Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter dengan Stres Kerja pada Anggota Batalyon Infantri 512 TNI AD

Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter dengan Stres Kerja
pada Anggota Batalyon Infantri 512 TNI AD

SKRIPSI

Oleh:
Fenny Febriyanti
201210230311395

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter dengan Stres Kerja
pada Anggota Batalyon Infantri 512 TNI AD

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi


Oleh:
Fenny Febriyanti
201210230311395

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi
:Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter Dengan
Stres Kerja Pada Anggota Batalyon Infantri 512 TNI AD
2. Nama Peneliti
: Fenny Febriyanti
3. NIM
: 201210230311395
4. Fakultas
: Psikologi
5. Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang
6. Waktu Penelitian
: 01 Maret – 31 Maret 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 29 April 2016

Dewan penguji
Ketua Penguji

: Dr. DiahKarmiyati, M.Si

Anggota Penguji

: 1. Dr. NidaHasanati, M.Si
2. Zainul Anwar, S.Psi, M.Psi
3. Adyatman Prabowo, S.Psi, M.Psi

Pembimbing I

Pembimbing II


Dr. DiahKarmiyati, M.Si

Dr. NidaHasanati, M.Si

Malang,
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Dra. Tri Dayakisni, M.Si.

i

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama

: Fenny Febriyanti


NIM

: 201210230311395

Fakultas

: Psikologi

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/ karya ilmiah yang berjudul :
Hubungan Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter Dengan Stres Kerja Pada
Anggota Batalyon Infantri 512 TNI AD.
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian atau keseluruhan kecuali dalam bentuk
kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil skripsi/ karya ilmiah dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak bebas
royalti non-eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.


Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini
tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui,

Malang, 20 April 2016

Ketua Program Studi

Yang Menyatakan

Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si

Fenny Febriyanti

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberi atas rahmat dan hidayahNya, tak lupa Shalawat penulis haturkan kepada nabi junjungan umat Islam, Rasulullah

SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang mulia sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter
Dengan Stres Kerja Pada Anggota Batalyon Infantri 512 TNI AD” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari segala bimbingan yang bermanfaat dari berbagai
pihak yang diterima oleh penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.

Dra. Tri Dayakisni, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang.

2.

Ibu Dr. Diah Karmiyati, M.Si dan Ibu Dr. Nida Hasanati, M.Si, selaku dosen
pembimbing I dan II yang telah memberikan banyak inspirasi, banyak meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan bermanfaat
sehingga penulis dapat menyempurnakan penelitian ini dengan maksimal.

3.


Ibu Siti Maimunah, S.Psi, MM, MA selaku dosen wali yang telah memberi dukungan dan
serta arahan kepada penulis selama penulis mengikuti kegiatan perkuliahan.

4.

Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.

5.

Kepala Batalyon Infantri 512 TNI Angkatan Darat yang telah memberikanizin untuk
melakukan pengambilan data dan Bapak Lettu Inf Budi Sutrisno selaku pendamping saat
pengambilan data penelitian

6.

H. Suaeb, S.Sos dan Hj. Aminah, selaku orang tuajuga M. Fauzi Ardiansyah, ST kakak
yang selalu mengingatkan, serta sumber motivasi penulis atas segala doa, kasih sayang,
perhatian dan dukungan tiada henti yang diberikan kepada penulis hingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

7.

Rekan-rekan psikologi G 2012 khususnya RahimiaNurjannah, Tirarahayu, Yulia Nada,
Atur Nanda, Nino Dwi, yunairisya, Izza Amalia, Saufan dan Amfaizalk yang selalu
mendukung dan memberikan bantuan serta solidaritas dan yang selama ini telah banyak
memberikan pelajaran, pengalaman serta bantuan kepada penulis.
iii

8.

Mughny Ilman Wali Rusdi, La Ode Ghifari Temu, Reski Fazrian dan Kahvegy Endit
yang telah menjadi saudara, rekan dan sahabat penulis selama merantau di Kota Malang.

9.

Rekan-rekan Basket

Psikologi


khususnya

Syafiruddin

Allamh, S.Ikom,

Yadi

Hardiansyah, S.Psi, Elita Akashi, Devi Prihasti yang telah banyak memberikan semangat
serta bantuan kepada penulis.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan
bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan yang
telah diberikan kepada penulis. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Meski demikian, penulis berharap semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 26 Maret 2016
Penulis


Fenny Febriyanti

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................................

i

SURAT PERNYATAAN ..................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… .

iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................


v

DAFTAR TABEL ..............................................................................................................

vii

DAFTAR LAMP ...............................................................................................................

viii

ABSTRAK..........................................................................................................................

1

PENDAHULUAN ..............................................................................................................
Latar Belakang Masalah ............................................................................................ .........

2

LANDASAN TEORI
Gaya Kepemimpinan Otoriter ....................................................................... .........

5

Ciri-Ciri Gaya KepemimpinanOtoriter ......................................................... .........

5

Persepsi Tentang Gaya Kepemimpinan Otoriter ........................................... .........

6

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ................................................ .........

6

Stres Kerja ..................................................................................................... .........

7

Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja ............................................................. .........

8

Aspek dan Gejala Stres Kerja........................................................................ .........

8

Dampak Stres Kerja ...................................................................................... .........

8

HubunganPersepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter dengan Stres Kerja ......... .........

9

HIPOTESA 10
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian .................................................................................... .........

11

Subjek Penelitian ........................................................................................... .........

11

Variabel dan Instrumen Penelitian ................................................................ .........

11

Prosedur dan Analisa Data ............................................................................ .........

13

HASIL PENELITIAN ............................................................................................. .........

14

v

DISKUSI .................................................................................................................. .........

16

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ....................................................................... .........

18

REFERENSI ............................................................................................................ .........

19

vi

DAFTAR TABEL
Tabel 1.IndeksValiditasAlatUkurPenelitian .................................................................... 12
Tabel 2.Indeks reliabilitas Alat Ukur Penelitian ............................................................. 12
Tabel 3.Rincian Penyebaran Subjek Berdasarkan Kesatuan ........................................... 14
Tabel 4.Deskripsikarakteristik......................................................................................... 14
Tabel 5.KlasifikasiPersepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter ............................................ 15
Tabel 6.KlasifikasiStresKerja ………............................................................................. 15
Hasil Uji Korelasi Pearson – Product Moment .............................................................. 16

vii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1
Blue Print SkalaPersepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter dan Stres Kerja ....................... 21
LAMPIRAN 2
Skala Try Out Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter dan Stres Kerja.......................... 26
LAMPIRAN 3
Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas Persepsi Skala Gaya Kepemimpinan Otoriter
danStresKerja .................................................................................................................. 34
LAMPIRAN 4
SkalaTurun Lapang Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter dan Stres Kerja................. 37
LAMPIRAN 5
Tabulasi Data................................................................................................................... 44
LAMPIRAN 6
Hasil Analisis Pearson – Product Moment.....................................................................59

viii

HUBUNGAN PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN OTORITER DENGAN STRESS
KERJA PADA ANGGOTA BATALYON INFANTRI 512 TNI AD
Fenny Febriyanti
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Fennyfebri94@yahoo.com
Stres kerja merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami ketegangan karena adanya
keadaan yang mempengaruhi dirinya. Keadaan-keadaan ini berasal dari individu sendiri ataupun
dari lingkungan pekerjaannya. Persepsi gaya kepemimpinan otoriter merupakan penafsiran atau
penilaian karyawan terhadap kekuasaan penuh pemimpin, pembagian wewenang serta hubungan
atasan dan bawahan. adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan persepsi gaya
kepemimpinan otoriter dengan dengan stres kerja pada Anggota Batalyon Infantri 512 TNI AD.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional
dengan subjek 205 orang. Hasil penelitian menunjukan jika ada hubungan positif yang signifikan
antara persepsi gaya kepemimpinan otoriter dengan stres kerja (r = 0,238; p = 0,001). Jadi,
semakin tinggi mempersepsikan gaya kepemimpinan otoriter atasan, maka semakin tinggi stres
kerja yang akan dialami, begitupun sebaliknya. Persepsi gaya kepemimpinan otoriter
mempengaruhi stress kerja sebesar 5,6 % (r2 = 0,056).
Kata Kunci: Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter, Stres Kerja
Job stress is a condition in which individuals experience tension because of a circumstances that
affected him. These circumstances come fromthemselves or their working environment.
Perception on authoritarian leadership style is the interpretation or employee assessment about
the full power of leader, the division of authority along with relationship on percepstion
authoritarian leadership style by job stress of 512 Infantry Battalion army members. The method
used in this study is a quantitative correlation with the subject of 205 people. The results show
that, there is a significant positive relationship between the perception of an authoritarian
leadership style with work stress (r = 0.238; p = 0.001). so, higher perception on leader
authoritarian leadership style, make job stress higher which will be experienced later, and
conversely. Authoritarian Leadership Style Perception affects the job stress of 5.6% (r 2 = 0.056).

Keyword: Authoration Leadership Style, Job Stress

1

Dewasa ini dalam dunia kerja, stres menjadi salah satu masalah penting terkait pengaruhnya
dengan produktivitas kerja karyawan ataupun anggota dalam sebuah organisasi. Dengan tingkat
tekanan dan tuntutan yang berbeda-beda, kecenderungan timbulnya stress pada setiap individu
tersebut meningkat sesuai dengan kepribadian masing-masing individu tersebut. Pada data yang
diperoleh dari The American Institute of Stress dalam penelitiannya di Amerika Serikat pada
tahun 2006 menunjukkan bahwa stres yang timbul akibat beban kerja merupakan 46 % jawaban
yang diberikan oleh respondennya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lingkungan
kerja yang dalam hal ini beban kerja merupakan penyumbang terbesar sumber stres jika
dibandingkan dengan permasalahan sosial sebesar 28 %, permasalahan individu 20 % serta
keamanan kerja yang hanya 6 %. Rentannya dunia kerja terhadap timbulnya stres lebih
disebabkan karena besarnya harapan dunia kerja bisa menjamin keberlangsungan hidup pekerja
tersebut.
Menurut penelitian Randall Schuller, stres yang dihadapi pekerja akan sangat berhubungan
dengan prestasi kerjanya, peningkatan ketidak-hadiran kerja dan cenderung berpeluang
mengalami kecelakaan kerja. Demikian pula, jika banyak diantara tenaga kerja di dalam
organisasi yang mengalami stres kerja maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan
terganggu (Retnaningtyas, dalam Widiana 2011). Demikian pula dengan organisasi militer akibat
yang ditimbulkannya oleh Tanielian dkk (2008) menyebutnya sebagai invisible wound (luka
yang tidak terlihat). Invisible wound tersebut akan mengakibatkan gangguan kesehatan mental
kepada prajurit diantaranya post-traumatic stress disorder (PSTD), gangguan kecemasan atau
depresi.
Penelitian yang dilakukan oleh WHO menyimpulkan bahwa pada dasarnya, kondisi dunia kerja
yang baik adalah dimana tekanan yang ada di dalam pekerjaan berbanding lurus dengan
kenyamanan dan kemampuan yang dimiliki oleh pekerja. Kondisi tersebut harus mampu
menjamin keahlian mereka dapat dipergunakan, jumlah pekerjaan yang diluar batas kemampuan
manusia serta tunjangan karir yang dapat meningkatkan produktifitas mereka (WHO,2008).
Tekanan pekerjaan dalam dunia kerja merupakan hal yang tidak dapat dihindari mengingat
tingginya tingkat persaingan untuk mendapatkan tujuan dari organisasi tersebut. Namun yang
menjadi kendala adalah jika tantangan tersebut tidak mampu dikelola dengan baik menurut
kebutuhan dan porsi masing-masing individu maka hal tersebut dapat menjadi stres. Stres yang
dialami oleh pekerja dapat membawa dampak buruk bagi aktualisasinya dalam kehidupan sosial
serta kapabilitasnya dalam produktifitas kerja. Secara umum stress dimaknai sebagai suatu
tekanan yang merupakan akibat dari adanya gangguan baik dari kejadian eksternal maupun
internal.
Riset lain yang dilakukan oleh Career Cast, merilis data peringkat pekerjaan dengan tingkat
stress tertinggi yaitu beberapa diantaranya pemadam kebakaran, pilot dan anggota militer
(kompas, 2015). Dari penelitian dan riset tersebut dapat disimpulkan bahwa didalam organisasi
militer, rentan timbulnya stres dikarenakan oleh banyak faktor, diantaranya yaitu karena pola
kerja ketat yang diterapkan didalam organisasi militer tersebut. Tidak hanya itu, ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dengan kapabilitas individu yang disertai dengan
karakteristik individu sangat mempengaruhi kemampuan individu menanggapi stres.
Tantangan dan tuntutan yang harus dipenuhi oleh prajurit TNI dapat menimbulkan rasa tertekan
pada prajurit, ketidakmampuan seseorang dalam menjawab tuntutan tersebut sangat mungkin
menjadi pemicu timbulnya stres kerja. Sehingga akibat dari stres itu sendiri akan mengakibatkan
2

produktivitas kerja yang menurun (Kirkcaldy, dalam Wijono, 2006). Hal ini yang mendasari
penting melakukan penelitian tentang stres kerja, agar dapat diketahui bagaimana stres kerja itu
mempengaruhi kinerja anggota agar dapat dilakukan penanganan mengenai bagaimana
mengatasi stres kerja itu sendiri. Ubaidillah (dalam Arisuna, 2008) menyimpulkan bahwa stres
kerja adalah keadaan dimana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang belum atau
bahkan tidak bisa dijangkau oleh kemampuannya.
Bukan hanya itu, stres kerja juga dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya yaitu gaya
kepemimpinan pemimpin ditempat kerja. Salah satu gaya kepemimpinan ini adalah otoriter.
Kartono (1986) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan
yang ditandai dengan ciri-ciri sikap pemimpin yang kaku dan keras dalam menerapkan
peraturan-peraturan maupun disiplin, bersikap memaksa dengan selalu menuntut kepatuhan
karyawannya agar bertingkah laku seperti yang diinginkan oleh pemimpinnya. Sikap pemimpin
yang bergaya kepemimpinan otoriter adalah melakukan hal yang dianggap terbaik oleh mereka
sendiri, diantarannya adalah dengan hukuman, sikap ini dapat menimbulkan ketegangan dan
ketidaknyamanan anggota sehingga memungkinkan adanya tekanan yang dialami oleh anggota
didalam organisasi tersebut.
Beberapa permasalahan stres kerja yang dialami oleh anggota TNI AD seperti wawancara yang
dilakukan peneliti dengan salah satu komandan di yonif 512 menyatakan bahwa semua anggota
TNI wajib memenuhi tanggung jawab pekerjaanya sesuai dengan apa yang diperintahkan dan
diinstruksikan oleh pimpinannya. Karena apabila mereka tidak memenuhi perintah pimpinan
ataupun atasannya didalam menjalankan tugasnya maka mereka akan dikenakan teguran bahkan
sanksi sesuai dengan kesalahan yang mereka lakukan. Sanksi yang diberikan sesuai dengan pasal
yang ditetapkan oleh TNI sendiri yang menjadi organisasi yang paling berwenang. Permasalahan
ataupun kondisi ini yang memungkinkan terjadinya stress kerja yang dialami oleh anggota
organisasi TNI itu sendiri (Senin, 15 Februari 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Nugrahawan (2010) menemukan bahwa ada hubungan positif
yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan tekanan kerja
ditunjukan nilai r=0,417; p=0.000. Semakin tinggi persepsi terhadap kepemimpinan otoriter
maka akan semakin tinggi pula tekanan kerja. Sebaliknya semakin rendah persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter maka akan semakin rendah tekanan kerja. Kesimpulan penelitian ini
menyatakan ada hubungan yang sangat signifikan antara hubungan persepsi terhadap gaya
kepemimpinan otoriter dengan tekanan kerja pada karyawan.
Skogstad dan Einarsen dan Anna Nyberg dkk (dalam Kavanagh, 2005) menemukan korelasi
positif antara gaya kepemimpinan dan kepuasan bawahan, komitmen organisasi dan kompetensi
evaluasi pemimpin tersebut. Penelitian lain juga memberikan hasil serupa diantaranya oleh
Chiok Foong Loke dan Anna Nyberg dkk (dalam Kavanagh, 2005) yang menyatakan 29 %
kepuasan kerja ditentukan oleh gaya kepemimpinan. Berdasarkan tulisan tersebut maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa salah satu faktor yang menimbulkan stress dalam lingkungan kerja
adalah sikap kerja pimpinannya atau gaya kepemimpinan yang diterapkan. Dalam beberapa
kasus, ada individu yang terbiasa dan mampu beradaptasi dengan cara kerja yang disiplin dan
merasa cocok dengan perlakuan pimpinan yang demikian tetapi ada juga yang tidak terbiasa
dengan sikap pemimpinannya yang terlalu keras dan disiplin. Kultur kepemimpinan seperti ini
ditunjukkan oleh pemimpin yang bergaya otoriter. Menurut Gilles (2005) gaya kepemimpinan
otoriter merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan pekerjaan, menggunakan
kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin, pemimpin menentukan semua tujuan yang
3

akan dicapai untuk pengambilan keputusan dan informasi yang diberikan kepada bawahan hanya
pada kepentingan tugas.
Gaya kepemimpinan juga mempunyai pengaruh terhadap stres kerja sesuai dengan penelitian
Aini (2003) dengan hasil analisis data mendapatkan kesimpulan bahwa ada korelasi yang sangat
signifikan antara gaya kepemimpinan otoriter terhadap stress kerja karyawan berkepribadian tipe
A pada karyawan cabang pegadaian di Malang dengan taraf signifikansi 5%. Dari penelitian ini
tampak bahwa karyawan menilai gaya kepemimpinan manager mereka otoriter tetapi dalam taraf
rata-rata sedang yakni sebesar 44,5%. Distribusi gaya kepemimpinan menunjukan bahwa
sebagian besar karyawan di perum pegadaian cabang X dan cabang Y mempersepsikan gaya
kepemimpinan manager adalah otoriter sedang. Dari sini dapat dilihat bahwa adanya hubungan
yang sangat signifikan dan positif antara gaya kepemimpinan dengan stres kerja karyawan. Hal
ini berarti semakin otoriter seseorang dalam memimpin, maka stres kerja karyawan semakin
tinggi.
Stres menjadi sangat rentan menghinggapi karyawan atau anggota dari sebuah organisasi oleh
karena itu gaya kepemimpinan akan mempengaruhi kemampuan manajerialnya terhadap stress.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2010), penelitian yang dilakukannya di BPR
Jepara Artha dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gaya kepemimpian berkaitan erat
dengan kinerja karyawan atau dalam hal ini anggota organisasi tersebut serta stres kerja dapat
berpengaruh negatif dengan kinerja karyawan.
Atas dasar pemahaman di atas, penelitian ini menggunakan anggota Batalyon Infantri 512 TNI
AD sebagai subjek penelitian yang akan diteliti. Alasannya didalam hal stres kerja, peneliti
sangat menyadari akan pendidikan militer yang dilakukan oleh seorang calon pasukan khusus
dikarenakan mereka dipersiapkan dan dituntut oleh pimpinan dan organisasi untuk siap dalam
menghadapi medan pekerjaan yang akan mereka lakukan dan juga mereka harus melakukan
semua pekerjaan atas dasar intruksi dari atasan dan apabila anggota TNI melanggar peraturan
ataupun intruksi dari atasan maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan kesalhan yang dilakukan.
Sehingga itu akan menjadi faktor hadirnya tekanan ataupun stres kerja dalam dunia militer.
Berdasarkan uraian fenomena diatas maka rumusan masalah didalam penelitian yang akan
dilakukan ini adalah, apakah ada hubungan persepsi gaya kepemimpian otoriter dengan stres
kerja pada anggota Batalyon Infantri 512 TNI AD. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan persepsi gaya kepemimpinan otoriter dengan stres kerja pada
anggota Batalyon Infantri 512 TNI AD. Sehingga manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya pengetahuan dan memberikan sumbangan ilmiah dalam penerapan ilmu psikologi
terutama dibidang Psikologi Industri dan Organisasi terutama mengenai persepsi gaya
kepemimpinan otoriter dan stres kerja, selain itu untuk anggota TNI diharapkan dapat
memberikan informasi tentang hubungan persepsi gaya kepemimpinan otoriter dengan stres kerja
pada karyawan, sehingga anggota TNI dapat mengendalikan stres kerja yang dirasakan dengan
cara mengembangkan persepsi yang positif terhadap pola kepemimpinan yang diterapkan.
Manfaat bagi organisasi militer khususnya Batalyon Infantri 512 TNI AD hasil penelitian ini
diharapkan memberikan informasi mengenai keterkaitan antara gaya kepemimpinan dan stres
kerja sehingga Batalyon Infantri 512 TNI AD diharapkan dapat membantu memberikan solusi
yang tepat bagi anggotanya yang mengalami permasalahan terutama permasalahan stres yang
diakibatkan persepsi anggota terhadap gaya kepemimpinan otoriter atasannya.

4

Gaya Kepemimpinan Otoriter
Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang memberikan perhatian maksimum
pada tugas dan perhatian minimum pada hubungan atasan bawahan. Pemimpin tipe ini tidak
percaya pada orang lain, tidak menyenangkan dan hanya tertarik pada tugas jangka pendek
(Luthans,2006). Lebih ringkasnya Thoha (1999) mendefinisikan gaya kepemimpinan otoriter
adalah gaya kepemimpinan yang memberikan perhatian yang maksimal terhadap tugas dan
minimum terhadap hubungan kerja.
Kepemimpinan otoriter disebut juga kepemimpinan direktif atau diktator. Pemimpin memberikan
instruksi kepada bawahan, menjelaskan apa yang harus dikerjakan, selanjutnya karyawan
menjalankan tugasnya sesuai dengan yang diperintahkan oleh atasan. Gaya kepemimpinan ini
menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan
strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi. Dilihat dari segi
persepsinya, seorang pemimpin yang otoriter adalah seseorang yang sangat egois. Egoismenya
yang sangat besar akan mendorongnya memutarbalikan kenyataan yang sebenarnya sehingga
sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai kenyataan. Dengan egoism
yang besar demikian, seorang pemimpin yang otoriter melihat perannya sebagai sumber segala
sesuatu dalam kehidupan organisasi (Siagian,1999).
Gaya kepemimpinan otoriter menurut Nawawi dan Hadari (2000) adalah pemimpin memandang
dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan dengan bawahannya. Penerapan gaya
kepemimpinan otoriter dapat mendatangkan keuntungan antara lain berupa kecepatan serta
ketegasan dalam pembuatan keputusan dan bertindak sehingga untuk sementara mungkin
produktivitas dapat naik. Tetapi penerapan gaya kepemimpinan otoriter dapat menimbulkan
kerugian antara lain suasana kaku, tegang mencekam, menakutkan sehingga dapat berakibat
timbulnya ketidakpuasan. Dalam hal ini, penerapan kepemimpinan otoriter ternyata
mengakibatkan rusaknya moral, peniadaan inisiatif, menimbulkan permusuhan, keluhan, absen,
pindah kerja dan ketidakpuasan.
Jadi, gaya kepemimpinan otoriter merupakan seorang pemimpin yang memegang penuh
kepemimpinannya dan semua kegiatan perusahaan atau organisasi berpusat penuh pada
pemimpin dan sepenuhnya pengambilan keputusan berpusat pada pemimpin.
Ciri-Ciri Gaya kepemimpinan Otoriter
Siagian (1999) menjelaskan ciri-ciri dari gaya kepemimpinan otoriter yaitu: (1) Pemberian
instruksi, bawahan menilai bahwa dalam hal melaksanakan tugas merupakan kegiatan yang
penting dan harus dilakukan, sehingga dalam pelaksanaan tugas seorang pemimpin harus
member instruksi-instruksi kepada bawahannya agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik,
(2) Pengawasan, seorang bawahan selalu menilai bahwa pelaksaan tugas tidak boleh keliru atau
salah dari instruksi yang diberikan, karena atasan selalu mengontrol kerja mereka dengan ketat.
Sanksi atau hukuman diberikan kepada bawahan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
tanpa membuat kekeliruan ataupun kesalahan, (3) Kebebasan berinisiatif, bawahan menilai
inisiatif dan kreativitas mereka dimatikan karena dipandang akan menyimpang dari instruksi
yang diberikan atasan, (4) Hubungan pimpinan-bawahan, pimpinan menilai bahwa atasan kurang
memperhatikan hubungan dengan bawahan baik antara atasan dengan bawahan maupun sesama
bawahan, (5) Kepercayaan pada orang lain, bawahan menganggap bahwa atasan kurang dapat
mempercayai orang lain termasuk anggota kelompoknya ataupun organisasinya.

5

Nawawi dan Hadari (2000) menjabarkan gaya kepemimpinan otoriter yaitu: (1) Pelaksanaan
tugas merupakan kegiatan terpenting. Untuk itu orang-orang yang dipimpin harus diberi
instruksi-instruksi agar melaksanakan tugasnya, (2) Pelaksanaan tugas tidak boleh keliru salah
satu menyimpang dari instruksi. Oleh karena itu harus dikontrol secara tepat. Sanksi atau
hukuman dijadikan alat agar orang-orang yang dipimpin berusaha melaksanakan tugasnya tanpa
membuat kekeliruan, kesalahan, dan penyimpangan, (3) Inisiatif dan kreativitas orang-orang
yang dipimpin dimatikan karena dipandang akan menyimpang dari instruksi, (4) Kurang
memperhatikan hubungan manusiawi, baik antara pemimpin dengan orang yang dipimpin
maupun sesama orang-orang yang dipimpin, (5) Kurang mempercayai orang lain, termasuk
anggota kelompoknya/organisasinya.
Anoraga (2000) juga menjabarkan aspek-aspek dari gaya kepemimpinan otoriter, yaitu: (1)
wewenang mutlak berpusat pada pemimpin, (2) keputusan selalu dibuat oleh pimpinan, (3)
kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan, (4) komunikasi berlangsung dalam satu arah dari
pimpinan kepada bawahan, (5) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau
kegiatan para bawahan dilakukan secara ketat, (6) Prasangka harus selalu datang dari pimpinan,
(7) tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan, atau pendapat, (8)
Tugas-tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif, (9) Lebih banyak kritik dari pada pujian,
(10) Pemimpin menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat, (11) Pimpinan menuntut
kesetiaan mutlak tanpa syarat, (12) Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman, (13)
Kasar dalam bertindak, (14) Kaku dalam bersikap, (15) Tanggung jawab keberhasilan organisasi
hanya ditanggung oleh pimpinan.
Persepsi Tentang Gaya Kepemimpinan Otoriter
Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam
memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan dan penciuman. Kunci utama memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan
bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya
pencatatan yang benar terhadap situasi (Thoha, 1999).
Persepsi juga meliputi kognisi (pengetahuan) jadi, persepsi menyangkut penafsiran objek, tanda
dari sudut pengalaman orang yang bersangkutan. Krech (Thoha,1999) berpendapat bahwa
persepsi adalah suatu proses kognitif yang kompleks dan menghasilkan suatu gambar unik
tentang kenyataan. Robbins (1996) mengartikan persepsi adalah suatu proses dimana individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra-indra mereka agar memberikan makna bagi
lingkungan mereka. Dengan kata lain persepsi adalah pengorganisasian stimulus, penterjemahan
atau penafsiran stimulus yang mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap (Gibson, 2000)
Persepsi karyawan tentang gaya kepemimpinan otoriter atasan adalah penafsiran atau penilaian
keryawan ataupun anggota terhadap kekuasaan penuh pemimpin, pembagian wewenang serta
hubungan atasan dan bawahan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Banyak hal yang menyebabkan atau yang mempengaruhi persepsi. Seperti yang dijelaskan oleh
Robbins (1996) ia mengklasifikasikan tiga faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu: (1)Pelaku
Persepsi. Bila seorang individu memandang pada suatu target dan mencoba menafsirkan apa
yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik pribadi dari
pelaku persepsi individual itu. Diantara karakteristik pribadi yang telah relevan mempengaruhi
6

persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan pengharapan,
(2) Target. Karakteristik-karakteristik dalam target yang akan diamati apa yang akan
dipersepsikan. Gerakan, bunyi, ukuran dan atribut-atribut lain dari target membentuk cara kita
memandangnya, (3) Situasi. Adalah penting konteks dimana kita melihat objek-objek atau
peristiwa-peristiwa. Unsur-unsur dalam lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi-persepsi kita.
Tetapi Andreason dan Kenneth (dalam Hartini, 1995) berpendapat bahwa persepsi dipengaruhi
oleh 2 faktor, yaitu: (1) Faktor Personal. Secara personal persepsi bersifat selektif, yang
menentukan persepsi bukanlah bentuk atau jenis stimulus yang hadir melainkan ditentukan oleh
karakteristik subjek yang merespon kehadiran stimulus yang diperhatikan secara sadar. Stimulus
boleh jadi sama bentuk dan jenisnya, tetapi persepsi subjek yang melihatnya bisa berbeda-beda.
Jadi selektivitas persepsi maksudnya objek stimulus yang mendapat tekanan cenderung objek
yang dapat memenuhi tujuan subjek yang mempersepsinya. Berdasarkan hasil penelitian, telah
terbukti bahwa pengalaman akan mempengaruhi kecermatan persepsi, (2) Faktor Struktural.
Medan perseptual dan kognitif seseorang selalu diorganisasikan dan diberi arti. Individu
mengorganisasikan stimulus dengan melihat konteksnya. Jika stimulus yang diterima tidak
lengkap, individu akan melengkapi dan menginterpretasikan secara konsisten dengan stimulus
yang dipersepsi. Sehubungan dengan konteks, disini mengandung pengertian bahwa perseptual
dan kognitif dari struktur tertentu ditentukan oleh sifat struktur secara keseluruhan.
Stres Kerja
Stres tidak asing lagi bagi setiap individu didalam kesehariannya. Bahkan hampir semua individu
pernah mengalami stres. Banyak terjadi bahwa stres timbul akibat adanya tekanan-tekanan dari
berbagai sumber sehingga akan mudah mempengaruhi individu dengan cara dan waktu yang
berbeda-beda. Stres dalam pekerjaan dapat diartikan sebagai tekanan yang dirasakan oleh
anggota karena tugas-tugas yang dilakukan tidak dapat dipenuhi dan tuntutan-tuntutan pekerjaan
yang diberikan oleh pemimpin tidak dapat dilaksanakan sehingga stres muncul saat karyawan
tidak mampu memenuhi apa yang seharusnya dilakukan dan diperintahkan.
Menurut Fraser (dalam Anoraga, 1992) mendefinisikan stres kerja merupakan sesuatu yang
muncul setiap kali ada perubahan dalam keseimbangan sebuah kompleksitas antara manusiamesin dan lingkungan. Karena kompleksitas itu merupakan suatu system interaktif, maka stres
yang dihasilkan tersebut ada diantara beberapa komponen system.
Stres kerja adalah situasi ketegangan atau tekanan emosional yang dialami seseorang yang
sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar , hambatan-hambatan, dan adanya kesempatan
yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi , pikiran dan kondisi fisik seseorang dalam
bekerja (Hariandja, 2002)
Menurut Mangkunegara (1993) stres kerja sendiri merupakan suatu perasaan yang menekan atau
rasa tertekan yang dialami karyawan dalam mengahadapi pekerjaannya.
Tetapi Brainer dan Reynolds (dalam Jones, 2001) menyebutkan bahwa sedikit sekali individu
yang memahami bagaimana tentang stres kerja itu, tetapi mereka memahami tentang stres kerja
hanya tentang perubahan emosi yang terjadi ditempat kerja. Sehingga menurut Brainer dan
Reynolds stres kerja adalah perubahan emosi seseorang ditempat kerja.
Dari beberapa pengertian stres kerja diatas dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan suatu
keadaan yang dimana individu mengalami ketegangan karena adanya keadaan yang
mempengaruhi dirinya. Keadaan-keadaan ini dapat berasal dari individu sendiri ataupun dari
7

lingkungan pekerjaanya. Stres juga suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi
oleh perbedaan individu atau proses psikologis sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan,
situasi yang terlalu banyak tuntutan psikologis dan fisik individu.
Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja
Menurut Handoko (2001) kondisi kerja menjadi penyebab stres dapat dikategorikan menjadi dua
yaitu : yang pertama On-the-job stress, penyebab-penyebabnya yaitu: beban kerja yang
berlebihan, tekanan atau desakan waktu, umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang memadai,
wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab, kemenduaan peranan,
frustasi, konflik antar pribadi dan antar kelompok, perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan
karyawan dan berbagai bentuk perubahan. Dan yang kedua Off-the-job stress, penyebabnya
yaitu: kekuatan finansial, masalah-masalah yang baerkaitan dengan anak, masalah-masalah fisik,
masalah-masalah perkawinan, perubahan-perubahan yang terjadi ditempat tinggal, dan masalahmasalah pribadi lainnya.
Sedangkan menurut Robbins (2006) faktor-faktor penyebab stres dapat dibedakan menjadi tiga
kategori yaitu: 1) Faktor Lingkungan yaitu ketidakpastian ekonomi, politik, dan teknologi
seringkali menjadi sumber utama stres pada individu, 2) Faktor Organisasi, disini faktor-faktor
utamanya adalah tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi,
kepemimpinan, dan tahap hidup organisasi itu. stres akan terjadi berkepanjangan apabila faktorfaktor tersebut secara bersamaan muncul dan tidak segera diantisipasi dan diatasi, dan 3) Faktor
Individu, Karakteristik-karakteristik yang dimiliki manusia cukup banyak dan beragam.
Perbedaan itu sebagai konsekuensi dari interaksi dengan lingkungan luar yang masih terkait
dengan keberadaanya. Seperti, masalah keluarga, ekonomi atau kepribadiannya sendiri.
Sehingga dapat dilihat dari uraian diatas bahwa faktor faktor penyebab stres kerja adalah faktor
yang berasal dari pekerjaan itu sendiri (on the job), dari luar pekerjaan (off the job), dan faktor
individu
Aspek dan Gejala Stres Kerja
Menurut Robbins (1998), stres kerja dikategorikan dalam beberapa aspek-aspek stres kerja: 1)
Aspek Fisologis: menyatakan bahwa stres kerja dapat dilihat pada gejala fisiologis. Dalam
gejala fisiologis ini sering ditandai dengan perubahan dalam metabolisme tubuh, meningkatnya
laju detak jantung dan pernafasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan
dapat menyebabkan serangan jantung. 2) Aspek Psikologis: Stres kerja dan gangguan psikologis
merupakan hal yang dapat mempengaruhi kondisi kerja seseorang. Gejala-gejala pada aspek
psikologis jika terjadi stres kerja adalah ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, dan
suka menunda-nunda, gelisah, berkurangnya kemampuan komunikasi yang efektif, mudah bosan
dan tidak puas terhadap pekerjaan, rendahnya harga diri dan hilangnya spontanitas dan
kreativitas 3) Aspek Perilaku: Dalam aspek ini, stres kerja ditandai dengan perubahan perilaku
seseorang. Gejala-gejala tersebut adalah: penundaan pekerjaan, menurunya produktivitas kerja,
penurunan tingkat absensi, juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan
konsumsi alkohol, bicara cepat, dan gangguan tidur.
Dampak Stres Kerja
Menurut Istijanto (2005) dampak stres kerja dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1) Dampak jangka
pendek. Dalam jangka pendek stres yang dibiarkan begitu saja tanpa penanganan serius akan
dapat membuat karyawan tertekan, tidak termotivasi, dan frustasi, sehingga pada gilirannya
8

menyebabkan karyawan tidak bekerja secara optimal yang akhirnya mempengaruhi kinerja
mereka. 2) Dampak jangka panjang. Dalam jangka waktu yang lebih lama atau dalam jangka
panjang, jika karyawan tidak mampu menahan stres kerjanya, maka karyawan tidak mampu lagi
bekerja diperusahaan. Pada tahap yang demikian parah, stres dapat membuat karyawan jatuh
sakit sehingga tidak mampu masuk kerja, atau bahkan karyawan secara aktif dapat
mengundurkan diri.
Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter dengan Stres Kerja
Gaya kepemimpinan otoriter merupakan salah satu gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh
seorang pemimpin, yang dimana pemimpin sebagai pemegang penuh kepemimpinannya dan
semua kegiatan organisasi dan sepenuhnya pengambilan keputusan berpusat penuh pada
pemimpin. Menurut Siagian (1999) seorang pemimpin yang otoriter adalah seseorang yang
sangat egois, sehingga dalam egoismenya yang besar tersebut seorang pemimpin yang otoriter
melihat perannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasi. Seperti halnya di
TNI, TNI merupakan salah satu organisasi militer yang menerapkan gaya kepemimpinan
otoriter, yang dimana seorang pemimpin atau perwira membawahi sejumlah besar pasukan dan
pasukan hanya tunduk kepada pemimpinnya. Karena dimiliter menerapkan gaya kepemimpinan
otoriter sehingga kepemimpinanya memiliki pola Top Down (Heidjrachman,2000) dimana
pemimpin mengeluarkan strateginya tanpa meminta saran dari bawahannya dikarenakan
pemimpin memiliki pemahaman informasi yang dibutuhkannya untuk dijadikan sebuah strategi
dengan perbedaan kemampuan antara pimpinan dan bawahan, ini yang menjadikan pimpinan
tidak memerlukan anjuran bawahan. Berdasarkan pola top down yang diterapkan oleh seorang
pemimpin, maka kepatuhan merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki oleh
seorang anggota militer terhadap pimpinannya. Kepatuhan tersebut adalah hal yang harus
dilakukan untuk mencapai strategi dalam melindungi dan memajukan negara, sehingga hukuman
dan sanksi salah satu metode untuk menumbuhkan kepatuhan pasukan. Adanya hal tersebut, tak
jarang anggota ataupun bawahan mempersepsikan negatif gaya kepemimpinan otoriter yang
diterapkan pimpinannya. Akan tetapi, mereka tetap harus melaksanakan dan patuh terhadap
tugas dan perintah atasan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, walaupun banyak anggota
yang melaksanakan tugasnya dengan sifat yang tertekan dan menyebabkan stres kerja. Sehingga
ada hubungan positif antara persepsi gaya kepemimpinan otoriter dengan stres kerja. Yang mana
jika anggota militer semakin tinggi mempersepsikan gaya kepemimpinan otoriter maka semakin
tinggi juga tingkat stres kerja yang dimilikinya, begitupun sebaliknya. Jika anggota militer
mempersepsikan biasa saja tentang gaya kepemimpinan otoriter yang diterapkan pemimpinnya
maka semakin rendah juga tingkat stres yang dialaminya.

9

Kerangka Berpikir

Anggota Batalyon
Infantri 512 TNI AD

Persepsi Gaya Kepemimpinan
Otoriter

- Anggota menafsirkan atau menilai
bahwa kekuasaan secara penuh
berasal dari pimpinan
- Pembagian wewenang sepenuhnya
dari atasan
- Pengambilan keputusan harus
berasal dari atasan

Persepsi gaya
kepemimpinan
otoriter tinggi maka
stres kerja tinggi

- Anggota selalu berusaha patuh
terhadap permintaan atasan
- Anggota merasa tertekan
- Anggota tidak dapat merubah
keputusan yang dibuat oleh atasan

STRES KERJA

Gambar 1. Kerangkan Berfikir
Hipotesa
Ada hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan otoriter dengan stres kerja pada anggota
Batalyon Infantri 512 TNI AD. Jadi semakin tinggi persepsi gaya kepemimpinan otoriter maka
semakin tinggi pula stres kerja. Begitupun sebaliknya, semakin rendah persepsi gaya
kepemimpinan otoriter maka semakin rendah pula stres kerja.
10

METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
teknik pengumpulan data menggunakan instrument penelitian dan analisis data bersifat
kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan (Sugiyono,
2011)
Desain penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
korelasional karena penelitian ini dapat mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu
faktor-faktor berkaitan dengan faktor-faktor lain yang hendak diteliti berdasarkan koefisien yang
diperoleh (Suryabrata, 1992)
Penggunaan pendekatan kuantitatif korelasional ini dikarenakan peneliti ingin mengetahui
apakah ada hubungan antara variable bebas (X) berupa Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter
dengan Variabel Terikat (Y) berupa Stres Kerja.
Subyek Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, subjek penelitian ini merupakan anggota TNI Angkatan Darat
yang dimana peneliti memfokuskan pada Batalyon Infantri 512 yang bertempat di Rampal –
Malang. Yang dimana karakterisitik subjek penelitian ini yaitu anggota Yonif 512 yang memiliki
atasan langsung.
Dimana populasi dari penelitian ini yaitu keseluruhan anggota atau prajurit Batalyon Infantri 512
yang berjumlah 500 prajurit, dalam artian mereka yang memiliki atasan atau pemimpin langsung
diatas mereka. Untuk penentuan sampel penelitian ini, peneliti mengacu pada tabel Isaac dan
Michael (1981) untuk tingkat kesalahan 1%, 5% dan 10%. Dengan tabel ini peneliti dapat secara
langsung menentukan besaran sampel berdasarkan populasi dan tingkat kesalahan yang
dikehendaki. Sehingga dalam penelitian ini peneliti akan mengambil dengan tingkat kesalahan
5%, dari jumlah populasi sebesar 500 orang anggota sehingga jumlah sampel penelitian yang
digunakan adalah sebanyak 205 orang, diharapkan dengan jumlah ini dapat mewakili penelitian
yang dilakukan.
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan data cluster
random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dan sederhana yang digunakan apabila
karakteristik atau ciri dari anggota populasi sama, yang dimana yang diacak merupakan
kelompok didalam organisasi tersebut. Kelompok yang terpilih merupakan kelompok yang akan
diajdikan sebagai sampel penelitian.
Variabel dan Instrument Penelitian
Variabel merupakan objek yang menjadi titik perhatian dalam pendidikan. Variabel penelitian
dapat berupa apapun juga yang variasinya perlu kita perhatikan agar kita dapat mengambil
kesimpulan mengenai fenomena yang terjadi (Azwar,2000). Cara yang baik untuk
menggolongkan variabel adalah dengan membedakan variable menjadi variabel bebas dan
variable terikat yang dipandang sebagai akibatnya. Sehubungan dengan permasalahan yang
11

dikemukakan maka variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu : (a) Variabel Bebas (X)
: Persepsi Gaya Kepemimpinan Otoriter dan (b) Variabel Terikat (Y) : Stres Kerja
Adapun definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini yaitu Persepsi terhadap gaya
kepemimpinan otoriter merupakan penafsiran atau penilaian keryawan ataupun anggota terhadap
kekuasaan penuh pemimpin, pembagian wewenang serta hubungan atasan dengan bawahan.
Skala persepsi tentang gaya kepemimpinan otoriter, skala ini berfungsi untuk mengukur
bagaimanakah persepsi seorang anggota terhadap gaya kepemimpinan otoriter yang diterapkan
oleh pimpinan atau atasannya. Skala ini merupakan skala adaptasi dari Nisrina (2012), yang
memiliki relibilitas dengan nilai Alpha Cronbach 0,8. Instrument ini terdiri dari 40 item dengan
menggunakan model skala Likert dan skala ini terdiri dari lima aspek yaitu : pemberian instruksi,
pengawasan, kebebasan berinisiatif, hubungan atsan-bawahan dan kepercayaan terhadap orang
lain.
Sedangkan Stres kerja merupakan suatu keadaan yang dimana individu mengalami ketegangan
karena adanya keadaan yang mempengaruhi dirinya, yaitu adanya kondisi tekanan dari
pekerjaannya. Stres kerja ini dapat diukur dengan skala berdasarkan karakteristik dari Robbins
(2006) yang dibuat oleh pemeliti dan disesuaikan dengan subjek penelitian yakni anggota TNI.
Instrument ini terdiri dari 18 item dengan menggunakan model skala Likert dan skala ini terdiri
dari tiga aspek yaitu : diantaranya aspek fisiologis, psikologis dan perilaku.
Berdasarkan hasil try out diperoleh bahwa uji validitas skala persepsi gaya kepemimpinan
otoriter menunjukan dari 40 item yang diujicobakan terdapat 20 item gugur dan 20 item valid,
sehingga item yang valid dapat digunakan penelitian sebanyak 20 item dengan nilai validitas
0,336 – 0,860. Sedangkan skala stres kerja dari 18 item yang diujicobakan terdapat 1 item gugur
dan 17 item valid, sehingga item yang valid dapat digunakan penelitian sebanyak 17 item dengan
nilai validitas 0,311 – 0,812. Adapun detail nilai validitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian
Skala
Skala Persepsi Gaya
Kepemimpinan
Otoriter
Skala Stres Kerja

Jumlah item yang
diujikan
40

Jumlah item yang
valid
20

Indeks validitas

18

17

0,311 – 0,812

0,336 – 0,860

Tabel 2. Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur
Skala Persepsi Gaya
Kepemimpinan Otoriter
Skala Stres Kerja

Alpha
0,937

Keterangan
Reliabel

0,921

Reliabel

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kedua instrument yang digunakan dalam
penelitian ini reliabel jika dibandingkan dengan syarat cronbach alpha diatas 0,06 dan item-item
dalam penelitian ini dapat dikatakan valid jika memiliki korelasi item skor total ≥ 0,03
(Azwar,2000). Dengan demikian skala tersebut dapat digunakan dalam penelitian.
12

Prosedur dan Analisa Data
Secara umum penelitian yang dilakukan ini memiliki tiga prosedur penelitian yaitu sebagi
berikut :
Tahap persiapan diawali dengan menyusun proposal, kemudian membuat instrument penelitian
dan mempersiapkan pelaksanaan try out setelah instrument penelitian berupa skala selesai
disusun dan diadaptasi oleh peneliti. Selanjutnya melaksanakan try out skala kepada 55 subjek
pada Kompi E di Batalyon Infantri 512 pada tanggal 22 Maret 2016 untuk memperoleh validitas
dan reliabilitas dari instrument yang telah disusun.
Pada tahap pelaksanaan diawali dengan pengambilan data kepada Anggota Batalyon Infantri 512
TNI AD. Penyebaran skala dilakukan pada tanggal 31 Maret 2016 kepada Anggota Batalyon
Infantri 512 TNI AD sebanyak 205 subjek dimana satu subjek diberi dua skala sekaligus dan
langsung diisi secara bersamaan yaitu skala persepsi gaya kepemimpinan otoriter sebanyak 20
item dan stres kerja sebanyak 17 item, setelah itu dilakukan skoring hasil pengambilan data.
Pada tahap terakhir adalah melakukan entry data untuk dianalisis. Kemudian melakukan analisa
data dengan menggunakan software perhitungan statistik SPSS versi 21, analisa data digunakan
untuk mengungkap korelasi atau hubungan dari variable yang ada didalam penelitian ini adalah
menggunakan analisa korelasi product moment (Pearson Product Moment Correlation)

13

HASIL PENELITIAN
Deskripsi Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah Anggota Batalyon Infantri 512 TNI AD Rampal – Malang
sebanyak 205 orang anggota TNI AD sebagai berikut:
Tabel 3. Rincian penyebaran subjek berdasarkan kesatuan
Kategori
DANKIMA
KOMPI B
Total

Frekuensi
101
104
205

Presentase
49 %
51 %
205 %

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 205 subjek penelitian dibagi dalam dua kesatuan
TNI AD. Untuk kesatuan DANKIMA sebanyak 101 orang anggota (49%) dan subjek penelitian
pada kesatuan KOMPI B sebanyak 104 orang anggota ( 51%).
Tabel 4. Deskripsi karakteristik

Jenis Kelamin
Usia

Lama Bekerja

Jenjang Kepangkatan

Kategori
Laki-laki
20-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
1-5 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
16 tahun keatas
Prada
Pratu
Praka
Kopda
Serda
Sertu
serka

Frekuensi
205
128
75
2
66
63
59
17
42
33
34
53
21
14
2
4

Presentase
100 %
62 %
37 %
1%
32 %
31 %
29 %
8%
21 %
16 %
17 %
26 %
10 %
7%
1%
2%

Letda

Berdasarkan data penelitian dari penyebaran kuesioner kepada 205 responden yang semuanya
berjenis kelamin laki-laki, diperoleh data bahwa responden Anggota Batalyon infantry 512 TNI
AD dengan rentang usia 20-30 tahun sebanyak 128 anggota (62%), 31-40 tahun sebanyak 75
anggota (37%), dan dengan re