Analisis Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengembangan Masyarakat

ANALISIIS MODAL SOSIAL DAN PARTISIIPASI
MASYARAKA
AT DALAM PROGRAM PENGEM
MBANGAN
MASYARAKAT

RESTI TARYANIA

DEPARTEMEN
SAINS
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI
K
DAN PENGEMBANGA
AN MASYARAKAT
KOMUNIKA
MASYA
ARAKAT
FASI DAN PENGEMBANGAN
FAKULTAS
EKOLOGI MANUSIA
F

FAKULTAS
EKOLOGI MANUSIA
I
INSTITUT
PERTANIAN
BOGOR
I
INSTITUT
PERTANIAN
BOGOR
BOGOR
2013
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Modal Sosial

dan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengembangan Masyarakat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Resti Taryania
NIM I34090074

iv

ABSTRAK
RESTI TARYANIA. Analisis Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat dalam
Program Pengembangan Masyarakat. Dibimbing oleh IVANOVICH AGUSTA.
Pendekatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia
selama ini telah banyak diupayakan melalui berbagai kegiatan pembangunan
sektoral maupun regional. Akan tetapi berbagai kegiatan itu masih dianggap

kurang efektif dan dilaksanakan secara parsial dan tidak berkelanjutan sehingga
digulirkanlah program pengembangan masyarakat dimana masyarakat menjadi
pelaku utama dari program tersebut, strategi ini digunakan bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya membuat suatu program yang
berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Modal sosial sebagai salah satu
aspek penting yang menunjang keberhasilan dan keberlanjutan suatu program
pengembangan masyarakat. Di antara urgensi tersebut adalah melalui peranan
modal sosial dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Di daerah pedesaan,
modal sosial yang terbangun lebih erat (tinggi) terkait dengan budaya masyarakat
pedesaan. Modal sosial akan cenderung lebih terlihat ketika di pedesaan tersebut
terdapat suatu program pengembangan masyarakat yang mampu mewadahi
aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat
pengaruh modal sosial terhadap partisipasi masyarakat dalam program
pengembangan masyarakat yang ada di Kampung Cangkurawok, Desa Babakan.
Kata kunci: modal sosial, partisipasi, program pengembangan masyarakat

ABSTRACT
RESTI TARYANIA. Analysis Capital Social and Participation in Development
Community Program. Supervised by IVANOVICH AGUSTA.
Approach to development and community development in Indonesia has

been widely pursued through a variety of sectoral and regional development
activities. However, various activities were still considered to be less effective and
partially implemented and unsustainable, so established community development
program where the community is the main actor of the program, the strategy used
aimed to increase community participation in efforts to create a sustainable
program for the welfare of the community. Social capital as an important aspect to
the success and sustainability of a community development program. Among the
urgency is over the role of social capital in community participation. In rural
areas, social capital is believed to be more tightly woke up (high) associated with
the culture of rural communities. This social capital is likely to be more noticeable
when in the countryside there is a community development program that is able to
accommodate the aspirations and needs of the community. This study was
conducted to see the effect of social capital on community participation in
community development programs in Kampung Cangkurawok, Babakan village.
Key words: capital social, participation, development community program

ANALISIS MODAL SOSIAL DAN PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN
MASYARAKAT


RESTI TARYANIA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

vi

Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NIM

Analisis Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat

dalam Program Pengembangan Masyarakat
Resti Taryania
134090074

Disetujui oleh

Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi.
Pembimbing

Diketahui oleh

o Adiwibowo MS
Ketua Departemen

Q 4 ウセ [@ 2013
Tanggal Lulus: _ _ _ _ _ _ _ _ __

Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NIM


: Analisis Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat
dalam Program Pengembangan Masyarakat
: Resti Taryania
: I34090074

Disetujui oleh

Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ______________________

viii


PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan yang Maha Esa yang kebenaran dan
keberadaan-Nya tidak dapat diragukan oleh siapapun. Berkat rahmat nikmat dan
karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengembangan
Masyarakat” sebagai syarat perolehan gelar sarjana pada Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr Ivanovich Agusta, SP,
Msi selaku pembimbing skripsi penulis yang senantiasa memberikan semangat
dan saran kepada penulis selama proses penulisan hingga penyelesaian karya tulis
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu
memberi nasihat dan materi, juga kepada orang terkasih yang senantiasa memberi
semangat dan juga membantu dalam proses penulisan.
Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2013
Resti Taryania

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Modal Sosial
Konsep Partisipasi Masyarakat
Konsep Pengembangan Masyarakat
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Definisi Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Teknik Sampling
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Letak dan Keadaan Fisik
Profil Lembaga Posdaya Geulis Bageur
Profil Progam-Program Posdaya Geulis Bageur
Program Lingkungan
Program Pendidikan
Program Kesehatan
Program Ekonomi
KONDISI SOSIAL EKONOMI PESERTA PROGRAM POSDAYA
GEULIS BAGEUR
Usia
Status Pernikahan
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
Tingkat Pendapatan
Ikhtisar
TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM POSDAYA
GEULIS BAGEUR
Perencanaan
Pelaksanaan

Pemanfaatan Hasil
Evaluasi
Ikhtisar
TINGKAT KEPERCAYAAN TERHADAP PARTISIPASI PESERTA

xi
xiii
xiv
1
1
2
2
3
5
5
5
6
10
11
12
12
17
17
17
17
18
19
19
20
20
20
21
21
21
23
23
24
24
25
26
27
29
29
30
31
32
33
35

x

PROGRAM POSDAYA GEULIS BAGEUR
Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Perencanaan
Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Pelaksanaan
Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil
Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Evaluasi
TINGKAT NORMA TERHADAP PARTISIPASI PESERTA
PROGRAM POSDAYA GEULIS BAGEUR
Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Perencanaan
Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Pelaksanaan
Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil
Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Evaluasi
TINGKAT JARINGAN TERHADAP PARTISIPASI PESERTA
PROGRAM POSDAYA GEULIS BAGEUR
Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Perencanaan
Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Pelaksanaan
Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil
Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Evaluasi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

36
37
37
38
41
41
42
43
43
45
45
46
47
47
49
49
49
51
53
61

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
Tabel 18
Tabel 19
Tabel 20
Tabel 21
Tabel 22
Tabel 23
Tabel 24

Indikator Pengukuran Tingkat partisipasi Arnstein (1969)
melalui tahapan partisipasi Uphoff (1979)
Kombinasi tahapan partisipasi Uphoff (1979) dengan tingkat
partisipasi Arnstein (1969)
Jumlah Penduduk Desa Babakan Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah dan Persentase Pemeluk Agama Berdasarkan Jenis
Kelamin Penduduk Desa Babakan
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan
Usia dan Jenis Kelamin
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status
Pernikahan dan Jenis Kelamin
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan dan Jenis Kelamin
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan dan
Jenis Kelamin
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Pendapatan dan Jenis Kelamin
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Partisipasi dalam Perencanaan
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Partisipasi dalam Pelaksanaan
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Partisipasi dalam Perencanaan Hasil
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Partisipasi dalam Evaluasi
Jumlah dan Persentase Tingkat Kepercayaan Peserta Program
Posdaya Geulis Bageur
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Perencanaan
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Pelaksanaan
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Pemanfaatan Hasil
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Evaluasi
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Norma Peserta Posdaya Geulis Bageur
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Norma dan Tingkat Partisipasi pada Perencanaan
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Norma dan Tingkat Partisipasi pada Pelaksanaan
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Norma dan Tingkat Partisipasi pada Pemanfaatan Hasil
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Norma dan Tingkat Partisipasi pada Evaluasi
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat

13
15
19
20
23
24
25
26
26
29
30
31
32
35
36
37
38
38
41
42
42
43
44
45

xii

Tabel 25
Tabel 26
Tabel 27
Tabel 28

Jaringan Peserta Program Posdaya Geulis Bageur
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Perencanaan
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Pelaksanaan
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Pemanfaatan Hasil
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Evaluasi

46
46
47
48

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2

Delapan Tingkatan dalam Tangga Partisipasi Masyarakat
9
Kerangka Pemikiran Analisis Modal Sosial dan Partisipasi 12
Masyarakat dalam Program Pengembangan Masyarakat

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 6

Sketsa Kampung Cangkurawok, Desa Babakan,
Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2013
Kerangka Sampling
Data Responden Peserta Program Posdaya Geulis Bageur
Contoh Hasil Pengolahan Data

53
54
55
56
57

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan kualitas manusia sebagai sumber daya pembangunan
merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat.
Tujuan utama pembangunan millenium (MDGs) di Indonesia dengan prioritas
pengentasan kemiskinan ditargetkan bahwa proporsi penduduk miskin pada tahun
2015 turun menjadi 8,2% dari jumlah penduduk. Keputusan itu merupakan tekad
dan kebijaksanaan pemerintah yang perlu didukung semua instansi dan institusi
pembangunan. Agar upaya itu berhasil dengan baik perlu diikuti pengembangan
gerakan pemberdayaan keluarga yang dilaksanakan secara intensif. Pembangunan
ekonomi yang akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi perlu melibatkan
partisipasi masyarakat agar pembangunan yang dilakukan seimbang dan mencapai
sasaran (Muljono 2010).
Pembangunan ekonomi harus diimbangi dengan peningkatan partisipasi
sosial. Sosial advokasi juga perlu dilakukan agar komitmen pembangunan lebih
kuat Mengacu pada kondisi bahwa berbagai program pengentasan kemiskinan
yang dijalankan pada saat yang lalu kurang dapat menjalankan fungsi sesuai
dengan yang diharapkan, maka salah satu potensi dan peluang untuk melakukan
program pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan saat ini adalah
melalui model pos pemberdayaan keluarga (Posdaya).
Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) merupakan suatu Forum
Silaturahmi, advokasi, komunikasi, informasi, edukasi, dan sekaligus bisa
dikembangkan menjadi wadah koordinasi kegiatan penguatan fungsi-fungsi
kekeluargaan secara terpadu. Penguatan fungsi-fungsi utama tersebut diharapkan
memungkinkan setiap keluarga makin mampu membangun dirinya menjadi
keluarga sejahtera, keluarga yang mandiri dan keluarga yang sanggup menghadapi
tantangan masa depan dengan lebih baik. Dapat dikatakan bahwa Posdaya
merupakan wahana pemberdayaan 8 fungsi keluarga secara terpadu, utamanya
fungsi agama, atau ketuhanan yang maha esa, fungsi budaya, fungsi cinta kasih,
fungsi perlindungan, fungsi reproduksi dan kesehatan, fungsi pendidikan, fungsi
ekonomi atau wirausaha dan fungsi lingkungan.
Posdaya merupakan gagasan baru guna menyambut anjuran pemerintah
untuk membangun sumberdaya manusia melalui partisipasi keluarga secara aktif.
Proses pemberdayaan itu diprioritaskan pada peningkatan kemampuan keluarga
untuk bekerja keras mengentaskan kebodohan, kemalasan dan kemiskinan dalam
arti yang luas. Sasaran kegiatan yang dituju adalah terselenggarakannya upaya
bersama agar setiap keluarga mempunyai kemampuan melaksanakan delapan
fungsi keluarga. Dalam rangka pelaksanaan Millenium Development Goals
(MDGs), pengembangan fungsi keluarga tersebut diarahkan kepada lima prioritas
sasaran utama, yaitu (1) komitmen pada pimpinan dan sesepuh tingkat desa dan
pedukuhan, kecamatan dan kabupaten, (2) pengembangan fungsi keagamaan,
fungsi KB dan kesehatan, (3) fungsi pendidikan, (4) fungsi kewirausahaan dan (5)
fungsi lingkungan hidup yang memberi makna terhadap kehidupan keluarga yang
bahagia dan sejahtera.
Usman (2003) membahas mengenai pentingnya pemberdayaan terhadap
masyarakat, dengan menganalogikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat itu

