POLA SEGREGASI KARAKTER KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (GLYCINE MAX[L.] MERRILL) TERHADAP INFEKSI SOBEAN MOSAIC VIRUS POPULASI F2 KETURUNAN TAICHUNG x TANGGAMUS

(1)

ABSTRAK

POLA SEGREGASI KARAKTER KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) TERHADAP INFEKSI SOYBEAN MOSAIC

VIRUS POPULASI F2 KETURUNAN TAICHUNG x TANGGAMUS

Oleh

Nidya Wanda

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) pola segregasi karakter ketahanan tanaman kedelai terhadap infeksi SMV dan berbagai karakter agronomi apakah mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya, (2) jumlah gen yang berperan dalam pewarisan sifat pada populasi F2 hasil persilangan Taichung x Tanggamus dan (3) mengetahui nomor harapan yang berdaya hasil tinggi serta tahan terhadap infeksi SMV. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014. Pengamatan dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas Lampung. Perbanyakan virus dilakukan di Kampung Baru, Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan tanpa ulangan dengan rancangan perlakuan tunggal terstruktur

bersarang. Data dianalisis dengan menggunakan uji khi-kuadrat untuk kesesuaian distribusi normal dan uji khi-kuadrat untuk menguji nisbah Mendel atau


(2)

modifikasinya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi karakter tinggi tanaman, bobot biji per tanaman kedelai generasi F2 hasil persilangan Taichung x Tanggamus menyebar normal, sedangkan distribusi

frekuensi karakter umur berbunga, umur panen, jumlah biji sehat per tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman dan keparahan penyakit tidak mengikuti sebaran normal. Estimasi jumlah gen yang mengendalikan karakter umur panen dikendalikan oleh dua gen yang bersifat epistasis resesif duplikat dengan nisbah 9:7, umur berbunga mengikuti nisbah 1:2:1 yang dikendalikan oleh satu gen yang bereaksi tidak sempurna, karakter jumlah biji sehat per tanaman mengikuti nisbah 3:1, bereaksi dominan sempurna dan karakter total polong per tanaman, jumlah cabang produktif serta keparahan penyakit mengikuti nisbah 13:3. Karakter tersebut dikendalikan oleh dua gen yang bereaksi epistasis dominan-resesif. Terdapat 21 nomor harapan yang tergolong tahan terhadap SMV dan memiliki daya hasil tinggi.


(3)

(4)

2

TAICHUNG x TANGGAMUS (Skripsi)

Oleh NIDYA WANDA

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar lampung, pada tanggal 4 Agustus 1992, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Wandri, A.S. dan Ibu Hj. Dra.

Asmurni Muluk.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Kartika II-6 Bandar Lampung pada tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) Kartika II-5 Bandar Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010, melalui jalur PKAB (Penelusuran

Kemampuan Akademik dan Bakat). Pada tahun 2012/2013 penulis aktif sebagai Duta Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Pada bulan Juli-Agustus 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum di BPTP KP. Natar, kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pada bulan Januari-Maret 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Toto Mulyo, Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur.


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan Menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Kupersembahkan hasil karya yang diiringi rasa syukur dan bangga ini kepada Ibu dan Ayah ku sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan hormat kepada kalian yang

kucintai karena Allah SWT.

Serta kakakku Fara Dina Miranda, adikku Lidya Novita yang senantiasa

menjadi warna dalam hidupku.

Keluargaku yang tercinta...

“AlmamaterTercinta”


(10)

You have your own path, be gratefull, keep believing and dont stop trying... After every difficulty theres a relief.

Al insyirah 5-6


(11)

SANWACANA

Alhamdulillahhirobbil’alaamiin segala puji bagi ALLAH SWT, Rabb yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Pola Segregasi Karakter Ketahanan Tanaman Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) Terhadap Infeksi Soybean Mosaic Virus Populasi F2 Keturunan Taichung x Tanggamus” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Penulis berharap, skripsi yang merupakan wujud dari kerja keras, dan do’a serta didukung dengan bantuan dan keterlibatan berbagai pihak ini akan bermanfaat dikemudian hari. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan perhatian, pemikiran, dan bimbingan yang sangat membangun selama penulis melakukan perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian skripsi..


(12)

tak terhingga saat membimbing dalam penelitian ini.

3. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat. M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Orang tua tercinta Ayah dan Ibu yang selalu memberikan doa, motivasi penuh dan memberikan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Teman-teman se-penelitian Nurrul Aslichah, Riza Aprianti, Tety Maryenti,

Cristian Raymon, Jefri Zulkarnain yang telah membantu dan terlibat dalam penelitian dan memberikan masukan dalam pembuatan skripsi ini.

7. Sahabat seperjuangan, Ameha, Viaz, Agung Ade, Rocky, Rubi, Intan Bellapama,Viany, Dian Saputra, Ajiew, Novrik, Mesa Suberta, Mbak eka, Debby, AGBers, terima kasih atas kebersamaan, keakraban, kebahagiaan dan duka yang selama ini selalu dilalui bersama.

8. Andhika PSP, Partner dan teman dalam melewati hari. Terimaksih untuk segala bantuan, masukan, kasih sayang, perhatian serta semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi masih belum sempurna karena kesempurnaan hanya milik ALLAH dan semoga ini dapat bermanfaat bagi semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Desember 2014


(13)

iv

iv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2.Tujuan Penelitian ... 6

1.3. Kerangka Pemikiran ... 7

1.4.Hipotesis……….. ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1.Sejarah Singkat Tanaman Kedelai ... 11

2.1.1.Klasifikasi Tanaman Kedelai ... 11

2.1.2.Morfologi Tanaman Kedelai ... 12

2.2.Soybean Mosaic Virus ... 13

2.2.1.Gejala Soybean Mosaic Virus.. ... 14

2.3. Ketahanan Tanaman Terhadap Penyakit ... 15

2.3.1.Ketahanan Horisontal . ... 15

2.3.2.Ketahanan Vertikal ... 16

2.4.Pola Pewarisan Karakter ... 16

2.5.Modifikasi Nisbah Mendel ... 17

2.5.1.Modifikasi Nisbah 3 :1 ... 17

2.5.2.Modifikasi Nisbah 9:3:3:1 ... 18

III. BAHAN DAN METODE ... 21

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2. Bahan dan Alat ... 21

3.3. Metode Penelitian ... 22

3.4. Analisis Data ... 22

3.4.1.Analisis segregasi karakter agronomi kedelai ... 22

3.4.2.Uji signifikasi berbagai nisbah generasi F2 ... 24

3.5.Pelaksanaan Penelitian ... 26

3.5.1.Pembuatan larutan bufer fosfat... 26


(14)

v

3.5.3. Persiapan Lahan ... 27

3.5.4. Penanaman ... 28

3.5.5. Pemupukan ... 28

3.5.6. Inokulasi SMV di Lapangan ... 28

3.5.7. Pelabelan ... 28

3.5.8. Perawatan dan Pemeliharaan Tanaman ... 29

3.5.9. Pemanenan ... 29

3.5.10.Pengamatan ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1.Hasil Penelitian ... 32

4.2.Pembahasan ... 45

V. KESIMPULAN ... 49

5.1.Kesimpulan ... 49

5.2.Saran ... 50

PUSTAKA ACUAN ... 51


(15)

i

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter tinggi Tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan Taichung

x Tanggamus. ... 32 2. Analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter

Bobot biji per tanaman kedelai populasi F2 hasil

persilangan Taichung x Tanggamus. ... 33 3. Nilai uji sampingan kemenjuluran grafik sebaran normal

Populasi F hasil persilangan Taichung x Tanggamus. ... 34 4. Analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter

umur panen kedelai populasi F2 hasil persilangan Taichung

x Tanggamus. ... 35 5. Analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter umur

Berbunga tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan

Taichung x Tanggamus. ... 36 6. Analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter jumlah

polong per tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan

Taichung x Tanggamus. ... 36 7. Analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter jumlah

cabang produktif kedelai populasi F2 hasil persilangan Taichung

x Tanggamus. ... 37 8. Analisis segregasi kesesuian distribusi normal karakter jumlah

biji sehat per tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan

Taichung x Tanggamus. ... 37 9. Analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter

Keparahan penyakit akibat infeksi SMV pada tanaman kedelai


(16)

10. Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter umur panen tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan Taichung x

Tanggamus. ... 39 11. Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter umur berbunga

tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan Taichung x

Tanggamus. ... 40 12. Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter total polong per

tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan Taichung x

Tanggamus. ... 41 13. Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter keparahan penyakit

akibat infeksi SMV pada tanaman kedelai populasi F2 hasil

persilangan Taichung x Tanggamus. ... 41 14. Uji khi-kuadrat nisbah pol segregasi karakter jumlah cabang

produktif tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan

Taichung x Tanggamus. ... 42 15. Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter jumlah biji sehat

pada tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan Taichung

x Tanggamus. ... 43 16. Beberapa genotipe unggul populasi F2 hasil persilangan Taichung

x Tanggamus berdasarkan keparahan penyakit dan hasil Per


(17)

1

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik kesesuaian distribusi normal karakter tinggi tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan Taichung x

Tanggamus ... ... 33 2. GrafIk kesesuaian distribusi normal karakter bobot biji per

tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan Taichung x

Tanggamus. ... 34 3. Tata letak benih F2 hasil keturunan Taichung x Tanggamus ... . 41


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Kedelai ( Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditi bahan pangan yang mengandung protein nabati yang tinggi. Kedelai banyak digunakan

masyarakat sebagai bahan baku pembuatan tahu, kecap, susu kedelai, tempe dan tauco. Seiring bertambahnya penduduk semakin bertambah pula permintaan kedelai. Akan tetapi hal ini tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas kedelai dalam negeri. Menurut BPS (2013), produktivitas kedelai di Indonesia sebesar 14, 82 ku/ha.

Untuk menutupi produktivitas kedelai yang rendah dan memenuhi permintaan kedelai yang semakin meningkat pemerintah melakukan impor. Konsumsi kedelai Indonesia sendiri tercatat sebesar 2, 8 juta ton/ tahun ( FAO, 2013). Dalam kurun waktu Januari 2013, pemerintah telah melakukan impor kedelai sebesar US$ 34 juta atau setara dengan 54 ribu ton kedelai. Sumber impor kedelai terbesar Indonesia berasal dari Amerika Serikat (BPS, 2013).

Harga kedelai dunia yang semakin meningkat juga berimbas kepada

meningkatnya harga kedelai dalam negeri. Produktivitas kedelai di Indonesia masih rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang


(19)

2

dapat mengurangi produktivitas kedelai adalah penyakit mosaik kedelai yang disebabkan oleh virus. Dari beberapa virus yang menyerang tanaman kedelai salah satu yang terpenting adalah soybean mosaik virus (SMV). Menurut Jamil (2013), SMV dapat mengurangi produksi kedelai cukup besar. Pengurangan produksi bisa mencapai 90% apabila kedelai terserang dari awal penanaman. Asadi (2003) menyatakan bahwa SMV merupakan virus paling penting kedua setelah soybean stunt virus (SSV). Menurut Andayanie ( 2012) infeksi SMV dapat menurunkan produktivitas kedelai 25,48 93,84%.

Infeksi virus secara umum akan mengurangi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman inang. Banyak penelitian membuktikan bahwa infeksi virus menurunkan pertumbuhan tanaman, hasil, dan komponen hasil tanaman. Apabila tanaman terserang virus dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman yang ditunjukkan oleh gejala tanaman menjadi kerdil. Tiga mekanisme fisiologis yang dapat menimbulkan penghambatan pertumbuhan tanaman apabila tanaman terserang virus, yaitu (1) perubahan aktivitas hormon pertumbuhan tanaman, (2) berkurangnya hasil fotosintesis yang dapat dimanfaatkan tanaman, dan (3) berkurangnya

kemampuan tanaman dalam pengambilan nutrisi (Akin, 2006).

Virus dapat berpindah dari sel-sel sekitarnya (antarsel) melalui plasmodesmata, sedangkan perpindahan jarak jauh melalui sistem pengangkut. Virus dapat

menyebabkan penyakit pada tanaman dengan tiga cara yaitu (1) penggunaan hasil metabolisme tanaman untuk sintesis virus, (2) penumpukan virion atau bagian dari virus, (3) dampak dari polipeptida tak-struktur khas yang disandikan oleh gen virus (Akin, 2006).


(20)

Infeksi virus yang terjadi dalam sel akan mempengaruhi sintesis protein dan asam nukleat tanaman. Infeksi virus juga akan mempengaruhi jumlah dan bentuk sel serta organel, seperti mitokondria dan kloroplas. Gangguan fisiologis tanaman

mengakibatkan tanaman inang menunjukkan gejala di seluruh bagian tanaman seperti tanaman menjadi bantut, perubahan warna daun, ukuran dan bentuk buah yang dihasilkan (Akin, 2006).

Salah satu cara menanggulangi masalah ini dengan menggunakan varietas yang tahan terhadap infeksi SMV. Untuk menghasilkan varietas yang tahan dan memiliki daya hasil tinggi didapat melalui program pemuliaan tanaman. Teknik pemuliaan tanaman secara konvensional dapat digunakan jika gen ketahanannya ada dalam plasma nutfah atau dengan memakai pendekatan rekayasa genetika jika gen ketahanannya tidak ditemukan dalam populasi kedelai (Huda, 2006).

Tanaman yang tahan terhadap virus adalah tanaman yang mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus di dalam tanaman atau perkembangan gejala. Ketahanan ini dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus dalam sel tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel yang lain. Mekanisme ketahanan dalam tanaman dapat berupa penghambatan dalam penyebaran virus dari: (1) sel yang terinfeksi ke sel sekitarnya (penyebaran antarsel), ( 2) sel parenkima ke jaringan pengangkut ke sel parenkima daun baru (penyebaran antar-organ tanaman) (Akin, 2006, Millah, 2007).

Aksi dan interaksi gen yang berbeda akan membuat pola segregasi berbeda (Murti dkk. , 2004). Menurut Baihaki (2000) dan Mahendra (2010), populasi tanaman generasi F2 merupakan populasi yang bersegregasi,.persentase heterozigotnya


(21)

4

adalah 50% dan homozigot masing – masing 25%. Menurut Christiana (1996) tingkat segregasi dan rekombinan yang luas pada generasi F2 ini tergambar melalui sebaran frekuensi genotipenya. Sebaran frekuensi tersebut dapat digunakan sebagai penduga pola pewarisan sifat dan jumlah gen yang terlibat dalam pengendalian suatu sifat. Segregasi maksimun yang terjadi pada generasi F2 menyebabkan keragaman genetik dan fenotipe sangat luas, sehingga terdapat peluang untuk memperoleh nomor-nomor harapan yang tahan terhadap infeksi SMV dan berdaya hasil tinggi.

Karakter agronomi suatu tanaman dikelompokkan menjadi dua yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif merupakan karakter yang dikontrol oleh satu sampai dua gen. Pola segregasi pada karakter ini mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya. Karakter kuantitatif merupakan karakter yang dikendalikan oleh banyak gen yang pola segregasinya tidak mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya (Fehr, 1987).

Pada penelitian ini dilakukan pendugaan terhadap sebaran frekuensi dan sebaran frekuensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menduga pola pewarisan sifat, di antaranya adalah pola segregasi karakter ketahanan dan berbagai karakter agronomi famili F2 hasil persilangan antara Taichung dan Tanggamus.

Tanggamus mempunyai daya hasil yang tinggi, namun rentan terhadap penyakit virus mosaik kedelai, sedangkanTaichung berdasarkan penelitian sebelumnya termasuk ke dalam kategori tahan terhadap virus mosaik kedelai dan berdaya hasil rendah.


(22)

Pengetahuan mengenai pola segregasi gen ketahanan terhadap infeksi SMV dan berbagai karakter agronomi sangat penting dalam menentukan strategi pemuliaan tanaman untuk pencapaian tujuan pemuliaan itu sendiri dan merupakan hal penting untuk diketahui dalam rangka pengembangan kultivar melalui persilangan. Hal tersebut disebabkan oleh karakter-karakter agronomi dikendalikan secara genetik dan diwariskan kepada keturunannya. Menurut Pranajaya (2006), karakter ketahanan suatu tanaman memiliki hubungan genetik dengan hasil tanaman, sehingga seleksi ketahanan secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil tanaman. Dengan pendugaan pewarisaan karakter pada tanaman kedelai generasi F2 hasil persilangan Taichung x Tanggamus akan dapat memberikan gambaran tentang sebaran frekuensi dan banyaknya gen yang terlibat dalam menampilkan suatu karakter.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pola segregasi karakter ketahanan dan berbagai karakter agronomi lainnya sebagai dasar seleksi dan penetapan metode pemuliaan suatu tanaman yang mungkin diterapkan dalam menangani generasi berikutnya. Tujuannya untuk mendapatkan nomor-nomor harapan kedelai yang baik dan tahan terhadap SMV dan memiliki daya hasil tinggi.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan yang dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah pola segregasi karakter ketahanan kedelai terhadap infeksi SMV dan berbagai karakter agronomi hasil persilangan Taichung x Tanggamus sejalan dengan nisbah Mendel atau modifikasinya?


(23)

6

2. Apakah sebaran frekuensi karakter ketahanan kedelai terhadap SMV dan berbagai karakter agronomi termasuk ke dalam kategori karakter kualitatif atau kuantitatif?

3. Apakah terdapat nomor-nomor harapan F2 yang memiliki karakter ketahanan dan berdaya hasil tinggi?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah,tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengestimasi pola segregasi karakter ketahanan kedelai terhadap infeksi SMV dan berbagai karakter agronomi hasil persilangan Taichung x Tanggamus, sejalan dengan nisbah Mendel atau modifikasinya.

2. Untuk mengestimasi sebaran frekuensi karakter ketahanan kedelai

terhadap infeksi SMV dan berbagai karakter agronomi termasuk ke dalam kategori karakter kualitatif atau kuantitatif.

3. Untuk mengetahui nomor-nomor harapan F2 yang memiliki karakter ketahanan dan berdaya hasil tinggi.


(24)

1.3Kerangka Pemikiran

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut :

Salah satu faktor yang menyebabkan produksi kedelai rendah adalah akibat serangan SMV. Soybean mosaic virus menyerang tanaman kedelai dengan cara melumpuhkan atau memalfungsikan metabolisme sehingga proses pertumbuhan terganggu dan mengakibatkan penurunan produksi.

Cara untuk menanggulangi masalah ini adalah dengan menggunakan varietas yang memiliki ketahanan terhadap infeksi SMV. Varietas ini bisa didapat dengan cara menyilangkan varietas yang tahan dan berdaya hasil tinggi. Tujuannya untuk menggabungkan sifat-sifat baik dari tetua yang disilangkan dan meningkatkan keragaman genetik di dalam populasi yang bersangkutan.

Sepuluh kombinasi F1 hibrida telah diuji tingkat ketahanannya terhadap SMV serta berbagai karakter agronominya oleh Putri (2013) dan Jamil (2013). Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa besaran nilai duga hertiabilitas dalam arti sempit untuk karakter keparahan penyakit, umur panen, dan jumlah biji sehat per tanaman termasuk ke dalam kriteria sedang dan jumlah polong bernas per tanaman termasuk ke dalam kriteria tinggi ( Putri, 2013).

Parameter genetik lain yang diestimasi adalah heterosis untuk karakter ketahanan terhadap SMV dan berbagai karakter agronomi. Heterosis dan heterobeltiosis karakter keparahan penyakit termasuk ke dalam kriteria tinggi. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan ketahanan terhadap SMV yang


(25)

8

melebihi rata-rata tetua dan tetua terbaiknya. Demikian pula, untuk berbagai karakter agronomi menunjukkan peningkatan yang serupa. Oleh karena itu, dari hasil penelitian tersebut dipilih kombinasi persilangan Tanggamus x Taichung populasi F1, nomor harapan 5 (benih F2) yang memiliki potensi hasil per tanaman yang cukup tinggi dan persentase keparahan penyakit sebesar 25% (Jamil, 2013).

Generasi F2 merupakan generasi yang memiliki tingkat segregasi yang paling tinggi. Keragaman pada populasi F2 bergantung pada banyaknya alel yang

terbentuk. Jumlah alel tersebut ditentukan dengan rumus 4n , n adalah banyaknya gen. Pada generasi ini terjadi segregasi secara bebas, semakin banyak gen yang mengendalikan, semakin banyak kombinasi alel dan akan semakin besar

keragaman pada generasi F2 ( Belanger dkk., 2003; Ujianto dkk., 2011).

Dengan pendugaan pewarisan karakter pada tanaman kedelai generasi F2 hasil persilangan Taichung x Tanggamus akan dapat memberi gambaran tentang sebaran frekuensi dan jumlah gen yang terlibat dalam pengendalian suatu sifat. Tingkat segregasi dan rekombinan yang luas pada generasi F2 ini tergambar melalui sebaran frekuensi genotipenya. Sebaran frekuensi tersebut dapat

digunakan sebagai penduga pola pewarisan sifat (pola segregasi) dan jumlah gen yang terlibat dalam pengendalian suatu sifat ( Christiana, 1996). Apabila sebaran frekuensi suatu karakter membentuk kurva yang kontinu maka karakter tersebut dikendalikan oleh banyak gen dan termasuk ke dalam kategori kuantitatif. Apabila tidak membentuk kurva normal maka karakter tersebut dikontrol oleh satu atau dua gen dan termasuk kategori kualitatif.


(26)

Hasil penelitian Wulandari (2013) pada populasi kedelai generasi F3 menunjukkan bahwa bobot biji per tanaman, umur berbunga dan umur panen termasuk kedalam karakter kualitatif. Hasil penelitian Barmawi (2007) menunjukan bahwa karakter keparahan penyakit pada persilangan Wilis x Malang 2521 terhadap CPMMV merupakan karakter kualitatif. Karakter ini mengikuti nisbah Mendel dan modifikasinya ( Fehr, 1987). Penelitian Barmawi dkk (2009) , menunjukkan bahwa karakter ketahanan tanaman kedelai terhadap SSV mengikuti nisbah Mendel yaitu 1 :2:1 yang dikendalikan oleh satu gen yang bersifat dominan tidak sempurna.

Diharapkan generasi F2 hasil persilangan Taichung x Tanggamus menunjukkan pula keragaman yang besar untuk karakter ketahanan maupun berbagai karakter agronomi, sehingga diharapkan genotipe yang memiliki gen ketahanan terhadap infeksi SMV serta memiliki daya hasil tinggi.


(27)

10

1.4Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas maka dapat di simpulkan hipotesis sebagai berikut

1. Pola segregasi karakter ketahanan kedelai terhadap infeksi SMV dan karakter agronomi hasil persilangan Taichung x Tanggamus sejalan dengan nisbah Mendel atau modifikasinya.

2. Sebaran karakter ketahanan kedelai terhadap SMV termasuk ke dalam kategori kualitatif dan beberapa karakter agronomi diatur secara kuantitatif dan kualitatif.

3. Terdapat nomor-nomor harapan F2 yang memiliki karakter ketahanan terhadap SMV dan berproduksi tinggi.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Singkat Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai

(Glycine max (L) Merril) yang kita kenal sekarang berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, kedelai dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria, Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika (Prihatman, 2000).

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kedelai

Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut :


(29)

12

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Glycine

Spesies :Glycine max (L.) Merrill

2.1.2 Morfologi Tanaman kedelai

Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar. Bintil akar pertama terlihat 10 hari setelah tanam. Panjang akar tunggang ditentukan oleh berbagai faktor, seperti kekerasan tanah, populasi tanaman, varietas, dan sebagainya. Akar tunggang dapat mencapai kedalaman 200 cm, namun pada pertanaman tunggal dapat mencapai 250 cm. Kedelai yang tergolong tanaman leguminosa dicirikan oleh kemampuannya untuk membentuk bintil akar, yang salah satunya adalah oleh Rhizobium japonicum, yang mampu menambat nitrogen dan bermanfaat bagi tanaman. Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak.

