KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

1

Puspitaningsih et al., Kajian Sosial Ekonomi Budaya dan Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Pada Taman Nasional Meru
Betiri Kabupaten Banyuwangi

SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
KABUPATEN BANYUWANGI
Socioeconomic Studies of Community Culture and Participation in Natural Resources Conservation at
Meru Betiri National Park Banyuwangi Regency
Ayu Puspitaningsih, Imam Syafi’i*, Aryo Fajar Sunartomo
Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember (UNEJ)
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
*
E-mail : Imamsyafii_basyar@yahoo.co.id

ABSTRACT
Conserved forest is one of efforts to conserve the forest natural resources. One of the forms in forest conservation is in Meru Betiri National Park (TNMB)
in Banyuwangi Regency. To carry out the forest conservation, TNMB manager involves communities living around the national park area in the

conservation activities. This research aimed to determine the socio-economic-cultural conditions, the level of community participation, and the relationship
between socio-economic factors and the level of community participation in Meru Betiri National Park region in District of Pesanggaran, Banyuwangi
Regency in the conservation of natural resources.
The research area was determined by purposive method i.e. Meru Betiri National Park Management Section Region I Sarongan in Sarongan Village,
District of Pesanggaran, Banyuwangi Regency. The research used descriptive, correlational methods. The research samples were taken using random
sampling method in total of 70 respondents. Primary data and secondary data were used for analysis. Data analyses used were score analysis and Rank
Spearman correlation analysis.
The research results showed that: (1) The social condition of the communities can be seen from the levels of education which are still relatively low. The
economic condition can be seen from the villagers’ types of work that consist of fishermen, farmers, farm workers, tappers, and self-employed, with an
average income below the minimum wage of Banyuwangi Regency. Furthermore, the cultural condition is still closely with local ethnic cultures i.e.
Javanese and Madurese cultures; (2) The levels of community participation in Meru Betiri National Park region in District of Pesanggaran, Banyuwangi
Regency in the conservation of natural resources are still low; and (3) the socio-economic factors associated with the levels of community participation in
Meru Betiri National Park region in District of Pesanggaran, Banyuwangi Regency in the conservation of natural resources are age, educational level,
income level, number of dependents, and experience.
Keywords : conservation activities, socio-economic-cultural conditions, community participation

ABSTRAK
Hutan konservasi adalah salah satu bentuk usaha untuk menjaga kelestarian sumber daya alam hutan. Salah satu bentuk konservasi hutan yaitu pada Taman
Nasional Meru Betiri (TNMB) yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Untuk dapat melaksanakan konservasi hutan tersebut, pihak pengelolan TNMB
mengikutsertakan masyarakat yang tinggal disekitar wilayah TNMB dalam kegiatan konservasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi

sosial ekonomi budaya masyarakat, tingkat partisipasi masyarakat, dan hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan tingkat partisipasi masyarakat dikawasan
Taman Nasional Meru Betiri di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi dalam konservasi sumber daya alamnya.
Penentuan daerah penelitian secara disengaja (Purposive Method) yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri Wilayah I Sarongan yang berada di
Desa Sarongan Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, korelasional. Penentuan sampel
penelitian menggunakan metode Random sampling yaitu sebanyak 70 responden. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pendekatan
analisis data yang digunakan yaitu metode analisis skor dan analisis korelasi Rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) Kondisi sosial masyarakat dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang relative masih rendah. Untuk kondisi ekonomi
dapat dilihat dari jenis pekerjaan yang terdiri dari nelayan, petani, buruh tani, penderes, dan wiraswasta, dengan pendapatan rata-rata dibawah upah minimum
kabupaten Banyuwangi. Untuk kondisi budaya masyarakat masih erat dengan kebudayaan suku setempat yaitu budaya Jawa dan Madura. (2) Tingkat
partisipasi masyarakat dikawasan Taman Nasional Meru Betiri di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi terhadap konservasi sumber daya alamnya
masih rendah. dan (3) Faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dikawasan Taman Nasional Meru Betiri di Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi terhadap konservasi sumber daya alamnya adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan
keluarga, dan pengalaman.
Keywords: Kegiatan konservasi, kondisi sosial ekonomi budaya, partisipasi masyarakat

How to citate: Puspitaningsih A., Syafi'i, I., Sunartomo, A. F. 2014. Kajian Sosial Ekonomi Budaya dan Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Sumber
Daya Alam Pada Taman Nasional Meru Betiri Kabupaten Banyuwangi. Berkala Ilmiah Pertanian 1(1): xx-xx

Berkala Ilmiah PERTANIAN. xxxxxxxxx, November 2014, hlm 1-10.


2

Puspitaningsih et al., Kajian Sosial Ekonomi Budaya dan Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Pada Taman Nasional Meru
Betiri Kabupaten Banyuwangi

PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu pusat keanekaragaman hayati penting di
dunia. Bentang alam dan ragam budaya yang kaya dan unik, dari lanskap
daratan dan lautan dengan segala kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, memposisikan Indonesia strategis dalam hal perkembangan
peradaban manusia di belahan timur dan juga menjadi salah satu
kawasan prioritas dalam pelestarian keanekaragaman hayati serta mitigasi
dan adaptasi perubahan iklim. Indonesia merupakan negara yang masih
memiliki hutan hujan tropis dalam cakupan luas. Tercatat Sumatra,
Kalimantan dan Papua yang masih memiliki hutan hujan yang masih
berfungsi sebagai paru-paru dunia saat ini. Hampir sepertiga spesies
tanaman dan hewan yang ada di bumi ini berada di Indonesia, yang
sebagian besar ditemukan secara alami di hutan sebagai rumah mereka.
Sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia
hendaknya kita jaga kelestarian. Hal ini bertujuan agar kelangsungan dan

kelestarian alam tetap terjaga sehingga manfaat dari alam dapat kita
rasakan dalam waktu yang panjang.
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, sehingga manusia sebagai
pengelolah dari hutan harus dapat memanfaatkan fungsi dari hutan
tersebut dengan baik dan benar. Sumber daya hutan Indonesia berfungsi
sebagai salah satu komponen sistem peyangga kehidupan, merupakan
amanah Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia untuk dikelola
dengan bijaksana agar mampu memberikan manfaat secara optimal dan
lestari. Selama ini sumber daya hutan Indonesia telah memberikan
manfaatnya sebagai salah satu modal utama pembangunan ekonomi
nasional, antara lain dalam bentuk pertumbuhan ekonomi, penyerapan
tenaga kerja, dan pengembangan wilayah (Kehutanan Nasional, 2005).
Departemen Kehutanan (2002) menyatakan bahwa Perlindungan
hutan meliputi pengamanan hutan, pengamanan tumbuhan dan satwa liar,
pengelolaan tenaga dan sarana perlindungan hutan dan penyidikan.
Perlindungan Hutan diselenggarakan dengan tujuan untuk menjaga
hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi
konservasi dan fungsi produksi dapat tercapai secara optimal dan lestari.
Perlindungan hutan ini merupakan usaha untuk:

a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil
hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran,
bencana alam, hama serta penyakit.
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan
perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan
dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri dari Kawasan
hutan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan hutan Pelestarian Alam (KPA).
Kawasan hutan Suaka Alam (KSA) adalah hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan hutan
Pelestarian Alam (KPA) adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Masing-masing bagian dari kawasan hutan suaka alam dan
pelestarian alam yaitu:

a. Kawasan hutan Suaka Alam (KSA) berupa Cagar Alam (CA) dan
Suaka Margasatwa (SM);
b. Kawasan hutan Pelestarian Alam (KPA) berupa Taman Nasional (TN),
Taman Hutan Raya (TAHURA) dan Taman Wisata Alam (TWA); dan
Taman Buru (TB).
Berdasarkan pembagian hutan diatas dapat diperoleh gambaran
bahwa dari suatu kawasan hutan terdapat banyak sekali manfaat yang
dapat dinikmati oleh masyarakat. Hal ini tergantung pada kegunaan yang
diinginkan apakah untuk perlindungan air dan tanah, pencegahan banjir
dan erosi, produksi kayu, cagar alam dan margasatwa, tujuan wisata dan

lain-lain. Bila dalam suatu kawasan hutan terdapat cirri dan sifat yang
berbeda-beda, segala tujuan tersebut diatas dapat dicapai dengan cara
mengadakan pembagian kawasan hutan sesuai dengan sifat alamnya
masing-masing, sehingga manfaat hutan dapat dinikmati secara optimal
tanpa mengorbankan tujuan yang lain dan tanpa meninggalkan azas
kelestariannya.
Konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati meliputi
pengelolaan dan pendayagunaan kawasan konservasi serta pemberdayaan
masyarakat sekitar taman nasional, taman wisata, taman hutan raya,

kawasan suaka alam, hutan lindung dan taman buru. Konservasi
keanekaragaman hayati meliputi konservasi jenis dan genetik, konservasi
ekosistem esensial, pengembangan lembaga konservasi, penangkaran
tumbuhan dan satwa liar, tertib peredaran tumbuhan dan satwa liar.
Taman Nasional adalah Kawasan Pelestarian Alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi. Kriteria suatu wilayah dapat ditunjuk dan
ditetapkan sebagai kawasan taman nasional meliputi:
1. memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik
yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik;
2. memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;
3. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses
ekologis secara alami; dan
4. merupakan wilayah yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona
pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan.
Indonesia terdapat hutan yang di jadikan Taman Nasional yang
letaknya tersebar di beberapa daerah. Salah satunya yaitu Taman Nasional
Meru Betiri yang berada di provinsi Jawa Timur. Taman Nasional Meru
Betiri (TNMB) terletak di pantai selatan Jawa Timur. Berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 277/Kpts-VI/1997 tanggal 23
Mei 1997 Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) memiliki luas 58.000
Ha yang secara administratif terletak dalam dua wilayah Kabupaten yakni
Jember seluas 37.585 ha dan Banyuwangi seluas 20.415 ha. Kawasan
Meru Betiri yang secara geografis terletak antara 113° 37' - 113° 58' BT
dan 08° 21' - 08° 34' LS ini ditetapkan sebagai Taman Nasional pada
tahun 1997 yang pengelolaannya berada di bawah Balai Taman Nasional
Meru Betiri. Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) merupakan salah
satu kawasan pelestarian alam yang memiliki potensi flora, fauna dan
ekosistem serta gejala dan keunikan alam yang dapat dikembangkan
sebagai obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA). Kondisi topografis
yang bervariasi tersebut menjadikan kawasan Taman nasional ini
memiliki formasi vegetasi yang cukup lengkap. Bahkan, dari sebelas tipe
vegetasi yang ada di Pulau Jawa, lima diantaranya terdapat di kawasan
Meru Betiri. Kelima tipe vegetasi itu adalah vegetasi pantai, payau, rawa,
hutan hujan tropika dataran rendah, dan rheofit.
`Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/MenhutV/2007 tanggal 1 Pebruari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai
Taman Nasional, Balai TNMB termasuk taman nasional tipe A dengan
susunan organisasi sebagai berikut :
a. Kepala Balai

b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
c. Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I di Sarongan.
d. Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II di Ambulu.
e. Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III di Kalibaru.
f. Kelompok Jabatan Fungsional, yang terdiri dari Polisi Kehutanan,
Pengendali Ekosistem Hutan dan Penyuluh Kehutanan
Tugas pokok Balai TNMB adalah menjalankan pengelolaan kawasan
TNMB dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati beserta
ekosistemnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Balai TNMB mempunyai
fungsi melaksanakan penyusunan program pengembangan TNMB,
melaksanakan pemangkuan, perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan
kawasan taman nasional beserta ekosistemnya, melaksanakan promosi
dan informasi, konservasi jenis sumber daya alam hayati dan bina wisata
alam, dan melaksanakan urusan tata usaha.

Berkala Ilmiah PERTANIAN. xxxxxxxxx, November 2014, hlm 1-10.

3


Puspitaningsih et al., Kajian Sosial Ekonomi Budaya dan Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Pada Taman Nasional Meru
Betiri Kabupaten Banyuwangi

Saat ini kawasan hutan, juga termasuk kawasan konservasi pada
umumnya mengalami tekanan yang luar biasa beratnya. Tekanan ini
disebabkan adanya gangguan dan ancaman terhadap kelestarian kawasan
TNMB sebagai kawasan konservasi. Gangguan-gangguan ini banyak
disebabkan oleh tangan manusia, seperti penebangan liar, perambahan
kawasan dan pencurian hasil hutan baik kayu maupun non kayu telah
mengakibatkan kerusakan kawasan yang pada akhirnya bermuara pada
terjadinya degradasi hutan dan terganggunya keseimbangan lingkungan
dan fungsi yang terdapat dalam kawasan TNMB.
Salah satu Seksi Pengelolaan Taman Nasional di Kabupaten
Banyuwangi adalah Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I
Sarongan yang berkedudukan di Desa Sarongan, Kecamatan
Pesanggaran. Pada Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I
Sarongan yang mengelola kawasan seluas ±18.010 Ha dibagi menjadi
tiga resort pengelolaan taman nasional, yaitu resort Karang tambak
(±4.100 Ha), Resort Rajegwesi (±2.640 Ha) dan Resort Sukamade
(±11.270). Upaya pengelolaan kawasan Taman Nasional Meru Betiri di

Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Sarongan dititik beratkan
pada upaya untuk melindungi dan melestarikan potensi sumber daya
alam beserta ekosistemnya dan pemanfaatan wisata alam agar dapat
memberikan manfaat bagi kesinambungan pembangunan dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik. Berdasarkan Surat
Keputusan Mentri Kehutanan Nomor: P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1
Februari 2007 tentang organisasi dan tata kerja UPT Taman Nasional,
Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Sarongan mempunyai tugas
:
a. Melakukan pengelolaan taman nasional diwilayah kerjanya
b. Pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan
c. Perlindungan dan pengamanan kawasan
d. Pemberantasan penebangan dan peredaran kayu
e. Melaksanakan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan jasa
lingkungan dan wisata alam
f. Melaksanakan kegiatan penyuluhan, bina cinta alam dan
pemberdayaan masyarakat.
Konservasi sumber daya alam di Taman Nasional Meru Betiri Seksi
Pengelolaan Wilayah I Sarongan merupakan bagian pembangunan
nasioanal bidang kehutanan sebenarnya sarat dengan nuansa yang
strategis untuk kesejahteraan umat manusia khususnya masyarakat
sekitar. Namun demikian, bila dicermati pelaksanaan aktivitas tersebut
masih belum menyentuh permasalahan konservasi secara komprehensif.
Banyak program kerja dan kelembagaan yang terasa parsial dan terkesan
tidak utuh, apalagi dalam memandang sumber daya alamnya yang tampak
semakin jauh dari konsep kesatuan ekosistem. Karena itu tidak jarang
terjadi kesan dimasyarakat bahwa pengelolaan konservasi cenderung
hanya besifat penjaga lingkungan alam.
Sementara itu terdapat juga persoalan mendasar yang menyangkut
ruang gerak konservasi (areal yang ditetapkan menjadi kawasan
konservasi) seperti tanah milik, pantai, lautan dan sebagainya. Kerancuan
pandangan ini sudah barang tentu sangat berakibat pada sikap dan
perilaku yang berbeda dalam menghadapi aktivitas ini baik selaku pribadi
maupun selaku pejabat antar instansi yang terkait. Hal ini dapat
mendorong rusaknya sumberdaya alam yang semestinya harus dikelola
secara lestari.
Dalam pemikiran ekosistem, sangat jelas bahwa hutan dan fungsinya
tidak dapat dilepaskan dari pengaruh manusia dalam memanipulasi
penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan untuk kepentingan
kehidupan dan lingkungan. Jutaan masyarakat pedesaan kehidupannya
tergantung kepada produksi dan jasa hasil hutan dari hari ke hari, dari
bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun. Dilain pihak jutaan manusia
lainnya baik regional, nasional maupun internasional yang beradaa diluar
orbit pedesaan juga sangat memerlukan produksi dan jasa dari
sumberdaya alam hutan untuk rekreasi, penelitian, sumber ekonomi,
penjaga lingkungan dan penjaga kelestarian plasma nutfah untuk
kebutuhan manusia, tumbuhan dan lainnya (Awang, 2003).

Menurut Apriantoro (2006), tidak ada seorangpun yang menolak
hubungan antara hutan dalam kehidupan manusia sangatlah penting.
Sangatlah diharapkan terjadinya sinergi yang saling melengkapi antara
alam dan manusia secara harmonis. Awang (2002) menambahkan,
manusia dan alam menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan, manusia
memanfaatkan alam sekaligus menjaganya. Alam yang potensinya terjaga
dan terpelihara akan memberikan manfaat bagi hidup dan kehidupan
masyarakatnya.
Menurut hasil riset The Economics of Ecosystems and Biodiversity,
hampir 100 juta manusia Indonesia menggantungkan hidupnya kepada
jasa lingkungan dan ekosistem, seperti makanan, air dan udara yang
bersih, serta lainnya dari hutan. Berdasarkan literatur dan laporan studi
antropologi, sosiologi, etnologi dan ekologi telah banyak menjelaskan
bahwa pembabatan hutan pada akhirnya juga mengancam kebudayaan
dan pengetahuan asli mengenai hutan. Di tengah ancaman perubahan
iklim saat ini, pentingnya penyelamatan hutan Indonesia sudah tidak bisa
ditawar lagi (Hasan, 2013).
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa hubungan manusia
dengan lingkungan alam sangatlah erat dan saling ketergantungan satu
sama lain. Dengan kata lain, sekiranya ada salah satu yang tidak berjalan
sesuai fungsinya, maka akan mempengaruhi komponen lainnya dan akan
berlanjut hingga terjadi penyesuaian kembali atas perubahan yang telah
terjadi tersebut. Sehingga dapat dipahami bahwa manusia dan lingkungan
hidup begitu penting untuk dipelajari karena masing-masing bersifat
kontinu saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Secara realistis, kerusakan Taman Nasional Meru Betiri diluar faktorfaktor yang bersifat alamiah, tampaknya tidak terlepas dari akibat campur
tangan manusia. Tingkat pemahaman, perhatian, serta kepedulian
masyarakat terhadap keberadaan Taman Nasional, banyak dipengaruhi
oleh tingkat perkembangan sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.
Aspek-aspek struktural maupun kultural seringkali sangat berpengaruh
terhadap persepsi maupun kepedulian masyarakat daerah penyangga
terhadap Taman Nasional Meru Betiri. Tingginya kesenjangan sosial
merupakan suatu situasi yang perlu diwaspadai bagi kelestarian Taman
Nasional Meru Betiri. Bertahannya nilai-nilai dan norma-norma sebagai
perwujudan budaya masyarakat, memiliki makna yang strategis bagi
upaya-upaya pelestrian lingkungan Taman Nasional Meru Betiri.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai kondisi sosial ekonomi budaya
masyarakat, tingkat partisipasi masyarakat, dan hubungan antara faktor
sosial ekonomi dengan tingkat partisipasi masyarakat Resort Rajegwesi
dikawasan Taman Nasional Meru Betiri Kecamatan Pesanggaran
Kabupaten Banyuwangi dalam konservasi sumber daya alamnya.
Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui kondisi sosial
ekonomi budaya masyarakat Resort Rajegwesi dikawasan Taman
Nasional Meru Betiri Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi;
(2) mengetahui tingkat partisipasi masyarakat Resort Rajegwesi
dikawasan Taman Nasional Meru Betiri Kecamatan Pesanggaran
Kabupaten Banyuwangi dalam konservasi sumber daya alamnya; (3)
mengetahui hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan tingkat
partisipasi masyarakat Resort Rajegwesi dikawasan Taman Nasional
Meru Betiri di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi dalam
konservasi sumber daya alamnya.

