertumbuhan... 39
8. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 60% KL pada fase akhir pertumbuhan... 39
9. Berat kering tanaman fase tengah ... ……...41
10. Berat kering tanaman fase akhir... ………42
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Flowchart Penelitian ... 49
2. Menentukan tekstur tanah Inceptisol dengan segitiga USDA ... 50
3. Data Suhu Harian Rumah Kaca ... 51
4. Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel dan Porositas ... 53
5. Evapotranspirasi tanaman kedelai fase tengah ... 53
6. Evapotranspirasi tanaman kedelai fase akhir ... 54
7. Pemberian air tanaman harian fase tengah... 55
8. Pemberian air tanaman harian fase akhir ... 55
9. Distribusi air tanah ... 57
10. Berat basah dan berat kering tanaman kedelai fase tengah ... 61
11. Berat basah dan berat kering tanaman kedelai fase akhir ... 62
12. Berat polong dan jumlah polong tanaman kedelai ... 63
13. Kadar air kapasitas lapang dan volumetrik pada tanah inceptisol... 64
(10)
ABSTRAK
JUNI ARTINA ALBERTA: Kajian Distribusi Air pada Tanah Inceptisol Bertanaman Kedelai dengan Jumlah Pemberian Air Yang Berbeda, dibimbing oleh SUMONO dan ADIAN RINDANG.
Mengetahui distribusi air pada tanah cukup penting sebagai salah satu pertimbangan memberikan irigasi. Penelitian ini bertujuan mengkaji distribusi air pada tanah Inceptisol bertanaman kedelai dengan pemberian air 100% kapasitas lapang, 80% kapasitas lapang, dan 60% kapasitas lapang serta pengaruhnya terhadap produksi tanaman kedelai. Parameter yang diamati adalah sifat fisik tanah, kadar air kapasitas lapang, evapotranspirasi, distribusi air tanah, berat kering tanaman dan berat polong.
Hasil penelitian menunjukkan tanah Inceptisol bertekstur lempung liat berpasir. Porositas tertinggi pada lapisan kedalaman 6-10 cm yaitu 63,06%. Porositas terendah pada lapisan kedalaman 0-5 cm yaitu 54,23%. Kadar air kapasitas lapang tanah 47,7% basis kering. Evapotranspirasi kedelai pada fase tengah 1,97 mm/hari dan fase akhir 1,58 mm/hari. Kadar air tertinggi pada lapisan kedalaman 6 -10 cm yaitu 20,58-32,49% basis kering. Kadar air terendah pada lapisan kedalaman 0-5cm yaitu 20,34-26,63% basis kering. Pemberian air 100% kapasitas lapang pada fase tengah menghasilkan berat kering 16,51 g, fase akhir 14,89g dan berat polong 13,20g. Pemberian air 80% kapasitas lapang pada fase tengah menghasilkan berat kering 14,23 g, fase akhir 11,77 g dan berat polong 10,78 g. Pemberian air 60% kapasitas lapang fase tengah menghasilkan berat kering 13,12 g, fase akhir 10,97 g dan berat polong 8,76 g.
Kata Kunci: Distribusi Air, Tanaman Kedelai, Tanah Inceptisol, Kapasitas Lapang, Evapotranspirasi
ABSTRACT
JUNI ARTINA ALBERTA: The study on water distribution in Inceptisol soil planted with Soybean at different amount of given water, supervised by SUMONO and ADIAN RINDANG.
Knowing water distribution in soil is important as one of the reason for irrigation. This research was purposed to study water distr ibution in Inceptisol soil planted with soybean at 100%, 80%, 60% field capacity and its effect on soybean plant’s production. The parameters observed were the characteristic of the soil physics, field capacity, evapotra nspiration, water distribution, dry weight of soybean plant and pods weight.
The results showed that Inceptisol soil had sandy clay loam textur e. The highest porosity was found at 6-10 cm depth i.e. 63,06%. The lowest porosity was found at 0-5cm depth i.e. 54,23%. Water field capacity was 47,7% (dry basis). Soybean plant evapotranspiration at middle growth phase was 1,97 mm/day and the last growth phase was 1,58 mm/day. The highest water level was found at 6-10 cm depth i.e. 20,58-32,49% (dry basis). The lowest water level was found 0-5 cm depth i.e. 20,34-26,63% (dry basis). The dry weight of soybean plant at the middle growth phase at 100% field capacity was 16,51 g, at the last growth phase was 14,89 g and pods weight was 13,20 g. The dry weight of soybean pla nt at the middle growth phase at 80% field capacity was 14,23 g, at the last growth phase was 11,77g and pods weight was 10,78 g. The dry weight of soybean pla nt at the middle growth phase at 60% field capacity was 13,12 g, at the last growth phase was 10,97 g and pods weight was 8,76g.
(11)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang dimiliki oleh manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bisa mendapatkan bahan pangan, sandang, papan, tambang dan tempat dilaksanakannya berbagai aktifitas. Tanah dapat dipandang sebagai campuran antara partikel mineral dan organik dengan berbagai ukuran dan komposisi. Partikel-partikel tersebut menempati kurang lebih 50 % volume, sedangkan sisanya, yang berupa pori-pori, diisi oleh air dan udara. Salah satu fungsi tanah yang terpenting adalah tempat timbuhnya tanaman. Akar tanaman didalam tanah menyerap kebutuhan utama tumbuhan, yaitu air nutrisi dan oksigen (Suripin, 2004).
Air merupakan komponen utama tubuh tanaman, bahkan hampir 90% sel-sel tanaman dan mikrobia terdiri dari air. Air yang diserap tanaman disamping berfungsi sebagai komponen sel-selnya, juga berfungsi sebagai media reaksi pada hampir seluruh proses metabolismenya yang apabila telah terpakai diuapkan melalui mekanisme transpirasi, yang bersama sama dengan penguapan tanah sekitarnya (evaporasi) disebut evapotranspirasi. Dalam memproduksi biomassa sangat banyak dibutuhkan air, tergantung pada jenis tanaman (Hanafiah, 2005).
Di dalam tanah, air berada di dalam ruang pori diantara padatan tanah. Jika tanah dalam keadaan jenuh air, semua ruang pori tanah terisi oleh air. Dalam keadaan ini jumlah air yang disimpan didalam tanah merupakan jumlah air
(12)
maksimum disebut kapasitas penyimpanan air maksimum. Di dalam tanah air dapat bertahan tetap berada di dalam ruang pori karena adanya berbagai gaya yang bekerja pada air tersebut. Gaya-gaya yang menahan air hingga dapat bertahan dalam rongga pori berasal dari adsorbsi molekul air oleh padatan tanah, gaya tarik menarik antar molekul air, adanya larutan garam dan gaya kapiler (Islami dan Utomo, 1995).
Di dalam tanah air dapat berpindah dan bergerak dalam lapisan tanah pada elevasi dan suhu yang sama . hal ini terjadi karena adanya tarikan air oleh partikel tanah yang dikenal dengan potensial matriks atau gaya kapiler. Karena adanya gaya potensial tanah ini mengakibatkan 2 jenis tanah atau lebih yang memiliki kandungan air yang sama akan menunjukkan pertumbuhan tanaman yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa penyebaran air dalam tanah juga mempengaruhi jumlah air yang tersedia bagi tanaman (Islami dan Utomo, 1995).
Indonesia memiliki daratan yang cukup luas sehingga terdapat berbagai jenis tanah, setiap tanah memiliki struktur dan tekstur yang berbeda. Perbedaan struktur dan tekstur tanah ini berkaitan dengan sifat-sifat fisik lainnya, seperti porositas. hal ini juga mengakibatkan adanya perbedaan kemampuan tanah untuk meloloskan air dan menyimpan air.
Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, yaitu berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. Terjadi tidaknya aliran permukaan, tergantung pada dua sifat yang dipunyai oleh tanah tersebut, yaitu kapasitas infiltrasi yaitu kemampuan tanah untuk meresapkan air dan permeabilitas dari lapisan tanah yang berlainan, yaitu kemampuan tanah
(13)
untuk meluluskan air atau udara ke lapisan bawah profil tanah. Kemampuan tanah untuk menyimpan dan meloloskan air juga akan ditentukan oleh porositas tanah (Suripin, 2004).
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara ma suk-keluar tanah secara leluasa. Pori-pori tanah berisi udara dan air yang komposisinya akan menentukan pertumbuhan tanaman, terutama tanaman yang tumbuh dalam kondisi tanah tidak jenuh, yaitu pada kondisi kapasitas lapang, seperti tanaman hortikultura dan tanaman pangan selain padi.
Kapasitas lapang (field capacity) adalah kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis, sehingga tegangan antar air-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya gravitasi, air gravitasi (pori-pori makro) habis dan air tersedia (pada poro-pori meso dan mikro) bagi tanaman dalam keadaan optimum (Hanafiah, 2005).
Tanaman pangan yang saat ini dibutuhkan dan masih mengimpor adalah tanaman kedelai, jagung, gandum dan lain-lain. Kebutuhan kedelai di indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan per kapita. Oleh karena itu di perlukan suplai kedelai tambahan yang harus diimpor karena produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Lahan budidaya kedelai pun di perluas dan produktivitasnya ditingkatkan. Tanah dan iklim merupakan dua komponen
(14)
lingkungan tumbuh yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kedelai. Pertumbuhan kedelai tidak bisa optimal bila tumbuh dilingkungan yang salah satu komponen tumbuh optimal, tapi komponen lainnya sub-optimal. Hal ini karena kedua komponen ini harus saling mendukung satu sama lain sehingga pertumbuhan kedelai bisa optimal. Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah. Namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam di tanah bertekstur lempung berpasir atau liat berpasir (Adisarwanto, 2005).
Kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,4 juta ton tiap tahunnya, sementara kebutuhan bahan baku tempe dan tahu tersebut baru terpenuhi dari hasil produksi petani sekitar 850 ribu ton, atau sekitar 35%. Indonesia masih mengimpor 1,55 juta ton dari Amerika. Angka Ramalan II (ARAM II) produksi kedelai pada tahun 2014 sebesar 4.680 ton, naik sebesar 1.451 ton dibanding produksi ATAP tahun 2013. Kenaikan produksi disebabkan oleh kenaikan hasil per hektar sebesar 0,40 kw/ha atau 3,87 persen dan luas panen naik sebesar 1.237 hektar atau 39,57 persen dibanding tahun 2013.
Tanaman kedelai memerlukan tanah yang memiliki kadar air optimal. Pada kadar air 70-80% kapasitas lapang efisiensi serapan unsur fosfor optimal pada tanaman kedelai yang di pupuk fosfor di tanah vertisol. Di samping itu kondisi kekeringan sampai dengan kadar air 50% kapasital lapang masih bisa di toleransi oleh tanaman kedelai. Sementara bila kadar air kurang dari 50%, pertumbuhan kedelai akan terhambat sehingga produktivitasnya menurun sampai 20-30% (Adisarwanto, 2005).
(15)
Di samping efisiensi serapan unsur hara, perlu pula diketahui efisiensi irigasi pada tanaman kedelai, karena dengan kondisi kadar air tanah 50% kapasitas lapang tanaman masih dapat tumbuh dengan baik, hal ini berarti akan menghemat pemakaian air sebesar 50% dari kapasitas lapang. Di Indonesia umumnya tanaman kedelai dibudidayakan atau dapat tumbuh pada tanah alluvial, regosol, grumusol, latosol dan andosol (Suripin, 2004) serta pada tanah inceptisol (Junaidi, 2013).
Karena tanah memiliki kemampuan menyerap air dan mengikat air yang berbeda dan tanaman kedelai dapat tumbuh dalam kondisi kadar air tanah 50% kapasitas lapang maka perlu dilakukan pengkajian distribusi air pada tanah inceptisol dengan pemberian jumlah air yang berbeda, serta pengaruhnya terhadap produksi tanaman kedelai.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji distribusi air pada tanah inceptisol bertanaman kedelai dengan jumlah pemberian air yang berbeda dan pengaruhnya terhadap produksi tanaman kedelai.
(16)
Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan distribusi air di dalam berbagai jenis tanah dengan pemberian kadar air yang berbeda dan pengaruhnya terhadap produktifitas tanaman.
(17)
TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan Fisik Tanah dan Air
Menurut Israelsen dan Hansen (1962), pengetahuan hubungan fisik tanah dan air bermanfaat untuk meningkatkan praktek irigasi termasuk keinginan mendapatkan penggunaan ketersediaan air yang paling efisien bagi tanaman. Fungsi air tanah dalam pertumbuhan tanaman sangat penting, mengingat tanaman sangat membutuhkan air namun apabila air tanah melebihi kapasitasnya menyimpan air (jenis) atau tanah mengalami kekeringan akan menghambat pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan status air yang tersimpan dalam pori tanah maka kondisi tanah sangat berpengaruh, yaitu kondisi tanah jenuh dan kondisi tanah tidak jenuh. Pada kondisi jenuh semua pori-pori terisi air, sedangkan pada kondisi tidak jenuh sebagian pori-pori terisi air dan sebagian lagi terisi udara. Pada kondisi tanah tidak jenuh potensial energi yang berperan adalah adalah potensial matriks yang merupakan gabungan kapilaritas dan adsorbs tanah. Dalam gerakan air tanah potensial tanah yang akan menentukan distribusi air di dalam tanah. Faktor utama yang berpengaruh terhadap gerakan air dalam kondisi tanah tidak jenuh adalah tekstur tanah dan struktur tanah (Hillel, 1971).
Tekstur Tanah
Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, yaitu berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. Terjadi tidaknya aliran permukaan, tergantung pada dua sifat yang dipunyai oleh tanah
(18)
tersebut, yaitu kapasitas infiltrasi yaitu kemampuan tanah untuk meresapkan air dan permeabilitas dari lapisan tanah yang berlainan, yaitu kemampuan tanah untuk meluluskan air atau udara ke lapisan bawah profil tanah (Suripin, 2004).
Sifat fisik tanah juga sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah yang lain dalam hubungannya dengan kemampuan untung mendukung hidup tanaman. Kemampuan tanah menyimpan air tersedia merupakan fungsi dari tekstur dan struktur tanah. Kemampuan tanah untuk menyimpan hara dan kemudian menyediakannya bagi tanaman sangat ditentukan oleh tekstur tanah dan macam mineral liat (Islami dan Utomo, 1995).
Hanafiah (2005) mengemukakan bahwa tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Partikel berukuran di atas 2 mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah tetapi harus diperhitungkan dalam evaluasi tekstur tanah. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut sistem USDA dan Sistem Internasional tertera pada Tabel 1.
Tekstur tanah penting diketahui karena komposisi ketiga fraksi butir-butir tanah tersebut (pasir, debu, dan liat) akan menentukan sifat fisik tanah. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur ganular akan mempunyai bobot isi 1,0 sampai 1,3 g/cm3, sedangkan yang bertekstur kasar mempunyai bobot isi antara 1,3 sampai 1,8 g/cm3 dan bobot isi air yaitu 1 g/cm3. Klasifikasi kelas tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 2 (Hasibuan, 2011).
(19)
Tabel 1. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional
Separat Tanah Diameter (mm) Jumlah Partikel (g-1)
Luas Permukaan
USDA Internasional (cm2 g-1)
Pasirsangat kasar 2,00 – 1,00 – 90 11
Pasir kasar 1,00 – 0,50 – 720 23
Pasir sedang 0,50 – 0,25 – 5.700 45
Pasir – 2,00 – 0,20 4.088 29
Pasir halus 0,25 – 0,10 – 46.000 91
Pasirsangat halus 0,10 – 0,05 – 722.000 227
Debu 0,05– 0,002 – 5.776.000 454
Debu – 0,02 – 0,002 2.334.796 271
Liat <0,002 <0,002 90.250.853.000 8.000.000
(Hanafiah, 2005).
Tabel 2. Klasifikasi kelas tekstur tanah
Nomor Nama tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
1 Pasir 85-100 0-15 0-10
2 Lempung liat berpasir 45-80 0-28 20-35
3 Pasir berlempung 70-90 0-39 10-15
4 Lempung berpasir 43-80 0-50 0-20
5 Lempung 23-52 28-50 7-27
6 Lempung berdebu 0-50 50-88 0-27
7 Debu 0-20 88-100 0-12
8 Lempung liat berdebu 0-20 40-73 27-40
9 Lempung berliat 20-45 15-53 27-40
10 Liat berpasir 45-65 0-20 35-45
11 Liat berdebu 0-20 40-60 40-60
12 Liat 0-45 0-40 40-100
(Hasibuan, 2011).
Sistem klasifikasi berdasarkan persentase susunan butir tanah bahwa tanah terdiri dari susunan butir-butir pasir, lumpur, dan lempung yang persentasenya berlainan. Klasifikasi tekstur ini dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat (U.S. Departement of Agriculture) dan deskripsi batas-batas susunan butir tanah di bawah sistem USDA (Soedarmo dan Purnomo, 1997).
(20)
United states Departement of Agriculture (USDA) mengklasifikasikan tekstur tanah berdasarkan atas dari fraksi-fraksi utama dari partikel tanah yaitu sebanyak 12 kelas tekstur. Berikut adalah gambar diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA.
Gambar 1. Diagram Segitiga Tekstur Tanah menurut Klasifikasi USDA (Hasibuan, 2011).
Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah adalah komponen tanah yang berasal dari makhluk hidup (tumbuhan dan hewan) yang telah mati. Umumnya bahan organik di tanah mineral berkisar 0,5- 5,0 %. Terlepas dari kadarnya yang sangat rendah di tanah mineral, fraksi organik sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah, fungsi ekosistem, dan banyak proses ekosistem. Fungsi komponen organik meliputi fungsi nutrisi dimana bahan organik sebagi sumber hara N, P, dan S. Fungsi biologi dimana bahan organik akan mempengaruhi aktifitas mikrobiologi dan fungsi fisik bahan organik dan fisiko kimia akan memperbaiki struktur tanah, meningkatkan aerasi, retensi air dan meningkatkan kapasitas tukar kation (Mukhlis, dkk., 2011).
