KERAGAMAN DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max (L) Merill) GENERASI F2 HASIL PERSILANGAN WILIS DAN MALANG 2521

(1)

ABSTRACT

VARIABILITY AND HERITABILITY OF AGRONOMIC CHARACTERS OF SOYBEAN (Glycine max (L) Merrill) F2 GENERATION FROM

CROSSES BETWEEN WILLIS X MALANG 2521

By

Elida Yantama

Soybean consumption in Indonesia is increasing but it is not accompanied by increased production. An effort to improve the quality and quantity of soy is through plant breeding programs by establishing a new high yielding varieties. Assembly of high yielding varieties can be done by performing a cross between the two elders who have their respective advantages. This research study using F2

populations from crosses between Wilis and Malang 2521. Wilis varieties have high yield but susceptible to disease Cowpea Mild Mottle Virus (CPMMV) and Soybean Stunt Virus (SSV), while Malang 2521 has a resistant to disease

character but low-yielding. The purposes of this research are for know the value of diversity, heritability in the broad sense, and the numbers of hope contained in the F2 generation cross between Wilis and Malang 2521.

This research was conducted at the experimental farm of Agriculture Faculty, University of Lampung, from November 2011 to February 2012. This research


(2)

was done by experimental design without repetition. Soybean seeds are planted about 80 seeds F2, 40 seeds Willis and 40 seeds Malang 2521. Each seed that

can grow as much as 57 seeds F2, 25 seeds Willis and 30 seeds Malang 2521.

Observations were made on all plants tested.

The results showed almost all the characters were observed have a wide

variability of values, but the character of the productive branches and weighs 100 grains have a narrow value of diversity. A wide variability of values values showed more genetic factors play a role in shaping the character of the plant. Magnitude of the heritability of agronomic character of soybean is high for all the variables observed . Selection of the numbers of hope are based on characters of plants that have a wide variability of values, a large median value, high

heritability that are the number of pods per plant and seed weight per plant. The numbers of hope were selected in F2 generation from crosses between Willis and


(3)

KERAGAMAN DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merill) GENERASI F2 HASIL PERSILANGAN

WILIS DAN MALANG 2521

Oleh

ELIDA YANTAMA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak penanaman 80 benih kedelai persilangan kultivar

Wilis x Malang 2521 dan kedua tetuanya. ... 26

2. Perbandingan tanaman tetua dan generasi F2 hasil persilangan

Wilis x Malang 2521 ... 42


(5)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Landasan Teori ... 5

1.4 Kerangka Pemikiran ... 9

1.5 Hipotesis ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Tanaman Kedelai ... 12

2.2 Pemuliaan Tanaman Kedelai, Keragaman, dan Heritabilitas ... 16

III. BAHAN DAN METODE ... 24

3.1 Waktu dan Tempat ... 24

3.2 Alat dan Bahan ... 24

3.3 Metode Penelitian ... 25

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 29

3.5 Pengamatan ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32


(6)

v

4.1.2 Keragaman Fenotipe dan Genetik ... 32

4.1.2 Heritabilitas Arti Luas ... 35

4.1.3 Nomor-Nomor Harapan Populasi F2 Hasil Persilangan Wilis x Malang 2521 ... 36

4.2 Pembahasan ... 38

4.2.1 Keragaman dan heritabilitas arti luas ... 38

4.2.2 Nomor-Nomor Harapan pada Generasi F2 Hasil Persilangan Wilis x Malang 2521 ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 50 Deskripsi Wilis


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim penguji

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P. ... Anggota

Pembimbing : Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S. ... Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 196108261987021001


(8)

Maut bukanlah kehilangan terbesar dalam hidup, kehilangan terbesar adalah apa yang

mati dalam sanubari sementara kita masih hidup

(Norman Cousin)

Sesungguhnnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

(Q.S. Al Insyirah:5/6)

“Sukses itu adalah pilihan dan tidak semua orang berani untuk sukses” (Hitam Putih, 2012)


(9)

Kupersembahkan karya kecilku ini sebagai perwujudan rasa hormat dan

baktiku serta sebagai ungkapan rasa cinta dan kasih sayang

kepada kedua orang tua ku

Bapak Muchlis & Ibunda Dahlia, Adik-adikku (Robin Suhada,

Qolbi Husen, dan Qori Fatma Aulia), dan nenekku


(10)

Judul Skripsi : KERAGAMAN DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merill) GENERASI F2 HASIL PERSILANGAN WILIS

DAN MALANG 2521 Nama Mahasiswa : Elida Yantama Nomor Pokok Mahasiswa : 0814013127 Program Studi : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P. Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S.

NIP. 196002131986102001 NIP. 195005151981032001

2. Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P. NIP. 196411181989021002


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu pada tanggal 22 Agustus 1990 sebagai anak pertama dari 4 bersaudara pasangan Ibu Dahlia dan Bapak Muchlis.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Desa Waluyojati Kabupaten Pringsewu pada tahun 2002; Madrasah Tsanawiyah Negeri Pringsewu pada tahun 2005; Madrasah Aliyah Diniyyah Putri Lampung Gedong Tataan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru.

Selama kuliah, penulis tergabung dalam Duta Fakultas Pertanian sebagai anggota pada tahun 2009 dan Forum Studi Islam Fakultas Pertanian sebagai anggota bidang V pada tahun 2010. Penulis juga menjadi asisten untuk mata kuliah Ilmu Teknik Pengendalian Gulma, Teknologi Benih, dan Pemuliaan Tanaman. Pada tahun 2011, Penulis, Kuliah Kerja Nyata di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin. Praktik Umum di PT Sang Hyang Seri Kantor Regional V Pekalongan Lampung Timur pada tahun 2012.


(12)

iii

SANWACANA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Keragaman dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max (L) Merill) Generasi F2 Hasil

Persilangan antara Wilis dan Malang 2521” .

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku dosen pembimbing utama, atas segala bimbingan, nasihat, dan pengarahan yang selalu diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S., selaku pembimbing kedua, atas segala bimbingan, nasihat, dan pengarahan yang selalu diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi utomo, M.Sc., selaku penguji bukan pembimbing dan dosen pembimbing akademik terima kasih atas kritikan, masukan, dan saran yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.


(13)

iii

5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Mukhtar Dewan Prasetyo atas semangat, kasih sayang, perhatian, pengertian, dukungan, dan kesetiaan yang diberikan kepada penulis.

7. Rekan seperjuangan selama penelitian: Lindiana, Maylinda Widiastuti, Sigit Ardiansyah, Sri Hartati, Andika, dan Wastudiawan, atas kebersamaan, semangat, canda, dan tawa selama melaksanakan penelitian.

8. Rekan yang membantu penelitian: Nur Asri Puja Esti, Khusnul Lestari, Linda Wati, dan Lena Dwi Mustikawati, atas bantuan selama penyusunan skripsi.

Semoga Allah SWT membalas budi baik mereka semua dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Amin.

Bandar Lampung, 23 Agustus 2012


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber protein nabati yang rendah kolesterol kedelai makin diminati masyarakat Indonesia. Menurut Media Indonesia (2009), kedelai memiliki kandungan gizi yang tinggi selain protein yang sangat diperlukan oleh tubuh misalnya vitamin A, vitamin B, niacin, besi, fosfor, kalium, lemak, karbohidrat dan lain-lain.

Konsumsi kedelai di Indonesia terus meningkat akan tetapi tidak diiringi dengan peningkatan produksi kedelai. Menurut Badan Pusat Statistik (2011),

produktivitas kedelai di Indonesia sebesar 1,37 ton per hektar dan khusus di Lampung produktivitasnya sebesar 1,19 ton per hektar. Produksi kedelai di Indonesia setiap tahun hanya mampu menutupi kebutuhan kedelai sebesar 40% sedangkan 60% ditutupi oleh impor (Dunia Industri, 2011).