METODOLOGI PENELITIAN
Daerah penelitian ditentukan berdasarkan metode yang disengaja
(Purposive Method). Daerah penelitian yang dipilih yaitu Seksi
Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Sarongan yaitu Resort Rajegwesi
Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif, korelasional. Metode yang
digunakan dalam penentuan sampel penelitian adalah metode Random
sampling yang artinya pengambilan sampel dilakukan secara acak dan
sederhana terhadap populasi penelitian yang telah ditentukan oleh

Berkala Ilmiah PERTANIAN. xxxxxxxxx, November 2014, hlm 1-10.

4

Puspitaningsih et al., Kajian Sosial Ekonomi Budaya dan Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Pada Taman Nasional Meru
Betiri Kabupaten Banyuwangi

peneliti. Jumlah penentuan besarnya sampel penelitian ditentukan dengan
rumus:
n

N
1  N .e2

Slovin (Umar 2004)
Keterangan :
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
e : presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel.
Sedangkan untuk menentukan besarnya sampel dari masing-masing
kelas yaitu menggunakan metode proporsional random sampling. Metode
proporsional random sampling merupakan suatu metode pengambilan
sejumlah sampel yang didasarkan pada proporsi jumlah anggota tiap
kelas. Penentuan besarnya sampel ini menggunakan rumus sebagai
berikut:
ni 

Ni
n
N

(Umar 2004)
Keterangan :
ni : Ukuran sampel
N : Ukuran populasi
Ni: Ukuran sampel masing-masing bagian
n : Ukuran sampel yang dibutuhkan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Untuk menjawab permasalahan pertama mengenai
kondisi sosial ekonomi, budaya masyarakat dikawasan hutan Taman
Nasional Meru Betiri dalam konservasi sumber daya alam, menggunakan
analisis deskriptif pendekatan kualitatif, adalah suatu analisis yang
mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata, gambar, dan bukan angkaangka. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan sepanjang proses
penelitian berlangsung (Moleong, 2000).
Untuk menguji hipotesis kedua mengenai tingkat partisipasi
masyarakat di kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri dalam
konservasi sumber daya alam, digunakan pendekatan deskriptif dengan
menggunakan skor sebagai kriteria pengambilan keputusan. Setiap subsub indikator dari indikator-indikator yang menjadi fokus penelitian diberi
rentang nilai antara 5-15, dengan kategori nilai dibagi menjadi 5 (rendah),
10 (sedang), dan 15 (tinggi).
Dimana indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat
partisipasi adalah sebagai berikut: perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian (Departemen Kehutanan (2001) dalam
Arifin, 2013). Sehingga berdasarkan indikator diatas tingkat partisipasi
dapat diukur. Rincian indikator untuk mengukur tingkat partisipasi
masyarakat dikawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:
I. Perencanaan (skor 35- 105)
1. Pengetahuan Program (5-15)
2. Tujuan program (skor 5-15)
3. Kesesuaian Kegiatan Program (skor 5-15)
4. Pemahaman Program (skor 5-15)
5. Persetujuan Pelakasanaan Program (skor 5-15)
6. Perencanaan program (skor 5-15)
7. Penggunaan Tehnologi (skor 5-15)
II. Pengorganisasian (skor 25-75)
1. Keaktifan masyarakat (skor 5-15)
2. Tingkat Kehadiran (skor 5-15)
3. Inisiatif diri tergabung dalam kelompok (skor 5-15)
4. Inisiatif diri dalam pengelolaan program (skor 5-15)
5. Pembagian Tugas Kegiatan (dkor 5-15)
III. Pelaksanaan (skor 40-120)
1. Pengetahuan Lembaga yang Terkait (skor 5-15)
2. Memperhatikan prinsip (skor 5-15)
3. Peningkatan Sumber Daya Alam (skor 5-15)
4. Penempatan Sumber Daya Manusia (skor 5-15)

5. Hubungan Kerja dan Komunikasi (skor 5-15)
6. Keikutsertaan dalam program (skor 5-15)
7. Kesesuaian Pelaksanaan Program (skor 5-15)
8. Konflik dalam Pelaksanaan Program (skor 5-15)
IV. Pengendalian (skor 40-120)
1. Metode dalam pelaporan hasil kerja (skor 5-15)
2. Solusi Pemecahan Masalah (skor 5-15)
3. Tim pengawas dan pengevaluasi pelaksanaan program (skor 5-15)
4. Pengetahuan sistem monitoring dan evaluasi (skor 5-15)
5. Partisipasi dalam kegiatan monitoring dan pengawasan (skor 5-15)
6. Pemberian Dukungan dan Penghargaan dalam Kegiatan (skor 5-15)
7. Kesesuaian Evaluasi (skor 5-15)
8. Pengharagaan yang diterima dari pihak Taman Nasional (skor 5-15)
Sehingga dengan mencari range nilai setiap tingkat dengan
menggunakan rumus:
Range = (nilai tertinggi – nilai terendah) / 3
= (420-140)/3
= 93
Dapat diketahui range tingkat partisipasi masyarakat hutan, yaitu
sebesar 93, dengan kriteria pengambilan keputusan partisipasi
masyarakat hutan dalam konservasi sumber daya alam, yaitu:
· Tingkat partisipasi masyarakat rendah (skor 140-232)
· Tingkat partisipasi masyarakat sedang (skor 233-325)
· Tingkat partisipasi masyarakat tinggi (skor 326-420)
Permasalahan ketiga mengenai faktor-faktor yang berkorelasi dengan
tingkat partisipasi masyarakat dikawasan hutan Taman Nasional Meru
Betiri dalam konservasi sumber daya alam, menggunakan analisis
korelasi Rank Spearman dengan rumusan sebagai berikut (Djarwanto,
2003):
n

6 di 2
rs  1 -

i 1

n( n 2  1)