(21)
Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari biomassa tanah dan biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora dan fauna tanah hidup serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar). Biomassa luar-tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup di luar tanah (daun, batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji). Bahan organik dibuat dalam organisme hidup dan tersusun atas banyak sekali senyawa karbon. Di dalam tanah, bahan organik bercampur dengan bahan mineral. Bahan organik tanah (BOT) memajukan kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian memperbaiki aerasi, permeabilitas, dan daya tahan menyimpan air. BOT dapat menambat air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri (Notohadiprawiro, 1998). Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)
Kerapatan isi (massa) adalah berat persatuan volume tanah kering oven, biasanya ditetapkan sebagai g/cm3. Terganggunya struktur tanah dapat mempengaruhi jumlah pori-pori tanah, demikian pula berat persatuan volume. Empat atau lebih bongkah (gumpal) tanah biasanya diambil dari tiap horizon untuk memperoleh nilai rata-rata (Hakim, dkk., 1986).
Kerapatan massa adalah bobot per satuan volume tanah kering oven yang
biasanya dinyatakan sebagai gram per sentimeter kubik. Menurut
Islami dan Utomo (1995), bobot volume tanah “bulk density” yaitu nisbah antara
massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume total tanah.
B�=Mp
(22)
Dimana :
B� = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3) Mp = Massa padatan tanah (g)
Vt = Volume total tanah (cm3)
Bila dinyatakan dalam gram per centimeter kubik, kerapatan massa pada permukaan tanah liat yang berbutir-butir biasanya berkisar dari 1,0 sampai 1,3. Tanah permukaan yang bertekstur kasar biasanya akan berkisar dari 1,3 sampai 1,8. Perkembangan yang lebih besar dari struktur pada tanah permukaan yang bertekstur halus menjadi penyebab lebih rendahnya kerapatan massa dibandingkan dengan tanah yang lebih berpasir (Foth, 1994).
Besarnya bobot volume atau kerapatan massa (bulk density) yang dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah dan struktur tanah atau lebih khusus bagian rongga pori tanah. Tanah yang baru berkembang dari abu vulkan, misalnya yang disebut Andosol atau Andept, dengan kandungan
bahan organik 5 – 10%, mempunyai bobot volume kurang dari 1,0 g/cm3 (Islami dan Utomo, 1995).
Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)
Bobot jenis partikel tanah (Pd) atau particle density adalah nisbah antara massa padatan dengan volume padatan tanah, yang dihitung dengan persamaan:
P =MV ……….(2)
dimana:
(23)
Mp = Massa tanah (g)
Vp= Volume tanah kering (cm3)
Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3 sampai 2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan kepadatan jenis partikel penyusun tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (Pd) rendah. Tanah Andosol misalnya, bobot jenis partikelnya hanya 2,2 – 2,4 g/cm3(Islami dan Utomo, 1995).
Particle density atau kerapatan partikel ialah berat tanah kering persatuan volume partikel-partikel bagian padat tanah, tidak termasuk volume pori-pori tanah. Untuk menentukan particle density, yang diperhatikan adalah partikel-partikel dari bagian padat tanah. Oleh karena itu particle density dari setiap jenis tanah adalah konstan, tidak bervariasi dengan jumlah antara partikel-partikel tanah. Pada kebanyakan tanah-tanah mineral nilai dari particle density adalah 2,65 g/cc (Hasibuan, 2011).
Porositas Tanah
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk-keluar tanah secara leluasa (Hanafiah, 2005).
Nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60%, sedangkan nilai rasio rongga dari 0,3 – 0,2. Porositas dipengaruhi oleh ukuran
(24)
partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi. Jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 60%. (Islami dan Utomo, 1995).
Untuk menghitung persentase ruang pori atau porositas (n) adalah membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan: n = − x %...(3) dimana:
n = Porositas (%)
Bd = Kerapatan massa (g/cm3) Pd = Kerapatan partikel (g/cm3) (Hanafiah, 2005).
Distribusi Air Tanah
Di bawah permukaan tanah pori-pori tanah berisi air dan udara dan dikenal sebagai zona kapiler. Air yang tersimpan pada zona kapiler disebut sebagai kelengasan tanah atau air kapiler. Pada kondisi tertentu air dapat mengalir secara lateral pada zona kapiler, proses ini disebut interflow. Uap air dalam zona kapiler dapat kembali lagi kepermukaan tanah dan mengalami penguapan ke atmosfer (Suripin, 2004).
Di dalam tanah air dapat berpindah dan bergerak dalam lapisan tanah pada elevasi dan suhu yang sama. Hal ini terjadi karena adanya tarikan air oleh partikel tanah yang dikenal dengan potensial matriks atau gaya kapiler. Karena adanya gaya potensial tanah ini mengakibatkan 2 jenis tanah atau lebih yang memiliki
(25)
kandungan air yang sama akan menunjukkan pertumbuhan tanaman yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa penyebaran air dalam tanah juga mempengaruhi jumlah air yang tersedia bagi tanaman (Islami dan Utomo, 1995).
Infiltrasi adalah proses aliran air di dalam tanah secara vertikal akibat adanya potensial gravitasi. Secara fisik terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi infiltrasi diantaranya jenis tanah, kepadatan tanah, kelembaban tanah dan tanaman di atasnya, laju infiltrasi pada tanah semakin lama semakin kecil karena kelembaban tanah juga mengalami peningkatan (Harto, 1993).
Menurut Laverton (1964) dalam Kusmawati (2003), semua tanaman membutuhkan air dalam jumlah yang besar. Air terkandung 80% atau lebih dari bagian tanaman. Air mengalirkan bahan-bahan mentah dan menyelesaikan produk dari tanaman tersebut. Air mempertahankan konsistensinya yang dibutuhkan waktu dan juga pentingnya tekanan bekerja pada sel yang sedang tumbuh. Air juga penting bagi tanaman untuk mendapatkan nutrisi dari tanah.
Menurut Hendriyani (2009) dalam Hermantoro (2011), perlakuan pemberian air berdasarkan perhitungan kapasitas lapang yang diberikan merupakan jumlah air yang mampu diserap dan tertahan oleh tanah, jadi meskipun kondisi air cukup tersedia dalam media tanamnya belum tentu air tersebut akan diserap semua oleh tanaman. Hal yang menyebabkan pada masing-masing perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan perbedaan pertumbuhan tanaman.
Menurut Kramer (1972) dalam Hermantoro (2011), air sangat berperan penting terhadap pertumbuhan tanaman, akan tetapi air juga dapat membatasi pertumbuhan. Jika jumlah air terlalu banyak maka akan menimbulkan cekaman
(26)
aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit akan menimbulkan cekaman kekeringan. Tanaman yang mengalami cekaman air stomata daunnya menutup sebagai akibat menurunnya turgor sel daun sehingga mengurangi jumlah CO2 yang berdifusi ke dalam daun. Selain itu, dengan menutupnya stomata laju transpirasi menurun. Menurunnya laju transpirasi akan mengurangi suplai unsur hara dari tanah ke tanaman, karena transpirasi pada dasarnya memfasilitasi laju aliran air dari tanah ke tanaman.
Kadar Air Tanah
Kadar air tanah menunjukkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah yang biasanya dinyatakan sebagai perbandingan massa air terhadap massa tanah kering atau perbandingan volume air terhadap volume tanah total. Dimensi kadar air tanah dapat dinyatakan persentase dari massa tanah (basis kering) atau persentase volume (volumetrik) (Hillel, 1971).
Metode untuk mengukur kadar air tanah basis kering secara tradisional ialah secarra gravimetrik, yaitu dengan mengeringkan tanah yang di ambil dari lapangan setelah ditimbang terlebih dahulu. Kemudian dikeringkan ke dalam oven dengan suhu 105oC hingga beratnya konstan. Lama pengeringan tergantung pada jenis tanahnya namun sebagai acuan biasanya 24 jam. Setelah tanah dikeringkan kemudian ditimbang kembali dan dihitung kadar air basis kering (Wmd) sebagai berikut:
��� = � − ������ × % ……….(4)
Dimana:
(27)
BTKO = Berat tanah kering oven (gram)
Kadar air volumetrik dapat dihitung dengan persamaan: θ = w×
Wmd………..………(5)
Dimana:
θ =kadar air volumetrik (%)
Bd= kerapatan massa tanah(gram/cm Bw=kerapatan massa air (gram/�� (Hillel, 1971).
Kadar air tanah (water storage) dipengaruhi sifat fisik tanah. Dimana kadar air tanah adalah selisih dari masukan air melalui infiltrasi ditambah kondensasi oleh tanaman dan adsorbsi oleh tanah dikurangi kehilangan air melalui evapotranspirasi, aliran permukaan, perkolasi dan rembesan lateral, dimana adsorbsi air oleh tanah dan masuknya air kedalam tanah dipengaruhi oleh tekstur, struktur, dan porositas tanah (Hanafiah, 2005).
Kapasitas Lapang
Kapasitas lapangan (field capacity) adalah kapasitas menahan air yang minimum dimana banyaknya dinyatakan dalam persen (%), karena keadaan ini sama dengan keadaaan kondisi menahan air dari tanah yang kering dengan permukaan air tanah yang rendah sesudah mendapat curah hujan yang cukup selama 1 sampai 2 hari (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
(28)
Air tersediakan adalah air yang terdapat diantara kapasitas lapangan dan titik layu tetap. Kapasitas lapangan adalah batas atas jumlah air yang tinggal di dalam tanah setelah tanah mengalami pengatusan normal dimana dapat di serap oleh tumbuhan. Titik layu tetap adalah batas tegangan air tertinggi dimana sudah tidak dapat diserap tumbuhan (Notohadiprawiro, 1998).
