BAB IV TEORI PENDIDIKAN ISLAM DAN ALIRAN-ALIRAN UTAMA DALAM
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
A. TEORI PENDIDIKAN ISLAM
Para ahli pendidikan muslim membedakan secara tegas antara pendidikan al- tarbiyah dan pengajaran al-
ta’lim. Pendidikan mempunyai ruang lingkup luas dari pada pengajaran. Al-Ghazali dalam M. Jawwad Ridla 2002:200 menyatakan bahwa:
“Pendidikan tidak hanya terbatas pada pengajaran semata. Si penanggungjawab berkewajiban mengawasi anak dari hal sekecil dan sedini mungkin. Ia jangan sampai
menyerahkan anak yang berada di bawah tanggungjawabnya untuk diasuh dan disusui kecuali oleh perempuan yang baik, agamis, dan hanya memakan sesuatu
yang halal…”. Al-
Ghazali juga menambahkan bahwa “…pendidikan itu mirip seperti pekerjaan seorang petani yang menyiangi duri dan rerumputan agar tanamannya bisa tumbuh dan berkembang
dengan baik”. Keseriuasan menangani urusan anak membawa para ahli pendidikan pada kesadaran bahwa aktivitas pendidikan dimulai dari semenjak awal kehidupan.
1. Dasar-Dasar Psikologis Proses Pembelajaran
Beberapa dasar psikologis pendidikan yang sangat penting yang bisa diambil dari pemikiran para ahli pendidikan Islam:
a. al-idrak kognisi sebagai dasar utama pembelajaran. Para ahli pendidikan muslim
mengharuskan guru memberi perlakuan yang berbeda terhadap anak yang cerdas dan anak yang berkemampuan terbatas. Guru mengajarkan materi yang jelas dan sederhana
agar dapat dipahami oleh anak yang berkemampuan terbatas; jangan sampai guru menyampaikan kepadanya materi yang rumit dan kompleks, sebab hal ini dapat
menyurtkan minat dan animonya untuk belajar; b.
para ahli pendidikan Islam menegaskan bahwa usia yang tepat untuk pengajaran awal adalah enam tahun. “Jika usia anak telah mencapai enam tahun, maka ia sudah
seharusnya dibawa kepada guru untuk belajar serius dan intensif”, Ibnu Sina dalam al-
Qannun. c.
Pemahaman Tentang Subjek Didik. Pemahaman tersebut tercermin dalam: 1 pemahaman tentang kejiwaan anak merupakan dasar pijakan bagi keberhasilan
pengajaran. Pemahaman ini dimulai dengan memahami perihal diri anak dengan terlebih dahulu memahami lingkungan sosial anak, terutama lingkungan keluarganya karena
anak adalah cerminan dari kondisi keluarganya; 2 pemahaman guru bahwa pada dasarnya anak suka sekali bermain, sehingga harus difasilitasi dengan tepat;
d. guru tidak boleh secara terang-terangan bertindak pilih kasih pada murid mereka, karena
anak sudah memiliki kepekaan terhadap tindakan diskriminatif pilih kasih yang diterimanya. Hal ini dapat menimbulkan kebencian di kalangan murid;
e. sanksi hukuman dalam pendidikan haruslah merupakan sanksi edukatif, yakni sanksi
yang bersifat dan dimaksudkan untuk memperbaiki, bukan untuk menghancurkan kepercayaan dan harga diri murid.
f. Metode Pengajaran: guru dituntut mengajar subjek didik sesuai dengan tingkat
pemahamannya, jangan sampai mengajarkan materi yang tidak proporsional dan tidak dapat dipahami subjek didiknya;
g. tahapan sistematik dalam mencapai hal itu: 1 guru menyampaikan problem inti dari
setiap bab kajian, agar secara umum diperoleh gambaran utuh keseluruhan bab kajian; 2 secara bertahap mengulas ragam variasi pendapat yang berkembang dari setiap bab;
3 guru menyelesaikan dan menjelaskan problem-problem pelik yang tak terpecahkan agar subkej didiknya mencapai penguasaan materi yang argumentatif;
h. guru menyusun strategi lanjut berupa diskusi, dialog, adu argumentasi. Dengan strategi
ini, materi pembelajaran yang telah dikuasai berubah menjadi sebuah “pengalaman”
pribadi yang teruji. Sebab efek diskusi dan dialog jauh lebih kuat dibanding efek pengulangan .
i. Pengajar guru. Proses pembelajaran mepakan proses interaksi rasional dan hidup
antara pendidik dan peserta didik, antara orang yang sudah “dewasa” dan orang yang belum “dewasa”. Oleh karena itu ada dua prinsip dasar edukatif yang sangat penting:
kitab buku tidak bisa menggantikan posisi guru dalam pengajaran. Guru berperan penting dalam proses belajar, pembinaan moral, dan keyakinan. Dengan begitu seorang
guru yang diamanati mengajar diharapkan mempunyai kesempurnaan pribadi, baik dalam kapasitas keilmuan, moral, maupun perangainya. Seorang pendidik menurut Ibnu
Sina seharusnya cerdas, agamis, bermoral, simpatik, kharismatik, dan pandai membawa diri.
j. Penyiapan Individu Untuk Berpartisipasi Aktif Dalam Kehidupan Ekonomi Masyarakat
Tuntutan para ahli pendidikan muslim terhadap perlunya pengarahan peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan ekonomi masyarakat membawa pada keharusan
diversifikasi pengajaran, agar masing-masing peserta didik dapat belajar hal yang sesuai dengan minat dan bakatnya sebagai bekal terjun ke dalam kancah kehidupan sosial. Dengan
demikian guru harus menyingkap potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dan mengarahkannya mengingat tidak semua jenis ketrampilan bisa dengan mudah dikuasai,
melainkan hanya ketrampilan yang sesuai dengan bakatnya. Dengan begitu guru akan mengetahui seberapa besar peluang yang dimiliki peserta didik untuk bisa menguasai
ketrampilan yang akan diajarkannya. Lebih jauh, pengajaran ketrampilan benar-benar akan mendapatkan relevansi “psikologis”, dan benar-benar efektif dan efisien.
B. ALIRAN-ALIRAN UTAMA DALAM PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM