PENGARUH KONSENTRASI THIDIAZURON DENGAN DAN TANPA BENZILADENIN TERHADAP PERBANYAKAN TUNAS PISANG KEPOK KUNING DAN EMBRIO PISANG RAJA BULU SECARA IN VITRO

(1)

PENGARUH KONSENTRASI THIDIAZURON DENGAN DAN TANPA BENZILADENIN TERHADAP PERBANYAKAN TUNAS PISANG

KEPOK KUNING DAN EMBRIO PISANG RAJA BULU SECARAIN VITRO

Oleh MAYASARI

Kultur jaringan merupakan alternatif perbanyakan tanaman pisang dalam jumlah besar dan seragam dengan penambahan zat pengatur tumbuh. Pemberian zat pengatur tumbuh sitokinin (TDZ, BA dan kombinasi) tinggi diharapkan dapat meningkatkan jumlah tunas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi TDZ dan pemberian BA serta kombinasi antara TDZ dan BA. Eksplan pisang Kepok Kuning berasal dari eksplan primer (bonggol),

sedangkan eksplan pisang Raja Bulu berasal dari embrio hasil kulturin vitro penelitian sebelumnya. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial (4x2). Faktor pertama, empat taraf konsentrasi TDZ yaitu 0.005 mg/l, 0.01 mg/l, 0.05 mg/l, dan 0.1 mg/l. Faktor kedua, dua taraf konsentrasi BA yaitu 0 mg/l dan 2 mg/l. Perlakuan yang diujikan yaitu 0,005 mg/l TDZ, 0,01 mg/l TDZ, 0,05 mg/l TDZ, 0,1 mg/l TDZ, 0,005 mg/l TDZ + 2 mg/l BA, 0,01 mg/l TDZ + 2 mg/l BA, 0,05 mg/l TDZ + 2 mg/l BA, dan 0,1 mg/l TDZ + 2 mg/l BA. Data dianalisis menggunakan analisis ragam dan pemisahan


(2)

nilai tengah dengan BNT 5%. Hasil penelitian pada pisang Kepok Kuning menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi TDZ hingga 0,1 mg/l dapat meningkatkan jumlah propagul pisang Kepok Kuning. Media MS + 0,1 mg/l TDZ menghasilkan jumlah propagul terbanyak dibandingkan perlakuan yang lain, yaitu 3,5 propagul. Hasil penelitian pada eksplan pisang Raja Bulu dalam media MS + 0,1 mg/l TDZ menghasilkan propagul terbanyak dibandingkan perlakuan lain, yaitu 16,16 propagul.

Kata kunci : Benziladenin (BA),in vitro, Kepok Kuning, Pisang, Raja Bulu, Thidiazuron (TDZ),


(3)

BENZILADENIN TERHADAP PERBANYAKAN TUNAS PISANG KEPOK KUNING DAN EMBRIO PISANG RAJA BULU

SECARAIN VITRO

Oleh MA YA SA RI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

{ '

Judul Skripsi

NamaMahasiswa

Nomor Pokok Mahasiswa Jurusan

Fakultas

Prof. Dr.In Yusnita, M.Sc. NrP 19610803 1986032002

PENGARUH KONSENTRASI

THIDI.AZURON DENGAN DAN TANPA BENZILADENIN TERHADAP

PERBANYAKAN TLTNAS PISANG

KEPOK KUNING DAN EMBRIO PISANG RAJA BULU SECARA IN VITRO

Mayasari

tll4t2tl30 Agroteknologi Pertanian

MEIYYETUJIII 1. Komisi Pembimbing

2. Ketua Jurusan Agroteknologi

Dr.Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P. NIP 19641 1 l 81989021002

Dr.Ir. Dwi Hapsoron M.Sc. NrP l 9610402198603 1003


(5)

l. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr.Ir. Yusnita, M.Sc.

Sekretaris

Penguji

Bukan Pembimbing

: Dr.Ir. Dwi Hapsoroo M,Sc.

: Akari Edy, S.P., M.Si.

Zakaria, M.S.

1 9 8 7 0 2 1 0 0 1

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 14 September2015


(6)

SURAT PERNYATAAN

saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul *PENGARUH KONSENTRASI THIDIAZURON DENGAN DAN

TANPA BENZILADENIN TERHADAP PERBANYAKAN TUNAS PISANG

KEPOK KUNING DAN EMBRIO PISANG RAJA BULU SECARA IN VITRO" merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan hasil karya oraog lain. Semua hasil yang tertuang dalam skripsi ini telah mengikuti kaidah penulisan karya ilmiah universitas Lampung. dpabila di kemudian hmi terbukti bahwa skripsi ini

merupakan hasil salinan atau dibuat orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Bandar Lampung, 15 Oktober 2015 Penulis

Mayasari


(7)

Penulis dilahirkan di Desa Nambahrejo, Kecamatan Kota Gajah, Kabupaten Lampung Tengah, pada 1 Mei 1994. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Budiono dan Ibu Sukini.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Nambahrejo Lampung Tengahpada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di MTs Ma’arif 1 Punggur Lampung Tengah pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Punggur Lampung Tengah pada Tahun 2011.

Penulis diterima sebagai Mahasiswa jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2011. Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Tanah (Semester Ganjil dan Genap tahun ajaran 2012/2013), Fisiologi Tanaman (Semester Genap 2013/2014), dan Teknik Perbanyakan Tanaman (Semester Genap 2014/2015). Penulis juga tergabung dalam organisasi kampus sebagai anggota bidang Biro BBQ FOSI FP (2012/2013), anggota bidang Penelitian dan Pengembangan PERMA AGROTEKNOLOGI (2012/2013), anggota bidang Kaderisasi FOSI FP (2013/2014), dan anggota bidang Penelitian dan


(8)

Pada Tahun 2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bumi Rahayu, Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Kabupaten Lampung Tengah dan pada tahun yang sama penulis juga melaksankan Praktik Umum (PU) di

Laboratorium Biak Sel dan Jaringan Tumbuhan Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Bogor.


(9)

(10)

Allah menghendaki kemudahan bagimu dan

tidak menghendaki kesulitan bagimu. (QS. Al-Baqarah:185)

Karena sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.

Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.

(QS. Al-Insyirah: 5-6)

Barang siapa yang bertawakal kepada Allah,

niscaya Allah mencukupinya. (QS. Ath-thalaq:3)


(11)

Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kelancaran, rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pelaksanaan penelitian ini tentu tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah memberikan motivasi, bimbingan, saran, dan dukungan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Yusnita, M.Sc., selaku dosen Pembimbing Utama dan pemberi ide penelitian ini. Terima kasih atas waktu, kesabaran, bimbingan, dan nasihat-nasihat bijak yang selama ini diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Dwi Hapsoro, M.Sc., selaku dosen Pembimbing Kedua. Terima kasih atas waktu, bimbingan, kesabaran, dan nasihat bijak selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Akari Edy, S.P., M.Si., selaku dosen Penguji. Terima kasih atas saran, masukan, kritikan, dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ir. M. A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D., selaku Pembimbing Akademik atas motivasi selama penulis menyelesaikan studi.

5. Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Bidang Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.


(12)

6. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,

7. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

8. Mama’ (Ibu Sukini) dan Bapak (Bapak Budiono) serta adik-adikku (Wahyu Dwi Lestari dan Muhammad Faizal Nugroho). Terima kasih atas doa, dukungan, dan bantuan moril maupun materi yang telah diberikan kepada penulis.

9. Habiba Nurul Istiqomah, Oktaviolentina, Defika Dwi Pratiwi, dan Dwi Safitri, selaku rekan dalam melaksanakan penelitian ini. Terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

10. Hayane Adelin Warganegara, S.P., M.Si., Anggun Fiolita, Yeni, Yanti, Rezlinda, Ria, Wiwik, Resti, Vanny, Syanda, Yoga, Rifki, Eldi, Abang Assad, dan kru Laboratorium yang telah memberikan bantuan, saran, dan semangat juang selama penelitian dan penulisan skripsi.

11. Teman-tenam Agroteknologi 2011 (Mutia, Peni, Nikmatul, Felix, Edi, Riski, dan teman-teman yang lain yang tidak penulis sebutkan satu per satu) terima kasih atas motivasinya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua bantuan yang telah diberikan dan penulis berharap semoga skrispsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Bandar Lampung, Agustus 2015

Penulis,


(13)

Halaman

DAFTAR TABEL………. iv

DAFTAR GAMBAR……… vi

I. PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakangdan Masalah………. 1

1.2 Tujuan Penelitian……….. 4

1.3 Landasan Teori... 5

1.4 Kerangka Pemikiran……….… 8

1.5 Hipotesis………... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 11

2.1 Botani Tanaman Pinang……… 11

2.2 Perbanyakan Tanaman secara Konvenional………. 13

2.3 Perbanyakan Tanaman secaraIn Vitro………. 14

2.4 Zat Pengatur Pertumbuhan………... 17

III. BAHAN DAN METODE………. 20

3.1 Percobaan I. Pengaruh Konsentrasi Thidiazuron dengan dan tanpa Benziladenin terhadap Perbanyakan Tunas Pisang Kepok Kuning secarain vitro…...……….. 20


(14)

ii

3.1.2 Metode Penelitian………... 20

3.1.3 Pelaksanaan Penelitian……….. 21

3.1.3.1 Sterilisasi Botol Kultur……… 21

3.1.3.2 Media Kultur………... 22

3.1.3.3 Bahan Tanam……….……….. 23

3.1.3.4 Persiapan Eksplan……… 24

3.1.3.5 Sterilisasi dan Penanaman Eksplan………. 25

3.1.3.6 Pengamatan……….. 26

3.2 Percobaan Lanjutan: Pengaruh TDZ 0,1 mg/l dan TDZ 0,1 mg/l + BA 2 mg/l terhadap Perkembangan Nodul Embrio Pisang KepokKuning………. 27

3.1 Percobaan II. Pengaruh Konsentrasi Thidiazuron dengan dan tanpa Benziladenin terhadap Perbanyakan Embrio Pisang Raja Bulu secarain vitro……… 27

3.3.1 Tempat dan Waktu Penelitian………..………... 27

3.3.2 Metode Penelitian……….. 27

3.3.3 Bahan Tanam………. 28

3.3.4 Penanaman Eksplan……….. 28

3.3.5 Pengamatan……… 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 30

4.1 Hasil Penelitian….……… 30

3.1 Percobaan I. Pengaruh Konsentrasi Thidiazuron dengan dan tanpa Benziladenin terhadap Perbanyakan Tunas Pisang Kepok Kuning secarain vitro……….………. 30