2

seperti sakit, baik yang berupa sakit dalam pengertian jasmani maupun sakit
dalam pengertian sakit sebagai akibat terganggunya hubungan antara individu
(penderita sakit) dengan lingkungan fisik atau lingkungan sosialnya, karena itu
segala bentuk pengobatan yang diberikan ditujukan untuk menormalkan kembali
permasalahan yang dihadapi. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan upaya
meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat tidak hanya berfokus pada
upaya membuat individu yang belum berdaya hanya mampu berdaya dalam
memenuhi “kebutuhan perut’’ saja, akan tetapi mampu membuat individu tersebut
memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Oleh karena itu posdaya diharapkan
mampu membangun modal sosial yang kuat ditataran pelaksana program sehingga
dapat mempengaruhi tingginya tingkat partisipasi dan tingkat kepercayaan
masyarakat, dengan keberdayaan masyarakat sebagai hasil akhir yang diharapkan
dari program-program yang dijalankan sehingga menjadi penting untuk
menganalisa mengenai modal sosial ekonomi rumah tangga dan modal sosial pada
berbagai tingkat partisipasi peserta program Posdaya.
Perumusan Masalah
Keberhasilan suatu program Posdaya memiliki hubungan dengan
partisipasi dari peserta program Posdaya itu sendiri. Partisipasi peserta program
memiliki hubungan dengan modal sosial yang dimiliki oleh peserta program
tersebut. Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut mengenai:
1. Sejauhmana tingkat partisipasi peserta program pengembangan
masyarakat?
2. Sejauhmana hubungan tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi
masyarakat dalam program pengembangan masyarakat?
3. Sejauhmana hubungan norma terhadap tingkat partisipasi masyarakat
dalam program pengembangan masyarakat?
4. Sejauhmana hubungan jaringan terhadap tingkat partisipasi masyarakat
dalam program pengembangan masyarakat?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan
dari penulisan proposal penelitian ditetapkan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi tingkat partisipasi peserta program pengembangan
masyarakat.
2. Menganalisis pengaruh tingkat kepercayaan dengan tingkat partisipasi
peserta dalam program pengembangan masyarakat.
3. Menganalisis pengaruh norma dengan tingkat partisipasi peserta
dalam program pengembangan masyarakat.
4. Menganalisis pengaruh jaringan dengan tingkat partisipasi peserta
dalam program pengembangan masyarakat.

3

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan sebagai pengenalan lebih lanjut mengenai
kondisi modal sosial masyarakat dan pengaruh terhadap tingkat partisipasi
masyaraka dalam suatu program pengembangan masyarakat. Melalui penelitian
ini, terdapat juga beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai
pihak, yaitu:
1. Akademisi, dimana penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
bagi peneliti yang ingin mengkaji lebih lanjut mengenai modal sosial
dan pengaruhnya terhadap tingkat partisipasi suatu program.
2. Masyarakat, dimana penelitian ini diharapkan dapat memberi dampak
positif bagi masyarakat, khususnya untuk menambah pengetahuan
tentang kondisi modal sosial masyarakat sekitar.
3. Pemerintah, dimana penelitian ini dihaparkan dapat memberikan
masukan atau dijadikan bahan pertimbangan bagi para pengambil
kebijakan (pemerintah) dalam perencanaan, mengambil keputusan dan
membuat kebijakan mengenai suatu program pengembangan
masyarakat.

4

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Modal Sosial
Menurut Bourdieu (1986), modal sosial merupakan wujud nyata
(sumberdaya) dari suatu interaksi kelompok. Modal sosial merupakan jaringan
kerja yang bersifat dinamis dan bukan alamiah. Modal sosial merupakan investasi
strategis baik secara individu maupun kelompok. Sadar ataupun tidak sadar bahwa
modal sosial dapat menghasilkan hubungan sosial secara langsung dan tidak
langsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Merujuk pada Ridell (1997), terdapat tiga parameter kapital sosial yang
meliputi kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan
(networks).
Kepercayaan
Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat
yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan
norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan
terhadap pemahaman ini. Cox (1995) menyebutkan bahwa dalam masyarakat
yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat
positif, hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Adanya kapital sosial yang
baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh. Kapital sosial
melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam 1995). Rasa percaya diri
(trust) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubunganhubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan
melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam
suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan
bertindak merugikan diri dan kelompoknya.
Norma
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang.
Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standarstandar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan
berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk
mendukung iklim kerja sama. Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi
maupun produk dari kepercayaan sosial.
Jaringan
Infrastruktur dinamis dari kapital sosial berwujud jaringan-jaringan
kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi
dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat
kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial
yang kokoh.
Komponen-komponen modal sosial dalam Uphoff (1979), dikelompokkan
ke dalam dua kategori. Pertama, kategori struktural yang dihubungkan dengan
berbagai bentuk asosiasi sosial. Kedua, kategori kognitif yang dihubungkan
dengan proses-proses mental dan ide-ide yang berbasis pada ideologi dan budaya.
Komponen-komponen kapital sosial tersebut diantaranya adalah:

6

1. Hubungan sosial (jaringan); yang merupakan pola-pola hubungan
pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non materi.
Hubungan ini memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan
dan berbasis pada kebutuhan atau hubungan biasa. Komponen ini
termasuk ke dalam kategori struktural,
2. Norma; merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang aturan yang diyakini
dan disetujui bersama. Komponen ini termasuk ke dalam kategori kognitif,
3. Kepercayaan; komponen ini menunjukkan norma tentang hubungan timbal
balik, nlai-nilai untuk menjadi orang yang layak dipercaya. Komponen ini
termasuk ke dalam kategori kognitif,
4. Solidaritas; terdapat norma untuk menolong orang lain, kebersamaan,
sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok serta keyakinan
bahwa anggota lain juga akan melaksanakan hal yang serupa. Komponen
ini termasuk ke dalam kategori struktural,
5. Kerjasama; terdapat norma untuk bekerja sama, sikap kooperatif,
keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif serta menerima tugas
untuk kepentingan bersama. Komponen ini termasuk ke dalam kategori
kognitif.
Dimensi kapital sosial menggambarkan segala sesuatu yang membuat
masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan,
serta di dalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan
dipatuhi (Dasgupta dan Serageldin 1999). Dimensi modal sosial inheren dalam
struktur relasi sosial dan jaringan sosial di dalam suatu masyarakat yang
menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan iklim saling percaya,
membawa saluran informasi, dan menetapkan norma-norma, serta sanksi-sanksi
sosial bagi para anggota masyarakat tersebut (Coleman 1990). Namun demikian
Fukuyama (1995) dengan tegas menyatakan, belum tentu norma-norma dan nilainilai bersama yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah
laku itu otomatis menjadi modal sosial. Akan tetapi hanyalah norma-norma dan
nilai-nilai bersama yang dibangkitkan oleh kepercayaan (trust). Dimana trust ini
merupakan harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku
kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan
pada norma-norma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Norma-norma
tersebut bisa berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar pada nilai-nilai luhur
(kebajikan) dan keadilan.
Konsep Partisipasi Masyarakat dan Pengembangan Masyarakat
Uphoff et al. (1979) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan aktif
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan
dilakukan dan bagaimana cara kerjanya. Keterlibatan masyarakat dalam
keterlibatan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui
sumbangan sumber daya atau bekerja sama dalam suatu organisasi. Keterlibatan
masyarakat menikmati hasil dari pembangunan, serta dalam evaluasi pada
pelaksanaan program.Partisipasi tersebut dibagi ke dalam beberapa jenis tahapan,
yaitu:

7

1) Tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam
kegiatan-kegiatan yang merencanakan program pembangunan yang akan
dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya.
2) Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam
pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya.
Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan
materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek.
3) Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan,
maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut
berhasil mengenai sasaran.
4) Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap
ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi
perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.
Dalam makalahnya yang berjudul “A Ladder of Citizen Participation”
dalam Journal of The American Planning Association (1969), Arnsterin
mengemukakan delapan tangga atau tingkatan partisipasi. Delapan tingkat
tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Manipulation (Manipulasi)
Dengan mengatasnanmakan partisipasi, masyarakat diikutkan sebagai
“stempel karet” dalam badan penasihat. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai
formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah
tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan
dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa.
2. Therapy (Terapi)
Pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang kekuasaan sama dengan
ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdaayan sebagai penyakit
mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu
perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok
orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam
berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk
menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya.
3. Informing (Menginformasikan)
Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab,
dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam
pelaksanaan partisipasi masyarakat. namun seringkali pemberian informasi dari
penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak
memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki
kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir
perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk
mempengaruhi program. Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan
media pemberitahuan, pamflet dan poster.
4. Consultation (Konsultasi)
Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju
partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena

8

tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering
digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar
pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyrakat, maka kegiatan
tersebut hanyalah partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap
sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi mereka diukur dari frekuensi
kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga
seberapa banyak dari kuesioner dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan
telah memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan
masyarakat.
5. Placation (Menenangkan)
Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun
dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan.
Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau
mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk
menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin
yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak
bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka
mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali.
6. Partnership (Kemitraan)
Pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara
pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul
tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan
ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak
mengalami perubahan secara sepihak. Kemitraan dapat berjalan efektif bila dalam
masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpin bertanggung jawab,
masyarakat mampu membayar honor yang cukup bagi pemimpinnya serta adanya
sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat.
dengan demikian masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar menawar yang
tinggi sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan.
7. Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan)
Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa
mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap
rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas
kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam memntukan suatu keputusan. Selain itu
masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas
program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu
meresponnya akan tetapi dengan mengadakan proses tawar menawar.
8. Citizen Control (Kontrol warga negara)
Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa
kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada
mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial
dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan
perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan
sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati
pihak ketiga.
Manipulasi dan Terapi termasuk kedalam level „non-partisipasi฀, inisiatif
pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat akan tetapi

9

membuat pemegangg kekuasaan untuk “menyembuhkan” attau “mendidik”
komunitas. Informasii, Konsultasi termasuk dalam level “Tokenissme”, komunitas
bisa mendapatkan innformasi dan menyuarakan pendapat akan tetapi tidak ada
jaminan kalau pendaapat komunitas akan diakomodasi. Placatioon sebagai level
tertinggi dalam tokennisme, komunitas bisa memberikan saran keepada pemegang
kekuasaan, tetapi pennentuan tetap berada pada pemegang kekuassaan. Kemitraan,
membuat komunitass dapat bernegosiasi dan terlibat dalam
m pengambilan
keputusan. Pendeleggasian Kewenangan dan Kontrol, komunnitas memegang
mayoritas pengambillan keputusan dan kekuatan pengelolaan. Tigga level terakhir
termasuk kedalam leevel Kekuatan Warga Negara (Citizen Power). Tingkatan
partisipasi ini dapat dilihat
d
secara lebih jelas pada gambar di bawaah ini:

Sumber: Arnstein (19969)
Gambar 1
Delapaan Tingkatan dalam Tangga Partisipasi Masyyarakat

Menurut Mubbyarto (1985), partisipasi sebagai kesadaran untuk membatu
berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap oraang tanpa berarti
mengorbankan kepenntingan diri sendiri. Apabila dikaitkan dengann pembangunan,
menurut Slamet (19992) dalam Sumardjo dan Saharudin (2003), untuk dapat
berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga syarat utama yaaitu: (1) adanya
kemampuan, (2) adaanya kesempatan, (3) adanya kemauan untuuk berpartisipasi.
Partisipasi sangat pennting dalam pembangunan, karena pembanguunan merupakan
kegiatan yang berkkesinambungan. Dalam pembangunan sepperti itu sangat
dibutuhkan pelibatann orang sebanyak mungkin.Sehingga tanpa partisipasi dari
seluruh masyarakat pembangunan sukar dapat berjalan dengan baiik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
Partisipasi maasyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud
t
sebagai
suatu kegiatan nyaata apabila terpenuhi adanya tiga faktoor utama yang
mendukungnya, yaituu (1) kemauan, (2) kemampuan, dan (3) kesempatan
k
bagi

10

masyarakat untuk berpartisipasi (Slamet 1992 dalam Sumardjo dan Saharudin
2003). Ketiga faktor tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor di seputar
kehidupan manusia yang saling berinteraksi satu dengan lainnya, seperti
psikologis individu (needs, harapan, motif, reward), pendidikan, adanya
informasi, keterampilan, teknologi, kelembagaan yang mendukung, struktur dan
stratifikasi sosial, budaya lokal serta peraturan dan pelayanan pemerintah.
Menurut Oppenheim (1973) dalam Sumardjo dan Saharudin (2003), ada unsur
yang mendukung untuk berperilaku tertentu pada diri seseorang (Person inner
determinations) dan terdapat iklim atau lingkungan (Enviromental factors) yang
memungkinkan terjadinya perilaku utama.
Menurut Sahidu (1998) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemauan masyarakat untuk berpartisipasi adalah motif, harapan, needs, rewards
dan penguasaan informasi. Faktor yang memberikan kesempatan masyarakat
untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur dan
stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan, sarana dan prasarana. Sedangkan
faktor yang mendorong adalah pendidikan, modal dan pengalaman yang dimiliki.
Konsep Pengembangan Masyarakat
Menurut Budimanta (2008), pengembangan masyarakat adalah kegiatan
pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan
diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi sosial,
ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
kegiatan pembangunan sebelumnya. Dalam kaitan dengan karakteristik
pengembangan masyarakat. Ruang lingkup program-program pengembangan
masyarakat (community development) dapat dibagi berdasarkan tiga kategori yang
secara keseluruhan akan bergerak secara bersama-sama yang terdiri dari:
1. Community Relation; yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut
pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada
para pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program cenderung mengarah
pada bentuk-bentuk kedermawanan (charity) perusahaan. Dari hubungan
ini, maka dapat dirancang pengembangan hubungan yang lebih mendalam
dan terkait dengan bagaimana mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan
masalah-masalah yang ada di komunitas lokal sehingga perusahaan dapat
menerapkan program selanjutnya.
2. Community Services; merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi
kepentingan komunitas ataupun kepentingan umum. Dalam kategori ini,
program-program dilakukan dengan adanya pembangunan secara fisik
sektor kesehatan, keagamaan, pendidikan, transportasi, dan sebagainya
yang berupa puskesmas, sekolah, rumah ibadah, jalan raya, sumber air
minum, dan sebagainya. Inti dari kategori ini adalah kebutuhan yang ada
di komunitas dan pemecahan tentang masalah yang ada di komunitas
dilakukan oleh komunitas sendiri dan perusahaan hanya sebagai fasilitator
dari pemecahan masalah yang ada di komunitas. Kebutuhan-kebutuhan
yang ada di komunitas dianalisis oleh para community development officer.
3. Community Empowering; merupakan program-program yang berkaitan
dengan pemberian akses yang lebih luas kepada komunitas untuk
menunjang kemandiriannya, misalnya pembentukan koperasi. Pada

11

1.

2.

3.
4.
5.

dasarnya, kategori ini melalui kategori tahapan-tahapan lain seperti
melakukan community relation pada awalnya, yang kemudian berkembang
pada community sevice dengan segala metodologi panggilan data dan
kemudian diperdalam melalui ketersediaan pranata sosial yang sudah lahir
dan muncul di komunitas melalui program kategori ini.
Abbott (1996) menguraikan 5 karakteristik dari pengembangan
masyarakat (community development), yaitu:
Berdasarkan pada kondisi di mana pemerintah menjadi terbuka kepada
upaya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan,
tingkat keterlibatan masyarakat yang menggambarkan tingkat keterbukaan
secara efektif diatur oleh pemerintah.
Aktivitas pengembangan masyarakat dibangun terutama sekitar masalahmasalah sosial, di mana orang dalam masyarakat berhubungan secara
mudah. Di lain pihak, melalui manajemen masyarakat terdapat suatu
komponen ekonomi dan atau teknik yang kuat. Meskipun demikian,
proyek manajemen masyarakat tetap melaksanakan usaha-usaha yang
dapat diidentifikasi secara jelas dalam suatu dasar homogenitas yang
terbuka.
Bercirikan masyarakat lokal yang memiliki keutamaan atau kekuasaan,
dapat diidentifikasikan secara jelas dan mengandung muatan diri.
Proses pengembangan masyarakat diarahkan kepada kepuasan terhadap
kebutuhan masyarakat.
Berpusat pada kegiatan pelatihan yang netral secara politik dan terpisah
dari berbagai pertikaian atau debat politik.

Di dalam penjelasan yang lain, Ife (1995) menyatakan bahwa kegiatan
pengembangan masyarakat ini harus mendasarkan pada perspektif ecological
dengan prinsip holism (menyeluruh dari segala aspek lingkungan), sustainability
(kelestarian kegiatan), diversity (keanekaragaman), dan equilibrium
(keseimbangan). Menurut Ife (1995), konsekuensi dari perspektif ecological ini
adalah melukiskan bahwa prinsip holistic akan mengarahkan pada pemikiran
untuk memusatkan pada filosofi lingkungan, menghormati hidup dan alam,
menolak solusi yang linier, dan perubahan yang terus menerus. Prinsip
sustainability akan membawa pada konsekuensi untuk memperhatikan konservasi,
mengurangi konsumsi, tidak mementingkan pertumbuhan ekonomi, pengendalian
perkembangan teknologi dan anti kapitalis.Prinsip diversity membawa
konsekuensi pada penilaian terhadap perbedaan, jawaban atau alternative yang
tidak tunggal, desentralisasi, jaringan kerja dan komunikasi lateral serta
penggunaan teknologi tepat guna. Sementara prinsip equilibrium akan membawa
pada penggunaan isu-isu global atau lokal, gender, hak dan pertanggungjawaban,
kedamaian dan kooperatif.
Kerangka Pemikiran
Modal sosial menurut Ridell (1997) berupa kepercayaan, norma dan
jaringan. Tingkat kepercayaan, tingkat norma, dan tingkat jaringan memiliki
hubungan yang menentukan derajat atau tingkat partisipasi masyarakat dalam

12

suatu program pengembanngan masyarakat dimana partisipasi dibagi ke dalam
empat tingkatan Uphoff (1979)
(
yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaaluasi, dan
pemanfaatan hasil yang teelah digabungkan dengan delapan derajat partisipasi
Arnstein (1969) yaitu maanipulasi, terapi, informasi, konsultasi, mennenangkan,
kemitraan, delegasi kewenaangan, dan kontrol warga.
Penggabungan antaraa tingkat partisipasi Uphoff dan Arnstein adallah dimana
setiap tahapan Uphoff diiukur derajatnya menggunakan tingkatan partisipasi
Arnstein. Modal sosial dikaitkan dengan partisipasi yaitu dimanna tingkat
kepercayaan, tingkat norm
ma, dan tingkat jaringan dihubungkan denggan tingkat
partisipasi hasil dari penggaabungan antara partisipasi Uphoff dan Arnsteein.

Tingkat Kepercayaan
Tahapan Partisipasi
Uphoff (1979) dan Tingkat
T
Partisipasi Arnstein
n (1969)

Tingkat Norma

Tingkat Jaringan

Keterangan:
: Penngaruh
Gambar 2

P
Analisis Modal Sosial dan Partisipasi
Kerangka Pemikiran
Masyarakat dalam Program Pengembangan Masyarakat
Hipotesis Penelitian

Dari kerangka pemiikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini addalah:
1. Terdapat hubungann antara kepercayaan masyarakat dengaan tingkat
partisipasi masyarakkat dalam program pengembangan masyarakaat
2. Terdapat hubungann antara norma masyarakat dengan tingkat partisipasi
masyarakat terhadapp program pengembangan masyarakat
3. Terdapat hubungaan antara jaringan masyarakat dengan partisipasi
masyarakat terhadapp program pengembangan masyarakat
Definisi Operasional
m
bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi
e
di
1. Modal Sosial adalah merupakan
masyarakat yang terjaddi antar individu dan kelompok baik formaal maupun
informal yang bermanfaaat dan menguntungkan. Besarnya modal soosial dalam
penelitian ini, diukur melalui
m
3 indikator, yaitu kepercayaan, jarringan dan
norma.

13

Tingkat Kepercayaan (trust) adalah perasaan tanpa saling curiga, baik
dengan pelaksana program maupun sesama anggota kelompok, cenderung
saling ingin memajukan diantara anggota kelompok. Pengukurannya
didasarkan pada:
1) Pernyataan percaya terhadap sesama warga. Terdiri dari 3 pernyataan
dengan nilai 4= tidak percaya, 3= kurang percaya, 2= percaya, dan 1=
sangat percaya. Skor untuk pernyataan ini maksimal 12 dan minimal 3.
2) Pernyataan percaya terhadap pihak-pihak terkait. Terdiri dari 9
pernyataan. Skor untuk pernyataan ini maksimal 36 dan minimal 9.
Pengukuran Tingkat Kepercayaan individu dikategorikan menjadi 3,
yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penilaian dari masing-masing kategori
berdasarkan rumus selang baku dimana skor minimum untuk tingkat
kepercayaan kelompok adalah 3+9 = 12 dan skor maksimumnya adalah
12+36 = 48. Setelah skor minimum dan skor maksimum diketahui, maka
jarak intervalnya adalah (48-12)/3 = 12 Dengan demikian dapat diketahui
derajat modal sosial untuk tingkat kepercayaan anggota kelompok adalah:
Skor: 3-15 = Rendah 15,1-27 = Sedang
27,1-36 = Tinggi
b. Kuat Jaringan (networking)adalah interaksi dan relasi individu (anggota
kelompok) dengan individu lain dalam kelompok atau dengan individu di
luar komunitas (pasar, pemodal, pelaksana program). Pengukurannya
didasarkan pada:
1) Pernyataan tentang mengikuti organisasi yang sedang diikuti selain
Posdaya.
2) Pernyataan tentang mengenal orang-orang yang menjadi
pelaksana/pengurus program posdaya, dan pihak yang terkait.
Pengukuran Kuat Jaringan individu dikategorikan menjadi 3, yaitu
rendah, sedang dan tinggi. Penilaian dari masing-masing kategori
berdasarkan rumus selang baku, dimana maka skor minimum untuk kuat
jaringan adalah 9x1 =9 dan skor maksimumnya adalah 9x4 = 36. Setelah
skor minimum dan skor maksimum diketahui, maka jarak intervalnya
adalah (36-9)/3 = 9. Dengan demikian dapat diketahui derajat modal
sosial untuk kuat jaringan anggota kelompok posdaya adalah:
Skor: 9-18 = lemah
18,1-27 = Sedang
27,1-36 = Kuat
c. Norma Sosial (Social Norm) adalah kesepakatan-kesepakatan dalam
kelompok yang dijadikan sebagai panduan dalam bertingkah laku.
Pengukurannya didasarkan pada:
1) Pernyataan tentang kepedulian terhadap lingkungan masyarakat dan
Posdaya. Terdiri dari 3 pernyataan dengan nilai 1= Tidak Penting, 2=
Kurang Penting, 3= Penting, 4= Sangat Penting. Skor untuk
pernyataan ini minimal 12 dan minimal 3.
2) Pernyataan tentang kegiatan yang paling penting untuk berkumpul
dengan rumahtangga lain di desa ini. Pernyataan ini terdiri dari 9
pernyataan dengan nilai 1= Tidak Penting, 2= Kurang Penting, 3=
Penting, 4= Sangat Penting. Skor untuk pernyataan ini minimal 36 dan
minimal 9.
Pengukuran Kuat-lemah Norma individu dikategorikan menjadi 3,
yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penilaian dari masing-masing kategori
berdasarkan rumus selang baku, dimana skor minimum untuk norma

a.

14

sosial adalah 3+9 = 12 dan skor maksimumnya adalah 12+36 = 48.
Setelah skor minimum dan skor maksimum diketahui, maka jarak
intervalnya adalah (48-12)/3 = 12. Dengan demikian dapat diketahui
derajat modal sosial untuk norma sosial anggota kelompok posdaya
adalah:
Skor: 3-15 = lemah
15,1-27 = Sedang
27,1-36 = kuat
2. Tingkat Partisipasi adalah keikutsertaan yang tinggi (keterlibatan langsung
semua anggota kelompok program posdaya), memiliki hak dan kesempatan
yang sama dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan maupaun
evaluasi, yang dicapai masyarakat dalam tangga partisipasi Arnstein (1996),
dalam pendampingan program posdaya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 1
Tahapan
Perencanaan

Pelaksanaan

Indikator Pengukuran Tingkat partisipasi Arnstein (1969) melalui
tahapan partisipasi Uphoff (1979)
Definisi Operasional Pengukuran
keikutsertaan
Tidak hadir (manipulation)
responden
dalam Hadir hanya untuk memenuhi undangan
mengikuti
rapat (therapy).
penyusunan rencana Hadir hanya untuk memperoleh informasi tanpa
suatu kegiatan. Pada menyampaikan pendapat (informing).
tahap
perencanaan, Hadir untuk memperoleh informasi dan
yang dinilai adalah menyampaikan pendapat, namun pendapat tidak
kehadiran responden diperhitungkan (Consultation).
dalam
perencanaan Hadir dan memberikan pendapat, namun ada
program dan keaktifan pembatasan pendapat yang diperhitungkan
dalam rapat tersebut
(Placation).
Hadir dan memiliki kedudukan yang setara
dalam pengambilan keputusan (Patnership).
Hadir dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi
dari lembaga dalam membuat keputusan
(Delegation Power).
Hadir dan memiliki hak penuh dalam
pengambilan keputusan (Citizen Control)
keikutsertaan
dan
keaktifan
dalam
pelaksanaan kegiatan
program
pengembangan
masyarakat
yang
dilakukan
oleh
Masyarakat Mandiri.
Partisipasi
diukur
berdasarkan
banyaknya kegiatan
yang
diikuti
responden
serta

Tidak terlibat (manipulation).
Terlibat hanya ikut-ikutan (therapy).
Terlibat
tanpa
mendapat
kesempatan
menyampaikan ide-ide (information).
Terlibat dan berkesempatan menyampaikan ide,
namun tidak diperhitungkan (consultation).
Terlibat, namun ada pembatasan ide yang
diperhitungkan (placation).
Terlibat dan memiliki kedudukan yang setara
dalam pengambilan keputusan pelaksanaan ide
(patnership).
Terlibat dan memiliki kedudukan yang lebih
tinggi dalam melaksanakan ide (delegation

15

kehadiran/keaktifan
power).
dalam
tiap-tiap Terlibat dan mampu membuat keputusan (citizen
kegiatan tersebut.
power).
Pemanfaatan
Hasil

yaitu
tingkat
keterlibatan anggota
kelompok (partisipan)
dalam memanfaatkan
sarana dan prasarana
program
pendampingan serta
hasil yang diperoleh
dari
kegiatan
kelompok.