Pola percabangan akar dipengaruhi oleh varietas dan lingkungan, seperti panjang hari, jarak tanam, dan kesuburan tanah. Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu (1) kotiledon atau daun biji, (2) dua helai daun primer sederhana, (3) daun bertiga, dan (4) profila. Daun primer berbentuk oval dengan tangkai daun sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama diatas kotiledon. Bentuk daun kedelai


(30)

adalah lancip, bulat dan lonjong serta terdapat perpaduan bentuk daun misalnya antara lonjong dan lancip. Sebagian besar bentuk daun kedelai di Indonesia adalah berbentuk lonjong (Adie dan Krisnawati 2007).

Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang bersifat kleistogami. Periode perkembangan vegetatif bervariasi tergantung pada varietas dan keadaan lingkungan, termasuk panjang hari dan suhu. Ada dua tipe pertumbuhan batang dan permulaan pembungaan pada kedelai. Tipe pertama adalah indeterminit, yaitu tunas terminal melanjutkan fase vegetatif selama pertumbuhan. Tipe kedua adalah determinit yaitua pertumbuhan vegetatif tunas terminal terhenti ketika terjadi pembungaan. Proses pemasakan kedelai dikendalikan oleh fotoperiodisitas (panjang hari) dan suhu. Kedelai diklasifikasikan sebagai tanaman hari pendek sebab hari yang pendek akan menginisiasi pembungaan. Suhu hangat dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan kedelai dan sebaliknya, suhu yang lebih dingin akan menghambat dua proses tersebut (Adie dan Krisnawati 2007).

2. Soybean Mosaic Virus

Menurut Sudjono dkk., (1993) yang dikutip oleh Mulia (2008), soybean mosaic virus termasuk genus Potyvirus berbentuk batang lentur, rata – rata berukuran 750 nm dan lebar rata-rata 15 – 18 nm. Virion yang paling infektif berukuran panjang lebih dari 656 nm. Infektifitas menurun bila terkena sinar ultraviolet atau berada dalam larutan sangat asam (pH < 4) atau sangat basa (pH > 9). Pada suhu 26 °C translokasi dan replikasi virus terjadi dengan cepat, tetapi pada suhu di bawah 10°C translokasi virus terhenti.


(31)

14

Stabilitas SMV dalam cairan perasan anatara lain suhu inaktivasi antara 55 °C – 60 °C (selama 10 menit). Titik batas pengenceran 1 : 1000 sampai 100.000 dan ketahananya dalam penyimpanannya bekisar dua atau tiga hari pada suhu kamar (Bos (1994), dikutip oleh Mulia, 2008).

Menurut Matthews (1992) dikutip oleh Mulia (2008), Genom SMV terdiri atas RNA utas tunggal berukuran sekitar 10 kb dan poli-A pada ujung tiganya. Tidak diperoleh subgenom RNA pada jaringan tanaman terinfeksi. Genom SMV menyandikan delapan protein yang pada awalnya merupakan satu protein besar yang kemudian mengalami pemotongan (Posttranslationally processed) menjadi protein virus.

2.2.1 Gejala Penyakit Mosaik Kedelai

Seperti halnya dengan kebanyakan virus, gejala penyakit soybean mosaic virus bervariasi tergantung dari kerentanan tanaman. Mula-mula tulang daun pada anak daun yang masih muda menjadi kuning jernih. Setelah itu daun menjadi tidak rata (berkerut) dan mempunyai gambaran mosaik dengan warna hijau gelap di

sepanjang tulang daunnya. Tepi daun sering mengalami klorosis (Semangun, 1992).

Pada beberapa varietas kedelai terjadi gejala nekrotik disertai dengan tulang daun menjadi coklat, daun menguning, tanaman menjadi kerdil, batang dan tangkai daun menjadi berwarna coklat, tunas-tunas penuh bercak, daun cepat rontok dan akhirnya tanaman mati. Tanaman yang sakit membentuk polong kecil, rata,


(32)

kurang berbulu dan lebih melengkung. Selain itu akar tanaman sakit membentuk bintil akar lebih sedikit dan lebih kecil (Semangun, 1992).

2.3 Ketahanan Tanaman Terhadap Penyakit

2.3.1 Ketahanan Horisontal

Ketahanan yang dimiliki tanaman secara alamiah itu bersifat poligenik, yaitu dikendalikan oleh sejumlah gen. Tanaman yang memiliki ketahanan yang dikendalikan oleh sejumlah gen disebut juga tanaman yang memiliki ketahanan horisontal, ketahanan lapangan, atau ketahanan umum.

Sifat ketahanan horisontal yaitu sebagai berikut (Nyoman Oka, 1993):

1) Ketahananan yang dikendalikan oleh sejumlah gen; 2) Reaksinya tidak diferensial;

3) Tahan terhadap semua ras dari satu spesies patogen, terhadap spesies patogen berbeda, atau genus;

4) Gen-gen tahan tidak dapat diidentifikasi; 5) Pewarisanya tidak mengikuti nisbah Mendel; 6) Ketahanannya relatif mantap.


(33)

16

2.3.2 Ketahanan Vertikal

Ketahanan vertikal disebut juga ketahanan spesifik. Ketahanannya benar-benar menghadapi gen virulen dari patogen itu. Jadi interaksinya adalah gen tahan tanaman melawan gen virulen patogen.

Sifat – sifat ketahanan verikal adalah sebagai berikut (Nyoman Oka, 1993):

1) Ketahannya dikendalikan oleh satu gen utama (mayor); 2) Reaksinya diferensial;

3) Tahan terhadap satu ras dari suatu spesies patogen, 4) Mengikuti nisbah Mendel;

5) Gennya dapat diidentifikasi;

6) Ketahanannya tidak mantap dalam menghadapi patogen yang bersifat mutabilitas tinggi .

2.4 Pola Pewarisan Karakter

Pada pewarisan suatu karakter, diperlukan analisis segregasi dari populasi yang bersegregasi. Dengan demikian, analisis statistik dan analisis genetik yang digunakan untuk melacak gen-gen pengendali karakter tersebut dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan/asumsi : (1) tidak ada efek lingkungan, (2) tidak ada efek dominansi antaralel, (3) tidak ada efek epistasis, (4) gen memberikan efek yang sama dan bersifat aditif untuk semua lokus, (5) tidak ada pautan gen, dan (6) tetua dalam keadaan homozigositas lengkap, dan tanaman F1 dalam keadaan heterozigositas lengkap (Burns,1976 dan Poehlman,1979).


(34)

Hukum Mendel merupakan dasar untuk mengetahui pola segregasi atau pola pewarisan sifat tetua ke keturunannya. Mekanisme pemindahan gen dari generasi ke generasi mengikuti pola yang teratur dan berulang meliputi (1) segregasi yaitu pemisahan pasangan alel ke dalam gamet-gamet yang berbeda dan diwariskan secara acak; dan (2) pemisahan dan pengelompokan secara bebas dari pasangan alel yang berbeda yang sedang bersegregasi (Gadner, 1991 yang dikutip oleh Fatrisia, 2007).

Menurut (Strickberger, 1976), pada karakter–karakter yang dikendalikan oleh gen mayor, peran ragam lingkungan relatif kecil dibandingkan dengan peranan ragam gen–gen minor. Hal ini disebabkan gen mayor umumnya tidak banyak gen dan peranan faktor lingkungan relatif kecil. Oleh karena itu, ragam fenotipe yang ditampilkan dalam populasi bersegregasi sebagian besar merupakan ragam genetik, bersifat diskontinu dan sebagai akibat adanya efek dominan.

2.5 Modifikasi Nisbah Mendel

Modifikasi nisbah Mendel secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1.

2.5.1 Modifikasi Nisbah 3 : 1

Terdapat dua macam modifikasi nisbah 3 : 1 yang masing-masing menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada generasi F2.


(35)

18

1. Semi dominansi

Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu alel dominan tidak menutupi pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat antara (intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki fenotipe yang berbeda dengan fenotipe individu homozigot dominan.

2. Kodominansi

Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan nisbah fenotipe 1 : 2 : 1 pada generasi F2. Bedanya, kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel. Dengan perkataan lain, kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi.

2.5.2 Modifikasi Nisbah 9 : 3 : 3 : 1

Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa yang dinamakan epistasis, yaitu penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam hal ini suatu gen bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya.

Ada beberapa macam epistasis, masing-masing menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada generasi F2.


(36)

1. Epistasis resesif

Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9:3:4.

2. Epistasis dominan

Epistasi dominan atau lebih dikenal dengan istilah kriptomeri adalah peristiwa pembastaran, yaitu adanya suatu faktor dominan tersembunyi oleh suatu faktor dominan lainnya dan sifat tersebut baru akan tampak bila tidak bersama-sama dengan faktor penutup itu. Pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 12:3:1.

3. Epistasis resesif ganda

Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif ganda. Pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9:7.

4. Epistasis dominan ganda

Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 15:1.


(37)

20

5. Epistasis domian-resesif

Epistasis dominan resesif adalah penyimpangan semu yang terjadi karena terdapat dua gen dominan yang jika bersama-sama pengaruhnya akan menghambat pengaruh salah satu gen dominan tersebut. Pada generasi F2 akan

diperoleh nisbah fenotipe 13:3.

6. Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif

Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif terjadi jika kondisi dominan (baik homozigot ataupun heterozigot) pada salah satu lokus (tapi bukan keduanya) menghasilkan fenotipe sama. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9:6:1 pada generasi F2.


(38)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014, sedangkan perbanyakan virus dilakukan di Kampung Baru, Bandar Lampung. Pengamatan kemudian dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alkohol 70%, zeolit, air, Furadan 3g, fungisida berbahan aktif mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif delhtametrin 25 g/l aquades, buffer fosfat, Urea 50 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha dan pupuk organik (kompos) 10 g/tanaman dan pupuk kandang 10 ton/ha. Benih yang digunakan yaitu 100 benih tanaman dari 1 populasi F2 hasil persilangan Tanggamus x Taichung dengan nomor genotipe 5, hasil pemuliaan Ria Putri dan Risa Jamil dan 20 tetua kedelai yang terdiri atas Varietas

Tanggamus dan Taichung. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mortal, alu, hand sprayer, mistar, gunting, sungkup, cangkul, sabit, koret, golok, knapsack sprayer, polybag, cotton bud, botol aqua, gelas ukur, timbangan analitik, sabit, jaring, bambu, gembor, kantung, dan tali rafia


(39)

22

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji hipotesis maka rancangan perlakuan yang digunakan yaitu rancangan perlakuan tunggal tidak terstruktur. Dalam penelitian ini seluruh tanaman yang diuji diamati. Perlakuan ditata dalam rancangan percobaan tanpa ulangan.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis segregasi karakter agronomi tanaman kedelai

Karakter agronomi setiap tanaman dari populasi F2 dikelompokkan ke dalam fenotipe/kelas tertentu dan jumlahnya dihitung. Uji yang digunakan dalam analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter agronomi tanaman kedelai dari populasi F2 yaitu uji khi-kuadrat.

Uji khi-kuadrat digunakan untuk menguji kesesuaian antara nilai pengamatan dan nilai harapan (Gomez dan Gomez, 1984) yang dinyatakan sebagai berikut.

1. Banyaknya data pengamatan (n) dinyatakan ke dalam tabel frekuensi. Kemudian ditentukan wilayah data sebagai perbedaan antara pengamatan terbesar dan terkecil, dan wilayah tersebut dibagi ke dalam kelas (p). Untuk setiap kelas, ditentukan nilai kelas (titik tengah wilayah kelas) dengan membuat rata-rata dari nilai batas terendah dan tertinggi

2. Dari tabel frekuensi yang telah dibuat, dihitung rataan (

X

) dan ragam (s2) sebagai berikut:


(40)

  

   p i i p i i i f X f X 1 1

 

 

  

                      

    p i p i i p i i i i i p i i f X f X f f s 1 1 2 1 2 1 2 1 1

Keterangan : Xi = nilai kelas ke-i fi = frekuensi kelas ke-i p = banyaknya kelas

3. Frekuensi harapan dari setiap kelas dihitung berdasarkan hipotesis sebaran peluangnya.

- Untuk setiap kelas, dihitung nilai Z baku, satu untuk batas terendah (Zl) dan lainnya batas tertinggi (Zh)

s X L

Zll  dan

s X L Zhh  Keterangan : Li = batas kelas terendah; Lh = batas kelas tertinggi

-Peluang setiap selang kelas ditentukan berdasarkan hipotesis sebaran peluang sebagai berikut:

Z

l

X

Z

h

P

P

Z

l

X

Z

h

P

P

menunjukkan peluang bahwa X berada di antara Zl dan Zh


(41)

24

- Frekuensi harapan untuk kelas ke-i (Fi) dihitung sebagai hasil kali peluang kelas ke-i (Pi) yang ditentukan pada langkah sebelumnya dan banyaknya pengamatan (n):

)

)(

(

i

i

n

P

F

4. Rumus x2-hitung sebagai berikut:

i p i i i F F f x

   1 2 2

Keterangan : fi = frekuensi pengamatan

Fi = frekuensi harapan bagi kelas ke-i

5. Nilai hitung x2 dibandingkan dengan nilai tabelx2 dengan derajat

kebebasan (p-3), dan hipotesis sebaran peluang ditolak apabila nilai hitung x2 melebihi nilai tabelx2 pada taraf nyata 0,01.

Hipotesis pertama (H0) menduga bahwa uji kesesuaian distribusi normal karakter agronomi tanaman kedelai dan gen ketahanan terhadap SMV generasi F2 hasil persilangan Tanggamus x Taichung berdistribusi normal sesuai dengan nisbah Mendel atau modifikasinya; dengan demikian H0 diterima bila X2hitung<X2tabel. Sebaliknya, H0 ditolak jika X2hitung>X2tabel

3.4.2 Uji signifikasi untuk berbagai nisbah teoretis generasi F2

Kesesuaian pola segregasi dari masing-masing karakter dengan tipe segregasi yang diharapkan diuji dengan 2 untuk goodness of fit.


(42)

a. Dua kelas

b. Lebih dari dua kelas

Keterangan:

Oj = nilai pengamatan dalam kelas ke-j Ej = nilai harapan dalam kelas ke-j j = 1, 2, 3, … c

Pewarisan gen yang mengendalikan karakter yang memiliki nisbah kesesuaian antara nilai pengamatan dan harapan, dianggap sebagai jumlah gen yang mengendalikan karakter yang diamati.

Misalkan gen pengendali bersifat sederhana, maka populasi F2 akan dicocokkan terhadap beberapa nisbah, tergantung dari bentuk grafik yang diperoleh (Snyder dan David, 1957 dikutip oleh Barmawi, 1998), sebagai berikut:

1. Jika grafik penyebaran populasi F2 menunjukkan dua puncak, kemungkinan nisbah yang terjadi adalah 3:1 (satu gen dominan penuh), 9:7 (dua gen epistastis resesif duplikat), 13:3 (dua gen epistasis dominan resesif), atau 15:1 (dua gen dominan duplikat).

2. Jika grafik penyebaran populasi F2 menunjukkan tiga puncak, kemungkinan nisbah yang terjadi adalah 1:2:1 (satu gen dominan tidak sempurna), 9:3:4


(43)

26

(dua gen epistasis resesif), 9:6:1 (dua gen duplikat dengan efek kumulatif) dan 12:3:1 (dua gen epistasis dominan).

3. Jika grafik penyebaran populasi F2 menunjukkan lebih dari tiga puncak, kemungkinan nisbah yang terjadi adalah 9:3:3:1 (dua gen dominan penuh) atau 6:3:3:4 (satu pasang gen dominan sempurna dan satu pasang gen dominan sebagian) ;apabila salah satu pasang gen homozigos resesif, pasangan gen yang satu akan epistasis terhadap gen lainnya, sedangkan bila kedua gen homozigos resesif, pasangan gen yang kedua epistasis terhadap pasangan gen yang pertama.

4. Jika grafik penyebaran populasi F2 menunjukkan satu puncak dan distribusinya menyebar normal, karena itu karakter ditelaah dikendalikan oleh banyak gen. Uji normalitas mengguanakan uji Khi-kuadrat (Gomez dan Gomez, 1984).

3.5. Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Pembuatan larutan bufer fosfat

Bahan pembuatan larutan bufer fosfat terdiri atas KH2PO4 (larutan A: 1,36 g), Na2HPO4 . 2H2O (larutan B: 1,78 g) dan akuades sebanyak dua liter. Alat yang digunakan adalah timbangan elektrik, dua buah gelas ukur berukuran berukuran 1000 ml dan satu buah berukuran 500 ml, pengaduk, dan botol berukuran 2 liter. Pembuatan bufer fosfat dapat dilakukan dengan menimbang 1,36 g KH2PO4 dan 1,78 g Na2HPO4 . 2H2O. Untuk pembuatan larutan A, 1,36 g KH2PO4 yang telah ditimbang dilarutkan ke dalam satu liter akuades. Pembuatan larutan B


(44)

satu liter akuades pula. Satu liter bufer fosfat diperoleh dengan cara

mencampurkan 510 ml larutan A dan 490 ml larutan B, kemudian dimasukkan ke dalam botol yang telah disediakan dan ditutup rapat.

3.5.2.Perbanyakan Inokulum soybean mosaic virus (SMV)

Benih kedelai yang digunakan untuk perbanyakan SMV yaitu benih varietas Orba karena merupakan benih yang rentan terhadap virus. Kegiatan pertama yang dilakukan untuk perbanyakan inokulum SMV yaitu pembuatan sap/ekstrak daun. Sap dibuat dengan cara menggerus daun kedelai yang telah terinfeksi sebanyak 5g dengan menggunakan mortal dan alu yang diencerkan dengan buffer fosfat pH 7 sebanyak 50 ml. Inokulasi secara mekanik dilakukan sesuai dengan prosedur Akin (2006). Setelah daun berjumlah lebih dari 4 helai atau berumur ˃ 10 hari. Caranya yaitu sap (ekstrak daun) dioleskan pada permukaan daun tanaman yang mengalami luka mikro (sublethal wounding or abrasi) atau daun yang telah ditaburi zeolit. Setelah sap dioleskan, dilakukan pencucian menggunakan aquades dengan cara disemprot menggunakan hand sprayer.

3.5.3.Persiapan Lahan

Lahan diolah dengan menggunakan cangkul untuk memperbaiki sifat fisik tanah dan untuk membersihkan gulma. Kemudian tanah tersebut dicampur pupuk kandang secara merata untuk meningkatkan kesuburan tanah.


(45)

28

3.5.4 Penanaman

Pada penelitian ini ditanam 100 benih F2 hasil persilangan Tanggamus x Taichung dengan genotipe nomor 5. Penelitian ini dilakukan dengan menanam benih pada petak percobaan berukuran 3m x 4m. Tanaman tersebut ditanam dengan jarak tanaman 20cm x 50cm. Jarak antarbaris 50 cm dan jarak tanaman dalam baris 20 cm. Pada setiap baris ditanam 15 benih yang sama dan tetua terdapat pada baris terluar (Gambar 3).

3.5.5 Pemupukan

Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada awal tanam dan pada fase generatif. Pupuk yang diaplikasikan yaitu KCl 100 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan urea 50 kg/ha. Pupuk diaplikasikan dengan jarak 5 cm dari lubang tanam tanaman kedelai.

3.5.6 Inokulasi Soybean Mosaic Virus di Lapangan

Tanaman kedelai yang sudah memiliki daun terbuka sempurna (7 – 10 HST) dapat diinokulasi dengan sap SMV yang sebelumnya telah ditaburi zeolit. Setelah daun dinokulasi, daun tersebut dicuci kembali dengan aquades secukupnya

menggunakan hand sprayer.

3.5.7 Pelabelan

Setiap tanaman uji masing-masing diberi label seperti tanggal inokulasi untuk mempermudah dalam pengamatan.


(46)

3.5.8 Perawatan dan Pemeliharaan Tanaman

Perawatan dan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman tanaman yang mati, penyiangan gulma, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, memperbaiki label yang rusak, dan paranet yang rusak/bergeser. Penyiangan gulma dilakukan secara mekanis yaitu menggunakan koret. Penyemprotan dengan insektisida dan fungisida dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Insektisida yang digunakan yaitu Decis sedangkan fungisida yang digunakan yaitu Dithane. Penyiraman dilakukan pada sore hari dengan menggunakan gembor dan selang.

3.5.9 Pemanenan

Ciri-ciri umum tanaman kedelai yang siap panen yaitu polong berwarna kuning kecoklatan secara merata dan matang Pemanenan dilakukan dengan memanen tanaman kedelai secara utuh dengan mencabut satu persatu tanaman, kemudian memasukkan pada kantong panen yang telah diberi label.

3.5.10 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman kedelai. Peubah yang diamati sebelum panen pada penelitian ini yaitu

1. Periode inkubasi, dihitung dari waktu inokulasi sampai dengan timbulnya gejala (Mulia, 2008).

2. Keparahan penyakit, diamati minggu ke enam setelah tanam dan dilakukan terhadap 10 daun tanaman uji, serta dihitung menurut Campbell dan Madden yang dikutip Mulia (2008):


(47)

30

KP =

x 100% Keterangan:

KP: Keparahan penyakit

N : Jumlah sampel yang diamati Z : Nilai skor tertinggi

n : Jumlah sampel untuk kategori serangan V : Nilai skor untuk kategori serangan

Gejala serangan setiap jenis virus yang muncul menurut Akin (2005) yang dikutip Mulia (2008) memiliki rincian sebagai berikut:

0 = Tidak bergejala

1 = Klorosis dan tulang daun memucat

2 = Mosaik dengan klorosis pada tulang daun dan permukaan daun

3 = Mosaik berat, klorosis dan terjadi pembengkokan pada permukaan daun, daun melengkung ke bawah atau ke atas.

4 = Malformasi daun

Kategori ketahanan: Keparahan penyakit (%): 0 – 10 = Sangat Tahan 11 – 25 = Tahan

26 – 35 =Agak Tahan 36– 50 = Agak Rentan 51 – 75 = Rentan


(48)

Peubah-peubah yang diamati setelah panen yaitu

1. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tanaman. Pengukuran dilakukan setelah panen;

2. Cabang produktif, dihitung berdasarkan jumlah cabang yang dapat menghasilkan polong;

3. Total jumlah polong, dihitung berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman;

4. Jumlah polong bernas, dihitung berdasarkan jumlah polong bernas per tanaman;

5. Jumlah polong hampa, dihitung berdasarkan jumlah polong hampa per tanaman;

6. Total jumlah biji, dihitung berdasarkan jumlah total biji per tanaman; 7. Bobot kering10 butir benih per tanaman, diamati setelah dikeringanginkan

sekitar 3 minggu setelah panen (g);

8. Bobot biji per tanaman, dengan cara menimbang biji setiap tanaman; dan 9. Umur panen, dihitung sejak tanam sampai tanaman siap untuk dipanen.


(49)

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

1. Sebaran frekuensi karakter tinggi tanaman dan produksi benih per tanaman menyebar normal. Untuk karakter umur panen, jumlah cabang produktif, umur berbunga, jumlah polong per tanaman dan keparahan penyakit akibat infeksi SMV tidak menyebar normal.

2. Estimasi jumlah gen pengendali karakter tinggi tanaman dan bobot biji per tanaman dikendalikan oleh banyak gen (kuantitatif) untuk memunculkan karakter ini. Estimasi jumlah gen yang mengendalikan karakter umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, jumlah biji sehat per tanaman dan keparahan penyakit dikendalikan sedikit gen (kualitatif). Karakter umur panen tanaman kedelai mengikuti nisbah 9:7. Karakter total polong per tanaman, jumlah cabang produktif serta keparahan penyakit yang disebabkan SMV mengikuti nisbah 13: 3. Karakter umur berbunga

mengikuti nisbah 1:2:1. Karakter jumlah biji sehat per tanaman mengikuti nisbah 3:1.

3. Terdapat 21 genotipe unggul yang disarankan untuk ditanam dan dilakukan seleksi pada generasi selanjutnya.


(50)

5. 2 Saran

Perlu ditanam kembali benih kedelai populasi F3 hasil persilangan Taichung x Tanggamus sehingga seleksi karakter ketahanan dan agronomi populasi tersebut dapat dilakukan pada generasi selanjutnya.


(51)

PUSTAKA ACUAN

Adie, M. M., dan A. Krisnawati. 2007. Biologi tanaman kedelai, hlm 45-73. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, H. Kasi (Eds). Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Akin, H. M. 2003. Respon beberapa genotipe kedelai terhadap infeksi CPMMV (Coupea Mild Mottle Virus). Jurnal Ilmu Hama dan Penyakit

Tumbuhan Tropika. 3(2) : 40 – 44.

Akin, H. M. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta. Kanisius. 187 hlm. Allard, R.W. 1960. Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. 336 hlm. Allard, R.W. 1995. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Son. Inc. New

York-London. 485pp.

Andayanie, W.R. 2012. Diagnosis penyakit mosaik (soybean mosaic virus) terbawa benih kedelai. J. HPT Tropika. 12(2): 185–191.

Asadi, B, D M Arsyad, H Zahara dan Darmijati. 2003. Pemuliaan kedelai untuk toleran naungan. Buletin Agrobio. 1997. 1(2): 15-20

BPS. 2013. Data Kedelai 2013. http://www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 12 September 2013

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap Cowppea Mild Mottle Virus populasi Wilis x MLG 2521. J.HPT Tropika. 7(1):48-52.

Belanger, F.C., K.A. Plumley, P.R. Day, and W.A. Meyer. 2003. Interspecific hybridization as a potential method for improvement of Agrostis species. 43(6): 2172-2176

Christiana, A. L. 1996. Pewarisan sifat ketahanan kedelai terhadap serangan Ophyomia phaseoli Tryon di dalam kurungan kasa. Skripsi. Universitas Padjajaran. Bandung. 64 hlm


(52)

Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan (Diterjemahkan oleh Lilik Kurdiati). Gajah Mada University Press: Yogyakarta. 499 hlm.

Elrod, S. L dan Stansfield, W. D. 2006. Genetika Edisi Keempat. Jakarta. Erlangga. 328 hlm.

FAO. 2014. Data tahunan FAO 2014. www. fao.org/statistic. Diakses pada tanggal 23 Oktoberr 2014.

Fehr, W. R. 1987. Principles of Cultivar Development. Vol.1. Macmillan Publ. Co. New York. 536 hlm.

Gomez, A. K., & A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin dan J.S. Baharsyah. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia. 313 hlm.

Huda, A. 2006. Pola segregasi ketahanan kedelai populasi F2 persilangan Slamet dengan Taichung terhadap SMV. Skripsi. Universitas lampung. Lampung. 49 hlm.

Jamil, R. 2013. Estimasi Nilai Heterosis Ketahanan Sepuluh Populasi F1 Tanaman Kedelai[Glycine max (l.) merril] Terhadap infeksi Soybean Mosaic Virus. Skripsi. Universitas Lampung. 65 hlm

Mahendra, W. 2010. Pendugaan ragam, heritabilitas, dan kemajuan seleksi kacang kanjang (Vigna Sinensis var. Sesquipedalis [L.] Koern.) populasi F2 keturunan persilangan Testa Hitam x Bernas Super. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 71 hlm.

Millah, Z. 2007. Pewarisan Karakter Ketahanan Tanaman Cabai Terhadap Infeksi Chilli Veinal Mottle Virus. Tesis . Institut Pertanian Bogor. 75 hlm.

Mulia, Yansen. 2008. Uji daya gabung karakter ketahanan beberapa genotipe kedelai (Glycine max [L.] merrill). Tesis. Universitas lampung. 65 hlm. Murti, RH., T. Kurniawati, dan Nasrullah. 2004. Pola pewarisan karakter buah

tomat. Zuriat. 15 (2) : 140-149

Nyoman Oka, Ida. 1993. Pengantar Epidemiologi Penyakit Tanaman. Yogyakarta. Gadjah mada University press. 92 hlm.

Nugroho, Pramana Wastudiawan, Maimun Barmawi dan Nyimas Sa’diyah. 2013. Pola Segregasi Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F2 Hasil Persilangan Yellow Bean dan Taichung. Jurnal Agrotek Tropika. Vol. 1 (1) : 38─44.


(53)

53

Putri, R. 2013. Estimasi Nilai Heritabilitas Dan Nisbah Potensi Karakter Ketahanan Dan Agronomi Terhadap Infeksi soybean mosaic virus. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung. 78 hlm.

Pranjaya, M. Y. 2006. Pola segregasi ketahanan dan keragaman genotipe tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merril) terhadap soybean stunt virus (SSV). Skripsi. Universitas lampung. Lampung. 64 hlm.

Prayogo, Y. 2012. Keefektifan cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii (zare & gams) terhadap bemisia tabaci gen. Sebagai vektor soybean mosaic virus (smv) pada tanaman kedelai. Superman: Suara

Perlindungan Tanaman. 2 (1):11-21.

Prihatman, K. 2000. Kedelai (Glycine max). http://www. ristek.go.id.. Diakses pada tanggal 12 September 2013.

Rustikawati. 1998. Studi Pola Pewarisan Sifat Ketahanan Terhadap CMV Pada Cabai Merah (Capsicum annum[ L.] ). Disertasi. Institus Pertanian Bogor. 59 hlm.

Semangun, H. 1992. Penyakit-Penyakit Tanaman pangan di Indonesia. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.180 hlm.

Snyder, L. H. dan R. P. David. 1957. The Principles of Heredity. Health and Company: USA. 507 pp.

Walpole, R. E. 1992. Pengantar Statistik. Edisi ke 3. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Wibowo, C. S. 2002. Pendugaan Parameter Genetik Karakter Toleran Naungan pada Generasi F2 Hasil Persilangan Kedelai (Glycine max (L.) Merr). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hlm.

Wulandari, T. 2013. Pola Segregasi Karakter Agronomi Tanaman Kedelai ( Glycine max [L.] Merill)Generasi F3 Hasil Persilangan Wilis x Malang 2521. Skripsi. Universitas Lampung.


(1)

31

Peubah-peubah yang diamati setelah panen yaitu

1. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tanaman. Pengukuran dilakukan setelah panen;

2. Cabang produktif, dihitung berdasarkan jumlah cabang yang dapat menghasilkan polong;

3. Total jumlah polong, dihitung berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman;

4. Jumlah polong bernas, dihitung berdasarkan jumlah polong bernas per tanaman;

5. Jumlah polong hampa, dihitung berdasarkan jumlah polong hampa per tanaman;

6. Total jumlah biji, dihitung berdasarkan jumlah total biji per tanaman; 7. Bobot kering10 butir benih per tanaman, diamati setelah dikeringanginkan

sekitar 3 minggu setelah panen (g);

8. Bobot biji per tanaman, dengan cara menimbang biji setiap tanaman; dan 9. Umur panen, dihitung sejak tanam sampai tanaman siap untuk dipanen.


(2)

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

1. Sebaran frekuensi karakter tinggi tanaman dan produksi benih per tanaman menyebar normal. Untuk karakter umur panen, jumlah cabang produktif, umur berbunga, jumlah polong per tanaman dan keparahan penyakit akibat infeksi SMV tidak menyebar normal.

2. Estimasi jumlah gen pengendali karakter tinggi tanaman dan bobot biji per tanaman dikendalikan oleh banyak gen (kuantitatif) untuk memunculkan karakter ini. Estimasi jumlah gen yang mengendalikan karakter umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, jumlah biji sehat per tanaman dan keparahan penyakit dikendalikan sedikit gen (kualitatif). Karakter umur panen tanaman kedelai mengikuti nisbah 9:7. Karakter total polong per tanaman, jumlah cabang produktif serta keparahan penyakit yang disebabkan SMV mengikuti nisbah 13: 3. Karakter umur berbunga

mengikuti nisbah 1:2:1. Karakter jumlah biji sehat per tanaman mengikuti nisbah 3:1.

3. Terdapat 21 genotipe unggul yang disarankan untuk ditanam dan dilakukan seleksi pada generasi selanjutnya.


(3)

50

5. 2 Saran

Perlu ditanam kembali benih kedelai populasi F3 hasil persilangan Taichung x Tanggamus sehingga seleksi karakter ketahanan dan agronomi populasi tersebut dapat dilakukan pada generasi selanjutnya.


(4)

PUSTAKA ACUAN

Adie, M. M., dan A. Krisnawati. 2007. Biologi tanaman kedelai, hlm 45-73. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, H. Kasi (Eds). Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Akin, H. M. 2003. Respon beberapa genotipe kedelai terhadap infeksi CPMMV (Coupea Mild Mottle Virus). Jurnal Ilmu Hama dan Penyakit

Tumbuhan Tropika. 3(2) : 40 – 44.

Akin, H. M. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta. Kanisius. 187 hlm. Allard, R.W. 1960. Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. 336 hlm. Allard, R.W. 1995. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Son. Inc. New

York-London. 485pp.

Andayanie, W.R. 2012. Diagnosis penyakit mosaik (soybean mosaic virus) terbawa benih kedelai. J. HPT Tropika. 12(2): 185–191.

Asadi, B, D M Arsyad, H Zahara dan Darmijati. 2003. Pemuliaan kedelai untuk toleran naungan. Buletin Agrobio. 1997. 1(2): 15-20

BPS. 2013. Data Kedelai 2013. http://www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 12 September 2013

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap Cowppea Mild Mottle Virus populasi Wilis x MLG 2521. J.HPT Tropika. 7(1):48-52.

Belanger, F.C., K.A. Plumley, P.R. Day, and W.A. Meyer. 2003. Interspecific hybridization as a potential method for improvement of Agrostis species. 43(6): 2172-2176

Christiana, A. L. 1996. Pewarisan sifat ketahanan kedelai terhadap serangan Ophyomia phaseoli Tryon di dalam kurungan kasa. Skripsi. Universitas Padjajaran. Bandung. 64 hlm


(5)

52

Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan (Diterjemahkan oleh Lilik Kurdiati). Gajah Mada University Press: Yogyakarta. 499 hlm.

Elrod, S. L dan Stansfield, W. D. 2006. Genetika Edisi Keempat. Jakarta. Erlangga. 328 hlm.

FAO. 2014. Data tahunan FAO 2014. www. fao.org/statistic. Diakses pada tanggal 23 Oktoberr 2014.

Fehr, W. R. 1987. Principles of Cultivar Development. Vol.1. Macmillan Publ. Co. New York. 536 hlm.

Gomez, A. K., & A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin dan J.S. Baharsyah. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia. 313 hlm.

Huda, A. 2006. Pola segregasi ketahanan kedelai populasi F2 persilangan Slamet dengan Taichung terhadap SMV. Skripsi. Universitas lampung. Lampung. 49 hlm.

Jamil, R. 2013. Estimasi Nilai Heterosis Ketahanan Sepuluh Populasi F1 Tanaman Kedelai[Glycine max (l.) merril] Terhadap infeksi Soybean Mosaic Virus. Skripsi. Universitas Lampung. 65 hlm

Mahendra, W. 2010. Pendugaan ragam, heritabilitas, dan kemajuan seleksi kacang kanjang (Vigna Sinensis var. Sesquipedalis [L.] Koern.) populasi F2 keturunan persilangan Testa Hitam x Bernas Super. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 71 hlm.

Millah, Z. 2007. Pewarisan Karakter Ketahanan Tanaman Cabai Terhadap Infeksi Chilli Veinal Mottle Virus. Tesis . Institut Pertanian Bogor. 75 hlm.

Mulia, Yansen. 2008. Uji daya gabung karakter ketahanan beberapa genotipe kedelai (Glycine max [L.] merrill). Tesis. Universitas lampung. 65 hlm. Murti, RH., T. Kurniawati, dan Nasrullah. 2004. Pola pewarisan karakter buah

tomat. Zuriat. 15 (2) : 140-149

Nyoman Oka, Ida. 1993. Pengantar Epidemiologi Penyakit Tanaman. Yogyakarta. Gadjah mada University press. 92 hlm.

Nugroho, Pramana Wastudiawan, Maimun Barmawi dan Nyimas Sa’diyah. 2013. Pola Segregasi Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F2 Hasil Persilangan Yellow Bean dan Taichung. Jurnal Agrotek Tropika. Vol. 1 (1) : 38─44.


(6)

Putri, R. 2013. Estimasi Nilai Heritabilitas Dan Nisbah Potensi Karakter Ketahanan Dan Agronomi Terhadap Infeksi soybean mosaic virus. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung. 78 hlm.

Pranjaya, M. Y. 2006. Pola segregasi ketahanan dan keragaman genotipe tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merril) terhadap soybean stunt virus (SSV). Skripsi. Universitas lampung. Lampung. 64 hlm.

Prayogo, Y. 2012. Keefektifan cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii (zare & gams) terhadap bemisia tabaci gen. Sebagai vektor soybean mosaic virus (smv) pada tanaman kedelai. Superman: Suara

Perlindungan Tanaman. 2 (1):11-21.

Prihatman, K. 2000. Kedelai (Glycine max). http://www. ristek.go.id.. Diakses pada tanggal 12 September 2013.

Rustikawati. 1998. Studi Pola Pewarisan Sifat Ketahanan Terhadap CMV Pada Cabai Merah (Capsicum annum[ L.] ). Disertasi. Institus Pertanian Bogor. 59 hlm.

Semangun, H. 1992. Penyakit-Penyakit Tanaman pangan di Indonesia. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.180 hlm.

Snyder, L. H. dan R. P. David. 1957. The Principles of Heredity. Health and Company: USA. 507 pp.

Walpole, R. E. 1992. Pengantar Statistik. Edisi ke 3. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Wibowo, C. S. 2002. Pendugaan Parameter Genetik Karakter Toleran Naungan pada Generasi F2 Hasil Persilangan Kedelai (Glycine max (L.) Merr). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hlm.

Wulandari, T. 2013. Pola Segregasi Karakter Agronomi Tanaman Kedelai ( Glycine max [L.] Merill)Generasi F3 Hasil Persilangan Wilis x Malang 2521. Skripsi. Universitas Lampung.


Dokumen yang terkait

POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI F2 HASIL PERSILANGAN WILIS X MALANG 2521

0 25 45

POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F2 HASIL PERSILANGAN WILIS X B3570

3 33 52

POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merril) GENERASI F HASIL PERSILANGAN WILIS X MLG 2521 3

3 27 46

POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) FAMILI F HASIL PERSILANGAN WILIS DAN B3570 3

2 30 45

POLA SEGREGASI KARAKTER KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (GLYCINE MAX[L.] MERRILL) TERHADAP INFEKSI SOBEAN MOSAIC VIRUS POPULASI F2 KETURUNAN TAICHUNG x TANGGAMUS

1 11 53

SELEKSI KARAKTER KETAHANAN TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS DAN KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F2 HASIL PERSILANGAN TANGGAMUS DAN TAICHUNG

0 10 55

DIVERSITY AND CORRELATION TEST OF RESISTANT CHARACTER IN SOYBEAN SECOND GENERATION (F2) TANGGAMUS AND B3570 CROSSING AGAINST SOYBEAN MOSAIC VIRUS KERAGAMAN DAN UJI KORELASI KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN TANGGAMUS x B3570 TERHADAP SOYB

0 11 59

HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN TANGGAMUS x B3570TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS

1 11 71

HERITABILITAS DAN HUBUNGAN ANTARA KARAKTER KETAHANAN DAN AGRONOMI TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F3 KETURUNAN TANGGAMUS x TAICHUNG YANG TERINFEKSI SOYBEAN MOSAIC VIRUS

1 22 62

POLA SEGREGASI KARAKTER KETAHANAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F3 TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS KETURUNAN TANGGAMUS DAN TAICHUNG

2 27 57