Dimana:
di = perbedaan setiap pasang rank
n = jumlah pasangan rank.
Hasil perhitungan rs perlu diuji untuk mengetahui tingkat
signifikansinya. Pengujian rs bergantung pada jumlah n dan taraf
nyatanya. Langkah-langkah pengujian hipotesis adalah sebagai berikut
(Hasan, 2002):
1) Penentuan formulasi hipotesis
H0 = tidak ada korelasi antara umur, tingkat pendidikan,
pengalaman, pendapatan keluarga, jumlah tanggungan keluarga dengan
tingkat partisispasi masyarakat terhadap konservasi sumber daya alam di
Taman Nasional Meru Betiri Resort Rajegwesi Desa Sarongan
Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi.
H1= ada korelasi antara umur, tingkat pendidikan, pengalaman,
pendapatan keluarga, jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat
partisispasi masyarakat terhadap konservasi sumber daya alam di Taman
Nasional Meru Betiri Resort Rajegwesi Desa Sarongan Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi.
2) Penentuan taraf nyata (α) dan nilai t-tabel
Ditentukan sesuai dengan besarnya n. Penelitian ini menggunakan ttabel, karena besar n mencapai 20. Untuk n ≥ 10 menggunakan Tabel
nilai t, dimana nilai t sampel dapat dihitung dengan rumusan:
t  rs

n2
1 r2

3) Penentuan kriteria pengujian
H0 diterima apabila t-hitung ≤ t-tabel (α); yang berarti variabel umur,
tingkat pendidikan, pengalaman, pendapatan keluarga, jumlah
tanggungan keluarga, tidak berkorelasi nyata dengan tingkat partisipasi
masyarakat dikawasan Taman Nasional Meru Betiri Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi dalam kegiatan konservasi sumber
daya alam.

Berkala Ilmiah PERTANIAN. xxxxxxxxx, November 2014, hlm 1-10.

5

Puspitaningsih et al., Kajian Sosial Ekonomi Budaya dan Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Pada Taman Nasional Meru
Betiri Kabupaten Banyuwangi

H0 ditolak apabila t-hitung > t-tabel (α); yang berarti variabel umur,
tingkat pendidikan, pengalaman, pendapatan keluarga, jumlah
tanggungan keluarga, berkorelasi nyata dengan tingkat partisipasi
masyarakat dikawasan Taman Nasional Meru Betiri Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi dalam kegiatan konservasi sumber
daya alam.
4) Kesimpulan
Menyimpulkan H0 diterima atau ditolak.

masyarakat, stratifikasi sosial masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor
pendidikan, pendapatan, jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat,
kemudian pola mobilitas sosial dari masyarakat setempat yang banyak
berhubungan dengan faktor pendidikan serta pendapatan keluarga, serta
pola kebudayaannya yang banyak dipengaruhi oleh budaya Jawa dan
Madura.

Partisipasi Masyarakat Resort Rajegwesi di
Kawasan Taman Nasional Meru Betiri Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi
Berdasarkan hasil jawaban kuisioner didapatkan hasil tingkat
partisipasi masyarakat Resort Rajegwesi Taman Nasional Meru Betiri Di
Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi sebesar 41,43% berada
pada tingkat partisipasi rendah. Pada tingkat partisipasi sedang
didapatkan sebesar 38,57% dan sebesar 20% petani berada pada tingkat
partisipasi tinggi. Berikut ini adalah tabel 5.1 tingkat partisipasi
masyarakat Resort Rajegwesi Taman Nasional Meru Betiri Di
Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi.

HASIL
Kondisi Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Resort
Rajegwesi Dikawasan Taman Nasional Meru Betiri
Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa kondisi sosial
ekonomi budaya pada Taman Nasional Meru Betiri sangat kuat. Hal ini
dikarenakan rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat sekitar
taman nasional tersebut. Rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh
masyarakat yang tinggal dikawasan Taman Nasional Meru Betiri,
menyebabkan sebagian masyarakat mencari nafkah dengan
mengandalkan sumber daya dari alam yaitu dari hutan maupun laut.
Penduduk yang sebagian besar tinggal di pedesaan dan berada baik
disekitar maupun dikawasan hutan (sebagai masyarakat lokal), umumnya
memiliki pengalaman hidup dan kearifan tradisional dalam mengelola
sumberdaya alam sekaligus dalam pemanfaatannya yang dikembangkan
secara turun-temurun.
Masyarakat Resort Rajegwesi atau masyarakat yang tinggal
dikawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri salah satu kearifan lokal
yang dilakukan secara turun temurun dan menjadi salah satu budaya
setempat yaitu kegiatan petik laut yang dilaksanakan pada setiap tanggal
1 Suro atau pada awal tahun Hijriah, hal ini dikarenakan terdapatnya
pantai yang merupakan pantai selatan, yang berada di Resort Rajegwesi
dan bernama Pantai Rajegwesi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk dapat
memberikan rasa aman, memperlancar masyarakat dalam bekerja, serta
untuk dapat melestarikan lingkungan daerah Taman Nasional Meru Betiri
Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat percaya
dengan adanya kegiatan ‘Petik Laut’ tersebut penguasa laut akan
memberikan keamanan serta memudahkan masyarakat dalam bekerja
(seperti nelayan dalam mencari ikan) sehingga dapat memberi
ketentraman bagi masyarakat di sekitar Taman Nasional Meru Betiri.
Mayoritas penduduk kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri
Resort Rajegwesi bermatapencaharian sebagai nelayan, petani, penderes
dan wiraswasta, sehingga jumlah pendapatan mereka juga masih
dibawah upah minimum Kabupaten Banyuwangi, hal inilah yang
menyebabkan sebagian masyarakat yang melakukan pekerjaan tambahan
guna menambah pendapatan mereka (seperti wiraswasta, peternak,
buruh, dll).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti di lapang, ditemukan sebuah
fakta bahwa ada karakteristik pada kondisi sosial ekonomi budaya di
masyarakat Taman Nasional Meru Betiri Resort Rajegwesi Desa
Sarongan di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi.
Karakterisitik tersebut dapat terlihat pada proses dan interaksi sosial

Tabel 5.1 Tingkat Partisipasi masyarakat Resort Rajegwesi Taman
Nasional Meru Betiri Di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten
Banyuwangi

Skor

Indikator Partisipasi
Jumlah
Responden
Responden

140 - 232
233 - 325
326 – 420

Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah

Persentase
(%)

29
27
14

41,43%
38,57%
20%

70

100%

Dapat dijelaskan dari Tabel 5.1, bahwa pada tingkat partisipasi rendah
diperoleh hasil yang paling sedikit yaitu sebesar 41,43% masyarakat
dengan skor partisipasi 140 - 232. Pada tingkat partisipasi sedang
diperoleh hasil yang paling besar yaitu sebesar 38,57% masyarakat
dengan jumlah 233 – 325. Selanjutnya pada tingkat partisipasi tinggi,
diperoleh hasil sebesar 20% masyarakat dengan skor partisipasi 326 420.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat
Kawasan Taman Nasional Resort Rajegwesi terhadap Taman Nasional
Meru Betiri dalam konservasi sumber daya alam hutan adalah rendah.
Tingkat partisipasi masyarakat kawasan Taman Nasional Meru Betiri
sebagian besar berada pada posisi tingkat partisipasi rendah dikarenakan
sebagian besar masyarakat kurang memahami dan melaksanakan
kegiatan konservasi dengan cukup baik pada setiap tahapan program,
selain itu dari pihak Taman Nasional Meru Betiri Di Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi masyarakat tidak sepenuhnya
diikutkan dalam kegiatan konservasi tersebut. Pada setiap tahapan
kegiatan konservasi Sumber Daya Alam yang dijadikan sebagai indikator
partisipasi juga didapatkan hasil sebagian besar responden pada tingkat
partisipasi sedang. Penjelasan tingkat partisipasi masyarakat Resort
Rajegwesi pada setiap tahapan kegiatan konservasi dapat dilihat pada
Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Persentase Tingkat Partisipasi Masyarakat Resort Rajegwesi di
kawasan Taman Nasional Meru Betiri di Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi

Tingkat Partisipasi
Indikator

Tinggi
(%)

Sedang
(%)

Rendah
(%)

Perencanaan
Pengorganisasian
Pelaksanaan

11,43%
35,71%
25,72%

41,43%
41,43%
38,57%

47,14%
22,86%
35,71%

Berkala Ilmiah PERTANIAN. xxxxxxxxx, November 2014, hlm 1-10.

6

Puspitaningsih et al., Kajian Sosial Ekonomi Budaya dan Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Pada Taman Nasional Meru
Betiri Kabupaten Banyuwangi

Pengendalian

14,29%

31,43%

54,29%

Dari Tabel 5.2 diatas dapat dilihat persentase tingkat partisipasi
masyarakat pada setiap tahapan program konservasi. Tahapan tersebut
mulai tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian. Persentase tingkat partispasi rendah dari masyarakat pada
tahap perencanaan dan pengendalian adalah yang paling tinggi
dibandingkan dengan tahap pengorganisasian dan pelaksanaan. Pada
tahap perencanaan didapatkan sebesar 47,14% masyarakat berpartisipasi
rendah, jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan dengan masyarakat
yang berpartisipasi tinggi sebesar 11,43%, begitu juga apabila
dibandingkan dengan masyarakat yang berpartisipasi sedang yaitu sebesar
41,43%. Sama halnya pada tahap pengorganisasian, perbandingan
persentase masyarakat pada masing-masing tingkat partisipasi sangat
berbeda. Sebagian besar masyarakat berpartipasi sedang dengan
persentase sebesar 41,43% sedangkan jumlah masyarakat yang
berpartisipasi rendah hanya sebesar 22,86% dan masyarakat yang
berpartisipasi tinggi sebesar 35,71%.
Pada tahap pelaksanaan, didapatkan hasil sebesar 35,71% pada
tingkat partisipasi rendah, 38,57% pada tingkat partisipasi sedang dan
masyarakat yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi sebesar 25,71%.
Pada tahap pengendalian, hasil yang didapatkan hasil yang hampir sama
dengan tahap-tahap sebelumnya. Meskipun sebagian besar masyarakat
berada pada tingkat partisipasi rendah yaitu sebesar 54,29%, hal yang
membedakan adalah besarnya masyarakat yang berpartisipasi sedang
sebesar 31,43%, sedangkan pada tingkat partisipasi tinggi hanya sebesar
14,29% dari keseluruhan jumlah masyarakat. Hasil ini menunjukkan
bahwa pada tahap pengendalian tingkat partisipasi dari masayarakat yang
ikut dalam program konservasi masih tergolong rendah.
Keputusan pelaksanaan program konservasi ditentukan oleh pihak
Taman Nasional Meru Betiri terutama menyangkut hal-hal penting.
Masyarakat yang ikut dalam konservasi tertarik mengikuti program
konservasi karena tertarik akan manfaat pogram konservasi, misalnya
mendapatkan hak mengelola lahan, bantuan bibit tanaman pokok,
menambah pengetahuan, memanfaatkan dan menikmati hasil hutan serta
menfaat-manfaat lainnya.

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil analisis korelasi Rank
Spearman (rs) mengenai korelasi antara faktor umur dengan dengan
partisipasi Masyarakat Taman Nasional Meru Betiri Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi didapatkan nilai koefisien rs
sebesar -0193.
Hasil analisis korelasi Rank Spearman (rs) mengenai korelasi
antara faktor tingkat pendidikan dengan dengan partisipasi masyarakat
Masyarakat dalam kegiatan konservasi Taman Nasional Meru Betiri
Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi didapatkan nilai
koefisien rs sebesar 0,469.
Hasil analisis korelasi Rank Spearman (rs) mengenai korelasi
antara faktor jumlah pendapatan dengan dengan partisipasi masyarakat
dalam kegiatan konservasi Taman Nasional Meru Betiri Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi didapatkan nilai koefisien rs
sebesar 0,894.
Hasil analisis korelasi Rank Spearman (rs) mengenai korelasi
antara faktor jumlah tanggungan keluarga dengan dengan partisipasi
Masyarakat Taman Nasional Meru Betiri Kecamatan Pesanggaran
Kabupaten Banyuwangi didapatkan nilai koefisien rs sebesar 0,094.
Hasil analisis korelasi Rank Spearman (rs) mengenai korelasi
antara faktor pengalaman dengan dengan partisipasi masyarakat dalam
kegiatan konservasi Taman Nasional Meru Betiri Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi didapatkan nilai koefisien rs
sebesar 0,401.

