PERAN DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI LAMPUNG TERHADAP PELESTARIAN EKOSISTEM DI PESISIR LAUT

(1)

LAMPUNG IN COASTAL MARINE ECOSYSTEM CONSERVATION

By

Gerry Izaputra

According to Article 1 paragraph (2) of Law Number 32 Year 2009 on the

Protection and Management of the Environment stated that environmental

protection and management is a systematic and integrated efforts are being made

to preserve the function of the environment and prevent pollution and / or

environmental damage. The environmental management, including the

management of coastal marine environment or ecosystem. The state of coastal

marine ecosystems in Indonesia, especially in the province of Lampung

memperihatinkan enough, so that the necessary conservation activities. Marine

and Fisheries Agency. Lampung Governor Regulation No. 11 of 2007, the

Department of Marine and Fisheries Lampung province plays a role in the

preservation of coastal marine ecosystems. Based on this, researchers interested in

conducting research on this subject, with the following issues: a) What is the role

of Marine and Fisheries Agency Lampung Province in the conservation of coastal

marine ecosystems? b) Is the limiting factor Marine and Fisheries Agency

Lampung Province in the conservation of coastal marine ecosystems? c) Does the

Department of Marine and Fisheries Effort Lampung Province in the conservation

of coastal marine ecosystems?

Approach the problem in the study conducted by the normative approach and

empirical approaches. Normative approach is intended as an attempt to hold

discussions with the dotted refuse to legislation and regulations. Empirical

approach carried out by conducting observations of the realities in the field in the

framework of applicable regulations, particularly regarding the implementation of

the role of Marine and Fisheries Agency Lampung Province in the conservation of

coastal marine ecosystems.


(2)

resources. Marine and Fisheries Agency Lampung Province as local agency

having authority in the preservation of coastal marine ecosystems has embarked

on various efforts to conserve coastal ecosystems in the sea, the increased

knowledge and insight of coastal communities, community development skills,

empowering people to participate in the monitoring of ecosystem , coordinate

with other relevant agencies and the development of conservation areas. Factors

inhibiting the implementation of ecosystem conservation in the province of

Lampung are people who are less aware of the importance of marine ecosystems

pesisr and weak government oversight of the marine coastal zone management.

As for the suggestions of researchers, the Department of Marine and Fisheries

should Lampung province in carrying out its role in the preservation of the marine

and coastal ecosystems carried out with careful planning and involves the

participation of coastal communities, so the preservation of coastal and marine

ecosystems can walk up and effective. Efforts should be made by the Department

of Marine and Fisheries Lampung Province in the preservation of coastal and

marine ecosystems in a continuous. We recommend that the Department of

Marine and Fisheries striving Lampung more cooperation with other agencies and

NGOs in providing education and counseling on the importance of protecting the

environment to the coastal communities.


(3)

TERHADAP PELESTARIAN EKOSISTEM DI PESISIR LAUT

Oleh

Gerry Izaputra

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan

terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan

mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Pengelolaan lingkungan hidup tersebut, termasuk pula pengelolaan lingkungan

atau ekosistem pesisir laut. Keadaan eksosistem pesisir laut di Indonesia

khususnya di Provinsi Lampung cukup memperhatinkan, sehingga diperlukan

kegiatan pelestarian. Dinas Kelautan dan Perikanan. Berdasarkan Peraturan

Gubernur Lampung Nomor 11 Tahun 2007, Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Lampung berperan dalam pelestarian ekosistem pesisir laut. Berdasarkan

hal ini, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan permasalahan

sebagai berikut: a) Bagaimanakah peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

Lampung terhadap pelestarian ekosistem di pesisir laut? b) Apakah faktor

penghambat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung terhadap

pelestarian ekosistem di pesisir laut? c) Apakah Upaya Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Lampung dalam pelestarian ekosistem di pesisir laut?

Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan normatif

dan pendekatan empiris. Pendekatan normatif dimaksudkan sebagai usaha

mengadakan pembahasan dengan bertitik tolak kepada peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan empiris dilakukan dengan mengadakan

pengamatan terhadap kenyataan yang ada di lapangan dalam rangka pelaksanaan

peraturan-peraturan yang berlaku, khususnya mengenai pelaksanaan peran Dinas

Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung terhadap pelestarian ekosistem di

pesisir laut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

Lampung dalam melestarikan ekosistem pesisir laut memiliki peran, yaitu

melakukan budidaya dan rehabilitasi ekosistem pesisir laut, melakukan


(4)

kurang sadar akan pentingnya ekosistem pesisr laut dan lemah pengawasan

pemerintah terhadap pengelolaan wilayah pesisir laut. Upaya yang dilakukan

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam pelestarian ekosistem di

pesisir laut, yaitu peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan masyarakat

pesisir, pengembangan keterampilan masyarakat, pemberdayaan masyarakat

untuk berperan serta dalam pengawasan ekosistem, melakukan koordinasi dengan

instansi terkait lainnya dan pengembangan wilayah konservasi.

Adapun saran yang diajukan peneliti, yaitu sebaiknya Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Lampung dalam melaksanakan perannya dalam pelestarian

ekosistem di pesisir dan laut dilakukan dengan perencanaan yang matang dan

melibatkan peran serta masyarakat pesisir, sehingga pelestarian ekosistem pesisir

dan laut dapat berjalan maksimal dan berhasilguna. Sebaiknya upaya-upaya yang

telah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam

pelestarian ekosistem di pesisir dan laut dilakukan secara berkesinambungan.

Sebaiknya oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung lebih

menguapayakan kerjasama dengan instansi lain dan Lembaga Swadaya

Masyarakat dalam memberikan pendidikan dan penyuluhan mengenai pentingnya

menjaga kelestarian lingkungan kepada masyarakat pesisir.


(5)

I. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dengan luasnya wilayah perairan yang dimiliki oleh negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah dari kawasan laut, dan Indonesia juga memiliki keuntungan dengan memanfaatkan potensi dan keindahan laut bahari untuk menjadikan tempat-tempat wisata. Wilayah perairan di Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki ekosistem yang sangat beragam.

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Dengan demikian, akan dihasilkan sumber daya manusia yang handal untuk mengelola dan melindungi kekayaan sumber daya alam secara profesional. Melalui persiapan sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang standar maka bangsa Indonesia akan bertahan dalam


(6)

menghadapi era kompetisi dan perdagangan bebas yang sedang terjadi saat ini (Nommy Horas Thombang Siahaan, 2008: 16).