Apabila air gravitasi telah habis, kadar kelembaban tanah disebut kapasitas lapang (field capacity). Air kapasitas lapang merupakan kapasitas dimana gaya gravitasi dengan daya ikat air oleh tanah sama besarnya. Kapasitas lapang dapat diukur dengan menghitung kadar kelembaban tanah sesudah suatu pemberian air yang cukup besar untuk menjamin pembasahan yang merata pada tanah yang akan diperiksa. Konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan sejumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman. Sebagai contoh, kapasitas lapang diukur 2 hari setelah kejadian hujan (Hansen, dkk., 1992).
Evapotranspirasi
Peristiwa berubahnya air menjadi uap air dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut dengan evaporasi, peristiwa penguapan air dari tanaman disebut dengan transpirasi. Transpirasi dan evaporasi dari permukaan tanah bersama-sama disebut evapotranspirasi atau kebutuhan air (consumptive use). Jika air yang tersedia dalam tanah cukup banyak maka evapotranspirasi itu disebut evapotranspirasi potensial. Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi dan evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
(29)
Kebutuhan air tanaman yang terbesar terdapat pada periode tengah pertumbuhan dan kebutuhan air tanaman terkecil terdapat pada periode awal pertumbuhan. Hal ini karena tanaman akan lebih banyak membutuhkan air pada periode tengah pertumbuhan karena pertumbuhan vegetatif tanaman maksimal terjadi pada periode ini. Selain itu luas permukaan tanaman pada periode ini sudah mencapai maksimum sehingga penguapan lebih besar. Sedangkan pada periode awal, evapotranspirasi lebih rendah karena tanaman masih kecil sehingga luas
permukaan tanaman untuk melakukan penguapan lebih kecil (Islami dan Utomo, 1995).
Cara perhitungan potensial evapotranspirasi metode empirik Blaney-Riddle rumus umumnya adalah :
U=kp(45,7 t+813)100 ……….………(6)
K=Kt x Kc………..…………..………(7)
Kt=0.0311t+0.240………..………(8)
Dimana :
U = Evapotranspirasi bulanan (mm)
p = Jumlah jam penyinaran matahari perbulan dalam 1 (satu) tahun (%) t = Suhu udara rata-rata bulanan (oC)
kc = Koefisien tanaman.
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Menurut Allen, dkk., (1998) dalam Hanum (2013), koefisien konsumtif tanaman (kc) didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya evapotranspirasi potensial dengan evaporasi acuan tanaman pada kondisi pertumbuhan tanaman
(30)
yang tidak terganggu. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan perhitungan evapotranspirasi acuan tanaman (ETo), maka dimasukkan nilai Kc yang nilainya tergantung kepada musim, serta tingkat pertumbuhan tanaman.
Menurut Triatmodjo (2008) dalam Bunganaen (2009), cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada rumus dibawah ini
E = k x Ep ………... (9)
dimana :
E = evaporasi dari badan air (mm/hari) k = koefisien panci (0,7)
Ep= evaporasi dari panci (mm/hari)
koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7.
Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran dilapangan atau dengan rumus-rumus empirik. Untuk keperluan perhitugan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Et0) yaitu evapotranspirasi terjadi apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Et0 dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.
(31)
dimana :
ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Et0 = Evaporasi tetapan / tanaman acuan(mm/hari) kc = Koefisien tanaman
(Limantara, 2010). Jenis Tanah
Tanah dapat dipandang sebagai campuran antara partikel mineral dan organik dengan berbagai ukuran dan komposisi. Partikel-partikel tersebut menempati kurang lebih 50% volume, sedangkan sisanya, yang berupa pori-pori, diisi oleh air dan udara. Salah satu fungsi tanah yang terpenting adalah tempat tumbuhnya tanaman. Akar tanaman didalam tanah menyerap kebutuhan utama tumbuhan, yaitu air nutrisi dan oksigen (Suripin, 2004).
Tanah Inceptisol
Menurut Puslittanak (2000) dalam Junaidi, dkk. (2013) yang menyatakan bahwa inceptisol merupakan tanah yang tersebar luas di Indonesia terutama di daerah perairan yang rentan terhadap pencemaran akibat tumpahan minyak atau oli. Tanah inceptisol yang mengandung jenis mineral liat termasuk tanah pertanian utama di Indonesia karena mempunyai sebaran yang sangat luas. Luasannya sekitar 70,52 juta ha atau 37,5%.
Tanah tersebut mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai sentra produksi tanaman pangan terutama padi, jagung,
(32)
dan kedelai asal dibarengi dengan pengelolaan tanah dan tanaman yang tepat. Apabila terjadi pencemaran oleh tumpahan minyak/oli yang mengandung senyawa hidrokarbon sebagai bahan pencemar akan menjadi masalah terhadap
kesuburannya. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik untuk pemulihan (Junaidi, dkk., 2013).
Kedelai
Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan soja max. Namun demikian, pada tahun 1948 telah dipastikan bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rosales
Famili : Leguminosae Genus : Glycine
(33)
Gambar 2. Tanaman kedelai (Balitan, 2014)
Daur hidup dari penyemaian hingga tua tanaman kedelai bervariasi mulai dari 65 hari sampai 150 hari lebih. Kedelai adalah tanaman hari pendek kuantitatif yang berarti bahwa perkembangan tanaman sampai tua biasanya lebih cepat pada wilayah dengan hari pendek dari pada wilayah dengan hari panjang. Kedelai dapat melakukan penyerbukan sendiri. Kedelai dapat di budidayakan dari mulai daerah khatulistiwa sampai letak 55oLU atau 55oLS, dan ketinggian hampir 2000 meter diatas permukaan laut. Suhu dibawah 21oC dan di atas 32oC dapat mengurangi munculnya bunga dan terbentuknya polong. Penyerapan air oleh tanaman kedelai
mencapai 7,6 mm/hari dan curah hujan sebesar 500 mm/tahun (Maesen dan Somaatmadja, 1993).
Nisbah evapotranspirasi maksimum terhadap evapotranspirasi potensial (ETm/Eto) atau faktor tanaman (kc) pada tanaman kedelai yang dikutip dari Doorenbos dan Kassam (1988) dalam Islami dan Utomo (1995) bahwa nilai kc pada pertumbuhan awal 0,3-0,4 pertumbuhan aktif 0,7-0,8 pertumbuhan maksimum 1,0-1,15 akhir pertumbuhan 0,7-0,8 dan pada saat panen 0,5-0,5 sehingga rata-rata kc tanaman kedelai ialah sebesar 0,75-0,79.
Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari hipokotil. Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh
(34)
kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air dalam tanah (Adisarwanto, 2005).
Dengan drainase dan aerasi yang cukup, kedelai akan tumbuh baik pada tanah tanah alluvial, regosol, grumusol, latosol dan andosol. Untuk tumbuh dengan baik kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur dan kaya akan humus dan bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan sumber bahan makanan bagi jasad renik yang membebaskan unsur hara bagi tanaman (Suprapto, 2001).
Kondisi kadar air di dalam tanah menentukan tingkat efisiensi serapan unsur hara oleh tanaman kedelai. Pada kadar air 70-80% kapasitas lapang efisiensi serapan unsur fosfor optimal pada tanaman kedelai yang di pupuk fosfor di tanah vertisol. Di samping itu kondisi kekeringan sampai dengan kadar air 50% kapasital lapang masih bisa di toleransi oleh tanaman kedelai. Sementara bila kadar air kurang dari 50%, pertumbuhan kedelai akan terhambat sehingga produktivitasnya menurun sampai 20-30% (Adisarwanto, 2005).
Berat Polong
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah bunga pertama muncul. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak. Didalam polong terdapat biji yang berjumlah 2 -3 biji,
(35)
ukuran setiap biji bervariasi mulai dari kecil sekitar 7-9 gram/100 biji, sedang 10-13 gram/100 biji, dan besar > 13 gram/100 biji (Adisarwanto, 2005).
Berat Kering Tanaman
Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman tersebut. Setelah tanaman dicuci (dikontaminasi) selanjutnya dikeringkan pada oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim tanamaan dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 600C hingga 800C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada tempertaur ± 700C selama 48 jam (Mukhlis, 2007).
(36)
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret hingga Juni 2015 di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman kedelai, air, tanah, dan polybag.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah ayakan 10 mesh, ring sample, oven, timbangan digital, erlenmeyer, gelas ukur, evapopan, kalkulator dan stopwatch.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan yaitu K1= pemberian air 100% kapasitas lapang, K2= pemberian air 80% kapasitas lapang, K3= pemberian air 60% kapasitas lapang. Percobaan dengan 5 kali ulangan. Model rancangan:
Y = μ + γ + e ………(11)
Dimana:
Yij= hasil pengamatan dari perlakuan pemberian air pada taraf ke-i dan ulangan ke-j
μ =nilai tengah
(37)
e = pengaruh galat pada perlakuan pemberian air pada taraf ke-i dan taraf ulangan ke-j
Analisis variansi (ANOVA) dilakukan untuk menguji berat kering tanaman dan berat polong antar kedelai. Juga dilakukan analisis data untuk mengetahui distribusi air pada tanah inceptisol bertanaman kedelai dengan jumlah pemberian air yang berbeda pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan kedelai.
Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian ini adalah : A. Persiapan perlakuan tanah
1. Mengeringanginkan tanah inceptisol yang telah diayak
2. Mengayak tanah dengan ayakan ukuran 10 mesh untuk mendapatkan keseragaman butiran tanah
3. Menyiapkan polibag dengan ukuran diameter 24 cm tinggi 36 cm sebanyak 30 polibag, diisi tanah inceptisol.
B. Persiapan bibit tanaman kacang kedelai 1. Menyiapkan bibit tanaman kacang kedelai 2. Menanam bibit tanaman kacang kedelai C. Pemberian air tanaman
1. Memberi air irigasi pada setiap perlakuan secara manual dengan volume air yang berbeda yaitu 100% kapasitas lapang, 80% kapasitas lapang dan 60% kapasitas lapang
(38)
2. Pemberian air selanjutnya secara langsung berdasarkan evapotranspirasi tanaman kedelai.
D. Analisis sifat fisik tanah
1. Mengambil sampel tanah pada tanah dengan pemberian jumlah air berbeda menggunakan ring sampel
2. Mengovenkan tanah selama 24 jam dengan suhu 105oC
3. Mengukur volume tanah kering oven dengan menjenuhkan tanah tersebut di dalam gelas erlenmeyer
4. Menghitung volume tanah kering oven dengan mengurangkan volume erlenmeyer dengan volume air yang dipakai untuk penjenuhan
5. Melakukan analisis kerapatan massa tanah dengan menggunakan persamaan (1), kerapatan partikel tanah dengan menggunakan persamaan (2) dan porositas dengan menggunakan persamaan (3)
E. Kadar air tanah
1. Mengukur kadar air basis kering dengan mengambil sampel tanah dengan ring sample dan di ovenkan dengan suhu 105oC sampai 24 jam dan dilakukan perhitungan dengan persamaan (4)
2. Mengukur kadar air volumetrik dengan persamaan (5) F. Kehilangan air
1. Menghitung nilai evapotranspirasi dengan persamaan (6), (7), dan (8). Evapotranspirasi juga ditentukan berdasarkan pengukuran nilai evaporasi secara langsung dengan menggunakan evapopan kelas A dapat dilihat pada persamaan (9), kemudian dikalikan dengan koefisien tanaman (10) G. Mengamati distribusi air tanah (Fase tengah dan akhir)
(39)
1. Mengambil sampel tanah pada kedalaman 5 cm, 10 cm, 15 cm dan 20 cm dengan ring sample
2. Menentukan kadar air dengan metode gravimetrik H. Berat polong
1. Menimbang berat polong masing masing tanaman
2. Menguji data dengan uji ANOVA dengan menggunakan aplikasi SPSS 13.0 for Windows
I. Berat kering tanaman
1. Membersihkan tanaman dari kotoran
2. Menimbang tanaman kedelai dengan suhu 70oC lama 48 jam
3. Menguji data dengan uji ANOVA dengan menggunakan aplikasi SPSS 13.0 for Windows
Parameter Penelitian 1. Tekstur Tanah
Tekstur tanah dianalisis di laboratorium central fakultas pertanian USU 2. Bahan organik
Bahan organik tanah di analisis di laboratorium central fakultas pertanian USU
3. Kerapatan massa tanah (bulk density)
Kerapatan massa tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (1) 4. Kerapatan partikel tanah (particle density)
Kerapatan partikel tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (2) 5. Porositas
(40)
6. Distribusi air tanah
Penyebaran air di daerah perakaran dianalisis dengan perhitungan kadar air sebelum dilakukan penyiraman pada setiap interval lapisan tanah dalam polibag.
7. Kadar air kapasitas lapang
kadar air kapasitas lapang dihitung dengan Persamaan (4) dan (5). 8. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi dapat dihitung dengan Persamaan (9) dan (10) 9. Berat Polong
Berat polong diketahui dengan menghitung jumlah polong dan menimbang berat polong sebelum diovenkan dan setelah diovenkan
10.Berat Kering Tanaman
Berat kering tanaman diketahui dengan mengovenkan akar, batang dan daun tanaman kedelai selama 48 jam dengan suhu 700 C
Hipotesa Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan berat polong dan berat kering dari ketiga perlakuan pemberian air dilakukan uji ANOVA dengan uji F pada tingkat sifnifikasi � 5% dan 1 % dengan hipotesis:
1. Ho = diduga tidak ada perbedaan berat kering tanaman kedelai diantara 3 perlakuan pemberian air
Hi = diduga ada perbedaan berat kering tanaman kedelai diantara 3 perlakuan pemberian air
(41)
2. Ho = diduga tidak ada perbedaan berat polong tanaman kedelai diantara 3 perlakuan pemberian air
Hi = diduga ada perbedaan berat polong tanaman kedelai diantara 3 perlakuan pemberian air
(42)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat-sifat Fisik Tanah
Tanah merupakan sistem tiga fase yaitu padat, cair dan gas. Fase padat terdiri dari bahan organik atau mineral tanah meliputi pasir, debu, dan liat. Fase cair adalah kandungan air dalam tanah, dan fase gas adalah udara yang terdapat dalam tanah. Beberapa sifat fisik tanah antara lain tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah, kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas tanah.
Tekstur Tanah
Analisis sifat fisik tanah Inceptisol meliputi tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah, kerapatan massa, kerapatan partikel, dan porositas tanah Inceptisol. Hasil analisis tekstur tanah dan bahan organik tanah Inceptisol dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisa tekstur tanah
Fraksi Persentase (%)
Pasir 53.84
Debu 14.56
Liat C-organik
31.60 1.28
Tekstur Lempung Liat Berpasir
Berdasarkan perbandingan kandungan pasir, debu, dan liat tanah pada Tabel 3 maka tanah Inceptisol di kategorikan bertekstur lempung liat berpasir yang dapat ditentukan dengan segitiga USDA (United State Department of Agiculture).
Menurut Islami dan Utomo (1995) tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk menyimpan, mengaliran air dan menyediakan hara
(43)
tanaman. Berdasarka Tabel 3 tanah Inceptisol memiliki tekstur lempung liat berpasir yang cukup mudah meloloskan air, hal ini dikarenakan nilai fraksi pasir yang cukup besar.
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat kandungan bahan organik tanah ialah 1,28% dan tergolong cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Mukhlis,dkk (2011) yang menyatakan bahwa pada umumnya bahan organik di tanah mineral berkisar 0,5% - 5%. Fungsi komponen organik meliputi fungsi nutrisi dimana bahan organik sebagi sumber hara N, P, dan S. Fungsi biologi dimana bahan organik akan mempengaruhi aktifitas mikrobiologi dan fungsi fisik bahan organik dan fisiko kimia akan memperbaiki struktur tanah, meningkatkan aerasi, dan meningkatkan kapasitas tukar kation.
Hasil analisis kerapatan massa (bulk density), kerapatan partikel (particle density), serta porositas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel, dan Porositas Tanah Inceptisol Kedalaman
(cm)
Kerapatan Massa (g/cm 3)
Kerapatan Partikel (g/cm3)
Porositas (%)
0-5 1,08 2,36 54,23
6-10 1,06 2,87 63,06
11-15 16-20 1,07 1,10 2,57 2,44 58,36 54,91
Rata-rata 1,08 2,56 57,64
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat besarnya kerapatan massa (bulk density) pada tanah Inceptisol adalah 1,08 g/cm3. Hal ini berarti dalam 1 cm3 volume tanah total beserta ruang porinya memiliki massa sebesar 1,08 g. Hal ini sesuai dengan Foth (1994) bahwa kerapatan massa pada tanah mineral biasanya berkisar dari 1,0 g/cm3 sampai 1,3 g/cm3.
(44)
Kerapatan partikel (particle density) pada tanah Inceptisol adalah sebesar 2,56 g/cm3 dimana dalam 1 cm3 volume padatan tanah tanpa ruang pori memiliki massa sebesar 2,56 g. Dalam Islami dan Utomo (1995) dinyatakan bahwa besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3 sampai 2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan kepadatan jenis partikel penyusun tanah.
Tanah Inceptisol memiliki nilai porositas sebesar 57,64%. Nilai porositas tanah tergolong tinggi, karena berdasarkan literatur Islami dan Utomo (1995) dikatakan bahwa nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60%. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur tanah. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai porositas lebih tinggi.
Kadar Air Kapasitas Lapang
Nilai kadar air kapasitas lapang basis kering dan volumetrik pada tanah Inceptisol dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kadar air kapasitas lapang basis kering dan volumetrik
Ulangan Kadar Air Kapasitas Lapang (%)
Basis kering Volumetrik
1 46,5 50,2
2 51,2 54,2
3 4 Rata rata:
50,4 42,8 47,7
53,9 47,1 51,3
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat kadar air kapasitas lapang tanah Inceptisol pada basis kering sebesar 47,7%,dan kadar air volumetrik tanah Inceptisol sebesar 51,3%. Hal ini sesuai dengan Hillel (1971) bahwa kadar air
(45)
tanah menunjukkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah yang biasanya dinyatakan sebagai perbandingan massa air terhadap massa tanah kering atau perbandingan volume air terhadap volume tanah total. Dimensi kadar air tanah dapat dinyatakan persentase dari massa tanah (basis kering) atau persentase volume (volumetrik).
