Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1 Cahya Widya, 2016 Rancang Bangun D an Pengaruh Multimedia Pembelajaran Berbasis Game D engan Pendekatan Mastery Learning Untuk Peningkatan Pemahaman Siswa Smk D alam Mata Pelajaran Sistem Operasi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Keberhasilan pencapaian kompetensi suatu pembelajaran tergantung kepada beberapa aspek. Salah satu aspek yang sangat mempengaruhi adalah bagaimana cara seorang pengajar melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran cenderung masih berpusat pada pengajar, salah satu indikatornya yaitu pembelajaran masih dominan dengan metode ceramah dan siswa lebih banyak pasif, tidak terlibat aktif dalam pembelajaran. “Pengajar berperan hanya sebagai penyampai pesan dengan menggunakan komunikasi langsung direct communication, pola ini membuat pelajar kurang aktif hanya menerima materi saja, seperti halnya analogi gelas kosong yang siap diisi air ” Cepi Riyana, 2012. Tanpa sadar itu sudah membudaya pada pengajar-pengajar di Indonesia. Akibatnya tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran rendah. Tingkat pemahaman peserta didik akan mempengaruhi mutu pendidikan di suatu negara. Indonesia merupakan salah satu negara dengan mutu pendidikan yang masih rendah. Menurut Direktur Pendidikan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bappenas, Subandi Sardjoko dalam beritasatu.com Ridho Syukro, 2013, „indeks tingkat pendidikan tinggi Indonesia dinilai masih rendah yaitu 14.6, berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang sudah mempunyai indeks tingkat pendidikan yang lebih baik yaitu 28 dan 33‟. Subandi mengatakan, masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, akan melemahkan daya saing Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Oleh sebab itu, perlu membuat inovasi baru yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. 2 Cahya Widya, 2016 Rancang Bangun D an Pengaruh Multimedia Pembelajaran Berbasis Game D engan Pendekatan Mastery Learning Untuk Peningkatan Pemahaman Siswa Smk D alam Mata Pelajaran Sistem Operasi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB melalui lembaga UNESCO United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: 1 learning to Know, 2 learning to do 3 learning to be, dan 4 learning to live together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ dan SQ. Multimedia pembelajaran merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan mutu pendidikan. As such multimedia can be defined as an integration of multiple media elements audio, video, graphics, text, animation etc. into one synergetic and symbiotic whole that results in more benefits for the end user than any one of the media element can provide individually Reddi, 2003. Artinya, multimedia sebagai suatu integrasi elemen beberapa media audio, video, grafik, teks, animasi dan sebagainya menjadi sebuah kesatuan yang sinergis dan simbolis yang memberikan hasil lebih menguntungkan bagi pengguna ketimbang elemen media secara individual. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa penggunaan multimedia dalam pembelajaran menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Computer Technology Research CTR dalam Munir 2013, hlm 6, menyatakan bahwa Orang hanya mampu mengingat 20 dari yang dilihat dan 30 dari yang didengar. Tetapi orang hanya akan dapat mengingat 50 dari yang dilihat dan didengar dan 80 dari yang dilihat, didengar dan dilakukan sekaligus. Multimedia dapat menyajikan informasi yang dapat dilihat, didengar, dan dilakukan, sehingga multimedia sangatlah efektif untuk menjadi alat tools yang lengkap dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian ini maka multimedia mempunyai peran yang sangat besar dalam proses pembelajaran. Pengembangan multimedia pembelajaran harus sesuai dengan konsep dan tujuan pembelajaran. Multimedia pembelajaran sebaiknya mengandung komponen-komponen pembelajaran. M. Sobry Sutikno 2009 mengatakan bahwa “komponen pembelajaran terdiri atas tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, media, sumber belajar, dan evaluasi”. Munir 2013, hlm 60 mengatakan “proses pembelajaran berbasis multimedia bergantung pada model pembelajaran yang digunakan”. Berdasarkan pernyataan diatas maka multimedia pembelajaran dibangun dengan suatu metode atau model pembelajaran. Metode atau model pembelajaran yang digunakan harus tepat dan sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan. Dalam proses pembelajaran konvensional, guru mengajarkan materi pelajaran yang sama dan penilaian yang sama kepada seluruh siswa, dan menganggap seluruh siswa akan mendapatkan hasil yang sama. Tetapi pada kenyataannya masing-masing siswa memiliki berbagai kesamaan dan banyak perbedaan dalam menguasai materi pelajaran. “Siswa yang berbakat tinggi akan dapat menguasai bahan dengan cepat sedangkan siswa yang berbakat rendah akan menguasai bahan dengan lambat” Suryosubroto, 2009, hlm 84. Pada pola pembelajaran ini siswa yang membutuhkan waktu cepat dalam menguasai materi pelajaran harus menunggu siswa yang membutuhkan waktu lama dalam mengusai materi pelajaran, dan siswa yang membutuhkan waktu lama dalam menguasai materi pelajaran harus tergesa-gesa mengejar ketertinggalan dari siswa-siswa lain untuk melanjutkan pembelajaran ke materi selanjutnya. Block dalam Didi Tarsidi, 2012 memandang bahwa „individu itu pada dasarnya memang berbeda, namun setiap individu dapat mencapai taraf penguasaan penuh asalkan diberi waktu yang cukup untuk belajar sesuai dengan tingkat kecepatan belajar individualnya‟. Pola pembelajaran tersebut menggunakan prinsip ketuntasan untuk setiap peserta didik secara individual, yaitu pendekatan Mastery Learning. “Mastery Learning Belajar Tuntas adalah satu filsafat yang mengatakan bahwa dengan sistem pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah” Suryosubroto, 2009, hlm 81. Sebagai filsafat, belajar tuntas memandang masing-masing siswa sebagai individu yang unik, yang berbeda antara satu dengan lainnya, yang mempunyai hak yang sama untuk mencapai keberhasilan belajar optimal. Dalam jurnal The Effects of Mastery Learning Model on the Success of the Students Who Attended “Usage of Basic Information Technologies” Course menyatakan bahwa There was a significant statistikal difference between the results of the achievements of the experiment and kontrol groups in favor of the experiment group. According to these results, it is clear that the Mastery Learning model affected the success and achievement of the students positively in Usage of Basic Information Technology Class ” Kazu, I. Y., Kazu, H., Ozdemir, O., 2005. Artinya, ada perbedaan statistik yang signifikan antara hasil prestasi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam mendukung eksperimen. Menurut hasil ini, jelas bahwa model Mastery Learning mempengaruhi keberhasilan dan pencapaian siswa di Kelas Teknologi Informasi Dasar. Berdasakan penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Diantari 2014, “Model pembelajaran tuntas Mastery Learning berbantuan media powerpoint berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri 2 Tibubeneng Tahun Pelajaran 20132014 ”. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Azizahwati 2009, Daya serap rata-rata mahasiswa melalui penerapan strategi pembelajaran tuntas pada konsep deret fourier adalah 70.5 dengan kategori baik yang menunjukkan bahwa sebagian besar telah menguasai konsep. Melalui penerapan strategi pembelajaran tuntas dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada konsep deret fourier. Dalam menerapkan gagasan ketuntasan belajar Mastery Learning, perhatian lebih diarahkan pada ketuntasan belajar secara perseorangan. Proses pembelajaran diawali dengan penyajian materi pelajaran pertama, lalu dilanjutkan dengan penilaian formatif. Siswa-siswa yang taraf penguasaannya kurang dari 75 diberi program remedial atau perbaikan sebelum melanjutkan materi pelajaran, sedangkan siswa yang taraf penguasaannya sama dengan atau lebih dari 75 mendapatkan program pengayaan. Jika model pembelajaran Mastery Learning diintegrasikan ke dalam multimedia pembelajaran, maka akan sangat membantu guru serta siswa dalam melanjutkan pelajaran. Siswa tidak saling menunggu untuk melanjutkan materi selanjutnya, dan tidak tergesa-gesa dalam mengejar ketertinggalan dari siswa lain. Multimedia pembelajaran tentunya disajikan dengan interaktif, yaitu multimedia dioperasikan sendiri oleh peserta didik. Multimedia pembelajaran tersebut disajikan dalam bentuk game. Heinich dkk dalam Munir, 2013, hlm 60, mengatakan „model pembelajaran dengan menggunakan multimedia dapat berupa model drill and practice, tutorial, game, simulasi, penemuan discovery, dan pemecahan masalah problem solving ‟. Prof. Osterweil, Creative Director MIT’s Scheller Teacher Education Program, dalam tekno.kompas.com Eko Nugroho, 2013 memaparkan bahwa dengan desain yang tepat, game akan mampu menyediakan sebuah lingkungan yang sangat menunjang proses belajar efektif. Alasannya sederhana, karena dalam game umumnya kita diberi kebebasan untuk bereksplorasi untuk melakukan kesalahan, untuk memerankan berbagai identitasmelihat dari berbagai sudut pandang, serta memberikan kebebasan dalam mengatur tingkat usaha kita sendiri. Dengan kata lain, dengan design yang tepat maka game bisa menjadi sebuah media pembelajaran yang luar biasa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sepka Kurnia Wahyu Ningsih 2014, “Model pembelajaran Game Wisata Dunia berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pemahaman siswa pada mata pelajaran IPS kelas VII di SMP Negeri 2 Banjit yaitu sebesar 80 97 ”. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ari Hendriayana 2006, “Hasil belajar siswa yang menggunakan media VCD pembelajaran dan CD game lebih besar nilainya rata-rata = 6,96 daripada hasil belajar siswa yang menggunakan metode konvensional rata- rata = 6,49”. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa multimedia pembelajaran berbasis game dapat meningkatkan pemahaman belajar siswa. Materi yang dipilih oleh peneliti yaitu materi pada mata pelajaran Sistem Operasi di Sekolah Menengah Kejuruan SMK. SMK jurusan Teknologi Informasi dibagi menjadi tiga bidang keahlian diantaranya Teknologi Komputer dan Jaringan, Rekayasa Perangkat Lunak, dan Teknologi Multimedia. Pembagian bidang-bidang tersebut disesuaikan dengan jenis-jenis lapangan kerja. Keberadaan kompetensi Sistem Operasi di SMK Teknologi Informasi merupakan dasar atau landasan untuk melanjutkan pembelajaran kompetensi selanjutnya. Pemahaman Sistem Operasi diperlukan bukan hanya dari segi penerapan, tetapi juga dari segi pemaha man konsep. “Pemahaman adalah kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari” Usman dan Setiawati, 1993. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran Sistem Operasi di jurusan Multimedia SMK pada penelitian yang dilakukan Muqodimah Nur Lestari 2014 mengatakan bahwa “nilai tertinggi hasil belajar siswa Kelas Kontrol dengan menerapkan model pembelajaran konvensional adalah 77,72 dan nilai terendah 62,05 dengan rata- rata 71,32”. Herman Mawei 2014 juga pernah melakukan penelitian mengenai hasil belajar Sistem Operasi Siswa SMK, hasilnya menyebutkan bahwa “nilai rata-rata presentase ketuntasan keseluruhan siswa dimana pada pada pretest ketuntasan belajar siswa sebesar 40,90 ”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Muqodimah Nur Lestari, dan Herman Mawei, dapat diambil kesimpulan bahwa pemahaman siswa pada mata pelajaran Sistem Operasi di SMK perlu ditingkatkan untuk dapat melanjutkan pembelajaran kompetensi selanjutnya. Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Rancang Bangun dan Pengaruh Multimedia Pembelajaran Berbasis Game Dengan Pendekatan Mastery Learning Untuk Peningkatan Pemahaman Siswa SMK dalam Mata Pelajaran Sistem Operasi ”.

1.2 Rumusan Masalah