Produksi kedelai harus terus ditingkatkan karena kebutuhan kedelai yang terus meningkat sepanjang tahun. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi dan kualitas kedelai adalah melalui program pemuliaan tanaman dengan membentuk


(15)

2

varietas unggul baru. Tujuan utama dalam pemuliaan tanaman yaitu

meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian. Salah satu langkah dalam pembentukan varietas unggul baru melalui persilangan dua tetua yang mempunyai karakteristik masing-masing. Sifat yang muncul dari hasil persilangan ini

merupakan penggabungan sifat dari keduanya, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya penampakan yang lebih dominan dari salah satu tetua. Hasil persilangan dua tetua dengan karakteristik masing-masing diharapkan akan diperoleh

keragaman genetik dan fenotipe zuriatnya.

Keragaman merupakan suatu besaran yang digunakan untuk mengukur perbedaan pada suatu populasi yang disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan, maupun interaksi antara genetik x lingkungan. Keragaman genetik yang tinggi dari suatu populasi tanaman menunjukkan bahwa individu dalam populasi beragam,

sehingga kemungkinan untuk mendapatkan genotipe yang diharapkan lebih besar. Keragaman genetik merupakan suatu landasan bagi pemulia untuk memulai perbaikan tanaman. Nilai duga heritabilitas yang tinggi (>50%) menunjukkan pengaruh lingkungan terhadap sifat yang diwariskan kecil, artinya kemungkinan sifat ini dapat diturunkan juga tinggi, karena sumbangan faktor genetik terhadap keragaman total besar (Asadi dkk., 2003). Jadi, peluang berhasilnya suatu seleksi dapat dilihat dari luasnya keragaman dan tingginya heritabilitas suatu populasi tanaman yang ditunjang oleh besarnya nilai tengah.

Karakter agronomi tanaman adalah karakter-karakter yang berperan dalam penentuan atau pendistribusian potensi hasil suatu tanaman. Karakter agronomi terbagi menjadi dua, yaitu karakter kualitatif yang dikendalikan oleh sedikit gen


(16)

3

dan karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen sehingga berperan dalam pembentukan penampilan tanaman. Karakter kuantitatif merupakan karakter yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Pengamatan karakter kuantitatif dilakukan melalui perhitungan atau pengukuran, misalnya tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, hasil dan lain-lain (Baihaki, 2000).

Benih kedelai yang digunakan merupakan hasil penelitian dari Maimun Barmawi, Hasriadi Mat Akin, Setyo Dwi Utomo yang dibantu oleh beberapa mahasiswa dari jurusan Hama Penyakit dan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini diawali dengan seleksi tetua yang tahan terhadap Cowpea Mild Mottle Virus (CPMMV) pada tahun 2001 (Fertani, 2001). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh galur yang tahan yaitu galur Malang 2521. Menurut Asadi (2003), Pudrayani (2005), dan Asadi (2010), galur Malang 2521 memiliki ketahanan terhadap Soybean Stunt Virus (SSV). Pada tahun 2009 dilakukan persilangan antara varietas Wilis dan galur Malang 2521 oleh Maimun Barmawi. Varietas Wilis yaitu varietas yang biasa dibudidayakan oleh petani berdaya hasil tinggi, tetapi rentan terhadap penyakit CPMMV dan SSV, sedangkan galur Malang 2521 tahan terhadap penyakit CPMMV dan SSV tetapi daya hasilnya rendah. Penanaman F1 dilakukan oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah

pemuliaan tanaman lanjutan pada semester genap tahun 2011. Pada penelitian ini, seleksi dilakukan terhadap produksi biji dan tidak dilakukan terhadap ketahanan virus.

Genotipe kedelai yang digunakan adalah hasil persilangan antara varietas Wilis dan galur Malang 2521 generasi F2. Generasi F2 merupakan generasi yang


(17)

4

bersegregasi terbesar karena memiliki 50% genotipe heterozigot, dan 50% homozigot dominan dan resesif. Generasi F2 yang memiliki persentase

heterozigot yang tinggi dari dua tetua yang memiliki keunggulan masing-masing diharapkan mempunyai nilai keragaman yang luas. Oleh sebab itu diperlukan suatu studi genetik untuk mengetahui keragaman dan nilai heritabilitas yang sangat diperlukan dalam pembentukan varietas unggul yang diharapkan. Jika terdapat nilai keragaman yang luas dan nilai heritabilitas yang tinggi diharapkan terdapat peluang untuk memperoleh genotipe-genotipe yang lebih baik dari tetuanya sehingga akan diperoleh nomor-nomor unggul dari hasil persilangan Wilis x Malang 2521.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Berapa besaran keragaman karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil

persilangan kultivar Wilis x Malang 2521?

2. Berapa besaran nilai duga heritabilitas dalam arti luas karakter agronomi dari populasi F2 kedelai hasil persilangan kultivar Wilis x Malang 2521?

3. Apakah terdapat nomor-nomor unggul untuk populasi kedelai generasi F2 hasil

persilangan kultivar Wilis x Malang 2521? 1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka disusun tujuan dari penelitian sebagai berikut:

1. Menduga besaran nilai keragaman karakter agronomi kedelai generasi F2


(18)

5

2. Menduga besaran nilai heritabilitas dalam arti luas karakter agronomi dari populasi F2 kedelai keturunan persilangan kultivar Wilis x Malang 2521.

3. Mengetahui nomor-nomor unggul yang terdapat pada generasi F2 hasil

persilangan Wilis x Malang 2521.

1.3 Landasan Teori

Untuk menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan, disusun landasan teori sebagai dasar teoretis dari penelitian yang akan dilakukan:

Produksi kedelai harus terus ditingkatkan karena kebutuhan kedelai bagi Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Oleh karena itu, tetap diperlukan pembentukan kultivar unggul supaya petani mempunyai banyak pilihan sesuai dengan kebutuhan. Untuk memperbaiki dan mempertahankan produksi dapat dilakukan melalui program pemuliaan tanaman dengan cara pembentukan varietas unggul baru.

Pemuliaan tanaman kacang-kacangan secara umum dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu (1) penciptaan populasi beragam sebagai suatu koleksi plasma nutfah, kemudian dilakukan evaluasi, seleksi, dan pelepasan varietas. (2) Penciptaan populasi beragam sebagai suatu koleksi plasma nutfah, dilakukan evaluasi, selanjutnya uji daya hasil dan pelepasan varietas. (3) Penciptaan populasi beragam sebagai suatu koleksi plasma nutfah, evaluasi, persilangan, seleksi , uji daya hasil dan pelepasan varietas (Sumarno (1985), yang dikutip oleh Kasno dkk., 1992). Cara pemuliaan butir 3 memerlukan waktu sekitar 5 tahun, cara ke-1 memerlukan waktu 3 tahun, sedangkan cara ke-2 memerlukan waktu kurang dari 3 tahun (Kasno dkk., 1992).


(19)

6

Tanaman kedelai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri, penyerbukan yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan terjadinya peningkatan homozigot yang besar pada generasi selanjutnya. Menurut Crowder (1981), persilangan yang terjadi antara dua tetua yang berbeda akan terjadi penggabungan sifat dari kedua tetua sehingga terjadi keragaman genetik yang berbeda pada populasi F2 dengan

tingkat heterozigositas tertinggi yang mempunyai sifat dominan dan resesif yang dapat diramalkan. Segregasi terjadi pada proses meosis yang menyebabkan alel dalam lokus berpisah kemudian membentuk gamet yang berbeda-beda. Sehingga dimungkinkan terjadi kombinasi yang berbeda dan mengakibatkan perbedaan genotipe pada populasi keturunannya (Ujianto dkk., 2006).

Seleksi merupakan salah satu langkah penting dalam program pemuliaan tanaman. Efektifitas seleksi dipengaruhi oleh keragaman dan nilai duga heritabilitas.

Keragaman dibedakan menjadi dua yaitu keragaman genetik dan keragaman fenotipe. Keragaman genetik adalah suatu besaran yang digunakan untuk mengukur variasi penampilan yang disebabkan oleh komponen-komponen genetik. Keragaman genetik terjadi karena pengaruh gen dan interaksi gen-gen yang berbeda dalam suatu populasi. Apabila ditanam pada lingkungan yang seragam maka akan tampak fenotipe yang berbeda-beda (Crowder, 1997). Dalam suatu sistem biologis, keragaman suatu tampilan tanaman dalam populasi dapat disebabkan oleh keragaman genetik penyusun populasi, keragaman lingkungan, dan keragaman interaksi genotipe x lingkungan. Jika keragaman suatu karakter tanaman terutama disebabkan oleh faktor genetik maka karakter tersebut akan diwariskan pada generasi selanjutnya (Rachmadi, 2000).


(20)

7

Keragaman genetik merupakan faktor penting dalam mengembangkan suatu genotipe baru. Keragaman genetik yang luas merupakan syarat berlangsungnya proses seleksi yang efektif karena akan memberikan keleluasaan dalam proses pemilihan suatu genotipe. Dalam suatu populasi keragaman genetik yang sempit menunjukkan bahwa suatu populasi tersebut cenderung homogen. Oleh karena itu, proses seleksi tidak akan berjalan efektif. Besaran keragaman genetik suatu karakter diduga melalui ragam genetiknya (σ ) (Rachmadi, 2000).

Menurut Rachmadi (2000), heritabilitas merupakan suatu parameter genetik yang mengukur kemampuan suatu genotipe dalam mewariskan

karakteristik-karakteristik yang dimilikinya. Heritabilitas dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu heritabilitas arti luas, berupa nisbah ragam genotipe terhadap ragam

fenotipe, dan heritabilitas arti sempit, berupa nisbah ragam genetik aditif terhadap ragam fenotipe (Fehr, 1987). Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bentuk bilangan pecahan (desimal) atau persentase (Poespodarsono, 1988). Nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Heritabilitas dengan nilai 0 berarti bahwa keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh lingkungan sedangkan nilai heritabilitas 1 berarti bahwa keragaman fenotipe disebabkan oleh genotipe (Basuki (1995) yang dikutip oleh Suwardi 2002). Seleksi terhadap karakter yang nilai heritabilitasnya tinggi dapat dilakukan pada generasi awal, yaitu F2 atau F3 sedangkan seleksi pada populasi

yang memiliki nilai heritabilitas yang rendah dilakukan pada generasi lanjut sehingga akan diperoleh nomor-nomor harapan (Zen, 1995).


(21)

8

Karakter agronomi adalah karakter-karakter yang berperan dalam pendistribusian potensi hasil suatu tanaman. Karakter agronomi berdasarkan jumlah gen yang mengatur dapat dibedakan menjadi dua yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif merupakan karakter yang dikendalikan oleh aksi gen yang memiliki efek yang kuat (gen sederhana) sedangkan karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen contohnya, tinggi tanaman, jumlah butir,

kandungan protein, dan lain sebagainya (Baihaki, 2000).

Menurut Jain (1982) yang dikutip oleh Suprapto dan Kairuin (2007), nilai heritabilitas suatu sifat tergantung pada tindak gen yang mengendalikan sifat tersebut. Heritabilitas akan bermakna apabilavarians genetik didominasi oleh varians aditif karena pengaruh aditif setiap alel akan diwariskan dari tetua kepada progeninya (Crowder, 1981). Menurut hasil penelitian Suprapto dan Kairuin (2007), karakter tinggi tanaman dikendalikan oleh aksi gen aditif dan bukkan aditif; umur berbunga dikendalikan oleh aksi gen aditif; umur panen dan bobot biji per tanaman sebagian besar dikendalikan oleh aksi gen aditif dan gen dominan sebagian positif; bobot 100 butir dikendalikan oleh aksi gen aditif dan gen dominan sebagian negatif; jumlah cabang produktif dikendalikan oleh aksi gen bukan aditif yaitu aksi gen overdominan positif dan epistasis; dan karakter jumlah polong isi dikendalikan oleh aksi gen aditif, gen dominan sebagian positif. dan epistasis.

Menurut Suharsono (2003) pada penelitian kedelai populasi F2 hasil persilangan

Slamet dan Nokonsawon bahwa umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong tanaman, bobot 100 butir, dan produksi


(22)

9

biji per tanaman mempunyai nilai keragaman yang lebih besar dari kedua tetuanya dan nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi kecuali pada karakter umur panen. Menurut Sari (2009) karakter umur berbunga, umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman pada populasi F3 kacang

panjang mempunyai keragaman genetik dan keragaman fenotipe yang luas, serta nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi. Mahendra (2010) yang melakukan penelitian kacang panjang populasi F2 menyatakan bahwa umur berbunga

memiliki keragaman fenotipe yang luas tetapi nilai keragaman genetiknya sempit dan nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi, sedangkan karakter jumlah cabang produktif mempunyai nilai keragaman genetik dan keragaman fenotipe yang sempit serta nilai heritabilitas dalam arti luas yang rendah.

1.4 Kerangka Pemikiran

Dalam penjelasan teori yang telah disampaikan maka disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan terhadap perumusan masalah. Tanaman kedelai merupakan salah satu tanaman yang sangat penting karena kandungan proteinnya yang tinggi. Oleh karena itu budidaya kedelai perlu diperhatikan. Hal yang penting dalam budidaya tanaman adalah penggunaan varietas unggul. Perakitan varietas unggul dapat melalui program pemuliaan tanaman. Dalam penelitian ini benih yang ditanam merupakan benih F2 hasil persilangan antara

kultivar Wilis x Malang 2521. Kedua tetua tersebut mempunyai keunggulan masing-masing. Kultivar Wilis yaitu kultivar yang biasa dibudidayakan oleh petani berdaya hasil tinggi, tetapi rentan terhadap penyakit CPMMV dan SSV,


(23)

10

sedangkan galur Malang 2521 tahan terhadap penyakit CPMMV dan SSVtetapi daya hasilnya rendah.

Dalam pemuliaan tanaman salah satu langkah penting dalam menciptakan varietas atau kultivar unggul adalah kegiatan seleksi. Keefektifan seleksi dipengaruhi oleh keragaman genetik dan heritabilitas populasi. Semakin luas keragaman dalam populasi, pemilihan genotipe unggul semakin efektif. Faktor lain yang

mempengaruhi keefektifan seleksi adalah nilai duga heritabilitas. Semakin tinggi nilai duga heritabilitas maka pengaruh genotipe terhadap penampakan fenotipe semakin tinggi yang berindikasi bahwa faktor genetik lebih berpengaruh daripada faktor lingkungan.

Kedelai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self pollination). Apabila dilakukan penyerbukan sendiri terus menerus maka genotipe homosigotnya makin tinggi dan heterosigotnya makin kecil. Pada generasi F2 terjadi segregasi terbesar

dan tingkat heterositas cukup besar. Adanya segregasi yang diikuti oleh pindah silang pada saat meosis akan terbentuk rekombinan-rekombinan. Rekombinan tersebut akan merupakan genotipe-genotipe baru yang berbeda dari kedua

tetuanya, sehingga mengakibatkan terjadi keragaman genetik dalam populasi yang bersangkutan. Jadi, diharapkan kedelai F2 hasil persilangan kultivar Wilis x

Malang 2521 dapat memiliki keragaman yang luas dan nilai duga heritabilitas yang tinggi sehingga memungkinkan untuk memperoleh nomor-nomor harapan yang unggul.


(24)

11

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat nilai keragaman yang luas untuk karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan kultivar Wilis x Malang 2521.

2. Terdapat nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi untuk karakter agronomi populasi F2 hasil persilangan kultivar Wilis x Malang 2521.

3. Terdapat nomor-nomor unggul karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kedelai

2.1.1 Sejarah singkat

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penyebaran tanaman kedelai ke

Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan kenegara-negara lain di Amerika dan Afrika (Kantor Deputi Menegristek dan teknologi MIG Crop dalam Migroplus.com).

2.1.2 Manfaat kedelai

Kacang kedelai yang diolah menjadi tepung kedelai secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok manfaat utama, yaitu olahan dalam bentuk protein kedelai dan minyak kedelai. Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan


(26)

13

sebagai bahan industri makanan yang diolah menjadi susu, vetsin, kue-kue, permen dan daging nabati serta sebagai bahan industri bukan makanan, seperti kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil. Olahan dalam bentuk minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri makanan dan non makanan. Industri makanan dari minyak kedelai yang digunakan sebagai bahan industri makanan berbentuk gliserida sebagai bahan untuk pembuatan minyak goreng, margarin dan bahan lemak lainnya. Pengolahan kedelai dalam bentuk lecithin, antara lain margarin, kue, tinta, kosmetika, insektisida dan farmasi (Kantor Deputi Menegristek dan teknologi MIG Crop dalam Migroplus.com).

2.1.3 Sentra penanaman

Di salah satu negara bagian Amerika Serikat, terdapat areal pertumbuhan kedelai yang sangat luas sehingga menghasilkan 57% produksi kedelai dunia. Di

Indonesia, saat ini kedelai banyak ditanam di dataran rendah yang tidak banyak mengandung air, seperti di pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Utara(Gorontalo), Lampung, Sumatera Selatan dan Bali (Kantor Deputi Menegristek dan teknologi MIG Crop dalam Migroplus.com).

2.1.4 Jenis Tanaman

Sistematika tanaman kedelai adalah sebagai berikut: Familia : Leguminosae

Subfamili : Papilionoidae Genus : Glycine Species : Glycine max L


(27)

14

Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40 jenis. Penyebaran geografis kedelai mempengaruhi jenis tipenya. Terdapat 4 tipe kedelai yakni tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina. Dasar-dasar penentuan varietas kedelai menurut umur, warna biji dan tipe batang. Varietas kedelai yang dianjurkan, yaitu Otan, No. 27, No.29, Ringgit 317, Sumbing 452, Merapi 520, Shakti 945, Davros, Economic Garden, Taichung 1290, TKG 1291, Clark 1293, Orba 1343, Galunggung, Lokon, Guntur, Wilis, Dempo, Kerinci, Raung,

Merbabu, Muria dan Tidar (Kantor Deputi Menegristek dan teknologi MIG Crop dalam Migroplus.com).

2.1.5 Botani kedelai

Kedelai merupakan tanaman dikotil semusim dengan percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan rendah (Rukmana dan Yuniarsih (1995).

Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak di antara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapi ada pula yang bundar atau bulat agak pipih (Suprapto,1993). Menurut Susanto dan Saneto (1994) yang dikutip oleh Ginting, dkk. (2009), biji kedelai tergolong kecil apabila memiliki bobot 8 – 10 gram/100 butir, sedang bobotnya 10 – 13 gram/100 butir dan besar jika bobotnya lebih dari 13 gram/100 butir.


(28)

15

Kecambah kedelai tergolong epigeous, yaitu keping biji muncul di atas tanah. Warna hipokotil, yaitu bagian batang kecambah di bawah keping, ungu atau hijau yang berhubungan dengan warna bunga. Kedelai yang berhipokotil ungu

berbunga ungu, sedang yang berhipokotil hijau berbunga putih.

Menurut Suprapto (1993), tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai.

Tanaman kedelai memiliki tinggi antara 30 dan 150 cm tergantung dari kultivar dan lingkungannya (Hartman dkk., (1981), yang dikutip oleh Kholiq, 2008). Jumlah cabang sangat tergantung dari jarak tanam yang digunakan. Tipe pertumbuhan batang dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate) (Metcalfe dkk., 1980).

Menurut Poehlman (1979) , tanaman kedelai merupakan tanaman self pollinated. Bunga kedelai berwarna ungu, putih atau kombinasi dari keduanya. Kedelai mengalami maturity pada umur 100 – l50 hari tergantung dari varietas, lokasi dan cuaca. Buah kedelai berbentuk polong dan setiap tanaman mampu menghasilkan antara 100 dan 250 polong.


(29)

16 2.1.6 Syarat tumbuh

Pada umunmnya tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada suhu antara 250 dan 270C. Tanaman kedelai juga dapat tumbuh pada ketinggian tempat mencapai 900m. tanaman ini menghendaki penyinaran antara 10 jam/hari – 12 jam/hari dengan curah hujan optimum 100 ‒ 200 mm/bulan (Rukmana dan Yuniarsih, 1995). Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik apabila drainase dan aerasi tanah cukup baik. Beberapa jenis tanah yang cocok untuk ditanami kedelai, yaitu Alluvial, Regosol, Latosol, dan Andosol. Pada tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) dan tanah yang mengandung pasir kuarsa yang tinggi, tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik apabila diberi pupuk dan bahan organik. Tanaman kedelai menginginkan pH tanah antara 5,8 dan 7,0 (Kanisius, (1991).

2.2 Pemuliaan Tanaman Kedelai, Keragaman, dan Heritabilitas

2.2.1 Pemuliaan kedelai

Pemuliaan tanaman meliputi usaha-usaha yang dilakukan untuk mengubah susunan genetik tanaman, baik individu maupun secara bersama-sama (populasi) dengan tujuan tertentu. Pemuliaan tanaman terkadang disamakan dengan

penangkaran tanaman yang mencakup kegiatan memelihara tanaman untuk memperbanyak dan menjaga kemurnian akan tetapi pada kenyataannya kegiatan penangkaran adalah sebagian dari pemuliaan. Selain melakukan penangkaran, pemuliaan berusaha memperbaiki mutu genetik sehingga diperoleh tanaman yang lebih bermanfaat (Wikipedia, 2011). Di perguruan tinggi, pemuliaan tanaman biasa dianggap sebagai cabang agronomi (ilmu produksi tanaman) atau genetika terapan, karena sifat multidisiplinernya.


(30)

17

Pemuliaan tanaman kacang-kacangan secara umum dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu (1) penciptaan populasi beragam sebagai suatu koleksi plasma nutfah, dilakukan evaluasi, seleksi dan pelepasan varietas. (2) Penciptaan populasi beragam sebagai suatu koleksi plasma nutfah, evaluasi, uji daya hasil dan

pelepasan varietas. (3) Penciptaan populasi beragam sebagai suatu koleksi plasma nutfah, evaluasi, persilangan, seleksi seleksi, uji daya hasil dan pelepasan varietas (Sumarno (1985), yang dikutip oleh Kasno dkk.,1992). Cara pemuliaan butir 3 memerlukan waktu sekitar 5 tahun, cara ke-1 memerlukan waktu 3 tahun,

sedangkan cara ke-2 memerlukan waktu kurang dari 3 tahun (Kasno dkk., 1992). Kedelai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self pollination) Pada tanaman yang menyerbuk sendiri, penyerbukan sendiri tanaman F1 yang

heterozigot akan terjadi penurunan heterozigot sebesar setengahnya dan terjadi peningkatan homozigot setengahnya. Apabila dilakukan penyerbukan sendiri terus menerus lokus-lokus homozigotnya makin tinggi dan heterosigotnya makin kecil. Pada generasi F2 terjadi segregasi terbesar dan tingkat heterositas cukup

besar. Segregasi menyebabkan alel dalam suatu tanaman dapat membentuk individu baru yang berbeda perbedaan genotipe tanaman akan mempengaruhi keragaman genetik dan heritabilitasnya. Nomor-nomor harapan akan diperoleh ketika nilai keragaman luas dan nilai heritabilitas tinggi.

Berdasarkan jumlah gen yang mengatur suatu karakter terdapat dua karakter yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif adalah karakter-karakter yang perkembangannya dikondisikan oleh aksi gen atau gen-gen yang memiliki sebuah efek yang kuat, yang biasa disebut gen-gen mayor atau disebut


(31)

18

juga karakter gen sederhana. Karakter kuantitatif merupakan karakter yang sangat dibutuhkan oleh manusia seperti tinggi tanaman, jumlah butir, kandungan protein biji, dan lain-lain. Karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen dan gen-gen tersebut berkontribusi terhadap penampilan tanaman (Baihaki, 2000).

2.2.2. Keragaman

Keragaman yang terdapat dalam suatu jenis tanaman disebabkan oleh dua faktor yaitu keragaman yang disebabkan oleh lingkungan dan keragaman yang

disebabkan oleh sifat-sifat yang diwariskan atau genetik. Ragam lingkungan dapat diketahui apabila tanaman dengan genetik yang sama ditanam pada

lingkungan yang berbeda. Ragam genetik terjadi sebagai akibat bahwa tanaman mempunyai karakter genetik yang berbeda dan dapat terlihat apabila varietas yang berbeda ditanam pada lingkungan yang sama. Keragaman merupakan hasil interaksi antara genotipe dan lingkungan yang mempengaruhi penampilan fenotipe (Makmur, 1992).

Keragaman genetik adalah suatu besaran yang digunakan untuk mengukur variasi penampilan yang disebabkan oleh komponen-komponen genetik. Menurut Makmur (1992), keragaman genetik terjadi karena tiga hal yaitu terjadinya rekombinasi genetik setelah hibridisasi, mutasi dan poliploidi. Dalam suatu sistem biologis, keragaman suatu tampilan tanaman dalam populasi dapat disebabkan oleh keragaman genetik penyusun populasi, keragaman lingkungan, dan keragaman interaksi genotipe x lingkungan. Jika keragaman penampilan suatu karakter tanaman terutama disebabkan oleh faktor genetik maka sifat tersebut akan diwariskan pada generasi selanjutnya (Rachmadi, 2000).


(32)

19

Keragaman genetik merupakan faktor penting dalam mengembangkan suatu genotipe baru. Keragaman genetik yang luas merupakan syarat berlangsungnya proses seleksi yang efektif karena akan memberikan keleluasaan dalam proses pemilihan suatu genotipe. Selain itu keragaman yang luas juga akan memberikan peluang yang lebih besar diperolehnya karakter-karakter yang diinginkan. Dalam suatu populasi keragaman genetik yang sempit menunjukkan bahwa suatu

populasi tersebut cenderung homogen. Oleh karena itu, proses seleksi tidak akan berjalan efektif. Besaran keragaman genetik suatu karakter diduga melalui varians genetiknya (σ2

g) (Rachmadi, 2000).

2.2.3 Nilai duga heritabilitas

Heritabilitas merupakan suatu parameter genetik yang mengukur kemampuan suatu genotipe dalam mewariskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya yang melibatkan aksi gen dominan, epistasis, dan aditif. Heritabilitas atau daya waris adalah besaran bagi pengaruh keragaman genetik terhadap keragaman fenotipik dalam suatu populasi biologis. Besaran ini tidak berdimensi dan dinyatakan sebagai nisbah dari dua varians. Dalam praktik genetika terapan dikenal dua macam heritabilitas: heritabilitas arti luas, berupa nisbah varians genotipik terhadap varians fenotipik, dan heritabilitas arti sempit, berupa nisbah varians aditif terhadap varians fenotipik (Fehr, 1987).

Menurut Jain (1982) yang dikutip oleh Suprapto dan Kairuin (2007), nilai heritabilitas suatu sifat tergantung pada tindak gen yang mengendalikan sifat tersebut. Heritabilitas akan bermakna apabila varians genetik didominasi oleh varians aditif karena pengaruh aditif setiap alel akan diwariskan dari tetua kepada


(33)

20

progeninya (Crowder, 1981). Menurut hasil penelitian Suprapto dan Kairuin (2007), karakter tinggi tanaman dikendalikan oleh aksi gen aditif dan bukan aditif; umur berbunga dikendalikan oleh aksi gen aditif; umur panen dan bobot biji per tanaman sebagian besar dikendalikan oleh aksi gen aditif dan gen dominan sebagian positif; bobot 100 butir dikendalikan oleh aksi gen aditif dan gen dominan sebagian negatif; jumlah cabang produktif dikendalikan oleh aksi gen bukan aditif yaitu aksi gen overdominan positif dan epistasis; dan karakter jumlah polong isi dikendalikan oleh aksi gen aditif, gen dominan sebagian positif. dan epistasis.

Besarnya heritabilitas suatu karakter kuantitatif dapat diduga dengan rumus: = +

Di mana merupakan ragam fenotipe, ragam genotipe dan ragam lingkungan (Makmur, 1992).

Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bentuk bilangan pecahan (desimal) atau persentase (Pusspodarsono, 1988). Mc.Whirter (1979) membagi nilai heritabilitas menjadi tiga kelas, yaitu

 Heritabilitas tinggi apabila nilai H > 0,5  Heritabilitas sedang apabila nilai 0,2 ≤ H≤ 0,5  Heritabilitas rendah apabila nilai H< 0,2

Apabila efek lingkungan bersifat menambah dalam total populasi, maka proporsi dari pengaruh genetik berkurang akibatnya heritabilitas menjadi rendah. Nilai heritabilitas yang rendah menjadi kendala bagi pemulia dalam melakukan seleksi karena penampilan fenotipik lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini


(34)

21

dapat menyulitkan pemulia dalam mengidentifikasi dan pengukuran yang tepat terhadap genotipe yang diuji (Welsh, 1981).

Heritabilitas menempati posisi penting dalam analisis genetika populasi dan genetika kuantitatif, dan menjadi salah satu pertimbangan utama dalam menentukan (assessment) metode seleksi yang tepat bagi suatu populasi pemuliaan. Efektif atau tidaknya seleksi tanaman yang berdaya hasil tinggi, dipengaruhi oleh seberapa jauh keragaman yang disebabkan oleh ragam genetik yang akan diwariskan kepada keturunannya dan seberapa jauh ragam lingkungan mempengaruhinya (Makmur, 1992).

Menurut Rachmadi (2000), Secara tidak langsung nilai heritabilitas tidak

dipengaruhi oleh faktor genetik saja tetapi juga faktor non-genetik. Secara lebih rinci, besarnya nilai duga heritabilitas suatu karakter pada populasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu

1. Karakteristik populasi

Pendugaan heritabilitas suatu karakter dipengaruhi oleh besarnya nilai ragam genetik yang ada dalam populasi. Keragaman genetik dalam populasi terbentuk karena rekombinasi genetik dua atau lebih tetua. Oleh karena itu, besarnya diversitas genetik tetua yang digunakan untuk membentuk suatu populasi secara langsung akan mempengaruhi keragaman genetik. Suatu populasi yang berasal dari turunan tetua yang berkerabat jauh akan memberikan harapan keragaman genetik yang lebih luas daripada penggunaan tetua yang berkerabat dekat. Jumlah generasi yang menyerbuk sendiri juga mempengaruhi besarnya nilai keragaman dalam suatu populasi. Peningkatan level of inbreeding akan


(35)

22

meningkatkan varians genetik di antara tanaman dalam populasi. Oleh karena itu, nilai duga heritabilitas yang diperoleh dari generasi f2 akan berbeda dengan

individu pada F4.

2. Sampel genotipe yang dievaluasi

Jumlah segregasi gen yang mungkin timbul dalam suatu populasi sangat tergantung pada konstitusi gen yang mengendalikannya. Konstitusi gen

kuantitatif akan memberikan jumlah segregasi yang sangat besar sehingga akan memberikan nilai duga varians genetik yang besar yang mengarah kepada perolehan nilai heritabilitas yang besar.

3. Metode penghitungan

Pendugaan nilai heritabilitas dapat diperoleh dari beberapa metode penghitungan yang memberikan nilai pendugaan yang berbeda. Penggunaan beberapa metode pendugaan heritabilitas disesuaikan dengan karakteristik populasinya,

ketersediaan materi genetik, atau tujuan pendugaannya. 4. Keluasaan evaluasi genotipe

Seleksi di antara genotipe-genotipe tanaman pada setiap spesies tanaman dapat didasarkan pada penampilan masing-masing individu tanaman atau terhadap penampilan rata-rata keturunan dari genotipe-genotipe yang dievaluasi dalam satu atau lebih ulangan, lokasi atau musim. Pendugaan heritabilitas suatu karakter akan menjadi reatif rendah apabila evaluasi didasarkan pada individu tanaman, sebaliknya akan relative tinggi apabila didasarkan pada penampilan keturunan yang diuji multilokasi.


(36)

23

5. Ketidakseimbangan pautan

Dua alel pada suatu lokus dapat terpaut secara coupling (AB/ab) atau repulsion

(Ab/aB). Suatu populasi dikatakan berada dalam ketidakseimbangan pautan apabila frekuensi pautan coupling dan repulsion tidak seimbang.frekuensi

coupling yang lebih besar akan menyebabkan meningkatnya pendugaan nilai varianas aditif dan dominan.

6. Pelaksanaan percobaan

Pendugaan heritabilitas merupakan fungsi dari faktor genetik dan faktor non-genetik. Faktor non-genetik dalam pengertian ini mencakup faktor gen yang tidak diwariskan, faktor lingkungan fisik atau faktor-faktor lainnya. Dalam suatu desain percobaan peranan faktor lingkungan dipengaruhi oleh komponen galat percobaan. Besarnya nilai galat percobaan menyebabkan menurunnya pendugaan varians genetik suatu karakter. Pengaruh faktor lingkungan yang besar, secara tidak langsung akan mempengaruhi besarnya nilai duga suatu heritabilitas.


(37)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012. Penanaman dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Lampung. Jenis tanah di Kebun Percobaan Unila adalah tanah PMK (Podsolik Merah Kuning) dengan ketinggian tempat 100 ‒150 m dpl(Lembaga Penelitian Tanah 1979). Pengamatan kemudian dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas Lampung

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah cangkul, koret, sabit, meteran, gunting, bambo (patok), jaring, tali rafia, tugal, gembor, selang, handsprayer, neraca elektrik, plastik es, kantung panen, dan penggaris. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80 benih kedelai F2 hasil persilangan kultivar Wilis x Malang 2521, 40

benih tetua kultivar Wilis, 40 benih tetua kultivar Malang 2521, pupuk Urea (50 kg/ha), SP36 (100kg/ha), KCl (100kg/ha), pupuk kompos, insektisida Decis berbahan aktif Deltamethrin 25 g/l, pestisida Dithane berbahan aktif Mancozeb


(38)

25 3.3 Metode Penelitian

Pada penelitian ini ditanam 160 benih yang terdiri atas 80 benih populasi F2, 40

benih Wilis (P1) dan 40 benih Malang 2521 (P2). Masing-masing benih yang

dapat hidup dari jumlah benih yang ditanam yaitu 57 benih F2, 25 benih P1, dan

30 benih P2. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah faktor

lingkungan meliputi tanah, suhu, cuaca, iklim, intensitas cahaya matahari dan curah hujan.

Penelitian ini dilakukan dengan menanam benih pada petak percobaan yang berukuran 5m x 5m. Pada petak tersebut terdapat 6 baris tanaman dengan jarak tanam 20 x 60 cm. Jarak antarbaris 60 cm dan jarak tanaman dalam baris 20 cm. Setiap baris ditanam 20 benih yang sama dan tetua terdapat pada baris terluar. Tata letak penanaman kedelai F2 hasil persilangan kultivar Wilis x Malang 2521


(39)

26 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 P 2 F 2 1 F 2 2 F 2 3 F 2 4 F 2 5 F 2 6 F 2 7 F 2 8 F 2 9 F 2 1 0 F 2 1 1 F 2 1 2 F 2 1 3 F 2 1 4 F 2 1 5 F 2 1 6 F 2 1 7 F 2 1 8 F 2 1 9 F 2 2 0 F 2 4 0 F 2 3 9 F 2 3 8 F 2 3 7 F 2 3 6 F 2 3 5 F 2 3 4 F 2 3 3 F 2 3 2 F 2 3 1 F 2 3 0 F 2 2 9 F 2 2 8 F 2 2 7 F 2 2 6 F 2 2 5 F 2 2 4 F 2 2 3 F 2 2 2 F 2 2 1 F 2 4 1 F 2 4 2 F 2 4 3 F 2 4 4 F 2 4 5 F 2 4 6 F 2 4 7 F 2 4 8 F 2 4 9 F 2 5 0 F 2 5 1 F 2 5 2 F 2 5 3 F 2 5 4 F 2 5 5 F 2 5 6 F 2 5 7 F 2 5 8 F 2 5 9 F 2 6 0 F 2 8 0 F 2 7 9 F 2 7 8 F 2 7 7 F 2 7 6 F 2 7 5 F 2 7 4 F 2 7 3 F 2 7 2 F 2 7 1 F 2 7 0 F 2 6 9 F 2 6 8 F 2 6 7 F 2 6 6 F 2 6 5 F 2 6 4 F 2 6 3 F 2 6 2 F 2 6 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1 P 1

Gambar 1. Tata letak penanaman 80 benih kedelai persilangan kultivar Wilis x Malang 2521 dan kedua tetuanya.

Keterangan:

F2 : Wilis x Malang 2521, P1 : Wilis

P2 : Malang 2521


(40)

27 3.3.1 Analisis Data

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah maka data dianalisis dengan menggunakan analisiskeragaman dan heritabilitas dalam arti luas. Ragam fenotipe ( ) ditentukan dengan rumus :

= ∑ keterangan:

Xi = Nilai pengamatan tanaman ke –i µ = Nilai tengah populasi

N = Jumlah tanaman yang diamati (Suharsono dkk., 2006)

Ragam lingkungan ( ) ditentukan dengan rumus : = n1 σP1 + n2 σP2

n1 + n2 Keterangan:

=Ragam lingkungan

σp1 = simpangan baku tetua 1 σp2 = simpangan baku tetua 2 n1+n2 = jumlah tanaman tetua (Suharsono dkk., 2006)

Populasi tetua secara genetik adalah seragam sehingga ragam genotipenya nol. Oleh karena itu, ragam fenotipe yang diamati pada populasi tetua sama dengan ragam lingkungan. Karena tetua dan populasi keturunannya ditanam pada lingkungan yang sama maka ragam lingkungan tetua sama dengan ragam


(41)

28 lingkungan populasi keturunan. Dengan demikian ragam genotipe ( ) dapat dihitung dengan rumus :

= - Keterangan :

= ragam fenotipe = ragam lingkungan (Suharsono dkk., 2006)

Suatu karakter populasi tanaman memiliki keragaman genetik dan keragaman fenotipe yang luas apabila ragam genotipe dan ragam fenotipe lebih besar dua kali simpangan baku. Untuk tujuan itu digunakan rumus penghitungan simpangan baku (σ) (Baihaki, 2000).

= ∑ keterangan:

= Simpangan baku

Xi = Nilai pengamatan tanaman ke –i µ = Nilai tengah populasi

N = Jumlah tanaman yang diamati

Pendugaan heritabilitas (H) dengan menggunakan rumus : H =

Keterangan :

H = heritabilitas arti luas = ragam genotipe = ragam fenotipe (Suharsono dkk., 2006)


(42)

29 Menurut Mc.Whirter (1979), nilai heritabilitas berkisar antara 0 ≤ H≤ 1. Kriteria heritabilitas tersebut sebagai berikut:

1. Heritabilitas tinggi apabila H > 0,5 2. Heritabilitas sedang apabila 0,2 ≤ H ≤ 0,5 3. Heritabilitas rendah apabila H < 0,2

Pada percobaan ini tidak dilakukan pengulangan. Hal ini karena benih yang digunakan adalah F2 yang merupakan benih rakitan yang belum homozigot dan

masih dalam puncak segregasi (Baihaki, 2000). 3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan

Pengolahan tanah dilakukan dengan olah tanah sempurna dengan menggunakan cangkul hingga kedalaman 20 30 cm. Selanjutnya tanah diratakan dengan

cangkul. Luas lahan penelitian yaitu 5 x 5 m dengan 8 baris tanaman dalam setiap baris terdapat 20 tanaman dengan jumlah F2 yang ditanam sebanyak 80 tanaman

dan jumlah tetua masing-masing 40 tanaman dengan jarak tanam 20x60 cm.

3.4.2 Penanaman dan pemupukan

Penanaman dilakukan dengan mengukur jarak tanam dan menugal sedalam 3-5 cm. Jumlah benih F2 per lubang tanam adalah satu benih dan disertai pemberian

Furadan 3G. Jarak tanam yang digunakan dalam baris adalah 20 cm dan antarbaris adalah 60 cm. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, TSP, dan


(43)

30 KCl dengan dosis pemupukan Urea 0,5 g /tanaman, TSP 1 g/tanaman, KCl 1 g/tanaman dan pupuk kompos ±10 g per lubang tanam.

3.4.3 Perawatan

Penyiraman tanaman dilakukan sore hari dengan gembor dan selang air. Pengendalian gulma dilakukan secara manual yaitu dengan koret dan dicabut dengan tangan. Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif Deltametrin.

3.4.4 Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman masak penuh dengan ciri 95% polong berwarna kecoklatan, batang mengering serta daun sudah mulai kering dan rontok. Pemanenan dilakukan dengan cara pencabutan tanaman yang dipanen.

3.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman. Pengamatan yang dilakukan untuk menunjang hipotesis yang telah dibuat sebagai berikut:

1. Umur tanaman berbunga pertama kali (hari)

Dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai tanaman berbunga untuk yang pertama kali.

2. Umur panen (hari)


(44)

31 3. Tinggi Tanaman (cm)

Diamati setelah panen dan pengukuran dimulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh terakhir.

4. Jumlah cabang produktif

Dihitung berdasarkan banyaknya cabang tanaman yang dapat menghasilkan polong isi.

5. Jumlah polong per tanaman

Ditimbang berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman. Penghitungan ini dilakukan setelah panen.

6. Bobot 100 biji (Kadar air 12 %)

Ditimbang berdasarkan rata-rata bobot 100 biji kering yang konstan dan diambil secara acak.

7. Bobot biji per tanaman (gram)

Dihitung berdasarkan bobot biji/tanaman yang dilakukan setelah panen pada kadar air 12%.


(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Nilai keragaman yang luas pada populasi F2 persilangan Wilis x Malang 2521

terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, dan bobot biji per tanaman, sedangkan pada karakter jumlah cabang produktif dan bobot 100 butir keragaman bernilai sempit.

2. Semua karakter yang diamati mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi. 3. Nomor – nomor harapan yang diseleksi pada penelitian ini berdasarkan

karakter jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman, yaitu nomor genotipe 7, 46, 72, 31, 62, 58, 23, 10, 13, 70, 74, dan 36.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap 12 nomor genotipe benih yang berhasil diseleksi dengan diuji ketahanan terhadap virus.


(46)

(47)

45

DAFTAR PUSTAKA

Allard, RW. 1992. Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. 336 hlm.

Anderson, W.P., Fitzner, M.S., Isleib, T.G., Wynne, J.C., and Philip, T.D. 1993.

Combining ability for large pod and seed traits in peanut. Peanut Science

20: 49-52.

Asadi., dan Dewi, Nurwita. 2010. Identifikasi sumber daya genetik kedelai tahan penyakit virus kerdil kedelai. Buletin Plasma Nutfah. 16 (2):. 107-112. Asadi., Soemartono., M, Woerjono., dan H, Jumanto. 2003. Kendali genetik

ketahanan kedelai terhadap penyakit virus kerdil (Soybean Stunt Virus).

Zuriat, 14.( 2.): 11 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2011. Data Produksi Tanaman Kedelai. Jakarta : Katalog BPS 521.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). 2011.

“Varietas Unggul Kedelai”.

http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/?l=300&k=310&n=&t=&sv=. Diakses 19 November 2011.

Barmawi, M. 2007. Perakitan Galur Unggul Kedelai yang Tahan Terhadap Virus.

Http://digilib.unila.ac.id/go.php?id=lapunilapp-gdl-ress-2007-maimunbarm-822. Diakses pada tanggal 2 November 2011.

Crowder, L.V. 1981. Pemuliaan Tanaman Terjemahan Jurusan Budidaya Pertanian. Fakuktas Pertanian. UGM. Yogyakarta. 400 hlm.

Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti.

UGM. Yogyakarta. 499 hlm.

Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2011. Kedelai.


(48)

46 Dunia Industri. 2011. Menyedihkan Indonesia Mengimpor Kedelai sampai dengan

7, 14 triliun. http://duniaindustri.com/agroindustri/604- menyedihkan-indonesia-impor-kedelai-rp-714-triliun.html. Diakses tanggal 2 November 2011.

Fehr, W.R, 1987. Principles of Cultivar Development Vol. 1 Theory and Technique. Macmillan Pub. Co. New York. 536 pp.

Fertani, E.Y. 2001. Uji ketahanan beberapa kultivar kedelai (Glycine max [L.] Merill) terhadap CPMMV dan pengaruhnya terhadap kehilangan hasil kedelai. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 58 hlm.

Ginting, E., Antarlina, S.S., dan Widowati, S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk bahan baku industri pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 28 (3) 2009. 9 hlm. Institut Pertanian Bogor. 2011. Pembentukan keragaman genetik dan

pengujiannya. http://pttipb.wordpress.com/category/04-pembentukan-keragaman-genetik-dan-pengujiannya/ Diakses tanggal 25 Oktober 2011 Kanisius, AA. 1989. Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 83 hlm.

Kasno, A., M, Dahlan., dan Hasnam. 1992. Pemuliaan Tanaman Kacang-Kacangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Jawa Timur. 439 hlm.

Kholiq, M. 2008. Variabilitas dan heritabilitas frekuensi stomata serta kehijauan daun pada beberapa genotipe kedelai hasil persilangan Slamet dan

Thaichung. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 72 hlm.

Kirana, R., Setiamihardja, R., Hermiati, N., dan Permadi, A. H. 2005. Pewarisan karakter jumlah bunga tiap nodus hasil persilangan Capsicum annum L. dengan Capsicum cinese. Zuriat 15(2):140-149.

Knight, R, 1979. Practical in Statistics and Quantitative Genetic. In R. Knight, (ed). A course manual in Plant Breeding, P.214-225. Australian Vice-Chancelors Cominttee. P. 214-225.

Lembaga Penelitian Tanah. 1979.Gambaran Umum Lampung.

http://www.investasilampung.web.id/in/selayang-pandang/gambaran-umum.html. Diakses tanggal 25 Desember 2011.

Mahendra, W. 2010. Pendugaan ragam, heritabilitas, dan kemajuan seleksi kacang panjang (Vigna sinensis [L.]) populasi F2 keturunan persilangan Testa Hitam x Bernas Super. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 53 hlm.


(49)

47 Mc. Whirter, K. S. 1979. Breeding of Cross Pollinated Crops. In R. Knight (ed)

Plant Breeding. A. A. U. C. S., Brisbane.

Media Indonesia. 2009. Manfaat kedelai bagi kesehatan.

http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/04/2 7/1106/3/Manfaat-Kedelai-bagi-Kesehatan. diakses pada tanggal 28-09-2011.

Metcalfe, D.S. and Elkins, D.M. 1980. Crop Production. MacMillan Publishing Company Inc. New York. 774 hlm.

Migroplus. 2011. Budidaya Kedelai.

http://migroplus.com/brosur/Budidaya%20kedelai.pdf diakses pada tanggal 4 Juni 2012.

Mursito, Djoko. 2003. Heritabilitas dan sidik lintas karakter fenotipik beberapa galur kedelai (Glicine max). Agrosains 6(2) : 58-63.

Poehlman, J.M. 1979. Breeding Field Crop. AVI publishing Company Inc. Wetsport. Connecticut. 483 hlm.

Poespodarsono. S. 1988. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. PAU Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hlm.

Pudrayani. 2005. Seleksi ketahanan beberapa varietas kedelai (Glycine max [L.] Merill) terhadap penyakit bantut kedelai yang disebabkan oleh soybean stunt virus. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 72 hlm.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.

Universitas Padjajaran. Bandung. 159 hlm.

Rukmana, M.,dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta. 34 hlm.

Sari, LK. 2009. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kacang panjang keturunan persilangan Testa Coklat Putih dan Hitam. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 65 hlm.

Suharsono, M. Jusuf, dan A.P. Paserang. 2006. Analisis ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai kultivar Slamet dan Nokonsawon. Jurnal Tanaman Tropika. 9 (2): 86-93.

Suprapto, HS. 1991. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. 74 hlm. Suprapto., dan Kairudin, N, Md. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen,

dan kemajuan genetik kedelai (Glicyne max Merrill) pada ultisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 9 ( 2): 183 – 190.


(50)

48 Suwardi. 2002. Implikasi keragaman genetik, korelasi fenotipik dan genotipik

untuk perbaikan hasil sejumlah galur kedelai (Glicine max [L.] Meriil)

Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jawa Timur.

Ujianto, L., Idris, dan Yakop, U. 2003. Evaluasi ketahanan terhadap kekeringan 15 galur hasil seleksi kacang tanah varietas lokal bima. Jurnal Penelitian. Universitas Mataram. 2 (3): 41-57 hlm.

Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada biji kedelai. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjajatan. Bandung. 152 hlm.

Wikipedia. 2011. Pemuliaan Tanaman.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemuliaan_tanaman diakses pada tanggal 28-09-2011.

Welsh, J. R. 1991. Dasar-Dasar Genetika Tanaman Dan Pemuliaan Tanaman.

Erlangga. Jakarta. 224 hlm.

Zen, S. 1995. Heritabilitas : Korelasi Genotipik dan Fenotipik Karakter Padi Gogo. Zuriat 6 (1): 25-32


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Nilai keragaman yang luas pada populasi F2 persilangan Wilis x Malang 2521

terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, dan bobot biji per tanaman, sedangkan pada karakter jumlah cabang produktif dan bobot 100 butir keragaman bernilai sempit.

2. Semua karakter yang diamati mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi. 3. Nomor – nomor harapan yang diseleksi pada penelitian ini berdasarkan

karakter jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman, yaitu nomor genotipe 7, 46, 72, 31, 62, 58, 23, 10, 13, 70, 74, dan 36.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap 12 nomor genotipe benih yang berhasil diseleksi dengan diuji ketahanan terhadap virus.


(2)

(3)

45

DAFTAR PUSTAKA

Allard, RW. 1992. Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. 336 hlm.

Anderson, W.P., Fitzner, M.S., Isleib, T.G., Wynne, J.C., and Philip, T.D. 1993.

Combining ability for large pod and seed traits in peanut. Peanut Science

20: 49-52.

Asadi., dan Dewi, Nurwita. 2010. Identifikasi sumber daya genetik kedelai tahan penyakit virus kerdil kedelai. Buletin Plasma Nutfah. 16 (2):. 107-112. Asadi., Soemartono., M, Woerjono., dan H, Jumanto. 2003. Kendali genetik

ketahanan kedelai terhadap penyakit virus kerdil (Soybean Stunt Virus).

Zuriat, 14.( 2.): 11 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2011. Data Produksi Tanaman Kedelai. Jakarta : Katalog BPS 521.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). 2011. “Varietas Unggul Kedelai”.

http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/?l=300&k=310&n=&t=&sv=. Diakses 19 November 2011.

Barmawi, M. 2007. Perakitan Galur Unggul Kedelai yang Tahan Terhadap Virus.

Http://digilib.unila.ac.id/go.php?id=lapunilapp-gdl-ress-2007-maimunbarm-822. Diakses pada tanggal 2 November 2011.

Crowder, L.V. 1981. Pemuliaan Tanaman Terjemahan Jurusan Budidaya

Pertanian. Fakuktas Pertanian. UGM. Yogyakarta. 400 hlm.

Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti.

UGM. Yogyakarta. 499 hlm.

Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2011. Kedelai.


(4)

Dunia Industri. 2011. Menyedihkan Indonesia Mengimpor Kedelai sampai dengan

7, 14 triliun. http://duniaindustri.com/agroindustri/604-

menyedihkan-indonesia-impor-kedelai-rp-714-triliun.html. Diakses tanggal 2 November 2011.

Fehr, W.R, 1987. Principles of Cultivar Development Vol. 1 Theory and

Technique. Macmillan Pub. Co. New York. 536 pp.

Fertani, E.Y. 2001. Uji ketahanan beberapa kultivar kedelai (Glycine max [L.] Merill) terhadap CPMMV dan pengaruhnya terhadap kehilangan hasil

kedelai. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 58 hlm.

Ginting, E., Antarlina, S.S., dan Widowati, S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk

bahan baku industri pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 28 (3) 2009. 9 hlm.

Institut Pertanian Bogor. 2011. Pembentukan keragaman genetik dan

pengujiannya.

http://pttipb.wordpress.com/category/04-pembentukan-keragaman-genetik-dan-pengujiannya/ Diakses tanggal 25 Oktober 2011 Kanisius, AA. 1989. Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 83 hlm.

Kasno, A., M, Dahlan., dan Hasnam. 1992. Pemuliaan Tanaman

Kacang-Kacangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Jawa Timur. 439

hlm.

Kholiq, M. 2008. Variabilitas dan heritabilitas frekuensi stomata serta kehijauan daun pada beberapa genotipe kedelai hasil persilangan Slamet dan

Thaichung. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 72 hlm.

Kirana, R., Setiamihardja, R., Hermiati, N., dan Permadi, A. H. 2005. Pewarisan karakter jumlah bunga tiap nodus hasil persilangan Capsicum annum L.

dengan Capsicum cinese. Zuriat 15(2):140-149.

Knight, R, 1979. Practical in Statistics and Quantitative Genetic. In R. Knight, (ed). A course manual in Plant Breeding, P.214-225. Australian Vice-Chancelors Cominttee. P. 214-225.

Lembaga Penelitian Tanah. 1979.Gambaran Umum Lampung.

http://www.investasilampung.web.id/in/selayang-pandang/gambaran-umum.html. Diakses tanggal 25 Desember 2011.

Mahendra, W. 2010. Pendugaan ragam, heritabilitas, dan kemajuan seleksi

kacang panjang (Vigna sinensis [L.]) populasi F2 keturunan persilangan

Testa Hitam x Bernas Super. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 53

hlm.


(5)

47 Mc. Whirter, K. S. 1979. Breeding of Cross Pollinated Crops. In R. Knight (ed)

Plant Breeding. A. A. U. C. S., Brisbane.

Media Indonesia. 2009. Manfaat kedelai bagi kesehatan.

http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/04/2 7/1106/3/Manfaat-Kedelai-bagi-Kesehatan. diakses pada tanggal 28-09-2011.

Metcalfe, D.S. and Elkins, D.M. 1980. Crop Production. MacMillan Publishing Company Inc. New York. 774 hlm.

Migroplus. 2011. Budidaya Kedelai.

http://migroplus.com/brosur/Budidaya%20kedelai.pdf diakses pada tanggal 4 Juni 2012.

Mursito, Djoko. 2003. Heritabilitas dan sidik lintas karakter fenotipik beberapa galur kedelai (Glicine max). Agrosains 6(2) : 58-63.

Poehlman, J.M. 1979. Breeding Field Crop. AVI publishing Company Inc. Wetsport. Connecticut. 483 hlm.

Poespodarsono. S. 1988. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. PAU Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hlm.

Pudrayani. 2005. Seleksi ketahanan beberapa varietas kedelai (Glycine max [L.] Merill) terhadap penyakit bantut kedelai yang disebabkan oleh soybean

stunt virus. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 72 hlm.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.

Universitas Padjajaran. Bandung. 159 hlm.

Rukmana, M.,dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta. 34 hlm.

Sari, LK. 2009. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kacang panjang

keturunan persilangan Testa Coklat Putih dan Hitam. Skripsi. Universitas

Lampung. Lampung. 65 hlm.

Suharsono, M. Jusuf, dan A.P. Paserang. 2006. Analisis ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai kultivar

Slamet dan Nokonsawon. Jurnal Tanaman Tropika. 9 (2): 86-93.

Suprapto, HS. 1991. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. 74 hlm. Suprapto., dan Kairudin, N, Md. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen,

dan kemajuan genetik kedelai (Glicyne max Merrill) pada ultisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 9 ( 2): 183 – 190.


(6)

Suwardi. 2002. Implikasi keragaman genetik, korelasi fenotipik dan genotipik

untuk perbaikan hasil sejumlah galur kedelai (Glicine max [L.] Meriil)

Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jawa Timur.

Ujianto, L., Idris, dan Yakop, U. 2003. Evaluasi ketahanan terhadap kekeringan 15 galur hasil seleksi kacang tanah varietas lokal bima. Jurnal Penelitian.

Universitas Mataram. 2 (3): 41-57 hlm.

Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada

biji kedelai. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjajatan.

Bandung. 152 hlm.

Wikipedia. 2011. Pemuliaan Tanaman.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemuliaan_tanaman diakses pada tanggal 28-09-2011.

Welsh, J. R. 1991. Dasar-Dasar Genetika Tanaman Dan Pemuliaan Tanaman.

Erlangga. Jakarta. 224 hlm.

Zen, S. 1995. Heritabilitas : Korelasi Genotipik dan Fenotipik Karakter Padi Gogo. Zuriat 6 (1): 25-32