Evapotranspirasi
Pada fase awal pertumbuhan kedelai tidak dilakukan pengukuran evapotranspirasi dikarenakan pertumbuhan tanaman kedelai yang belum optimal. Pengukuran evapotranspirasi dilakukan ketika tanaman kedelai memasuki fase tengah pertumbuhan hingga fase akhir tanaman. Nilai evapotranspirasi digunakan untuk menentukan jumlah pemberian air harian pada tanaman kedelai. Nilai rata-rata evapotranspirasi kedelai pada fase tengah dan akhir dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Evapotranspirasi tanaman kedelai Umur Tanaman Evaporasi (Ep) (mm/hari) Koefisien Panci Evapopan (k) Evaporasi Potensial (Et0) (mm/hari) Koefisien Tanaman (kc)* Evapotranspi -rasi (ET) (mm/hari)
Fase tengah 2,45 0,70 1,72 1,15 1,97
Fase akhir 2,83 0,70 1,98 0,80 1,58
*sumber: Islami dan Utomo (1995)
Jumlah pemberian air harian pada tanaman kedelai pada fase tengah dan akhir dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pemberian air harian tanaman kedelai.
Umur tanaman Evapotranspirasi (ET) (mm/hari) Luas polibag
(cm2)
Volume air ET (ml) Volume 100% ET (ml) Volume 80% ET (ml) Volume 60% ET (ml) Fase
tengah 1,97 452,16 89,19 89,19 71,35 56,70
Fase
(46)
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa tanaman kedelai mebutuhkan air paling banyak pada fase tengah pertumbuhan tanaman dan lebih sedikit pada fase akhir pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan literatur Islami dan Utomo (1995) yang menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman maksimal terjadi pada periode tengah pertumbuhan sehingga membutuhkan air lebih banyak. Selain itu luas permukaan tanaman pada periode ini sudah mencapai puncak sehingga penguapan yang terjadi lebih besar.
Distribusi air tanah
Kadar air tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah, masuknya air kedalam tanah di pengaruhi oleh tekstur, struktur, dan porositas. Di dalam tanah air dapat berpindah dan bergerak dalam lapisan tanah pada elevasi dan suhu yang sama karena adanya perbedaan potensial tanah. Penyebaran air di dalam tanah juga mempengaruhi jumlah air yang tersedia bagi tanaman. Penyebaran air dan akar tanaman pada tanah dengan kedalaman 0-5 cm, 6-10 cm, 11-15 cm, dan 16-20 cm, dengan perlakuan 100% kapasitas lapang pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Sedangkan penyebaran air dan akar tanaman pada tanah dengan kedalaman pengamatan dengan perlakuan 80% kapasitas lapang pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Kemudian untuk perlakuan 60% kapasitas lapang pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.
(47)
Gambar 3. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 100% kapasitas lapang pada fase tengah pertumbuhan
Gambar 4. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 100% kapasitas lapang pada fase akhir pertumbuhan
Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa kadar air terendah terdapat pada lapisan 0-5 cm hal ini terjadi karena perakaran paling banyak pada lapisan 0-5 cm dan langsung terpapar oleh sinar matahari sehingga banyak air yang menguap melalui permukaan tanah dan melalui transpirasi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Israelsen dan Hansen (1962) bahwa pada kondisi tanah yang basah, perakaran tanaman lebih banyak dekat permukaan tanah dan akan lebih banyak menyerap air. Kadar air tertinggi terdapat pada lapisan 6-10 cm, hal ini terjadi karena porositas tanah Inceptisol tertinggi terdapat pada lapisan 6-10 cm yaitu 63,06% (Lampiran 4).
(48)
Gambar 5. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 80% kapasitas lapang pada fase tengah pertumbuhan
Gambar 6. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 80% kapasitas lapang pada fase akhir pertumbuhan
Gambar 5 dan 6 menunjukkan bahwa kadar air terendah terdapat pada lapisan 0-5 cm hal ini terjadi karena perakaran paling banyak pada lapisan 0-5 cm dan langsung terpapar oleh sinar matahari sehingga banyak air yang menguap melalui permukaan tanah dan melalui transpirasi tanaman. Kadar air tertinggi terdapat pada lapisan 6-10 cm hal ini terjadi karena porositas tanah Inceptisol tertinggi terdapat pada lapisan 6-10 cm yaitu 63,06% (Lampiran 4).
(49)
Gambar 7. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 60% kapasitas lapang pada fase tengah pertumuhan.
Gambar 8. Kadar air tanah dan penyebaran akar kedelai dengan perlakuan 60% kapasitas lapang pada fase akhir pertumbuhan
Gambar 7 dan 8 menunjukkan bahwa kadar air terendah terdapat pada lapisan 0-5 cm kadar air rendah dikarenakan perakaran kedelai banyak pada lapisan tersebut dan terpapar langsung sinar matahari sehingga banyak kehilangan air melalui permukaan tanah karena langsung terpapar oleh sinar matahari sehingga banyak air yang menguap melalui permukaan tanah dan melalui transpirasi tanaman. Kadar air tertinggi terdapat pada lapisan 6-10 cm hal ini terjadi karena porositas tanah Inceptisol tertinggi terdapat pada lapisan 6-10 cm yaitu 63,06% (Lampiran 4).
(50)
Fase akhir pertumbuhan tanaman dari ketiga perlakuan pemberian air menunjukkan kadar air yang lebih tinggi dari pada kadar air pada fase tengah pertumbuhan. Hal ini terjadi karena pemberian air harian berdasarkan evapotranspirasi tanaman dilakukan sampai akhir masa pematangan biji (panen) dengan nilai kc 0,8 Sedangkan dalam Islami dan Utomo (1995) dikatakan bahwa nilai kc tanaman kedelai pada saat panen ialah 0,5, sehingga air yang diberikan melebihi kebutuhan air tanaman (Etc) pada saat pematangan biji.
Berat kering tanaman kedelai
Berat basah dan berat kering tanaman kedelai di peroleh dengan menimbang keseluruhan bagian tumbuhan tanaman kedelai mulai dari akar, batang, daun, dan bunga tanaman kedelai sebelum dilakukan pengeringan dan setelah dilakukan pengeringan dengan mengovenkan tanaman selama 48 jam dengan suhu 700C. Pada fase tengah tanaman kedelai dilakukan analisis sidik ragam berat kering tanaman kedelai yang dapat dilihat dalam Tabel 8 dan secara grafik dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 8. Uji DMRT berat kering tanaman fase tengah
Perlakuan DMRT Rataan
(gram)
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
100% KL 16,51 a A
80% KL 2,045 3,098 14,23 b A
60% KL 2,119 3,214 13,12 b B
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.
(51)
. Gambar 9. Grafik berat kering tanaman fase tengah
Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 9 dapat dilihat bahwa berat kering tanaman kedelai pada fase tengah dengan taraf uji 0,05 menunjukkan pemberian air 100 % kapasitas lapang berbeda signifikan terhadap pemberian air 80% dan 60% kapasitas lapang, namun pemberian air 80% kapasitas lapang tidak berbeda signifikan terhadap pemberian air 60%. Pada taraf uji 0,01 menunjukkan pemberian air 100% kapasitas lapang dan 80% kapasitas lapang berbeda sangat signifikan terhadap pemberian air 60% kapasitas lapang, namun pemberian air 100% kapasitas lapang tidak berbeda signifikan terhadap pemberian air 80% kapasitas lapang, Sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai pada fase tengah pertumbuhan, dimana pemberian pada 100% kapasitas lapang menghasilkan berat kering yang paling tinggi, karena kadar air pada 100% kapasitas lapang adalah pemberian air yang optimal. Dalam Adisarwanto (2005) dikatakan bahwa kandungan air yang optimal akan mempermudah penyerapan hara dari dalam tanah.
Berat kering tanaman pada fase akhir tanaman dan setelah di uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 9 dan secara grafik dapat dilihat pada Gambar 10.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
100% KL 80% KL 60% KL
b er at k er in g t an am an ( gr am ) pemberian air
(52)
Tabel 9. Uji DMRT berat kering tanaman fase akhir
Perlakuan DMRT Rataan
(gram)
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
100% KL 14,89 a A
80% KL 2,014 3,052 11,77 b B
60% KL 2,087 3,166 10,97 b B
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.
Gambar 10. Grafik berat kering tanaman kedelai fase akhir
Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 10 dapat dilihat bahwa berat kering tanaman kedelai pada fase akhir dengan taraf uji 0,05 menunjukkan pemberian air 100 % kapasitas lapang berbeda signifikan terhadap pemberian air 80% dan 60% kapasitas lapang, namun pemberian air 80% kapasitas lapang tidak berbeda signifikan terhadap pemberian air 60% kapasitas lapang. Pada taraf uji 0,01 menunjukkan pemberian air 100 % kapasitas lapang berbeda sangat signifikan terhadap pemberian air 80% dan 60% kapasitas lapang, namun pemberian air 80% kapasitas lapang tidak berbeda signifikan terhadap pemberian air 60% kapasitas lapang, Sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai pada fase akhir pertumbuhan, dimana pemberian
0 2 4 6 8 10 12 14 16
100 % KL 80% KL 60% KL
b e ra t k e ri n g t a n a m a n ( g ra m ) pemberian air
(53)
pada 100% kapasitas lapang menghasilkan berat kering yang paling tinggi, karena kadar air pada 100% kapasitas lapang adalah pemberian air yang optimal
Berat polong tanaman kedelai
Selama masa pembungaan tanaman banyak bunga yang gagal terbentuk dan mengering sebelum membentuk polong, hal ini terjadi karena suhu dirumah kaca yang terlalu tinggi pada siang hari. Sedangkan dalam Maesen dan somaatmadja (1993) dikatakan bahwa tanaman kedelai ialah tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu 21-320C, dan suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengurangi munculnya bunga dan terbentuknya polong. Berat kering polong dan setelah di uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 10 dan secara grafik dapat dilihat pada Gambar 11.
Tabel 10. Uji DMRT berat kering polong
Perlakuan DMRT Rataan
(gram)
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
100% KL 13,20 a A
80% KL 1,879 2,639 10,78 b A
60% KL 1,967 2,748 8,76 c B
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.
Gambar 11. Grafik berat kering polong kedelai 0 2 4 6 8 10 12 14
100% KL 80% KL 60% KL
b e ra t k e ri n g p lo n g (g ra m ) pemberian Air
(54)
Berdasarkan Tabel 10 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa berat kering polong dengan taraf uji 0,05 menunjukkan perbedaan berat kering polong yang berbeda signifikan diantara tiga perlakuan pemberian air. Pada taraf uji 0,01 menunjukkan pemberian air 100% kapasitas lapang dan 80% kapasitas lapang berbeda sangat signifikan terhadap pemberian air 60% kapasitas lapang, namun pemberian air 100% kapasitas lapang tidak berbeda signifikan terhadap pemberian air 80% kapasitas lapang. Pada pemberian air 100% kapasitas lapang dihasilkan 38,6 polong kedelai dengan berat 13,20 g. Pada pemberian air 80% kapasitas lapang dihasilkan 27,8 polong kedelai dengan berat 10,78 g, dan pada pemberian air 60% kapasitas lapang dihasilkan 26,4 polong kedelai dengan berat 8,76 g. Sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap berat kering polong kedelai, dimana pemberian pada 100% kapasitas lapang menghasilkan berat kering polong yang paling tinggi. Hal ini dapat terjadi karena menurut Adisarwanto (2005) tanaman kedelai akan sangat keritis apabila kondisi kekurangan air terjadi pada masa pembentukan polong.
Secara umum perlakuan pemberian air memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat kering tanaman dan berat polong tanaman kedelai. Hasil tertinggi dicapai dengan perlakuan 100% kapasitas lapang dan yang terendah dengan perlakuan 60% kapasitas lapang. Walaupun Adisarwanto (2005) menyatakan bahwa pada kondisi kekeringan dengan kadar air 50% kapasitas lapang masih dapat ditoleransi oleh tanaman kedelai, namun dari hasil penelitian ini hasil yang diproduksi tidak seperti pemberian air dengan kadar air 100% kapasitas lapang. Hal ini dapat disebabkan karena faktor kondisi tanah dan kondisi lingkungannya.
(55)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jenis tanah yang digunakan ialah Inceptisol bertekstur lempung liat berpasir, dengan persen fase pasir 53,84%, debu 14,56%, dan liat 31,60%. Serta memiliki kandungan c-organik 1,28%.
2. Kadar air kapasitas lapang basis kering tanah inceptisol ialah sebesar 47,72%, porositas 57,64%, kerapatan massa 1,08 g/cm3 dan kerapatan partikel2,56 g/cm3.
3. Pada perlakuan pemberian air 100% kapasitas lapang kadar air terendah terdapat pada kedalaman 0-5 cm dan kadar air tertinggi pada kedalaman 6-10 cm. Pada perlakuan pemberian air 80% kapasitas lapang kadar air terendah terdapat pada kedalaman 0-5 cm dan kadar air tertinggi pada kedalaman 6-10 cm. Pada perlakuan pemberian air 60% kapasitas lapang kadar air terendah terdapat pada kedalaman 0-5 cm dan kadar air tertinggi pada kedalaman 6-10 cm.
4. Pada perlakuan pemberian air 100% kapasitas lapang di peroleh berat kering tanaman pada fase tengah 16,51 g dan pada fase akhir 14,89 g. Sedangkan pada pemberian air 80% kapasitas lapang di peroleh berat kering tanaman pada fase tengah 14,23 g dan pada fase akhir 11,77 g. Serta pada pemberian air 60% kapasitas lapang di peroleh berat kering tanaman pada fase tengah 13,12 g dan pada fase akhir 10,97 g.
5. Pada perlakuan pemberian air 100% kapasitas lapang di peroleh berat kering polong sebesar 13,20 g. Pada pemberian air 80% kapasitas lapang
(56)
di peroleh berat kering polong sebesar 10,78 g. Pada pemberian air 60% kapasitas lapang di peroleh berat kering polong sebesar 8,76 g
Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menghentikan pemberian air pada masa pematangan biji tanaman kedelai.
2. Mengukur kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas tanah pada setiap perlakuan percobaan
(57)
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T., 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Bunganaen, W., 2009. Analisis Efisiensi dan Kehilangan Air Pada Jaringan Utama Daerah Irigasi Air Sagu. Undana, Kupang. [Modul].
Balitan, 2014. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Departemen Pertanian, Bogor.
BPS. 2013. Produksi Padi Jagung dan Kedelai Angka Ramalan Satu Tahun 2013. BPS Sumut. Medan.
Foth, H. D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Hasibuan, B. A., 2011. Ilmu Tanah. USU Press, Medan.
Hanum, C., 2013. Klimatologi Pertanian. USU Press, Medan.
Hakim N., N. Yusuf, A. M. Lubis, G. N. Sutopo, M. Amin, Go B. H. dan H. H. Bailley, 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung. Hanafiah, K. A., 2005. Dasar Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Hansen, V. E., O.W. Israelsen dan G. E. Stringham, 1992. Dasar-Dasar dan Praktek Irigasi. Penerjemah: Endang. Erlangga, Jakarta.
Harto, S. BR., 1993. Analisis Hidrologi. Gamedia Pustaka Umum, Jakarta.
Hermantoro., 2011. Teknologi Inovatif Irigasi Lahan Kering dan Lahan Basah Studi Kasus Untuk Tanaman Lada Perdu. INSTIPER, Yogyakarta.
Hillel D., 1971. Soil And Water Physical Principles And Processes.Academic Pres. New York.
Islami, T. dan W. H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Malang.
Israelsen, D. W. dan V. E. Hansen. 1962. Irrigation Principles and Practices. McGraw- Hill Book Company, New York.
Junaidi, Muyassir dan Syafaruddin, 2013. Penggunaan Bakteri Pseudomonas fluorscens dan Pupuk Kandang Dalam Bioremediasi Inceptisol Tercemar Hidrokarbon. Universitas Syah Kuala, Banda Aceh.
(58)
Kusumawati, I., 2003. Perubahan Pola Penyebaran Kadar Air Media Arang Sekam dan Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat Pada Pemberian Air Secara Sinambung dan Terputus-Putus Dengan Irigasi Tetes. IPB, Bogor. Limantara, L. M., 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung, Bandung.
Notohadiprawiro, T., 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Maesen., V. D. dan S. Somaatmadja, 1993. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mukhlis, Sarifuddin, dan H. Hanum, 2011. Kimia Tanah Teori dan Aplikasi. USU Press, Medan.
Mukhlis, 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press, Medan.
Sosrodarsono, S. dan Takeda, 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta.
Suprapto, 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suripin, 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Penerbit ANDI, Yogyakarta.
(59)
Lampiran 1. Flowchart Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Pemilihan Tanah dan Tanaman
Persiapan Benih Tanaman
Persiapan Tanah : - Pengayakan tanah - pemasukan tanah
dalam polibag - pemantapan tanah
Penanaman Benih
Perlakuan :
Pemberian air pada tiap tanah dengan jumlah air yang berbeda dengan masing masing 5 kali pengulangan
Dilakukan pengamatan untuk setiap Parameter
Dianalisis data yang diperoleh
(60)
Lampiran 2. Menentukan tekstur tanah Inceptisol dengan segitiga USDA Dimana :
Pasir (sand) = 53,84% Debu (silt) = 14,56% Liat (Clay) = 31,60%
Tekstur = Lempung Liat Berpasir (sandy Clay loam)
(61)
Lampiran 3. Data suhu harian rumah kaca
Tanggal
Suhu (oC) Suhu Rata-rata 07.00 12.00 17.00 Harian (oC)
19 Maret 2015 27 35 34 32.3
20 Maret 2015 25 38 36 33.0
21 Maret 2015 27 31 28 28.6
22 Maret 2015 26 33 31 30.0
23 Maret 2015 26 36 33 31.6
24 Maret 2015 25 36 34 31.6
25 Maret 2015 25 35 30 30.0
26 Maret 2015 25 36 27 29.3
27 Maret 2015 26 35 31 30.6
28 Maret 2015 26 36 28 30.0
29 Maret 2015 25 37 34 32.0
30 Maret 2015 26 36 30 30.6
31 Maret 2015 26 36 29 30.3
01 April 2015 27 37 28 30.6
02 April 2015 27 37 35 33.0
03 April 2015 25 38 35 32.6
04 April 2015 26 38 36 33.3
05 April 2015 26 32 31 29.6
06 April 2015 25 33 31 29.6
07 April 2015 26 36 31 31.0
08 April 2015 27 37 32 32.0
09 April 2015 27 37 27 30.3
10 April 2015 25 35 28 29.3
11 April 2015 26 30 32 29.3
12 April 2015 25 32 31 29.3
13 April 2015 25 32 31 29.3
14 April 2015 26 35 32 31.0
15 April 2015 25 34 30 29.6
16 April 2015 26 35 31 30.6
17 April 2015 25 34 33 30.6
18 April 2015 26 37 34 32.3
19 April 2015 26 37 35 32.6
20 April 2015 27 38 36 33.6
21 April 2015 27 34 30 30.3
22 April 2015 26 37 34 32.3
23 April 2015 25 36 35 32.0
24 April 2015 25 38 36 33.0
25 April 2015 26 35 32 31.0
26 April 2015 25 35 33 31.0
(62)
28 April 2015 27 38 34 33.0
29 April 2015 26 37 34 32.3
30 April 2015 26 36 32 31.3
01 Mei 2015 26 36 32 31.3
02 Mei 2015 26 35 32 31.0
03 Mei 2015 26 36 33 32.0
04 Mei 2015 27 38 35 33.5
05 Mei 2015 26 36 33 31.6
06 Mei 2015 26 37 34 32.3
07 Mei 2015 25 34 30 29.6
08 Mei 2015 26 36 33 31.6
09 Mei 2015 26 36 32 31.3
10 Mei 2015 26 35 31 30.5
11 Mei 2015 27 37 35 33.0
12 Mei 2015 26 34 31 30.3
13 Mei 2015 26 35 31 30.6
14 Mei 2015 26 36 32 31.3
15 Mei 2015 26 34 31 30.3
16 Mei 2015 27 38 36 33.6
17 Mei 2015 25 33 29 29.0
18 Mei 2015 26 36 33 31.3
19 Mei 2015 26 36 32 31.3
20 Mei 2015 26 34 31 30.3
21 Mei 2015 27 38 36 33.6
22 Mei 2015 25 33 29 29.3
23 Mei 2015 26 35 31 30.6
24 Mei 2015 26 36 32 31.3
25 Mei 2015 26 36 32 31.3
26 Mei 2015 27 37 34 32.6
27 Mei 2015 25 33 30 29.3
28 Mei 2015 25 34 31 30.3
29 Mei 2015 26 37 34 32.3
30 Mei 2015 27 35 32 31.3
31 Mei 2015 26 38 35 33.0
01 Juni 2015 26 33 30 30.0
02 Juni 2015 26 34 31 30.3
03 Juni 2015 26 37 35 32.6
04 Juni 2015 27 35 31 31.0
05 Juni 2015 26 37 34 32.3
06 Juni 2015 26 34 35 31.6
07 Juni 2015 26 34 31 30.6
08 Juni 2015 26 33 32 30.3
09 Juni 2015 25 32 31 29,3
(63)
Lampiran 4. Kerapatan massa, kerapatan patikel dan porositas Kedalam-an (cm) BTA (g) BTKO (g) VTKU (cm3)
VTKO (cm3)
Kerapatan Massa (g/cm3)
Kerapatan Partikel (g/cm3)
Porositas (%)
0-5 311.9 212.9 196.1 90 1.08 2.36 54.23
6-10 304.1 201.1 188.4 70 1.06 2.87 63.06
11-15 310.2 206.1 192.3 80 1.07 2.57 58.36
16-20 314.2 220.0 200.0 90 1.10 2.44 54.91
Rata-rata 1.08 2.56 57.64
Dimana:
BTKU: Berat tanah kering udara BTKO: Berat tanah kering oven
VTKU: Volume tanah kering udara (volume total) Volume ring sampel = πd2t
VTKO: Volume tanah kering oven Bulk density Bd = VM Particle Density ρp = Massa tanah
Volume tanah kering Porositas = { − ρρ } 100%
Lampiran 5. Evapotranspirasi tanaman kedelai fase tengah
Umur Tanaman Evaporasi (Ep) (mm/hari) Koefisien Panci Evapopan (k) Evaporasi Potensial (Et0) (mm/hari) Koefisien Tanaman (kc) Evapotranspirasi (ET) (mm/hari)
30 2 0,7 1,4 1,15 1,61
31 1 0,7 0,7 1,15 0,80
32 2 0,7 1,4 1,15 1,61
33 3 0,7 2,1 1,15 2,41
34 2 0,7 1,4 1,15 1,61
35 3 0,7 2,1 1,15 2,41
36 2 0,7 1,4 1,15 1,61
37 3 0,7 2,1 1,15 2,41
38 3 0,7 2,1 1,15 2,41
39 3 0,7 2,1 1,15 2,41
(64)
Lampiran 6. Evapotranspirasi tanaman kedelai fase akhir Umur Tanaman Evaporasi (Ep) (mm/hari) Koefisien Panci Evapopan (k) Evaporasi Potensial (Et0) (mm/hari) Koefisien Tanaman (kc) Evapotranspirasi (ET) (mm/hari)
41 3 0,7 2,1 0,8 1,68
42 2 0,7 1,4 0,8 1,12
43 2 0,7 1,4 0,8 1,12
44 3 0,7 2,1 0,8 1,68
45 3 0,7 2,1 0,8 1,68
46 3 0,7 2,1 0,8 1,68
47 4 0,7 2,8 0,8 2,24
48 3 0,7 2,1 0,8 1,68
49 3 0,7 2,1 0,8 1,68
50 2 0,7 1,4 0,8 1,12
51 3 0,7 2,1 0,8 1,68
52 3 0,7 2,1 0,8 1,68
53 2 0,7 1,4 0,8 1,12
54 3 0,7 2,1 0,8 1,68
55 3 0,7 2,1 0,8 1,68
56 4 0,7 2,8 0,8 2,24
57 3 0,7 2,1 0,8 1,68
58 3 0,7 2,1 0,8 1,68
59 2 0,7 1,4 0,8 1,12
60 3 0,7 2,1 0,8 1,68
61 3 0,7 2,1 0,8 1,68
62 3 0,7 2,1 0,8 1,68
63 3 0,7 2,1 0,8 1,68
64 3 0,7 2,1 0,8 1,68
65 2 0,7 1,4 0,8 1,12
66 2 0,7 1,4 0,8 1,12
67 2 0,7 1,4 0,8 1,12
68 3 0,7 2,1 0,8 1,68
69 3 0,7 2,1 0,8 1,68
70 3 0,7 2,1 0,8 1,68
71 4 0,7 2,8 0,8 2,24
72 3 0,7 2,1 0,8 1,68
73 3 0,7 2,1 0,8 1,68
74 2 0,7 1,4 0,8 1,12
75 3 0,7 2,1 0,8 1,68
76 3 0,7 2,1 0,8 1,68
77 2 0,7 1,4 0,8 1,12
78 2 0,7 1,4 0,8 1,12
79 80 4 3 0,7 0,7 2,8 2,1 0,8 0,8 2,24 1,68
(65)
Dimana:
k = Koefisien Panci evapopan kc = Koefisien tanaman
Evaporasi Potensial = Et0 = k x Ep Evapotranspirasi = ET = kc x Et0
Lampiran 7. Pemberian air tanaman harian fase tengah Umur tanam an Evapotranspira si (ET) (mm/hari) Luas polibag
(cm2)
Volume air ET (ml) Volume 100% ET (ml) Volume 80% ET (ml) Volume 60% ET (ml)
30 1,61 452,16 72,79 72,79 58,23 43,67
31 0,80 452,16 36,16 36,16 28,94 21.69
32 1,61 452,16 72,79 72,79 58,23 43,67
33 2,41 452,16 108,97 108,97 87,17 65,38
34 1,61 452,16 72,79 72,79 58,23 43,67
35 2,41 452,16 108,97 108,97 87,17 65,38
36 1,61 452,16 72,79 72,79 58,23 43,67
37 2,41 452,16 108,97 108,97 87,17 65,38
38 2,41 452,16 108,97 108,97 87,17 65,38
39 2,41 452,16 108,97 108,97 87,17 65,38
40 2,41 452,16 108,97 108,97 87,17 65,38
Lampiran 8. Pemberian air tanaman harian fase akhir Umur tanaman Evapotranspirasi (ET) (mm/hari) Luas polibag
(cm2)
Volume air ET (ml) Volume 100% ET (ml) Volume 80% ET (ml) Volume 60% ET (ml)
41 1,68 452,16 76 76 61 46
42 1,12 452,16 51 51 41 31
43 1,12 452,16 51 51 41 31
44 1,68 452,16 76 76 61 46
45 1,68 452,16 76 76 61 46
46 1,68 452,16 76 76 61 46
47 2,24 452,16 101 101 81 61
48 1,68 452,16 76 76 61 46
49 1,68 452,16 76 76 61 46
50 1,12 452,16 51 51 41 31
51 1,68 452,16 76 76 61 46
52 1,68 452,16 76 76 61 46
53 1,12 452,16 51 51 41 31
54 1,68 452,16 76 76 61 46
(1)
(2)
(3)
Penyebaran akar tanaman fase akhir 80% ETc
(4)
Pengovenan tanaman kedelai
(5)
Polong tanaman kedelai yang dihasilkan
(6)
Timbangan digital