Model Pendidikan Perdamaian Pada Sekolah Multi Etnis

1

LAPORAN KEMAJUAN
PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI (PUPT)

MODEL PENDIDIKAN PERDAMAIAN
PADA SEKOLAH MULTI ETNIS

Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun

Tim Peneliti:

Dr. Taufik, M.Si.
Dr. Nanik Prihartanti, M.Si.
Dra. Wiwin Dinar Pratisti, M.Si

(NIDN: 0629037401)
(NIDN: 0625075901)
(NIDN: 0629116401)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
September, 2014

3

RINGKASAN

Interaksi sosial antar siswa pada sekolah multi etnis menjadi tolak ukur
bagaimana efektivitas pendidikan perdamaian. Meskipun siswa-siswa diajarkan
budi pekerti, kebersamaan, pentingnya kerja sama, dan sebagainya namun pada
prakteknya hubungan sosial antar siswa masih tergolong tajam. Beberapa fakta
menunjukkan bahwa hubungan antar siswa di sekolah-sekolah multi etnis cukup
kompleks. Terdapat klik-klik siswa yang didasarkan pada persamaan etnis, etnis
Jawa lebih tertarik untuk berkelompok dengan etnis Jawa dan etnis Tionghoa
lebih nyaman berinteraksi dengan etnis Tionghoa, sehingga secara sosial tampak
adanya segregasi hubungan.
Hubungan antar siswa di sekolah multi etnis dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain identifikasi, empati, imitasi, sugesti, dan motivasi, faktor-faktor
fisik antara lain faktor kedekatan jarak, dan kemudahan akses, faktor-faktor sosial
informal seperti model hubungan sosial yang dinamis, model hubungan antar

pribadi, model hubungan antar kelompok, model hubungan antar pribadi dan
kelompok yang berlaku di daerah tersebut, faktor-faktor disain sosial formal yaitu
cara-cara yang memang didesain untuk berhubungan sosial seperti di lingkungan
istana, lingkungan tempat bekerja, lingkungan di sekolah, pada acara-acara
formal, dan faktor-faktor personal yaitu adanya dorongan-dorongan internal dari
individu yang senang bersosialisasi (sikap pro sosial), adanya persamaanpersamaan nilai dan norma-norma sosial. Berdasarkan teori-teori yang dijelaskan
oleh Soekanto (2009) dan Williams (2005) menjelaskan bahwa interaksi sosial
dipengaruhi oleh faktor identifikasi kelompok yang dalam hal ini difokuskan pada
variable orientasi domiannsi sosial dan disain sosial formal.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan model
pendidikan perdamaian pada sekolah multi etnis di kota Surakarta. Secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai interaksi sosial
siswa pada sekolah-sekolah multi etnis di Surakarta, dan melihat peranan orientasi
dominansi sosial dan peran guru terhadap interaksi sosial siswa di sekolah multi

4

etnis. Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain: Menambah
khazanah pengetahuan mengenai keberagaman masyarakat Surakarta pada
khususnya, terutama terkait pada masalah kerukunan antar etnis dalam masyarakat

multi etnis; Sebagai salah satu kerangka dasar atau sebagai masukan bagi para
pengambil kebijakan, untuk dapat merumuskan kebijaksanaan baru mengenai
hubungan antara etnis Tionghoa-Jawa di Surakarta pada khususnya dan
masyarakat Indonesia pada umumnya.
Subjek penelitian yaitu siswa-siswi Sekolah Menengah Umum (SMU) dari
sekolah multi etnis Jawa dan Tionghoa yang berjumlah 106, dari 110 subjek yang
bisa dikumpulkan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Ada
tiga jenis kuesioner yaitu kuesioner interaksi sosial, kuesioner orientasi dominansi
sosial dan kuesioner peran guru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kedua variable bebas yaitu
orientasi dominansi sosial dan peran guru, ternyata orientasi dominansi sosial
memiliki hubungan yang signifikan dengan interaksi sosial dibandingkan dengan
variable peran guru. Berdasarkan hasil analisis data membuktikan bahwa orientasi
dominansi sosial berhubungan secara negatif dengan interaksi sosial, artinya
semakin tinggi skor orientasi dominansi sosial maka interaksi sosial individu akan
semakin rendah, begitu pula sebaliknya semakin rendah orientasi dominansi sosial
maka akan semakin tinggi interaksi sosial.

5


DAFTAR ISI

Halaman Judul

…………………………..

1

Lembar Pengesahan

…………………………..

2

Ringkasan

…………………………..

3


Daftar Isi

…………………………..

5

Abstract

…………………………..

6

Bab 1

Pendahuluan

…………………………..

7


Bab 2

Kajian Pustaka

…………………………..

11

Bab 3

Tujuan dan Manfaat

…………………………..

18

Bab 4

Metode Penelitian


…………………………..

17

Bab 5

Hasil yang Dicapai

…………………………..

19

Lampiran
Daftar Pustaka

…………………………..

6

Model Pendidikan Perdamaian pada Sekolah Multi Etnis

Taufik, Nanik Prihartanti, Wiwien Dinar Pratisti

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai
interaksi sosial siswa pada sekolah-sekolah multi etnis di
Surakarta, dan melihat peranan orientasi dominansi sosial dan
peran guru terhadap interaksi sosial siswa di sekolah multi etnis.
Subjek penelitian yaitu siswa-siswi SMu di sekolah multi etnis.
Yang dimaksud sekolah multi etnis adalah sekolah di mana
siswanya berasal dari berbagai etnis yang dalam hal ini yaitu
etnis Jawa dan Tionghoa. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan kuesioner tertutup, terdapat tiga kueisoner
yaitu interaksi sosial, orientasi dominansi sosial, dan peran guru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi dominansi sosial
memiliki hubungan yang signifikan dengan interaksi sosial
dibandingkan dengan variable peran guru. Berdasarkan hasil
analisis data membuktikan bahwa orientasi dominansi sosial
berhubungan secara negatif dengan interaksi sosial, artinya
semakin tinggi skor orientasi dominansi sosial maka interaksi
sosial individu akan semakin rendah, begitu pula sebaliknya

semakin rendah orientasi dominansi sosial maka akan semakin
tinggi interaksi sosial.
Kata kunci: interaksi sosial, orientasi dominansi sosial, peran
guru

7

BAB I
PENDAHULUAN

Konflik kekerasan antara etnis Jawa dan Tionghoa di Surakarta telah
menjadi bagian dari perjalanan sejarah di Surakarta. Sejak awal berdirinya kota
Surakarta (1745) hingga saat ini setidaknya telah terjadi sepuluh konflik
kekerasan berskala besar dan puluhan konflik berskala kecil. Sejauh ini potensipotensi konflik antara kedua etnis masih mewarnai kehidupan sosial di kota
bengawan ini. Potensi konflik yang bersifat laten ini samar kondisinya, namun
ketika dilihat secara lebih dekat melalui pengamatan mendalam maupun
penelitian, terlihat bahwa potensi-potensi konflik sangat nyata, lebih-lebih bila
dilihat dari interaksi para pemuda di kedua etnis (Taufik, 2010). Potensi-potensi
konflik


yang

terlaporkan

berdasarkan

penelitian-penelitian

sebelumnya

diantaranya yaitu:
Terjadinya segregasi sosial antara etnis Tionghoa dan Jawa, di mana etnis
Tionghoa lebih memilih untuk tinggal di pinggir-pinggir jalan raya (dipilih karena
memudahkan mereka untuk usaha) atau di lingkungan-lingkungan elite sehingga
kondisi ini semakin menambah kesenjangan sosial antara etnis Jawa dan Tionghoa
(Taufik, 2010). Segregasi tidak hanya terjadi dalam pemukiman namun juga
terlihat dalam afiliasi sosial mereka, dimana orang-orang Tionghoa selaku
kelompok minoritas lebih memilih berinteraksi dengan sesame kelompoknya
dibandingkan membaur dengan masyarakat Jawa yang menempati mayoritas
wilayah di Surakarta (Taufik, 2008). Hal tersebut terjadi (diantaranya) karena

etnis Tionghoa menganggap bahwa mereka memiliki level sosial yang lebih tinggi
(Jawa: awune luwih dhuwur) dibandingkan etnis Jawa, hal ini berimplikasi pada
berbagai bidang seperti penempatan dalam jabatan pekerjaan, orientasi memilih
pasangan hidup, dan pertemanan (Taufik, 2008). Ternyata kondisi-kondisi di atas
juga berpengaruh terhadap interaksi social anak-anak dari kedua etnis,
pengalaman-pengalaman interaksi sosial dengan etnis lain yang kurang
menyenangkan secara tidak disengaja di transfer kepada anak-anak mereka yang

8

disampaikan dalam bentuk cerita ataupun nasehat-nasehat agar hati-hati dalam
bergaul dengan etnis yang lain karena orangtuanya pernah memiliki pengalaman
buruk dengan seseorang dari etnis itu, namun hal itu justru semakin meningkatkan
prasangka social anak-anak (Taufik, 2010). Atas dasar itu Taufik melakukan
intervensi sosial dengan cara meningkatkan empati etno budaya pada anak-anak
dari kedua etnis, hal ini bertujuan untuk menurunkan tingkat prasangka mereka
(Taufik, 2012), temuan dari penelitian merekomendasikan pentingnya dilakukan
intervensi yang lebih tajam ke dalam kurikulum pada sekolah-sekolah yang multi
etnis, yang salah satunya dalam bentuk intervensi pendidikan perdamaian.
Interaksi sosial antar siswa pada sekolah multi etnis menjadi tolak ukur
bagaimana efektivitas pendidikan perdamaian. Meskipun siswa-siswa diajarkan
budi pekerti, kebersamaan, pentingnya kerja sama, dan sebagainya namun pada
prakteknya hubungan sosial antar siswa masih tergolong tajam. Taufik (2013)
menemukan beberapa fakta bahwa hubungan antar siswa di sekolah-sekolah multi
etnis cukup kompleks. Terdapat klik-klik siswa yang didasarkan pada persamaan
etnis, etnis Jawa lebih tertarik untuk berkelompok dengan etnis Jawa dan etnis
Tionghoa lebih nyaman berinteraksi dengan etnis Tionghoa, sehingga secara
sosial tampak adanya segregasi hubungan.
Hubungan antar siswa di sekolah multi etnis dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain identifikasi, empati, imitasi, sugesti, dan motivasi (Soekanto,
2009). Yang dimaksud dengan identifikasi yaitu bagaimana seseorang melihat
siswa etnis lain, apakah yang bersangkutan melihat sebagai pribadi yang terpisah
atau bukan bagian dari ingroup. Empati yaitu bagaimana kualitas hubungan antara
pribadi, apakah masing-masing individu dapat memahami dan ikut merasakan
kondisi individu lainnya dan sebaliknya. Imitasi dimaksudkan bagaimana
seseorang menyetujui dan mengakomodasi sikap dan perilaku orang lain menjadi
hal-hal yang diterima dalam interaksi sosial. Sugesti lebih menitikberatkan bahwa
perilaku seseorang akan menjadi pendorong bagi perilaku orang lain, baik itu
perilaku positif maupun negatif. Adapun motivasi yaitu perilaku seseorang akan
menjadi penguat bagi perilaku lainnya, seseorang bisa tumbuh motivasinya

9

dengan melihat lingkungan sekitar terutama kondisi orang-orang di sekitarnya,
baik itu diucapkan secara verbal maupun hanya dengan melihat hal-hal yang
dilakukan orang lain.
Williams (2005) berpandangan bahwa interaksi sosial dipengaruhi oleh
factor-faktor yang lebih kompleks seperti: 1) faktor-faktor fisik antara lain faktor
kedekatan jarak, dan kemudahan akses; 2) faktor-faktor sosial informal seperti
model hubungan sosial yang dinamis, model hubungan antar pribadi, model
hubungan antar kelompok, model hubungan antar pribadi dan kelompok yang
berlaku di daerah tersebut; 3) faktor-faktor disain sosial formal yaitu cara-cara
yang memang didesain untuk berhubungan sosial seperti di lingkungan istana,
lingkungan tempat bekerja, lingkungan di sekolah, pada acara-acara formal; 4)
faktor-faktor personal yaitu adanya dorongan-dorongan internal dari individu
yang senang bersosialisasi (sikap pro sosial), adanya persamaan-persamaan nilai
dan norma-norma sosial. Dalam penelitian ini fokus kajian yang mempengaruhi
interaksi sosial pada faktor identifikasi (Soekanto, 2009), faktor personal, dan
faktor disain sosial formal (Williams, 2005).
Menurut Soekanto salah satu yang mendorong terjadinya interaksi sosial
yaitu identifikasi kelompok terhadap dirinya sendiri. Apakah ia termasuk
kelompok yang diterima ataukah kelompok yang ditolak, apakah kelompoknya
memiliki pengaruh kuat ataukah lemah, apakah kelompoknya selama ini telah
meraih prestasi-prestasi yang membanggakan ataukah justru sebaliknya, dan
seterusnya. Identifikasi diri kelompok berpengaruh pada bagaimana cara mereka
berhubungan dengan orang lain, cara mereka memperlakukan orang lain.
Kelompok yang merasa dirinya lebih berpengaruh dibandingkan kelompokkelompok lainnya mereka potensial menjaga jarak dengan anggota kelompok
lainnya, cenderung merehkan anggota kelompok lain meskipun secara personal
orang tersebut sebenarnya lebih potensial namun karena pandangan bahwa
kelompoknya lebih tinggi ia akan cenderung meremehkan (seluruh) anggota
kelompok lain. Pandangan yang mengatakan kelompoknya lebih unggul, lebih

10

berperan, lebih potensial, dan sebagainya dinamakan oleh Sidanius dkk (2001)
dengan orientasi dominansi sosial (social dominance orientation).
Selain itu interaksi sosial juga dipengaruhi oleh faktor disain sosial formal.
Yang dimaksud disain sosial formal yaitu bagaimana lingkungan sosial
melakukan upaya-upaya untuk melakukan perubahan-perubahan positif, dalam
penelitian ini salah satu yang menjadi concern peneliti yaitu peran guru dalam
membangun interaksi sosial antar siswa di sekolah. Guru memiliki peran strategis
untuk menggerakkan kelompok-kelompok siswa agar lebih kooperatif melalui
interaksi di dalam kelas, penugasan-penugasan dalam kelompok, dan berbagai
aktivitas lainnya yang mendukung terciptanya kebersamaan.
Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Taufik (2008)
tentang ”pola-pola interaksi sosial antara etnis Jawa-Cina di Surakarta” yang
memotret pola-pola interaksi sosial antar etnis di salah satu sudut kota di
Surakarta, tepatnya di kelurahan Sudiroprajan. Hasil penelitian menunjukkan,
pada status sosial ekonomi yang sama (satu level) hubungan antara etnis Jawa dan
Tionghoa diliputi suasana yang harmonis, masing-masing kelompok etnis saling
bergantung satu sama lain, perbedaan-perbedaan yang di komunitas lain menjadi
sumber gap kurang begitu berpengaruh di komunitas ini, mereka lebih
memfokuskan pada tujuan-tujuan bersama.

32

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Interaksi sosial siswa dari kedua etnis tergolong rendah
2. Orientasi dominansi sosial berhubungan secara negatif dengan
interaksi sosial. Semakin tinggi orientasi dominansi sosialnya maka
akan semakin rendah interaksi sosialnya, dan sebaliknya semakin
rendah orientasi dominansi sosial maka akan semakin tinggi interaksi
sosialnya.
3. Sementara peran guru dalam penelitian ini tidak memiliki hubungan
yang berarti dengan interaksi sosial.

B. Saran
1. Hendaknya orangtua siswa perlu senantiasa memperhatikan
perkembangan anak-anaknya, karena anak-anak tersebut bersekolah di
sekolah multi etnis sehingga mereka membutuhkan dukungan sosial
dari keluarga agar nilai-nilai kebersamaan, solidaritas, dan kerukunan
menjadi salah satu nilai-nilai utama yang perlu dinasehatkan oleh
orangtuanya.
2. Kepada para guru hendaknya menyadari bahwa perannya sangat
strategis dalam menciptakan hubungan sosial yang harmonis, dan
diharapkan juga memiliki program yang riil untuk meningkatkan
kualitas interaksi sosial antar siswa berbeda etnis.
3. Kepada pihak sekolah secara keseluruhan, disarankan untuk
membekalkan kepada siswanya melalui serangkaian program guna
menurunkan tingkat orientasi dominansi sosial siswa dan atau guna
meningkatkan interaksi sosial siswanya.

33

DAFTAR PUSTAKA
Cohousing. Journal of Urban Design, vol 10. No 2, 195-227 June.
Cordell, K., & Wolff, S. (2009). Ethnic conflict. Cambridge: Polity.
Guimond, S., Dambrun, M., Michinov, N., Duarte, S. (2003). Does social
dominance generate prejudice? Integrating individual and contextual
determinants of intergroup cognitions. Journal of Personality and Social
Psychology, Vol 4, 697-721.
Pettigrew, T.F., & Tropp, L.R. (2008). How does Intergroup Contact Reduce
Prejudice? Meta-Analytic Tests of Three Mediators. European Journal
of Social Psychology, 38, 922-934.
Pettigrew, T.F., & Tropp, L.R. (2008). How does Intergroup Contact Reduce
Prejudice? Meta-Analytic Tests of Three Mediators. European Journal
of Social Psychology, 38, 922-934.
Sidanius, J., & Pratto, F. (1999). Social dominance theory: A new synthesis.
Dalam Social dominance (hal: 31-57). New York: Cambridge University
Press.
Sidanius, Jim; Pratto, Felicia (2001). Social Dominance: An Intergroup Theory of
Social Hierarchy and Oppression. Cambridge: Cambridge University
Press.
Soekanto, S. (2009). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press
Taufik (2013). Implementation of character education in different background
elementary schools. Anima, 119-126.
Taufik (2012). Harmony in difference: Inter-ethnic harmony model in a pluralistic
community. Anima, 24-33.
Taufik, Prihartanti, N., & Purwandari, E. (2008). Model Peningkatan Kemampuan
Berempati Melalui Permainan Tradisional Jawa Tengah. Laporan
Penelitian. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Taufik. (2010). Effectiveness of the Traditional Games To Increase Ethnocultural
Empathy. Anima Indonesian Psychological Journal, 26, 33-45.
Vescio, T.K., Sechrist, G.B., & Paolucci, M.P. (2003). Perspective Taking and
Prejudice Reduction: The Mediational Role of Empathy and Situational
Attributions. European Journal of Social Psychology, 33, 455-472.
Williams, J (2005). Designing Neighbourhoods for Social Interaction: The case of