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antara sektor pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan adanya pelestarian dan perlindungan ekosistem laut di pesisir.

Aset dan potensi sumber daya alam kelautan dan perikanan Indonesia yang luar biasa diperlukan pengelolaan yang profesional dan kredibel yang dilakukan oleh instansi yang menangani kelautan dan perikanan. Karena itu, untuk mengelola sumber daya alam tersebut diperlukan sumber daya manusia yang kompeten dan paham akan tugasnya. Guna mendorong dan mendapatkan sumber daya manusia yang kompeten tersebut harus dipersiapkan dan dirancang secara sistematis antara lain dalam sistem diklat dan perangkat-perangkat pendukungnya.

Laut yang ada merupakan suatu ekosistem yang kaya dengan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran dan juga untuk kesejahteraan manusia. Sebagaimana diketahui bahwa 70% permukaan bumi ditutupi oleh perairan dan lebih dari 90% kehidupan bio massa yang hidup di laut. Oleh karena itu, lautan merupakan bagian penting bagi kehidupan manusia. Sebagian besar wilayah indonesia yang wilayahnya terdiri dari perairan laut memiliki letak yang


(7)

sangat strategis. Perairan laut di Indonesia selain dimanfaatkan sebagai sarana penghubung lokal maupun internasional juga memiliki sumber daya laut yang sangat kaya dan penting antar lain sumber daya perikanan, terumbu karang, mangrove, bahan tambang, dan dareah pesisirnya dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata yang menarik.

Masalah kelestarian ekosistem pesisir laut merupakan salah satu masalah lingkungan yang serius. Ekosistem hutan mangrove yang sudah dieksploitasi oleh aktivitas ekonomi penduduk biasanya tidak dilakukan upaya pelestariannya sehingga ekosistem hutan mangrove akan terus-menerus mengalami kerusakan dan akhirnya menjadi punah. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya keragaman hayati laut dan penurunan daya dukung ekosistem laut dan pesisir, seperti kerusakan terumbu karang di wilayah pesisir kepulauan yang saat ini mencapai 23,08%.

Dengan adanya kerusakan terumbu karang tersebut, diupayakan agar kerusakan yang lebih parah lagi dapat dicegah. Untuk ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas ekonomi penduduk perlu dilakukan upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove oleh pemerintah dan masyarakat dengan konservasi, reboisasi dan rehabilitasi hutan mangrove. Upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove yang dilakukan oleh pemerintah biasanya dilakukan oleh Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun dari pemerintah daerah setempat kemudian dibantu oleh masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan alam.


(8)

Di Indonesia, dikenal instansi yang menangani tentang ekosistem dan hasil laut yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan. Instansi pemerintah ini yang menangani permasalahan tentang pelestarian ekosistem laut dan budi daya hasil laut yang hampir punah. Adapun salah satu fungsi DKP yang diatur dalam Pasal 300 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 adalah:

a. melakukan pengkajian kebijakan perencanaan pembangunan nasional di bidang kelautan dan perikanan; pemantauan, evaluasi, dan penilaian kinerja pelaksanaan rencana pembangunan nasional di bidang kelautan dan perikanan;

b. penyusunan rencana kerja pelaksanaan tugas dan fungsinya serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaannya;

c. melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan pejabat fungsional perencana di lingkungan direktoratnya.

Dinas kelautan dan Perikanan untuk menjalankan fungsi tersebut, memiliki peran mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dengan cara mengembangkan budi daya dan pelestarian ekosistem laut yang tentunya sangat perlu mendapatkan perhatian. Pengembangan produksi perikanan, pemanfaatan potensi perikanan ,serta produksi terumbu karang dan tanaman laut yang masih belum mampu digarap secara optimal, pembinaan dan juga pengawasan mutu serta pemasaran hasil-hasil laut dan pengembangan agro bisnis secara efisien dan terpadu.

Dinas Kelautan dan Perikanan memiliki tugas dan fungsi yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan ekosistem laut. Dinas Kelautan dan Perikanan dapat melakukan sosialiasasi kepada masyarakat pesisir pantai yang sebagian besar mata


(9)

pencahariannya sebagai nelayan untuk tidak menangkap ikan dengan putas ataupun bom ikan. Dinas Kelautan dan Perikanan juga bisa memberikan sosialisasi kepada masyarkat pesisir bagaimana cara untuk melakukan budi daya. Dinas Kelautan dan Perikanan juga mempunyai tugas untuk budi daya ikan-ikan laut dan terumbu karang yang sudah hampir punah. Tujuan dari budi daya yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan adalah untuk memperpanjang kelangsungan makhluk hidup yang ada, karena hasil budi daya yang dilakukan akan langsung dikembalikan ke habitat awalnya, yaitu di perairan laut.

Meskipun sudah dilakukan sosialisasi betapa penting dan berharganya menjaga ekosistem laut, tetapi masih ada saja oknum yang tidak memperdulikan hal tersebut dan tetap saja melakukan pengrusakan terhadap ekosistem laut yang ada. Oleh karena itu, Dinas Kelautan dan Perikanan harus berusaha dan mencari tahu faktor apa yang telah menyebabkan semakin parahnya kerusakan yang di alami oleh ekosistem laut yang telah disebabkan oleh manusia. Dinas Kelautan dan Perikanan juga harus segera mencari cara dan berusaha untuk menjaga ekosistem laut yang sudah rusak.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk membahas dan meneliti permasalahan ini sebagai penelitian karya ilmiah dengan judul: “Peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung Terhadap Pelestarian Ekosistem di Pesisir dan Laut”.


(10)

1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. 2. 1 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang, permasalahan dalam tulisan ini adalah:

a. Bagaimanakah peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung terhadap pelestarian ekosistem di pesisir laut?

b. Apakah faktor penghambat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung terhadap pelestarian ekosistem di pesisir laut?

c. Apakah Upaya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam pelestarian ekosistem di pesisir laut?

1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah kajian di bidang Hukum Administrasi Negara tentang Peran Dinas Kelautan dan Perikanan terhadap pelestarian ekosistem di pesisir laut.

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. 3. 1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini, adalah:

a. Mengetahui dan menganalisis peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung terhadap pelestarian ekosistem di pesisir laut.

b. Mengetahui faktor penghambat peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam pelestarian ekosistem di pesisir laut.


(11)

c. Mengetahui dan menganalisis upaya Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam melestarikan ekosistem di pesisir laut.

1. 3. 2 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini, yaitu:

a. Kegunaan teoritis, yaitu memperluas dan memperdalam ilmu Hukum Administrasi Negara khususnya mengenai peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung terhadap pelestarian ekosistem di pesisir laut. b. Kegunaan praktis, yaitu menambah pengetahuan masyarakat dan pelaku

dunia usaha serta sebagai sumber informasi bagi para pengaji ilmu hukum ataupun rekan-rekan mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian dalam bidang yang sama.


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pengertian Peran

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. Peran adalah suatu pola sikap, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang yang berdasarkan posisinya di masyarakat. Posisi ini merupakan identifikasi dari status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial dan merupakan perwujudan aktualisasi diri. Peran juga diartikan sebagai serangkaian prilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu dalam berbagai kelompok sosial. Peran merupakan salah satu komponen dari konsep diri.

Menurut Soerjono Soekanto, peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada kedudukan-kedudukan tertentu dalam masyarakat, kedudukan dimana dapat dimiliki pribadi atau kelompok-kelompok (Soerjono Soekanto, 1982: 60). Istilah peran sering diucapkan banyak orang. Kata peran dikaitkan dengan posisi atau kedudukan seseorang. Atau peran dikaitkan dengan apa yang dimainkan oleh seorang aktor dalam suatu drama. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang


(13)

diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 854).

2. 2 Ekosistem Wilayah Pesisir Laut

2. 2. 1 Pengertian Ekosistem

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme.

2. 2. 2 Pengertian Wilayah Pesisir Laut

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, wilayah perairan Indonesia mencakup:

a. Laut territorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia;

b. Perairan kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman dan jarak dari pantai;


(14)

c. Perairan pedalaman adalah semua peraiaran yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk di dalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup. Wilayah laut dan pesisir beserta sumber daya alamnya memiliki makna strategis bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional. Di samping itu, fakta-fakta yang telah dikemukakan beberapa ahli dalam berbagai kesempatan, juga mengindikasikan hal yang serupa. Fakta-fakta tersebut antara lain adalah:

a. Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau 60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai. Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa yang akan datang.

b. Secara administratif kurang lebih 42 daerah kota dan 181 daerah kabupaten berada di pesisir, dimana dengan adanya otonomi daerah masing-masing daerah otonomi tersebut memiliki kewenangan yang lebih luas dalam pengolahan dan pemanfaatan wilayah pesisir.

c. Secara fisik, terdapat pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi yang tersebar mulai dari Sabang hingga Jayapura, dimana di dalamnya terkandung berbagai asset sosial (Social Overhead Capital) dan ekonomi yang memiliki nilai ekonomi dan financial yang sangat besar.

d. Secara ekonomi, hasil sumberdaya pesisir telah memberikan kontribusi terhadap pembentuka PDB nasional sebesar 24% pada tahun 1989. Selain itu, pada wilayah ini juga terdapat berbagai sumber daya masa depan (future resources) dengan memperhatikan berbagai potensinya yang pada saat ini


(15)

belum dikembangkan secara optimal, antara lain potensi perikanan yang saat ini baru sekitar 58,5% dari potensi lestarinya yang termanfaatkan.

e. Wilyah pesisir di Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen (exporter) sekaligus sebagi simpul transportasi laut di Wilayah Asia Pasifik. Hal ini menggambarkan peluang untuk meningkatkan pemasaran produk-produk sektor industri Indonesia yang tumbuh cepat.

f. Selanjutnya, wilayah pesisir juga kaya akan beberapa sumber daya pesisir dan lauatan yang potensial dikembangkan lebih lanjut meliputi (a) pertambangan dengan diketahuinya 60% cekungan minyak, (b) perikanan dengan potensi 6,7 juta ton/tahun yang tersebar pada 9 dari 17 titik penangkapan ikan di dunia, (c) pariwisata bahari yang diakui dunia dengan keberadaan 21 spot potensial, dan (d) keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (natural biodiversity) sebagai daya tarik bagi pengembangan kegiatan “ecotaurism”. g. Secara biofisik, wilayah pesisir di Indonesia merupakan pusat biodiversity

laut tripis dunia kerena hamper 30% hutan bakau dan terumbu karang dunia terdapat di Indonesia.

h. Secara politik dan hankam, wilayah pesisir merupakan kawasan perbatasan antar Negara maupun antar daerah yang sensitif dan memiliki implikasi terhadap pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2. 2. 3 Karakteristik Ekosistem Pesisir Laut

Karakteristik dari ekosistem pesisir adalah mempunyai beberapa jumlah ekosistem yang berada di daerah pesisir. Contoh ekosistem lain yang ikut ke dalam wilayah ekosistem pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun


(16)

(sea grass) dan ekosistem terumbu karang. Dari ekosistem pesisir ini, masing masing ekosistem mempunyai sifat-sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Berikut merupakan penjelasan dari ekosistem pesisir dan faktor pendukungnya: a. Pasang Surut

Daerah yang terkena pasang surut itu brmacam-macam antara lain gisik, rataan pasang surut. Lumpur pasang surut, rawa payau, delta, rawa mangrove dan padang rumput (sea grass beds). Rataan pasut adalah suatu mintakat pesisir yang pembentukannya beraneka, tetapi umumnya halus, pada rataan pasut umumnya terdapat pola sungai yang saling berhubungan dan sungai utamanya halus, dan masih labil. Artinya Lumpur tersebut dapat cepat berubah apabila terkena arus pasang. Pada umumnya rataan pasut telah bervegetasi tetapi belum terlalu rapat, sedangkan lumpur pasut belum bervegetasi.

b. Estuaria

Menurut kamus (Oxford) eustaria adalah muara pasang surut dari sungai yang besar. Batasan yang umum digunakan saat sekarang, eustaria adalah suatu tubuh perairan pantai yang semi tertutup, yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan di dalamnya ait laut terencerkan oleh air tawar yang berasal dari drainase daratan. Eustaria biasanya sebagai pusat permukiman berbagai kehidupan. Fungsi dari eustaria cukup banyak antara lain: merupakan daerah mencari ikan, tempat pembuangan limbah, jalur transportasi, sumber keperluan air untuk berbagai industri dan tempat rekreasi.


