Rancang Bangun Pemanas Induksi Berdaya Rendah Dengan Menggunakan Solenoid Coil Berbasis Mikrokontroler Atmega 8535

(1)

RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH

DENGAN MENGGUNAKAN

SOLENOID COIL

BERBASIS

MIKROKONTROLER ATMEGA 8535

SKRIPSI

JEPRI WANDES NABABAN

110801024

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH

DENGAN MENGGUNAKAN

SOLENOID COIL

BERBASIS

MIKROKONTROLER ATMEGA 8535

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JEPRI WANDES NABABAN 110801024

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul :RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI

BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN SOLENOID COIL BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 8535

Kategori : SKRIPSI

Nama : JEPRI WANDES NABABAN

Nomor Induk Siswa : 110801024

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Oktober 2015 Komisi Pembimbing:

Pembimbing I Pembimbing II

(Drs.Kurnia Brahmana, M.Si ) (Drs.Takdir Tamba, M.Eng.Sc) NIP. 196009301986011001 NIP. 196006031986011002

Diketahui/ disetujui oleh : Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua

(Dr. Marhaposan Situmorang) NIP.195510301980031003


(4)

PERNYATAAN

RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN SOLENOID COIL BERBASIS MIKROKONTROLER

ATMEGA 8535

SKRIPSI

Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa Kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2015

JEPRI WANDES NABABAN 110801024


(5)

PENGHARGAAN

Penulis memanjatkan puji dan syukur atas berkat Allah di dalam nama Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan kasih KaruniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Rancang Bangun Pemanas Induksi Berdaya Rendah Dengan Menggunakan Solenoid Coil Berbasis Mikrokontroler Atmega 8535” guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk materi, ide, dorongan semangat serta doa yang tulus. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Kurnia Brahmana, M.Si sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan saran – saran untuk

membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Takdir Tamba, M.Eng.Sc. sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, sebagai dosen wali yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, sebagai Ketua Jurusan Fisika FMIPA USU. 5. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc sebagai Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA

USU.

6. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Bapak / Ibu staff pengajar Fisika USU serta para pegawai administrasi. 8. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak saya tersayang

Ramses Nababan & Mama saya tercinta Hotmauli br Sinaga, dan kakak saya (Betaria agustina Nababan) dan adik-adik saya (Mei Eriyanti Nababan), (Samuel


(6)

Valentino Nababan), dan (Wendi pranji nababan) serta keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materi selama penulis kuliah sampai penyelesaian skripsi ini.

9. Teman - teman stambuk 2011

10.Adik – Adik stambuk 2012/2013/2014 : dkk

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan ilmu yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran- saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Kiranya Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis,

(Jepri Wandes Nababan) Nim : 110801024


(7)

RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN SOLENOIDE COIL BERBASIS MIKROKONTROLER

ATMEGA 8535

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pemanas induksi terhadap pengujian bahan dengan menggunakan solenoide coil, dimana pada pemanas induksi timbul panas pada beban yang terkena induksi medan magnet, hal ini disebabkan karena pada logam timbul arus eddy atau arus pusar yang arahnya melingkar akibat dari induksi magnet yang menimbulkan fluks magnetik, sehingga menimbulkan panas pada beban. Untuk membuat pemanas induksi diperlukan suatu alat yang mampu menghasilkan energi listrik yang besar. Alat ini menggunakan pada tegangan 24 Volt ,dimana kuat arus yang digunakan 40 Ampere. Rangkaian ini menggunakan power supply dan dirangkai menggunakan komponen-komponen utama yang terdiri atas transfomator,dioda, transistor mosfet, resistor,kapasitor, induktor dan alat ini dirancang berbasis mirokontroller ATMega 8535. Pemanas induksi ini dirancang pada resonansi Frekuensi 50Khz, selanjutnya diuji coba untuk melakukan proses perlakuan panas permukaan pada spesimen baja atau besi sehingga menimbulkan panas. Hasil pengujian yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung besarnya energi kalor dan efisiensi energi dari alat pemanas induksi.


(8)

INDUCTION HEATING DESIGN USING LOW POWERED WITH SOLENOIDE COIL BASED MICROCONTROLLER ATMEGA 8535

ABSTRACT

Has done research on the induction heating of the test material by using solenoide coil, wherein the induction heaters generate heat in the load affected by the induction of the magnetic field, this is because the metal arising eddy current or eddy currents whose direction the circular as a result of magnetic induction causing flux magnetic, causing heat to the load.Induction heating required to make a tool that is capable of generating electrical energy. The tool is used at 24 Volts, where strong currents used 40 Ampere. This circuit uses the power supply and assembled using major components consisting of transfomator, diodes, MOSFET transistors, resistors, capacitors, inductors, and the tool is designed based mirokontroller ATMega 8535.Induction heating is designed in the resonance frequency of 50KHz, and then tested to make the process of heat treatment on the surface of the specimen steel or iron, causing heat. The test results obtained can be used to calculate the amount of heat energy and energy efficiency of induction heating devices.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ... i

Pernyataan ... ii

Penghargaan ... iii

Abstrak ...iv

Abstract ... v

Daftar Isi ...vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Lampiran ...ix

Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 2

1.5 Manfaat Penelitian ... 2

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Defenisi Pemanas Induksi ... 4

... 2.2 Cara Kerja Pemanas Induksi ... 4

2.3 Arus Eddy (Eddy Curent) ... 7


(10)

2.5 Solenoide ... 11

2.6 Efek Histerisis ... 13

2.7 Desain Lilitan Pemanas ... 15

2.8 Ukuran Pemanasan Dari Pemanas Induksi ... 18

2.9 Mosfet ... 20

2.10 Termokopel ... 22

2.10.1 Termokopel Tipe N ... 23

2.10.2 Prinsip Kerja Termokopel ... 24

Bab 3. Metodologi Penelitian 3.1 Diagram Blok ... 25

3.2 Penentuan Spesifikasi Alat ... 26

3.2.1 Rangkaian Solenoide ... 28

3.2.2 Rangkaian Toroida ... 33

3.2.3 Rangkaian Power Supply ... 35

3.2.4 Rangkaian Driver... 39

3.2.5 Rangkaian Penyearah... 41

3.2.6 Rangkaian Daya ... 42

3.3. Diagram Alir ... 45

... 3.3.1 Diagram Alir Program Mikrokontroler... 45

3.3.2 Diagram Alir Program Visual Basic V.6.0 ... 46

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pengujian Pemanas Induksi... 47

4.1.1 Pengujian beban 50 gram ... 49

4.1.1 Pengujian beban 100 gram ... 50

4.2 Perolehan Data Dan Perhitungan Data Dari Pengujian ... 51


(11)

4.2.1 Konstanta Histerisis ... 52 4.2 Perolehan Data Dan Perhitungan Data Dari Pengujian ... 52

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan ... 66 ... 5.2 Saran ... 67

...


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

3.1.1 Kabel vs Diameter Arus pada solenoide. 26

3.1.2 Kemampuan Hantar Arus 27

3.1.3 Hambatan jenis beberapa bahan 29

3.1.4 Tabel untuk lilitan primer & sekunder 34

4.3.1 Tabel pengujian beban 50 gram 48

4.3.2 Tabel pengujian beban 100 gram 49 4.3.3 Tabel pengujian beban 150 gram 51

4.3.4 Tabel pengujian beban 200gram 53

4.3.5 Tabel pengujian beban 250 gram 55 4.3.6 Tabel pengujian beban 300 gram 57


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Lilitan Solenoide pada kawat 8

2.2 solenoide silinder panjang pada kumparan

Seperti pada kawat 11

2.3 Medan magnet pada titik P sejauh x dari sumbuh sebuah kawat lingkaran berarus listrik 11

2.4 Solenoide dengan banyaknya lilitan n 12

2.5 Medan magnet dalam suatu solenoide 12

2.6 Grafik lingkar Histerisis 15

2.7 Induktansi pada kurva histerisis 16

2.8 Rangkaian pemanas induksi dengan sumber AC 18

2.9 Struktur Mosfet depletion-mode 21

2.10 Penampang D-Mosfet( depletion-mode) 22 3.1 Diagram Blok pemanas induksi dengan metode

solenoide 24

3.2 Diagram Alir Sistem kerja keseluruhan alat pemanas induksi dengan Metode Solenoide 25

3.3 Gambar medan magnet pada solenoide 26

3.4 Tembaga berbentuk Pipa 26

3.5 Bentuk lilitan Solenoide 28

3.6 Rangkaian power supply 33

3.7 Konstruksi dan Symbol trafo 36

3.8 Rangkaian Mosfet 37

3.10 Rangkaian Driver 38


(14)

3.11 Rangkaian Daya 40 4.1 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan

waktu pada massa beban yaitu 50 gram 49 4.2 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan

waktu pada massa beban yaitu 100 gram 50 4.3 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan

waktu pada massa beban yaitu 150 gram 52 4.4 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan

waktu pada massa beban yaitu 200 gram 54 4.5 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan

waktu pada massa beban yaitu 250 gram 57 4.6 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lamp

1. Gambar Alat percobaan -

2. Program Visual Basic V.6.0 -

3. Program Code vision AVR -

4. Data Sheet Mosfet IRFP 260 N -


(16)

RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN SOLENOIDE COIL BERBASIS MIKROKONTROLER

ATMEGA 8535

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pemanas induksi terhadap pengujian bahan dengan menggunakan solenoide coil, dimana pada pemanas induksi timbul panas pada beban yang terkena induksi medan magnet, hal ini disebabkan karena pada logam timbul arus eddy atau arus pusar yang arahnya melingkar akibat dari induksi magnet yang menimbulkan fluks magnetik, sehingga menimbulkan panas pada beban. Untuk membuat pemanas induksi diperlukan suatu alat yang mampu menghasilkan energi listrik yang besar. Alat ini menggunakan pada tegangan 24 Volt ,dimana kuat arus yang digunakan 40 Ampere. Rangkaian ini menggunakan power supply dan dirangkai menggunakan komponen-komponen utama yang terdiri atas transfomator,dioda, transistor mosfet, resistor,kapasitor, induktor dan alat ini dirancang berbasis mirokontroller ATMega 8535. Pemanas induksi ini dirancang pada resonansi Frekuensi 50Khz, selanjutnya diuji coba untuk melakukan proses perlakuan panas permukaan pada spesimen baja atau besi sehingga menimbulkan panas. Hasil pengujian yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung besarnya energi kalor dan efisiensi energi dari alat pemanas induksi.


