Penerapan Pendidikan Perdamaian pada Pem

PENERAPAN PENDIDIKAN PERDAMAIAN MELALUI PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENCEGAH TINDAK
KEKERASAN DI SEKOLAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran PKN SD
Dosen: Fathurrohman, M. Pd.

Disusun Oleh
Muhammad Fauzan Ashikin
NIM. 13108241157

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN PRA SEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan makalah sesuai waktu yang
telah ditentukan.
Proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Pendidikan.

Penulisan makalah ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari pihak-pihak terkait. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Fathurrohman, M. Pd

selaku dosen mata kuliah

Pembelajaran PKN SD yang penuh dedikasi membimbing kami. Makalah ini berjudul Penerapan
Pendidikan Perdamaian Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pencegah Tindak
Kekerasan di Sekolah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Besar harapan
kami semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan wawasan keilmuan dan pengetahuan
kita khususnya dan semua pihak yang berkenan membaca makalah ini.

Yogyakarta, 1 November 2015
Penulis

2

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
II. PEMBAHASAN
A. Kekerasan Terhadap Anak di Sekolah........................................................2
B. Pendidikan Perdamaian..............................................................................4
C. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.............................................6
D. Penerapan Pendidikan Perdamaian pada Pembelajaran PKn.....................9
III. PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................11
B. Saran.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13

3

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekerasan merupakan fenomena yang sudah lama mewarnai dunia

pendidikan di Indonesia sampai saat ini meski UU Perlindungan Anak No. 23
Tahun 2003 telah dilahirkan dan kata damai dan aman juga terus membanjir dari
pendidik, tokoh masyarakat, hingga pejabat pemerintah. Dalam praktik kekerasan
itu, baik fisik maupun psikis, korban paling banyak adalah anak. Data Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukan 7.000 kasus kekerasan
terhadap

anak

di

Indonesia

dari

tahun

2014

sampai


2015

(http://news.okezone.com). Di antara kasus-kasus tersebut penulis mengambil
contoh kasus yang terjadi pada 19 September 2015 di SD Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan. Seorang anak berinisial NAA (8), tewas di tangan temannya RR
karena dipukul di bagian dada dan ditendang kepalanya, karena RR merasa
tersinggung diejek oleh NAA (http://news.okezone.com). Selain itu, pada Senin
12 Oktober di SD Negeri 1 Jangkar, Situbondo, Jawa Timur, seorang guru diduga
melakukan penelanjangan terhadap delapan siswanya di depan teman-temannya di
dalam kelas karena tidak mengerjakan PR (http://news.detik.com).
Sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar yang aman dan nyaman
bagi anak justru berubah menjadi ancaman bagi mereka. Guru yang menjadi
pelaku kekerasan sering berdalih mendisiplinkan siswanya agar taat pada
peraturan. Tindakan pendisiplinan dalam bentuk kekerasan fisik maupun psikis
dapat menimbulkan trauma bagi anak, selain itu anak juga akan meniru perilaku
kekerasan yang dilakukan padanya terhadap orang lain. Perilaku kekerasan yang
dilakukan oleh anak tidak mungkin terjadi dengan tiba-tiba. Seorang anak
menampilkan perilaku itu merupakan hasil belajar juga, baik langsung maupun
tidak langsung. Jadi, jika anak sering melihat perilaku kekerasan di sekolah, di

rumah, atau di lingkungan bermainnya, maka besar kemungkinannya anak akan
melakukan tindakan kekerasan.
Tindakan kekerasan pada anak di sekolah dapat dicegah. Tindakan
pencegahan dapat dilakukan dalam bentuk penerapan pendidikan perdamaian
pada proses pembelajaran. Penerapan pendidikan perdamaian dapat diintegrasikan
dalam mata pelajaran tertentu, seperti Pendidikan Kewarganegaraan. Yang perlu
ditekankan pada pendidikan perdamaian dalam pembelajaran Pendidikan
1

Kewarganegaraan bukanlah subtansi materinya, akan tetapi pada proses
pembelajaran yang membentuk peserta didik yang sesuai tujuan pendidikan dan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa faktor penyebab tindak kekerasan terhadap anak di sekolah?
2. Bagaimana konsep dasar pendidikan perdamaian?
3. Bagaimana menerapkan pendidikan perdamaian pada pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan?
C. Tujuan

Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor penyebab tindak kekerasan terhadap anak di sekolah.
2. Untuk mengetahui konsep dasar pendidikan perdamaian
3. Untuk mengetahui cara menerapkan pendidikan perdamaian pada pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan.
II. PEMBAHASAN
A. Kekerasan terhadap Anak di Sekolah
Menurut Abu Huraerah (dalam Laily, 2013) fenomena kekerasan
merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh anak yang terjadi di
lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, dan tempat bermain. Anak sebagai
generasi penerus bangsa, selayaknya mendapatkan hak-hak dan kebutuhannya
secara memadai. Sebaliknya mereka bukanlah objek (sasaran) tindakan
kesewenang-wenangan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari siapaun atau
pihak manapun.
Terdapat berbagai macam jenis tindak kekerasan terhadap peserta didik.
Dalam makalah ini, penulis mengategorikan kekerasan terhadap peserta didik
menjadi dua, yaitu tindak kekerasan oleh pendidik pada peserta didik dan tindak
kekerasan antar peserta didik (bullying).
1. Tindak Kekerasan oleh Pendidik pada Peserta Didik


2

Menurut Laily (2013), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak
kekerasan yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik antara lain:
a. Kurangnya pengetahuan pendidik bahwa kekerasan itu tidak efektif untuk
memotivasi peserta didik agar merubah perilaku.
b. Adanya tekanan kerja pendidik yang harus dipenuhi oleh pendidik seperti
kurikulum, materi, dan prestasi yang harus dicapai, sementara kendala yang
dihadapi cukup besar.
c. Pola yang dianut pendidik adalah mengedepankan faktor kepatuhn dan
ketaatan pada peserta didik dan pengajaran satu arah (dari pendidik ke peserta
didik).
d. Mutatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan
cenderung mengabaikan kemampuan afektif.
Dari keempat faktor penyebab di atas, adanya tekanan kerja dan pola yang
dianut pendidik menjadi faktor yang dominan. Tekanan kerja dapat membuat
stress pendidik, sehingga pendidik tidak dapat mengendalikan emosinya ketika
menghadapi peserta didik yang bermasalah. Pola yang dianut pendidik yang
hanya mengedepankan faktor kepatuhan dicerminkan dalam bentuk pendisiplinan
yang kurang tepat yaitu dalam bentuk tindak kekerasan verbal maupun nonverbal.

2. Tindak Kekerasan antar Peserta Didik (Bullying)
Menurut Ehan (2007: 5) Banyak sekali faktor penyebab mengapa
seseorang berbuat bullying. Pada umumnya orang melakukann bullying karena
merasa tertekan, terancam, terhina, dendam dan sebagainya. Bullying disebabkan
oleh korban dari keadaan lingkungan yang membentuk kepribaiannya menjadi
agresif dan kurang mampu mengendalikan emosi misalnya lingkungan
rumah/keluarga yang tidak harmonis yaitu sering terjadi pertengkaran antara
suami istri yang dilakuakn di depan anak-anak, atau sering terjadi tindak
kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya, anak yang terlalu dikekang
atau serba dilarang atau anak yang diakukan permisif.
Selain itu, lingkungan sekitar rumah dan sekolah sangat besar
pengaruhnya terhadap perilaku bullying ini, misalnya anak hidup pada lingkungan
orang yang sering berkelahi atau bermusuhan, berlaku tidak sesuai dengan norma

3

yang ada, maka anak akan mudah meniru perilaku lingkungan itu dan merasa
tidak bersalah. Lingkungan sekolah juga bisa menjadi faktor penyebab anak
melakukan bullying, misalnya guru yang berbuat kasar kepada siswa, guru yang
kurang memperhatikan kondisi anak baik dalam sosial ekonomi maupun dalam

prestasi anak atau perilaku sehari hari anak di kelas atau di luar kelas bagaimana
dia bergaul dengan teman-temannya. Teman yang sering meledek dan mengolokolok, menghina, mengejek dan sebagainya.
B. Pendidikan Perdamaian
Menurut Hicks (dalam Kartadinata, 2015: 59) pendidikan perdamaian
merupakan kegiatan berantai dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang diperlukan dalam mengeksplorasi konsep kedamaian itu sendiri,
cara mengatasi berbagai kendala dalam menciptakan kedamaian baik secara
individu ataupun dalam masyarakat, serta berupaya memecahkan konflik yang
terjadi melalui cara-cara yang non-kekerasan, dan studi yang komprehensif
mengenai cara dan pendekatan yang harus ditempuh untuk membina alternatif
masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan. Pendapat Hicks tersebut
menjelaskan bahwa pendidikan perdamaian merupakan sebuah kegiatan atau
proses yang berkelanjutan untuk menciptakan kedamaian di masyarakat.
Senada dengan pengertian pendidikan perdamaian menurut Hicks,
pendidikan perdamaian dideskripsikan secara jelas oleh UNESCO (dalam
Kartadinata 2015: 60) yang menyatakan bahwa peace education refers to the
process of promoting the knowledge, skill, attitudes, and values needed to bring
about behavior changes that will enable children, youth, dan adults to prevent
conflict and violence, both overt and structural; to resolve conflict peacefully;
and to create the condition conducive to peace, whether at an intrapersonal,

interpersonal, intergroup, national, or international level.
Pendidikan perdamaian merupakan komponen penting dalam praktik
pendidikan. Pendidikan perdamaian pada dasarnya adalah suatu proses
pemerolehan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan
untuk merubah perilaku peserta didik dari anak-anak sampai dewasa agar
senantiasa menghindari terjadinya konflik dan kekerasan pada lingkungannya, dan
kemudian mampu untuk meredam konflik secara damai, dan menciptakan kondisi
4

yang kondusif bagi upaya terciptanya kedamaian, baik secara intrapersonal,
interpersonal, intergrup, pada tingkat nasional maupun internasional.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan secara singkat bahwa pendidikan
perdamaian adalah sebuah proses pendidikan yang mengajarkan anti-kekerasan,
nilai-nilai kerukunan dan kebersamaan, kepercayaan (trust), keadilan, dan kerja
sama seluruh umat manusia.
1. Tujuan Pendidikan Perdamaian
Sesuai dengan pengertiannya, tujuan pendidikan perdamaian pada
dasarnya adalah diperolehnya raihan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilainilai yang diperlukan untuk merubah perilaku peserta didik dari anak-anak sampai
dewasa agar senantiasa menghindari terjadinya konflik dan kekerasan pada
lingkungannya, dan kemudian mampu untuk meredam konflik secara damai, dan

menciptakan kondisi yang kondusif bagi upaya terciptanya kedamaian, baik
secara intrapersonal, interpersonal, intergrup, pada tingkat nasional maupun
internasional.
2. Materi Pendidikan Perdamaian (buku peace education)
Menurut Saleh (2012: 71) pendidikan perdamaian mencakup seluruh aspek
perdamaian yang dikembangakan dalam bentuk materi yang mengarahkan pada
tiga aspek atau domain utama, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta
didik melalui metode yang dinamis agar terarah dalam pengajaran di lingkungan
sekolah. Pengembangan materi pendidikan perdamainan berasal dari tujuan
pendidikan perdamaian sebagaimana dinyatakan oleh UNESCO atau menurut
pendapat para ahli dengan mengarahkan pada tiga aspek, yaitu kogitif, afektif, dan
keterampilan.
UNESCO (dalam Saleh, 2012: 71) menjabarkan materi pendidikan
perdamaian antara lain aspek kognitif meliputi mawas diri, pengakuan tentang
prasangka, konflik dan perang, damai tanpa kekerasan, lingkungan dan ekologi,
nuklir dan senjata, keadilan dan kekuasaan, teori resolusi, pencegahan dan analisis
konflik, budaya, ras, gender, agama isu HAM, sikap tanggung jawab, pengaruh
globalisasi masalah buruh, kemiskinan dan ekonomi, hukum internasional dan
mahkamah keadilan, PBB, dan jual beli obat terlarang. Aspek afektif meliputi
kesadaran ekologi, penghormatan diri, sikap toleransi, hormat terhadap martabat

5

manusia dan perbedaan, saling memahami antar-budaya, kepekaan jenis kelamin,
sikap peduli dan empati, sikap rekonsiliasi dan tanpa kekerasan, tanggung jawab
sosial, solidaritas, resolusi berwawasan global. Aspek keterampilan meliputi
komunikasi, kegiatan reflektif dan pendengaran aktif, kerja sama, empati, berpikir
kritis, dan kemampuan memecahkan masalah, apresiasi nilai dan estetika,
kemampuan menengahi sengketa, negosiasi dan resolusi konflik, sikap sabar dan
pengendalian diri, kepemimpinan ideal dan memiliki visi.
C. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran adalah suatu proses perbuatan, cara mengajar, atau
mengajarkan (Depdikbud, 1994: 14). Pembelajaran merupakan suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi yaitu pendidik dan peserta didik,
unsur material yaitu materi pelajaran yang diperoleh peserta didik, fasilitas yang
terdiri dari sarana dan prasarana yang disediakan seperti ruang kelas,
perlengkapan yang terdiri dari buku-buku dan literatur yang menunjang kegiatan
belajar dan prosedur yaitu suatu sistem atau cara yang digunakan pendidik dalam
menyampaikan materi pelajaran, unsur-unsur tersebut saling mempengaruhi
dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Pendidikan Kewarganegaraan atau civics atau civics education adalah
pendidikan atau pengajaran untuk mengembangkan kesadaran akan dirinya
sebagai Warga Negara, dengan hak-hak dan berbagai tanggung jawabnya dalam
diri peserta didik. Di Indonesia pada zaman pra-kemerdekaan yang dikenal adalah
pendidikan atau pengajaran “budi pekerti” yang menanamkan dalam peserta didik
asas-asas moral, etika dan etiket yang melandasi sikap dan tingkah laku dalam
pergaulan kehidupan keluarga, komunitas, dan masyarakatnya (Widiastono, 2004:
25-26). Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan
sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur moral yang
berakar pada budaya Bangsa Indonesia, yang diharapkan dapat mewujudkan
dalam bentuk perilaku sehari-hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
1. Tujuan dan Fungsi
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi: a) berpikir kritis terhadap
isu Kewarganegaraan, b) berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat,
6

berbangsa, dan bernegara, c) berkembang secara positif dan demokratis, dan 4)
berinteraksi dengan bangsa lain (Priyanto, 2005:4). Fungsi Pendidikan
Kewarganegaraan yaitu sebagai wahana dalam membentuk warga Negara yang
cerdas, terampil, dan berkarakter, setia kepada bangsa dan Negara Indonesia
dengan kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai Pancasila dan UUD 1945.
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan meliputi: persatuan bangsa,
nilai dan norma, hak asasi manusia (HAM), kebutuhan hidup, kekuasaan dan
politik, masyarakat demokratis, pancasila dan konstitusi negara, dan globalisasi
(Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006: 271).
a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan; cinta
lingkungan; kebanggaan sebagai bangsa Indonesia; Sumpah Pemuda; keutuhan
NKRI; partisipasi dalam pembelaan negara; sikap positif terhadap NKRI; dan
keterbukaan dan jaminan keadilan.
b. Norma, hukum, dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga; tata
tertib sekolah, norma yang berlaku di masyarakat; peraturan-peraturan daerah;
norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; sistem hukum dan
peradilan nasional; dan hukum dan peradilan internasional.
c. HAM, meliputi: hak dan kewajiban anak; hak dan kewajiban anggota
masyarakat; instrumen nasional dan internasional HAM; dan pemajuan,
penghormatan, dan perlindungan HAM.
d. Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong; harga diri sebagai
warga masyarakat; kebebasan berorganisasi; kemerdekaan mengeluarkan
pendapat; menghargai keputusan bersama; prestasi diri; dan persamaan
kedudukan warga negara.
e. Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama; konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia; dan hubungan
dasar negara dengan konstitusi.
f. Kekuasaan dan politik meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan;
pemerintahan daerah dan otonomi; pemerintah pusat; demokrasi dan sistem
politik; budaya politik; budaya demokrasi menuju masyarakat madani; sistem
pemerintahan; dan pers dalam masyarakat demokrasi.

7

g. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negar; proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara; pengamalan nilainilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari; dan Pancasila sebagai ideologi
terbuka.
h. Globalisasi meliputi: globalsasi di lingkungannya; politik luar negeri Indonesia
di era globalisasi; dampak globalisasi hubungan internasional dan organisasi
internasional; dan mengevaluasi globalisasi.
3. Pendekatan, Model, dan Metode
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan umumnya melalui pendekatan
pembelajaran kontekstual, yang meliputi: 1) kontruktivisme, 2) inkuiri, 3)
bertanya, 4) masyarakat belajar, 5) pemodelan, 6) refleksi, dan 7) penilaian otentik
(Priyanto, 2005: 5). Selain pendekatan pembelajaran diatas juga diperlukan
berbagai komponen penbelajaran guna tercapainya tujuan pembelajaran yang
maksimal. Komponen pembelajaran tersebut diantaranya: a) materi pembelajaran,
b) media pembelajaran, c) metode pembelajaran, d) pendekatan pembelajaran.
Seorang guru diharapkan dapat menggunakan sebuah model pembelajaran
yang kreatif dan menyenangkan, strategi atau metode pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang efektif dan bervariasi. Dalam pembelajaran harus
memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik. Penggunaan metode yang
tepat akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Pembelajaran
perlu dilakukan dengan sedikit ceramah dan metode-metode yang berpusat pada
guru, serta lebih menekankan pada interaksi peserta didik.
Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Berikut dikemukakan beberapa metode
pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru, diantaranya yaitu: 1) metode
demonstrasi, 2) metode inkuiri, 3) metode penemuan, 4) metode eksperimen, 5)
metode pemecahan masalah, 6) metode karyawisata, 7) metode perolehan konsep,
8) metode penugasan, 9) metode ceramah, 10) metode tanya jawab, dan 11)
metode diskusi.

8

D. Penerapan Pendidikan Perdamaian pada Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
Jika pendidikan perdamaian diposisikan sebagai suatu mata pelajaran yang
terpisah, maka akan mengakibatkan peserta didik merasa terbebani dengan
bertambahnya mata pelajaran. Oleh karena itu, pendidikan perdamaian lebih baik
diintegrasikan pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun
sebenarnya tidak hanya Pendidikan Kewarganegaraan yang dapat diisi dengan
pendidikan perdamaian, akan tetapi melihat relevansi antara materi pendidikan
perdamaian dengan ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan, pendidikan
perdamaian cocok diterapkan pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
terutama pada ranah afektif.
Peran guru sebagai fasilitator di sekolah memiliki peranan yang penting
demi terwujudnya kerukunan dan kedamaian di kalangan peserta didiknya.
Menurut Sekar Purbarini K, terdapat delapan prinsip mengajarkan perdamainan
pada peserta didik, yaitu: 1) be creative, 2) be intentional, 3) use symbol, 4)
balance structure and choice, 5) enrich the environment, 6) value individuality
dan differences, 7) teach cooperation, dan 8) be positive and empowering.
1. Be creative
Jadilah seseorang yang penuh dengan kreatifitas. Terima dan akomodasi
talenta/bakat-bakat dari setiap siswa. Doronglah daya imaginasi mereka dan
cobalah untuk selalu siap sedia dalam mengantisipasi segala respon ataupun
pertanyaan, bahkan yang terburuk sekalipun di ruang kelas. Pilihlah kegiatankegiatan yang mendorong daya pikir kreatif sekaligus praktek secara langsung di
lapangan.
2. Be intentional
Bila melakukan sesuatu, lakukanlah dengan suatu maksud yang jelas,
pikirkan dan renungkan sebelum melakukan dan selama dalam proses melakukan
etiap bagian dari program pengajaran perdamaian ini. Tak lupa perhatikan hal-hal
sekalipun itu nampak sepele, sebab hal-hal yang dianggap sepele pun dapat
digunakan untuk mengajar siswa-siswi di ruang kelas kita. Perhatikan juga
tentang penggunaan bahasa dan setiap kata yang kita gunakan dalam proses
pengajaran ini. Berbicaralah secara terbuka tentang konflik, sebab ini akan

9

mendorong anak-anak kita untuk bertanya-tanya, untuk berbagi rasa takut mereka,
untuk membantu mereka dengan ide-ide yang sulit untuk mereka cerna.
Saat anak-anak kita tahu bahwa orang-orang dewasa terus berjuang demi
melawan kekerasan dan konflik, mereka pun akan merasa lebih aman, dan juga
akan memberikan pengharapan kepada mereka, bahwa masih ada manusiamanusia dewasa yang terus berjuang demi perdamaian dan kasih sayang di bumi
ini.
3. Use Symbols
Gunakan simbol-simbol dengan tujuan yang jelas. Simbol-simbol
membuat hal-hal yang abstrak menjadi jelas dan mudah untuk dimengerti. Sebab
dengan simbol-simbol tersebut kita bisa meraba, melihat, mendengar, ataupun
merasakan hal-hal yang tadinya abstrak.
4. Balance structure and choice
Seimbangkan pilihan dan struktur. Mengajar Perdamaian tidaklah berarti
bahwa para guru atau orang dewasa membiarkan anak-anak membuat seluruh
keputusan sendiri.

Mengajar perdamaian lebih berarti bahwa para pemimpin

(guru dan orang dewasa) menyusun sebuah struktur dan lingkungan yang mampu
memberikan ruang bagi anak-anak didik untuk memilih. Dengan kata lain para
guru haruslah menyediakan alternatif-alternatif yang darinya anak-anak didik kita
bisa memilih. Dengan memberikan pilihan diantara berbagai bentuk aktifitas
dalam proses pengajaran, para guru telah menunjukkan kemampuannya tentang
konsep penting lainnya yaitu: penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan di
antara anak-anak didik.
5. Enrich the environment
Salah satu bentuk konkrit dalam usaha memperkaya lingkungan belajar ini
adalah dengan jalan memberikan pilihan-pilihan. Sebagai tambahan, para guru
bisa juga mencoba membuat ruang kelas lebih atraktif dan nyaman terhindar dari
segala bentuk gangguan. Musik-musik lembut bertemakan perdamaian, dekorasi
ceria tapi elegan, serta tata letak 'furniture' pun turut mendukung suasana 'damai'
dalam ruang kelas kita.
6. Value individuality and differences

10

Berikan perhatian khusus dan apresiasi terhadap setiap perbedaan. Hargai
perbedaan kultur (cultural diversity) dan setiap keunikan karakter/pribadi dari
anak-anak didik kita. Belajarlah untuk lebih kreatif dalam menggunakan
keberbedaan-keberbedaan yang ada seperti: umur, talenta/bakat khusus, suku
bangsa, agama, juga belajarlah untuk memahami bagaimana cara hidup dan pikir
dari orang lain.
7. Teach cooperation
Sewaktu masih belia anak-anak didik kita hidup dalam dunia yang
diwarnai oleh kerjasama dan kasih sayang. Tapi tak lama setelah itu, dimensi baru
yang lebih diwarnai oleh kompetisi membuat anak-anak didik kita lupa tentang
semangat kerjasama, saling bantu-membantu. Semangat kerjasama ini haruslah
diajarkan secara berkesinambungan. Jangan melakukan aktifitas-aktifitas yang
mendorong adanya semangat kompetisi. Tapi gunakan bentuk-bentuk aktifitas dan
permainan yang bersifat saling membantu.
8. Be positive and empowering
Gunakanlah kata-kata yang bersifat membangun. Dorong anak-anak didik
kita agar memiliki suatu visi yang bersifat kedepan. Bagikan visi anda sendiri
kepada anak-anak didik kita. Milikilah keyakinan bahwa perdamaian itu mungkin
direalisasikan. Ajar setiap anak didik kita apa yang dapat mereka lakukan sebagai
individu guna membuat bumi ini semakin hari semakin damai sejahtera. Ceritakan
cerita-cerita hidup para pecinta damai, berikanlah kepada anak-anak didik kita
pahlawan-pahlawan dan 'role model' yang mencintai dan menghidupi kehidupan
kedamaian.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan perdamaian merupakan solusi alternatif untuk mencegah
kekerasan terhadap peserta didik. Pendidikan perdamaian merupakan sebuah
proses pendidikan yang mengajarkan anti-kekerasan, nilai-nilai kerukunan dan
kebersamaan, kepercayaan (trust), keadilan, dan kerja sama seluruh umat
manusia.

Penerapan

pendidikan

perdamaian

dapat

dilakukan

dengan

mengintegrasikannya dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
berdasarkan relevansi antara ruang lingkup dan materi. Terdapat delapan prinsip
11

penerapan pendidikan perdamaian yaitu: 1) be creative, 2) be intentional, 3) use
symbol, 4) balance structure and choice, 5) enrich the environment, 6) value
individuality dan differences, 7) teach cooperation, dan 8) be positive and
empowering.
B. Saran
Pendidikan perdamaian perlu dikembangkan di Indonesia agar kekerasan
terhadap anak tidak semakin menyebar dimana-mana. Pemerintah perlu ikut serta
dalam memberikan fasilitas pendidikan yang layak agar tujuan pendidikan
perdamaian dapat tercapai secara maksimal.

12

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan
Standar Nasinoal Pendidikan (BSNP).
Ehan.

(2007).
“Bullying
dalam
Pendidikan”.
https://www.academia.edu/5647333/BULLYING_DALAM_PENDIDIKA
N. (diakses pada 30 Oktober 2015)

Ghazali Dasuqi. (2015). “Guru Pemberi Hukuman Telanjang Siswa SD Minta
Maaf”.
https://www.news.detik.com/berita-jawa-timur/3044754/gurupemberi-hukuman-telanjang-siswa-sd-minta-maaf. (diakses pada 29
Oktober 2015)
Gunawan Wibisono. (2015). “7000 Kasus Kekerasan Anak terjadi di Satu Tahun
Jokowi”. http://www.news.okezone.com/read/2015/10/19/337/1234309/7000-kasus-kekerasan-anak-terjadi-di-satu-tahun-jokowi. (diakses pada 29
Oktober 2015)
Laily Mustika Wati. (2013). “Tindak Kekerasan Seorang Pendidik terhadap Anak
Didik di Sekolah Ditinjau dari UU No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak: Studi Kasus di SDN Kota Mataram”. Jurnal Ilmiah.
FH-Universitas Mataram
M Nurul Ikhsan Saleh. (2012). Peace Education: Kajian Sejarah, Konsep, dan
Relevansinya dengan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sekar Purbarini Kawuryan. “Mengajarkan Perdamaian pada Anak”. Artikel
Ilmiah. Universitas Negeri Yogyakarta.
Sugeng Priyanto. (2005). Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi).
Semarang: FIS UNNES.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2015). Pendidikan Kedamaian. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tonny D Widiastono. (2004). Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara.

13

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22