(17)

c. Hutan Mangrove

Hutan mangrove dapat diketemukan pada daerah yang berlumpur seperti pada rataan pusat, lumpur pasut dan eustaria, pada mintakat litoral. Agihannya terutama di daerah tropis dan subtropis, hutan mangrove kaya tumbuhan yang hidup bermacam-macam, terdiri dari pohon dan semak yang dapat mencapai ketinggian 30 m. Spesies mangrove cukup banyak 20-40 pada suatu area dan pada umumnya dapat tumbuh pada air payau dan air tawar. Fungsi dari mangrove, antara lain sebagai perangkap sedimen dan mengurangi abrasi.

d. Padang Lamun (Sea Grass Beds)

Padang lamun cukup baik pada perairan dangkal atau eustaria apabila sinar matahari cukup banyak. Habitanya berada terutama pada laut dangkal. Pertumbuhannya cepat kurang lebih 1.300-3.000 gr berat kering/m2/th. Padang lamun ini mempunya habitat dimana tempatnya bersuhu tropis atau subtropis. Ciri binatang yang hidup di padang lamun antara lain:

a) Yang hidup di daun lamun; b) Yang makan akar canopy daun; c) Yang bergerak di bawah canopy daun; d) Yang berlindung di daerah padang lamun. 2. 2. 4 Pengelolaan Wilayah Pesisir Laut

Menurut Sain dan Krecth Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis yang berjalan secara terus menerus, dalam membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan, pembangunan dan perlindungan wilayah dan sumber daya pesisir dan lautan. Bagian penting dalam pengelolaan terpadu adalah perancangan


(18)

proses kelembagaan untuk mencapai harmonisasi dalam cara yang dapat diterima secara politis.

Suatu kegiatan dikatakan keberlanjutan, apabila kegiatan pembangunan secara ekonomis, ekologis dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital (capital maintenance) dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga diharapkan pemanfaatan sumber daya dapat berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi), identitas sosial dan pengembangan kelembagaan (Wiyana, 2004). Daerah pesisir di Indonesia yang kebanyakan ditinggali oleh para nelayan, merupakan daerah yang belum sepenuhnya digali potensinya, hal ini berkaitan dengan para nelayan itu sendiri sekedar memanfaatkan hasil dari laut berupa ikan, rumput laut, terumbu karang, lamun, dan sebagainya hanya untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. Sehingga secara garis besar, potensi pesisir yang diberdayakan oleh para masyarakat sekitar hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan harian untuk hidup mereka.


(19)

Sedangkan pemanfaatan potensi daerah pesisir secara besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka peningkatan pertumbuhan perekonomian rakyat belum banyak dilakukan. Pemanfaatan pesisir untuk usaha ekonomi dalam skala besar baru dilakukan pada sebagian kabupaten dan kota yang berada di daerah pesisir. Pada umumnya usaha ekonomi pemanfaatan daerah pesisir ini bergerak di sektor pariwisata dan sudah mempunyai kesadaran yang lebih dibandingkan dengan daerah lain yang belum mempunyai pengolahan seperti ini.

Mengingat kewenangan daerah untuk melakukan pengelolaan bidang kelautan yang termasuk juga daerah pesisir masih merupakan kewenangan baru bagi daerah maka pemanfaatan potensi daerah pesisir ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten atau kota yang berada di pesisir. Jadi belum semua kabupaten dan kota yang memanfaatkan potensi daerah pesisir.

2. 2. 5 Pelestarian Ekosistem Pesisir Laut

Masalah kelestarian ekosistem pesisir dan laut merupakan salah satu masalah lingkungan yang serius. Hal itu minimal berkaitan dengan tiga hal pokok, yaitu pertama, bahwa kualitas dan kuantitas ketersediaan terumbu karang sebagai salah satu sumber daya penting sangat terbatas. Kedua, terhadap sumber daya yang terbatas itu diajukan klaim publik, yaitu bahwa setiap orang memiliki akses yang sama untuk menggunakannya, bahkan kalau perlu mengontrolnya (open access). Ketiga, karena adanya klaim publik maka sumberdaya tersebut potensial menimbulkan masalah publik pula.


(20)

Pengelolaan lingkungan pesisir dan laut mendapat angin segar sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat populer disebut Undang-Undang Otonomi Daerah. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 diganti menjadi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyelenggarakan otonomi daerah berdasarkan Pemerintahan Negara Kesatuan RI menurut UUD 1945. Penyelenggaraan Otonomi Daerah menekankan kepada prinsip prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Untuk menghadapi perkembangan situasi, maka pemerintah pusat memandang perlu penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip tadi yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan RI.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pengelolaan wilayah pesisir diatur mulai dari Pasal 17 sampai dengan Pasal 18 (Aritonang, 2006). Adapun Pasal 17 menyatakan sebagai berikut:

ayat 1:

“Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya alam lainnya antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya dan pelestarian;

b. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, dan


(21)

ayat 4:

“Kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk propinsi dari 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota”.

ayat 5:

“Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) propinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan propinsi dimaksud”.

Pesisir selama ini masih dimasukkan dalam doktrin milik bersama (common property), sehingga sering menjadi ajang perebutan bagi pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan dari sumber daya pesisir. Sehingga dikenal dengan Tragedy of The Commons dimana kebebasan untuk menggunakan alam pada semua orang akan membawa pada malapetaka. Salah satu sifat yang menonjol dari sumber daya yang bersifat common property adalah tidak terdefinisikannya hak pemilikan sehingga menimbulkan gejala yang disebut dissipated resource rent, yaitu hilangnya rente sumber daya yang semestinya diperoleh dari pengelolaan sumber daya yang optimal (Fauzi, 2005).

Ada empat akibat buruk dari penerapan doktrin milik bersama tersebut yakni: (1) pemborosan sumber daya alam secara fisik, (2) inefisiensi secara ekonomi, (3) kemiskinan nelayan, dan (4) Konflik antarpengguna sumber daya alam. Christy menawarkan solusinya dengan penerapan penggunaan wilayah pada perikanan (territorial use rights in fisheries). Pengalaman di Indonesia dalam kaitan dengan


(22)

desentralisasi pengelolaan wilayah pesisir adalah munculnya kondisi ekstrim yaitu pengkaplingan wilayah laut (Kamaluddin, 2008:16).