PEMBAHASAN
Faktor-Faktor Yang Berkorelasi Dengan Tingkat
Partisipasi Masyarakat Resort Rajegwesi Kawasan
Taman Nasional Meru Betiri Terhadap Kegiatan
Konservasi
Korelasi antara tingkat partisipasi masyarakat Taman Nasional Meru
Betiri Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi dengan faktorfaktor yang diduga dapat diketahui dengan analisis kerolasi rank
spearman dan rank spearman. Faktor-faktor yang diduga tersebut yaitu
umur, tingkat pendidikan, jumlah pendapatan, jumlah tanggungan
keluarga dan pengalaman. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel
di bawah 5.7
Tabel 5.7 Analisis Rank Spearman Correlation (rs) Terhadap FaktorFaktor Yang Berkorelasi Dengan Tingkat Partisipasi
Masyarakat Resort Rajegwesi

Faktor-Faktor

Koefisien rs thitung

ttabel

Umur
Tingkat Pendidikan
Jumlah Pendapatan
Jumlah Tanggungan
Keluarga
Pengalaman

-0,193
0,469**
0,894**
0,094
0,401**

1,994

-1,621
4,380
16,452
0,778
3,609

Keterangan : **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Sumber: Lampiran H

Kondisi Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Resort
Rajegwesi Dikawasan Taman Nasional Meru Betiri
Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi
Populasi penduduk kawasan Taman Nasional Meru Betiri terdiri
atas Jawa dan Madura, dengan densitas penduduk per hektar pada
masing-masing desa bervariasi. Dari seluruh desa, data pada tahun 2013
menunjukkan bahwa mayoritas penduduk adalah petani (40%), yang
terdiri dari petani yang mengerjakan lahan sendiri (18%) dan buruh tani
(22%). Selain sebagai petani, selebihnya berprofesi sebagai nelayan,
penderes, dan wiraswasta. Beberapa desa yang terdapat perkebunan
sebagian penduduknya sebagai karyawan maupun buruh kebun.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti di lapang, ditemukan sebuah
fakta bahwa ada karakteristik pada kondisi sosial ekonomi budaya di
masyarakat Taman Nasional Meru Betiri Resort Rajegwesi Desa
Sarongan di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi.
Karakterisitik tersebut dapat terlihat pada proses dan interaksi sosial
masyarakat, stratifikasi sosial masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor
pendidikan, pendapatan, jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat,
kemudian pola mobilitas sosial dari masyarakat setempat yang banyak
berhubungan dengan faktor pendidikan serta pendapatan keluarga, serta
pola kebudayaannya yang banyak dipengaruhi oleh budaya Jawa dan
Madura.
Keterkaitan (interaksi) antara masyarakat dengan hutan telah
berlangsung cukup lama karena hutan memberikan manfaat bagi
kehidupan masyarakat. Keberadaa hutan juga memberikan kesempatan
bagi masyarakat untuk bekerja terutama dalam hal pembukaan lahan,

Berkala Ilmiah PERTANIAN. xxxxxxxxx, November 2014, hlm 1-10.

7

Puspitaningsih et al., Kajian Sosial Ekonomi Budaya dan Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Pada Taman Nasional Meru
Betiri Kabupaten Banyuwangi

penebangan kayu, pembersihan lahan, sehingga memperoleh upah
(pendapatan) yang lumayan. Selain itu, bagi masyarakat yang hidupnya
bergantung pada sumber-sumber dasar yang terdapat dihutan seperti kayu
bakar dan hasil hutan lainnya akan memberikan nilai tambah terutama
bagi masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan.
Contoh kongkrit interaksi sistem sosial masyarakat dengan hutan
menurut dapat dilihat dari ketergantungan masyarakat Resort Rajegwesi
kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri akan sumber-sumber bahan
kehidupan dasar seperti air, kayu bakar, bahan makanan dari hutan. Pada
saat populasi manusia belum padat, gambaran interaksi kedua sistem
masih bisa diterima artinya berfungsi normal. Tetapi pada kondisi
populasi manusia yang semakin padat, terutama masyarakat kawasan
hutan semakin bertambah, maka gambaran interaksi kedua sistem
cenderung timpang artinya sumberdaya hutan tidak mampu lagi
menyediakan aliran bahan energi dan materi kepada sistem sosial.
Apabila kondisi tersebut dibiarkan tanpa ada perubahan sikap dari sistem
sosial masyarakat, maka fungsi hutan sebagai pengatur lingkungan hidup
yang baik tidak akan tercapai secara maksimal. Beberapa penyebab
terjadinya keterkaitan (interaksi) yang cukup penting antara masyarakat
Resort Rajegwesi kawasan Hutan Taman Nasional Meru Betiri dengan
sumberdaya hutan yaitu: tingkat pendapatan masyarakat Resort
Rajegwesi dibawah upah minimum kabupaten dan tergolong rendah,
tingkat pendidikan yang juga relative lebih rendah, rata-rata kepemilikan
lahan yang sempit dan kurang intensif pengelolaannya serta laju
pertumbuhan penduduk yang pesat dengan kepadatan yang cukup tinggi.
Stratifikasi masyarakat yang ada di Taman Nasional Meru Betiri di
Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi dapat terbentuk dari
jabatan dari masyarakat tersebut yaitu sebagai RT, RW, dan pemangku
adat. Jadi, golongan yang dianggap tinggi di Taman Nasional Meru Betiri
di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi yaitu RT, RW, dan
pengmangku adat yang dianggap memiliki tingkat pengetahuan dan
tingkat penghasilan yang lebih tinggi daripada masyarakat yang lain.
Adanya stratifikasi masyarakat yang dilihat dari jabatan tersebut,
menjadikan masyarakat kawasan Taman Nasional Meru Betiri Resort
Rajegwesi Desa Sarongan Kecamatan Pesanggaran Kabupaten
Banyuwangi lebih terbuka dan menjalani hidup serta masyarakat sudah
mulai berkembang, walaupun tingkat pendidikan masyarakat tersebut
masih tergolong rendah. Dalam hal pekerjaan atau matapencaharian
masyarakat juga mengalami stratifikasi, atau pelapisan sosial misalnya
masyarakat yang bermatapencaharian sebagai nelayan yang dianggap
golongannya tinggi adalah pemilik perahu, sedangkan golongan yang
dianggap sedang dan rendah adalah penyewa perahu, dan buruh, begitu
pula sebaliknya utuk masyarakat yang bermatapencaharian sebagai
petani, yaitu pemilik lahan, penyewa lahan dan buruh.
Budaya masyarakat Rajegwesi sangat unik. Masyarakat
Rajegwesi dapat dikatakan mempunyai budaya yang plural
sebagai akibat dari percampuran berbagai elemen budaya yang
dibawa oleh masyarakat. Budaya yang saat ini ada merupakan
akulturasi dari berbagai macam kebudayaan yang dibawa oleh
masyarakat. Kondisi ini mudah dipahami karena pada awalnya
Rajgwesi adalah daerah persinggahan nelayan dari berbagai
daerah. Kegiatan yang terkait dengan budaya masyarakat pesisir
adalah Petik Laut. Petik Laut adalah salah satu tradisi yang
dikembangkan diantara masyarakat pesisir, khususnya nelayan,
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rezeki yang diberikan kepada nelayan dalam bentuk hasil
laut/ tangkapan ikan dan permohonan agar dimana mendatang
hasil tangkapan tetap melimpah dan nelayan diberi keselamatan
dalam melakukan kegiatan atau aktivitas melaut serta umumnya
juga memberikan ketentraman seluruh masyarakat Rajegwesi.
Masyarakat Rajegwesi sebagian tetap melakukan kegiatan
sebagai masyarakat agraris, yaitu mengelola sawah dan kebun
untuk mendapatkan penghasilan, meskipun Rajegwesi adalah
pemukiman pesisir dengan andalan utama adalah hasil laut. Hal
ini antara lain tidak lepas dari potensi lahan yang ada disekitar

Rajegwesi. Beberapa lahan dengan sistem irigasi yang baik di
Rajegwesi adalah sawah-sawah produktif yang dikelola warga
Rajegwesi. Teknik penyiapan lahan sawah untuk ditanami masih
dilakukan secara tradisional, yaitu dengan cara mencangkul dan
membajak. Kegiatan penanaman dengan melibatkan tenaga kerja
yang banyak dalam setiap tahapan kegiatan pengelolaan lahan
disawah juga masih menjadi aktivitas yang dominan. Budayabudaya dalam pengelolaan pertanian masih sangat kental di
Rajegwesi. Selain mengelola sawah dan ladang, kegiatan
pertanian terbatas untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
untuk dijual dalam jumlah terbatas juga diupayakan di sekitar
rumah, antara lain kopi, pisang, dan buah-buahan lainnya.
Beberapa petak lahan kebun kelapa yang dipelihara secara
intensif untuk menghasilkan bahan baku gula kelapa. Kelapa
adalah salah satu tanaman penting bagi perekonomian sebagian
warga Rajegwesi sehingga selain di kebun, kelapa ditanam
dipematang sawah dan pekarangan rumah. Jumlah penduduk yang
berprofesi sebagai penderes kelapa mencapai 3,9 % dari total
penduduk ( Hakim, 2012). Meskipun tidak mayoritas masyarakat
bekerja sebagai penderes, tetapi hal ini menunjukkan bahwa
industri pembuatan gula kelapa berjalan secara berkelanjutan di
Rajegwesi.

Partisipasi Masyarakat Resort Rajegwesi di
Kawasan Taman Nasional Meru Betiri Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi
Tingkat partisipasi Masyarakat Resort Rajegwesi Taman Nasional
Meru Betiri Di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi dalam
program konservasi Taman Nasional Meru Betiri dinilai dari beberapa
indikator. Terdapat 4 indikator yaitu mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Setiap tahap partisipasi
kemudian akan dijabarkan menjadi beberapa sub inidikator berupa
pertanyaan yang dijadikan dasar pembuatan kuisioner dan berfungsi
sebagai perhitungan skor partisipasi pada masing-masing tahapan.
Tahap partisipasi pada program konservasi dimulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian
mempunyai arti dan tujuan yang berbeda pada setiap tahapan. Pada tahap
perencanaan, merupakan tahap paling awal dalam program konservasi.
Selanjutnya yaitu tahap pengorganisasian, dimana semua hal yang
direncanakan kemudian diorganisir agar menjadi lebih matang dan siap
untuk dikerjakan. Tahap yang ketiga yaitu tahap pelaksanaan, merupakan
tahap yang paling penting karena pada pelaksanaan ini program
konservasi benar-benar dilaksanakan di lapangan. Tahap pengendalian
adalah tahap terakhir dalam program konservasi, pada tahap ini hal yang
utama yang dikerjakan yaitu monitoring dan evaluasi berjalannya
program selama beberapa waktu yang telah ditentukan.
Berdasarkan hasil jawaban kuisioner didapatkan hasil tingkat
partisipasi masyarakat Resort Rajegwesi Taman Nasional Meru Betiri Di
Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi sebesar 41,43% berada
pada tingkat partisipasi rendah. Pada tingkat partisipasi sedang
didapatkan sebesar 38,57% dan sebesar 20% petani berada pada tingkat
partisipasi tinggi. Berikut ini adalah tabel tingkat partisipasi masyarakat
Resort Rajegwesi Taman Nasional Meru Betiri Di Kecamatan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi
Tabel 5.1 Tingkat Partisipasi masyarakat Resort Rajegwesi Taman
Nasional Meru Betiri Di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten
Banyuwangi

Skor

Indikator
Partisipasi
Responden

Jumlah
Persentase
Responden (%)

140 - 232
233 - 325

Rendah
Sedang

29
27

Berkala Ilmiah PERTANIAN. xxxxxxxxx, November 2014, hlm 1-10.

41,43%
38,57%

8

Puspitaningsih et al., Kajian Sosial Ekonomi Budaya dan Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Pada Taman Nasional Meru
Betiri Kabupaten Banyuwangi

326 – 420

Tinggi

Jumlah

14

20%

70

100%

Dapat dijelaskan dari Tabel 5.1, bahwa pada tingkat partisipasi rendah
diperoleh hasil yang paling sedikit yaitu sebesar 41,43% masyarakat
dengan skor partisipasi 140 - 232. Pada tingkat partisipasi sedang
diperoleh hasil yang paling besar yaitu sebesar 38,57% masyarakat
dengan jumlah 233 – 325. Selanjutnya pada tingkat partisipasi tinggi,
diperoleh hasil sebesar 20% masyarakat dengan skor partisipasi 326 420.
Melihat hasil tabulasi kuisioner pada Tabel 5.1, pengujian hipotesis
pertama tidak terbukti. Hipotesis pertama yaitu Tingkat partisipasi
masyarakat Kawasan Taman Nasional Resort Rajegwesi terhadap Taman
Nasional Meru Betiri dalam konservasi sumber daya alam hutan adalah
tinggi, akan tetapi dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat
partisipasi masyarakat Kawasan Taman Nasional Resort Rajegwesi
terhadap Taman Nasional Meru Betiri dalam konservasi sumber daya
alam hutan adalah rendah. Tingkat partisipasi masyarakat kawasan
Taman Nasional Meru Betiri sebagian besar berada pada posisi tingkat
partisipasi rendah dikarenakan sebagian besar masyarakat kurang
memahami dan melaksanakan kegiatan konservasi dengan cukup baik
pada setiap tahapan program, selain itu dari pihak Taman Nasional Meru
Betiri Di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi masyarakat
tidak sepenuhnya diikutkan dalam kegiatan konservasi tersebut.

Faktor-Faktor Yang Berkorelasi Dengan Tingkat
Partisipasi Masyarakat Resort Rajegwesi Kawasan
Taman Nasional Meru Betiri Terhadap Kegiatan
Konservasi
Korelasi antara tingkat partisipasi masyarakat Taman Nasional Meru
Betiri Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi den