2.6.2. Batu Empedu Pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-
kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.
3,29
Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu yang sukar larut dalam air,
pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.
22,30
2.6.3. Batu Empedu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai ±80 dan terdiri atas kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan
sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.
3,29
2.7. Patogenesis
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam
empedu.
1
Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian
disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.
31,32
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu supersaturasi,
Universitas Sumatera Utara
kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.
1
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu
yang sangat jenuh dengan kolesterol.
2
Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan
menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu.
4,19
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.
2
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu yang sukar larut dalam air, dan pengendapan garam bilirubin
kalsium.
22
Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah.
15
Gambar 2.1. Batu empedu dalam kandung empedu dan saluran empedu
33
Keterangan Gambar:
1 2
Universitas Sumatera Utara
1. Kandung empedu 2. Saluran Empedu
2.8. Epidemiologi
2.8.1. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang
Di negara barat, batu empedu mengenai 10 orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara
Amerika Latin 20 hingga 40 dan rendah di negara Asia 3 hingga 4. Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti ditunjukkan oleh
statistik AS ini: a. Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total
beratnya beberapa ton. b. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun,
dengan dua pertiganya menjalani pembedahan
1
Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchi
kamakoti Child trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43 0,3 terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua
ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan 56 batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak 95,3 dengan gejala asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala
Gustawan, 2007.
34
Universitas Sumatera Utara
2.8.2. Distribusi dan frekuensi kolelitiasis berdasarkan tempat
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan
pada anak-anak jarang.
35
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada
pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 wanita dan 8 pria.
15
Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3 yang menderita kolelitiasis.
36
Sekitar 20 dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang
mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 . Pada orang-orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80.
37
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu
empedu tidak mempunyai keluhan.
13
2.8.3. Faktor risiko
Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu: a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
1,38
Di Amerika Serikat, 20 wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu.
39
Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
a.1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
Universitas Sumatera Utara
a.2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.
a.3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
40
b. Jenis Kelamin Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu.
41,42
Hingga dekade ke-6, 20 wanita dan 10 pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun
umumnya selalu pada wanita.
43
c. Berat badan BMI. Orang dengan Body Mass Index BMI tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya
BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi pengosongan kandung
empedu.
1,42
d. Makanan. Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan
komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama
kelamaan menjadi batu.
44
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
42
Universitas Sumatera Utara
e. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.
42
2.9. Pencegahan Kolelitiasis
2.9.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang sehat yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang
dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi adalah dengan menjaga kebersihan makanan untuk mencegah infeksi, misalnya
S.Thyposa, menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh, meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan serat makanan lain yang akan
mengikat sebagian kecil empedu di usus sehingga menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di kandung empedu , minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk menjaga
kadar air yang tepat dari cairan empedu.
45,46
2.9.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap penderita kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kolelitiasis agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan non bedah ataupun bedah.
Penanggulangan non bedah yaitu disolusi medis, ERCP, dan ESWL. Penanggulangan dengan bedah disebut kolesistektomi.
45,47
Universitas Sumatera Utara
a. Penanggulangan non bedah a.1. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya 20mm dan batu kurang dari 4
batu, fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
8
a.2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography ERCP