4.1.1.1 Perkembangan Umum Kultur……….. 30

4.1.1.2 Rekapitulasi Analisis Data………... 33

4.1.1.3 Rata-rata Jumlah Mata Tunas………. 34

4.1.1.4 Rata-rata Jumlah Tunas……… 34

4.1.1.5 Rata-rata Jumlah Propagul………. 35


(15)

4.1.2 Percobaan Lanjutan: Pengaruh TDZ 0,1 mg/l dan

TDZ 0,1 mg/l + BA 2 mg/l terhadap Perkembangan Nodul Embrio

Pisang Kepok Kuning……… 38

3.1 Percobaan II. Pengaruh Konsentrasi Thidiazuron dengan dan tanpa Benziladenin terhadap Perbanyakan Embrio Pisang Raja Bulu secarain vitro….……….. 40

4.1.3.1 Perkembangan Umum Kultur……….. 40

4.1.3.2 Rekapitulasi Analisis Data………... 41

4.1.3.3 Penampilan Visual Kultur……… 43

4.2 Pembahasan………. 45

V. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 52

5.1 Kesimpulan……….. 52

5.2 Saran……… 53

PUSTAKA ACUAN..………... 54

LAMPIRAN……….. 59


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perlakuan yang diujikan pada penelitin. .……….. 21 2. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh konsentrasi TDZ dan BA

pada pertumbuhan dan perkembangan kultur pisang Kepok Kuning

pada umur 10 MSP (minggu setelah perlakuan). ………. 35 3. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh konsentrasi TDZ dan BA

pada pertumbuhan dan perkembangan kultur pisang Raja Bulu

pada umur 10 MSP (minggu setelah perlakuan). ……….…..…….. 42 4. Formulasi Media Murashige dan Skoog (MS). ……… 60 5. Hasil pengamatan jumlah mata tunas pisang Kepok Kuning

umur 10 MSP (minggu setelah perlakuan). .………... 61 6. Hasil uji Barlet jumlah mata tunas pisang Kepok Kuning

umur 10 MSP (minggu setelah tanam). .……….. 61 7. Analisis ragam untuk rata-rata jumlah mata tunas

pada kulturin vitropisang Kepok Kuning umur 10 MSP (minggu setelah perlakuan) sebagai respon

terhadap konsentrasi TDZ dan BA. ..……… 61 8. Rata-rata jumlah mata tunas pisang Kepok Kuning

10 MSP (minggu setelah perlakuan) sebagai respons konsentrasi TDZ dan BA. Nilai tengah yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan

uji BNT pada α 0,05. .………. 62

9. Hasil pengamatan jumlah tunas pisang Kepok Kuning

umur 10 MSP (minggu setelah perlakuan). .……….. 62 10. Hasil uji Barlet jumlah tunas pisang Kepok Kuning


(17)

11. Analisis ragam untuk rata-rata jumlah tunas pada kulturin vitropisang Kepok Kuning umur 10 MSP (minggu setelah perlakuan) sebagai respon terhadap

konsentrasi TDZ dan BA. ………. 63 12. Rata-rata jumlah tunas pisang Kepok Kuning

10 MSP (minggu setelah perlakuan) sebagai respons konsentrasi TDZ dan BA. Nilai tengah yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

dengan ujiBNT pada α 0,05. .……….. 63 13. Hasil pengamatan jumlah propagul pisang Kepok Kuning

umur 10 MSP (minggu setelah perlakuan). ………. 63 14. Hasil uji Barlet jumlah propagul pisang Kepok Kuning

umur 10 MSP (minggu setelah perlakuan). ………. 64 15. Analisis ragam untuk rata-rata jumlah propaguL

pada kulturin vitropisang Kepok Kuning umur 10 MSP (minggu setelah perlakuan) sebagai respon

terhadap konsentrasi TDZ dan BA. ….………. 64 16. Rata-rata jumlah propagul pisang Kepok Kuning

10 MSP (minggu setelah perlakuan) sebagai respons konsentrasi TDZ dan BA. Nilai tengah yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

dengan uji BNT pada α 0,05. ……….……….. 64 17. Hasil pengamatan jumlah propagul pisang Raja Bulu

umur 8 MSP (minggu setelah perlakuan). ………..……. 65 18. Hasil uji Barlet jumlah propagul pisang Raja Bulu

umur 8 MSP (minggu setelah perlakuan). ………... 65 19. Analisis ragam untuk rata-rata jumlah propagul

pada kulturin vitropisang Raja Bulu umur

8 MSP (minggu setelah perlakuan) sebagai respon

terhadap konsentrasi TDZ dan BA. ..……… 65 20. Rata-rata jumlah propagul pisang Raja Bulu

8 MSP (minggu setelah perlakuan) sebagai respons konsentrasi TDZ dan BA. Nilai tengah yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumus bangun (a) thidiazuron (TDZ) dan (b) benziladenin (BA). .… 19 2. Bahan eksplan pisang Kepok Kuning yang digunakan

(a) bonggol pisang (umur ± 5 bulan) sebagai sumber

eksplan dan (b) bagian meristem yang diambil. ……… 24 3. Proses pengambilan eksplan pisang Kepok Kuning

(a) pembentukan sudut 450dan (b) proses perendaman

dengan larutan fungisida. ……….. 25 4. Proses penanaman ekslpan pisang Kepok Kuning

(a) pengecilan eksplan dan (b) penanaman ke

media prekondisi. ………. 26 5. Eksplan embrio somatik pisang Raja Bulu yang

digunakan sebagai bahan tanam. ………..………… 28 6. Proses penanaman eksplan pisang Raja Bulu yaitu

(a) pemotongan, (b) penyeragaman ukuran, dan

(c) penanaman. ……….. 29 7. Penampilan eksplan pisang Kepok Kuning pada (a) 0 MST,

dan (b) 4 MST (minggu setelah tanam). …………,,………. 31 8. Penampilanblackningpada eksplan pisang Kepok Kuning

(a) 4 MSPdan (b) 10 MSP (minggu setelah perlakuan). ……….. 31 9. Penampilan eksplan pisang Kepok Kunming

(a) pencacahan pada umur 4 MSP dan

(b) mengalami dominansi apikal 6 MSP. .………. 32 10. Penampilan eksplan pisang Kepok Kuning yang

menunjukkan respons dengan terbentuknya mata tunas


(19)

11. Rata-rata jumlah tunas pisang Kepok Kuning

10 MSP (minggu setelah perlakuan) sebagai respons konsentrasi TDZ. Nilai tengah yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan

uji BNT pada α 0,05. ……… 35 12. Rata-rata jumlah propagul pisang Kepok Kuning

10 MSP (minggu setelah perlakuan) sebagai respons konsentrasi TDZ. Nilai tengah yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan

uji BNT pada α 0,05. …..………. 36

13. Perkembangan eksplan pisang Kepok Kuning pada umur 10 MSP (a) TDZ 0,005 mg/l,

(b) TDZ 0,005 mg/l + BA 2 mg/l, (c) TDZ 0,01 mg/l, (d) TDZ 0,01 mg/l + BA 2 mg/l, (e) TDZ 0,05 mg/l, (f) TDZ 0,05 mg/l + BA 2 mg/l, (g) TDZ 0,1 mg/l, dan

(h) TDZ 0,1 mg/l + BA 2 mg/l. ………. 37 14. Penampilan eksplan pisang Kpok Kuning yang

membentuk nodul embrio somatik pada

(a) TDZ 0,1 mg/l dan (b) TDZ 0,1 mg/l + BA 2 mg/l

umur 10 MSP. ………... 39 15. Penampilan nodul embrio somatik pada

(a) TDZ 0,1 mg/l dan (b) TDZ 0,1 + BA 2 mg/l

umur 4 MST (minggu setelah transfer). ..………. 39 16. Penampilan nodul embrio somatik pisang Kepok Kuning

satuclumumur 20 MST pada media TDZ 0,1 mg/. .………... 39 17. Penampilan embrio somatik pisang Raja Bulu pada

(a) sumber eksplan (b) 0 MST. ……….... 41 18. Penampilan eksplan embrio somatik pisang

Raja Bulu umur 4 MSP dan (b) 8 MSP. ……… 41 19. Rata-rata jumlah propagul pisang Raja Bulu 8 MSP

(minggu setelah perlakuan) sebagai respons konsentrasi TDZ dan BA. Nilai tengah yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji BNT pada


(20)

viii 20. Perkembangan embrio somatik pisang Raja Bulu pada

umur 8 MSP (a) TDZ 0,005 mg/l,

(b) TDZ 0,005 mg/l + BA 2 mg/l, (c) TDZ 0,01 mg/l, (d) TDZ 0,01 mg/l + BA 2 mg/l, (e) TDZ 0,05 mg/l, (f) TDZ 0,05 mg/l + BA 2 mg/l, (g) TDZ 0,1 mg/l, dan


(21)

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Pisang (Musasp.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berasal dari Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri-ciri yaitu batang (bonggol) berada di dalam tanah, batang semu berlapis-lapis, dan daunnya berbentuk lembaran yang lebar, serta bunga dan buahnya yang tersusun dalam sisiran tandan (Sunarjono, 2002). Buah pisang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia, baik dikonsumsi dalam kondisi segar maupun dalam berbagai produk olahan. Menurut Prayoga (2010), buah pisang mengandung gizi yang sangat baik, antara lain energi yang cukup tinggi yaitu 138 kal/100 g buah segar. Buah pisang kaya akan mineral (kalium, magnesium, fosfor, besi dan kalsium), mengandung vitamin (C, B kompleks, B6) dan mengandung serotonin yang aktif sebagai neurotransmiter dalam kelancaran fungsi otak. Bagian yang dapat dimakan dari pisang adalah sebesar 70%,

sementara kandungan zat gizi pisang per 100 gram adalah kalori 92 kkal, protein 1,00 gram dan lemak 0,30 gram (Jatmiko dkk., 2011).

Berdasarkan data FAO 2013, Indonesia menempati urutan ke 6 dengan total produksi pisang 6.189.052 ton. India menempati urutan pertama dengan total produksi 26.509.096 ton, kemudian Cina dengan 10.550.000 ton, Filipina dengan


(22)

2 9.225.998 ton, Ekuador dengan 7. 012.244, dan Brasil dengan 6.902.184 ton (Indian Horticulture Database, 2014). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) total produksi pisang di Indonesia mencapai 5, 35 juta ton. Namun hasil tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya produksi buah pisang dalam negeri. Lampung sendiri termasuk penyedia pisang terbesar ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. Perkembangan konsumsi pisang selama periode 2002-2012 berfluktuasi, secara umum rata-rata konsumsi rumah tangga pisang selama periode tersebut mengalami penurunan sebesar 1,71% per tahun atau konsumsi rata-rata sebesar 7,67 kg/kapita/tahun. Pada tahun 2012 produksi pisang mencapai 6.071.043 ton, akan tetapi terjadi penurunan yang sangat besar pada tahun 2013 dengan produksi yang dihasilkan yaitu 5.359.126 ton (BPS, 2014).

Ketersediaan bibit pisang yang bermutu tinggi, bebas penyakit, seragam, dan dalam jumlah besar adalah masalah umum yang dialami petani pisang untuk meningkatkan produksi pisang guna memenuhi kebutuhan baik dalam negeri maupun ekspor. Perbanyakan tanaman pisang secara konvensional dengan bonggol atau anakan akan menghasilkan bibit dalam waktu yang lama dan jumlahnya terbatas (satu rumpun hanya menghasilkan 5–10 bibit per tahun) (Semarayani dkk., 2012).

Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan. Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman seperti sel, jaringan atau organ serta menumbuhkannya secara aseptik di dalam atau di atas suatu medium budidaya


(23)

sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan

beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Prinsip kultur jaringan terdapat pada teori sel yang dikemukakan oleh dua orang ahli biologi dari Jerman yaitu M. J. Schleiden dan T. Schwan. Teori sel tersebut biasa dikenal dengan teori

totipotensi sel. Menurut teori ini, setiap sel tanaman hidup mempunyai informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk dapat tumbuh dan

berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai (Yusnita, 2003). Bibit hasil kultur jaringan diharapkan bersifattrue-to-typeyang tersedia dalam jumlah besar dan waktu yang relatif singkat.

Salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah penggunaan zat pengatur pertumbuhan (ZPT) yang tepat. ZPT adalah senyawa organik bukan hara yang dalam konsentrasi rendah dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT yang banyak digunakan dalam teknik kultur jaringan adalah golongan sitokinin dan auksin. Penggunaan sitokinin dalam konsentrasi yang tepat dapat merangsang

terbentuknya tunas pada tanaman. Jenis sitokinin yang banyak digunakan adalah thidiazuron (TDZ) dan benziladenin (BA) (Yusnita, 2003).

Penelitian Swandra dkk. (2012) menyatakan bahwa jumlah tunas Andalas (Morus macrouroMiq) terbanyak diperoleh pada konsentrasi 0,5 mg/l TDZ yaitu

sebanyak 12,67. Penambahan 3,0 mg/l BA ke dalam media MS dapat

menginduksi jumlah tunas Piretrum klon Prau-6 sebanyak 6,2 tunas dan 3,0 mg/l TDZ menginduksi sebnyak 7,6 tunas (Rostiana, 2007). Penggunaan TDZ dengan konsentrasi 0,6 mg/l menghasilkan tunas sebanyak 12,5 tunas pada pisang Rastali


(24)

4 (Darvary dkk., 2010). Menurut Roy dkk. (2010), penggunaan TDZ dengan

konsentrasi 0,11 mg/l dapat menghasilkan jumlah tunas pisang Malbhog sebanyak 45 tunas per eksplan. Kombinasi 4 mg/l BA dan 0,4 TDZ mg/l dapat

menghasilkan tunas per eksplan sebanyak 29,40±6,10 tunas (Kumar dkk., 2011).

Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dipelajari pengaruh pemberian TDZ dan kombinasi TDZ + BA terhadap perbanyakan tunas pisang Kepok Kuning dan Raja Bulu secarain vitro. Berdasarkan pembatasan masalah, penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi TDZ terhadap perbanyakan

tunas pisang Kepok Kuning dan embrio pisang Raja Buluin vitro? 2. Berapa konsentrasi TDZ terbaik untuk perbanyakan tunas pisang Kepok

Kuning dan embrio pisang Raja Buluin vitro?

3. Berapa konsentrasi TDZ dengan pemberian BA yang menghasilkan tunas pisang Kepok Kuning dan embrio pisang Raja Buluin vitroterbaik?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi TDZ terhadap perbanyakan

tunas pisang Kepok Kuning dan embrio pisang Raja Buluin vitro.

2. Memperoleh konsentrasi TDZ terbaik untuk perbanyakan tunas pisang Kepok Kuning dan embrio pisang Raja Bulu secarain vitro.

3. Memperoleh konsentrasi TDZ dengan pemberian BA yang menghasilkan tunas pisang Kepok Kuning dan embrio pisang Raja Buluin vitroterbaik.


(25)

1.3 Landasan Teori

Sebagian besar kultivar pisang berasal dari dua jenis pisang liar yaituMusa acuminata(genom A) danMusa balbisiana(genom B), yang terbentuk karena terjadinya persilangan. Persilangan tersebut terjadi secara hibridisasi alami dan maupun campur tangan manusia (Yusnita, 2015). Pisang Kepok Kuning dan Raja Bulu merupakan hasil persilangan antaraM. acuminatadanM. balbisianadiduga telah mengalami hibridisasi interspesifik alami yang menghasilkan hibrida pisang yang lebih keras dan tahan kekeringan.

Menurut Sukartini (2007), pisang Kepok Kuning mengandung genom ABB, pernyataan ini sesuai dengan Yusnita (2003), sedangkan pisang Raja Bulu mengandung genom AAB (Yusnita, 2015). Pada kultur in vitro, pisang dengan genom AAA jauh lebih banyak menghasilkan tunas dibandingkan pisang dengan genom AAB yaitu 14,6 tunas per eksplan (AAB) dan 46 tunas per eksplan (AAA) (Ismaryati, 2009). Huruf besar “A” dan “B” masing-masing menggambarkan banyaknya genom (kelompok kromosom) yang berasal dari nenek moyong pisang diploid yaituM. acuminatadanM. balbisiana(Sunarjono, 2002).

Pisang yang mengandung genom B cenderung lebih sulit untuk berinisiasi dan menghambat regenerasi tunas. Hal ini disebabkan pisang dengan genom B

menghasilkan senyawa fenol yang lebih banyak. Senyawa fenol ini menyebabkan terjadinyabrowningatau pencoklatan pada media. Semakin banyak kandungan genom B pada pisang maka semakin banyak senyawa fenol yang dihasilkan (Darmayanti dan Samsurianto, 2010). Senyawa fenol yang dihasilkan dapat


(26)

6 menghambat penyerapan zat makanan dari media. Senyawa fenol terbentuk akibat dari pelukaan yang terdapat pada permukaan eksplan.

Sitokinin adalah senyawa adenin lain yang memacu pembelahan sel (sitokinesis) pada sistem jaringan tumbuhan (Salisbury dan Ross, 1995). Sitokinin mendorong pembelahan sel dalam kultur jaringan dengan cara meningkatkan peralihan dari fase G2ke fase mitosis yang terjadi karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein (George dkk., 2008; Salisbury dan Ross, 1995). Sintesis protein dapat ditingkatkan dengan memacu pembentukan mRNA yang menyandikan protein berupa protein pembangun atau protein yang dibutuhkan untuk mitosis. Produksi protein inti dipacu oleh sitokinin melalui translasi di sitosol. Selain itu, sitokinin mengubah tingkat mRNA yang disebabkan transkripsi beberapa gen terpacu dan transkripsi gen lain tertekan. Sitokinin mempengaruhi jumlah molekul mRNA yang menyandikan beberapa protein yang sudah dikenal. Namun, sitokinin justru meningkatkan kestabilan mRNA sehingga mempercapat translasi pesan genetik menjadi protein. Oleh sebab itu, sitokinin dapat mempengaruhi transkripsi, kestabilan mRNA, dan translasi pada beberapa spesies dan bagian lain tumbuhan (Salisbury dan Ross, 1995).

Zat tumbuh bereaksi dengan protein dari plasma membran sehingga bentuk protein akan berubah yang selanjutnya mengubah sifat-sifat permeabilitas membran air, ion-ion anorganik, atau molekul-molekul organik akan keluar atau memasuki sel dan mengubah tekanan osmotik sel. Perubahan ini mempengaruhi proses-proses biokimia sel dan reaksi-reaksi sekunder yang akhirnya


(27)

pembentukan organ tanaman, perubahan komposisi kimia, dan lain-lain. Zat tumbuh dapat mengikat membran protein yang berpotensi untuk aktivitas enzim. Pengikatan ini dapat mengaktifkan enzim dan mengubah substrat-substrat menjadi satu atau beberapa produk baru yang menyebabkan reaksi-reaksi sekunder yang akhirnya menunjuk kepada respon fisiologis yang dapat dilihat (Wattimena, 1987).

Penambahan sitokinin diharapkan mampu mempercepat terbentuknya tunas baru. Berdasarkan hasil penelitian Gubbuk dan Pekmezci (2004), jenis sitokinin dan konsentrasinya sangat berpengaruh terhadap multiplikasi dan perpanjangan tunas pisang. Penelitian yang dilakukan oleh Lee (2005) menyatakan bahwa

peningkatan konsentrasi TDZ (0.002, 0.02, 0.2, dan 2.0 mg/l) menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah tunas pisang. Sebanyak 7.3 tunas pada kultivar Pei Chiao (AAA) dan 4.4 tunas Latundan (ABB) yang diberi perlakuan 2.0 mg/l TDZ. Berdasarkan hasil penelitian Youmbi dkk (2006), perlakuan TDZ dengan

konsentrasi 0.05, 0.1, 0.2, 0.4, 0.8 µM atau 0.01, 0.02, 0.04, 0.08, 0.17 mg/l menunjukkan proliferasi tunas yang lebih baik. Hasil penelitian Kasutjianingati dkk. (2010) menyatakan bahwa penambahan TDZ dengan konsentrasi 0,09 mg/l dalam media MS + 2 mg/l BA + 3 mg/l IAA dapat mempercepat pertumbuhan tunas aksilar pisang Raja Bulu 1 bulan lebih cepat. Tunas pisang Raja Bulu yang dihasilkan sebanyak 4,3 tunas per eksplan berasal dari media induksi + TDZ (Kasutjianingati dkk., 2011).

Pemberian TDZ 0,04 mg/l ke dalam media MS menghasilkan jumlah tunas lebih banyak dibandingkan dengan media yang mengandung 1 dan 2 mg/l BA (Isnaeni,


(28)

8 2008). Penambahan 0,01 mg/l TDZ ke dalam media yang mengandung 2 mg/l BA dapat meningkatkan jumlah propagul pisang Tanduk sebesar 10 kali lipat. Peningkatan jumlah propagul pisang Tanduk sebanyak 40 propagul per eksplan (Yusnita dan Hapsoro, 2013). Berdasarkan penelitian Lisnandar dkk. (2015), perlakuan BA yang terbaik untuk membentuk nodul pada pisang Kepok adalah 3 mg/l BA dengan rata-rata jumlah nodul 1,93 nodul. Sedangkan untuk pisang Raja Bulu pada BA konsentrasi 3 mg/l dan 5 mg/l dihasilkan rata-rata 0,3 dan 0,72 nodul.

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan terhadap rumusan masalah.

Pisang Kepok Kuning dan Raja Bulu merupakan hasil persilangan alami antara Musa acuminatadanMusa balbisiana. Hasil persilangan tersebut menghasilkan kultivar pisang dengan genom AAB dan ABB. Pisang dengan kandungan genom B sulit untuk diinisiasi dan menghasilkan tunas yang sedikit. Hal ini disebabkan oleh kandungan senyawa fenol yang tinggi. Senyawa fenol terbentuk akibat pelukaan yang terjadi pada permukaan eksplan. Senyawa fenol ditandai dengan munculnya warna cokelat dan hitam di sekitar eksplan yang di tanam pada media kultur. Senyawa ini bersifat toksik dan mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Oleh sebab itu diperlukan komposisi media yang tepat untuk perbanyakan pisang Kepok Kuning dan Raja Bulu serta mencegah tanaman mati akibat keracunan senyawa fenol yang teroksidasi.


(29)

Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk perbanyakan tunas dalam kultur jaringan. Dalam sel sitokinin berperan dalam mendorong pembelahan sel. Sitokinin menyebabkan transkripsi beberapa gen terpacu sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tingkat mRNA. Namun, sitokinin juga meningkatkan kestabilan mRNA yang menyebabkan translasi pesan genetik menjadi protein meningkat. Peningkatan laju translasi menyebabkan laju sintesis protein meningkat sehingga mempersingkat waktu berlangsungnya fase S dalam daur sel yaitu pada tahap sintesis DNA. Protein yang terbentuk akan bereaksi dengan zat tumbuh sehingga mengubah sifat-sifat fisik protein seperti

mengembang dan mengkerut. Selain itu, sitokinin juga mengubah tekanan osmotik sel yang mempengaruhi proses biokimia dalam sel sehingga menghasilkan respon tumbuh seperti pembengkokan, pembentukan organ tanaman (tunas), dan perubahan komposisi kimia.

Thidiazuron (TDZ) dan benziladenin (BA) merupakan jenis sitokinin yang banyak digunakan dalam kultur jaringan. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan konsentrasi TDZ dapat meningkatkan jumlah tunas pisang pada perbanyakan tunas pisangin vitro. Dengan konsentrasi 2,0 mg/l dapat meningkatkan jumlah tunas, bahkan dengan konsentrasi 0,09 mg/l dapat menghasilkan tunas pisang sebnyak 4,3 tunas. Beberapa penelitian juga menunjukkan penambahan BA dapat meningkatkan jumlah tunas pisang. Penambahan BA 3 mg/l ke dalam media dapat membentuk nodul embrio somatik pada pisang Kepok dan Raja Bulu. Namun keefektifan TDZ lebih baik dari BA, dengan konsentrasi rendah TDZ dapat meningkatkan jumlah tunas. Oleh sebab itu, dilakukan tindakan untuk mengkombinasikan TDZ dengan BA untuk menghasilkan kultur yang baik. Hal


(30)

10 ini terbukti dengan penambahan TDZ 0,01 ke dalam media yang mengandung BA 2 mg/l dapat meningkatkan jumalah propagul 10 kali lipat.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut.

1. Peningkatan konsentrasi TDZ tunggal dapat meningkatkan perbanyakan tunas pisang Kepok Kuning dan embrio pisang Raja Buluin vitro.

2. Pemberian BA dan TDZ dapat menghasilkan jumlah tunas pisang Kepok Kuning dan embrio pisang Raja Buluin vitrolebih banyak dibandingkan penggunaan TDZ tunggal.


(31)

2.1 Botani Tanaman Pisang

Pisang adalah salah satu komoditas buah unggulan Indonesia yang terdiri atas lebih dari 200 kultivar pisang (Wibowo dkk., 2009). Pisang memiliki nama yang berbeda di setiap daerahnya seperti banana untuk Inggris, babanier untuk Prancis, chuoi untuk Vietnam, dan xiang chiao untuk Cina (Nakasone dan Paull, 2010). Tanaman ini diduga berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara dan hingga kini tersebar luas ke negara beriklim tropis dan subtropis (Suyanti dan Supriyadi, 2008).

Banyak negara mengonsumsi pisang sebagai makanan pokok. Indonesia, Brasil, Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Hawai, serta negara-negara Afrika dikenal sebagai sentra produksi pisang di dunia (Suyanti dan Supriyadi, 2008). Pisang dapat dikonsumsi segar atau dalam bentuk olahan. Kualitas buah pisang akan mempengaruhi harga di pasaran. Buah dengan kualitas baik seperti mulus tanpa cacat, tingkat ketuaan dan kematangan optimal,

penampilan menarik, besar dan padat akan memiliki harga yang lebih tinggi (Cahyono, 2009).


(32)

12 Klasifikasi pisang secara umum menurut Suyanti dan Supriyadi (2008) dan

plantamor (2014) adalah. Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Divisio : Magnoliophyta Kelas : Monocotyledone Subkelas : Commelinidae Ordo : Zingiberales Familia : Musaceae Genus :Musa

Spesies :Musa paradisiacaLinn.

Kandungan vitamin pisang sangat tinggi seperti provitamin A yang berupa betakaroten sebayak 45 mg dalam 100 g berat kering. Pisang juga mengandung vitamin B yaitu tiamin, riboflavin, niasin, dan piridoksin sebesar 0,5 mg. Selain itu pisang juga mengandung mineral yaitu kalium yang diperkirakan

menyumbang 440 mg. Kalium berfungsi untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh, kesehatan jantung, tekanan darah, dan membantu pengiriman oksigen ke otak (Suyanti dan Supriyadi, 2008).

Terdapat tiga jenis tanaman pisang di Indonesia yaitu pisang hias, pisang serat dan pisang buah yang banyak dikonsumsi dan bernilai ekonomi tinggi. Pisang yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan digemari masyarakat yaitu Ambon Kuning (AAA), Ambon Lumut (AAA), Ambon Putih (AAA), Barangan (AAA), Raja (AAB), Kepok (ABB), Tanduk (AAB), Badak, dan Nangka (Cahyono, 2009).


(33)

Pisang kepok merupakan pisang jenisplantain. Bentuk buahnya agak pipih karenanya sering disebut pisang gepeng dan memiliki kulit tebal. Berat per tandan dapat mencapai 22 kg, jumlah sisirnya 10-16 sisir. Setiap sisir terdiri dari 12-20 buah. Bila matang warna kulit buahnya kuning penuh. Pisang kepok yang terkenal diantaranya pisang Kepok Putih dan Kepok Kuning. Pisang Kepok putih memiliki warna daging buah putih dan pisang Kepok Kuning daging buahnya berwarna kuning. Pisang Kepok Kuning rasa buahnya lebih enak dibandingkan Kepok Putih sehingga lebih disukai dan harganya lebih mahal (Prabawati dkk., 2008).

Pisang Raja Bulu atau dikenal dengan pisang Raja termasuk buah yang dapat digunakan sebagai buah meja dan bahan baku produk olahan atau campuran dalam pembuatan kue. Pisang Raja Bulu memiliki bentuk buah lurus agak

melengkung dengan ujung buah sedikit tumpul. Panjang buah berkisar antara 10-17 cm dengan bobot buah 160-10-170 gram. Daging buah berwarna kuning

kemerahan bertekstur lunak dan tidak berbiji serta rasanya sangat manis. Setiap tandan memiliki berat berkisar 4-22 kg dengan jumlah sisir 6-7 sisir dan jumlah buah 10-16 setiap sisir. Pisang Raja Bulu mengandung karoten lebih tinggi dan gula yang rendah dibanding pisang lain. Pisang Raja Bulu baik untuk dikonsumsi bagi penderita diabetes (Pusat Kajian Buah Tropika, 2005; Prabawati dkk., 2008).

2.2 Perbanyakan Tanaman secara Konvensional

Tanaman pisang memiliki ciri khas berbatang semu, sedangkan batang

sesungguhnya berada di bawah tanah yang biasa disebut dengan bonggol. Batang semu merupakan tumpukan pelepah yang tersusun rapat dan teratur. Pada


(34)

14 bonggol terdapat mata-mata tunas yang akan tumbuh menjadi anakan pisang yang dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman dewasa (Yusnita, 2015).

Bibit pisang umumnya diperbanyak secara konvensional oleh petani.

Perbanyakan secara konvensional menggunakan anakan (sucker) dan belahan bonggol (bit). Jumlah bibit yang dapat dihasilkan dari anakan relatif sedikit, yaitu 5-12 anakan/rumpun/tahun. Dengan belahan bonggol ataubitdalam satu rumpun dengan lima bonggol berdiameter 15 cm dapat dihasilakan 10-20 bibit (Yusnita, 2015).

Menurut Isnaeni (2008), perbanyakan bibit unggul secara konvensional belum dapat memenuhi kebutuhan bibit pisang skala perkebunan besar. Yusnita (2015) menyatakan bahwa bibit pisang yang berasal dari anakan dan belahan bonggol berpotensi membawa inokulum pathogen penyebab berbagai penyakit seperti cendawanFusarium oxysporumf.sp.cubenseatau bakteri penyebab layu

Ralstonia solanacearum. Selain itu, kelemahan bibit secara konvensional adalah tidak seragam.

2.3 Perbanyakan Tanaman secaraIn Vitro

Kultur jaringan adalah membudidayakan jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya dalam kondisi aseptik. Teknik kultur jaringan sangat bermanfaat dalam mengatasi kendala pada perbanyakan tanaman yang tidak dapat dilakukan secara konvensional seperti tanaman anggrek yang memiliki biji mikroskopis atau kelapa sawit yang memiliki biji berkulit keras. Selain itu, perbanyakan tanaman secara kultur jaringan merupakan teknik


(35)

alternatif yang tidak dapat dihindari jika penyediaan bibit tanaman harus dilakukan dalam skala besar dan dalam waktu yang relatif singgkat (Yusnita, 2003). Prinsip dasar kultur jaringan adalah teori totipotensi sel, yaitu kemampuan suatu sel untuk beregenarasi menjadi tanaman utuh (Iliev dkk., 2010).

Keunggulan teknik perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan adalah mampu menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif singkat, bebas patogen, dapat dilakukan sepanjang tahun, tidak memerlukan tempat yang luas, dan bibit yang dihasilkan bersifattrue-to type(Windiastika, 2013; Yusnita, 2003). Manfaat utama perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman yang permintaannya tinggi tetapi pasokannya rendah, karena laju perbanyakan secara konvensional

diannggap lambat (Yusnita, 2003).

Menurut Yusnita (2003), pembiakan tanaman dengan kultur jaringan dibagi menjadi beberapa tahap secara berurutan sebagai berikut.

1. Tahap 0, memilih dan menyiapkan tanaman induk untuk eksplan. 2. Tahap 1, inisiasi kultur atauculture establisment.

3. Tahap 2, multiplikasi atau perbanyakan propagul (bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio).

4. Tahap 3, mempersiapkan untuk transfer propagul ke lingkungan eksternal yaitu pemanjangan tunas, induksi, dan perkembangan akar.

5. Tahap 4, aklimatisasi planlet ke lingkungan luar.

Keberhasilan perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan ditentukan oleh beberapa faktor yang berkaitan satu sama lain. Faktor–faktor tersebut adalah


(36)

16 eksplan (bentuk regenerasi dalam kultur, genetik, dan umur ontogenetik), metode pembiakanin vitrodan media tumbuh, zat pengatur tumbuh (ZPT) yang

digunakan, dan lingkungan tumbuh kultur yang mempengaruhi regenerasi tanaman seperti suhu, panjang dan intensitas penyinaran. Intensitas cahaya optimum untuk tahap inisiasi adalah 0-1.000 lux, tahap multiplikasi sebesar 1.000-10.000 lux, tahap pengakaran sebesar 10.000-30.000 lux, dan tahap aklimatisasi sebesar 30.000 lux (Yusnita, 2003; Yuliarti, 2010).

Eksplan adalah bahan tanaman yang akan dikulturkan. Kualitas eksplan menentukan keberhasilan eksplan. Eksplan yang sehat danvigiorous

memungkinkan untuk menghasilkan kultur yang baik. Bagian tanaman yang umum digunakan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Bagian tanaman yang banyak digunakan sebagai eksplan adalah kalus, sel, protoplas, tunas pucuk, bunga, potongan daun, potongan akar, umbi, biji atau bagian-bagian biji seperti aksis embrio atau kotiledon. Pada kulturin vitrotanaman pisang, yang diambil sebagai eksplan adalah bagian bonggol tempat anakan atau mata tunas muncul (Yusnita, 2003; Yuliarti, 2010).

Media tumbuh kultur merupakan salah satu syarat agar kultur berjalan baik (George dkk., 2008). Secara fisik media kultur dibagi menjadi dua yaitu media cair dan media padat (Yusnita, 2003). Dalam media terkandung komponen yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Komponen dalam media kultur yaitu hara makro dan mikro, sukrosa sebagai sumber energi, aquades sebagai pelarut, bahan aktif untuk mengaktifkan pertumbuhan, vitamin, asam amino, agar sebagai pemadat, dan ZPT (Yusnita, 2003).


(37)

Terdapat beberapa komposisi media kultur untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg dkk. (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog-MS (1962) serta woody plant medium-WPM (Lloyd dan McCown, 1980). Namun media yang banyak digunakan adalah komposisi media MS (Murashige dan Skoog pada tahun 1962) (Tabel 4 pada Lampiran) (Yusnita, 2003).

2.4 Zat Pengatur Pertumbuhan

Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan hara yang dalam konsentrasi rendah dapat mendukung, menghambat dan mengubah proses fisiologi tanaman (Yusnita, 2003). Penggunaan ZPT dalam kultur jaringan disesuaikan pada tujuan pertumbuhan kultur yang diinginkan (Lestari, 2011). Yusnita (2003) menyatakan bahwa konsentrasi dan jenis ZPT menjadi salah satu komponen yang menentukan keberhasilan perbanyakan kultur jaringan.

Salah satu ZPT yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah sitokinin. Sitokinin dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Beberapa macam sitokinin merupakan sitokinin alami (kinetin dan zeatin) dan beberapa lainnya merupakan sitokinin sintetik.

Peningkatan konsentrasi sitokinin akan menyebabkan sistem tunas membentuk cabang dalam jumlah yang lebih banyak (Dewi, 2008).

Beberapa fungsi sitokinin menurut George dkk. (2008) adalah: 1. Meningkatkan aktivitas pembelahan dan pembesaran sel.


(38)

18 2. Memacu inisiasi tunas pada kultur jaringan.

3. Melemahkan dominansi apikal.

4. Menunda terjadinya penuan pada daun dengan cara mempertahankan keutuhan membran tonoplas.

5. Meningkatkan pembukaan stomata pada beberapa spesies tanaman.

TDZ (N-phenyl-N’-1-2-3,-thidiazol-5-ylurea) merupakan sitokinin yang memiliki efektivitas lebih dibanding dengan sitokinin lain dalam kultur jaringan. Dengan konsentrasi kurang dari 0,1 µM, TDZ menghasilkan proliferasi tunas aksilar lebih baik (Lee, 2005). Meskipun TDZ memiliki efektivias yang lebih baik namun di Indonesia relatif sulit diperoleh dan harganya realtif mahal (Yusnita, 2003). TDZ memiliki bobot molekul sebesar 220,25 g/mol dengan rumus molekul C9H8N4OS dan rumus bangun pada Gambar 1.

Selain TDZ, BA juga merupakan jenis sitokinin yang sering kali dipakai dalam kultur jaringan. BA (6-benzylaminopurine/6-benziladenin) memiliki bobot molekul sebesar 225,26 g/mol dengan rumus bangun pada Gambar 1. Dengan konsentrasi 0,5-10 mg/l dapat merangsang multiplikasi tunas aksilar dan relatif mudah diperoleh serta lebih murah dari TDZ (Yusnita dan Hapsoro, 2002; Yusnita, 2003).


(39)

Gambar 1. Rumus ba

(a) (b)


(40)

III. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan utama dan satu percobaan lanjutan, yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi thidiazuron dengan dan tanpa benziladenin terhadap

perbanyakan tunas pisang Kepok Kuning, dan Pengaruh TDZ 0,1 mg/l dan TDZ 0,1 mg/l + BA 2 mg/l terhadap Perkembangan nodul embrio somatik pisang Kepok Kuning.

2. Pengaruh konsentrasi thidiazuron dengan dan tanpa benziladenin terhadap perbanyakan embrio somatik pisang Raja Bulu.

3.1. Percobaan I. Pengaruh Konsentrasi Thidiazuron dengan dan tanpa Benziladenin terhadap Perbanyakan Tunas Pisang Kepok Kuning

3.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Juni 2015.

3.1.2 Metode Penelitian

Perlakuan diterapkan pada satuan percobaan dalam rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial 4x2. Faktor pertama adalah empat taraf konsentrasi TDZ, yaitu 0,005 mg/l, 0,01 mg/l, 0,05 mg/l, 0,1 mg/l. Faktor kedua


(41)

adalah 0 mg/l dan 2 mg/l BA. Delapan perlakuan tersebut ditambahkan ke dalam media dasar MS (Murashige and Skoog, 1962). Masing-masing perlakuan diulang lima kali. Setiap satuan percobaan terdiri dari lima botol kultur satu eksplan/botol. Homogenitas data diuji dengan uji Barlet. Apabila asumsi terpenuhi, selanjutnya akan dilakukan anlisis ragam. Pemisahan nilai tengah dilakukan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan taraf 5%.

Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini adalah konsentrasi TDZ dan kombinasi antara TDZ dan BA disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Perlakuan yang diujikan pada penelitian.

No. Media Dasar TDZ (mg/l) BA (mg/l) 1

Murashige dan Skoog (1962)

0.005 0

2 0.01 0

3 0.05 0

4 0.1 0

5 0.005 2

6 0.01 2

7 0.05 2

8 0.1 2

3.1.3 Pelaksanaan Penelitian

3.1.3.1 Sterilisasi Botol Kultur

Sterilisasi botol kultur adalah kegiatan awal yang dilakukan pada teknik kultur jaringan. Sterilisasi ini dilakukan dengan memasukkan botol kultur ke dalam autoklaf. Autoklaf yang digunakan adalah autoklaf elektrik. Cara pengoperasian autoklaf yaitu menambahkan air ke dalam autoklaf hingga batas tertentu. Setelah


(42)

22 itu kemudian menyusun botol kultur ke dalam autoklaf dengan menggunakan keranjang hingga penuh. Autoklaf ditutup dan tuas listrik dinaikkan. Waktu diatur selama 30 menit pada suhu 1210C dengan tekanan 1,2 kg/cm2. Setelah sterilisasi dengan autoklaf selesai, autoklaf dimatikan dan dibiarkan hingga tekanan turun menjadi 0 kg/cm2. Botol-botol dikeluarkan dari autoklaf dan dibersihkan dari media yang ada di dalam botol. Botol kemudian dicuci dengan menggunakan detergen dan desinfektan (5,25% NaOCl) sebanyak 50%,

selanjutnya dibilas dan direndam dalam larutan detergen dan desinfektan (5,25% NaOCl) kembali selama satu hari. Keesokan harinya botol-botol dicuci kembali dan label yang ada pada botol di hilangkan. Setelah itu botol-botol dibilas hingga bersih dan ditutup dengan plastik dan karet kemudian diautoklaf dengan autoklaf Tommy selama 30 menit, suhu 121oC dan tekanan 1,2 kg/cm2.

3.1.3.2 Media Kultur

Penelitian ini menggunakan media dasar MS (Murashige and Skoog, 1962). Terdapat 2 macam media yang digunakan yaitu media prekondisi dan media perlakuan. Media prekondisi berisi garam-garam MS; 2 mg/l BA; 0,005 mg/l TDZ; 50 mg/l asam sitrat; dan 150 mg/l asam askorbat. Media perlakuan yang digunakan adalah media prekondisi dengan dan tanpa 2 mg/l BA serta

penambahan berbagai konsentrasi TDZ sesuai dengan perlakuan.

Pembuatan media dilakukan dengan melarutkan garam-garam MS; 2 mg/l BA; 0,005 mg/l TDZ; 50 mg/l asam sitrat; dan 150 mg/l asam askorbat; serta 30 g/l sukrosa hingga homogen. Larutan yang telah homogen kemudian ditera dengan menambahkan aquades menggunakan labu ukur 1 L. Setelah ditera, pH larutan


(43)

diukur dengan menggunakan pH meter dan ditetapkan menjdi 5,8. Penetapan pH dilakukan dengan cara menambahkan larutan KOH 1 N jika pH larutan kurang dari 5,8 dan larutan HCl 1 N jika pH larutan lebih dari 5,8. Larutan yang telah di pH dimasak dengan 8 g/l agar-agar hingga mendidih. Sebanyak 20 -25 ml media dituangkan dalam botol berukuran 250 ml kemudian ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet serta diberi label sesuai komposisi media. Media tersebut kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC pada tekanan 1,2 kg/cm2 selama 7 menit. Setelah sterilisasi selesai dan tekanan autoklaf turun menjadi 0 kg/cm2, media dikeluarkan dan disimpan dalam ruang kultur.

3.1.3.3 Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini berupa eksplan tunas apikal yang berasal dari meristem bonggol tanaman pisang. Kultivar yang digunakan adalah pisang “Kepok Kuning”. Bonggol pisang didapatkan dari Gedong Tataan,

Kabupaten Pesawaran, Lampung Selatan. Bonggol pisang yang digunakan

berupa anakan pisang dengan diameter 10-20 cm. Bonggol anakan pisang diambil dengan menggunakan sabit dan cangkul yang kemudian dibawa ke lahan sekitar Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.


(44)

Gambar 2. Bahan ekspl pisang (um meristem

3.1.3.4 Persiapan Ekspl

Eksplan pisang yang t Batang semu dibuang tersisa. Bonggol yang kemiringan 450(berbe eksplan berupa 15-20 c meristematik bonggol fungisida berbahan akt menit. Eksplan selanj permukaan eksplan.

a

ksplan pisang Kepok Kuning yang digunakan ( (umur ± 5 bulan) sebagai sumber eksplan dan (b

m yang diambil.

ksplan

g telah berada di lahan sekitar laboratorium dipe ng beberapa lapis dengan menggunakan pisau hi

ng ada diambil dengan cara menyudutkan pisau de rbentuk segi 5 dengan ujung runcing) hingga di 20 cm batang semu dengan mata tunas dan jarin

ol. Eksplan tersebut kemudian direndam dalam n aktif Mankozeb 2 g/l dan 150 mg/l asam askorb anjutnya dibawa ke dalam laboratorium untuk st n.

b

Bagia merist

24

n (a) bonggol n (b) bagian

dipersiapkan. u hingga 2 lapis

sau dengan didapatkan

ringan lam larutan skorbat selama ±30

uk sterilisasi gian


(45)

Gambar 3. Proses pen sudut 450

3.1.3.5 Sterilisasi dan P

Sebelum sterilisasi pe cm. Eksplan kemudia Setelah dicuci eksplan di eksplan. Eksplan kem mengandung 5,25% N sebanyak 5 tetes, kem dibilas dengan air ster (LAFC). Eksplan yag t x 1 cm.

Eeksplan yang telah b berkonsentrasi 150 m dengan desinfektan (5,25 10 menit dengan men lebih hingga bersih. S

a

s pengambilan eksplan pisang Kepok Kuning (a) p 450dan (b) proses perendaman dengan larutan fun

dan Penanaman Eksplan

permukaan, eksplan dikecilkan kembali hingga udian dicuci dengan detergen dan dibilas di air m ksplan dimasukkan dalam botolschothingga seban n kemudian disterilkan dengan larutan desinfektan NaOCl berkonsentrasi 50% yang ditambahTw emudian dikocok selama 30 menit. Setelah itu ke steril sebanyak 3 kali di dalamLaminar Air Flow

ag telah bersih dikecilkan kembali hingga berukur

h berukuran kecil direndam dalam larutan asam 150 mg/l selama 15 menit. Eksplan kemudian diste

n (5,25% NaOCl) berkonsentrasi 15% tanpaTwe enggunakan vakum, kemudian dibilas sebanyak 3 . Sterilisasi tersebut kemudian diulang kembali

b

a) pembentukan n fungisida.

ngga ukuran 7-10 r mengalir. anyak 10 ktan yang Tween-20 tu kemudian low Cabinet rukuran 1,5 x 1,5

m askorbat sterilisasi kembali ween-20 selama

ak 3 kali atau ali dan dibilas


(46)

hingga bersih. Ekspla prekondisi. Satu botol ditanam dalam media

Gambar 4. Proses pena eksplan da

3.1.3.5 Pengamatan

Pengamatan eksplan di pengamatan pada pen 1. Rata-rata jumlah m

tumbuh dari setiap ke 2. Rata-rata jumlah tuna

setiap ketiak bongg 3. Jumlah propagul pe

tunas aksilar. 4. Penampilan visual e

pada saat 0, 4, 8, d penunjang hasil pe a

ksplan yang sudah bersih kemudian ditanam dalam u botol media prekondisi berisi satu eksplan. Setel

dia kemudian diberi label nama dan tanggal pen

s penanaman ekslpan pisang Kepok Kuning (a) pe n dan (b) penanaman ke media prekondisi.

n dilakukan sejak munculnya tunas aksilar. Ad penelitian ini adalah:

h mata tunas aksilar. Mata tunas aksilar adalah t ap ketiak bonggol eksplan dengan ukuran < 0,5 h tunas aksilar. Tunas aksilar adalah tunas yang

ggol eksplan dengan ukuran≥ 0,5 cm.

ul per eksplan. Propagul adalah jumlah dari mata

sual eksplan. Penampilan visual eksplan di dalam 0, 4, 8, dan 10 MSP. Variabel pengamatan ini diguna

pengamatan variabel lainnya. b 26 lam media telah eksplan penanaman. ) pengecilan dapun variabel

h tunas yang 0,5 cm.

ng tumbuh dari

ata tunas dan

am kultur diamati unakan sebagai


(47)

3.2 Percobaan Lanjutan: Pengaruh TDZ 0,1 mg/l dan TDZ 0,1 mg/l + BA 2 mg/l terhadap Perkembangan Nodul Embrio Somatik Pisang Kepok Kuning

Percobaan menggunakan bahan tanam berupa nodul embrio somatik yang terdapat pada meristem pisang Kepok Kuning. Tujuan percobaan ini adalah untuk melihat perkembangan nodul embrio somatik pada media kultur yang ditambahkan dengan TDZ 0,1 mg/l maupun kombinasi TDZ 0,1 mg/l dan BA 2 mg/l. Nodul embrio somatik yang terdapat pada meristem pisang Kepok Kuning kemudian di potong dan ditanam pada media kultur yang baru dengan kandungan ZPT yang sama. Nodul embrio somatik yang telah dipotong kemudian diinkubasi dan diamati perkembangannya.

3.3 Percobaan II. Pengaruh Konsentrasi Thidiauron dengan dan tanpa Benziladenin terhadap Perbanyakan Embrio Somatik Pisang Raja Bulu

3.3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2015.

3.3.2 Metode Penelitian

Perlakuan diterapkan pada satuan percobaan dalam rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial 4x2. Faktor pertama adalah empat taraf konsentrasi TDZ, yaitu 0,005 mg/l, 0,01 mg/l, 0,05 mg/l, 0,1 mg/l. Faktor kedua adalah 0 mg/l dan 2 mg/l BA. Delapan perlakuan tersebut ditambahkan ke dalam


(48)

media dasar MS (Mur perlakuan diulang ena kultur. Homogenitas d selanjutnya akan dilakuk dengan uji beda nyata

Perlakuan yang dicob kombinasi antara TDZ

3.3.3 Bahan Tanam

Bahan tanam yang dig (nodul embrio somati AAB). Kulturin vitro

Gambar 5. Eksplan e bahan tana

3.3.4 Penanaman ekspl

Eksplan yang berupa ku dipotong menjadi beb

Murashige dan Skoog pada tahun 1962). Masing nam kali. Setiap satuan percobaan terdiri dari as data diuji dengan uji Barlet. Apabila asumsi lakukan anlisis ragam. Pemisahan nilai tengah di ata terkecil (BNT) dengan taraf 5%.

obakan dalam penelitian ini adalah konsentrasi T DZ dan BA disajikan pada Tabel 1.

digunakan pada penelitian ini berupa eksplan m atik) yang bersal dari kulturin vitropisang Raja trotersebut didapatkan dari hasil penelitian Tri

embrio somatik pisang Raja Bulu yang diguna anam pada percobaan II.

ksplan

a kumpulan nodul embrio diseragamkan ukura beberapaclumpsebesar 0,5 cm. Setiapclumpm

28 sing-masing

ri enam botol si terpenuhi, ngah dilakukan

si TDZ dan

n meristem nodul aja Bulu (genom riayani (2014).

unakan sebagai

n ukurannya dengan memiliki jumlah


(49)

nodul yang berbeda. C botol berisi satuclump

Gambar 6. Proses pena penyeraga

3.3.5 Pengamatan

Pengamatan eksplan di variabel pengamatan p 1. Rata-rata jumlah p

Embrio nodul adal 2. Penampilan visual e

pada saat 0, 4, dan 8 penunjang hasil pe

. Clumpkemudian dimasukkan kedalam media umpberukuran 0,5 cm.

s penanaman eksplan pisang Raja Bulu yaitu (a) pe gaman ukuran, dan (c) penanaman.

n dilakukan sejak bertambahnya nodul embrio. A n pada penelitian ini adalah:

propagul. Propagul adalah jumlah nodul embr dalah setiap butir bulatan yang masih berwarna put sual eksplan. Penampilan visual eksplan di dalam

an 8 MST. Variabel pengamatan ini digunakan se pengamatan variabel lainnya.

dia perlakuan satu

) pemotongan, (b)

o. Adapun

brio dan tunas. a putih.

am kultur diamati kan sebagai


(50)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah diujikan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada kulturin vitrotanaman pisang “KepokKuning”,benziladenin dan interaksi benziladenin dan thidiazuron tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah propagul. Peningkatan konsentrasi thidiazuron dari 0,005-0,1 mg/l mengakibatkan peningkatan jumlah propagul. Jumlah propagul tertinggi diperoleh pada konsentrasi thidiazuron 0,1 mg/l.

2. Pada kulturin vitrotanaman pisang“Raja Bulu”, peningkatan konsentrasi

thidiazuron dari 0,005-0,1 mg/l tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah propagul. Pemberian 2 mg/l benziladenin menyebabkan penurunan secara nyata jumlah propagul. Dengan pemberian thidiazuron 0,005-0,1 mg/l tanpa benziladenin dihasilkan rata-rata 12,5 propagul.

3. Propagul yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah berupa tunas, mata tunas, dan nodul embrio somatik. Pengulturan nodul embrio somatik pada media yang mengandung 0,1 mg/l thidiazuron menyebabkan nodul embrio somatik memperbanyak diri dengan cepat. Dalam 3 bulan dihasilkan 433 nodul/clump.


(51)

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, penulis menyarankan agar dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui konsentrasi BA yang tepat untuk perbanyakan tunas pisang baik pada pisang Kepok Kuning maupun pada pisang Raja Bulu, serta mengetahui kombinasi antara TDZ dan BA yang tepat untuk menghasilkan tunas aksilar terbanyak.


(52)

PUSTAKA ACUAN

Ali, K.S., A. A. ELhasan, S. O. Ehiweris dan H. E. Maki. 2013. Embryogenesis and plantlet regeneration via immature male flower culture of banana (Musa sp.) cv.Grand Nain. Journal of Forest Products and Industries2: (3). Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Buah-buahan dan Sayuran Tahunan di

Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1& daftar=1&id_ subyek=55&notab=16. Diakses pada tanggal 15 September 2014.

Cahyono, B. 2009. Pisang, usaha tani dan penanganan pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.

Damayanti, F. dan Samsurianto. 2010. Konservasi in vitro plasma nutfah untuk aplikasi di bank gen. Bioprospek7 (2) : 1-6.

Danial, E. 2013. Perbanyakan In Vitro Tanaman Pisang ‘Ambon Kuning’ dan ‘Raja Bulu’. (Tesis). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Darvary, F. M., M. Sariah, M.P. Puad and M. Maziah. 2010. Micropropagation of Some Malaysian banana and plantain (Musa sp.) cultivars using male flowers. Journal of Biotechnology9 (16): 2360-2366.

Dewi, I. R. 2008. Perananan dan fungsi fitohormon bagi pertumbuhan tanaman. (Makalah). Universitas Padjadjaran. Bandung.

George, E. F., M.A. Hall, and G. J. De Klerk. 2008. Plant Propagation by Tissue Culture. 3rd Edition. Volume 1. Spinger. Dordrecht: 205-227.

Gubbuk, H. dan M. Pekmezci. 2004. In Vitro Propagation of Some New Types (Musa spp.). Turk J Agri : 28 (2004) : 353-361.

Guo, B., B. H. Abbasi, A. Zeb, L. L. Xu, dan Y. H. Wei. 2011. Thidiazuron: A multi-dimensional plant growth regulator. African Journal of Biotechnologi Vol.10 (45).

Iliev, I., Gadjosova, G. Libiakova, dan S. M. Jain. 2010. Plant

Micropropagation. In: Plant Cell Culture. M. R. Davey and P. Anthony (Eds). John Wiley and Sons, Ltd. New Jersey. 1-20.


(53)

Indian Horticulture Database. 2014. Indian Hortikulture Database-2013. New Delhi. India.

Ismaryati, T. 2010. Studi Multiplikasi Tunas, Perakaran, dan Aklimatisasi Pada

Perbanyakan in Vitro Pisang ‘Raja Bulu’, ‘Tanduk’, dan ‘Ambon Kuning’. (Tesis). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 30-56 hlm.

Isnaeni, N. 2008. Pengaruh TDZ terhadap Inisiasi dan Multiplikasi Kultur in Vitro Pisang Raja Bulu ( Musa paradisiaca L. AAB Group). (Skripsi). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Jatmiko, W., W. A. Widodo, Y. A. Rais dan A. Kusumawardani. 2011. Pengaruh suhu terhadap kadar glukosaterbentuk dan konstanta kecepatan reaksi pada hidrolisa kulit pisang. Jurnal Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia3, 357-367.

Kanchanapoom, K. dan K. Promsom. 2011. Micropropagation andin vitro germplasm conservation of endangeredMusa balbisiana‘Kluai Hin’ (BBB group). African Journal of Biotecnologi. 11 (24). Pp.6464-6469.

Kasutjianingati, R. Poerwanto, N. Khumaida,dan D. Efendi. 2010. Kemampuan pecah tunas dan kemampuan berbiak mother plant pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk (AAB) dalam medium inisiasi in vitro. Agriplus 20:39-46.

Kasutjianingati, R. Poerwanto, Widodo, N. Khumaida, dan D. Efendi. 2011. Pengaruh media induksi terhadap multiplikasi tunas dan pertumbuhan planlet pisang Rajabulu (AAB) dan Pisang Tanduk (AAB) pada berbagai media multiplikasi. Jurnal Agronomi Indonesia, 39 (3): 180-187.

Kumar, K. G., V. Krishna, Vankatesh and K. Pradeep. 2011. High Frequency Regeneration of Planlets from Immature Male Floral Explants of Musa paradisiac cv. Puttabale–AB Genome. Plant Tissue and Biotech21 (2) : 199-205.

Lee, S. W. 2005. Thidiazuron in the improvment of banana micropropagation. Taiwan Banana Research Institute. Acta Hort692.

Lestari, E. G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Agro Biogen7 (1): 63—68.

Lisnandar, D. S., A. Fajarudin, D. Efendi, dan I. Rostika. 2015. Organogenesis bunga aksis pisang bergenom AAB dan ABB (Organogenesis of floral axis of AAB and ABB group banana). J. Hort.25 (1):1-8.

Nakasone, H. Y., dan R. E. Paull. 2010. Tropical Fruit. CAB Internasional London . 445 halm.


(54)

56 Nisa, C. dan Rodinah. 2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang

(Musa paradisiaca L.) dengan pemberian campuran NAA dan Kinetin. Bioscientiae2 (2) : 23-26.

Plantamor. 2014. Musa paradisiaca. www.plantamor.com/ spesies /musa-paradisiaca. 29 desember 2014.

Prabawati, S. Suyanti dan D. A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pinang. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Prayoga, L. dan Sugiyono. 2010. Uji perbedaan media dan konsentrasi BAP

terhadap pertumbuhan tunas pisang raja secar kultur in vitro. Jurnal Agritech, XII(2): 89-99.

Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 2005. Riset unggulan strategis nasional pengembangan buah-buahan unggulan Indonesia. Laporan Akhir. Kementrian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Rainiyati, D. Martino, Gusniwati dan Jasminarni. 2007. Perkembangan pisang raja nangka (Musa sp.) secara kultur jaringan dari eksplan anakan dan meristem bunga. Journal AgronomiVol. 11 No. 1.

Rainiyati, Lizawati, dan M. Kristiana. 2009. Peranan IAA dan BAP terhadap perkembangan nodul pisang (Musa ABB) Raja Nangka secara in vitro. Jurnal AgronomiVol. 13 No. 1.

Rayis, S. A. dan A. A. Abdallah. 2015. Somatic embriogenesis for the genetic improvement of a triploid banana (Musaspp. AAA cv. Barangan) using three different media with different growth regulator. Internasional Journal of Recent Reseach in life sciences.Vol. 2 (1): 55-58.

Roels, S., M. Escalona, I. Cejas, C. Noceda, R. Rodriguez, M. J. Canal, J. Sandoval, and P.Debergh. 2005. Optimization of Plantain (MusaAAB) Micropropagation by Temporary Immersion System.Plant Cell, Tissue, and Organ Culture82: 57—66.

Rostiana, O. 2007. Pengaruh benziladenin dan thidiazuron terhadap

multuiplikassi tunas piretrum (Chrysanthemum cinerariifolium Trev.) klon prau-6 secara in vitro. Jurnal Bahan Alam Indonesia,6 (30).

Roy, O. S., P. Bantawa, S. K. Ghosh, J. A. T. da Silva, P. Deb Ghosh, and T. K. Mondal. 2010. Micropropagation and Field Performance of ‘Malbogh’ (Musa paradisiaca, AAB Grup): A. Popular Banana Cultivar with High Keeping Quality of North East India. Tree and Forestry Science and Biotechnologi 4 (Special Issue 1):52-58.


(55)

Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan; Jilid 3. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 64 hlm.

Sukartini. 2007. Pengelompokan aksesi pisang menggunakan karakter morfologi IPGRI. J. Hort.17 (1): 26-23. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Semaryani, C. I. M., dan D. Diny. 2012. Subkultur Berulang Tunas In Vitro

Pisang Kepok Unti Sayang Pada Beberapa Komposisi Media. IPB. Bogor. Sunarjono, H. 2002. Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan. Swadaya.

Jakarta.

Swandra, E., M. Idris, dan N. W. Surya. 2012. Multiplikasi tunas andalas (Morus macroura Miq. Var. Macroura) dengan menggunakan thidiazuron dan sumber eksplan berbeda secara in vitro. Jurnal biologi Universitas Andalas. Suyanti dan A. Supriyadi. 2008. Pisang, budidaya, pengolahan, dan prospek

pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Triyani, S. 2014. Pengaruh Konsentrasi Benziladenin Dan Thidiazuron

Terhadap Multiplikasi Tunas Pisang ‘Raja Bulu” (Genom AAB) In Vitro.

(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wattimena, G. A. 1987. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wibowo, A., S. Subandiyah, I. M. Soedharma, Y. Supriati, dan Y. Suryadi. 2009. Perakitan tanaman pisang kepok kuning tahan terhadap penyakit darah dan layu fusarium melalui variasi somaklonal dan simbiosis endofitik (Tahun II). Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian Dengan Perguruan Tinggi. Windiastika, G. 2013. Peranan Kultur Jaringan dalam Memperoleh Benih

Unggul. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. Surabaya.

Youmbi, E., B. Ella, dan K. Tomekpe. 2006. Effect of thidiazuron on in vitro proliferation capacities of some banana (Musa spp.) cultivars with weak multiplication potential. Akdeniz Universitesi Ziraat Fakultesi Dergisi, 19 (2): 255-259.

Yuliarti, N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Andi Offset. Yogyakarta.

Yusnita. 2003. Kultur jaringan Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Agromedia Pustaka. Tangerang.

Yusnita. 2015. Kultur Jaringan Pisang. CV. Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung.


(56)

58 Yusnita dan D. Hapsoro. 2002. Teknik Kultur Jaringan untuk Pembiakan

Tanaman.Makalah training kultur jaringan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yusnita dan D. Hapsoro. 2013. Eksplorasi, Karekterisasi, Seleksi, dan Perbanyakan Klonal In Vitro untuk mendapatkan Genotipe-Genotipe


(1)

53 5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, penulis menyarankan agar dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui konsentrasi BA yang tepat untuk perbanyakan tunas pisang baik pada pisang Kepok Kuning maupun pada pisang Raja Bulu, serta mengetahui kombinasi antara TDZ dan BA yang tepat untuk menghasilkan tunas aksilar terbanyak.


(2)

Ali, K.S., A. A. ELhasan, S. O. Ehiweris dan H. E. Maki. 2013. Embryogenesis and plantlet regeneration via immature male flower culture of banana (Musa sp.) cv.Grand Nain. Journal of Forest Products and Industries2: (3). Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Buah-buahan dan Sayuran Tahunan di

Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1& daftar=1&id_ subyek=55&notab=16. Diakses pada tanggal 15 September 2014.

Cahyono, B. 2009. Pisang, usaha tani dan penanganan pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.

Damayanti, F. dan Samsurianto. 2010. Konservasi in vitro plasma nutfah untuk aplikasi di bank gen. Bioprospek7 (2) : 1-6.

Danial, E. 2013. Perbanyakan In Vitro Tanaman Pisang ‘Ambon Kuning’ dan ‘Raja Bulu’. (Tesis). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Darvary, F. M., M. Sariah, M.P. Puad and M. Maziah. 2010. Micropropagation of Some Malaysian banana and plantain (Musa sp.) cultivars using male flowers. Journal of Biotechnology9 (16): 2360-2366.

Dewi, I. R. 2008. Perananan dan fungsi fitohormon bagi pertumbuhan tanaman. (Makalah). Universitas Padjadjaran. Bandung.

George, E. F., M.A. Hall, and G. J. De Klerk. 2008. Plant Propagation by Tissue Culture. 3rd Edition. Volume 1. Spinger. Dordrecht: 205-227.

Gubbuk, H. dan M. Pekmezci. 2004. In Vitro Propagation of Some New Types (Musa spp.). Turk J Agri : 28 (2004) : 353-361.

Guo, B., B. H. Abbasi, A. Zeb, L. L. Xu, dan Y. H. Wei. 2011. Thidiazuron: A multi-dimensional plant growth regulator. African Journal of Biotechnologi Vol.10 (45).

Iliev, I., Gadjosova, G. Libiakova, dan S. M. Jain. 2010. Plant

Micropropagation. In: Plant Cell Culture. M. R. Davey and P. Anthony (Eds). John Wiley and Sons, Ltd. New Jersey. 1-20.


(3)

55 Indian Horticulture Database. 2014. Indian Hortikulture Database-2013. New

Delhi. India.

Ismaryati, T. 2010. Studi Multiplikasi Tunas, Perakaran, dan Aklimatisasi Pada Perbanyakan in Vitro Pisang ‘Raja Bulu’, ‘Tanduk’, dan ‘Ambon Kuning’. (Tesis). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 30-56 hlm.

Isnaeni, N. 2008. Pengaruh TDZ terhadap Inisiasi dan Multiplikasi Kultur in Vitro Pisang Raja Bulu ( Musa paradisiaca L. AAB Group). (Skripsi). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Jatmiko, W., W. A. Widodo, Y. A. Rais dan A. Kusumawardani. 2011. Pengaruh suhu terhadap kadar glukosaterbentuk dan konstanta kecepatan reaksi pada hidrolisa kulit pisang. Jurnal Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia3, 357-367.

Kanchanapoom, K. dan K. Promsom. 2011. Micropropagation andin vitro germplasm conservation of endangeredMusa balbisiana‘Kluai Hin’ (BBB group). African Journal of Biotecnologi. 11 (24). Pp.6464-6469.

Kasutjianingati, R. Poerwanto, N. Khumaida,dan D. Efendi. 2010. Kemampuan pecah tunas dan kemampuan berbiak mother plant pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk (AAB) dalam medium inisiasi in vitro. Agriplus 20:39-46.

Kasutjianingati, R. Poerwanto, Widodo, N. Khumaida, dan D. Efendi. 2011. Pengaruh media induksi terhadap multiplikasi tunas dan pertumbuhan planlet pisang Rajabulu (AAB) dan Pisang Tanduk (AAB) pada berbagai media multiplikasi. Jurnal Agronomi Indonesia, 39 (3): 180-187.

Kumar, K. G., V. Krishna, Vankatesh and K. Pradeep. 2011. High Frequency Regeneration of Planlets from Immature Male Floral Explants of Musa paradisiac cv. Puttabale–AB Genome. Plant Tissue and Biotech21 (2) : 199-205.

Lee, S. W. 2005. Thidiazuron in the improvment of banana micropropagation. Taiwan Banana Research Institute. Acta Hort692.

Lestari, E. G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Agro Biogen7 (1): 63—68.

Lisnandar, D. S., A. Fajarudin, D. Efendi, dan I. Rostika. 2015. Organogenesis bunga aksis pisang bergenom AAB dan ABB (Organogenesis of floral axis of AAB and ABB group banana). J. Hort.25 (1):1-8.

Nakasone, H. Y., dan R. E. Paull. 2010. Tropical Fruit. CAB Internasional London . 445 halm.


(4)

Nisa, C. dan Rodinah. 2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa paradisiaca L.) dengan pemberian campuran NAA dan Kinetin. Bioscientiae2 (2) : 23-26.

Plantamor. 2014. Musa paradisiaca. www.plantamor.com/ spesies /musa-paradisiaca. 29 desember 2014.

Prabawati, S. Suyanti dan D. A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pinang. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Prayoga, L. dan Sugiyono. 2010. Uji perbedaan media dan konsentrasi BAP

terhadap pertumbuhan tunas pisang raja secar kultur in vitro. Jurnal Agritech, XII(2): 89-99.

Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 2005. Riset unggulan strategis nasional pengembangan buah-buahan unggulan Indonesia. Laporan Akhir. Kementrian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Rainiyati, D. Martino, Gusniwati dan Jasminarni. 2007. Perkembangan pisang raja nangka (Musa sp.) secara kultur jaringan dari eksplan anakan dan meristem bunga. Journal AgronomiVol. 11 No. 1.

Rainiyati, Lizawati, dan M. Kristiana. 2009. Peranan IAA dan BAP terhadap perkembangan nodul pisang (Musa ABB) Raja Nangka secara in vitro. Jurnal AgronomiVol. 13 No. 1.

Rayis, S. A. dan A. A. Abdallah. 2015. Somatic embriogenesis for the genetic improvement of a triploid banana (Musaspp. AAA cv. Barangan) using three different media with different growth regulator. Internasional Journal of Recent Reseach in life sciences.Vol. 2 (1): 55-58.

Roels, S., M. Escalona, I. Cejas, C. Noceda, R. Rodriguez, M. J. Canal, J. Sandoval, and P.Debergh. 2005. Optimization of Plantain (MusaAAB) Micropropagation by Temporary Immersion System.Plant Cell, Tissue, and Organ Culture82: 57—66.

Rostiana, O. 2007. Pengaruh benziladenin dan thidiazuron terhadap

multuiplikassi tunas piretrum (Chrysanthemum cinerariifolium Trev.) klon prau-6 secara in vitro. Jurnal Bahan Alam Indonesia,6 (30).

Roy, O. S., P. Bantawa, S. K. Ghosh, J. A. T. da Silva, P. Deb Ghosh, and T. K. Mondal. 2010. Micropropagation and Field Performance of ‘Malbogh’ (Musa paradisiaca, AAB Grup): A. Popular Banana Cultivar with High Keeping Quality of North East India. Tree and Forestry Science and Biotechnologi 4 (Special Issue 1):52-58.


(5)

57 Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan; Jilid 3. Institut

Teknologi Bandung. Bandung. 64 hlm.

Sukartini. 2007. Pengelompokan aksesi pisang menggunakan karakter morfologi IPGRI. J. Hort.17 (1): 26-23. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Semaryani, C. I. M., dan D. Diny. 2012. Subkultur Berulang Tunas In Vitro

Pisang Kepok Unti Sayang Pada Beberapa Komposisi Media. IPB. Bogor. Sunarjono, H. 2002. Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan. Swadaya.

Jakarta.

Swandra, E., M. Idris, dan N. W. Surya. 2012. Multiplikasi tunas andalas (Morus macroura Miq. Var. Macroura) dengan menggunakan thidiazuron dan sumber eksplan berbeda secara in vitro. Jurnal biologi Universitas Andalas. Suyanti dan A. Supriyadi. 2008. Pisang, budidaya, pengolahan, dan prospek

pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Triyani, S. 2014. Pengaruh Konsentrasi Benziladenin Dan Thidiazuron Terhadap Multiplikasi Tunas Pisang ‘Raja Bulu” (Genom AAB) In Vitro. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wattimena, G. A. 1987. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wibowo, A., S. Subandiyah, I. M. Soedharma, Y. Supriati, dan Y. Suryadi. 2009. Perakitan tanaman pisang kepok kuning tahan terhadap penyakit darah dan layu fusarium melalui variasi somaklonal dan simbiosis endofitik (Tahun II). Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian Dengan Perguruan Tinggi. Windiastika, G. 2013. Peranan Kultur Jaringan dalam Memperoleh Benih

Unggul. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. Surabaya.

Youmbi, E., B. Ella, dan K. Tomekpe. 2006. Effect of thidiazuron on in vitro proliferation capacities of some banana (Musa spp.) cultivars with weak multiplication potential. Akdeniz Universitesi Ziraat Fakultesi Dergisi, 19 (2): 255-259.

Yuliarti, N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Andi Offset. Yogyakarta.

Yusnita. 2003. Kultur jaringan Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Agromedia Pustaka. Tangerang.

Yusnita. 2015. Kultur Jaringan Pisang. CV. Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung.


(6)

Yusnita dan D. Hapsoro. 2002. Teknik Kultur Jaringan untuk Pembiakan Tanaman.Makalah training kultur jaringan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yusnita dan D. Hapsoro. 2013. Eksplorasi, Karekterisasi, Seleksi, dan Perbanyakan Klonal In Vitro untuk mendapatkan Genotipe-Genotipe