(17)

INDUCTION HEATING DESIGN USING LOW POWERED WITH SOLENOIDE COIL BASED MICROCONTROLLER ATMEGA 8535

ABSTRACT

Has done research on the induction heating of the test material by using solenoide coil, wherein the induction heaters generate heat in the load affected by the induction of the magnetic field, this is because the metal arising eddy current or eddy currents whose direction the circular as a result of magnetic induction causing flux magnetic, causing heat to the load.Induction heating required to make a tool that is capable of generating electrical energy. The tool is used at 24 Volts, where strong currents used 40 Ampere. This circuit uses the power supply and assembled using major components consisting of transfomator, diodes, MOSFET transistors, resistors, capacitors, inductors, and the tool is designed based mirokontroller ATMega 8535.Induction heating is designed in the resonance frequency of 50KHz, and then tested to make the process of heat treatment on the surface of the specimen steel or iron, causing heat. The test results obtained can be used to calculate the amount of heat energy and energy efficiency of induction heating devices.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemanas induksi merupakan salah satu produk teknologi yang sudah lama dibuat dan digunakan didalam industri maupun rumah tangga. Teknologi ini terus berkembang dari masa ke masa. Pada masa lalu, pemanas induksi menggunakan teknologi yang sederhana, pada umumnya produk tersebut berdimensi yang besar. Dengan berkembangnya teknologi elektronika daya, pemanas induksi dapat dengan dimensi yang kecil.

Pemanas induksi yang menggunakan solenoide memiliki keterkaitan erat dengan frekuensi kerja, nilai tegangan dan arus masukan, dan berbentuk benda yang akan dipanaskan. Masing – masing faktor tersebut memiliki pengaruh terhadap karakteristik panas yang dihasilkan. Dengan menggunakan mikrokontroler dan elektronika daya, faktor- faktor tersebut dapat diubah nilainya sehingga memungkinkan untuk pengujian karakteristik panas.

Penerapan pemanas induksi menggunakan selonoide dalam otomotif bisa diterapkan dalam memperbaiki handle bar (stang) sepeda motor untuk meluruskan atau membengkokan dengan cara yang sistematis apabila mengalami kerusakan atau memodifikasi handle bar atau bagian lainya, dengan penerapan sistem pemanas induksi.

Tugas akhir ini dilakukan untuk merancang sebuah system pemanas induksi dengan metode selonoide coil. Selain perancangan dan pembuatan pemanas induksi ini, penelitian akan dilakukan dengan mengubah- ubah besaran tertentu seperti waktu dan massa beban yang dikaitkan pengaruhnya terhadap suhu yang dihasilkan pemanas induksi. Perancangan dan pembuatan pemanas induksi ini didasarkan pada teori inducting heating dan hasil pengujiannya dianalisa berdasarkan teori yang ada.


(19)

1.2. Rumusan masalah

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diperlukannya alat pemanas induksi yang dibuat dengan dimensi yang kecil dan lebih murah.

2. Bagaimana sebuah alat pemanas induksi dapat dimanfaatkan secara optimal didalam dunia otomotif.

3. Bagaimana sebuah system pemanas induksi berbasis metode solenoide

dirancang dengan daya yang rendah dengan frekuensi berkisar 50 KHz sehingga menghasilkan jumlah kalor yang tinggi.

1.3Batasan Masalah

Batasan – batasan masalah yang ada pada ruang lingkup masalah adalah :

1. Membuat alat pemanas induksi dengan memanfaatkan arus eddy sebagai akibat dari induksi elektromagnetik dengan solenoide yang digunakan untuk pengujian beberapa nilai frekuensi kerja .

2. Solenoide dibuat dari bahan tembaga dibentuk dengan lilitan dan disesuaikan dengan bentuk alat yang akan dirancang.

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dilakukan untuk :

1. Merancang sebuah system pemanas induksi dengan menggunakan solenoide. 2. Menghitung titik energi panas maksimum yang dihasilkan sehingga dapat

diperoleh spesifikasi pemanas induksi dengan pengujian bahan.

3. Mengkombinasikan sistem kerja antara mikrokontroller sebagai pengendali utama dengan alat pemanas induksi.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jumlah energi panas maksimum yang dihasilkan dengan komponen elektronika daya dengan alat pemanas induksi menggunakan solenoide.


(20)

2. Memberikan informasi bahwa alat pemanas induksi dapat dimanfaatkan secara optimal, pada skala kecil atau pun keperluan sederhana.

1.5Sistematika Penulisan

Untuk memberi gambaran dalam mempermudah serta memahami tentang RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH

DENGAN METODE SOLENOIDE COIL BERBASIS

MIKROKONTROLER ATMEGA 8535 maka penulis menulis skripsi ini dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan pendahuluan yaitu membahas Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang teori – teori yang mendukung pembahasan tentang cara kerja dari teori rangkaian pemanas induksi dari energi elektik menjadi energi panas atau kalor.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang metode penelitian yakni, alat- alat dan bahan yang digunakan serta prosedur percobaan.

BAB IV : HASIL DAN ANALISIS

Bab ini menguraikan data penelitian yang diperoleh peneliti, dan menerangkan pengolahan data serta hasil dari penelitian.

BAB V : PENUTUP


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pemanas Induksi

Pemanas induksi adalah timbulnya panas pada logam yang terkena induksi medan magnet, hal ini disebabkan karena pada logam timbul arus Eddy atau arus pusar yang arahnya melingkar melingkupi medan magnet terjadinya arus pusar akibat dari induksi magnet yang menimbulkan fluks magnetik yang menembus logam, sehingga menyebabkan panas pada logam.

Induksi magnet adalah kuat medan magnet akibat adanya arus listrik yang mengalir dalam konduktor. Pemanasan induksi juga disebut sebagai proses pemanasan non-kontak yang menggunakan listrik frekuensi tinggi untuk menghasilkan panas yang konduktif secara elektrik. Karena non-kontak, proses pemanasan tidak mencemari bahan yang sedang dipanaskan. Hal ini juga sangat efisien karena panas yang sebenarnya dihasilkan di dalam benda kerja, ini dapat dibandingkan dengan metode pemanasan lain dimana panas yang dihasilkan dalam elemen api atau pemanas, yang kemudian diterapkan pada benda kerja. Untuk alasan ini, pemanas induksi cocok untuk beberapa aplikasi yang unik dalam industri (Noviansyah Ryan).

2.2 Cara Kerja Pemanas Induksi

Sebuah sumber listrik digunakan untuk menggerakkan sebuah arus bolak balik atau yang biasa disebut sebagai arus AC yang besar melalui sebuah kumparan induksi. Kumparan induksi ini dikenal sebagai kumparan kerja. Aliran arus yang melalui kumparan ini menghasilkan medan magnet yang sangat kuat dan cepat berubah dalam kumparan kerja. Benda kerja yang akan dipanaskan ditempatkan dalam medan magnet ini dengan arus AC yang sangat kuat. Ketika sebuah beban


(22)

masuk dalam kumparan kerja yang dialiri oleh arus AC, maka nilai arus yang mengalir akan mengikuti besarnya sesuai dengan nilai beban yang masuk.

Medan magnet yang tinggi dapat menyebabkan sebuah beban dalam kumparan kerja tersebut melepaskan panasnya, sehingga panas yang ditimbulkan oleh beban tersebut justru dapat melelehkan beban itu sendiri. Karena panas yang dialami oleh beban akan semakin tinggi, hingga mencapai nilai titik leburnya. 2.3 Arus Eddy (Eddy Curent)

Pada saat arus bolak-balik (AC) mengalir pada setiap konduktor maka akan timbul medan magnet bolak-balik disekitar tepat tersebut. Begitu pula pada saat setiap bahan konduktif ditempatkan dalam medan magnet bolak-balik maka aliran arus akan timbul dalam bahan tersebut. Arus yang timbul pada bahan akan melawan medan magnet yang dibangkitkan, hal ini cenderung menghilangkan medan magnet. Karena fluks eksternal harus menembus permukaan sebelum mencapai bagian dalam bahan konduktif ini, maka aliran arus akan lebih dekat ke permukaan. Intensitas medan magnet yang digunakan untuk melawan arus akan menyimpan arus didalam bahan tesebut dimana intensitas tersebut merupakan fungsi dari frekuensi.

Apabila frekuensinya ditingkatkan maka aliran arus menjadi lebih efektif dalam membangkitkan seluruh medan magnet yang dibutuhkan, dan arus yang kecil akan mengalir pada lapisan dibawah permukaan. Peristiwa yang terjadi ini disebut dengan efek kulit (Skin Effect) dimana efek kulit sangat berguna untuk menghasilkan konsentrasi arus pada permukaan bahan dan arus yang keluar dipermukaan bahan tersebut dinamakan dengan arus Eddy (Eddy Curent).

Panas yang dihasilkan oleh resistansi pada bahan inti terhadap arus Eddy disebut dengan rugi-rugi arus eddy, karena arus eddy ditimbulkan oleh perubahan kerapatan fluks pada inti besi dengan menggunakan lilitan utama yang diberi tenaga.


(23)

Pada mesin induksi biasanya rugi-rugi yang kita perlukan terdapat pada besi stator, dan diperoleh dengan mengukur masukan pada mesin saat bekerja tanpa beban pada kecepatan atau frekuensi tertentu dan dengan fluks yang semestinya. Pada rugi-rugi arus eddy tergantung pada kuadrat dari kerapatan fluksi, dan frekuensi untuk keadaan alat normal, besarnya rugi-rugi arus eddy dinyatakan dengan persamaan:

Pe = Kc (Bmaks .f)2 ………..(2.1)

Keterangan : Pe = Rugi-rugi arus eddy (Watt)

Kc = Konstanta eddy

f = Frekuensi (Hz) Bmaks = Fluks Maksimum (Wb/m2)

Penjelasan mengenai arus eddy dan rugi-rugi arus eddy dapat penulis jadikan dasar teori bahwa intensitas dari medan eksternal akan mempengaruhi besaran (magnitude) dari aliran arus eddy, sehingga mempengaruhi kemampuan pemanasan dimana frekuensi mempengaruhi kedalaman arus yang dapat menembus permukaan.

Kedua persamaan rugi-rugi diatas yaitu rugi-rugi histerisis dan rugi-rugi arus eddy maka kita dapat menjelaskan berapa besar presentasi efisiensi dari pemanas induksi. Untuk menghitung jumlah rugi-rugi pada inti besi maka harga dari kedua rugi-rugi tersebut harus diketahui terlebih dan menggunakan persamaan:


(24)

Keterangan: Pc = Rugi-rugi arus eddy (Watt)

Ph = Rugi-rugi histerisis (Watt)

Hasil energi yang diterima dari sumber arus akan menghasilkan rugi-rugi dan akhirnya timbul panas pada inti lilitan, maka pertimbangan terhadap rugi-rugi suatu alat merupakan hal yang penting. Ada tiga pertimbangan penting antara lain:

1. Rugi-rugi menentukan efisiensi alat dan cukup berpengaruh terhadap biaya pemakaian alat tersebut.

2. Rugi-rugi menentukan pemanasan alat sehingga menentukan pula keluaran daya atau ukuran yang dapat diperoleh tanpa mempercepat pendinginanan isolasinya.