Desentralisasi pengelolaan wilayah pesisir juga mengutamakan potensi perikanan, dan membagi kekuasaan laut yang hanya bisa pulau-pulau besar, padahal potensi pesisir bukan saja di bidang perikanan, tetapi masalah parawisata bahari, transportasi/perhubungan laut dan potensi mineral. Pengembangan teknologi tangkap ikan dengan berbagai modifikasi teknologi terus dilakukan, tetapi tetap saja bersifat merusak. Pada saat Pemerintah melarang alat jenis pukat harimau (trawl) muncul alat tangkap lampara dasar, pukat ikan yang sebenarnya cara kerja alat tangkap tersebut tidak ada bedanya seperti pukat harimau (trawl). Padahal banyak alat tangkap nelayan tradisional yang dapat dimodifikasi. Juga pada saat Pemerintah melarang operasi pukat harimau (trawl).

Pemerintah mengeluarkan program pengembangan udang nasional, akibatnya terjadi penebangan hutan secara besar-besaran untuk usaha tambak udang. Pembukaan tambak udang tersebut turut memarginalisasi nelayan tradisional dengan semakin sempitnya daerah tangkapan nelayan tradisional, sebab anak sungai (paluh) yang dulunya tempat nelayan tradisional memancing ikan ditutup untuk kepentingan irigasi tambak udang (Jala, 2007: 22).

Menurut Bromley dan Cernea (1989), ada empat tipe pemilikan dan penguasaan sumberdaya pesisir, yaitu: a. Open access property, b. Common properyty, c. Public property dan d. Private property. Masing-masing karakteristik tipe pemilikan dan penguasaan sumberdaya pesisir ini turut menentukan bagaimana cara pengelolaan wilayah pesisir dilakukan. Di Sulawesi Utara terdapat keempat


(23)

tipe pemilikan dan penguasaan sumber daya tersebut, namun yang dominan adalah tipe milik Pemerintah, dan di beberapa tempat berkembang tipe milik quasi-pribadi. Di perairan Bunaken masyarakat nelayan masih menganggap sumber daya ikannya sebagai open access property sehingga nelayan dari tempat lain dibiarkan menangkap ikan. Di Desa Tumbak dan Desa Biongko masyarakat menganggap sumber daya ikan, mangrove dan terumbu karang yang ada di depan desa mereka adalah milik komunal dari desa tersebut (Mancoro, 1997). Akan tetapi Undang-Undang Pokok Perairan No. 6 Tahun 1996 dengan tegas menyatakan sumber daya alam yang ada di perairan adalah milik pemerintah. Dalam skala tertentu pemerintah membiarkan kelompok masyarakat pesisir untuk mengelolanya. Sehingga timbul kerancuan (ambiguim) bahwa di satu sisi pesisir dianggap milik penduduk, tetapi di sisi lain dianggap milik pemerintah. Kerancuan pemilikan dan penguasaan sumber daya pesisir (ambiguity of property regimes) ini mendorong timbulnya konflik pemanfaatan (user conflict) dan konflik kewenangan (yurisdictional conflict).

Kebijakan DKP tahun 2003 bahwa pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu, mencakup pemanfaatan dan penguasaan sumber daya pesisir. Pemanfaatan sumberdaya pesisir meliputi sumber daya alam hayati dan nonhayati, jasa lingkungan pesisir, sumber daya binaan/buatan, dan tanah timbul. Dalam hal penguasaan sumber daya wilayah pesisir, harus dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, hak ulayat dan masyarakat adat, hak pengelolaan perairan, dan berdasarkan kebiasaan serta hukum adat setempat.


(24)

Pembelajaran penting bagi Indonesia, dalam rangka pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan adalah:

a. Perlunya payung hukum tentang pengelolaan wilayah pesisir terpadu; b. Membantu memfasilitasi pengambilan keputusan terpadu dan terintegrasi,

melalui proses koordinasi dan kerjasama antarberbagai sektor, secara terus menerus dan dinamis;

c. Meningkatkan peran instansi terkait yang memiliki instrumen pengelolaan baik secara struktural, aturan, maupun prosedur/kebijakan bersifat insentif; dan

d. Membantu dan memfasilitasi setiap keputusan yang diambil, agar melalui evaluasi formal dan konsisten.

2. 2. 6 Strategi Pelestarian Wilayah Pesisir Laut

Sejak tahun 2002/2003 atas bantuan ADB, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah mengembangkan program MCRMP (Marine and Coastal Resources Management Programme). MCRMP merupakan suatu program DKP, yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daerah, dalam pengelolaan sumberdaya pesisir secara bijaksana dalam suatu kerangka pengelolaan pesisir terpadu (Integrated Coastal Management, ICM). Program ini bertujuan membantu instansi terkait dalam fasilitasi dan sosialisasi dan sekaligus mengimplementasikan program ICM, dalam sistem keterpaduan pengelolaan sumberdaya pesisir (Alikodra, 2005: 17).

Setiap kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan sumber daya pesisir harus berdasarkan kepada:


(25)

a. pemahaman yang baik tentang proses alamiah (ekohidrologis) yang berlangsung di kawasan pesisir yang sedang dikelola;

b. kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat; dan

c. kebutuhan saat ini dan yang akan datang terhadap barang dan (produk) dan jasa lingkungan pesisir.

Proses pengelolaan biasanya melingkupi kegiatan identifikasi dan analisis mengenai berbagai isu pengelolaan atau pemanfaatan yang ada maupun yang diperkirakan akan muncul dan kemudian menyusun serta melaksanakan kebijakan dan program aksi untuk mengatasi isu yang berkembang. Proses pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan ini minimum memiliki empat tahapan utama:

a. penataan dan perencanaan; b. formulasi;

c. implementasi; dan

d. evaluasi (Cicin-Sain and Knect, 1998).

Pada tahap perencanaan dilakukan pengumpulan dan analisis data guna mengidentifikasi kendala dan permasalahan, potensi dan peluang pembangunan dan tantangan. Atas dasar ini, kemudian ditetapkan tujuan dan target pengelolaan atau pemanfaatan dan kebijakan serta strategi dan pemilihan struktur implementasi untuk mencapai tujuan tersebut.


(26)

2. 3 Dinas Kelautan dan Perikanan

2. 3. 1 Dasar Hukum Pembentukan Dinas Kelautan dan Perikanan

Dinas Kelautan dan Perikanan dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah untuk Kelautan dan Perikanan, yang menyatakan bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 30 ayat (9) UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan asas tujuan yang tertuang dalam Pasal 3:

“Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berasaskan keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas dan keadilan”.

Serta Pasal 4:

“Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan dengan tujuan: melindungi, mengonservasi, merehabilitasi”.

Memanfaatkan dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan; menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil; memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga


(27)

pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

2. 3. 2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 300, Direktorat Kelautan dan Perikanan menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan perumusan kebijakan perencanaan pembangunan nasional di bidang kelautan dan perikanan;

2. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan perencanaan pembangunan nasional di bidang kelautan dan perikanan;

3. penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang kelautan dan perikanan dalam jangka panjang, menengah, dan tahunan

4. pengkajian kebijakan perencanaan pembangunan nasional di bidang kelautan dan perikanan;

5. pemantauan, evaluasi, dan penilaian kinerja pelaksanaan rencana pembangunan nasional di bidang kelautan dan perikanan;

6. penyusunan rencana kerja pelaksanaan tugas dan fungsinya serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaannya;

7. melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan pejabat fungsional perencana di lingkungan direktoratnya.


(28)

Sementara dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Tentang Kelautan dan Perikanan Dinas Provinsi mempunyai fungsi pokok dalam pelestarian ekosistem yaitu merumuskan kebijakan oeprasional di bidang perikanan dan eksplorasi kelautan yang merupakan sebagian kewenangan desentralisasi provinsi, dan kewenangan yang dilimpahkan kepada gubernur berdasarkan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Berdasarkan Tugas dan Kewajiban melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang kelautan dan perikanan, Kepala Dinas memiliki fungsi: perumusan kebijakan dinas, penyusunan rencana strategi dinas, penyelenggaraan pelayanan umum di bidang kelautan dan perikanan, pembinaan, pengkoordinasian, pengendalian, pengawasan.program dan kegiatan dinas, penyelenggaraan evaluasi program dan kegiatan dinas.

Sementara tugas kepala dinas adalah melakukan pelaksanaan pembinaan kewenangan di bidang kelautan yang ditetapkan oleh gubernur, menyusun kebijakan-kebijakan di bidang kelautan dan perikanan, merekomendasikan izin dan pelayanan umum di bidang kelautan dan perikanan, merencanakan pembinaan teknis di bidang kelautan dan perikanan, mengawasi, membina dan mengendalikan sumber daya alam, jasa kelautan dan perikanan, mengendalikan dan mengawasi pengolahan pesisir dan pulau-pulau kecil, eksploitasi dan eksplorasi sumber daya kelautan, rehabilitasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, mengawasi produksi perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pengembangan produksi perikanan, mengawasi, membina dan memfasilitasi pengolahan hasil perikanan, pemasaran hasil perikanan serta permodalan dan


(29)

investasi perikanan, mengawasi pemanfaatan dan pelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, melaksanakan urusan tata usaha dinas, melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan program dan kegiatan dinas kelautan dan perikanan kepada gubernur, melalui sekretaris daerah (Pasal 6 Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau kecil).

2. 3. 3 Kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Tentang Kelautan dan Perikanan, dalam pelaksanaan tugasnya Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi memiliki kewenangan menetapkan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumber daya kelautan dan ikan di wilayah laut nasional, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan landas kontinen serta sumber daya alam yang ada di bawahnya meliputi:

a. Perencanaan, pemanfaatan, pengendalian dan pengawasan;

b. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut;

c. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan provinsi;

d. Pelaksanaan dan koordinasi kebijakan penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut di wilayah laut kewenangan provinsi;

e. Pelaksanaan dan koordinasi kebijakan dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil termasuk sumber daya alam di wilayah laut kewenangan provinsi.


(30)

Selain kewenangan di atas, Dinas Perikanan dan Kelautan juga mempunyai kewenangan melakukan pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum di wilayah laut kewenangan provinsi dan pemberian informasi apabila terjadi pelanggaran di luar batas kewenangan provinsi. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan terpadu dan pemanfaatan sumber daya laut antar kabupaten/kota dalam wilayah kewenangan provinsi. Pelaksanaan kebijakan perizinan terpadu pengelolaan dan pemanfaatan wilayah laut kewenangan provinsi. Pelaksanaan kebijakan dalam rangka pemberdayaan masyarakat pesisir antar kabupaten/kota dalam wilayah kewenangan provinsi. Pelaksanaan dan koordinasi penyerasian riset kelautan di wilayah kewenangan laut provinsi dalam rangka pengembangan jasa kelautan. Pelaksanaan dan koordinasi perizinan terpadu pengelolaan dan pemanfaatan wilayah laut. Pemberdayaan masyarakat pesisir di wilayah kewenangan kabupaten/kota. Pelaksanaan sistem perencanaan dan pemetaan serta riset potensi sumberdaya dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya kelautan di wilayah kewenangan kabupaten/kota. Pelaksanaan pengawasan pemanfaatan benda berharga dari kapal tenggelam berdasarkan wilayah kewenangannya dengan pemerintah dan kabupaten/kota.

Penetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan provinsi. Pelaksanaan kebijakan peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM di bidang kelautan dan perikanan. Penetapan dan pelaksanaan kebijakan reklamasi pantai dan mitigasi bencana alam di wilayah pesisir dan laut dalam kewenangan provinsi. Pelaksanaan koordinasi dalam hal pengaturan batas-batas wilayah maritim yang berbatasan dengan wilayah antar negara di perairan laut dalam kewenangan


(31)

provinsi. Pelaksanaan dan koordinasi pemetaan potensi sumber daya kelautan di wilayah perairan laut kewenangan provinsi.

Pelaksanaan penyerasian dan pengharmonisasian pengelolaan wilayah dan sumberdaya laut kewenangan provinsi. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan wilayah laut di dalam kewenangan provinsi. Pelaksanaan dan koordinasi pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya. Pelaksanaan kebijakan rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya antar kabupaten/kota di wilayah laut provinsi. Pelaksanaan dan koordinasi penetapan jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan dan dikeluarkan ke dan dari wilayah Republik Indonesia. Pelaksanaan dan koordinasi penetapan jenis ikan yang dilindungi. Pelaksanaan dan koordinasi mitigasi kerusakan lingkungan pesisir dan laut di wilayah laut kewenangan provinsi. Pelaksanaan koordinasi pengelolaan jasa kelautan dan kemaritiman di wilayah laut kewenangan provinsi. Pelaksanaan koordinasi pengelolaan dan konservasi plasma nutfah spesifik lokasi di wilayah laut kewenangan provinsi. Pelaksanaan koordinasi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan perairan danau, sungai, rawa dan wilayah perairan lainnya di wilayah provinsi. Pelaksanaan dan koordinasi penyusunan zonasi dan tata ruang perairan dalam wilayah kewenangan provinsi. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan kawasan konservasi perairan dan rehabilitasi perairan di wilayah kewenangan provinsi. Perencanaan, pemanfaatan pengawasan dan pengendalian tata ruang laut wilayah kewenangan provinsi. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan konservasi sumber daya ikan dan lingkungan sumber daya ikan kewenangan


(32)

provinsi. Rehabilitasi sumber daya pesisir, pulau-pulau kecil dan laut di wilayah kewenangan provinsi.

2. 3. 4. Struktur Organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Gubernur Lampung melalui Sekretaris Daerah Provinsi Lampung. Berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 11 Tahun 2007 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Dinas daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung mempunyai tugas membantu Gubernur Lampung dalam melaksanakan kewenangan pemerintah daerah di bidang kelautan dan perikanan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Dinas Kelautan dan Perikanan menyelenggarakan fungsi:

a. Merumuskan perencanaan kebijakan teknis dan pelaksanaan koordinasi, pengendalian di bidang kelautan dan perikanan;

b. Melaksanakan teknis operasional di bidang kelautan dan perikanan; c. Melaksanakan pelayanan teknis administrasi ketatausahaan;

d. Melaksanakan pengelolaan UPTD;


(33)

III. METODE PENELITIAN

3. 1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Pendekatan normatif dimaksudkan sebagai usaha mengadakan pembahasan dengan bertitik tolak kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan empiris dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap kenyataan yang ada di lapangan dalam rangka pelaksanaan peraturan-peraturan yang berlaku, khususnya mengenai pelaksanaan peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung terhadap pelestarian ekosistem di pesisir laut.

3. 2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. 1. Data primer adalah data yang bersumber dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian, yaitu Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka terhadap bahan hukum yang terdiri dari:


(34)

a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

b) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan tentang Kelautan dan Perikanan;

c) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:

KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu.

b. bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersumber dari buku-buku ilmu hukum dan tulisan-tulisan hukum lainnya.

c. bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersumber dari kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia majalah, surat kabar dan jurnal penelitian hukum serta bersumber dari bahan-bahan yang didapat melalui internet.

3. 3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3. 3. 1 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan:

a. Studi kepustakaan (library research) atau studi dokumen, untuk memperoleh data sekunder dipergunakan studi kepustakaan, yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, mengutip dan merangkum data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

b. Studi lapangan (field research), dilakukan dengan wawancara (interview) untuk mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan kepada informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara, sehingga


(35)

tanya jawab dan diskusi menjadi lebih terarah sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

3. 3. 2 Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah data yang dibutuhkan terkumpul, baik berupa dari primer maupun data sekunder. Adapun prosedur pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa dan mengoreksi data yang masuk, apakah berguna atau tidak, sehingga data yang terkumpul benar-benar bermanfaat untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

b. Sistematisasi, yaitu proses penyusunan data menurut sistem yang telah ditetapkan.

c. Klasifikasi data, yaitu menyusun dan mengelompokkan data berdasarkan jenis data.

3. 4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara analisis kualitatif, yaitu dengan cara menguraikan secara terperinci hasil penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas dari jawaban permasalahan yang dibahas dan kesimpulan atas permasalahan tersebut. Penarikan kesimpulan dari analisis menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara berfikir dalam menarik kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang khusus yang merupakan jawaban dari permasalahan berdasarkan hasil penelitian.


(36)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam melestarikan ekosistem pesisir laut memiliki peran, yaitu melakukan budidaya dan rehabilitasi ekosistem pesisir laut, melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pemanfaatan ekosistem pesisir laut dan melakukan perencanaan dan pengelolaan sumber daya pesisir laut. Pelaksanaan peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam melestarikan ekosistem pesisir laut belum berjalan optimal, hal ini karena kerusakan ekosistem di pesisir laut masih terjadi.

b. Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pelestarian ekosistem di Provinsi Lampung adalah masyarakat yang kurang sadar akan pentingnya ekosistem pesisr laut dan lemah pengawasan pemerintah terhadap pengelolaan wilayah pesisir laut.

c. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung sebagai instansi daerah yang memiliki wewenang dalam pelestarian ekosistem di pesisir laut telah menempuh berbagai upaya dalam melestarikan ekosistem di pesisir laut, yaitu peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan masyarakat pesisir,


(37)

pengembangan keterampilan masyarakat, pemberdayaan masyarakat untuk berperan serta dalam pengawasan ekosistem, melakukan koordinasi dengan instansi terkait lainnya dan pengembangan wilayah konservasi.

5. 2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan:

a. Sebaiknya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam melaksanakan perannya dalam pelestarian ekosistem di pesisir dan laut dilakukan dengan perencanaan yang matang dan melibatkan peran serta masyarakat pesisir, sehingga pelestarian ekosistem pesisir dan laut dapat berjalan maksimal dan berhasilguna.

b. Sebaiknya upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam pelestarian ekosistem di pesisir dan laut dilakukan secara berkesinambungan, tidak hanya sebatas kegiatan insidental saja. Apabila upaya-upaya yang dilakukan hanya sebatas kegiatan insidental saja, pelestarian ekosistem pesisir dan laut tidak akan tercapai secara maksimal.

c. Sebaiknya oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung lebih menguapayakan kerjasama dengan instansi lain dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam memberikan pendidikan dan penyuluhan mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan kepada masyarakat pesisir.


(38)

Oleh

Gerry Izaputra

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(39)

I. PENDAHULUAN ...

1

1. 1 Latar Belakang ...

1

1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian...

6

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...

6

II. TINJAUAN PUSTAKA ...

8

2. 1

Pengertian Peran

...

8

2. 2 Ekosistem Wilayah Pesisir Laut

...

9

2. 2. 1 Pengertian Ekosistem...

9

2. 2. 2 Pengertian Wilayah Pesisir Laut ...

9

2. 2. 3 Karakteristik Ekosistem Pesisir Laut ...

11

2. 2. 4 Pengelolaan Wilayah Pesisir Laut...

13

2. 2. 5 Pelestarian Ekosistem Pesisir Laut ...

15

2. 2. 6 Strategi Pelestarian Wilayah Pesisir Laut ...

20

2. 3 Dinas Kelautan dan Perikanan ...

22

2. 3. 1 Dasar Hukum Pembentukan Dinas Kelautan dan Perikanan ....

22

2. 3. 2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan ...

23

2. 3. 3 Kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan ...

25

2. 3. 4 Struktur Organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

Lampung ...

28

III. METODE PENELITIAN ...

29

3. 1 Pendekatan Masalah ...

29

3. 2 Sumber Data ...

29

3. 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data ...

30

3. 4 Analisis Data ...

31

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

32

4. 1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...

32

4. 1. 1 Kondisi Wilayah Pesisisr Laut Lampung...

34

4. 1. 2 Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulu Kecil ...

35

4. 2 Peran Dinas Perikanan dan Kelautan dalam Pelestarian Ekosistem

Pesisir Laut ...

38

4. 3 Faktor-Faktor Penghambat Peran Dinas Perikanan dan Kelautan

dalam Pelestarian Ekosistem Pesisir Laut ...

46


(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...

51

5. 1 Kesimpulan ...

51

5. 2 Saran...

52


(41)

Buku:

Abdurrahman, H. Soejono. 2003.

Metode Penelitian Hukum

. PT Raja Grasindo

Persada, Jakarta

Adi, Rianto. 2007.

Metode Penelitian Sosial dan Hukum

. Granit, Jakarta.

Hadjon, Philipus M. 2005.

Pengantar Hukum Administrasi Indonesia

. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2008.

Metode Penelitian Hukum

. PT Citra Aditya Bakti.

Bandung.

Mukhtasor. 2007.

Pencemaran Pesisir dan Laut.

PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Nurmayani. 2009.

Hukum Administrasi Daerah

. Universitas Lampung, Bandar

Lampung.

Nontji, A. 2002.

Laut Nusantara

. Cetakan ketiga. Djambatan, Jakarta.

Ria, Marhawni. 2008.

Hukum Perikanan Nasional

. PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta

Ridwan, H. R. 2002.

Hukum Administrasi Negara

. UII Press, Yogyakarta

Sunarno, Siswanto. 2006.

Hukum Pemerintahan Daerah

. Sinar Grafika, Jakarta

Satria, Arif. 2009.

Ekologi Politik Nelayan

. PT Lkis Aksara, Jakarta

Soekanto, Soerjono. 2003.

Sosiologi Suatu Pengantar.

Rajawali Pers, Jakarta.

Thombang siahaan, Nommt Horas. 2004.

Hukum Lingkungan dan Ekologi

Pembangunan

. Erlangga, Jakarta

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup


(42)

(1)

52

pengembangan keterampilan masyarakat, pemberdayaan masyarakat untuk berperan serta dalam pengawasan ekosistem, melakukan koordinasi dengan instansi terkait lainnya dan pengembangan wilayah konservasi.

5. 2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan:

a. Sebaiknya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam melaksanakan perannya dalam pelestarian ekosistem di pesisir dan laut dilakukan dengan perencanaan yang matang dan melibatkan peran serta masyarakat pesisir, sehingga pelestarian ekosistem pesisir dan laut dapat berjalan maksimal dan berhasilguna.

b. Sebaiknya upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam pelestarian ekosistem di pesisir dan laut dilakukan secara berkesinambungan, tidak hanya sebatas kegiatan insidental saja. Apabila upaya-upaya yang dilakukan hanya sebatas kegiatan insidental saja, pelestarian ekosistem pesisir dan laut tidak akan tercapai secara maksimal.

c. Sebaiknya oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung lebih menguapayakan kerjasama dengan instansi lain dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam memberikan pendidikan dan penyuluhan mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan kepada masyarakat pesisir.


(2)

PERAN DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI LAMPUNG TERHADAP PELESTARIAN EKOSISTEM DI PESISIR LAUT

(Skripsi)

Oleh Gerry Izaputra

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian... 6

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2. 1Pengertian Peran... 8

2. 2 Ekosistem Wilayah Pesisir Laut... 9

2. 2. 1 Pengertian Ekosistem... 9

2. 2. 2 Pengertian Wilayah Pesisir Laut ... 9

2. 2. 3 Karakteristik Ekosistem Pesisir Laut ... 11

2. 2. 4 Pengelolaan Wilayah Pesisir Laut... 13

2. 2. 5 Pelestarian Ekosistem Pesisir Laut ... 15

2. 2. 6 Strategi Pelestarian Wilayah Pesisir Laut ... 20

2. 3 Dinas Kelautan dan Perikanan ... 22

2. 3. 1 Dasar Hukum Pembentukan Dinas Kelautan dan Perikanan .... 22

2. 3. 2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan ... 23

2. 3. 3 Kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan ... 25

2. 3. 4 Struktur Organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung ... 28

III. METODE PENELITIAN ... 29

3. 1 Pendekatan Masalah ... 29

3. 2 Sumber Data ... 29

3. 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 30

3. 4 Analisis Data ... 31

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 32

4. 1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32

4. 1. 1 Kondisi Wilayah Pesisisr Laut Lampung... 34

4. 1. 2 Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulu Kecil ... 35

4. 2 Peran Dinas Perikanan dan Kelautan dalam Pelestarian Ekosistem Pesisir Laut ... 38

4. 3 Faktor-Faktor Penghambat Peran Dinas Perikanan dan Kelautan dalam Pelestarian Ekosistem Pesisir Laut ... 46


(4)

4. 4 Upaya Dinas Perikanan dan Kelautan dalam Pelestarian Ekosistem

Pesisir Laut ... 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5. 1 Kesimpulan ... 51

5. 2 Saran... 52


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdurrahman, H. Soejono. 2003.Metode Penelitian Hukum. PT Raja Grasindo Persada, Jakarta

Adi, Rianto. 2007.Metode Penelitian Sosial dan Hukum. Granit, Jakarta. Hadjon, Philipus M. 2005.Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2008.Metode Penelitian Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Mukhtasor. 2007.Pencemaran Pesisir dan Laut.PT Pradnya Paramita, Jakarta. Nurmayani. 2009.Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung, Bandar

Lampung.

Nontji, A. 2002.Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Djambatan, Jakarta.

Ria, Marhawni. 2008.Hukum Perikanan Nasional. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Ridwan, H. R. 2002.Hukum Administrasi Negara. UII Press, Yogyakarta Sunarno, Siswanto. 2006.Hukum Pemerintahan Daerah. Sinar Grafika, Jakarta Satria, Arif. 2009.Ekologi Politik Nelayan. PT Lkis Aksara, Jakarta

Soekanto, Soerjono. 2003.Sosiologi Suatu Pengantar.Rajawali Pers, Jakarta. Thombang siahaan, Nommt Horas. 2004.Hukum Lingkungan dan Ekologi

Pembangunan. Erlangga, Jakarta

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


(6)

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan tentang Kelautan dan Perikanan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu