Evaluasi Kinerja Algoritma Histeresis Hard Handoff Pada Sistem Seluler
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Chen, Yuen. 2003. Soft Handover Issues in Radio Resource Management for
3G WCDMA Networks, (Desertasi).Queen Mary, University of London. hal.
58-60.
[2]
S. Mohammad, A. Q. M. Abdulla Hes-Shafi. 2009, “Analysis of Propagation
Models for WiMAX at 3.5 GHz”, (Tesis). Blekinge Institute of Technology.
hal. 20-21.
[3]
Singh, N. P., Brahmjit Singh, 2010. “Effect of Soft Handover Parameters on
CDMA Cellular Networks”, Journal of Theoretical and Applied Information
Technology, hal. 110-115.
[4]
Singh, N. P., Brahmjit Singh, Mei 2010. “Performance Enhancement of
Cellular Network Using Adaptive Soft Handover Algorithm”, Wireless
Personal Communications,. hal. 41-53.
[5]
Singh, N. P., Brahmjit Singh, , 2008 “Performance of Soft Handover
Algorithm in Varied Propagation Environments”, World Academy of Science,
Engineering and Technology 45, hal. 377-381.
[6]
Rappaport, T. S.. 1995. “Wireless Communications: Principles and Practice”,
2
nd[7]
Singh, N. P., Singh, B. 2007,”Effects of Soft Handover Margin under various
Radio Propagation Parameters in CDMA Cellular Networks”, IEEE
Conference on WCSN-, hal. 45-50.
(2)
[8]
Zhu, Huamin, October 2006 “An Adaptive Hard Handoff Alogorithm for
Mobile Celluler Communication Systems”, Journal of ETRI. hal. 676-679.
[9]
Pollini, Gregory P. August 1997, “Handover Rates in Cellular Systems:
Towards a Closed
Form Approximation” Journal of IEEE,. hal. 711-715
[10]
Prakash, Rajat. November 2000, “Adaptive Hard Handoff Alhorithms”
(3)
BAB III
MODEL
HANDOFF
3.1
Umum
Handoff
merupakan sebuah permasalahan yang penting berkaitan dengan
performansi pada suatu sistem seluler.
Handoff
adalah proses pengalihan kanal
traffic
secara otomasti pada
Mobile Station
(MS) yang sedang digunakan untuk
berkomunikasi tanpa terjadinya pemutusan hubungan. Hal ini menjelaskan bahwa
handoff
pada dasarnya adalah sebuah “
call
” koneksi yang bergerak dari satu sel ke sel
lainnya. Secara umum
handoff
dapat difinisikan sebagai prosedur, dimana ada
perubahan layanan pada MS dari satu BS ke BS lain. Tujuan dari
handoff
sendiri
adalah untuk menjaga kualitas panggilan, menjaga hubungan antara MS dan BS
dalam proses perpindahan layanan, melakukan pergantian kanal jika terjadi gangguan
interferensi
yang besar dan untuk memperjelas batas antar daerah pelayanan MS.
Prosedur
handoff
dipengaruhi oleh faktor level daya sinyal terima (RxLevel), kuat
sinyal terima (RxQual),
power budget
sel tetangga dan jarak antar MS dan BTS yang
masing-masing mempunyai nilai ambang batas sehingga ketika nilai ambang batas
tersebut sudah dilewati
handoff
harus dilakukan untuk menjaga suatu panggilan agar
tidak terputus. Proses
handoff
tidak selalu berjalan lancar, walaupun nilai ambang
batas sudah dilewati namun tetap tidak mau melakukan
handoff
. Hal ini disebabkan
beberapa faktor sehingga menyebabkan kegagalan
handoff
(
failure
). Kegagalan
handoff
belum tentu menyebabkan suatu panggilan terputus, bias juga mengakibatkan
(4)
kualitas suara yang diterima menjadi jelek. Panggilan terputus merupakan akibat
yang paling buruk jika
handoff
tidak dapat dilakukan.
Dengan
hard handoff
, beberapa keputusan dibuat apakah
handoff
perlu
dilakukan atau tidak. Pada keputusan positif,
handoff
diinisiasikan dan dieksekusi
tanpa memerlukan pemakaian kanal secara simultan dengan dua
base station
. Pada
soft handoff
, sebuah keputusan yang dikondisikan dibuat apakah
handoff
perlu atau
tidak. Dipengaruhi oleh perubahan dari kuat sinyal pilot dari dua atau lebih
base
station
yang terlibat, dan akhirnya keputusan
handoff
dibuat untuk berkomunikasi
hanya dengan satu BS. Hal ini normal terjadi setelah diperoleh jelas bahwa sinyal dari
satu BS lebih kuat dari yang lainnya. Pada prosesnya, MS menggunakan kanal secara
simultan kepada setiap BS yang terlibat.
Perbedaan
soft handoff
dengan
hard handoff
dapat diibaratkan dengan
perbedaan antara lomba lari estafet dengan renang estafet. Pada lomba renang estafet,
perenang selanjutnya harus menunggu sampai rekannya menyentuh dinding kolam,
sementara pada lomba lari estafet, tongkat diserahkan beberapa detik setelah pelari
kedua berlari sehingga ada situasi dimana mereka sama-sama berlari dan memegang
tongkat pada periode waktu tertentu.
3.2
Prosedur
Handoff
Prosedur
handoff
dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: pengukuran,
pengambilan keputusan dan eksekusi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.1.
(5)
Gambar 3.1 Prosedur
handoff
3.3
Tipe
Handoff
Handoff
pada jaringan komunikasi bergerak generasi pertama dan generasi
kedua disebut
hard handoff.
Pada generasi pertama,
handoff
relatif mudah sedangkan
pada generasi kedua,
handoff
lebih rumit dari generasi pertama, dimana sudah
digunakan algoritma
handoff
. Kemudian pada jaringan komunikasi bergerak untuk
generasi ketiga dikenal konsep
soft handoff
. Dibandingkan dengan
hard handoff
yang
konvensional, maka
soft handoff
dapat memberikan transmisi yang lebih baik, karena
dapat menjamin kontinuitas dari hubungan.
Handoff
secara umum terbagi dua yaitu
hard handoff
dan
soft handoff.
Mengukur informasi yangdibutuhkan untuk keputusan handoff (contoh:RSS dan Ec/I0)
Kriteria
handoff
terpenuhi?
• Selesaikan proses handoff
• Meng-update parameter
Fase Pengukuran
Fase Pengambilan Keputusan
Fase Eksekusi Ya
(6)
1.
Hard Handoff
Hard handoff
merupakan metode dimana kanal pada sel sumber dilepaskan
dan setelah itu baru menyambung dengan sel tujuan. Sehingga koneksi
dengan sel sumber terputus sebelum menyambung dengan sel target untuk
alasan tersebut
hard handoff
juga dikenal dengan sebutan “
break-before-make
”.
Hard handoff
dimaksudkan untuk meminimalkan gangguan panggilan
secara instan. Suatu
hard handoff
dilakukan oleh jaringan selama panggilan
berlangsung.
Gambar 3.2
Hard Handoff
2.
Soft Handoff
Soft handoff
melibatkan
inter-cell handover
dan termasuk tipe “
make
before-break connection”
. Koneksi antara MS dan
cell site
dilakukan oleh beberapa
cell site
selama proses
handoff
.
Soft handoff
hanya terjadi jika sel asal dan sel
tujuan beroperasi pada kanal frekuensi yang sama.
(7)
Gambar 3.3
Soft Handoff
3.4
Prinsip Kerja
Handoff
Pada
hard handoff
, suatu keputusan dibuat untuk
handoff
atau tidak, maka MS
yang bergerak hanya berkomunikasi dengan satu BS pada saat itu. Sedangkan pada
soft handoff
, suatu keputusan dibuat untuk
handoff
atau tidak, tergantung pada
perubahan dari kekuatan sinyal
pilot
dari dua atau lebih BS yang terlibat, sehingga
pada akhirnya keputusan harus dibuat untuk komunikasi dengan satu BS, hal ini
biasanya terjadi jika sinyal yang datang dari BS lebih kuat dibandingkan dari BS
yang lain. Selama
hard handoff
, MS yang bergerak akan berkomunikasi secara
bersamaan dengan BS yang sedang melayaninya.
Hard handoff
terjadi pada suatu
saat tertentu, sedangkan
soft handoff
terjadi pada suatu periode waktu.
Hard Handoff
memungkinkan kedua sel, baik sel asal ataupun sel baru untuk melayani
user
(
mobile
station
) secara bersama-sama selama transisi
handoff
. Transisinya adalah ketika MS
bergerak dari sel asal ke sel baru dan akhirnya berada di sel baru. Hal ini
dimungkinkan karena semua sel memakai frekuensi kerja yang sama.
Soft handoff
selain mengurangi kemungkinan putusnya pembicaraan juga menyebabkan proses
(8)
handoff
berjalan dengan halus sehingga tidak mengganggu pengguna. Dalam sistem
analog dan digital TDMA dilakukan pemutusan hubungan sebelum fungsi
switching
berhasil dilakukan (
break-before-make
) sementara pada CDMA hubungan dengan sel
lama tidak diputuskan sampai MS benar-benar mantap dilayani oleh sel baru (
make-before-break
).
Setelah sebuah panggilan dilakukan, MS selalu mencek sel-sel tetangga untuk
menentukan apakah sinyal dari sel yang lain cukup besar jika dibandingkan dengan
sinyal dari sel asal. Jika hal ini terjadi, ini merupakan indikasi bahwa MS telah
memasuki daerah cakupan sel yang baru dan
handoff
dapat mulai dilakukan. Mobile
station mengirim pesan kendali (
control message
) ke MTSO yang menunjukkan
sinyal dari sel baru semakin menguat. MTSO melakukan
handoff
dengan
menyediakan sebuah link kepada mobile station melalui sel baru tetapi link yang
lama tetap dipertahankan. Sementara mobile station berada pada daerah perbatasan
antara kedua sel, panggilan dilayani oleh kedua sel site, hal ini menyebabkan
berkurangnya efek
ping-pong
atau mengulang permohonan untuk menangani kembali
panggilan diantara kedua sel site. Sel asal akan memutuskan hubungan jika mobile
station sudah sungguh-sungguh mantap dilayani oleh sel yang baru. Gambar 3.4
memperlihatkan perbandingan proses dasar dari
hard
dan
soft handoff
.
(9)
Gambar 3.4 Prinsip Kerja
Hard
dan
Soft Handoff
Jika dibandingkan dengan
hard handoff
tradisional,
soft handoff
memperlihatkan banyak keuntungan, contohnya menghilangkan efek ping-pong dan
menghaluskan transmisi (tidak ada
break point
pada
soft handoff
). Tidak ada efek
ping-pong
berarti beban
signaling
pada jaringan semakin menurun dan dengan
soft
handoff
tidak ada data
loss
yang diakibatkan oleh pemutusan transmisi yang mana
terjadi pada
hard handoff
.
3.5 Histeresis
Handoff
Histeresis merupakan selisih antara kuat sinyal dari
base station
yang sedang
melayani dengan
base station
tetangga.
(10)
Gambar 3.5 Penentuan lokasi
handoff
Pada Gambar 3.5, terlihat selisih dari kuat sinyal dari BS yang satu ke BS
yang lain. Metode kuat sinyal dengan histeresis, terjadinya
handoff
pada UE jika kuat
sinyal pada
base station
target
cukup besar daripada
base station
yang sedang
melayani UE seteleah ditentukan selisih kuat sinyal histeresis yang ada. Pada gambar
ini,
handoff
akan muncul pada titik B. Metode ini juga mencegah efek
ping-pong
,
yaitu terjadinya
handoff
secara bergantian terus menerus pada dua
base station
yang
disebabkan oleh cepatnya fluktuasi kuat sinyal yang diterima dari kedua
base station
.
3.6 Analisa
Handoff
Dengan
Path Loss
dan
Shadowing
Disini BS dipisahkan dengan jarak D. Diasumsikan MS bergerak lurus dengan
kecepatan konstan
v
di sepanjang jarak BS yang dinamakan BS1 dan BS2.
(11)
Diasumsikan juga bahwa kuat sinyal yang diterima (RSS) dipengaruhi oleh
path loss
dan efek
shadowing
. Kondisi
handoff
diperiksa pada waktu
sampling,
dimana waktu
sampling adalah
�
�.
Untuk algoritma
handoff
dengan nilai histeresis tetap, maka
handoff
muncul jika
kondisi berikut terpenuhi[8]:
�
������>
�
�������+
ℎ
, (3.1)
dimana
�
������dan
�
�������kuat sinyal terima di BS tujuan dan BS yang sedang
melayani pada waktu k, 1
≤k≤N, dan N adalah jumlah titik samling disepanjang
lintasan.
Didefinisikan
�
(
�
)
sebagai[8]:
�
(
�
) >
�
1(
�
)
− �
2(
�
)
, (3.2)
dimana
�
1(
�
) dan
�
2(
�
) adalah kuat sinyal terima pada BS1 dan BS2 pada waktu k
�
adalah standar deviasi untuk
shadow fading
.
Untuk memberikan solusi yang dapat diketahui secara analitik, disini
diasumsikan bahwa shadow fading tidak berhubungan. Oleh karena itu,
�
(
�
) variabel
Gaussian
bebas dengan rata-rata
�
(
�
) =
�
1(
�
)
−
�
2(
�
) dengan variance
�
2. Maka
dapat dapat dihitung probabilitas transisi seperti berikut:
(12)
�
2→1(
�
) >
� �
ℎ−√2��(�)�
(3.4)
dimana
�
1→2(
�
)
adalah probabilitas transisi
handoff
pada BS2,
�
2→1(
�
)
adalah probabilitas transisi handoff pada BS1,
Q( ) adalah
Q-function (
fungsi distribusi kumulatif),
�
adalah standar deviasi untuk
shadow fading,
�
(
�
) =
�
1(
�
)
−
�
2(
�
), variabel
Gaussian
bebas rata-rata
�
1(
�
) dan
�
2(
�
) adalah probabilitas BS melayani M, BS disini adalah BS1 dan BS2.
Ketika probabilitas transisi diketahui, maka probabilitas BS melayani MS dapat
dihitung sebagai berikut[8]:
�
1(
�
) =
�
1(
� −
1)
�
1
− �
1→2(
�
)
�
+
�
2(
� −
1)
�
2→1(
�
)
(3.5)
�
2(
�
) =
�
2(
� −
1)
�
1
− �
2→1(
�
)
�
+
�
1(
� −
1)
�
1→2(
�
)
(3.6)
Dimana
�
1(
�
) adalah probabilitas BS1 melayani MS
�
2(
�
) adalah probabilitas BS2 melayani MS
dengan kondisi awal
�
1(1) = 1
dan
�
2(1)
=0.
Probabilitas handoff
�
ℎ�(
�
)
dapat ditentukan oleh:
(13)
dengan demikian diharapakan jumlah handoff
��ℎ�
diberikan sebagai berikut:
��
ℎ�=
∑
��=1�
ℎ�(
�
)
(3.8)
Dimana :
��
ℎ�adalah jumlah
handoff.
Laju dari degradasi
link
�
��dapat dihitung dengan rumus:
�
��(
�
) =
�
1(
�
)
� �
Δ−�1(�)�
�
+
�
2(
�
)
� �
Δ−�2(�)
�
�
(3.9)
Dimana :
-
�
��(
�
)
adalah Probabilitas laju degradasi
link,
(14)
BAB IV
EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS
HARD HANDOFF
PADA
SISTEM SELULER
4.1
Model Sistem
Model sistem yang akan disimulasikan terlihat pada Gambar 4.1. diasumsikan
bahwa UE akan bergerak lurus dari BS1 menuju BS2 dengan lintasan lurus dan
kecepatan yang konstan. Kedua BS dipisahkan oleh jarak sejauh D. Kedua BS
memiliki daya transmisi yang sama. UE mensampling pengukuran kuat sinyal terima
(RSS) pada jarak interval yang tetap yaitu
d=kd
s, dimana d
sadalah jarak sampling.
Dalam simulasi ini, nilai
d
syang digunakan adalah 1m.
k
, adalah bilangan bulat
dengan nilai
k
∈
[ 0, D/d
sBS1 BS2
Jarak BS Propagasi
MS
].
Kedua BS diasumsikan berada pada bagian pusat sel.
(15)
4.2
Flow Chart
Simulasi
Flow chart
(diagram alir) dari simulasi yang akan dijalankan terlihat pada
Gambar 4.2.
Flow chart
dibuat berdasarkan pada proses utama yang dilakukan oleh
sistem.
mulai
Tao=5 delta=-105 hyst=1,7,14,20
ds=1 dc=30 ts=0.5 v=20 dav=20 D=2000
Sinyal Dibangkitkan
Merata-ratakan sinyal dengan metode eksponensial
Simulasi
Probabilitas handoff dan BS menangani MS
Tampilkan grafik
selesai Simulasi
Probabilitas transisi
Simulasi Laju degradasi link
(16)
4.3
Parameter Simulasi
Ada beberapa parameter yang digunakan dalam menjalankan simulasi sistem.
Parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Parameter simulasi sistem
No
Nilai
Parameter
1
d
s= 1 m
Jarak sampling
2
�
��= 20 m
Jarak rata-rata
3
Δ =
-105 dB
Threshold degradasi link
4
�
= 5 dB
Standar deviasi shadow fading
5
�
�=
�
.
�
�
Waktu samping
6
�
�= 30 m
Jarak korelasi
7
�
=20 m/s
Kecepatan mobile
8
D = 2000 m
Jarak diantara dua BS yang bersebelahan
Beberapa parameter lainnya seperti histeresis akan ditentukan kemudian
karena nilainya yang akan divariasikan.
4.4
Hasil Simulasi
Simulasi sistem dilakukan dengan menggunakan bantuan software MATLAB.
Karena simulasi sistem berbasis bilangan acak, maka untuk setiap parameter
dilakukan 100 kali simulasi dengan pembangkitan bilangan acak 200000 kali.
Kemudian rata-ratanya akan diambil sebagai hasil akhir. Proses simulasi dimulai
dengan menentukan parameter bebas dan membangkitkan bilangan acak. Kemudian
membangkitkan
path loss
. Kemudian menghitung sinyal terima dan
merata-ratakannya dengan metode
exponential
. Nilai rata-rata kemudian akan digunakan
(17)
dalam algoritma
handoff
sehingga akan menghasilkan keluaran berupa parameter
kinerja yang telah ditentukan.
4.4.1 Pembangkitan Sinyal
Sinyal dibangkitkan secara acak dengan mengunakan persamaan (2.5) dan
(2.6). Berikut adalah persamaaan yang sudah dibuat ke dalam program MATLAB..
s=4;
% jumlah simulasi
U=randn(s,D);
%membangkitkan dist.acak
V=randn(s,D);
%membangkitkan dist.acak
U1=[ai*ones(s,1) zeros(s,D-1)];
%ruang shadowing utk BTS 1
V2=[ai*ones(s,1) zeros(s,D-1)];
%ruang shadowing utk BTS 2
for
i=1:s
for
j=2:D
U1(i,j)=ai*U1(i,j-1)+tou*sqrt(1-(ai)^2).*U(i,j);
V2(i,j)=ai*V2(i,j-1)+tou*sqrt(1-(ai)^2).*V(i,j);
end
for
k=1:D
S1(i,k)=K1-K2*log10(k*d)+U1(i,k);
S2(i,k)=K1-K2*log10(D-k*d)+V2(i,k);
end
end
Gambar 4.3 Grafik propagasi kuat sinyal
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
-120 -100 -80 -60 -40 -20 0 20 jarak (m) kuat s iny al (dB )
Model Propagasi Sinyal sinyal1 sinyal2
(18)
Dengan menggunakan program MATLAB, dapat diperoleh grafik kuat sinyal
di BS1 dan BS2 dengan jarak tertentu seperti Gambar 4.3.
Terlihat bahwa sinyal tersebut berfluktuasi tidak teratur sehingga akan sulit
menentukan kuat sinyal di titik tertentu. Dengan demikan, untuk memuluskan sinyal
tersebut digunakan metode rata-rata eksponensial dengan menggunakan rumus (2.7)
dan (2.8). Berikut adalah persamaaan yang sudah dibuat ke dalam program
MATLAB.
S1_rata_rata=[S1(:,1) zeros(s,D-1)];
S2_rata_rata=[S2(:,1) zeros(s,D-1)];
for
g=1:s
for
h=2:D
S1_rata_rata(g,h)=exp(-d/drata_rata).*S1_rata_rata(g,h-1)+
...
(1-exp(-d/drata_rata)).*S1(g,h);
S2_rata_rata(g,h)=exp(-d/drata_rata).*S2_rata_rata(g,h-1)+
...
(1-exp(-d/drata_rata)).*S2(g,h);
end
end
.
Gambar 4.4 Grafik propagasi kuat sinyal rata-rata
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
-120 -100 -80 -60 -40 -20 0 jarak (m) kuat s iny al rat a-rat a ( dB )
Model Propagasi Sinyal
sinyal1 sinyal2
(19)
4.4.2 Evaluasi Perubahan Probabilitas Transisi Terhadap Jarak Dengan
Perubahan Nilai
h
(a)
(b)
Gambar 4.5 Grafik probabilitas transisi MS terhadap perubahan
h
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 jarak P robabi lit as t rans is i M S dar i B S 1 k e B S 2 hist 1 hist 7 hist 14 hist 20
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 jarak P robabi li tas t rans is i M S dar i B S 2 k e B S 1 hist 1 hist 7 hist 14 hist 20
(20)
Pada subbab ini, ukuran kinerja yang digunakan adalah probabilitas transisi
handoff
. Nilai
�
,
�
��
�,
�
, dan
�
akan tetap sedangkan nilai histeresis akan
divariasikan. Nilai
�
=
5 dB
,
�
�= 0,5
�
,
�
= 20
�
/
�
,
�
�= 30
�
. Dengan
menggunakkan persamaan 3.3 dan 3.4, probabilitas transisi untuk masing-masing
nilai histeresis diperlihatkan oleh Gambar 4.5.
4.4.3 Evaluasi Perubahan Probabilitas
Handoff
Terhadap Jarak Dengan
Perubahan Nilai
h
Pada subbab ini, ukuran kinerja yang digunakan adalah probabilitas
handoff
.
Nilai
�
,
�
��
�,
�
, dan
�
akan tetap sedangkan nilai histeresis akan divariasikan. Nilai
�
=
5 dB
,
�
�= 0,5
�
,
�
= 20
�
/
�
,
�
�= 30
�
. Dengan menggunakan persamaan 3.7
probabilitas
handoff
untuk masing-masing nilai histeresis diperlihatkan oleh Gambar
4.6.
Gambar 4.6 Grafik probabilitas
handoff
terhadap perubahan
h
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025
jarak
P
robabi
lit
as
handof
f
hist 1 hist 7 hist 14 hist 20
(21)
4.4.4 Evaluasi Perubahan Probabilitas BS Menangani MS Terhadap Jarak
Dengan Perubahan Nilai
h
(a)
(b)
Gambar 4.7 Grafik probabilitas BS menangani MS terhadap perubahan
h
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 jarak P robabi lit as B S 1 m enangani M S hist 1 hist 7 hist 14 hist 20
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 jarak P robabi lit as B S 2 m enangani M S hist 1 hist 7 hist 14 hist 20
(22)
Pada subbab ini, ukuran kinerja yang digunakan adalah probabilitas BS1
menangani MS dan sebaliknya. Nilai
�
,
�
��
�,
�
, dan
�
akan tetap sedangkan nilai
histeresis akan divariasikan. Nilai
�
=
5 dB
,
�
�= 0,5
�
,
�
= 20
�
/
�
,
�
�= 30
�
.
Dengan menggunakan persamaan 3.5 dan 3.6, perubahan probabilitas BS menangani
MS untuk masing-masing nilai histeresis diperlihatkan oleh Gambar 4.7.
4.4.5 Evaluasi Perubahan Probabilitas Degradasi
Link
Terhadap Jarak
Dengan Perubahan Nilai
h
Gambar 4.8 Grafik penurunan sinyal terhadap perubahan
h
0 500 1000 1500 2000
0 0.5 1 1.5x 10
-3 jarak pr obabi li tas l ink degr adas i Hist 1 hist 1
0 500 1000 1500 2000
0 1 2 3 4 5x 10
-3 jarak pr obabi li tas l ink degr adas i Hist 7 hist 7
0 500 1000 1500 2000
0 0.005 0.01 0.015 0.02 jarak pr obabi li tas l ink degr adas i Hist 14 hist 14
500 1000 1500 2000
0 0.01 0.02 0.03 0.04 jarak pr obabi li tas l ink degr adas i Hist 20 hist 20
(23)
Pada subbab ini, ukuran kinerja yang digunakan adalah penurunan kuat sinyal
(
link degradation
). Nilai
�
,
�
��
�,
�
, dan
�
akan tetap sedangkan nilai histeresis akan
divariasikan. Nilai
�
=
5 dB
,
�
�= 0,5
�
,
�
= 20
�
/
�
,
�
�= 30
�
. Dengan
menggunakan persamaan 3.9, perubahan penurunan kuat sinyal untuk masing-masing
nilai histeresis diperlihatkan oleh Gambar 4.8.
4.5
Analisa Hasil Simulasi
4.5.1 Pengaruh Nilai Histeresis (
h)
Terhadap Jarak Probabilitas Transisi
Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.3 yaitu Gambar 4.5 (a) dan (b)
diperoleh bahwa untuk nilai histeresis 1, probabilitas transisi MS dari BS1 ke BS2
kira-kira dimulai dari jarak 1000m dari BS1. untuk nilai histeresis 7, probabilitas
transisi MS dari BS1 ke BS2 kira-kira dimulai dari jarak 1200m dari BS1, untuk nilai
histeresis 14, probabilitas transisi MS dari BS1 ke BS2 kira-kira dimulai dari jarak
1400m dari BS1, untuk nilai histeresis 20, probabilitas transisi MS dari BS1 ke BS2
kira-kira dimulai dari jarak 1600m dari BS1. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa perubahan nilai
h
mempengaruhi daerah probabilitas transisi
handoff
. Semakin
besar nilai histeresis maka jarak yang akan ditempuh MS agar mengalami transisi ke
BS2 semakin panjang, demikian sebaliknya.
4.5.2 Pengaruh Nilai Histeresis (
h)
Terhadap Jarak Probabilitas
Handoff
Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.4 yaitu Gambar 4.6 diperoleh
bahwa untuk nilai histeresis 1, probabilitas
handoff
kira-kira dimulai pada daerah
850m sampai 1200m dari BS1, untuk nilai histeresis 7, probabilitas
handoff
kira-kira
(24)
dimulai pada daerah 1200m sampai 1400m dari BS1, untuk nilai histeresis 14,
probabilitas
handoff
kira-kira dimulai pada daerah 1400m sampai 1600m dari BS1,
untuk nilai histeresis 20, probabilitas
handoff
kira-kira dimulai pada daerah 1600m
sampai 1650m dari BS1. Dengan demikan disimpulkan bahwa nilai
h
mempengaruhi
daerah probabilitas
handoff.
Semakin besar nilai
h
maka daerah probabilitas
handoff
akan semakin jauh dari BS
serving
. Hal ini disebabkan karena semakin besar nilai h
menunjukkan semakin jauh titik
threshold
.
4.5.3 Pengaruh Nilai Histeresis (
h)
Terhadap Jarak Probabilitas BS
Menangani MS
Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.5 yaitu Gambar 4.7 (a) dan (b)
diperoleh bahwa untuk nilai histeresis 1, probabilitas BS1 menangani MS terjadi
kira-kira sampai pada jarak 1100m dari BS1, pada jarak lebih dari 1100m kemungkinan
BS1 tidak lagi menangani MS, untuk nilai histeresis 4, probabilitas BS1 menangani
MS terjadi kira-kira sampai pada jarak 1300m dari BS1, pada jarak lebih dari 1300m
kemungkinan BS1 tidak lagi menangani MS, untuk nilai histeresis 14, probabilitas
BS1 menangani MS terjadi kira-kira sampai pada jarak 1500m dari BS1, pada jarak
lebih dari 1500m kemungkinan BS1 tidak lagi menangani MS, untuk nilai histeresis
20, probabilitas BS1 menangani MS terjadi kira-kira sampai pada jarak 1700m dari
BS1, pada jarak lebih dari 1700m kemungkinan BS1 tidak lagi menangani MS.
Dengan demikian nilai
h
mempengaruhi daerah probabilitas BS menangani MS.
Semakin besar nilai
h
maka nilai probabilitas BS menangani MS jarakanya akan
(25)
semakin jauh. Akan tetapi, jika semakin besar nilai
h
maka akan memperbesar nilai
loss
yang dialami oleh sinyal sehingga ada kemungkinan sinyal tersebut jatuh.
4.5.4 Pengaruh Nilai Histeresis (
h)
Terhadap Probabilitas Degradasi
Link
Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.6 yaitu Gambar 4.8 diperoleh
bahwa untuk nilai histeresis 1, probabilitas degradasi
link
kira-kira dimulai pada
daerah 600m sampai 1400m dari BS1, untuk nilai histeresis 7, probabilitas degradasi
link
kira-kira dimulai pada daerah 750m sampai 1400m dari BS1, untuk nilai
histeresis 14, probabilitas degradasi
link
kira-kira dimulai pada daerah 750m sampai
1500m dari BS1, untuk nilai histeresis 20, probabilitas degradasi
link
kira-kira
dimulai pada daerah 850m sampai 1700m dari BS1. Dengan demikian, nilai
h
mempengaruhi daerah penurunan sinyal. Semakin besar nilai
h
maka daerah
penurunan sinyal akan semakin jauh. Ini disebabkan karena semakin besar nilai
h
maka daerah
link
dibawah nilai threshold letaknya akan semain jauh.
(26)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Melalui hasil simulasi dan analisanya telah ditunjukkan pengaruh parameter
yang telah divariasikan terhadap nilai histeresis
handoff
. Melalui hasil simulasi
diperoleh kesimpulan,
1.
Parameter nilai histeresis
h
mempengaruhi daerah probabilitas transisi dari
handoff
. Dimana pertambahan nilai dari parameter ini akan memperjauh
daerah terjadinya probabilitas transisi
handoff
terhadap BS yg sedang
melayani atau BS
serving
.
2.
Parameter nilai histeresis
h
mempengaruhi daerah probabilitas
handoff
.
Dimana pertambahan nilai dari parameter ini akan memperjauh daerah
terjadinya probabilitas
handoff
terhadap BS yg sedang melayani atau BS
serving
.
3.
Parameter nilai histeresis
h
mempengaruhi daerah probabilitas BS menangani
MS. Semakin besar nilai
h
maka daerah probabilitas BS menangani MS
jaraknya akan semakin jauh dari BS
serving
. Sehingga jika semakin besar
nilai
h
maka akan memperbesar nilai
loss
yang dialami oleh sinyal sehingga
ada kemungkinan sinyal tersebut jatuh.
(27)
4.
Parameter nilai histeresis
h
mempengaruhi daerah
link
degradasi. Dimana
pertambahan nilai dari parameter ini akan memperjauh daerah terjadinya
probabilitas
link
degradasi terhadap BS yg sedang melayani atau BS
serving
.
5.
Berdasarkan analisa yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa jarak minimum
dan maksimum agar
handoff
bekerja dengan baik dimana jarak kedua BS
2000m adalah diantara 1100m sampai 1500m.
5.2 Saran
Tugas Akhir ini merupakan evaluasi kinerja algoritma histeresis
handoff
pada
sistem komunikasi bergerak. Dalam rangka memperkaya pengetahuan dan pengujian
keakuratan hasil simulasi ini, dapat dilakukan dengan penelitian pengukuran langsung
ke sistem yang sesungguhnya. Sehingga diharapkan diperoleh kinerja yang lebih baik
dan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa yang berkaitan
dengan materi kinerja algoritma
handoff
pada sistem komunikasi bergerak.
(28)
BAB II
PROPAGASI SINYAL
2.1 Umum
Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke
sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan
kondisi dari komunikasi seluler yaitu
path loss
,
shadowing
dan
multipath fading
.
Kondisi propagasi diilustrasikan seperti Gambar 2.1 [1].
Gambar 2.1 Komponen propagasi
2.2 Model Propagasi
Model propagasi biasanya memprediksikan rata-rata kuat sinyal yang diterima
oleh
mobile station
pada jarak tertentu dari
base station
ke
mobile station
. Disamping
itu, model propagasi juga berguna untuk memperkirakan daerah cakupan sebuah
base
(29)
station
sehingga ukuran sel dari
base station
dapat ditentukan. Model propagasi juga
dapat menentukan daya maksimum yang dapat dipancarkan untuk menghasilkan
kualitas pelayanan yang sama pada frekuensi yang berbeda.
Di dalam komunikasi seluler, memperkirakan rugi-rugi yang akan dilalui
sinyal adalah hal yang sangat penting. Salah satunya adalah rugi-rugi yang dihasilkan
oleh propagasi sinyal. Rugi propagasi adalah rugi-rugi yang cukup sulit untuk
diperkirakan karena dipengaruhi langsung oleh keadaan lingkungan sekitar yang
dilalui oleh sinyal. Rugi propagasi (
Propagation Loss
) mencakup semua pelemahan
yang diperkirakan akan dialami sinyal ketika berjalan dari base station ke mobile
station. Adanya pemantulan dari beberapa obyek dan pergerakan
mobile station
menyebabkan kuat sinyal yang diterima oleh
mobile station
bervariasi dan sinyal
yang diterima tersebut mengalami
path loss
.
Path loss
akan membatasi kinerja dari
sistem komunikasi bergerak sehingga memprediksikan
path loss
merupakan bagian
yang penting dalam perencanaan sistem komunikasi bergerak.
Path loss
yang terjadi
pada sinyal yang diterima dapat ditentukan melalui suatu model propagasi tertentu.
Para ahli telah menghasilkan beberapa model matematis yang dapat
memberikan nilai yang cukup baik untuk mendekati keadaan lingkungan nyata.
Model-model dari rugi propagasi dapat dibagi dalam 3 jenis[2], yaitu:
1.
Model Teoritis
Model teoritis berdasarkan pada hukum fundamental fisika yang
dikombinasikan dengan teknik perkiraan yang cukup dan dengan model
atmosfer dan dataran. Model-model ini menghasilkan hubungan matematika
yang kompleks dan membutuhkan resolusi dari persamaan Maxwell melalui
(30)
penggunaan metode yang berbeda. Misalkan metode elemen terbatas dan beda
terbatas (
finite element
and
finite difference
), metode persamaan parabolik,
metode fisik dan geometrik optik, dan lain-lain. Kekurangan dari model ini
adalah waktu komputasi yang dibutuhkan cukup tinggi yang mana sering
tidak cocok dengan batas operasional, khususnya untuk tujuan rekayasa.
Walaupun demikian, model ini dapat digunakan sebagai model referensi pada
beberapa kasus yang spesifik. Karena variabel yang digunakan pada model ini
pada umumnya adalah variabel deterministik, maka model ini juga sering
disebut sebagai model deterministik. Model ini juga menggunakan variabel
yang random yang ditentukan oleh distribusinya.
2.
Model Empiris (Statistik)
Terkadang menjelaskan suatu situasi dengan menggunakan model matematis
adalah hal yang tidak mungkin. Pada kasus tersebut, kita menggunakan
beberapa data untuk memprediksikan perkiraan kelakuan lingkungan.
Berdasarkan defenisi, sebuah model empiris berdasarkan pada data yang
digunakan untuk memprediksi, tidak untuk menjelaskan sebuah sistem. Model
ini juga berdasarkan pada observasi dan pengukuran. Model ini dapat
dikategorikan menjadi dua ketegori yaitu time dispersive (sebaran waktu) dan
non-time dispersive (bukan sebaran waktu). Model
time dispersive
menyediakan informasi mengenai karakteristik sebaran waktu dari kanal
seperti sebaran tundaan (
delay spread
) dari kanal selama terjadi multipath.
Contoh lain adalah model Standford University Interim (SUI). Contoh dari
model non-time dispersive adalah model COST 231 Hata, Hata dan ITU-R.
(31)
3.
Model Stokastik
Model ini digunakan untuk memodelkan lingkungan sebagai deretan variabel
acak (random). Tidak dibutuhkan Informasi yang banyak untuk membentuk
model ini namun tingkat akurasinya masih perlu dievaluasi dalam membentuk
model.
Model-model propagasi diperlihatkan oleh Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Pembagian model propagasi
2.3 Parameter Propagasi
Level kuat sinyal yang diterima (RSS) oleh UE dipengaruhi oleh 3 komponen
yaitu:
5.
Redaman
path loss
Path loss
merupakan komponen deterministik dari RSS, yang mana dapat
dievaluasi oleh model rugi-rugi lintasan propagasi seperti yang telah
dijelaskan pada subbab sebelumnya.
Model Propagasi
Model Stokastik Model
Deterministik Model Empiris
Time-dispersive Non-time
(32)
6.
Shadow fading
Shadowing
disebabkan karena halangan terhadap jalur garis pandang (LOS)
antara pemancar dan penerima oleh bangunan, bukit, pohon dan lain-lain.
7.
Fast fading
Multipath
fading (
fast fading
) timbul karena pantulan
multipath
dari sebuah
gelombang yang dipancarkan oleh benda-benda seperti rumah, bangunan,
struktur-struktur lain buatan manusia, atau benda-benda alam seperti hutan
yang berada di sekitar UE.
Multipath fading
atau
fast fading
dalam tugas
akhir ini diabaikan, karena korelasi jarak yang pendek dan diasumsikan
penerima dapat mengatasinya dengan efektif[3],[4],[5].
2.4 Analisa
Path Loss
Menggunakan Model Propagasi
Kebanyakan model dari propagasi radio diperoleh dengan menggunakan
kombinasi analitis dan empiris. Pendekatan secara empiris berbasis pada pencocokan
kurva atau ekspresi analitis yang menciptakan kembali sekumpulan data pengukuran.
Hal ini memiliki kebaikan bahwa secara tidak langsung, semua faktor propagasi baik
yang diketahui maupun tidak dimasukkan ke dalam model melalui pengukuran aktual
di lapangan.
2.4.1 Model
Path Loss
Dengan
Log-distance
Model teoritis dan model yang berbasis pada pengukuran mengindikasikan
bahwa rata-rata kuat sinyal terima menurun secara logaritmik terhadap jarak, baik
outdoor
maupun
indoor
. Model ini sudah banyak digunakan pada banyak literatur.
(33)
Rata-rata
path loss large scale
untuk sebuah T-R (
Transmitter-Receiver
) yang
terpisah pada sembarang jarak dapat diekspresikan sebagai fungsi dari jarak yang
menggunakan sebuah pangkat
path loss
yaitu
n
, seperti pada persamaan 2.1.
��
����
(
�
) =
�
� �0�
�
(2.1)
Atau
��
����
(dB) =
��
����
(
�
0) + 10
�
log
�
��0
�
(2.2)
Di mana
n
adalah pangkat
path loss
(
path loss exponent
) yang mengindikasikan laju
kenaikan
path loss
terhadap jarak,
d
0Pada sistem selular dengan cakupan yang luas, jarak referensi yang biasa
digunakan adalah 1 km. Pada sistem mikrosel jarak referensi yang digunakan adalah
100 m atau 1 m[6].
adalah jarak referensi yang diperoleh melalui
pengukuran dekat dengan pemancar, dan
d
adalah jarak T-R terpisah. Tanda bar pada
persamaan 2.1 dan 2.2 menunjukkan rata-rata dari semua
path loss
yang mungkin
pada jarak
d
. Nilai dari
n
bergantung kepada lingkungan propagasi.
2.4.2
Log-normal Shadowing
Model pada persamaan 2.2 tidak memasukkan fakta bahwa keadaan
lingkungan yang tak beraturan dapat sangat berbeda pada dua lokasi berbeda yang
memiliki jarak pisah T-R yang sama. Hal ini akan berakibat pada nilai sinyal terukur
akan sangat berbeda dengan nilai rata-rata yang diprediksikan oleh persamaan 2.2.
Pengukuran-pengukuran telah menunjukkan bahwa pada sembarang jarak
d
,
path loss
(34)
PL
(
d
) pada lokasi tertentu adalah acak dan berdistribusi secara
log-normal
. Sehingga
dapat diekspersikan seperti persamaan 2.3.
��
(
�
)[dB] =
��
����
(
�
) +
�
�=
��
����
(
�
0) + 10
�
log
�
��0
�
+
�
�(2.3)
dan
�
�(
�
)[
���
] =
�
�[
���
]
− ��
(
�
)[
��
]
(2.4)
Dimana
�
�adalah variabel acak yang berdistribusi
Gaussian
dengan rata-rata nol
(dB) dengan standar deviasi
�
(dB),
P
tadalah daya yang ditransmisikan BS, dan
P
rDistribusi
log-normal
menunjukkan bahwa efek acak dari
shadowing
yang
mana terjadi pada banyak lokasi pengukuran yang memiliki jarak pisah T-R yang
sama, tetapi memiliki tingkat ketidakteraturan jalur propagasi yang berbeda.
Fenomena ini disebut sebagai
log-normal shadowing
.
(d) adalah daya yang diterima MS pada jarak
d
.
Jarak referensi
d
0,
path loss exponent
n
, dan standar deviasi
�
, secara statistik
menjelaskan model
path loss
untuk lokasi sembarang yang memiliki jarak pisah T-R
yang spesifik. Model ini dapat digunakan dalam simulasi komputer untuk
menghasilkan level sinyal terima pada lokasi yang acak dalam analisa dan desain
sistem komunikasi[6].
2.4.3 Model Eksponensial
Perhitungan model propagasi dilakukan setiap waktu pada setiap jarak
�
�,
yaitu jarak s
ampling.
Maka sinyal yang diterima oleh BS1 dan BS2 pada jarak
��
�dari BS1 diberikan sebagai berikut [9] :
(35)
�
�=
�
1−�
2log(
��
�) +
�
(
��
�),
(2.5)
�
�=
�
1−�
2log(
� − ��
�) +
�
(
��
�),
(2.6)
Dimana :
�
dan
�
adalah variabel acak Gaussian untuk model log-normal,
D adalah jarak kedua BS
�
1adalah kuat sinyal pada jarak d=1
�
2adalah eksponen
path loss
Karena sifat sinyal yang berfluktuasi, maka perhitungan pada sinya tidak
efektif. Maka untuk membuat sinyal tersebut menjadi lebih halus agar perhitungan
lebih mudah dilakukan, digunakan metode rata-rata eksponensial, dimana
�
��adalah
rata-rata jarak BS. Perhitungan kuat sinyal dengan menggunakan metode rata-rata
eksponensial diberikan sebagai berikut [9] :
��
�=
�
−��������
�−1+
�
1
− �
−������� �
�,
(2.7)
(36)
Dimana :
�
��adalah jarak rata-rata BS
�
�adalah jarak
sampling
2.5 Kuat Sinyal Terima (RSS)
UE mengukur RSS dari masing-masing BS. Nilai RSS (dB) yang terukur
merupakan jumlah dari dua bagian, yaitu
path loss
dan
log normal shadow fading
.
Redaman propagasi biasanya dimodelkan sebagai hasil dari jarak dipangkatkan
�
dan
sebuah komponen
log normal
yang menunjukkan rugi-rugi
shadow fading
[6] seperti
yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.
Persaamaan yang akan dijelaskan berikut ini adalah sama dengan yang
dijelaskan pada subbab sebelumnya. Hanya saja dilakukan beberapa perubahan notasi
dengan tujuan penyederhanaan dan sesuai dengan sistem yang hendak disimulasikan.
Perubahan notasi tidak mengubah arti nilai yang sebenarnya.
Untuk UE yang berada pada jarak ‘d’ dari BSi
, dengan menggunakan nilai
d
0�
(
�
,
�
) =
�
�10
10�(2.9)
= 1 m (mikrosel), maka redamannya adalah [7] :
dimana
�
adalah redaman dalam dB yang dikarenakan
shadowing
, dengan rata-rata
nol dan standar deviasi
�
. Nilai
�
tidak dipengaruhi oleh jarak.
Rugi-rugi dalam dB dapat dibuat seperti persamaan 2.10.
(37)
Dimana
�
(eta) adalah
path loss exponent
dan
d
menunjukkan jarak antara BS dengan
UE dalam kilometer. Misalkan di menunjukkan jarak antara UE dengan BS
i; i=1,2.Jika daya yang ditransmisikan oleh BS adalah P
t, maka kuat sinyal dari BS
i,
dinotasikan dengan Si
S
(d); i=1,2, dapat ditulis sebagai berikut :
(38)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Handoff
merupakan sebuah permasalahan yang penting berkaitan dengan
performansi pada suatu sistem seluler.
Handoff
adalah proses pengalihan kanal
traffic
secara otomatis pada
Mobile Station
(MS) yang sedang digunakan untuk
berkomunikasi tanpa terjadinya pemutusan hubungan. Hal ini menjelaskan bahwa
handoff
pada dasarnya adalah sebuah “
call
” koneksi yang bergerak dari satu sel ke sel
lainnya. Secara umum
handoff
dapat difinisikan sebagai prosedur, dimana ada
perubahan layanan pada MS dari satu BS ke BS lain.
Perhitungan kuat sinyal terima (RSS) merupakan kriteria yang umum
digunakan untuk menginisiasikan suatu
handoff
. Pada algoritma
handoff
,
handoff
diinisiakan jika kuat sinyal yang diterima pada
base station
(BS) yang akan dituju
lebih kuat berdasarkan nilai histeresisnya daripada kuat sinyal dari BS yang sedang
melayani. Nilai histeresis di sini dibuat untuk mengurangi jumlah
handoff
yang tidak
diinginkan dan mencegah efek
ping-pong
. Oleh karena itu, pemilihan nilai histeresis
sangat penting dalam mengoptimasi performansi suatu
handoff.
Jika histeresis (
h)
terlalu kecil, makan akan daerah
handoff
akan semakin dekat dengan BS
serving.
Jika
h
terlalu besar, maka jarak
handoff
dari BS serving akan semakin jauh. Semakin
jauhnya jarak
handoff
makan kuat sinyal yang dipancarkan oleh BS
serving
akan
semakin melemah dan dapat mengurangi
quality of service
(QoS) jaringan.
(39)
Pada tugas akhir ini, nilai histeresis ditentukan sebagai fungsi dari kuat sinyal
terima (RSS) dari BS yang sedang melayani. Kemudian dilihat perubahan jarak
terjadi suatu probabilitas transisi, probabilitas
handoff
, probabilitas BS mengangani
MS dan degradasi
link
sebagai parameter kinerja propagasi sistem seluler.
1.2 Rumusan Masalah
Melalui latar belakang tersebut diatas, maka penulis dapat merumuskan
masalah yang akan dibahas adalah:
1.
Bagaimana pengaruh probabilitas transisi
handoff
terhadap jarak dengan
perubahan nilai histeresis.
2.
Bagaimana pengaruh probabilitas
handoff
terhadap jarak dengan perubahan
nilai histeresis.
3.
Bagaimana pengaruh probabilitas BS menangani MS terhadap jarak dengan
perubahan nilai histeresis.
4.
Bagaimana pengaruh probabilitas degradasi
link
terhadap jarak dengan
perubahan nilai histeresis.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengevaluasi
pengaruh dari parameter dalam propagasi terhadap kinerja
hard handoff
.
(40)
1.4 Batasan Masalah
Mengingat algoritma dan perhitungan
hard handoff
adalah hal yang luas dan
cukup rumit, maka perlu dibuat beberapa batasan agar pembahasan terfokus dan tidak
terlampau luas. Adapun batasan-batasan masalah adalah sebagai berikut:
1.
Base station
(BS) bekerja dengan daya yang sama.
2.
Model pengamatan adalah dua BS yang terpisah pada jarah yang sudah
ditentukan dengan bentuk sel segi enam dan BS berada di pusat.
3.
Algoritma yang digunakan adalah berbasis RSS (
Received Signal Strength
)
yaitu kuat sinyal pilot yang diterima.
4.
User
Equipment
(UE) bergerak dari satu sel ke sel lain dengan lintasan lurus
pada kecepatan yang konstan.
5.
Parameter kinerja
handoff
yang diamati adalah probabilitas transisi MS
handoff
, probabilitas BS menangani MS, probabillitas
handoff
dan
probabilitas degradasi
link
.
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut:
1.
Studi Literatur
Mempelajari dan memahami buku-buku, makalah-makalah, dan jurnal-jurnal
yang telah ada sebelumnya untuk dijadikan acuan dan referensi guna
membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.
(41)
2.
Simulasi dan analisa data.
Metode ini dimulai dari membuat model dengan simulasi, menentukan
parameter, menjalankan simulasi, kemudian mengambil data untuk dianalisa.
Simulasi dilakukan dengan bantuan
software MATLAB.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan Tugas Akhir ini ditulis dan disusun dalam urutan sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II
PROPAGASI SINYAL
Bab ini menjelaskan gambaran umum tentang model propagasi sinyal,
parameter propagasi sinyal, kuat sinyal terima (RSS), dan model
sinyal eksponensial.
BAB III
MODEL
HANDOFF
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum
handoff
, prosedur
handoff
, tipe
handoff,
prinsip
handoff,
parameter algoritma
hard
handoff
.
.
(42)
BAB IV
EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS
HARD
HANDOFF
PADA SISTEM SELULER
Bab ini memamaparkan tentang simulasi dengan menggunakan
program MATLAB yang akan menunjukkan pengaruh parameter
propagasi terhadap kinerja algoritma
hard handoff
.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran yang diperoleh dari
penulisan Tugas Akhir.
(43)
ABSTRAK
Perhitungan kuat sinyal terima (RSS) merupakan kriteria yang umum
digunakan untuk menginisiasikan suatu
handoff
. Pada algoritma
handoff
,
handoff
diinisiakan jika kuat sinyal yang diterima pada
base station
(BS) yang akan dituju
lebih kuat berdasarkan nilai histeresisnya daripada kuat sinyal dari BS yang sedang
melayani. Oleh karena itu, pemilihan nilai histeresis sangat penting dalam
mengoptimasi performansi suatu
handoff.
Dalam Tugas Akhir ini, ditentukan nilai histeresis sebagai parameter
pembanding untuk mengetahui daerah probabilitas
handoff
, probabilitas transisi
handoff
, probabilitas BS menangani MS, dan
link
degradasi.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai histeresis mempengaruhi jarak
terjadinya
handoff.
Jika histeresis (
h)
terlalu kecil, maka daerah
handoff
akan semakin
dekat dengan BS
serving.
Jika
h
terlalu besar, maka jarak
handoff
dari BS serving
akan semakin jauh. Semakin jauhnya jarak
handoff
maka kuat sinyal yang
dipancarkan oleh BS
serving
akan semakin melemah dan dapat mengurangi
quality of
service
(QoS) jaringan.
(44)
EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS
HARD HANDOFF
PADA
SISTEM SELULER
Oleh :
060402060
RUDOLF PARULIAN GURNING
Tugas Akhir ini Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada
Departemen Teknik Elektro
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(45)
ABSTRAK
Perhitungan kuat sinyal terima (RSS) merupakan kriteria yang umum
digunakan untuk menginisiasikan suatu
handoff
. Pada algoritma
handoff
,
handoff
diinisiakan jika kuat sinyal yang diterima pada
base station
(BS) yang akan dituju
lebih kuat berdasarkan nilai histeresisnya daripada kuat sinyal dari BS yang sedang
melayani. Oleh karena itu, pemilihan nilai histeresis sangat penting dalam
mengoptimasi performansi suatu
handoff.
Dalam Tugas Akhir ini, ditentukan nilai histeresis sebagai parameter
pembanding untuk mengetahui daerah probabilitas
handoff
, probabilitas transisi
handoff
, probabilitas BS menangani MS, dan
link
degradasi.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai histeresis mempengaruhi jarak
terjadinya
handoff.
Jika histeresis (
h)
terlalu kecil, maka daerah
handoff
akan semakin
dekat dengan BS
serving.
Jika
h
terlalu besar, maka jarak
handoff
dari BS serving
akan semakin jauh. Semakin jauhnya jarak
handoff
maka kuat sinyal yang
dipancarkan oleh BS
serving
akan semakin melemah dan dapat mengurangi
quality of
service
(QoS) jaringan.
(46)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan pengetahuan, pemahaman dan kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan
untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di
Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul Tugas Akhir ini adalah:
EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS
HARD HANDOFF
PADA
SISTEM SELULER
Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya
Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1.
Ayahanda M.Gurning dan Ibunda M. Silalahi serta kakak saya Renova Wulan
Januati Gurning, Risdawati Suryanigsih Gurning dan abang saya Romeo
Agustus Gurning atas segala kasih sayang, doa, motivasi dan bimbingannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
2.
Bapak Maksum Pinem, ST,MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas
nasehat, bimbingan, dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
(47)
3.
Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si dan Bapak Rahmad Fauzi ST,MT
selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
4.
Bapak Ir. T. Ahri Bahriun, MSc sebagai Dosen Wali penulis, yang selalu
memberikan dukungan sebagai wali penulis.
5.
Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro yang telah memberikan
bekal ilmu kepada penulis dan seluruh karyawan di Departemen Teknik
Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
6.
Sodari Leni Simamora yang selalu memberi semangat serta sahabat-sahabat
dikeluarga besar PB IMAHO, kawan-kawan seperjuangan di DOTA dan
kawan-kawan sesama stres di kantin mipa, junior 2007 Leo, dan kawan
lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan.
7.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bertujuan untuk
menyempurnakan dan memperkaya kajian Tugas Akhir ini.
Akhir kata penullis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Medan, Desember 2012
Penulis,
(48)
DAFTAR ISI
ABSTRAK………..i
KATA PENGANTAR………ii
DAFTAR ISI………...iv
DAFTAR GAMBAR………..vii
DAFTAR TABEL………...viii
DAFTAR ISTILAH……….ix
DAFTAR SINGKATAN……….xii
BAB I
PENDAHULUAN……….. 1
1.1 Latar Belakang……… 1
1.2 Rumusan Masalah……….. 2
1.3 Tujuan Penulisan……… 2
1.4 Batasan Masalah………. 3
1.5 Metode Penulisan……… 3
1.6 Sistematika Penulisan………. 4
BAB II
PROPAGASI SINYAL………..………….………... 6
2.1 Umum………. 6
2.2 Model Propagasi……….……… 6
2.3 Parameter Propagasi..………..9
2.4 Analisa
Path Loss
dengan Menggunakan Model Propagasi…..… 10
2.4.1 Model
Path Loss
dengan
Log-distance………..
10
(49)
2.4.3 Model Eksponensial………12
2.5 Kuat Sinyal Terima (
received signal strength
)………....14
BAB III
HANDOFF
………..… 16
3.1 Umum………. 16
3.2 Prosedur
Handoff
……..………. 17
3.3 Tipe
Handoff
………..… 18
3.4 Prinsip Kerja
Handoff
………...……… 20
3.5 Histeresis
Handoff
………22
3.6 Analisa
Handoff
Dengan
Path Loss
dan
Shadowing
….………… 23
BAB IV EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS
HARD
HANDOFF
PADA SISTEM SELULER………..… 27
4.1 Model Sistem…….………. 27
4.2
Flow Chart
Simulasi….……….. 28
4.3 Parameter Simulasi………. 29
4.4 Hasil Simulasi………. 29
4.4.1
Pembangkitan Sinyal………..………... 30
4.4.2
Evaluasi Perubahan Probabilitas Transisi Terhadap Jarak
Dengan Perubahan Nilai
h………..
32
4.4.3
Evaluasi Perubahan Probabilitas
Handoff
Terhadap Jarak
Dengan Perubahan Nilai
h………..
33
4.4.4
Evaluasi Perubahan Probabilitas BS Menangani MS
Terhadap Jarak Dengan Perubahan Nilai
h…………..……
34
(50)
4.4.5
Evaluasi Perubahan Probabilitas Degradasi
Link
Terhadap
Jarak Dengan Perubahan Nilai
h…………..………..
35
4.5 Analisa Hasil Simulasi……….. 36
4.5.1
Pengaruh Nilai Histeresis (
h)
Terhadap Jarak Probabilitas
Transisi………36
4.5.2
Pengaruh Nilai Histeresis (
h)
Terhadap Jarak Probabilitas
Handoff
………36
4.5.3
Pengaruh Nilai Histeresis (
h)
Terhadap Jarak Probabilitas
BS Menangani MS………..…37
4.5.4
Pengaruh Nilai Histeresis (
h)
Terhadap Degradasi
Link
………..…38
BAB V
PENUTUP……….………….. 39
5.1 Kesimpulan……… 39
5.2 Saran……….. 40
DAFTAR PUSTAKA
(51)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Komponen propagasi………... 6
Gambar 2.2 Pembagian model propagasi……….. 9
Gambar 3.1 Prosedur
handoff
……….
18
Gambar 3.2
Hard Handoff
………..………..
19
Gambar 3.3
Soft Handoff
………... 20
Gambar 3.4 Prinsip Kerja
Hard
dan
Soft Handoff
………....22
Gambar 3.5 Penentuan lokasi
handoff
………..23
Gambar 4.1 Model sistem……….27
Gambar 4.2
Fow Chart
Simulasi………..28
Gambar 4.3 Grafik Propagasi kuat sinyal………..…………...30
Gambar 4.4 Grafik Propagasi kuat sinyal rata-rata………..……31
Gambar 4.5 Grafik probabilitas transisi MS terhadap perubahan
h
………....32
Gambar 4.6 Grafik probabilitas
handoff
terhadap perubahan
h
……….…..33
Gambar 4.7 Grafik probabilitas BS menangani MS terhadap perubahan
h
……….34
(52)
DAFTAR TABEL
(53)
DAFTAR ISTILAH
Base Station
(BS)
Istilah umum yang digunakan untuk mendiskripsikan pengertian dari antar muka
(
interface
) pada sisi stationary (tetap, tak dapat bergerak atau pindah) sebuah jaringan
bergerak (
mobile
)
.
Delay
Waktu tunda yang disebabkan oleh proses transmisi dari satu titik ke titik lain yang
menjadi tujuannya.
Fading
Gangguan saluran transmisi, terutama pada sistem gelombang mikro ketika
sinyal-sinyal yang dikirim melalui berbagai jalur ke penerima dan mengalami perubahan
karena kondisi atmosfer.
Hysteresis
Selisih antara kuat sinyal dari
base station
yang sedang melayani dengan
base station
tetangga.
Interferensi
Kondisi dimana dua gelombang atau lebih berjalan melalui bagian yang sama dari
suatu ruangan pada waktu yang bersamaan, hal ini mengakibatkan terjadinya
superposisi dari gelombang-gelombang tersebut sehingga menghasilkan pola
intensitas baru.
(54)
Link
Hubungan radio antara pengirim dan penerima.
LOS (Line of Sight)
Gambaran untuk lintasan atau hubungan radio tanpa halangan antara antena
pengiriman dan antena penerimaan pada sistem komunikasi.
Mobile Station
(MS)
Istilah yang digunakan untuk mendiskripsikan terminal pelanggan dalam jaringan
nirkabel.
Model Propagasi
Menjelaskan perambatan rata-rata sinyal pada suatu daerah juga memungkinkan
untuk mengkonversikan besarnya rugi-rugi perambatan maksimum yang
diperbolehkan menjadi besarnya
cell range
maksimum.
Multipath
Fenomena dimana sinyal dari pengirim (
transmitter
) tiba di penerima (
receiver
)
melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda.
Path Loss
Tingkat dimana sinyal yang ditransmisikan kehilangan daya rata-rata dari kekuatan
awalnya selama sinyal tersebut merambat.
Propagasi
Proses perambatan gelombang radio di udara, berawal saat sinyal radio dipancarkan
di titik pengirim dan berakhir saat sinyal radio tersebut ditangkap di titik penerima.
(55)
Shadow Fading
Fenomena yang terjadi ketika sebuah
mobile station
berpindah ke belakang halangan
dan mengalami penurunan yang signifikan pada daya sinyal
Threshold
Level kuat sinyal minimum yang dibutuhkan untuk memberikan kualitas pelayanan
komunikasi yang baik.
(56)
DAFTAR SINGKATAN
BS
= Base Station
CDMA
= Code Division Multiple Access
HDM
= Handoff Direction Message
HCM
= Handoff Completion Message
LOS
= Line of Sight
MCHO
= Mobile Control Handoff
MS
= Mobile Station
MTSO
= Mobile Telephone Switching Office
NCHO
= Network Control Handoff
NCHO/ MAHO = Network Control Handoff/ Mobile Assist Handoff
QoS
= Quality of Service
RSS
= Received Signal Strength
TDMA
= Time Divison Multiple Access
TIA
= Telecommunications Industry Asociations
(1)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Komponen propagasi………... 6
Gambar 2.2 Pembagian model propagasi……….. 9
Gambar 3.1 Prosedur handoff………. 18
Gambar 3.2 Hard Handoff ………..……….. 19
Gambar 3.3 Soft Handoff………... 20
Gambar 3.4 Prinsip Kerja Hard dan Soft Handoff………....22
Gambar 3.5 Penentuan lokasi handoff………..23
Gambar 4.1 Model sistem……….27
Gambar 4.2 Fow Chart Simulasi………..28
Gambar 4.3 Grafik Propagasi kuat sinyal………..…………...30
Gambar 4.4 Grafik Propagasi kuat sinyal rata-rata………..……31
Gambar 4.5 Grafik probabilitas transisi MS terhadap perubahan h………....32
Gambar 4.6 Grafik probabilitas handoff terhadap perubahan h……….…..33
Gambar 4.7 Grafik probabilitas BS menangani MS terhadap perubahan h……….34
(2)
DAFTAR TABEL
(3)
DAFTAR ISTILAH
Base Station (BS)
Istilah umum yang digunakan untuk mendiskripsikan pengertian dari antar muka (interface) pada sisi stationary (tetap, tak dapat bergerak atau pindah) sebuah jaringan bergerak (mobile).
Delay
Waktu tunda yang disebabkan oleh proses transmisi dari satu titik ke titik lain yang menjadi tujuannya.
Fading
Gangguan saluran transmisi, terutama pada sistem gelombang mikro ketika sinyal-sinyal yang dikirim melalui berbagai jalur ke penerima dan mengalami perubahan karena kondisi atmosfer.
Hysteresis
Selisih antara kuat sinyal dari base station yang sedang melayani dengan base station tetangga.
Interferensi
Kondisi dimana dua gelombang atau lebih berjalan melalui bagian yang sama dari suatu ruangan pada waktu yang bersamaan, hal ini mengakibatkan terjadinya superposisi dari gelombang-gelombang tersebut sehingga menghasilkan pola intensitas baru.
(4)
Link
Hubungan radio antara pengirim dan penerima. LOS (Line of Sight)
Gambaran untuk lintasan atau hubungan radio tanpa halangan antara antena pengiriman dan antena penerimaan pada sistem komunikasi.
Mobile Station (MS)
Istilah yang digunakan untuk mendiskripsikan terminal pelanggan dalam jaringan nirkabel.
Model Propagasi
Menjelaskan perambatan rata-rata sinyal pada suatu daerah juga memungkinkan untuk mengkonversikan besarnya rugi-rugi perambatan maksimum yang diperbolehkan menjadi besarnya cell range maksimum.
Multipath
Fenomena dimana sinyal dari pengirim (transmitter) tiba di penerima (receiver) melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda.
Path Loss
Tingkat dimana sinyal yang ditransmisikan kehilangan daya rata-rata dari kekuatan awalnya selama sinyal tersebut merambat.
Propagasi
Proses perambatan gelombang radio di udara, berawal saat sinyal radio dipancarkan di titik pengirim dan berakhir saat sinyal radio tersebut ditangkap di titik penerima.
(5)
Shadow Fading
Fenomena yang terjadi ketika sebuah mobile station berpindah ke belakang halangan dan mengalami penurunan yang signifikan pada daya sinyal
Threshold
Level kuat sinyal minimum yang dibutuhkan untuk memberikan kualitas pelayanan komunikasi yang baik.
(6)
DAFTAR SINGKATAN
BS = Base Station
CDMA = Code Division Multiple Access HDM = Handoff Direction Message HCM = Handoff Completion Message LOS = Line of Sight
MCHO = Mobile Control Handoff
MS = Mobile Station
MTSO = Mobile Telephone Switching Office NCHO = Network Control Handoff
NCHO/ MAHO = Network Control Handoff/ Mobile Assist Handoff QoS = Quality of Service
RSS = Received Signal Strength TDMA = Time Divison Multiple Access
TIA = Telecommunications Industry Asociations