Pengawetan Bambu Betung (Dendrocalamjus asper (Schult. f.) Backer ex Heyne) Secara Boucheric

Wa Ode Lirlda Irawaty.

E02495030.

"l'engawetan

Barnbu Betung

(Dendrocnlnnlus nsper (Schult. f.) Backer ex I-leyne) Sccara Boucherie",
dibawah bintbingan Ir. Togar L. Tobing, MSc.

RINGKASAN
Bainbu merupakan hasil hutan non kayu yang meinpunyai ragam inanfaat dan
memiliki peranan penting terutama dala~ii kehidupan sehari-hari masyarakat
pedcsaan. Dalain kaitan ini Martawijaya (1977) tneinberikan taksiran bahwa 80%
ba~nbudi Indonesia digunakan untuk konstruksi (termasuk mebel), 10% untuk bahan
pembungkus, 5% ulituk bahan baku kerajinan (industri kecil), serta 5% uniuk sarana
pertanian dan lain-lain.
Dipihak lain keterbatasan pananfaatan bambu adalah kerentanannya terhadap
serangan hama perusak seperti rayap tanah, rayap kayu kering, dan bubuk kayu
kering. Tetapi keterbatasan ini dapat diatasi dengan mengawetkan bambu untuk

mencegah serangan serangga perusak sehingga bambu mempunyai uinur pakai yang
lebih panjang. Sistem Boucherie adalah salah satu metode pengawetan yang telah
terbukti efektif untuk mengawetkan bahan yang segar tebang (Liese, 1980). Dalain
inetode ini bahan pengawet akan mengalir secara aksial inengikuti transpirasi daun
dan cara ini sangat sesuai untuk bambu karena penetrasi cairan dalam batang hanya
bergerak dalam arah aksial inelalui pernbuluh. Bambu tidak meiniliki bagian radial
seperti sel jari-jari dalaiii batang kayu yang memungkinkan balian penga\vet
berpenetrasi dengan arah radial.

Selain itu bambu meiniliki kulit yang sukar

diteinbus oleti cairan.
Penga\vetan secara Boucherie didasarkan pada kaidah bahwa larutan-larutan
yang masuk ke dalam kayu gubal pohon hidup akan terbawa oleh cairan pohon
sampai ke ujung. Alirannya vertikal dan terutama ke arah atas dari tempat
pemasukannya. Nalnun demikian adanya zat-zat kiinia yang terbawa hingga ke daun
akan menyebabkan kematian pada pohon tersebut.

Seliubunga~idengan ha1 tersebut diatas, rnaka dilakukan suatu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan pengawet terhadap masa hidup bambu

setelah tebang melalui pengarnatan terhadap kerontokan daun bambu dan juga untuk
mensetahui penetrasi longitudinalnya. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu
betung (I)erzdrocalurlzzrs.~culu~izsusper (Schult. f.) Backer ex Heyne).Contoh uji berupa buluh
bambu yang masih segar tebang lengkap dengan ranting dan daunnya. Jumlah contoh
uji seluruhnya adalah 9 batang, terdiri atas 3 perlakuan konsentrasi (0, 5, dan 10%)
dan setiap perlakuan dilakukan 3 kali ulangan. Bahan pengawet yang digunakan
adalah l~npralitB1. Parameter yang digunakan adalah lamanpa lnasa hidup ba~nbu
(hari) dan penetrasi longitudinal dari bahan pengawet tersebut. Rancangan percobaan
yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dan data hasil penelitian dianalisis
dengan sidik ragam.
Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi bahan pengawet me~nberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap lnasa hidup bambu (p 21%). Rata-rata masa
hidup bambu setelah tebang untuk perlakuan dengan air, bahan pengalvet 5% dan
bahan pengawet 10% masing-masing adalah 20 hari, 14 hari dan 10 hari. Sementara
itu penggunaan konsentrasi bahan pengawet 5% dan 10% tidak me~nberikan
pengaruh yang nyata terhadap penetrasi longitudinal. Penggunaan kedua konsentrasi
tersebut lne~nberikanhasil penetrasi longitudinal bahan pengawet yang cukup tinggi
yaitu untuk bahan pengawet dengan konsentrasi 5% adalah 1738,SS cm sedangkan
untuk bahan pengawet dengan konsentrasi 10% adalah 1802,40 cm.
Semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet, Inaka semakin pendek lnasa

hidup bambu setelah tebang. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui
efektifitas pengawetan terhadap intensitas serangan organisme perusak bambu.