Rancang Bangun Inkubator Skala laboratorium dengan Sistem Pemanas Induksi (Induction Heating) Berbasis Mikrokontroler ATMega8535

(1)

LAMPIRAN 1

A. Gambar Inkubator

(Bahan Inkubator) (Ukuran dan Massa Inkubator)

(Lapisan isolator Inkubator) (Inkubator dilapisi bahan isolator kayu)

(Pemasangan Lilitan Tembaga Pada Inkubator)


(2)

B. Gambar Rangkaian Power Supply

(Trafo pada Rangkaian Power Supply (Rangkaian Power Supply)


(3)

C. Gambar Inkubator dan Rangkaian Pemanas Induksi

(Inkubator tampak dari depan)


(4)

1. Program Alat Pada Mikrokontroler dengan Code Vision AVR /***************************************************** This program was produced by the

CodeWizardAVR V1.25.9 Standard Automatic Program Generator

© Copyright 1998-2008 Pavel Haiduc, HP InfoTech s.r.l. pranala:http://www.hpinfotech.com

Project : Version :

Date : 10/20/2016 Chip type : Atmega8535 Program type : Application

AVR Core Clock frequency : 16.000000 MHz Memory model : Small

External RAM size : 0 Data stack size : 128

***************************************************** #include <mega8535.h>

#include <stdlib.h> #include <delay.h>

// Declare your global variables here

void main(void) {

//PORTA initialization

//Func7 = InFunc6 = InFunc5 = InFunc0 = In //State7 = TState6 = T State0 = T


(5)

PORTD=0x00; DDRD=0xFF;

//Time/counter 1Initialization //Clock Source : System Clock //Clock Value : 10800 Khz //Mode : Fast PWM Top = 00FFh //OC1A output : Non-Inv

//OC1B output : Non-Inv //Noise canceler : Off

//Input Capture on Falling edge //Timer1 overflow interruption : Off TCCR1A = 0xA1

TCCR1A = 0xA1

#define heater1 PORTC.6 #define heater2 PORTC.7

// Alphanumeric LCD Module functions #asm

.equ __lcd_port=0x15 ;PORTC #endasm

#include <alcd.h>

// Standard Input/Output functions #include <stdio.h>

#include <delay.h>

#define ADC_VREF_TYPE 0x40 // Read the AD conversion result

unsigned int read_adc(unsigned char adc_input) {


(6)

ADMUX=adc_input | (ADC_VREF_TYPE & 0xff);

// Delay needed for the stabilization of the ADC input voltage delay_us(10);

// Start the AD conversion ADCSRA|=0x40;

// Wait for the AD conversion to complete while ((ADCSRA & 0x10)==0);

ADCSRA|=0x10; return ADCW; }

// Declare your global variables here void main(void)

{

PORTA=0x00; DDRA=0x00; PORTB=0x00; DDRB=0x00; PORTC=0x00; DDRC=0x00; PORTD=0x00; DDRD=0x00;

// Timer/Counter 0 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer 0 Stopped // Mode: Normal top=FFh // OC0 output: Disconnected TCCR0=0x00;

TCNT0=0x00; OCR0=0x00;


(7)

// Timer/Counter 1 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer 1 Stopped // Mode: Normal top=FFFFh // OC1A output: Discon. // OC1B output: Discon. // Noise Canceler: Off

// Input Capture on Falling Edge // Timer 1 Overflow Interrupt: Off // Input Capture Interrupt: Off // Compare A Match Interrupt: Off // Compare B Match Interrupt: Off TCCR1A=0x00;

TCCR1B=0x00; TCNT1H=0x00; TCNT1L=0x00; ICR1H=0x00; ICR1L=0x00; OCR1AH=0x00; OCR1AL=0x00; OCR1BH=0x00; OCR1BL=0x00;

// Timer/Counter 2 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer 2 Stopped // Mode: Normal top=FFh // OC2 output: Disconnected ASSR=0x00;

TCCR2=0x00; TCNT2=0x00;


(8)

OCR2=0x00;

// External Interrupt(s) initialization // INT0: Off

// INT1: Off // INT2: Off MCUCR=0x00; MCUCSR=0x00;

// Timer(s)/Counter(s) Interrupt(s) initialization TIMSK=0x00;

// USART initialization

// Communication Parameters: 8 Data, 1 Stop, No Parity // USART Receiver: On

// USART Transmitter: On // USART Mode: Asynchronous // USART Baud Rate: 9600 UCSRA=0x00;

UCSRB=0x18; UCSRC=0x86; UBRRH=0x00; UBRRL=0x4D;

// Analog Comparator initialization // Analog Comparator: Off

// Analog Comparator Input Capture by Timer/Counter 1: Off ACSR=0x80;

SFIOR=0x00; // ADC initialization

// ADC Clock frequency: 750.000 kHz // ADC Voltage Reference: AVCC pin // ADC High Speed Mode: Off

// ADC Auto Trigger Source: None ADMUX=ADC_VREF_TYPE & 0xff; ADCSRA=0x84;


(9)

SFIOR&=0xEF; lcd_init(16); lcd_clear( ); lcd_gotoxy(0,0); lcd_puts(sementara); ftoa(suhu_c,1,sementara); lcd_gotoxy(0,1) ;

lcd_puts(“Wulan Lbs_Inkubator Induksi”); delay_ms(100);

while (1) {

// Place your code here SUHU= read_adc(0)+22;

suhu_c=(float)SUHU*500/1023; sprintf(sementara,"%i",SUHU); if (suhu > 100)

{

PORTC.6 = 0; PORTC.7 = 0; }

if (suhu < 100) {

PORTC.6 = 1; PORTC.7 = 1; delay_ms(100); }

} {


(10)

2. Program Antarmuka Komputer menggunakan Software Visual Basic 6.0. /*****************************************************

Private Sub Form_Load() Timer1.Enabled = False MSComm1.PortOpen = True

Text1(0).Text = 99 - VScroll2.Value Text1(1).Text = 59 - VScroll1.Value Text2(0).Text = ""

Text2(1).Text = "" VScroll1.Max = 58 VScroll1.Min = 0 VScroll2.Max = 99 VScroll2.Min = 0 VScroll1.Value = 58 VScroll2.Value = 99

Label1(5).Caption = Chr(176) & "C" End Sub

Private Sub Command1_Click() 'Run/Stop

Timer1.Interval = (Val(Text1(0).Text) * 60 + Val(Text1(1).Text)) * 1000 If Timer1.Enabled = False Then

Timer1.Enabled = True Command1.Caption = "Stop" Command2.Enabled = False Command3.Enabled = False Else

Timer1.Enabled = False Command1.Caption = "Run" Command2.Enabled = True Command3.Enabled = True End If


(11)

End Sub

Private Sub MSComm1_OnComm() xx = MSComm1.Input

On Error GoTo errhand

Text2(0).Text = Asc(Left(xx, 1)) Text2(1).Text = Asc(Right(xx, 1)) With Adodc1.Recordset .

AddNew ! jam = Time !

suhu = Val(Text2(0).Text) !. Update

End With

Adodc1.Recordset.Requery Adodc1.Recordset.MoveLast errhand:

Exit Sub End Sub


(12)

DAFTAR PUSTAKA

AN9012. (2000).”Induction Heating System Topology Review”, Fairchaild semiconductor.

AND9166/D. (2014).“Induction Cooking”, Semiconductor Components Industries.

Habibi. (2007).“Pembangkitan Tegangan Tinggi AC Menggunakan Kumparan Tesla”.Tugas Akhir.UNDIP

Khotimah, K. (2015). “Prototipe Alat Reaktor Pirolisis Untuk Konversi Plastik Menjadi Bahan Bakar Dengan Sistem Pemanas Induksi”. Tugas

Akhir. Politeknik Negeri Sriwijaya.

Nugroho, K. (2015). “Pengembangan Tungku Pemanas Induksi Berbasis Mikrokontroler ARM untuk Pemrosesan Logam Skala Labratorium”. WordPress

Raharjo, W. (2013). “Rancang Bangun Pemanas Induksi Berkapasitas 600 W untuk Proses Perlakuan Panas dan Permukaan”.Jurnal. UNS.

Sandi, P. (2010).“Perancangan Inverter Resonan Seri Frekuensi Tinggi Sebagai Suplai Pemanas Induksi Pada Alat Pemanas Bearing”.Tugas Akhir. UNDIP

Semiatin, S.L. (1986).” Induction Heat Treating of Steel”. American Society for Metals.

Sudirham, Sudaryatno. (2010).“Analisis Rangkaian Listrik”. Bandung. ITB

Satriansyah, Adam. (2011).“Rangkaian AC Paralel R-L-C”. http://sextrusion.con.tw. Diunduh tanggal 27/2/2015

Zachariace Alberth. (2009).“Perancangan Modul Inverter Frekuensi Tinggi Sebagai Pemanas Induksi Untuk Aplikasi Pengering Pakaian”. Tugas Akhir. UNDIP


(13)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. SISTEM SECARA UMUM

Pada bab 3 ini akan dibahas perancangan dan realisasi dari perangkat keras dan perangkat lunak inkubator dengan sistem pemanas induksi. Adapun diagram blok secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3.1.

Arus AC

Induksi Medan Magnet

Panas

(Gambar 3.1 Diagram Blok Sistem) LCD

SENSOR SUHU (LM35) IGBT ATMEGA

8535

KUMPARAN KERJA

BENDA KERJA JALA-JALA

LISTRIK

POWER SUPPLY

DRIVER IGBT


(14)

3.1.1 Cara Kerja Sistem

Berdasarkan diagram blok pada gambar 3.1 maka cara kerja sistem adalah sebagai berikut :

1. Dari sumber tegangan AC 1 fasa 220 volt, tegangan diturunkan kemudian disearahkan pada rangkaian power supply untuk menghasilkan output tegangan DC.

2. Mikrokontroler ATmega 8535 adalah pengendali utama sistem dan berfungsi menghasilkan gelombang kotak untuk memicu IGBT sebagai

switching arus AC sehingga tegangan tinggi dapat dibangkitkan

3. Driver IGBT berfungsi untuk menghubungkan rangkaian mikrokontroler dengan IGBT untuk mengoperasikan IGBT dari keadaan Off ke On dan sebaliknya serta sebagai pemisah (isolasi) antara mikrokontroler dengan IGBT untuk menghindari kerusakan pada mikrokontroler jika terjadi arus balik dari rangkaian IGBT.

4. IGBT berfungsi sebagai switching pada rangkaian untuk mengubah tegangan DC menjadi tegangan AC

5. Kumparan penginduksi akan dilewatkan tegangan AC sehingga

menghasilkan medan magnet yang akan menginduksi objek yang ingin dipanaskan

6. Sensor suhu digunakan untuk membaca kenaikan suhu pada sistem 7. LCD berfungsi untuk menampilkan nilai temperatur sistem.

3.1.2 Komponen Sistem

1. AVR ATMega 8535

2. IGBT CT30KM-8H digunakan pada rangkaian switching 3. Transistor 13001 digunakan pada rangkaian driverswitching 4. IC TLP 250 digunakan pada rangkaian optocoupler.


(15)

3.2 SPESIFIKASI DAN PERANCANGAN PERANGKAT KERAS

3.2.1. Perancangan Inkubator (Benda Kerja)

Benda kerja adalah objek yang akan diinduksi oleh medan magnet frekuensi tinggi dari kumparan kerja. Benda ini dibuat dari bahan steel low carbon. Pemilihan bahan ini didasarkan pada permeabilitas magnetik relatif yang dimiliki cukup besar yaitu 100 sehingga baik dalam menghantarkan garis-garis gaya magnet dan berpotensi menghasilkan panas yang cukup besar.

Steel low carbon yang digunakan memiliki ketebalan 3 mm. Bahan tersebut dibentuk menjadi kotak segiempat dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm. Untuk menerapkan sistem kontrol temperatur didalam inkubator, maka didalamnya akan ditempatkan sensor temperatur LM35 dan diluarnya ditempatkan penampil nilai temperatur berupa LCD.

3.2.1.1. Kapasitas Inkubator (Benda Kerja)

Berdasarkan perencanaan awal, ukuran inkubator (benda kerja) adalah 20 cm x 20 cm x 20 cm sehingga diperoleh panjang = 20 cm x 6 sisi = 120 cm, lebar = 20 cm dan tebal = 3 mm. Maka volume bahan inkubator adalah :

V = P x l x t (3.1)

= 120 cm x 20 cm x 0.3 cm = 720 cm3

= 0.00072 m3

Oleh karena itu, massa dari inkubator (benda kerja) dapat diperoleh dari persamaan berikut :

m = ρ.v (3.2)

dimana ;

v = Volume inkubator yaitu 0.00072 m3

ρ = Massa jenis bahan inkubator yaitu 4000 kg/m3 maka massa inkubator adalah :

m = (4000 kg/m3). (1.2 x 0.2 x 0.003) m = 2,88 kg = 3 kg


(16)

20 cm 20 cm

Gambar 3.2. Rancangan Dimensi Inkubator

3.2.1.2. Kalor yang Dibutuhkan Inkubator (Benda Kerja)

Untuk memanaskan inkubator hingga 1000C maka artinya peneliti harus menaikkan temperatur didalam benda kerja dalam kondisi beban udara. Oleh karena itu, tahap pertama adalah menghitung massa udara didalam benda kerja. Berdasarkan persamaan dibawah ini:

m

udara

= ρ.v

Dimana ;

ρ = massa jenis udara yaitu 1,29 kg/m3

v = dimensi inkubator yaitu 20 cm x 20 cm x 20 cm = 0,008 m3 maka massa udara didalam benda kerja adalah :

= (1,29 kg/m3)(0,008 m3) = 0,01032 kg

Setelah diperoleh massa udara didalam benda kerja, maka tahap berikutnya adalah menghitung energi kalor untuk menaikkan temperatur didalam benda kerja tersebut hingga 1000C. Berdasarkan persamaan dibawah ini :

Q = m udara. C udara. ∆ (3.3)

Dimana ;

m = massa udara didalam inkubator yaitu 0,01032 kg C = massa jenis udara yaitu 1000 J/Kg.K.

∆ = suhu awal udara = 200C, suhu akhir = 1000C


(17)

Maka energi kalor untuk menaikkan temperatur didalam benda kerja tersebut hingga 1000C adalah :

Q = 0,01032 kg. 1000 J/Kg.K. (373 K – 293 K)

= 825,6 J

Jadi energi yang diperlukan untuk menaikkan temperatur didalam benda kerja hingga 1000C adalah 825,6 J.

Tercapainya temperatur 100 0C didalam benda kerja disebabkan adanya peningkatan temperatur pada dinding benda kerja (inkubator) tersebut, dimana temperatur awal dinding inkubator yaitu sekitar 25 0C. Temperatur didalam benda kerja (inkubator) akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur pada dinding inkubator. Hal ini karena terjadi proses perpindahan panas dari dinding inkubator melalui cara konveksi (aliran).

Untuk mengetahui perpindahan kalor tersebut dapat menggunakan persamaan perpindahan kalor secara konveksi berikut:

H = h. A. (T1- T0) (Watt) (3.4a)

Q= h. A. (T1- T0). t

(Joule)

(3.4b)

Dimana :

h = nilai koefisien konveksi termal (W/ m2 K) A = luas permukaan perpindahan kalor yaitu 0,16 m2 T1 = Temperatur awal bahan inkubator (25 0C)

T0 = Temperatur awal udara (20 0C)

t = Waktu perpindahan kalor (s)

Sebelum menghitung waktu untuk menaikkan temperatur ruang inkubator, maka perlu dihitung koefisien konveksi termal dari bahan inkubator tersebut.

Maka nilai koefisien konveksi termal dari bahan inkubator adalah : H = h. A. ∆

825,6 J/s = h ( 0,16 m2) (298 K- 293 K) h = 1032 W/ m2 K

Temperatur ruang inkubator akan dinaikkan menjadi 100 0C melalui perpindahan kalor (konveksi) dari dinding inkubator ketika dilakukan pemanasan. Oleh karena


(18)

itu, energi kalor yang dibutuhkan pemanas induksi untuk menaikkan temperatur dinding inkubator menjadi 100 0C adalah :

Q

= m

benda

. C

benda

.

Dimana ;

m = massa inkubator yaitu 3 kg

C = kalor jenis bahan inkubator yaitu 500 J/Kg.K

∆ = suhu awal inkubator = 250C, suhu akhir = 100 0C maka energi kalor yang dihasilkan adalah :

Qdinding inkub = 3 kg. 500 J/Kg.K. 75 K

= 112,5 kJ

Jadi besarnya energi maksimal yang dibutuhkan pemanas induksi untuk menaikkan temperatur dinding inkubator (benda kerja) menjadi 100 0C adalah sebesar 112,5 kJ

3.2.2. Kumparan Kerja

Kumparan kerja ini dibuat dari bahan tembaga yang baik menghantarkan arus listrik. Ada beberapa pilihan bahan yang akan digunakan, namun tembaga merupakan logam yang paling konduktif dilihat dari segi ekonomis, sehingga dipilih sebagai penghantar arus listrik frekuensi tinggi yang nantinya akan menghasilkan medan magnet yang menginduksi benda kerja.

Untuk bentuknya dipilih tembaga yang berbentuk pipa artinya bagian tengahnya berlubang karena mengingat peristiwa skin effect (efek kulit) yang membuat arus hanya akan mengalir pada permukaan tembaga. Pipa tembaga yang digunakan telah dilapaisi bahan email agar lebih aman.

Untuk lebih jelasnya, bentuk pipa tembaga dapat dilihat pada gambar 3.3 dibawah ini.


(19)

Dalam penelitian ini, lilitan kumparan pada inkubator dirancang agar menghasilkan panas yang dapat diterapkan secara homogen artinya panas menyebar secara merata pada setiap sisi inkubator. Selain itu, lilitan penginduksi ini harus mempunyai jumlah liiltan yang cukup agar medan magnetik yang dihasilkan dapat menginduksi benda kerja dengan baik.

Sebelum dililit oleh pipa tembaga, inkubator akan dilapisi oleh bahan isolator panas berupa kayu guna menghindari kontak panas antara bahan inkubator dengan pipa tembaga sehingga temperatur pipa tembaga tidak terjadi kenaikan yang signifikan.

Adapun perancangan lilitan kumparan pada inkubator yang telah dilapisi kayu dapat dilihat pada gambar 3.4 dibawah ini.

Gambar 3.4

Perancangan Lilitan Kumparan pada Inkubator yang Dilapisi Bahan Kayu

3.2.2.1. Induksi Magnetik dan Induktansi Kumparan Kerja

Kumparan dibuat dengan dimensi sedikit lebih besar dari dimensi benda kerja yaitu 25 cm x 25 cm mengingat benda kerja akan dilapisi kayu. Panjang pipa tembaga yang akan digunakan adalah 9 m dengan jumlah lilitan sebanyak 9 lilitan. Jumlah lilitan pipa tembaga ini diusahakan tidak mempunyai dimensi yang lebih besar dari objek benda yang dipanasi, sehingga arus yang mengalir lewat lilitan secara keseluruhan mempunyai kesempatan berinteraksi dengan tahanan benda. Nilai induksi magnet pada kumparan menjadi faktor penentu menghasilkan panas pada benda kerja. Hal ini karena kumparan kerja yang dialiri arus bolak


(20)

balik (AC) menghasilkan induksi magnet yang akan menginduksi benda kerja sehingga menghasilkan panas pada benda kerja tersebut.

Oleh karena daya yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dinding benda kerja menjadi 1000C adalah 112,5 kW, maka nilai induksi magnetik dan induktansi kumparan (dalam perancangan ini berupa selenoida) yang dibutuhkan dapat dihitung dengan persamaan daya disisipasi deret fourier berikut: (Sudaryatno. 2010)

Peddy total =

( , . . π . . )

ρ.

(Watt)

(3.5)

Dimana,

f = frekuensi dalam penelitian digunakan 80 kHz B = induksi medan magnet (T)

Z = densitas material inkubator (4000 kg/m3)

ρ = Resistivitas material inkubator (9,68 .10-8 ohm.m)

Maka besar kuat medan magnet yang diperlukan untuk menghasilkan daya sebesar 112,5 kW adalah:

112,5 kW = ( , . ) ( . ) ( )

( , . . ). ( )

B = 97,50. 10-5 T

Berdasarkan nilai induksi magnet yang diperoleh, maka kita dapat menentukan arus yang diberikan sehingga berdasarkan persamaan dibawah ini:

B = µ (3.6)

Dimana,

µ = Permeabilitas udara yaitu 4 . 10

N = Jumlah lilitan yaitu 9 lilitan I = arus yang melewati kumparan (A)

L = Panjang selenoida yaitu 0.116 m

maka nilai jumlah lilitan dan arus yang dibutuhkan kumparan kerja adalah:

97,50. 10-5 T = . . .

,


(21)

Sehingga besarnya arus yang mengalir pada kumparan kerja adalah 10 A. Jumlah lilitan yang dibuat sudah mampu menghasilkan induksi magnetik yang dapat menginduksi inkubator sehingga menghasilkan panas.

Untuk mengetahui luas penampang pipa tembaga yang digunakan dalam penelitian ini agar mampu membawa arus sebesar 10 A diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.6. Sehingga luas penampang pipa tembaga yang digunakan adalah 10 mm2 dengan rugi tegangan sekitar 0,17 V.

Selanjutnya besar induktansi kumparan dapat dihitung dengan persamaan berikut:

= µ . . (3.7)

Dimana,

L = induktansi diri (H)

N = Jumlah lilitan yaitu 9 lilitan

A = Luas bidang tembus bahan yaitu 0,16 m2 = panjang selenoida yaitu 0,116 m

maka nilai L pada kumparan kerja adalah:

L =

( π . ) ( ) ( . )

,

=

140,32.10-6 H

Jadi nilai induktansi kumparan kerja adalah 140,32.10-6 H

Adapun untuk menghitung luas permukaan pipa tembaga tersebut, diperlukan data tentang resistivitas kawat, panjang kawat dan hambatan kawat. Tabel 3.1 adalah nilai resistivitas beberapa jenis bahan.


(22)

Berdasarkan tabel diatas, nilai resistivitas bahan tembaga adalah 1,69. 108 ohm/m, maka luas permukaan pipa tembaga dapat dihitung dengan persamaan 3.8 dibawah ini

R = ρ (3.8)

Keterangan :

l = panjang konduktor yang dialiri arus (m) A = luas permukaan konduktor (m2)

R = Hambatan konduktor (ohm)

= (1,69. 10-8 ohm/m) A = 6,3375. 10-8 m2

Maka luas permukaan pipa tembaga adalah 6,3375. 10-8 m2

3.2.3. Rangkaian Power Supply

Rangkaian power supply berfungsi mengubah daya masukan AC menjadi daya keluaran DC. Tegangan DC didapatkan dari hasil penyearahan tegangan AC jala-jala yang sebelumnya diturunkan tegangannya menggunakan trafo stepdown.

Rangkaian power supply dalam penelitian ini dibuat dengan tegangan output yang dapat diatur dari 0 volt hingga +15 volt DC digunakan untuk menyuplai rangkaian mikrokontroler, rangkaian driver IGBT, rangkaian IGBT dan kipas. Regulator tegangan yang digunakan pada rangkaian power supply ini adalah konfigurasi dioda zener, pembagi tegangan resistor dan penguat arus transistor. Adapun rangkaian power supply tersebut dapat dilihat pada gambar 3.5 dibawah ini.


(23)

Adapun untuk menyuplai rangkaian pembangkit arus AC digunakan power supply yang memiliki kapasitas arus 10 A dan tegangan 24 V. Untuk membuat rangkaian power supply ini peneliti memanfaatkan trafo bekas. Inti trafo tersebut dilepas dengan cara merendamnya kedalam tiner selama 2 hari. Selanjutnya peneliti melepaskan kawat email dari tempat gulungan trafo. Kemudian kawat email diluruskan dan digulung kembali. Proses ini dilakukan karena pada awalnya tegangan sekunder pada trafo tidak sesuai dengan tegangan yang diperlukan pada perancangan alat.

Gulungan kawat primer biasanya memiliki jumlah lilitan yang jauh lebih banyak dari jumlah lilitan sekunder. Selain itu, tebal kawat lilitan primer lebih kecil dari tebal kawat lilitan sekunder. Untuk menentukan tebal kawat bisa dilihat didaftar yang telah ditentukan. Berikut ini tabel 3.3 penentuan diameter kawat untuk gulungan primer dan sekunder

Tabel 3.2. Diameter kawat untuk gulungan primer dan sekunder

AWG Diameter (mm)

SWG Diameter (mm)

Maximum Amps

Ohms/ 100 m

11 2,30 13 2,34 12 0,47

12 2,05 14 2,03 9,3 0,67

13 1,83 15 1,83 7,4 0,85

14 1,63 16 1,63 5,9 1,07

15 1,45 17 1,42 4,7 1,35

16 1,29 18 1,219 3,7 1,48

18 1,024 19 1,016 2,3 2,04

19 0,912 20 0,914 1,8 2,6

20 0,812 21 0,813 1,5 3,5

21 0,723 22 0,711 1,2 4,3

22 0,644 23 0,610 0,92 5,6

23 0,573 24 0,559 0,729 7,0

(Katalog Igus Chainflex, 2009)

Luas penampang tempat gulungan adalah lebar kaki tengah inti besi E dikalikan dengan tebal susunan seluruh inti besi. Sehingga luas penampang tempat gulungan pada perancangan alat ini adalah 5 cm x 5,5 cm = 27,5 cm2. Untuk menentukan jumlah lilitan dapat dipakai aturan umum yaitu :

Jumlah lilitan = 50 / luas penampang tempat gulungan (3.9)

Sehingga diperoleh jumlah lilitan sebesar :


(24)

Untuk lilitan primer tegangannya adalah 220 volt, sehingga diperlukan jumlah lilitan sebanyak 1,745 x 220 = 385 lilitan, untuk mengantisipasi kenaikan tegangan peneliti menggunakan lilitan primer sebanyak 420 lillitan. Sedangkan untuk lilitan sekunder tegangannya adalah 24 volt, maka diperlukan jumlah lilitan sebanyak 1,745 x 24 = 42 lilitan, namun untuk mengantisipasi kekurangan tegangan pada saat trafo diberi beban maksimum maka peneliti menambah lilitan menjadi 50 lilitan.

3.2.4. Rangkaian Penyearah

Penyearah adalah salah satu konverter yang berfungsi untuk mengubah tegangan bolak-balik (AC) menjadi tegangan searah (DC). Penyearah yang digunakan dalam perancangan ini adalah penyearah satu fasa tak terkontrol gelombang penuh. Penyearah jenis ini menggunakan susunan empat buah dioda.

Pada rangkaian pembangkit arus AC, dibutuhkan suplai DC yang rata dengan riak (ripple) yang sekecil mungkin. Oleh karena itu dipasang kapasitor filter. Filter kapasitor digunakan untuk menghaluskan keluaran penyearah yang mengandung riak. Adapun rangkaian penyearah ditunjukkan pada gambar 3.6 dibawah ini

Gambar 3.6 penyearah 1 fasa gelombang penuh

Prinsip kerja dari penyearah gelombang penuh dengan 4 diode ini dimulai pada saat output transformator memberikan level tegangan sisi positif, maka D1, D4 pada posisi forward bias dan D2, D3 pada posisi reverse bias sehingga level tegangan sisi puncak positif tersebut akan di leawatkan melalui D1 ke D4. Kemudian pada saat output transformator memberikan level tegangan sisi puncak


(25)

negatif maka D2, D4 pada posisi forward bias dan D1, D2 pada posisi reverse

bias sehingan level tegangan sisi negatif tersebut dialirkan melalui D2, D4.

Besar tegangan rata rata yang dihasilkan penyearah gelombang penuh setelah dipasang kapasitor pada perancangan ini yaitu :

VDC = Vm (3.10)

Vm= √2 VLN (3.11)

VDC = √2 VLN (3.12)

Dimana:

VDC = Tegangan DC keluaran (volt)

VLN = Tegangan maksimum masukan (volt)

sehingga : VDC = √2 x 24

VDC = 33.94 Volt.

Maka besar tegangan DC yang dihasilkan oleh penyearah 1 fasa jembatan penuh menjadi Vdc = 33.94 volt. Selanjutnya tegangan ini kemudian diregulasi dengan regulator LM7812 menjadi 24 Vdc.

3.2.5. Rangkaian Kontrol

Rangkaian kontrol berfungsi untuk mengendalikan kerja dari rangkaian pemanas induksi. Pada perancangan ini dipilih Mikrokontroler ATMega 8535 karena memiliki kestabilan tegangan yang tinggi jika terjadi penurunan tegangan (drop voltage). Berikut adalah gambar Sistem Minimum ATMega 8535.


(26)

Fungsi mikrokontroler dalam perancangan ini adalah membangkitkan sinyal PWM untuk memicu IGBT sebagai switching arus AC. Secara teori, bentuk gelombang tegangan keluaran dari switching ini adalah sinusoidal. Namun pada prakteknya bentuk gelombang keluarannya banyak mengandung harmonisasi. Oleh karena itulah dilakukan teknik pensaklaran dengan sinyal PWM dari sumber DC tetap untuk mengatur tegangan keluarannya. Selain itu mikrokontroler ini juga berfungsi sebagai pengatur keluaran LCD.

3.2.6. Rangkaian IGBT dan Driver IGBT 3.2.6.1. Rangkaian Driver IGBT

Rangkaian driver IGBT adalah rangkaian yang menghubungkan antara rangkaian kontrol dengan gate IGBT. Fungsi utama dari rangkaian ini adalah untuk mengoperasikan IGBT dari keadaan off ke on atau sebaliknya.

Pada rangkaian driver IGBT ini diperlukan sebuah optocoupler yaitu IC yang terdiri dari dua bagian yang terpisah yaitu bagian cahaya sebagai masukan dan pendeteksi sumber cahaya sebagai keluarannya. Penggunaanya sebagai

pemisah antara mikrokontroler dengan gate IGBT untuk melindungi

mikrokontroler jika terjadi arus balik/tegangan tembus dari gate IGBT.

Optocoupler ini juga akan menguatkan keluaran mikrokontroler berupa gelombang kotak frekuensi tinggi ke gate IGBT. Rangkaian driver IGBT harus mampu secara cepat menerima dan membuang arus pada saat switching frekuensi tinggi. Rangkaian ini terdiri dari transistor NPN dan PNP. Adapun rangkaiannya dapat dilihat pada gambar 3.9.


(27)

3.2.6.2. Rangkaian IGBT

IGBT berfungsi sebagai switching pada rangkaian untuk mengubah tegangan DC menjadi tegangan AC. Pada skripsi ini akan dirancang sistem

switching kecepatan tinggi. Oleh karena itu penentuan spesifikasi IGBT sangat diperlukan. Dengan mengetahui nilai arus dan tegangan maksimal yang mampu dilalui oleh IGBT maka dapat ditentukan spesifikasi IGBT yang cocok dengan perancangan sistem.

Pada skripsi ini digunakan IGBT CT30KM-8H dengan spesifikasi berikut: 1. Collector-emitter voltage = 400 V

2. Gate emitter Voltage = 20 V 3. Peak Gate emitter Voltage = 40 A

Pemilihan IGBT dengan tipe ini karena memiliki tegangan VMaks = 400 V

dan Arus IMaks = 40 A. Spesifikasi ini sudah cocok karena IGBT sudah mampu

menahan tegangan dan arus dalam perancangan sistem. Adapun rangkaiannya dapat dilihat pada gambar 3.8 dibawah.

Gambar 3.8 Rangkaian Dasar IGBT

3.2.7. Rangkaian Kumparan Toroida

Alat pemanas induksi ini dirancang menggunakan 2 buah kumparan Toroid pada rangkaian yang berfungsi sebagai induktor untuk menyimpan muatan listrik dalam bentuk medan magnet. Induktor pada toroid merupakan sebuah kumparan yang memiliki Induktansi diri. Dimana untuk mencari nilai L maka digunakan persamaan sebagai berikut :


(28)

=µ . .

Dimana,

L = induktansi diri

N = Jumlah lilitan yaitu 30 lilitan A = Luas penampang yaitu 3 cm2

= panjang kumparan yaitu 5 cm

maka nilai L pada perancangan rangkaian Toroida ini adalah

= (4 . 10 )(30 ). (3 10 ) 5 10

= 678,2 10 = 67,8 µ

Maka besar induktansi diri toroid yang digunakan adalah 67,8 µH pada kuat arus maksimum 10 A. Nilai induktansi diri toroid ini sudah mampu membuat sirkuit berosilasi.

3.2.8. Rangkaian Sistem Pemanas Induksi

Rangkaian sistem pemanas induksi ini terdiri dari 3 rangkaian utama yaitu rangkaian induktor terhadap kumparan kerja, rangkaian driver pembangkit arus AC dan rangkaian pembangkit arus AC.

3.2.8.1. Rangkaian Induktor pada Kumparan Kerja


(29)

Dalam rangkaian ini, induktor (L1) berfungsi untuk menjaga osilasi frekuensi tinggi. Adanya induktor ini dapat menghindari kerusakan pada power supply. Adapun nilai induktansinya masing-masing diperoleh dari persamaan (3.14) adalah 67,8 µ dengan N = 30 lilitan, A = 3 cm2 dan = 5 cm. Nilai induktansi diri toroid ini sudah mampu membuat sirkuit berosilasi.

Kumparan kerja berfungsi untuk mengalirkan arus listrik bolak-balik di sekeliling benda kerja untuk membangkitkan arus eddy. Kumparan ini terdiri atas 9 lilitan pipa tembaga dengan luas penampang 10 mm2.

3.2.8.2. Rangkaian Pembangkit Arus AC

Pada rangkaian pembangkit arus AC terdiri 3 komponen utama yaitu IGBT, induktor dan dioda. Adapun rangkaiannya dapat dilihat pada gambar 3.11

Gambar 3.11 Rangkaian Pembangkit Arus AC

IGBT yang digunakan tipe CT30KM-8H memiliki tegangan VMaks = 400 V dan

Arus IMaks = 30 A. Induktor (L1) berfungsi menjaga osilasi frekuensi tinggi


(30)

voltage drop yaitu memiliki voltage rendah sebesar (12V) bertujuan agar gate

IGBT dapat sepenuhnya Off ketika yang lain On. Selain itu, digunakan dioda

Schottky (400 V) karena memiliki kecepatan tinggi (fast diode) dan memiliki kemampuan pemulihan keadaan yang cepat.

Nilai tahanan berfungsi sebagai penentu kecepatan IGBT menyala. Dalam rangkaian ini nilai tahanan dipasang sebesar 440 ohm sehingga kecepatan IGBT cukup tinggi.

3.2.8.3. Rangkaian Driver pada Pembangkit Arus AC

Rangkaian driver ini adalah interface antara rangkaian kontrol (mikrokontroler) sebagai PWM dengan gate IGBT pada rangkaian pembangkit arus AC. Adapun rangkaian selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.12 dibawah ini.

Gambar 3.12 Rangkaian Driver pada Pembangkit Arus AC

Rangkaian driver dilengkapi optocoupler untuk memisahkan


(31)

pembangkit arus AC yang merupakan perangkat tegangan tinggi serta menguatkan gelombang keluaran dari rangkaian kontrol untuk diteruskan ke gate

IGBT pada rangkaian pembangkit arus AC. Pada rangkaian driver ini untuk menggerakkan IGBT pada rangkaian pembangkit arus AC, sinyal PWM keluaran mikrokontroler dikuatkan dengan menaikkan tegangan dari 5 V menjadi 12 V.

Sebenarnya gate IGBT dapat langsung dihubungkan dengan pin output

mikrokontroler, tetapi ada kemungkinan adanya tegangan tembus dari gate

menuju pin mikrokontroler ketika induksi sangat tinggi. Oleh karena itu, rangkaian driver ini akan melindungi mikrokontroler dari kemungkinan kerusakan.

3.2.9. Rangkaian Sensor LM35

Dalam perancangan ini, digunakan sensor IC LM35 untuk mendeteksi suhu yang ada di dalam inkubator. LM35 adalah sebuah sensor suhu dengan keluaran berupa tegangan. Tegangan keluaran dari sensor LM35 sebanding dengan suhu pada permukaan sensor.

IC ini akan mengubah nilai suhu menjadi besaran tegangan. Jangkauan (range) suhu yang mampu dirasakan oleh LM35 adalah dari -55 0C sampai dengan 150 0C sehingga cocok digunakan dalam penelitian ini yaitu mendeteksi suhu sebesar 100 0C. Tegangan keluaran sensor ini akan mengalami perubahan 10 mV untuk setiap perubahan suhu 1 0C atau memenuhi persamaan berikut ini.

Vout = 10 mV x T

Dengan T adalah suhu yang dideteksi dalam derajat Celcius.

Adapun bentuk dan rangkaian sensor LM35 diperlihatkan pada gambar 3.13 dibawah ini

(a) (b)


(32)

3.2.10. Rangkaian LCD

Pada perancangan ini, LCD digunakan sebagai alat penampil nilai frekuensi kerja berdasarkan masukan dari keypad dan juga penampil nilai temperatur sistem. LCD yang digunakan berjenis LCD 16× 2 seri DV-16230 data vision Taiwan. LCD ini tidak memiliki cahaya latar (backlight) akan tetapi dapat diatur kekontrasannya. Modul LCD karakter dalam sistem ini akan diakses langsung oleh mikrokontroler (Atmega8535) pemroses utama sebagai perangkat penampil nilai hasil deteksi sensor temperatur. Untuk dapat diakses oleh mikrokontroler pemroses utama, maka di dalam sistem ini dirancang rangkaian antarmuka modul LCD. Rangkaian LCD ditunjukkan oleh gambar 3.15 dibawah ini.

Gambar 3.15 Perancangan Antar muka Modul LCD

Berdasarkan gambar diatas, ada tujuh pin penting yang dihubungkan ke mikrokontroler pengatur utama yaitu RS (Register Select) ke PC0, RW (Read/Write) ke PC1, E (Enable) ke PC2, dan jalur data D4-D7 ke PC4-PC7.

Pin ke-3 dari modul LCD digunakan untuk mengatur ketajaman dari karakter yang dimunculkan oleh LCD. Dalam perancangan ini pada pin ke-3 tersebut dipasang variabel resistor dengan nilai 5 kΩ. Untuk memudahkan dalam mengatur ketajaman. Sedangkan pin ke-15 digunakan untuk mengatur back light

LCD. Pada kaki tersebut dipasang dioda 1N4002 agar tegangan yang masuk pada pin tersebut sesuai dengan rentang nilai tegangan backlight yang diizinkan yakni berkisar 4 - 4.3 V DC.


(33)

3.3 DIAGRAM ALIR (FLOWCHART) SISTEM PERANGKAT LUNAK 3.3.1. Diagram Alir Sistem

Gambar 3.16 Diagram Alir Sistem

Proses pertama adalah inisialisasi sistem port yang digunakan. Proses kedua adalah memasukkan nilai setpoint temperatur yaitu 1000C selanjutnya akan dideteksi dan dibaca oleh sensor suhu. Proses ketiga adalah menentukan apakah yang di-setting sebelumnya diproses atau tidak. Jika hasil sensor suhu yang dibaca belum sesuai dengan setting suhu maka sistem akan memerintahkan untuk melakukan pemanasan. Jika hasil sensor suhu yang dibaca sesuai dengan suhu yang di-setting maka proses pemanasan dihentikan. Proses ini terjadi terus-menerus hingga suhu tetap dipertahankan. Hasil yang berupa derajat celcius ditampilkan di LCD.


(34)

3.3.2. Diagram Alir Program pada Mikrokontroler


(35)

3.3.3. Diagram Alir Pengukuran Temperatur pada Program Visual Basic


(36)

3.4. GAMBAR RANGKAIAN ALAT SECARA KESELURUHAN D B 7 D B 6 D B 5 D B 4 D B 3 D B 2 D B 1 D B 0 A K E R /W R S V O V C C G N D +5

V VR 5

K + 5V P en am p il (L C D 2 x1 6 d ig it) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 12 1 3 1 4 15 16

Gambar 3.19 Rangkaian Lengkap Inkubator Skala Laboratorium dengan Pemanas Induksi (Induction Heating) Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535


(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengujian Pemanas Induksi

Sistem pemanasan ini memanfaatkan panas dari prinsip induksi, yaitu dengan membangkitkan medan magnet dari kumparan kerja dan kemudian akan menginduksi benda kerja sehingga menghasilkan panas. Dalam penelitian ini, panas tersebut dimanfaatkan untuk menaikkan temperatur inkubator.

Penelitian ini menggunakan kumparan dengan dimensi 25 cm x 25 cm berbentuk segiempat mengikuti bentuk benda kerja. Adapun luas penampang pipa tembaga tersebut yaitu 10 mm2, panjang pipa tembaga( ) = 9 m dan jumlah lilitan (N) = 9 lilitan. Pipa tembaga dialiri arus sebesar 10 A dan tegangan 24 V dengan frekuensi 80 kHz. Maka besarnya nilai induksi magnetik kumparan dalam penelitian ini adalah B = 97,50. 10-5 T Selanjutnya besar induktansi kumparan diperoleh sebesar L = 140,32.10-6 H

Pada penelitian ini dilakukan pemanasan bahan inkubator yang terbuat dari steel low carbon berukuran 20cm x 20cm x 20cm dengan cara memasukkan bahan tersebut ke alat pemanas induksi untuk mengukur lama pencapaian suhu

steel low carbon sebesar 1000C. Adapun skema pengukuran temperatur ini dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah.

Gambar 4.1. Skema Pengukuran Temperatur

Pada gambar diatas sensor mendeteksi temperatur sistem kemudian diumpankan ke mikrokontroler untuk diproses. Mikrokontroler mengirim data melalui RS 232 sebagai antarmuka sehingga hasil pengukuran dapat dibaca di PC.

Berikut ini data hasil pengujian pemanas induksi untuk memanaskan bahan steel low carbon dapat dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.2 dibawah ini.


(38)

Tabel 4.1.Pengujian Pemanas Induksi.

Parameter data yaitu I = 10 A, V = 24 V, frekuensi = 80 kHz, massa bahan steel low carbon = 3 kg dan C = 500 J/Kg.K

Tabel 4.1 Pengujian Pemanas Induksi.

Pengujian dilakukan selama 500 detik dengan interval waktu 50 detik. Pada pengukuran 50 detik pertama hingga 300 detik, temperatur benda kerja mengalami peningkatan masing-masing sebesar 7,8 0C. Namun terjadi perbedaan peningkatan temperatur pada pengukuran 350 detik yaitu 7,90C dan kembali seperti awalnya hingga pengukuran terakhir. Jika dilakukan pemanas lebih lanjut maka temperaturnya akan melebihi 1000C.

Adapun berdasarkan perhitungan, lamanya waktu pemanasan bahan inkubator hingga mencapai suhu 1000C dapat diperoleh dengan persamaan (3.3) yaitu :

W = Q

V x I x t = m. C.∆

24 V x 10 A x t = 3 kg. 500 J/Kg.K. (373 K – 298 K)

Waktu T (0C)

12 : 37 : 50 27,8

12 : 38 : 40 35,6

12 : 39 : 30 43,4

12 : 40 : 20 51,2

12 : 41 : 10 59,0

12 : 42 : 00 66,8

12 : 42 : 50 74,7

12 : 43 : 40 82,5

12 : 44 : 30 90,3


(39)

240 t = 112500 kJ t = 468,75 s

Jadi berdasarkan perhitungan, untuk menaikkan temperatur bahan inkubator hingga 1000C maka alat pemanas induksi membutuhkan waktu selama 468,75 detik. Namun pada praktek pengujiannya, dalam waktu 500 sekon alat pemanas induksi hanya menaikkan temperatur bahan sebesar 99,10C.

Berikut dibawah ini akan diperlihatkan grafik hasil pengujian pemanas induksi pada gambar 4.2

Gambar 4.2. Grafik Analisa Pengujian Pemanas Induksi

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa hubungan kenaikan temperatur terhadap waktu adalah berbanding lurus. Adapun peningkatan temperatur disetiap titiknya terlihat jelas. Interval waktu pemanas yaitu 50 detik dimana pada waktu 500 detik alat pemanas induksi mampu menaikkan temperatur bahan inkubator hingga 99,10C.

Hasil perhitungan dari data pengujian pemanas induksi untuk memanaskan bahan steel low carbon dapat dihitung dengan persamaan 3.3. Dimana daya = 240 W, massa bahan steel low carbon = 3 kg, waktu = 50 sekon dengan suhu awal bahan = 200C maka diperoleh ∆ = 80C. Selanjutnya untuk waktu 100 detik diperoleh ∆ = 160C. Berikut dibawah ini penjabaran persamaannya.

Untuk waktu 50 sekon

P x t = m. C.∆

240 Watt x 50 s = 3 kg. 500 J/Kg.K.∆

0 20 40 60 80 100 120

0 100 200 300 400 500 600

T e m p e ra tu r (T )

Waktu (t) sekon


(40)

12000 = 1500 ∆ ∆ = 8 0C Maka ∆ = T1 – T0

80C = T1 – 25 0C

T1 = 330C Untuk waktu 100 sekon

P x t = m. C.∆

240 Watt x 100 s = 3 kg. 500 J/Kg.K.∆ 24000 = 1500 ∆

∆ = 160C Maka ∆ = T1 – T0

160C = T1 – 25 0C

T1 = 410C

Untuk waktu 150 sekon

P x t = m. C.∆

240 Watt x 150 s = 3 kg. 500 J/Kg.K.∆ 36000 = 1500 ∆

∆ = 240C Maka ∆ = T1 – T0

240C = T1 – 25 0C

T1 = 490C

Untuk waktu 200 sekon

P x t = m. C.∆

240 Watt x 200 s = 3 kg. 500 J/Kg.K.∆ 48000 = 1500 ∆

∆ = 320C Maka ∆ = T1 – T0

320C = T1 – 25 0C

T1 = 570C

Dari hasil perhitungan diperoleh setiap selang waktu 50 detik terjadi kenaikan temperatur sebesar 80C. Sehingga waktu yang dibutuhkan alat pemanas


(41)

induksi untuk menaikkan temperatur bahan inkubator hingga 100 0C adalah 468,75 detik

4.2. Pengujian Inkubator

Pada penelitian ini, prototype inkubator yang dibangun dipertahankan suhunya sebesar 1000C. Massa udara didalam inkubator adalah m = 0,01032 kg, maka energi kalor untuk menaikkan suhu didalam inkubator hingga 1000C adalah

Qudara = 825,6 J. Peningkatan temperatur ruang inkubator terjadi karena adanya perpindahan kalor secara konveksi dari pemanasan dinding inkubator. Pengujian temperatur inkubator ini dilakukan tanpa beban (kondisi beban udara). Berikut adalah data hasil pengujian inkubator dapat dilihat pada tabel 4.2 serta gambar 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.2. Pengujian Inkubator

Parameter data yaitu I = 10 A, V = 24 V, frekuensi = 80 kHz, massa udara = 0,0032 kg dan Cudara = 1000 J/Kg.K

Tabel 4.2 Pengujian Inkubator

Waktu T (0C)

13 : 32 : 50 20,7

12 : 33 : 40 22,8

12 : 34 : 30 25,9

12 : 35 : 20 30,9

12 : 36 : 10 37,9

12 : 37 : 00 46,6

12 : 38 : 50 56,7

12 : 39 : 40 68,9

12 : 40 : 30 82,7


(42)

Pengujian diatas dilakukan selama 500 detik dengan interval waktu 50 detik. Setelah mencapai waktu 500 detik, temperatur inkubator meningkat menjadi 99,60C. Adapun grafik pengujian inkuabtor dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.3. Grafik Analisa Pengujian Inkubator

Dari grafik diatas terlihat jelas titik-titik kenaikan temperatur seiring bertambahnya waktu. Interval waktu pemanas yaitu 50 detik. Kenaikan temperatur disetiap titiknya tidak konstan namun nilainya tidak terlalu jauh berbeda antara yang satu dengan lainnya.

Hasil pengujian inkubator ini kemudian dapat dihitung menggunakan persamaan 3.8 tentang perpindahan kalor secara konveksi. Dimana massa udara didalam inkubator = 0,01032 kg, luas penampang bahan = 0,16 m2, koefisien konveksi termal bahan = 1032 W/ m2 K dan waktu pemanasan = 50 sekon maka diperoleh T = 32,9 0C.

Berikut dibawah ini adalah penjabaran persamaannya.

Untuk waktu 50 detik

Q = h. A. ∆ . t

mudara. Cudara. ∆ = (1032 W/ m2 K)( 0,16 m2) (306 K- T0). 50 s

(0,01032). (1000). 80 K = 2526336 – 8256 T0

825,6 J = 2526336 – 8256 T0

T0 = 305,9 K = 32,9 0C 0 20 40 60 80 100 120

0 100 200 300 400 500 600

T e m p e ra tu r (T ) Waktu (s)


(43)

Untuk waktu 100 detik

Q = h. A. ∆ . t

mudara. Cudara. ∆ = (1032 W/ m2 K)( 0,16 m2) (314 K- T0). 100 s

(0,01032). (1000). 80 K = 5184768 – 16512 T0

825,6 J = 5184768 – 16512 T0

T0 = 313,95 K

= 40,95 0C

Untuk waktu 150 detik

Q = h. A. ∆ . t

mudara. Cudara. ∆ = (1032 W/ m2 K)( 0,16 m2) (322 K- T0). 150 s

(0,01032). (1000). 80 K = 7975296 – 24768 T0

825,6 J = 7975296 – 24768 T0

T0 = 321,96 K

= 48,98 0C

Untuk waktu 200 detik

Q = h. A. ∆ . t

mudara. Cudara. ∆ = (1032 W/ m2 K)( 0,16 m2) (330 K- T0). 200 s

(0,01032). (1000). 80 K = 10897920 – 33024 T0

825,6 J = 10897920 – 33024 T0

T0 = 329,98 K

= 56,97 0C

Untuk waktu 250 detik

Q = h. A. ∆ . t

mudara. Cudara. ∆ = (1032 W/ m2 K)( 0,16 m2) (338 K- T0). 250 s

(0,01032). (1000). 80 K = 13952640 – 41280 T0

825,6 J = 13952640 – 41280 T0

T0 = 338 K

= 65 0C

Untuk waktu 300 detik

Q = h. A. ∆ . t

mudara. Cudara. ∆ = (1032 W/ m2 K)( 0,16 m2) (346 K- T0). 300 s


(44)

825,6 J = 17139456 – 49536 T0

T0 = 345,98 K

= 72,98 0C

Untuk waktu 350 detik

Q = h. A. ∆ . t

mudara. Cudara. ∆ = (1032 W/ m2 K)( 0,16 m2) (354 K- T0). 350 s

(0,01032). (1000). 80 K = 20458368 – 57792 T0

825,6 J = 20458368 – 57792 T0

T0 = 353,98 K

= 80,98 0C

Untuk waktu 400 detik

Q = h. A. ∆ . t

mudara. Cudara. ∆ = (1032 W/ m2 K)( 0,16 m2) (362 K- T0). 400 s

(0,01032). (1000). 80 K = 23909376 – 66048 T0

825,6 J = 23909376 – 66048 T0

T0 = 361,98 K

= 88,98 0C

Untuk waktu 450 detik

Q = h. A. ∆ . t

mudara. Cudara. ∆ = (1032 W/ m2 K)( 0,16 m2) (370 K- T0). 450 s

(0,01032). (1000). 80 K = 27492480 – 74304 T0

825,6 J = 27492480 – 74304 T0

T0 = 369,98 K

= 96,98 0C

Untuk waktu 500 detik

Q = h. A. ∆ . t

mudara. Cudara. ∆ = (1032 W/ m2 K)( 0,16 m2) (378 K- T0). 500 s

(0,01032). (1000). 80 K = 31207680 – 82560 T0

825,6 J = 31207680 – 82560 T0

T0 = 377,99 K


(45)

Jadi dari persamaan diatas, waktu yang dibutuhkan alat pemanas induksi untuk menaikkan temperatur ruang inkubator hingga 104,990C adalah 500 detik. Namun pada prakteknya, temperatur inkubator hanya 99,6 0C selama 500 detik.

4.3. Perolehan Data dari Pengujian Pemanas Induksi 4.3.1. Rugi Arus Eddy Dan Rugi Histerisis

Dari hasil perhitungan dan perolehan data pengujian pemanas induksi maka peneliti dapat menghitung rugi-rugi besi yang terdiri dari rugi histerisis dan rugi arus eddy. Dimana rugi-rugi ini sangat mempengaruhi hasil perhitungan daya yang diperoleh. Adapun perhitungannya dapat menggunakan persamaan (2.1a) dan (2.2a).

Untuk menentukan rugi daya eddy serta rugi daya histerisis maka diperlukan data-data seperti nilai frekuensi, induksi medan magnet, nilai konstanta eddy maupun konstanta histerisis. Oleh karena nilai frekuensi dan induksi medan magnet sudah diperoleh maka akan dihitung nilai masing-masing konstanta melalui penurunan persamaan (2.1a) dan (2.2a).

Untuk rugi Arus Eddy terlebih dahulu dihitung konstanta eddy bahan yaitu : Ke = I (Volume)/ E

= 10 A. (0,00072) m3/ 24 V = 0,0003 A. m3/V

Maka diperoleh:

Pe = Ke ƒ2 Bmaks2

= (0.0003) (80 kHz)2 (97,50. 10-5 T)2 = 1,825 Watt

Jadi besarnya rugi eddy yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 1,825 Watt Sedangkan rugi histerisis pada inti besi, dapat diperoleh konstanta histerisisnya yaitu:

Kh = I. A2

= 10 A. (0,16)2 m2 = 0,256 A m2 Maka diperoleh:


(46)

Ph = Kh ƒBmaks2

= (0,256 A/m2) (80 kHz) (97,50. 10-5 T)2 = 0,0194 Watt

Jadi besarnya rugi histerisis yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 0,0194 W

4.3.2. Efisiensi Daya Pemanas Induksi

Perhitungan rugi arus eddy dan rugi histerisis sangat penting karena dapat menjelaskan berapa besar presentasi efisiensi dari pemanas induksi dalam penelitian ini. Efisiensi ini digunakan untuk membandingkan alat sejenis jika metode pengukuran dan perhitungannya sama.

Adapun persamaan efisiensi dinyatakan sebagai berikut :

Efisiensi (n) = x 100%

=

x 100%

=

, , x 100%

= 99,24 %


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan perancangan dan pembuatan inkubator dengan metode induksi yang telah dilakukan ini, peneliti menarik kesimpulan antara lain :

1. Alat pemanas induksi mampu menaikkan temperatur dinding inkubator yang terbuat dari bahan steel low carbon dengan massa 3 kg hingga 99,1 0C dalam waktu 500 detik dan daya sebesar 240 Watt.

2. Alat pemanas induksi mampu menaikkan temperatur ruang inkubator hingga 99,6 0C dalam waktu 500 detik.

3. Peningkatan temperatur ruang inkubator terjadi akibat adanya perpindahan kalor secara konveksi (aliran) dari dinding inkubator saat dipanaskan.

4. Efisiensi pemanas induksi diperoleh sebesar 99,24 %

5.2. SARAN

Adapun beberapa saran/masukan yang dapat peneliti berikan guna menghasilkan inkubator dengan metode induksi yang lebih baik lagi selanjutnya antara lain :

1. Diharapkan pembuatan inkubator dengan metode induksi ini

menggunakan bahan yang lebih baik lagi dalam menghantarkan panas. 2. Diharapkan pengujian inkubator hasil pemanas induksi ini dapat diuji

dengan beberapa frekuensi kerja agar memperoleh beberapa variasi hasil. 3. Diharapkan dalam pelilitan kawat tembaga perlu diperhatikan jarak yang

sama setiap lilitan, hal ini guna menjaga fluks magnetik yang dihasilkan tetap konstan.


(48)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Pemanas Induksi 2.1.1. Definisi Pemanas Induksi

Pemanasan induksi (Induction Heating) adalah solusi rancangan teknologi termal yang efisien, efektif dan hemat energi berdasarkan kumparan induksi yang menghasilkan medan elektromagnetik dari arus Eddy (arus pusar) yang arahnya melingkar melingkupi medan magnet yang menembus objek. (Khusnul K. 2015)

Pemanasan secara induksi (induction heating) memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sistem pemanasan yang lain yaitu penggunaan arus induksi yang timbul pada benda kerja mengakibatkan komponennya relatif tidak terjadi peningkatan temperatur sehingga tidak membutuhkan komponen yang mahal. Selain itu, tidak memerlukan bahan bakar kimia, sehingga dapat dikatakan sangat ramah lingkungan dan metode ini juga sangat efisien karena panas yang sebenarnya dihasilkan di dalam benda kerja itu sendiri.(Alberth. 2009)

2.1.2. Prinsip Kerja Pemanas Induksi

Ada tiga faktor dasar dari pemanas induksi yaitu induksi elektromagnetik, efek kulit dan transfer panas. Pada dasarnya, cara kerja pemanas induksi hampir sama dengan transformator. Konsep dasar pemanas induksi terdiri dari gulungan pemanas induktif dan arus yang menggambarkan induksi elektromagnetik serta efek kulit.

Tujuan yang paling penting dari pemanas induksi adalah untuk memaksimalkan pembangkitan energi panas pada gulungan sekunder. Caranya, lubang kecil pada gulungan pemanas induktif dibuat kecil dan gulungan sekunder dibuat dari bahan dengan hambatan listrik yang kecil dengan permeabilitas yang tinggi. Bahan selain logam mengurangi efisiensi energi karena bahan tersebut memiliki hambatan listrik besar dan permeabilitas yang rendah. Pemanas dengan induksi adalah kombinasi antara elektromagnetik, perpindahan panas, dan fenomena metalurgi. (Slamet Pambudi, 2012)


(49)

Pada pemanas induksi, arus listrik bolak-balik dari power unit mengalir melalui koil yang terbuat dari tembaga. Arus ini akan menimbulkan medan elektromagnet yang besarnya berubah-ubah. Medan ini akan membangkitkan arus listrik pada material logam yang ada di dalamnya. Arus listrik yang timbul (arus Eddy) menimbulkan panas yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk memanaskan dan mencairkan logam tersebut. (Wahyu. 2013)

Induction heater memanfaatkan rugi-rugi yang terjadi pada kumparan penginduksi. Rugi-rugi yang dimanfaatkan untuk memanaskan objek antara lain rugi arus Eddy dan rugi histerisis

2.1.2.1. Rugi Arus Eddy

Arus eddy memiliki peranan yang paling dominan dalam proses pemanasan induksi. Panas yang dihasilkan pada material sangat bergantung kepada besarnya arus eddy yang diinduksikan oleh lilitan penginduksi. Adapun fenomena arus eddy pada permukaan bahan dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Arus Eddy pada Permukaan Bahan (Habibi, 2007)

Pada gambar diatas, ketika lilitan dialiri oleh arus bolak-balik, maka akan timbul medan magnet di sekitar kawat penghantar. Medan magnet tersebut besarnya berubah-ubah sesuai dengan arus yang mengalir pada lilitan tersebut. Jika terdapat bahan konduktif disekitar medan magnet yang berubah-ubah, maka pada bahan konduktif tersebut akan mengalir arus yang disebut arus eddy.


(50)

Jadi arus eddy adalah arus pusar yang diinduksi ke bahan konduktif yang terjadi akibat diletakkan disekitar medan magnetik yang dibangkitkan oleh kawat penghantar yang dialiri arus bolak balik.

Adapun rugi eddy (eddy current) yaitu kerugian yang disebabkan oleh aliran sirkulasi arus yang menginduksi bahan konduktor. Ini disebabkan oleh aliran fluks magnetik disekitar konduktor tersebut. Eddy current dapat menyebabkan kerugian daya karena sejumlah energi listrik akan diubah menjadi panas. Persamaannya dirumuskan sebagai berikut: (Sudaryatno. 2010)

Pe = Ke ƒ2 Bmaks2 (2.1a)

Keterangan

Ke = konstanta Eddy

Bmaks = induksi magnet maksimum (Tesla)

f = frekuensi (Hz)

Berdasarkan persamaan diatas, untuk menghitung besarnya rugi daya eddy diperlukan data-data seperti nilai induksi magnet maksimum (Bmaks), frekuensi (f) dan konstanta eddy (Ke) yang bergantung pada material konduktor yang digunakan. Untuk menentukan konstanta eddy ini akan diperoleh melalui penurunan persamaan (2.1a) diatas yaitu:

Pe = Ke ƒ2 Bmaks2

Ke =

Ke =

{( / ) ( / )}

Ke = ( / )

( / ) /

Ke = I (Volume)/ E (2.1b)

Adapun beberapa faktor diluar kecacatan, dapat mengakibatkan respon arus eddy. Beberapa faktor utamanya yaitu konduktivitas bahan berbanding lurus

dengan aliran arus eddy pada permukaan bahan, permeabilitas bahan

mempengaruhi seberapa mudah sebuah bahan dapat dimagnetisasi, dimana permeabilitas bahan berbanding lurus dengan arus eddy yang dihasilkan. Frekuensi berbanding lurus dengan arus eddy yang dihasilkan, geometri dimana


(51)

meliputi ketebalan bahan dan kedalaman penetrasi yaitu ketebalan bahan yang lebih kecil daripada kedalaman penetrasi efektif menghasilkan respon arus eddy yang besar dan kedekatan / Lift-off dimana semakin dekat sebuah kumparan pada permukaan, maka efek pada kumparan tersebut akan semakin baik.

2.1.2.2. Rugi Histerisis

Rugi-rugi histerisis juga memiliki peranan penting dalam pemanasan induksi. Namun hal ini hanya berlaku pada material yang bersifat ferromagnetik seperti besi. Untuk material diamagnetik seperti aluminium, pemanasan lebih didominasi oleh arus eddy.

Rugi-rugi histerisis adalah kerugian yang disebabkan oleh gesekan molekul yang melawan aliran gaya magnet di dalam konduktor. Gesekan molekul ini akan menimbulkan panas. Panas yang timbul ini menunjukkan kerugian energi, karena sebagian kecil energi listrik tidak dipindahkan, tetapi diubah bentuk menjadi energi panas. Energi ini digunakan untuk mengatasi suatu hambatan dari pergesaran intensitas fluks yang terjadi. Penggunaan energi ini akan menyebabkan panas yang juga dimanfaatkan untuk memanaskan konduktor. Berikut gambar 2.2 memperlihatkan lingkar histerisis.

Gambar 2.2 Lingkar Histerisis (Semiatin.1986)

Dari gambar diatas, apabila medan ( H ) diturunkan maka medan ( B ) tidak ikut menurun secara sebanding, ini akibat “gesekan“ tersebut diatas mengakibakan medan magnet B cenderung bertahan.


(52)

Rugi histerisis pada inti besi, dinyatakan sebagai: (Sudaryatno. 2010)

Ph = Kh f Bmaks2 (watt) (2.2a)

Dimana,

Kh = konstanta Histerisis

Bmaks = induksi magnet maksimum (Tesla)

f = frekuensi (Hz)

Berdasarkan persamaan diatas, untuk menghitung besarnya rugi daya histerisis diperlukan data-data seperti nilai induksi magnet maksimum (Bmaks), frekuensi (f), dan konstanta histerisis (Kh) yang bergantung pada material konduktor. Untuk menentukan konstanta histerisis ini juga akan diperoleh melalui penurunan persamaan (2.2a) diatas yaitu:

Ph = Kh ƒBmaks2

Kh = .

Kh =

( / ) ( / )

Kh = ( / )

( / ) /

Kh = I. A2 (2.2b)

Jadi untuk mempermudah menghitung konstanta histerisis pada suatu konduktor dapat menggunakan persamaan (2.2b) diatas.

2.1.3 Elektromagnetisme

Adanya hubungan antara magnetisme dan elektromagnetisme menjelaskan bahwa arus listrik yang mengalir di dalam konduktor menimbulkan medan magnet di sekitar konduktor tersebut. Kuat medan magnet tergantung pada besar arus yang mengalir pada konduktor tersebut. Dimana arus yang mengalir berbanding lurus dengan kuat medan magnet. Untuk menentukan hubungan antara arus yang mengalir di dalam konduktor dengan arah medan magnet, digunakan kaidah tangan kanan (right-hand rule). Kaidah tangan kanan dapat diperagakan seolah-olah telapak tangan kanan memegang konduktor berarus dengan ibu jari yang


(53)

ditegakkan menunjukkan arah arus. Maka arah keempat jari yang menggenggam konduktor itu menunjukkan arah medan magnet.

2.1.4 Kerapatan fluks magnet

Kerapatan fluks magnet (magnetic flux density) adalah fluks magnet per satuan luas pada bidang yang tegak lurus dengan fluks magnet tersebut. Kerapatan fluks magnet sering disebut juga dengan induksi magnet (magnetic induction). Kerapatan fluks magnet dapat dinyatakan dengan:

B = Φ (2.3)

Keterangan

B = kerapatan fluks magnet dalam Weber/m2 (Wb/ m2) atau Tesla (T) Φ = fluks magnet dalam Weber (Wb)

A = luas penampang dalam meter persegi (m2)

2.1.5 Permeabilitas

Permeabilitas adalah kemampuan suatu bahan (misalnya logam) untuk melakukan fluks magnet yang lebih baik di udara atau hampa udara. Sifat fisik ini adalah penting ketika merancang sistem pemanas.

Permeabilitas magnetik relatif memiliki efek pada semua fenomena induksi dasar. Permitivitas relatif tidak banyak digunakan pada pemanasan induksi, tetapi memainkan peran utama dalam aplikasi pemanasan dielektrik. Nilai konstan μo = 4 x 10-7 H/m [atau Wb / (A.m)] disebut permeabilitas ruang bebas, dan konstanta o = 8,854 x 10-12 F/m disebut permitivitas ruang bebas. Hasil permeabilitas magnet relatif dan permeabilitas ruang bebas disebut permeabilitas μ dan sesuai dengan rasio kepadatan fluks magnetik (B) untuk intensitas medan magnet (H) dirumuskan sebagai berikut :

=

µ

r.

µ

o (2.4) Keterangan :

B = Kepadatan fluks magnetik H = Intensitas medan magnetik


(54)

Sedangkan untuk menghitung permeabititas (µ), nilai permeabilitas relatif (µr) harus dikalikan dengan permeabilitas udara (µo), sebagaimana rumus di bawah

µ = µ

r.

µ

o (2.5)

Keterangan :

µr= permeabilitas relatif

µo=permeabilitas udara

Jadi permeabilitas (μ) adalah kemampuan suatu benda untuk dilewati garis gaya magnet. Permeabilitas dinyatakan dengan simbol µ (mu). Benda yang mudah dilewati garis gaya magnet disebut memiliki permeabilitas tinggi. Permeabilitas udara dan ruang hampa dianggap sama dengan satu. Untuk benda-benda yang lain, besarnya permeabilitas ditentukan dengan perbandingan terhadap udara atau ruang hampa, didapatkan permeabilitas relatif (relative permeability).

Ditinjau dari permeabilitas relatifnya, benda-benda dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu benda ferromagnetik memiliki permeabilitas jauh lebih besar dari satu. Hal ini menyebabkan bila benda-benda tersebut terletak di dalam medan magnet maka garis-garis gaya magnet cenderung lewat pada benda tersebut. Dengan demikian benda-benda ferromagnetik mudah ditarik oleh magnet dan mudah dibuat magnet buatan. Yang tergolong benda ini antara lain besi, baja, nikel, kobalt, logam paduan seperti alniko dan permalloy.

Selanjutnya benda paramagnetik memiliki permeabilitas sedikit lebih besar dari satu. Benda-benda yang tergolong pada jenis ini tidak begitu kuat ditarik magnet dan bila terletak di dalam medan magnet, fluks yang mengalir di dalamnya sama dengan fluks magnet yang mengalir di dalam udara biasa. Yang tergolong benda ini antara lain aluminium, khrom, mangan dan platinum.

Dan yang terakhir, benda diamagnetik memiliki permeabilitas kurang dari satu. Benda-benda yang tergolong jenis ini sukar ditarik magnet dan bila terletak di dalam medan magnet cenderung dihindari oleh garis-garis gaya magnet. Yang tergolong benda ini antara lain bismuth, antimoni, tembaga, seng, merkuri, emas dan perak. (Slamet Pambudi, 2012)


(55)

2.2. Kumparan Induksi

Lilitan penginduksi digunakan untuk menginduksi objek atau benda kerja yang ingin dipanaskan. Lilitan penginduksi ini harus mempunyai jumlah liiltan yang cukup agar medan magnetik yang dihasilkan dapat menginduksi benda kerja dengan baik. Selain itu, jumlah lilitan ini perlu diperhitungkan guna mengetahui kapasitas arus yang mampu dilewatkan. Biasanya untuk menentukannya dapat menggunakan tabel tertentu walaupun hal ini bukan menjadi patokan mutlak. Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jumlah Lilitan terhadap Kemampuan Hantar Arus

No Jumlah lilitan Kabel Penampang (N)

Kemampuan Membawa Arus (Ampere)

1 1 12

2 2 15

3 3 18

4 3 26

5 5 34

6 6 40

7 10 61

8 16 82

9 25 108

10 35 135

11 50 168

(Katalog Igus Chainflex, 2009)

Pada alat pemanas induksi selain berfungsi untuk menginduksi benda kerja, kumparan juga digunakan sebagai induktor pada rangkaian resonan. Oleh karenanya, jumlah lilitan diusahakan memiliki nilai induktansi yang sesuai dengan frekuensi resonansi yang diinginkan. (AND9166/D. 2014)

Garis tengah atau tebal kawat tembaga juga menentukan kemampuan kawat dilalui arus listrik. Bila listrik yang mengalir didalam kawat melebihi kemampuan dari kawat maka akan mengakibatkan kawat menjadi panas dan jika arus yang melaluinya jauh lebih besar dari kemampuan kawat, kawat akan terbakar dan putus. Biasanya yang telah banyak dilakukan dalam menentukan


(56)

diameter kabel untuk perencanaan sebuah instalasi tenaga adalah dengan menggunakan tabel yang dikeluarkan oleh pabrikan pembuat kabel tersebut.

Dalam merencana sebuah instalasi tenaga listrik, maka langkah awal adalah mengetahui berapa tegangan listrik serta daya yang dibutuhkan adalah dengan menentukan diameter kabel yang akan digunakan. Dibawah ini adalah rumus dalam menentukan diameter kabel :

q = .

. . (2.6)

Keterangan

q = Penampang kawat (mm2) ev = Rugi tegangan (Volt)

L = Panjang kawat (m) E = Tegangan (Volt)

N = Daya (Watt)

y = Daya hantar jenis, Cu = 56

Untuk pemakaian yang profesional di pasar dapat dijumpai kawat tembaga dengan standar AWG (American Wire Gauge). Standar ini tergantung dari diameter kawat, resistansi dan sebagainya. Misalnya kawat tembaga AWG32 berdiameter kira-kira 0,3 mm, AWG22 berdiameter 0,7 mm ataupun AWG20 yang berdiameter kira-kira 0,8 mm. Biasanya yang digunakan adalah kawat tembaga tunggal dan memiliki isolasi.

2.3. Efek Kulit dan Kedalaman Penetrasi Panas

Efek kulit adalah hal penting dalam aplikasi listrik yang menggunakan tegangan bolak-balik (AC). Karena efek ini, sekitar 86% daya akan terkonsentrasi di lapisan permukaan konduktor. Lapisan ini disebut reference depth. Tingkat efek kulit tergantung pada frekuensi dan sifat material (resistivitas listrik (ρ) dan permeabilitas magnetik relatif (μr)) pada konduktor. Akan muncul efek kulit ketika diberikan frekuensi yang semakin tinggi atau ketika jari-jari benda kerja relatif besar. Distribusi dari densitas arus sepanjang ketebalan benda kerja (radius) secara kasar dapat dihitung dengan persamaan


(57)

Keterangan :

I = densitas arus pada jarak y dari permukaan (A/m2). Io = densitas arus pada permukaan benda kerja (A/m2). y = jarak dari permukaan menuju inti (m)

Adapun kedalaman penetrasi dalam meter dirumuskan sebagai berikut ini :

=

. . (2.8)

Keterangan :

= resistivitas listrik dari logam (ohm.m).

μr = permeabilitas magnetik relatif.

f = frekuensi (Hz)

= kedalaman penetrasi (m)

Jika arus searah melewati sebuah konduktor, maka arus akan terdistribusi secara merata pada seluruh permukaan konduktor tersebut. Tetapi jika arus bolak-balik dialirkan melalui konduktor yang sama, arus tidak tersebar secara merata. Kerapatan arus paling besar selalu berada dipermukaan konduktor dan kerapatan arus ini akan semakin berkurang ketika mendekati pusat konduktor. Hal ini yang disebut (skin effect) efek kulit. (Slamet Pambudi. 2012)

Kedalaman pemanasan bisa diatur dengan memvariasikan frekuensi inverter. Kecepatan pemanasan akan semakin tinggi dengan mengkonsentrasikan arus pada bagian permukaan material. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pengaruh Frekuensi pada Pemanasan Induksi (Habibi, 2007)

Pada gambar diatas, besarnya frekuensi yang diterapkan pada konduktor berbanding lurus dengan arus yang mengalir pada permukaan konduktor. Hal ini


(58)

karena arus Eddy mengalir di permukaan konduktor sehingga menyebabkan energi panas hanya terpusat pada permukaan material sehingga permukaan material lebih cepat panas dari pada pusatnya. (AND9166/D. 2014)

Adapun besarnya frekuensi perputaran pada sebuah kumparan yang terdiri dari lilitan di suatu medan magnetik untuk membangkitkan tegangan dapat dirumuskan menggunakan persamaan ggl induksi magnetik dibawah ini:

∈= N.A.B.ω (2.9)

f = ∈

. . . (2.10)

Keterangan :

∈= Ggl induksi (V)

N = jumlah lilitan kumpran A = luas bidang kumparan (m2) B = induksi magnetik (T) 2 f = kecepatan sudut (rad/s)

2.4. Resistivitas dan Konduktivitas Listrik pada Material

Kemampuan material untuk dengan mudah menghantarkan arus listrik ditentukan oleh konduktivitas listrik. Kebalikan dari konduktivitas adalah resistivitas listrik. Satuan untuk resistivitas dan konduktivitas adalah ohm meter dan mho/m. Resistivitas listrik suatu logam tertentu bervariasi dengan suhu, komposisi kimia, struktur mikro logam, dan ukuran butir. Untuk sebagian besar logam, resistivitas akan naik dengan kenaikan suhu. Resistivitas dari logam murni dapat direpresentasikan sebagai fungsi linier dari suhu (kecuali ada perubahan dalam kisi-kisi logam)

ρT = ρ0[1 + α (T – T0 )] (2.11)

keterangan :

ρ = resistivitas listrik pada suhu ruang T0

ρ (T) = resistivitas listrik pada suhu T α = koefisien suhu dari resistivitas listrik.

Hubungan resistivitas listrik (ohm-m) dengan resistivitas listrik R (ohm) dapat dinyatakan sebagai berikut:


(59)

R = ρ (2.12) Keterangan :

l = panjang konduktor yang dialiri arus.

A = luas penampang konduktor di mana arus mengalir melaluinya.

Sedangkan dalam pembuatan induktor biasanya tidak diperlukan kawat tembaga yang sangat panjang hanya puluhan sentimeter saja, sehingga efek resistansi bahan kawat tembaga dapat diabaikan.

2.5. IGBT (Insulated Gate Bipolar Transistor) 2.5.1. Definisi

IGBT atau Transistor dwikutub gerbang-terisolasi adalah piranti semikonduktor yang merupakan gabungan antara Transistor dan MOSFET. Biasa berfungsi sebagai komponen saklar untuk sebuah aplikasi daya.

Arsitektur dasar dari IGBT hampir sama dengan MOSFET kecuali adanya penambahan layer P+ pada colector diatas layer drain N+ dari MOSFET. Peralatan ini memiliki impedansi input yang tinggi dari MOSFET, tetapi karakteristik konduksi seperti BJT. Jika gate adalah positif dengan respect ke emitter, sebuah N-chanel diinduksikan pada daerah P. Ini di forward-biaskan pada base emitter junction dari P-N-P transistor, menjadikan on dan menyebabkan modulasi konduktivitas pada daerah N-, memberikan reduksi signitifikan pada drop over konduksi pada MOSFET itu.

IGBT terdiri dari tipe N dan tipe P, memiliki tiga kaki yang dinamakan G (gate), C (collector) dan E (emitor). Berikut diperlihatkan gambar penampang umum IGBT dan simbolnya.

(a) (b)


(60)

2.5.2. Karakteristik IGBT

Berdasarkan kinerjanya, IGBT memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan jenis mosfet lain. Karakteristik yang dimilikinya ini menjadikannya memiliki beberapa keunggulan antara lain memiliki impedansi input yang sangat tinggi sehingga tidak membebani rangkaian pengendalinya (atau sering disebut rangkaian driver). Output IGBT memiliki tahanan (Roff) yang sangat besar pada saat tidak menghantar, sehingga arus bocor sangat kecil. Pada saat menghantar, tahanan pensaklaran (Ron) sangat kecil, mengakibatkan tegangan jatuh (voltage drop) lebih kecil daripada transistor pada umumnya sehingga menjadikannya lebih efisien karena kerugian panas hampir tidak ada. Memiliki kecepatan pensaklaran/frekuensi kerja yang lebih tinggi dibanding transistor lainnya.

2.5.3. Prinsip kerja IGBT sebagai Saklar

Prinsip kerja IGBT sebagai saklar dalam rangkaian daya dapat dijelaskan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Rangkaian Inverter Sederhana (Helly Andri, 2012)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pada saklar S1 dan S2 di A, beban akan mendapatkan tegangan positif dan sebaliknya pada S1 dan S2 di B, beban akan mendapatkan tegangan positif dari arah yang berlainan. Dengan demikian, pemindahan saklar S1 dan S2 secara bergantian akan menghasilkan tegangan bolak-balik, dengan amplitudo yang ditentukan oleh besarnya sumber sedangkan frekuensi ditentukan oleh perpindahan saklar. Bentuk gelombang tegangan keluaran dari perpindahan saklar ini adalah sinusoidal. Namun pada prakteknya bentuk gelombang keluarannya banyak mengandung harmonisasi sehingga


(61)

dilakukan teknik pensaklaran dengan sinyal PWM dari sumber DC tetap. Pada PWM, amplitudo tegangan keluaran dapat dikendalikan dengan memodulasi bentuk gelombang. Mengurangi filter untuk menurunkan harmonik dan kendali amplitudo tegangan merupakan dua keuntungan yang berbeda dari PWM. Kendali saklar-saklar untuk keluaran sinusoidal PWM membutuhkan sinyal referensi, dalam hal ini sinyal sinusoidal dan sinyal carrier yaitu gelombang segitiga yang mengendalikan frekuensi switching.

2.6. PWM (Pulse Width Modulation)

Pulse-Width Modulation (PWM) adalah sebuah cara memanipulasi lebar sinyal yang dinyatakan dengan pulsa dalam satu periode untuk mendapatkan tegangan rata-rata yang berbeda. PWM merupakan salah satu cara untuk mengendalikan rangkaian analog menggunakan sinyal digital. Sinyal PWM terdiri atas deretan pulsa yang berulang dengan frekuensi tertentu. Perbandingan antara lebar pulsa ‘ON’ dengan periode disebut dengan duty cycle. Duty cycle biasanya diekspresikan dalam persen, dengan 100% berarti sinyal PWM selalu dalam kondisi ‘ON’. Berikut gambar 2.6 adalah langkah-langkah pembangkitan sinyal PWM pada mikrokontroler.


(62)

Dari skema diatas, tahap pertama adalah menggunakan fitur timer, terlebih dahulu timer harus dihubungkan dengan clock pada mikrokontroler. Besar clock akan menentukan frekuensi sinyal PWM yang dihasilkan. Langkah selanjutnya adalah menghubungkan output timer dengan pin I/O yang sesuai. Berikutnya adalah mengatur counter pada timer agar berhitung ke arah membesar. Dengan konfigurasi demikian, counter akan berhitung mulai dari 0 hingga nilai maksimum kemudian kembali ke 0 dan seterusnya. Langkah selanjutnya adalah mengatur waktu on timer (periode) untuk memperoleh frekuensi PWM yang diinginkan. Waktu on timer ini menentukan nilai maksimum counter sehingga secara otomatis juga mempengaruhi frekuensi sinyal PWM yang dihasilkan.

Setelah itu, atur nilai register output compare untuk memperoleh duty cycle yang diinginkan. Untuk konfigurasi timer “clear on compare match”, sinyal PWM yang dihasilkan akan bernilai high hingga counter mencapai nilai register output compare. Saat hal ini terjadi, sinyal PWM yang dihasilkan akan bernilai low hingga counter mencapai nilai maksimum. Kemudian counter akan kembali ke 0 dan sinyal PWM kembali ke nilai high. Untuk konfigurasi timer “set on compare match”, sinyal PWM yang dihasilkan berkebalikan dengan konfigurasi sebelumnya. Adapun dalam penelitian ini sinyal PWM dibangkitkan oleh mikrokontroler Atmega8535 sehingga dapat memanfaatkan langkah-langkah pada skema 2.6 diatas. (Kurnia, N. 2015)

2.6.1. Perhitungan Duty Cycle PWM

Dengan cara mengatur lebar pulsa “on” dan “off” dalam satu perioda gelombang melalui pemberian besar sinyal referensi output dari suatu PWM akan didapat duty cycle yang diinginkan.

Adapun duty cycle dari PWM dapat dinyatakan sebagai berikut:

Duty cycle =

x 100% (2.13)

Keterangan

Ton = Periode pada saat ON Toff = Periode pada saat OFF

Dengan menggunakan persamaan (2.13) maka duty cycle dapat divariasikan sesuai rancangan alat yang diinginkan. (Satriansyah, Adam. 2011).


(63)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Inkubator adalah alat yang berfungsi untuk menginkubasi dalam suhu terkontrol. Pada umumnya, inkubator bekerja menggunakan elemen pemanas terbuat dari plat yang didalamnya diberi nikelin atau heater keramik, dimana pemakaian daya listriknya yang besar apalagi saat pertama dipanaskan membutuhkan waktu yang cukup lama hingga alat dapat dioperasikan. Selain itu, perlu dipertimbangkan pula keseragaman suhu yang ada didalam dengan memperhatikan pola penempatan elemen pemanas.

Dalam pengoperasian inkubator diperlukan kewaspadaan yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan beberapa bagian dari inkubator jika dipanaskan akan berada pada suhu yang cukup tinggi. Jika pengguna menyentuh salah satu bagian yang dilarang selama operasi, atau mengoperasikannya dengan cara yang salah, bisa dipastikan pengguna akan mengalami kecelakaan yang tak diduga. Penggunaan inkubator yang perlu dikalibrasi sebelum digunakan kembali juga masih menjadi masalah keteledoran pengguna.

Dalam hal ini, penerapan metode pemanasan secara induksi memiliki peluang yang cukup menjanjikan. Metode induksi memiliki kelebihan dari sisi kesederhanaannya. Memiliki tingkat suplai panas yang terkendali dan waktu pemanasan yang cepat. Sebelumnya, telah dilakukan penelitian tentang aplikasi pemanas induksi untuk proses brazing pada logam (Beni, 2016).

Metode pemanas induksi ini juga sangat efisien karena panas yang sebenarnya dihasilkan di dalam benda kerja itu sendiri. Penggunaan arus induksi yang timbul pada benda kerja membuat komponennya relatif tidak terjadi peningkatan temperatur, sehingga tidak membutuhkan komponen yang mahal dan menjadikannya lebih aman. Konsumsi daya listrik masih dikategorikan kecil dibanding penggunaan heater pada umumnya. Adapun cara pemanasan dengan metode induksi ini tidak perlu dikalibrasi dan perawatannya juga sangat mudah.


(64)

Berdasarkan alasan diatas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul

“Rancang Bangun Inkubator Skala Laboratorium dengan Sistem Pemanas Induksi (Induction Heating) Berbasis Mikrokontroler ATMega8535”

sehingga diharapkan mampu meminimalisir tingkat kecelakaan/kesalahan penggunaan inkubator dan menjadikan inkubator metode induksi ini sebagai solusi meningkatkan kinerja operasi inkubator secara efisien, mudah dan aman.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang dan membuat suatu inkubator dengan memanfaatkan panas dari prinsip induksi sehingga menghasilkan inkubator yang mampu bekerja secara efisien, mudah dan aman.

.

1.3. Batasan Masalah Penelitian

Pada penelitian ini permasalahan yang dibahas dibatasi oleh :

1. Perancangan dan pembuatan inkubator dengan memanfaatkan panas dari prinsip induksi.

2. Inkubator dibuat dari bahan besi dengan kandungan karbon rendah (steel low carbon) yang diinduksi dan diuji dengan nilai frekuensi kerja

3. Penghubung pengukuran temperatur dengan komputer menggunakan port

serial dan aplikasi Visual Basic.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menghasilkan rancang bangun inkubator dengan memanfaatkan panas dari prinsip induksi.

1.5. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

1. Dapat meminimalisir tingkat kecelakaan/kesalahan dalam penggunaan

inkubator.

2. Menjadikan inkubator dengan metode induksi ini sebagai solusi


(1)

ABSTRACT

In general, incubator works using heating elements made of plate, where a large electrical power consumption especially when heated first takes quite a long

time until the tool can be operated. In addition, to

consider also the temperature uniformity inside the pattern by observing the placement of the heating element. The use of incubators that needs to be calibrated before being used again and it is also one of the problems keteledoran users.

Induction heating method was chosen because it has a

controlled heat supply levels and the rapid warming time. The use of induction currents that arise on the workpiece (incubator) to make its components relative increase in temperature does not occur, so that life becomes more durable and does not require an expensive component. As for the operation of incubator this induction method does automatics and her treatment is also very easy.

Induction heater consists of 3 main circuit power supply circuit with the power of 240 Watts, the driver sets the current generation AC and AC generator circuit is set automatically by the system microcontroller Atmega 8535.

The process of transferring the heat from this testing utilizing heat transfer by convection from the wall material incubator. From the test results that were obtained within 500 seconds, induction heating systems capable of raising the temperature of the incubator is 99, 6 0C.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ... i

Pernyataan ... ii

Penghargaan ... iii

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 2

1.5 Manfaat Penelitian ... 2

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Dasar Pemanas Induksi ... 4

2.1.1 Definisi Pemanas Induksi ... 4

2.1.2 Prinsip Kerja Pemanas Induksi ... 4

2.1.2.1 Arus Eddy ... 5

2.1.2.2 Rugi Histerisis ... 6

2.1.3 Elektromagnetisme ... 7

2.1.4 Kerapatan Fluks Magnet ... 8

2.1.5 Permeabilitas ... 8

2.2 Kumparan Induksi ... 10

2.3 Efek Kulit dan Kedalaman Penetrasi Panas ... 11

2.4 Resistivitas dan Konduktivitas Listrik pada Material ... 13

2.5 IGBT (Insulated Gate Bipolar Transistor) ... 14

2.5.1 Definisi IGBT ... 14

2.5.2 Karakteristik IGBT ... 14

2.5.3 Prinsip Kerja IGBT sebagai Saklar ... 15

2.6 PWM (Pulse Width Modulation)... 16


(3)

3.1.2 Komponen Sistem ... 19

3.2. Spesifikasi dan Perancangan Perangkat Keras ... 20

3.2.1 Perancangan Inkubator ... 20

3.2.1.1 Kapasitas Inkubator ... 20

3.2.1.2 Kalor pada Inkubator ... 21

3.2.2 Kumparan Kerja ... 23

3.2.2.1 Induksi magnetik dan Induksi Kumparan ... 24

3.2.3 Rangkaian Power Supply ... 27

3.2.4 Rangkaian Penyearah ... 29

3.2.5 Rangkaian Kontrol ... 30

3.2.6 Rangkaian Mosfer dan Driver Mosfet ... 31

3.2.7 Rangkaian Kumparan Toroida ... 32

3.2.8 Rangkaian Sistem Pemanas Induksi ... 33

3.2.8.1 Rangkaian Induktor pada Kumparan Kerja ... 33

3.2.8.2 Rangkaian Pembangkit Arus AC ... 34

3.2.8.3 Rangkaian Driver Pembangkit Arus AC ... 35

3.2.9 Rangkaian Sensor LM35 ... 36

3.2.10 Rangkaian LCD ... 37

3.3. Diagram Alir ... 39

3.3.1 Diagram Alir Program Mikrokontroler ... 40

3.3.2 Diagram Alir Program Visual Basic V.6.0 ... 41

3.4. Gambar Rangkaian Alat secara Keseluruhan... 42

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pengujian Pemanas Induksi ... 43

4.2 Pengujian Inkubator... 47

4.3 Perolehan Data dan Perhitungan Data dari Pengujian ... 51

4.3.1. Rugi Arus Eddy Dan Rugi Histerisis... 51

4.3.2. Efisiensi Daya Pemanas Induksi ... 52

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53


(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Jumlah Lilitan terhadap Kemampuan Hantar Arus 10

3.1 Nilai Resistivitas Beberapa Jenis Bahan 26

3.2 Diameter Kawat untuk Gulungan Primer dan Sekunder 28

4.1 Tabel Pengujian Pemanas Induksi 44


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Arus Eddy pada Permukaan Bahan 5

2.2 Grafik Lingkar Histerisis 7

2.3 Pengaruh Frekuensi pada Pemanasan Induksi 13

2.4 Simbol IGBT dan Komponen IGBT 15

2.5 Rangkaian Inverter Sederhana 16

2.6 Skema Pembangkit Sinyal PWM 17

3.1 Diagram Blok Sistem 19

3.2 Rancangan Dimensi Inkubator 21

3.3 Bentuk Pipa Tembaga 24

3.4 Perancangan Lilitan Kumparan pada Inkubator

yang Dilapisi Bahan Kayu 25

3.5 Rangkaian Power Supply 28

3.6 Rangkaian Penyearah 1 fasa gelombang penuh 30

3.7 Sistem Minimum Mikrokontroler ATMega 8535 31

3.8 Rangkaian Mosfet IGBT 32

3.9 Rangkaian Transistor Driver Mosfet 33

3.10 Rangkaian Induktor pada Kumparan Kerja 34

3.11 Rangkaian Pembangkit Arus AC 35

3.12 Rangkaian Driver pada Pembangkit Arus AC 36

3.13 Bentuk dan Rangkaian Sensor LM35 37

3.14 Perancangan Antar muka Modul LCD 38

3.15 Diagram Alir Sistem 39

3.16 Diagram Alir Program Mikrokontroler 40

3.17 Diagram Alir Program Visual Basic 41

3.18 Gambar Alat secara Keseluruhan 42

4.1. Skema Pengukuran Temperatur 43

4.2 Grafik Analisa Pengujian Pemanas Induksi 45


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lamp

1. Lampiran 1 1-3

2. Program Code Vision AVR -

3. Program Visual Basic V.6.0 -

4. Data Sheet IGBT CT40KM-8H -