3. Jatuhnya tegangan atau komponen arus yang bersangkutan dengan rugi-rugi yang dihasilkan harus dipertimbangkan dengan jelas dalam penampilan alatnya.

Pengukuran rugi-rugi mempunyai keuntungan karena mudah dan murah untuk dilaksanakan dan menghasilkan harga yang lebih teliti dan cermat. Selain itu presentasi kesalahan yang diberikan dalam pengukuran rugi-rugi hanya menyebabkan sekitar sepersepuluh (1/10) kesalahan presentasi pada efisiensinya. Efisiensi yang ditentukan dari pengukuran rugi-rugi dapat dipergunakan untuk membandingkan alat sejenis jika metode pengukuran dan perhitungannya sama.

Rugi-rugi I2R akan ditentukan pada semua lilitan mesin dan diasosiasikan dengan fluks yang berubah terhadap waktu dalam bahan magnetic. Pada lilitan mesin bahan untuk membuat inti kumparan yaitu besi, maka rugi-rugi inti pada rangkaian terbuka disebut sebagai rugi-rugi inti besi, adapun rugi-rugi inti besi ini terbagi menjadi dua yaitu rugi-rugi histerisis dan rugi-rugi arus eddy seperti yang telah dijelaskan diatas.(Tipler,1998)


(25)

2.4 Induksi magnet pada Solenoida

Solenoid adalah kawat panjang dengan banyak loop seperti gambar dibawah ini.

Gambar 2.1 lilitan Solenoide pada ka wat

Setiap loop kawat akan menghasilkan medan magnet seperti pada gambar a. Dan medan magnet total didalam solenoid adalah jumlahan dari setiap magnet yang dihasilkan oleh setiap loop kawat tersebut. Jika loop kawat sangat dekat (rapat) medan magnet didalam solenoid adalah paralel kecuali diujung-ujung solenoid seperti gambar b.

Untuk menghingtung medan magnet dalam solenoid, kita ambil satu lintasan dari persegi panjang abcd seperti gambar dibawah.

Sehingga, 0I


(26)

Medan magnet pada segmen ab adalah kecil sekali (mendekati nol) karena berada diluar solenoid sehingga ( ab∞ 0. Medan magnet pada segmen bc dan

da adalah nol karena arah lintasan (segmen) adalah tegak lurus terhadap arah medan magnet dalam solenoid. Dari pemikiran tersebut terlihat bahwa medan magnet hanya berasal dari segmen cd yang panjangnya = l. Jadi :

( cd = µ 0I

= µ 0NI

Arus yang mengalir pada kawat adalah I. Jadi arus yang mengalir pada setiap kawat adalah juga = I. sehingga pada lintasan yang ditinjau (yaitu persegi panjang) abcd, jumlah arus yang lewat adalah NI, dimana N adalah jumlah loop pada lintasan. Jadi , = µ 0NI. Jika n = N/l. atau jumlah loop persatuan

panjang, maka medan magnet dalam solenoide adalah: = µ 0nI. (Pratama Iwan).

Solenoide merupakan salah satu jenis kumparan terbuat dari kabel panjang yang dililitkan secara rapat dan dapat diasumsikan bahwa panjangnya jauh lebih besar dari pada diameternya. Dalam kasus solenoid ideal, panjang kumparan adalah tak hingga dan dibangun dengan kabel yang saling berhimpit dalam lilitannya, dan medan magnet di dalamnya adalah seragam dan paralel terhadap sumbu solenoid.

Kuat medan magnet untuk solenoid ideal adalah:

0. ………(2.3)

` Keterangan : = adalah kuat medan magnet,

= adalah permeabilitas ruang kosong, = adalah kuat arus,


(27)

Jika terdapat batang besi dan ditempatkan sebagian panjangnya di dalam solenoide, batang tersebut akan bergerak masuk ke dalam solenoid saat arus dialirkan. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan tuas, membuka pintu, atau mengoperasikan relai.

Kelistrikan dan kemagnetan telah lama dikenal. Namun para ilmuwan belum mengetahui bahwa ada hubungan antara keduanya. Hubungan keduamya baru diketahui ketika Hans Christian Oersted menunjukkan bahwa kompas yang berada di bawa kawat konduktor berarus akan menyimpang. Besarnya induksi magnet pada kawat konduktor lurus berarus yang panjang tak berhingga dituliskan secara matematis B = µ i/ 2πa. Dimana B adalah induksi magnet (T), i adalah arus (A) dan a adalah jarak dari kawat konduktor (m).

Salah satu cara yang paling praktis untuk menciptakan medan magnet yang dikendalikan adalah untuk membangun solenoide. Sebuah solenoid adalah silinder panjang pada kumparan seperti kawat. Ketika arus dialiri melalui kawat, medan magnet dibuat dalam bentuk silinder. Solenoide biasanya memiliki panjang beberapa kali diameternya. Kawat adalah di sekitar bagian luar silinder panjang dalam bentuk heliks dengan lapangan kecil. Medan magnet dibuat di dalam silinder cukup seragam, terutama jauh dari ujung solenoid.

Gambar2.2 : Solenoide silinder panjang pada kumparan seperti ka wat.

Di dalam solenoid ada kawat bermotor melingkar dengan cara yang khusus (lihat gambar di atas). Ketika dialiri arus listrik melalui kawat ini (energi), maka terjadi


(28)

R

x θ θ

dBy

dB

dBx

P X ȓ dl

z x

dBx

medan magnet. Pada Poros solenoide ada piston seperti silinder terbuat dari besi atau baja, yang disebut pendorong.

2.5 Solenoide.

Solenoide merupakan induktor yang terdiri dari gulungan kawat yang kadang di dalamnya dimasukkan sebuah batang besi berbentuk silinder dengan tujuan memperkuat medan magnet yang dihasilkan. Solenoida digunakan dalam banyak perangkat elektronika seperti bel pintu atau pengeras suara.secara skematik gambar solenoida ada lah sebagai berikut ;

Gambar 2.3 : Medan magnet pada titik P sejauh x dari sumbuh sebuah ka wat lingkaran berarus listrik.

Solenoida terdiri dari N buah liltan kawat berarus listrik I , dimana medan magnet yang dihasilkan memiliki arah seperti pada gambar ,dimana kutub utara magnet mengikuti aturan tangan kanan 1.


(29)

-x

x

R

X2

P

Gambar 2.4 : Solenoide dengan banyaknya lilitan n

Besarnya medan magnet yang dihasilkan pada sebuah titik P pada sumbu didalam solenoida adalah sebagai jumlah dari medan magnet yang dihasilkan sebuah kawat berbentuk lingkaran dengan x yang berubah sehingga dari persamaan berikut :

...(2.4)

Diperoleh

………...………(2.5)

jika solenoida sepanjang L maka dapat dibentangkan dari –x1 sampai x2seperti pada gambar berikut :


(30)

Dengan panjang L, solenoida yang terdiri dari N buah lilitan maka jumlah lilitan persatuan panjang sebut saja n adalah n = N/L . Maka jika kita jumlahkan seluruh lilitan sebanyak ndx, kita harus melakukan integrasi untuk seluruh dx dari –x1 ke x2. :

………(2.6)

Dari hasil bentuk integral ini dapat dilihat pada tabel- tabel integral baku pada buku kalkulus, dimana berlaku :

………...…(2.7)

Sehingga:

………...………(2.8)

………...…(2.9)

Sehingga medan magnet ditengah sumbu solenoida adalah :

………...……(2.10)

Jika jari-jari solenoida R maka dapat dianggap jauh lebih kecil dari X1 dan X2,

maka suku pertama dalam kurung pada persamaan terakhir dapat didekati :


(31)

Demikian juga suku kedua sehingga :

………...…(2.12)

Dengan demikian dapat diperoleh kuat medan magnet untuk solenoida dengan jumlah lilitan persatuan panjang n adalah :

0. ………...(2.13)

Untuk menurunkan medan magnet di dalam solenoida dari persamaan diatas dapat dilakukan melalui hukum Ampere.

2.6 Efek Histerisis

Hysteresis adalah ketergantungan sebuah sistem, tidak hanya pada keadaannya sekarang, tetapi juga pada keadaannya pada masa lalu. Ketergantungan ini muncul karena sistem tersebut dapat berada di lebih dari satu kondisi internal. Untuk mengira-ngira perubahan berikutnya, baik kondisi internal maupun sejarahnya harus diketahui.

Bila sebuah masukan yang diberikan naik dan turun secara bergantian, keluarannya akan cenderung membentuk sebuah ikal di Gbr. Dibahah. Bagaimanapun, ikal-ikal juga terjadi karena keterlambatan dinamis antara masukan dengan keluaran. Seringkali, efek ini mengacu kepada histeresis. Efek ini menghilang saat masukannya berganti secara perlahan, jadi para ahli tidak menganggap hal itu sebagai histeresis sebenarnya. Histeresis terjadi di bahan-bahan feromagnetik dan feroelektrik, seperti pada deformasi bahan-bahan-bahan-bahan (seperti karet gelang) dalam merespon berbagai gaya. Di sistem alami, histeresis selalu dihubungkan dengan perubahan termodinamika tak-terbalikkan. Banyak sistem buatan didesain untuk mempunyai histeresis, contohnya, di termostat dan pemicu Schmitt, histeresis dibuat oleh umpan balik positif untuk menghindari peralihan cepat yang tidak diinginkan.


(32)

Bahan magnetik yang sangat baik untuk mendesain sebuah inti kumparan adalah dari ferromagnetik/ferrimagnetik karena bahan tersebut memiliki momen magnetik yang sangat kuat. Untuk menyearahkan momen- momen kedaerah weiss besarnya kuat medan (H) yang berhubungan dengan kerapatan fluks sangat ( B ) berpengaruh pada inti kumparan tersebut.

Histerisis adalah suatu kondisi dimana sebuah momen magnet bahan merupakan fungsi magnetik yang berubah – ubah . dimana dalam menyearahkan momen magnet ke daerah weiss menggunakan dua cara yaitu dengan gaya magnetisasi dalam dan gaya magnetisasi luar.

Apabila kita menggunakan gaya magnetisasi dari luar dan gaya magnetisasi yang tersebut dikurangi maka momen magnetiknya akan kembali kearah magnetisasi yang terdekat dengan medan yang dipergunakan. Tetapi jika tidak menggunakan gaya magnetisasi dari luar maka momen magnetik akan mengarah ke daerah weiss secara alamiah dan arahnya akan berasosiasi dengan struktur kristal.

Jika kuat medan ( H ) semakin kuat maka penyearahan momen akan semakin berhasil, tetapi akan mengakibatkan perubahan nilai yaitu anatara nilai B dan H tidak berbanding lurus. Dengan adanya gaya magnetisasi itu merupakan gejala dimana momen mengalami “ gesekan “ yaitu perubahan arah momen dan pergeseran batas daerah weiss. Pergeseran batas daerah weiss itu terhambat karena momen – momen tersebut saling kait – mengkait atau saling tersangkut. Karena hal tersebut diatas maka menimbulkan grafik yang tidak berupa garis lurus dan disebut dengan liku histerisis.

Apabila medan ( H ) diturunkan maka medan ( B ) tidak ikut menurun secara sebanding, ini akibat “ gesekan “ tersebut diatas sehingga medan magnet B cenderung bertahan . jika medan ( H ) dinaikkan atau diturunkan baik kearah positif atau kearah negatif maka perbedaan nilainya dapat kita lihat dengan grafik, grafik tersebut dapat kita lihat melalui lingkaran histerisis dbawah ini.


(33)

-H1

d

0

iH2 H1 -H2

O1 O2

O3 B1

B2 b

c

a -B2

-B1 e

Medan pemagnet H

Gambar 2.6 : lingkar Histerisis

Pada gambar diatas dapat kita amati dengan tanda anak panah yaitupada saat rangkaian magnet dalam meghasilkan fluks mengalami penambahan maka intensitas medan magnet juga mengalami penambahan sesuai perubahan dari +H1 ke –H1. Apabila siklus ini dilewatkan rangkaian beberapa kali, maka kerapatan fluks magnet yang dihasilkan +B1 ke –B1 dan merupakan sebuah fungsi yang bernilai tidak tunggal terhadap nilai H.


(34)

Gambar 2.7 : Induktansi pada kurva Histerisi

Variasi harga B dengan H adalah yang mengelilingi simpal a1, b, c, d,e

,f,a1,jika medan pemagnet H1 dihilangkan maka sejumlah magnet sisa (remanent)

yang sama dengan titik 0b. Untuk menghilangkan remanent maka medan pemagnet H harus dibalik (dinegatifkan) disebut dengan medan kohersif pada titik 0c. (Ishaq mohamad,2007).

2.7 Desain Lilitan Pemanas

Dalam membuat perencanaan pemanas induksi (lilitan pemanas) maka harus diperhatikan bahwa panas yang ditimbulkan pada bahan tersebut sepenuhnya hasil dari fluks magnetic. Fluks magnetic yang timbul karena lilitan inductor tersebut akan menjadi pengontrol panas yang diinginkan.

Apabila intensitas bentuk fluksi mengalami perubahan maka akan berpengaruh pada panas yang dihasilkan. Fluksi magnetic yang dihasilkan tersebut akan berbanding lurus dengan jumlah putaran-ampere dalam lilitan, yaitu arus lilitan mengatur jumlah efektif dari putaran. Panas yang dihasilkan dari kumparan dapat kita bangkitkan pula dengan kepekatan fluksi dari konduktor , pengurangan


(35)

spasi sekitarnya dan kedekatan lilitan dengan bahan yang dipanaskan. Apabila perancang ingin mendapatkan konsentrasi yang tinggi pada alat pemanas induksi yang berada dalam ruang yang terbatas, maka digunkan lilitan putaran tunggal yang dapat mengangkat arus tinggi.

Karena pemanas ini akan dibangkitkan dari tegangan dan frekuensi yang cukup tinggi, maka penggunaan lilitan inductor sangat diperhatikan. Lilitan inductor kumparan yang didesain harus dicermati sekali dan memperhatikan sifat-sifat yang penting yaitu antaran lain :

1. Hambatan dalam, dimana hambatan dalam ini akan mempengaruhi besarnya arus pada kumparan. Hal ini berpengaruh pada pula pada harga rugi-rugi. 2. Induktansi kumparan bergantung pada suhu. Perubahan suhu berakibat

perubahan ukuran-ukuran fisik dari kumparan (panjang lilitan dan luas penampang)sehingga induktansi akan berubah.

3. Pada kumparan yang menggunakan inti besi, hasil induktansinya akan bergantung pada kuat arus yang mengalir pada kumparan.

4. Dalam kondisi harga arus tertentu , induktansi akan menurun dan hal ini disebabkan inti besi sudah jenuh.

Pada frekuensi yang lebih tinggi, panas yang dibandingkan oleh fluksi magnetic sangat dipengaruhi oleh penggunaan inti besi, hal tersebut disebabkan karena dengan menggunakan inti besi rugi, rugi-rugi arus eddy yang ditimbulkan sangat tinggi nilainya,sehingga panas yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.

Sebuah pemanas induksi dapat digunakan untuk mengaplikasikan rangkaian inverter satu fasa apabila suplai frekuensi yang digunakan untuk pemanas induksi tersebut sesuai dengan sumber rangkaian inverter satu fasa tersebut.

Frekuensi yang dihasilkan dari sumber AC akan diterapkan untuk perencanaan pemanas induksi yang lebih konvensional. Pada pemanas ini menggunakan inti besi berupa besi pejal, dimana inti besi tersebut akan membantu menyalurkan panas kebahan lain yang akan dipanaskan sebagai aplikasinya.


(36)

Rangkaian Sumber AC

A

f v

Berikut ini adalah gambar rangkaian pemanas induksi yang bersumber dari rankaian inverter satu fasa.

Gambar 2.8. Rangkaian pemanas induksi dengan sumber AC

Pada gambar rangkaian di atas pemanas induksi menggunakan besi sebagai intinya, sehingga lilitan dibuat sebagai putaran lilitan tunggal pada inti besi tersebut. Dengan menghubungkan rangkaian sumber AC dengan pemanas maka kita harus menyesuaikan factor daya,tegangan,frekuensi,dan arus sesuai dengan kapasitas yang diijinkan dari rangkaian sumber AC.

Apabila factor-faktor tersebut diatas sudah kita ketahui, maka pemanas induksi yang kita desain harus sesuai dengan sumber AC. Dan dikarenakan kompleksitas factor-faktor yang mempengaruhi pendesain lilitan pemanas , maka cara termuda untuk menentukan desain pemanas induksi ini menggunakan cara tial (toroidal) dengan langkah pemanas sebagai berikut :

1. Lilitan disesuaikan dengan bahan inti kumparan,apabila garis bentuk inti kumparan tidak tajam maka harus dibuat dan lilitan harus posisi tengah kumparan. 2. Karena pojok – pojok tajam dari inti besi akan panas terlebih dahulu dan ini karena kensentrasi fluksi dan ketiadaan masa , maka lilitan harus diletakkan pada bagian-bagian tersebut.

3. Jika logam yang berbeda dijadikan pemanas, maka fluksi magnetic akan terkonsentrasi pada logam yang paling lambat untuk panas. Untuk itu digunakan baja magnetic untuk inti besinya dan juga untuk bahan yang dipanaskan, hal ini disebabkan baja magnetic lebih mudah panas.


(37)

4. Pada pengerasan lilitan pada tepi kumparan harus digandakan untuk pembatasan peralatan, hal ini dikarenakan lapisan luar lilitan jauh kurang efisiensi dibandingkan dengan lapisan sebelumnya.

5. Tipe dan ukuran lilitan yang digunakan pada kumparan ditentukan oleh dua factor antara lain kemampuan daya dari sumber AC dan harga maksimum induktansi yang diperbolehkan.

2.8 Ukuran Pemanasan Dari Pemanas Induksi

Salah satu yang penting dari desain pemanas induksi ini adalah hasil pengukuran pemanasan yang berupa panas (kalor ). Dengan mengetahui ukuran pemanasan yang dihasilkan, maka kita dapat memperkirakan apakah alat ini dapat diterapkan pada dunia industri sekarang ini.

Hal ini bergantung pada beberapa factor antara lain desain pemanas induksi tersebut dan kapasitas dari sumber AC yang digunakan pada pemanas induksi. Apabila suhu pada inti besi yang telah terhubung pada sumber AC terjadi kenaikan, maka pemanas induksi ini dapat dikatakan sudah dapat berfungsi dengan baik. Kenaikan suhu yang terjadi pada inti besi tersebut disebabkan oleh rugi-rugi arus eddy. Rugi arus eddy ini merupakan factor utama dalam menentukan hasil ukuran pemanas yaitu berupa kalor yang sesuai dengan ke inginan. Ukuran pemanasan pada pemanas induksi ini akan dapat kita ketahui dengan mengukur kalor pada inti besi.

Kemudian kita dapat membandingkan hasil ukuran pemanasan yaitu apabila kita menggunakan inti besi yang berbeda ukurannya. Sebelum kita mengetahui berapa kalor yang dihasilkan oleh pemanas induksi tersebut terlebih dahulu kita harus mengetahui defenisi kalor. Kalor adalah sesuatu yang dipindahkan diantara suatu system dan linkungannya sebagai akibat perbedaan temperature (suhu).


(38)

Berikut ini adalah persamaan untuk mendapatkan besar kalor pada pemanas induksi :

Q = m.c. ∆T……….( 2.14 ) Keterangan : Q = Kalor (kalori)

∆T = kenaikan suhu (0c) m = massa inti besi (gr)

c = kalor jenis besi (0,11 kal/g 0c)

Satuan dari kalor adalah kalor memiliki hubungan dengan energy mekanik, dimana satuan energy mekanik adalah joule sehingga telah ditetapkan dari hukum kekekalan energy bahwa : 1 kalori = 4,186 joule. Setelah kita mengetahui kalor yang dihasilkan, maka kita dapat mengetahui kapasitas dari kalor yang dihasilkan tersebut dengan persamaan sebagai berikut :

C =

………...(2.15)

Keterangan : C = kapasitas kalor (kal/0c)

Q = kalor (kalori)

∆T = kenaikan suhu (0c)

Harga kalor yang telah diketahui akan penulis ubah ke energy mekanik dengan joule, yaitu untuk mengetahui perbandingan watt yang dihasilkan dari rugi-rugi arus eddy dengan watt yang dihasilkan dari kalor maka satuan joule tersebut kita bagi dengan waktu yang digunakan untuk pemanasan. Maka digunakan persamaan :

P =

,sehingga Q = P. ………......(2.16)


(39)

Q = kalor yang dihasilkan (joule)

= waktu (detik)

Demikian persamaan yang digunakan dimana kalor yang dihasilkan berbanding selisih waktu yang diperoleh. (Rencono wati,2000).

2.9 MOSFET

Rangkaian driver ini terdiri dari MOSFET. Mosfet yang digunakan pada rangkaian ini adalah Mosfet 16BT, FIB 16 AJ_FGA25N12. Struktur dari Sebuah transistor efek-medan semikonduktor–logam–oksida (MOSFET) adalah berdasarkan pada modulasi konsentrasi muatan oleh kapasitansi MOS di antara elektrode badan dan elektrode gerbang yang terletak di atas badan dan diisolasikan dari semua daerah peranti dengan sebuah lapisan dielektrik gerbang yang dalam MOSFET adalah sebuah oksida, seperti silikon dioksida. Jika dielektriknya bukan merupakan oksida, peranti mungkin disebut sebagai FET semikonduktor–logam–terisolasi (MISFET) atau FET gerbang–terisolasi (IGFET).

Pada rangkaian driver berfungsi sebagai pengendali arus agar positif diarahkan kepositif dan negatif diarahkan kenegatif. Pada rangkaian ini Mosfet digunakan sebanyak 2 . MOSFET bekerja sebagai switching untuk menghasilkan tegangan tinggi pada beban. Ada dua jenis MOSFET, yang pertama jenis depletion-mode dan yang kedua jenis enhancement-mode. Jenis MOSFET yang kedua adalah komponen utama dari gerbang logika dalam bentuk IC (integrated circuit), uC (micro controller) dan uP (micro processor) yang tidak lain adalah komponen utama dari komputer modern saat ini. Namun jenis mosfet yang digunakan pada alat ini adalah MOSFET Depletion-mode .

Gambar berikut menunjukkan struktur dari transistor jenis ini. Pada sebuah kanal semikonduktor tipe n terdapat semikonduktor tipe p dengan menyisakan sedikit celah. Dengan demikian diharapkan elektron akan mengalir dari source menuju drain


(40)

melalui celah sempit ini. Gate terbuat dari metal (seperti aluminium) dan terisolasi oleh bahan oksida tipis SiO2 yang tidak lain adalah kaca.

Gambar 2.9. struktur MOSFET depletion-mode

Semikonduktor tipe p di sini disebut subtrat p dan biasanya dihubung singkat dengan source. Ingat seperti pada transistor JFET lapisan deplesi mulai membuka jika VGS =

0.Dengan menghubung singkat subtrat p dengan source diharapkan ketebalan lapisan deplesi yang terbentuk antara subtrat dengan kanal adalah maksimum. Sehingga ketebalan lapisan deplesi selanjutnya hanya akan ditentukan oleh tegangan gate terhadap source. Pada gambar, lapisan deplesi yang dimaksud ditunjukkan pada daerah yang berwarna kuning.

Semakin negatif tegangan gate terhadap source, akan semakin kecil arus drain yang bisa lewat atau bahkan menjadi 0 pada tegangan negatif tertentu. Karena lapisan deplesi telah menutup kanal. Selanjutnya jika tegangan gate dinaikkan sama dengan tegangan source, arus akan mengalir. Karena lapisan deplesi muali membuka. Sampai di sini prinsip kerja transistor MOSFET depletion-mode tidak berbeda dengan transistor JFET.

Karena gate yang terisolasi, tegangan kerja VGS boleh positif. Jika VGS semakin

positif, arus elektron yang mengalir dapat semakin besar. Di sini letak perbedaannya dengan JFET, transistor MOSFET depletion-mode bisa bekerja sampai tegangan gate positif.


(41)

Gambar2.10 : Penampang D-MOSFET (depletion-mode)

Struktur ini adalah penampang MOSFET depletion-mode yang dibuat di atas sebuah lempengan semikonduktor tipe p. Implant semikonduktor tipe n dibuat sedemikian rupa sehingga terdapat celah kanal tipe n. Kanal ini menghubungkan drain dengan source dan tepat berada di bawah gate. Gate terbuat dari metal aluminium yang diisolasi dengan lapisan SiO2.

2.10 TERMOKOPEL

Termokopel (Thermocouple) adalah jenis sensor suhu yang digunakan untuk mendeteksi atau mengukur suhu melalui dua jenis logam konduktor berbeda yang digabung pada ujungnya sehingga menimbulkan efek “

Thermo-electric”. Efek Thermo-electric pada Termokopel ini ditemukan oleh seorang fisikawan Estonia bernama Thomas Johann Seebeck pada Tahun 1821, dimana sebuah logam konduktor yang diberi perbedaan panas secara gradient akan menghasilkan tegangan listrik. Termokopel merupakan salah satu jenis sensor suhu yang paling populer dan sering digunakan dalam berbagai rangkaian ataupun peralatan listrik dan Elektronika yang berkaitan dengan Suhu (Temperature).

Beberapa kelebihan Termokopel yang membuatnya menjadi populer adalah responnya yang cepat terhadap perubahaan suhu dan juga rentang suhu operasionalnya yang luas yaitu berkisar diantara -200˚C hingga 2000˚C. Selain


(42)

respon yang cepat dan rentang suhu yang luas, Termokopel juga tahan terhadap goncangan/getaran dan mudah digunakan.

2.10.1 Termokopel Tipe N

Tipe termokopel yang digunakan . Stabilitas tinggi dan ketahanannya terhadap oksidasi suhu tinggi membuat tipe N cocok untuk pengukuran suhu tinggi tanpa platinum. Dapat mengukur suhu di atas 1200 °C. Sensitifitasnya sekitar 39 µV/°C pada 900 °C, sedikit di bawah tipe K. Tipe N merupakan perbaikan dari tipe K Termokopel tipe B, R dan S adalah termokopel 'logam mulia'. Semuanya (tipe B,R,S) adalah yang paling stabil dari semua termokopel yang ada, namun karena sensitivitasnya yang rendah (kira-kira 10 v / ° C), mereka biasanya hanya digunakan untuk pengukuran suhu tinggi (> 300 ° C).

Termokopel tersedia dalam berbagai ragam rentang suhu dan jenis bahan. Pada dasarnya, gabungan jenis-jenis logam konduktor yang berbeda akan menghasilkan rentang suhu operasional yang berbeda pula. Berikut ini adalah Jenis-jenis atau tipe Termokopel yang umum digunakan berdasarkan Standar Internasional.

Gambar2.11 : Jenis termokopel yang digunakan Bahan logam konduktor positif : Nicrosil


(43)

2.10.2 Prinsip Kerja Termokopel

Prinsip kerja Termokopel cukup mudah dan sederhana. Pada dasarnya Termokopel hanya terdiri dari dua kawat logam konduktor yang berbeda jenis dan digabungkan ujungnya. Satu jenis logam konduktor yang terdapat pada Termokopel akan berfungsi sebagai referensi dengan suhu konstan (tetap) sedangkan yang satunya lagi sebagai logam konduktor yang mendeteksi suhu panas. Untuk lebih jelas mengenai Prinsip Kerja Termokopel, gambar dibawah ini

Gambar2.12 : Prinsif kerja termokopel

Berdasarkan Gambar diatas, ketika kedua persimpangan atau Junction memiliki suhu yang sama, maka beda potensial atau tegangan listrik yang melalui dua persimpangan tersebut adalah “NOL” atau V1 = V2. Akan tetapi, ketika persimpangan yang terhubung dalam rangkaian diberikan suhu panas atau dihubungkan ke obyek pengukuran, maka akan terjadi perbedaan suhu diantara dua persimpangan tersebut yang kemudian menghasilkan tegangan listrik yang nilainya sebanding dengan suhu panas yang diterimanya atau V1 – V2. Tegangan Listrik yang ditimbulkan ini pada umumnya sekitar 1 µV – 70µV pada tiap derajat Celcius. Tegangan tersebut kemudian dikonversikan sesuai dengan Tabel referensi yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan pengukuran yang dapat dimengerti.


(44)

BAB III

PERANCANGAN ALAT DAN PEMBUATAN SISTEM

3.1. Diagram Blok

Diagram blok merupakan gambaran dasar dari rangkaian system yang akan dirancang. Setiap diagram blok mempunyai fungsi masing – masing. Adapun diagram blok perancangan pemanas induksi dengan solenoide coil adalah sebagai berikut:

Rangkaian pemicu

LCD

Keypad

Rangkaian driver

Mosfet Daya

selonoide coil Sumber DC

Gambar 3.1 Diagram blok pemanas induksi dengan metode Selonoide

ATMega 8535 LCD

Driver

switching Mosfet

LPSR

(Linear Power Supply Regulator)

Sensor suhu

(thermocouple)

Selonoide Coil

Benda kerja

Gambar 3.2 Diagram alir sistem kerja keseluruha n alat pemanas induksi dengan metode Selonoide


(45)

Diagram blok diatas merupakan diagram yang menggambarkan proses dari input hingga output. Terdapat beberapa bagian dari diagram blok antara lain : keypad, Mikrokontroler,penampil LCD, driver switching,Mosfet,Switching Mode Power Supply,selonoide coil, sensor suhu. Diagram blok diatas merupakan diagram yang menggambarkan dari proses;

ATMega 8535 Sebagai pengendali utama dari alat yang dirancang.

LPSR (Linear Power Supply Regulator) sebagai sumber tegangan (sumber DC)

DRIVER switching digunakan untuk meneruskan keluaran mikrokontroler berupa gelombang kotak frekuensi ke tinggi Ke Gate dari MOSFET.

MOSFET digunakan sebagai saklar elektronik. Dan keluaran dari mosfet dihubungkan ke solenoide koil.

Solenoide coil merupakan tempat munculnya medan magnet frekuensi tinggi yang akan menginduksi benda kerja.

Benda Kerja berupa Besi yang dikenai medan induksi sehingga kemudian muncul panas pada benda kerja tersebut.

Sensor suhu thermocouple membaca kenaikan suhu pada benda kerja.

LCD untuk menampilkan nilai frekuensi dan duty cycle yang dinginkan.

3.2. Penentuan Spesifikasi Alat

Spesifikasi alat secara keseluruhan ditentukan terlebih dahulu sebagai acuan dalam perancangan selanjutnya. Sfesifikasi alat yang direncanakan adalah sebagai berikut :

1.Benda kerja yang dipanasi dari bahan besi dimana dipanaskan pada solenoide coil yang dirancang. Dimana frekuensi kerja pemanas Induksi pada frekuensi 50 kHz.

2. Daya pemanas induksi pada tegangan 24 Volt, dan kuat arus pada kisaran 40 Ampere. Sistem ini menggunakan sistem ATMega 8538. Pemanas induksi di uji pada frekuensi 50 kHz. Dan menggunakan LPSR (Linear Power Supply Regulator


(46)

).Cara kerja pemanas induksi ini menggunakan sumber listrik untuk menggerakkan sebuah arus bolak balik atau yang biasa disebut sebagai arus AC yang besar melalui sebuah kumparan Induksi. Kumparan induksi ini dikenal sebagai kumparan kerja. Aliran arus yang melalui kumparan ini menghasilkan medan magnet yang sangat kuat dan cepat berubah dalam kumparan kerja.

Benda kerja yang akan dipanaskan ditempatkan dalam medan magnet ini dengan arus AC yang sangat kuat. Ketika sebuah beban masuk dalam kumparan kerja yang dialiri arus AC , maka nilai arus yang mengalir akan mengikuti besarannya sesuai dengan nilai beban yang masuk. Medan magnet yang tinggi akan dapat menyebabkan sebuah beban dalam kumparan kerja tersebut melepaskan panasnya , sehingga panas yang ditimbulkan oleh beban tersebut justru dapat melelehkan beban itu sendiri. Karena dan panas yang yang dialami oleh beban akan semakin tinggi, hingga mencapai nilai titik leburnya.

Gambar 3.3 : Medan magnet pada solenoide

Alat ini dirancang berdasarkan dasar teori dan penjelasan dari referensi yang saya gunakan, alat ini dirancang sebagai simulasi yaitu penggunaan alat hanya ditunjukkan untuk penelitian dan pengambilan data dari sampel benda kerja yang diuji , alat ini memiliki tegangan 24 Volt. Skema rangkaian pemanas induksi ini terdiri dari beberapa bagian rangkaian yaitu rangkaian Driver, Power supply sebagai rangkaian pendukung dan Rangkaian Daya.


(47)

3.2.1 Rangkaian Solenoide

Untuk alat pemanas induksi ini solenoide coil dibuat dari bahan tembaga yang baik dalam mengalirkan arus listrik. Sementara bentuknya dipilih tembaga yang berbentuk pipa (bagian tengah berlubang) mengingat fenomena skin effect yang membuat arus hanya akan lewat pada bagian kulit tembaga. Bentuk fisik dari pipa tembaga tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.4 Tembaga berbentuk pipa

Rancangan ini disesuakan dengan tabel yang telah ditentukan pada rangkain- rangkaian elektronika sebagai berikut :

Tabel 1 : kabel vs Diameter Arus pada solenoide. ACCU 24 VOLT DIAMETER KABEL TERHADAP

PANJANG KABEL ARUS

(Ampere)

DAYA (Watt)

1 m 1,5m 2m

0 to 5 A 30 W 8 mm 8 mm 8 mm

6 A 36 W 8 mm 8 mm 8 mm

7 A 42 W 8 mm 8 mm 8 mm

8 A 48 W 8 mm 8 mm 8 mm

10 A 60 W 8 mm 8 mm 8 mm

11 A 66 W 8 mm 8 mm 8 mm


(48)

15 A 90 W 8 mm 8 mm 8 mm

18 A 108 W 8 mm 8 mm 10 mm

20 A 120 W 8 mm 8 mm 10mm

22 A 132 W 8 mm 8 mm 10 mm

24 A 144 W 8 mm 8 mm 10 mm

30 A 180 W 8 mm 10 mm 10 mm

40 A 240 W 8 mm 10 mm 20 mm

50 A 300 W 10 mm 20 mm 30 mm

100 A 600 W 30 mm 30 mm 50 mm

150 A 900 W 50 mm 50mm 80 mm

200 A 1200 W 50 mm 80mm 80 mm

Sumber :katalog igus chainflex 2009.

Tabel 2: Kemampuan Hantar Arus No Jumlah lilitan Kabel

Penampang (N)

Kemampuan Membawa Arus (Ampere)

1 1 12

2 2 15

3 3 18

4 3 26

5 5 34

6 6 40

7 10 61

8 16 82

9 25 108

10 35 135

11 50 168


(49)

13 95 250

14 120 292

Sumber :katalog igus chainflex 2009.

Pada pengujian beban yang digunakan maka pada alat pemanas induksi peneliti dirancang dengan : Diameter ( ϕ ) penampang D = 6 cm maka r = 3 cm, Diameter dalam kawat (d) ϕ = 8 mm dengan jumlah lilitan n = 6 lilitan , dengan panjang lilitan L=100 cm (1Meter) dan kuat arus sebesar I= 40 Ampere.

Dari data diatas maka untuk mengetahui panjang kawat,jumlah lilitan, Hambatan,dan induktansi pada rangkaian solenoide maka beberapa aspek yang harus diperhitungkan seperti panjang induktor, jari-jari inti, banyaknya lilitan ,diameter kawat dan Hambatan.

Untuk mengetahui dimensi – dimensi tersebut maka diperlukan perhitungan sebagai berikut :

Dari Gambar diatas kita ketahui bahwa ; L = Panjang kawat (inductor)

a = jari – jari inti kawat inductor

d = ukuran diameter kawat penyusun inductor N = jumlah lilitan kawat.

Untuk n lapisan, maka besaran yang ditambah n = jumlah lapisan


(50)

D = tebal lapisan.

1.Jumlah Lilitan perlapisan

Untuk menghitung jumlah lilitan perlapisan maka panjang inductor dibagi dengan diameter kawat, sebagai berikut : Nn =

.

Maka Nn = , Nn =

, Nn =

Nn = 12,5

2. Panjang Kawat Perlapis

Untuk menghitung panjang kawat perlapis , maka keliling Inductor dikali jumlah lilitan perlapis, sebagai berikut :

= 2πa .

Maka = 2πa . , = 2π 4 cm . 12,5 cm , = 2 (3,14) 4 cm . 12,5 cm

= 6,28. 4 cm .12,5 cm .

3. Hambatan Dalam Pada Induktor

Untuk menghitung hitung hambatan dalam pada induktor, maka diperlukan data tentang hambatan jenis kawat, luas permukaan kawat dan panjang kawat, maka digunkan persamaan

Dengan : R = Hambatan kawat induktor ( )

= Hambatan Jenis bahan Kawat ( .m) L = Panjang kawat (m)


(51)

Tabel 3 : Hambatan jenis beberapa bahan

Yang perlu di ketahui selanjutnya setelah menentukan diameter kabel adalah mengetahui resistansinya, karena seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa resistansi inilah dalam hukum ohm nilainya akan berbanding terbalik dengan tegangan (V) dan arus (I). Rumus untuk mengetahui resistansi dalam kabel adalah maka untuk mengetahui berapa besar hambatan kawat inductor maka digunakan persamaan :

V = I . R

Dengan V = Besarnya Tegangan (volt) , I = Kuat Arus (Ampere ). Dimana dalam perancangan alat pemanas induksi ini besar tegangan yang digunakan adalah V= 24 volt dan Kuat arus I = 40 ampere.

Maka: V = I. R

24 volt = 40 ampere. R R= 0,6 .


(52)

Maka untuk memperoleh besar Luas permukaan kawat, digunakan persamaan :

Dimana panjang kawat adalah L = 100 cm (1 meter), Hambatan jenis Tembaga = 1,68 x 10-8 ( .m) . Maka Luas permukaan kawat pemanas induksi adalah :

0.6 = 1,68 X 10-8 .m . , 0.6 = maka A = 2,8 x 10-8 (m2).

Luas permukaan kawat berpengaruh pada penggunaan kawat penghantar yang panjang menyebabkan turunnya tegangan listrik. Tegangan listrik yang diberikan pada kawat yang panjang tidak dapat merubah besar hambatan, tetapi hanya merubah besar arus listrik yang mengalir melalui kawat itu. Jika kawat penghantar itu panjang,kuat arus listrik yang mengalir kecil seiring turunnya tegangan listrik. Oleh karena itu diperlukan tegangan yang tinggi untuk mengalirkan arus listrik. Hal ini diterapkan pada alat pemanas induksi dengan kuat arus 40 ampere dan tegangan arus 24 volt.

4. Besar Medan Magnet

Diameter ( ϕ ) penampang D = 6 cm maka r = 3 cm, diameter dalam kawat (d) ϕ = 8 mm dengan jumlah lilitan n = 6 lilitan , dengan panjang lilitan L=100 cm (1Meter) dan kuat arus sebesar I= 40 Ampere. Maka untuk memperoleh besarnya medan magnet dapat diperoleh pada pusat kumparan solenoida dengan menggunakan perhitungan pada persamaan (2.10 )


(53)

Dalam hal ini jari- jari solenoida R tidak dianggap jauh lebih kecil dari L dalam hal ini dan ,sehingga nilai X = ½ dari L. Dimana L=100 cm maka X = 50 cm sehingga persaman (2.3) 0. tidak bisa digunakan, maka medan magnet

diperoleh dengan perhitungan:

Karena n adalah banyaknya lilitan persatuan panjang, nilai konstanta µ 0 = 4π. 10-7 sehingga:

π

B= 59,98 x T

Maka medan magnet yang diperoleh adalah B = 59,98 x T.

3.2.2 Rangkaian Toroida

Pada alat pemanas induksi ini juga digunakan kumparan Toroid pada rangkaian daya, dimana Toroid adalah solenoida yang dilengkungkan sehingga sumbunya menjadi berbentuk lingkaran. Induktor yaitu komponen elektronika berbentuk kumparan yg tersusun dari lilitan kawat.

Induktor adalah salah satu di antara komponen pasif elektronika yg dapat membuahkan medan magnet apabila dialiri arus listrik & sebaliknya bila di beri medan magnet dapat membuahkan listrik. Induktor (uh=mikro henry) dibuat dari Lilitan toroid. Induktor pada toroid merupakan sebuah kumparan yang memiliki Induktansi diri (L) yang signifikan. Dimana untuk mencari nilai L maka digunakan persamaan sebagai berikut :


(54)

Dimana L = induktansi diri N = Jumlah lilitan A = Luas penampang

= panjang kumparan.

Pada rangkaian alat pemanas induksi ini digunakan 2 buah kumparan coil toroida dimana kumparan kawat dengan 30 lilitan,panjang kumparan 5 cm dan luas penampang nya 3 cm2. Maka besar induktansi diri toroid yang digunakan adalah ;


(55)

+

-1 2

3 4

VAC

Maka besar induktansi diri toroid yang digunakan adalah pada I Kuat Arus maksimum 40 A. Suatu lilitan toroida dapat di buat dari lilitan silinder dengan menghubungkannya membuat medan magnet eksternal hingga menjadikan satu kutub utara & selatan. Di lilitan toroid medan magnet ditahan pada lilitan.Adapun manfaat Induktor toroid pada pemanas induksi yaitu :

1. Tempat terjadinya gaya magnet 2. Pelipat ganda tegangan

3. Penyimpan arus listrik dlm wujud medan magnet 4. Menahan arus bolak-balik/ac

5. Melanjutkan dan melepaskan arus dc sampai ke lilitan solenoide

3.2.3 Rangkaian Power supply

Pemanas induksi ini dirancang dengan beberapa komponen yang dirangkai menjadi satu, yang dapat dibagi atas bagian power supply, pembangkit arus bolak balik- balik dan kumparan kerja. Rangkaian bagian power supply ini merupakan rangkaian pendukung namun sangat diperlukan. Rangkaian ini berfungsi untuk mensupply tegangan dari sumber AC atau tegangan PLN. Rangkaian ini berfungsi untuk mengubah arus AC menjadi DC dan menurunkan tegangan dari PLN sesuai dari transformator tegangan dari rangkaian ini yang akan dipakai untuk memfungsikan komponen pada rangkaian driver dan rangkaian daya.


(56)

Bagian power Supply merupakan sebuah Transformator yang berfungsi untuk menurunkan tegangan sebesar 220 V menjadi 24 V. Untuk kuat arus berkapasitas 40 A yang berfungsi untuk menyearahkan arus listrik keluar dari trafo, trafo yang digunakan trafo yang memiliki 1 jalur lilitan sekunder. Dimana trafo tersebut terdiri dari dua kumparan besi yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder. Kedua kumparan ini tidak berhubungan secara fisik tetapi dihubungkan oleh medan magnet. Untuk meningkatkan induksi magnetic antara dua kumparan maka ditambahkan inti besi. Untuk perancangan power supply alat pemanas induksi ini maka digunakan transformator step down dan jenis kawat tembaga yang digunakan adalah kawat email dengan diameter 1mm. seperti pada gambar dibawah.

Untuk membuat power supply untuk alat pemanas induksi ini pertama sekali, trafo lama atau trafo bekas direndam dalam thinner selama 2 hari 2 malam. Setelah itu inti besi trafo akan dapat dilepas dengan mudah, cukup dengan bantuan tang dan martil kecil. Setelah semua inti besi dilepas, pekerjaan selanjutnya adalah melepaskan kawat email dari tempat gulungannya. Kemudian kawat email tersebut diluruskan atau dirapikan kembali untuk dapat digulung ulang. Gulungan kawat primer biasanya memiliki jumlah lilitan yang jauh lebih banyak dari jumlah lilitan sekunder. Juga tebal kawat llilitan primer lebih kecil dari tebal kawat lilitan sekunder. Untuk menentukan tebal kawat bisa dilihat didaftar yang telah ditentukan. Tabel ini dapat dipergunakan untuk memilih tebal kawat yang diperlukan untuk keperluan lilitan primer maupun lilitan sekunder. Tabel seperti ini dapat diperoleh dengan mudah.

Tabel 3. Tabel untuk lilitan primer & sekunder.

AWG Diameter

(mm)

SWG Diameter

(mm)

Maximum Amps

Ohms/ 100 m

11 2.30 13 2.34 12 0.47

12 2.05 14 2.03 9.3 0.67


(57)

14 1.63 16 1.63 5.9 1.07

15 1.45 17 1.42 4.7 1.35

16 1.29 18 1.219 3.7 1.48

18 1.024 19 1.016 2.3 2.04

19 0.912 20 0.914 1.8 2.6

20 0.812 21 0.813 1.5 3.5

21 0.723 22 0.711 1.2 4.3

22 0.644 23 0.610 0.92 5.6

23 0.573 24 0.559 0.729 7.0

24 0.511 25 0.508 0.577 8.7

25 0.455 26 0.457 0.457 10.5

26 0.405 27 0.417 0.361 13.0

27 0.361 28 0.376 0.288 15.5

28 0.321 30 0.315 0.226 22.1

29 0.286 32 0.274 0.182 29.2

30 0.255 33 0.254 0.142 34.7

31 0.226 34 0.234 0.113 40.2

32 0.203 36 0.193 0.091 58.9

33 0.180 37 0.173 0.072 76.7

34 0.160 38 0.52 0.056 94.5

35 0.142 39 0.132 0.044 121.2

Inti besi yang sudah dicabut dari trafo biasanya berbentuk huruf E dan I.Kaki tengah dan jarak kaki perlu diukur untuk membuat tempat menggulung kawat kembali. Pada trafo ini Saya menggunakan triplex tipis yang ukuran 2mm sebagai bahan membetuk tempat menggulung, karena mudah dalam pengerjaannya. Setelah jadi, bentuk tempat lilitan kawat.

Sebelum kawat dilillit, perlu di test dulu apakah ukurannya sudah tepat dengan inti besi E dan I. Hal ini diperlukan agar pada saat pemasangan inti besi tidak terganggu dengan lebar dan panjang tempat gulungan kawat. Luas


(58)

penampang tempat gulungan adalah lebar kaki tengah inti besi E dikalikan dengan tebal susunan seluruh inti besi.

Dalam hal ini adalah 5 cm x 5.5 cm = 27.5 cm^2. untuk menentukan jumlah lilitan dapat dipakai aturan umum untuk frekwensi jala-jala listrik 50 Hz adalah 50 / luas penampang tempat gulungan yaitu 48 / 27.5 = 1.745 lilitan per Volt.

Sehingga untuk lilitan primer untuk tegangan 220 volt, diperlukan jumlah lilitan sebanyak 1.745 x 220 = 385 lilitan, karena alat pemanas induksi membutuhkan tegangan listrik mencapai 240 volt, sehingga saya menggunakan lilitan primer sebanyak 420 lillitan. Saya memerlukan tegangan sekunder 24 volt, dan untuk itu saya melilit kawat sekunder sebanyak 42 lilitan, tetapi saya melilitnya sebanyak 50 lilitan, untuk mengantisipasi kekurangan tegangan pada saat trafo diberi beban maksimum.

Pada trafo tegangan pada sisi primer (Vp) dan tegangan sekunder (Vs)

ditentukan oleh jumlah lilitan kawat pada kumparan primer dan sekunder . perbandingan antara lilitan kawat pada kumparan primer (Np) dan lilitan kawat

pada kumparan sekunder ( Ns) disebut rasio lilitan (n). Sedangkan sedangkan

perbandingan antara tegangan primer (Vp) dan teganagn sekunder (Vs) disebut

rasio tegangan. Besar rasio tegangan dengan rasio lilitan harus sama . sehingga secara matematis dapat ditulis persamaan :

Dibawah ini adalah gambar konstruksi transformator trafo tegangan pada sisi primer (Vp) dan tegangan sekunder (Vs).


(59)

Gambar 3.8 : Konstruksi dan symbol trafo

Untuk menggunakan alat pemanas induksi ini maka digunakan transformator step down dimana jumlah lilitan primernya adalah 486 lilitan dengan tegangan listrik dari PLN 220 volt, dimana maka digunakan persamaan :

Dimana NP = jumlah lilitan primer NS = Jumlah lilitan sekunder VP = Tegangan Input (primer) VS = Tegangan output (sekunder) Dari persamaan diatas maka diperoleh ,


(60)

470

10 K

L

16BT,FIB 16 AJ_FGA25N12

IRFP 260

Setelah lilitan primer dan sekunder selesai dililit, inti besi kembali disisipkan kedalam tempat gulungan kawat sehingga akan kembali terlihat sama seperti trafo semula, hanya saja tegangan sekundernya menjadi tegangan sekunder yang saya butuhkan. selanjutnya direndam sebentar dalam larutan serlak untuk mengikat inti besi dengan baik juga mengisi kekosongan pada bagian lilitan kawat, kemudian ditiriskan dan ditunggu sampai kering.

Hal ini diperlukan agar tidak ada dengung pada saat trafo dihubungkan ke sumber jala-jala listrik. Trafo sudah kering dan siap digunakan sebagai power supply.

3.2.4 Rangkaian Driver

Rangkaian driver ini terdiri dari MOSFET. Mosfet yang digunakan pada rangkaian ini adalah Mosfet 16BT, FIB 16 AJ_FGA25N12. dimana tipe fasa nya adalah IRFP 260. Struktur dari Sebuah transistor efek-medan semikonduktor–logam– oksida (MOSFET) adalah berdasarkan pada modulasi konsentrasi muatan oleh kapasitansi MOS di antara elektrode badan dan elektrode gerbang yang terletak di atas badan dan diisolasikan dari semua daerah peranti dengan sebuah lapisan dielektrik gerbang yang dalam MOSFET adalah sebuah oksida, seperti silikon dioksida.


(61)

24 V +

10 K

470 10K

Ke Gate

Mosfet

Rangkaian Driver

Pada tugas akhir ini digunakan MOSFET 16BT, FIB 16 AJ_FGA25N12 dimana tipe fasa nya adalah IRFP 260 Produksi International Rectifier dengan spesifikasi sebagai berikut :

1. Tipe NPN (Chanel N)

2. Tegangan breakdown Drain Source (BDS) = 500 V 3. Tegangan gate source (VGS) = 40 V

4. Arus Drain (ID) = 20 A

5. Hambatan statis drain souce (SDS) = 0.27

MOSFET dengan tipe ini dipilih untuk alat pemanas induksi ini karena tegangan breakdown drain source nya sampai 500 volt,hal ini karena alat yang dirancang bekerja pada tegangan 220 volt. Semakin negatif tegangan gate terhadap source, akan semakin kecil arus drain yang bisa lewat atau bahkan menjadi 0 pada tegangan negatif tertentu. Karena lapisan deplesi telah menutup kanal. Selanjutnya jika tegangan gate dinaikkan sama dengan tegangan source, arus akan mengalir. Pada rangkaian driver berfungsi sebagai pengendali arus agar positif diarahkan kepositif dan negatif diarahkan kenegatif. Pada rangkaian ini Mosfet digunakan sebanyak 2 . MOSFET bekerja sebagai switching untuk menghasilkan tegangan tinggi pada beban. Resistor 10 K antara gate dan ground akan memastikan keadaan mosfed berada dalam keadaan aktif pada saat tidak ada sinyal pada input.


(62)

Vin AC

Iin

IDc

I1 I3

D1 D3

D4 D2

I4 I2

C Beban

Dalam hal ini gate mosfet dapat dihubungkan langsung dengan pin output dari mikrokontroler, tetapi ada kemungkinan tegangan tembus dari gate menuju pin mikrokontroler pada saat induksi sangat tinggi dan merusakkan mosfet, rangkaian driver diatas akan melindungi mikrokontroler dari kemungkinan kerusakan.

3.2.5 Rangkaian Penyearah

Penyearah (rectifier) berfungsi untuk mengubah besaran AC menjadi besaran DC. Pada tugas akhir ini menggunakan penyearah. Gelombang penuh dengan menggunakan 4 diode yang dipasang pada sisi siklus positif dan sisi siklus negatif.

Gambar 3.11 : penyearah 1 fasa gelombang penuh dengan kapasitor

Sehingga besar tegangan DC yang dihasilkan oleh penyearah 1 fasa jembatan penuh menjadi.

VDC = Vm

Dengan : Vm = LN

VLN = 24 V

Sehingga :

VDC = . VLN


(63)

24V

12V

12V 10K

10K

C0IL IRF 260

IRF 260

L1 67,8 µ H Imax = 40A VDC = Tegangan DC keluaran (volt)

VLN = Tegangan maksimum masukan (volt) sehingga :

VDC = x 24

VDC = 33,94 Volt.

Sehingga besar tegangan DC yang dihasilkan oleh penyearah 1 fasa jembatan penuh menjadi Vdc = 33,94 volt. Diode yang dipilih adalah diode yang memiliki voltage rendah (24V) dan kecepatan tinggi seperti Diode Schottky. Tegangan yang dijinkan pada diode harus cukup untuk mengantisipasi kenaikan tegangan pada sirkuit resonansi.

3.2.6 Rangkaian Daya

Rangkaian daya pada alat pemanas induksi ini merupakan rangkaian daya yang mampu untuk mengkonversi besaran listrik dari searah menjadi besaran komponen daya yaitu MOSFET, Dioda, Induktor. Seperti pada gambar dibawah


(64)

Diode dipakai untuk mengosongkan gate MOSFET, untuk itu dipakai diode dengan forward voltage drop rendah sehingga gate dapat benar- benar kosong dan mosfet dapat sepenuhnya Off ketika yang lain on. Diode yang dipilih adalah diode yang memiliki voltage rendah (12V).Induktor dipakai sebagai choke untuk menjaga osilasi frekuensi tinggi cukup jauh dari power supply dan membatasi arus pada batas yang diperbolehkan. Sirkuit dapat bekerja tanpa choke namun kurang efisien dan dapat menyebabkan pada power supply atau control circuit . nilai induktansi sebaiknya cukup besar.

Pemanas induksi dirancang dengan beberapa komponen yang dirangkai menjadi satu,yaitu rangkaian power supply , rangkaian driver, rangkaian daya, pembangkit arus bolak-balik dan kumparan kerja. Bagian R1 dan R2 adalah resistor dengan nilai tahanan masing-masing 470 dan 10 K . besarnya tahanan menentukan kecepatan mosfet menyala. Untuk itu nilai tahanan sebaiknya kecil sehingga dapat meningkatkan kecepatan Mosfet lebih tinggi namun juga tidak terlalu rendah sehingga dapat dihentikan oleh dioda pada saat Mosfet yang lain dalam posisi on.

Diode D1 dan D2 dipakai untuk mengosongkan gate Mosfet. Untuk itu dipakai diode dengan forward voltage drof rendah sehingga gate dapat benar-benar kosong dan mosfet dapat sepenuhnya off ketika yang lain on. Diode yang digunakan sebaiknya diode Schottky karena memiliki Voltage drop yang rendah (12) dan kecepatan nya tinggi. Tegangan yang diijinkan pada diode harus cukup untuk mengantisipasi kenaikan tegangan pada sirkuit resonansi.


(65)

Berikut adalah rangkaian keseluruhan alat pemanas induksi : 1 2 3 4 Vdc 1 2 16 15 14 12 11 10 9 8 7 6 5 3 4 13 38 39 40 20 19 18 17 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 22 23 24 25 26 21 PA0 (ADC0) PA1 (ADC1) PA2 (ADC2) PA6 (ADC6) PA5 (ADC5) PA4 (ADC4) PA3 (ADC3) PB1 (T1) PC2 PC4 PC5 PC7 (TOSC2) AVCC GND AREF PA7 (ADC7) PC6 (TOSC1) PC3 PD7 (OC2) PC0 (SCL PC1 (SDA) PB0 (XCK/T0) PB2 (AIN0/INT2) PB3(AIN1/0C0) PB4 (SS) PB5 (MOSI) PB6 (MISO) PB7 (SCK) RESET VCC GND PD0 (RXD) XTAL1 XTAL2 PD1 (TXD) PD2 (INT0) PD3 (INT1) PD6 (1CP) PD4 (0C1B) PD5 (OC1A) ATMega 8535 14

7 8 910 11 1213 4 5 6 216 3 1 15 R S R W E D B 7 D B 6 D B 5 D B 4 V

cc VB0

V E E V S S V B 1 Vcc

LCD 2 X 16 R1 R2 12V 12V 10K 10K C0IL IRF 260 IRF 260 L1 67, 8 µH Imax = 40A

+ -MAX 675 SO SCK CS Vcc GND 0,1 µF

T+

T-RANGKAIAN SOLENOIDE

POWER SUPPLY V24

2 3 5 14 13 Vcc16 +5V 1 3 4 5 T1OU T R1IN 11 12 DB9 T1IN R1OU T +5V 2 6 Vs+ Vs-GN D 15 C1+ C1-C2+ C2-MA X232 Rx Tx

1 µ F

1 µ F

1 µ F

1 µ F

PC MONITOR MAX675 SO SCK CS Vcc GND 0,1 µF

T+

T-Gambar 3.11: Rangkaian lengkap Pemanas Induksi menggunakan Solenoide Coil Berbasis mikrokontroler ATMega8535.


(66)

3.3. Diagram Alir

3.3.1 Diagram Alir Program Mikrokontroler

Adapun diagram alir dibawah ini adalah dengan menggunakan Mikrokontroler ATMega 8535. Mikrokontroler berfungsi sebagai pengontrol rangkaian dari mulai (sta rt) hingga berhenti (stop), Jenis sensor yang digunakan dalam alat ini adalah sensor suhu. Adapun

diagram alir program ATMega 8535 adalah sebagai berikut :

Mulai

Inisialisasi Port

Baca arus

Baca tegangan

Stop Ya Tidak


(67)

3.3.2 Diagram Alir Program Visual Basic V.6.0

Diagram alir program Visual Basic V.6.0 yaitu program untuk membaca besaran Arus dan Tegangan pada beban. Sekaligus menampilkannya pada monitor . Adapun diagram alir program Visual Basic V.6.0 adalah sebagai berikut :

Mulai

Tampilan user Interface

Baca Arus (I)

Baca Tegangan (V)

Stop Ya Tidak

Beban

Tampilkan data Arus dan Tegangan


(68)

BAB IV

PENGUJIAN DAN HASIL

4.1 Pengujian Pemanas Induksi

Rancang bangun alat pemanas induksi menggunakan solenoide ini akan dapat dikatakan berhasil apabila sudah menghasilkan panas, dan panas tersebut dapat digunakan untuk memanaskan bahan yang digunakan. Dalam pengujian pemanas induksi ini dilakukan pemanasan terhadap beberapa inti besi yang berbeda ukurannya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh perbandingan kalor yang dihasilkan dari inti besi tersebut.

Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran lama pencapaian suhu pada pemanas induksi dengan mengubah variabel massa beban. Pada saat mengubah beban, nilai dari frekuensi dibuat tetap. Selanjutnya nilai efisiensi energi juga akan bisa dihitung nilainya pada nilai frekuensi. Selain data frekuensi yang dihasilkan dari rangakaian data yang lain adalah tegangan yang diperbolehkan untuk mengatur pemanas induksi tersebut yaitu tegangan DC. Untuk suplai tegangan yang diberikan yaitu Vdc = 24 volt. Data lain yang berfungsi untuk perhitungan rugi-rugi arus eddy antara lain adalah jumlah lilitan (N), panjang lilitan ( l ) dan diameter lilitan ( ϕ).

Pada pengujian beban yang digunakan maka pada alat pemanas induksi peneliti memasukkan sebuah batang besi berbentuk silinder dengan tujuan memperkuat medan magnet yang dihasilkan. Dengan jari-jari R = 3 cm, diameter ϕ = 6 mm dengan lilitan n = 6 lilitan , dengan panjang lilitan sekitar L=100 cm. dan apabila disalurkan arus sebesar 40 Ampere , maka dapat diperoleh medan magnet pada pusat kumparan solenoida dengan menggunakan perhitungan pada persamaan (2.10 )

Dalam hal ini jari- jari solenoida R tidak dianggap jauh lebih kecil dari L dalam hal ini dan ,sehingga nilai X = ½ dari L. sehingga persaman (2.3) 0.


(1)

// SPI Data Order: MSB First

SPCR=(0<<SPIE) | (1<<SPE) | (0<<DORD) | (1<<MSTR) | (0<<CPOL) | (0<<CPHA) | (1<<SPR1) | (1<<SPR0);

SPSR=(0<<SPI2X);

// TWI initialization // TWI disabled

TWCR=(0<<TWEA) | (0<<TWSTA) | (0<<TWSTO) | (0<<TWEN) | (0<<TWIE);

// 1 Wire Bus initialization // 1 Wire Data port: PORTC // 1 Wire Data bit: 0

// Note: 1 Wire port settings are specified in the

// Project|Configure|C Compiler|Libraries|1 Wire menu. w1_init();

// Alphanumeric LCD initialization // Connections are specified in the

// Project|Configure|C Compiler|Libraries|Alphanumeric LCD menu: // RS - PORTB Bit 0

// RD - PORTB Bit 1 // EN - PORTB Bit 2 // D4 - PORTC Bit 4 // D5 - PORTC Bit 5 // D6 - PORTC Bit 6 // D7 - PORTC Bit 7 // Characters/line: 16


(2)

lcd_init(16); lcd_init(16); lcd_gotoxy(0,0);

lcd_putsf("I(Amp), V(Volt)");

while (1) {

// Place your code here i712 = acs712(); i_712 = acs_712();

i712 = i712 - 95 ; i_712 = i_712 - 120;

if (i712 > 250) i712 = 0; if (i_712 > 250) i_712 = 0;

it = i_712 + i712; it = (it * 13) / 12; vs = vin()* 9/4;

th = thermo;

lcd_gotoxy(0,0);

sprintf(buf,"I:%02u.%01u V:%02u.%01u",it/10, it%10, vs/10, vs%10); lcd_puts(buf);


(3)

lcd_gotoxy(0,1);

sprintf(buf,"Ihermo: %05",th); lcd_puts(buf);

thl = th; thh = th;

thl = th & 0x00ff; thh = th >> 8;

delay_ms(10); putchar('I'); putchar(it); putchar('V'); putchar(vs);

putchar{'T'); putchar(thl); putchar(thh);

}

} }


(4)

2. Program Alat Menggunakan Visual Basic V.6.0

Private Sub Command1_Click() MSComm1.PortOpen = False Close intHandle

End End Sub

Private Sub Command3_Click()

Print #intHandle, "There will be a new line after this!" Print #intHandle, "Last line in file!"; '<- Notice semicolon. End Sub

Private Sub Form_Load()

If MSComm1.PortOpen = False Then MSComm1.PortOpen = True

MSComm1.RThreshold = 2 MSComm1.NullDiscard = False

MSComm1.InputMode = comInputModeText End If

End Sub

Private Sub MSComm1_OnComm() Dim vkar, cmd As String


(5)

Dim arus, thl, thh, tegangan As Byte

If MSComm1.CommEvent = 2 Then vkar = MSComm1.Input

cmd = Mid$(vkar, 1, 1)

If cmd = "I" Then

arus = Asc(Mid$(vkar, 2, 1)) Text2.Text = arus / 10 End If

If cmd = "V" Then

tegangan = Asc(Mid$(vkar, 2, 1)) Text1.Text = tegangan / 10 End If

If cmd = "T" Then

thl = Asc(Mid$(vkar, 2, 1)) thh = Asc(Mid$(vkar, 2, 1))

th = thh th = SHL (thh,8) th = th OR thl

Text3.Text = th End If


(6)

End If End Sub

Private Sub Timer1_Timer() Dim intHandle As Integer intHandle = FreeFile Text3.Text = Time$()

Open "E:\vi_data\vi_data.txt" For Append As intHandle Open "C:\Users\jepri_doc\jepri.txt" For Append As intHandle

Print #intHandle, Text1.Text, Text2.Text, Text3.Text, Chr(13), Chr(10) Close intHandle

End Sub