Tidak terlibat (manipulation).
Terlibat dan merasakan manfaat program
(therapy).
Terlibat merasakan manfaat sebagai mitra
dampingan (information).
Terlibat dan berkesempatan memanfaatkan
sarana dan prasarana hasil program Klaster
Mandiri (consultation).
Terlibat, namun ada pembatasan pemanfaatan
sarana program (placation)
Terlibat dan memiliki kedudukan yang setara
dalam memanfaatan yang disediakan untuk
program (patnership).
Terlibat dan memiliki kedudukan yang lebih
tinggi dalam memanfaatkan sarana dan prasarana
yang tersedia untuk program (delegation power).
Terlibat dan mampu membuat keputusan dalam
mengelola sarana dan prasarana program (citizen
power).

Evaluasi

keikutsertaan
responden
dalam
memantau kegiatan,
yaitu
responden
menyampai-kan
secara
langsung
tantang
kendalakendala yang dihadapi
selama
kegiatan
program
ataupun
responden membuat
laporan
mingguan,
bulanan, tri wulan,
semester atau tahunan
tentang kegiatannya
yang kemudian akan
di evaluasi oleh tenaga
pelaksana program di
lapang.

Tidak terlibat (manipulation).
Terlibat atas kemauan sendiri (therapy).
Terlibat
tanpa
membuat
kesempatan
menyampaikan penilaian (information).
Hadir dan berkesempatan menyampaikan
penilaian,
namun
tidak
diperhitungkan
(consultation).
Hadir, namun ada pembatasan penilaian yang
diperhitungkan (placation).
Hadir dan memiliki hak yang setara dalam
melaksanakan penilaian (patnership).
Hadir dan memiliki hak tertinggi dalam
melaksanakan penilaian (delegation power).
Hadir dan memiliki hak penuh dalam membuat
keputusan (citizen power).

Delapan tangga Partisipasi Arstein tersebut diberi skor masing-masing
berkisar 1-8, sehingga skor minimum bagi setiap individu adalah 4 x 1 = 4.
Adapun skor maksimum bagi setiap individu adalah 4 x 8 = 32. Setelah skor
minimum dan skor maksimum diketahui, maka jarak interval untuk tingkat

16

partisipasi individu (anggota kelompok) adalah (32-4)/8 = 3,5. Dengan demikian
dapat diketahui tingkat partisipasi individu adalah:
1. Manipulation (4-7,5)
2. Therapy (7,6-11)
3. Informing (11,1-14,5)
4. Consultation (14,6-18)
5. Placation (18,1-21,5)
6. Patnership (21,6-25)
7. Delegation Power (25,1-28,5)
8. Citizen Power (28,6-32)
Tangga partisipasi Arnstein (1969) disederhanakan menjadi tiga kategori,
yaitu: (1) Non-partisipasi (tangga 1 dan 2); (2) tokenisme (tangga 3-5); dan (3)
Citizen Power (kontrol masyarakat) (tangga 6-8). Dari kedelapan tangga
partisipasi Arstein tersebut, sebelumnya dipersempit menjadi tiga kategori yaitu
non-partisipasi (tangga 1 dan 2), tokenisme (tangga 3 – 5) dan Citizen Power
(kontrol masyarakat) (tangga 6 –8). Pengukuran tangga partisipasi secara lebih
jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2
Tingkatan
Partisipasi
Uphoff
(1979)
Evaluasi
Pemanfaatan
Hasil
Pelaksanaan
Perencanaan

Kombinasi Tahapan Partisipasi Uphoff (1979) dan Tingkat Partisipasi
Arnstein (1969)
Tingkatan Partisipasi Arnstein (1969)
Non-partisipasi
Tokenisme
Citizen Power
Delegasi Kontrol
Manipulasi Terapi Informasi Konsultasi Menenangkan Kemitraan
Kewenangan Warga

17

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian analisis modal sosial dan partisipasi masyarakat dalam program
pengembangan masyarakat dilaksanakan di Kampung Cangkurawok, Desa
Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Pertimbangan lokasi
penelitian Kampung Cangkurawok, Desa Babakan termasuk kedalam kawasan
pelaksanaan Program Pengembangan Masyarakat Posdaya. Penelitian ini
dilaksanakan di Bulan Maret sampai dengan September 2013. Pencarian data
primer di lapang dilaksanakan dalam waktu 6 minggu. Kegiatan penelitian
meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan,
penulisan draft skripsi, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi,
sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.
Teknik Sampling
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh warga peserta program
Posdaya Geulis Bageur Kampung Cangkurawok, Desa Babakan, Kecamatan
Darmaga, Kabupaten Bogor sebanyak 100 orang (Lampiran 2). Unit analisanya
adalah individu. Responden adalah individu yang menjadi peserta program
Posdaya Geulis Bageur.
Dalam pendekatan kuantitatif, responden dipilih untuk nantinya menjadi
target survei. Pemilihan sampel dilakukan melalui teknik pengambilan sampel
acak sederhana (simple random sampling). Sebanyak 100 orang peserta program
kemudian diambil secara acak sebanyak 35 responden (Lampiran 3).
Pendekatan kualitatif diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam
kepada informan. Informan dipilih secara purposive atau sengaja. Informan adalah
orang dari pihak lembaga/perusahaan yang andil dalam program pengembangan
masyarakat dan juga dari unsur masyarakat. Terdapat sebanyak 3 informan yaitu
SUP (Ketua Posdaya Geulis Bageur), AMD (Tokoh Masyarakat), dan SUH
(Ketua Program Ekonomi Posdaya Geulis Bageur).

Pengumpulan Data
Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui wawancara dengan
kuesioner kepada responden yang sebelumnya telah dipilih secara acak melalui
teknik pengambilan sampel acak sederhana. Semen