PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL ENGKLEK PAÂ’A DAN SOROK UNTUK MENINGKATKAN KONTROL DIRI PADA ANAK USIA SEKOLAH

(1)

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL

ENGKLEK PA’A

DAN

SOROK

UNTUK MENINGKATKAN KONTROL DIRI PADA ANAK

USIA SEKOLAH

SKRIPSI

Diajukankepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai Salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Mirza Rizki Itsnani

201210230311358

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016


(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi : Pengaruh Permainan Tradisional Engklek Pa’a dan Sorok Untuk Meningkatkan Kontrol Diri pada Anak Usia Sekolah

2. Nama Peneliti : Mirza Rizki Itsnani 3. NIM : 201210230311358 4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu Penelitian :12 November 2015 - 20 Desember 2015

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 28 Januari 2016

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Dr. Iswinarti, M.Si ( )

Anggota Penguji : 1. Siti Maimunah, S.Psi., M.M, M.A ( )

2. Hudaniyah, M.Si ( )

3. Istiqomah, S.Psi., M.Si ( )

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Iswinarti, M.Si Siti Maimunah, S.Psi., M.M, M.A

Malang, Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang


(3)

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Mirza Rizki Itsnani NIM : 201210230311358 Fakultas/Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Menyatakan bahwa skripsi/karya ilimiyah yang berjudul:

Pengaruh Permainan Tradisional Engklek Pa’a dan Sorok Untuk Meningkatkan Kontrol Diri pada Anak Usia Sekolah

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang berlaku.

Malang, 15 Februari 2016

Mengetahui

Ketua Program Studi, Yang menyatakan


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Puji Syukur yang telah melimpahkan Rahmat Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Permainan Tradisional Engklek Pa’a dan Sorok Untuk Meningkatkan Kontrol Diri Pada Anak Usia Sekolah” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam Proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si.,selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dr. Iswinarti, M.Si dan Siti Maimunah, S.Psi., M.M., M.A., selaku pembimbing I dan pembimbing II sekaligus dosen wali yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna , hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si, selaku ketua program studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

4. Kepala Sekolah SD Miftahul Ulum, SD Negeri Tunggulwulung II, dan SD Negeri Merjosari II yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian pada siswa-siswinya. 5. Bapak dan Ibu, Supratikno dan Aida Fitriati yang selalu menyelipkan nama penulis

dalam setiap doa-doanya serta curahan kasih sayang yang tiada tara. Hal ini yang merupakan kekuatan besar penulis sebagai motivasi dalam perkuliahan sampai terselesaikannya skripsi ini.

6. Kakak M. Alfian Ekatantri dan adik M. Zainuri Mukhlisin tercinta yang selalu memberikan dukungan dan rela mengantarkan kemana-mana.

7. Mbah kakung dan Mbah Putri yang selalu menyemangati dan mendoakan demi kelancaran penelitian ini.


(5)

iv

8. Er Amrizal Tabrony yang memberikan semangat, dukungan, serta waktunya untuk menyempatkan sebagai teman curhat, sharring, jalan-jalan, dan lain sebagainya. Terimakasih untuk waktunya selama ini.

9. Keluarga besar TU Psikologi Pak To, Pak Waluyo, Pak Rochamid, Bu. Rima, Bu. Sumirah, dan Bu. Romlah, yang telah memberikan semangat.

10. Rekan Kerja Partime Diana Febi Nurmala, Noratika Ardillasari, Rahimia Nurjannah, Noor Andina, Mbak Juwita Novitasari, Mbak Linda, terimakasih atas canda tawa dan persaudaraanya.

11. Sahabat sekaligus keluarga besar “Rata Air”, Riris Trisetya Kusumaningrum, Dhea Eka Nur Octaviani, Diana Febi Nurmala, dan Noratika Ardillasari, yang selalu menghibur, memberikan motivasi, dan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih untuk 4 tahun yang telah terjalin, semoga bisa terus terjalin selamanya.

12. Teman-teman Laboratorium Psikologi Atur Nanda Pambudi, dan Yunairisya Ayu, terimakasih untuk waktu yang sudah diluangkan sebagai teman sharing.

13. Teman-teman Fakultas Psikologi Khususnya angkatan 2012 kelas G untuk setiap kenangan dan kekeluargaanya selama 4 tahun ini.

14. Teman-teman KKN, Mar’ie Sanny, Nikma, Atik, Ridha, Ivone, Dayat, dan Aik terimakasih untuk hiburanya.

15. Teman-teman seperjuangan skripsi satu dosen pembimbing, Loviana, Alfi, Manda, Syifa, Astrie, Mutie, Shella, Rizky, Dewi Pitriani, Defi, dan Ilham yang selalu saling mensupport dan menyemangati selama proses bimbingan dan penyelesaian skripsi ini. 16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah banyak

memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 15 Februari 2016


(6)

v


(7)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... SURAT PERNYATAAN ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ...

ABSTRAK ... 1

LATAR BELAKANG ... 2

DASAR TEORI ... 5

Kontrol Diri ... 5

Aspek-aspek Kontrol Diri ... 6

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri ... 7

HUBUNGAN ANTARA PERMAINAN ENGKLEK DENGAN KONTROL DIRI ... 9

KERANGKA PENELITIAN ... 11

HIPOTESA ... 11

METODE PENELITIAN ... 11

Rancangan Penelitian ... 11

Subjek Penelitian ... 12

Variabel dan Instrumen Penelitian ... 12

Prosedur Penelitian ... 13

HASIL PENELITIAN ... 14

DISKUSI ... 16


(8)

vii


(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikasi Perkembangan Kontrol Diri Di Dalam Permainan Engklek ... 10

Tabel 2. Rancangan Penelitian ... 12

Tabel 3. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian ... 13

Tabel 4. Indeks Reliability Alat Ukur Penelitian ... 13

Tabel 5. Kategorisasi Subjek ... 14

Tabel 6. Hasil Uji Anva Pretest Keseluruhan Kelompok ... 14

Tabel 7. Uji Paired Sample T-TestKelompok Ekperimen A ... 15

Tabel 8. Uji Paired Sample T-TestKelompok Ekperimen B ... 15

Tabel 9. Uji Paired Sample T-TestKelompok Kontrol ... 15


(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Kontrol Diri ... 22

Lampiran 2. Blue print Skala Kontrol Diri ... 27

Lampiran 3. Tabulasi Data Skor Try Out ... 29

Lampiran 4. Tabulasi Data Skoring ... 32

Lampiran 5. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 37


(11)

1

Pengaruh Permainan Tradisional

Engklek Pa’a

dan

Sorok

Untuk Meningkatkan Kontrol Diri

pada

Anak Usia Sekolah

Mirza Rizki Itsnani

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

mirzaitsnani@gmail.com

Kontrol diri merupakan bentuk kondisi mental yang mempengaruhi pembentukan perilaku lain. Terbentuknya perilaku yang baik, positif dan produktif, keharmonisan hubungan dengan orang lain dipengaruhi oleh kemampuan kontrol diri. Rendahnya kontrol diri pada anak-anak banyak menyebabkan timbulnya berbagai kasus seperti: siswa SD membacok temannya di Depok, anak umur 9, 10, dan 11 tahun mencabuli anak umur 6 dan 4 tahun di Padang, dan kasus yang terjadi baru-baru ini beberapa anak nekat merampok karena butuh uang untuk bermain games online. Permainan tradisional engklek pa’a dan sorok berdasarkan unsur terapiutiknya secara langsung berkaitan erat dengan aspek yang membangun kontrol diri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh permainan tradisional engklek Pa’a dan sorok dalam peningkatan kontrol diri. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen kuasi dengan desain penelitian Mixed Design (between subjek desidn and within subjek design) dan menggunakan model control group pre-test post-test desain. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kontrol diri dengan diberikan perlakuan engklek Pa’a ( p = 0.040, p<0,05). Dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan permainan engklek sorok hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan pada kedua kelompok tersebut (p = 0.138, p>0,05) dan (p = 0.128, p>0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Permainan tradisional engklek pa’a dapat digunakan untuk meningkatkan kontrol diri.

Kata Kunci: Kontol diri, Permainan Tradisional Engklek Pa’a dan Sorok

Self-control is a form of mental condition that affects the formation of other behaviors. The formation of good behavior, positive and productive, harmonious relationship with others is influenced by the ability of self-control. Traditional game of hopscotch pa'a and sorok based terapiutiknya element is directly related to the aspects that build self control. The purpose of this study was to determine the influence of the traditional game of hopscotch Pa'a and sorok in improving self-control. This research is a quasi experimental research design Between Subject Design and model control group pre-test post-test design. The results showed differences in self control with the treatment given engklek Pa'a (p = 0.040, p <0.05). Compared with children who get a hopscotch game sorok the results showed no difference in the two groups (p = 0.138, p> 0.05) and (p = 0128, p> 0.05). Thus, it can be concluded that the traditional hopscotch game pa’acan be used to improve self-control.


(12)

2

Kontrol diri merupakan kemampuan seseorang dalam mengendalikan perilaku mereka guna mencapai tujuan tertentu. Seorang individu dengan kontrol diri yang baik, memahami benar konsekuensi akibat tindakan yang akan mereka lakukan. Dengan kata lain individu dengan kontrol diri yang baik tidak akan bersikap gegabah sehingga dapat merugikan diri mereka sendiri. Lazarus (Hermanto, 2009) menjelaskan bahwa kontrol diri menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitifnya untuk menyatakan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti apa yang dikehendaki.

Kontrol diri merupakan bentuk kondisi mental yang mempengaruhi pembentukan perilaku lain. Terbentuknya perilaku yang baik, positif dan produktif, keharmonisan hubungan dengan orang lain juga dipengaruhi oleh kemampuan kontrol diri. Kebiasaan belajar yang benar, kedisiplinan, perilaku tertib di sekolah dan di masyarakat, perilaku seksual sehat, serta pembentukan kebiasaan hidup lain dipengaruhi oleh kemampuan kontrol diri kontrol diri. Hurlock (1993) mengatakan kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Dengan kata lain semakin baik individu dalam mengelola gejolak emosionalnya semakin baik kemampuan mereka dalam mengendalikan dirinya. Fenomena kenakalan anak di sekolah, tawuran antar pelajar, tawuran antar kampung, pengeroyokan oleh geng tertentu, pencurian dan perampokan yang disertai kekerasan, demonstrasi atau unjuk rasa disertai perusakan sarana umum serta perilaku destruktif lain yang akhir-akhir ini selalu menghiasi pemberitaan di media masa, merupakan salah satu contoh rendahnya kontrol diri seseorang.

Anak sejak usia dini dituntut untuk mempunyai kemampuan kontrol diri yang baik agar dapat berdampingan dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Anak dengan social life skill dapat belajar untuk menghargai perbedaan antar individu sehingga tidak memicu situasi yang tidak diinginkan. Kontrol diri tidak terbentuk secara tiba-tiba, namun merupakan imitasi dan pembiasaan dari lingkungan terdekat anak, sehingga anak tidak memahami kontrol diri secara ekstrim yang dihadapinya dan tidak terbiasa menggunakan cara-cara yang diterima secara sosial.

Pada anak usia 6 sampai 11 tahun, kemampuan anak untuk menahan godaan mulai meningkat. Anak mulai menggunakan berbagai variasi strategi untuk menahan godaan (Berk, 2009). Pengaturan strategi anak dalam menolak godaan menjadi semakin baik selama masa sekolah. Pada masa ini, kontrol diri menjadi sebuah kemampuan fleksibel untuk pembentukan moral self regulation, kemampuan anak untuk memantau perilakunya sendiri yang terus-menerus disesuaikan dengan standart yang ada di dalam dirinya karena banyaknya peluang yang membuatnya untuk melanggar standart tersebut (Berk, 2009).

Salah satu aspek kontrol diri kontrol diri adalah kemampuan mengontrol stimulus. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Kemampuan ini mengandung pengertian bahwa individu memiliki prediksi dari perbuatan yang mereka kerjakan. Salah satu pembelajaran yang dapat mengaplikasikan hal tersebut adalah dengan bermain. Dengan mengikuti sebuah permainan, anak akan belajar untuk merespon stimulus-stimulus berupa peraturan permainan, lawan bermainan dan alat permaianan.

Penelitian yang dilakukan oleh Aisyah (2013) mengungkapkan bahwa bermain bagi anak bukan hanya sekedar bermain, tetapi bermain juga merupakan salah satu bagian dari proses


(13)

3

pembelajaran. Permainan memegang peranan penting bagi manusia terutama bagi perkembangan anak. Selain itu, permainan merupakan salah satu cara bagi anak agar dapat belajar mengendalikan diri terhadap lingkungannya. Menurut Tedjasaputra (2001) melalui kegiatan bermain bersama teman-temannya, egosentrisme anak semakin berkurang, dan secara bertahap berkembang menjadi makhluk sosial yang bergaul dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

Menurut Tedjasaputra (2001) bermain mempunyai fungsi dalam aspek fisik, motorik kasar dan halus, perkembangan sosial, emosi dan kepribadian, kognisi, ketajaman pengindraan, dan mengasah ketrampilan. Selanjutnya dikatakan bahwa guru dan orang tua dapat menggunakan media bermain dalam memberikan pendidikan kepada anak. Kegiatan bermain bersama ini ditandai dengan adanya interaksi dengan orang lain, sehingga anak mampu bekerja sama dalam bermain serta dapat belajar mengendalikan diri. Kemajuan teknologi yang semakin pesat ternyata juga mempengaruhi aktivitas bermain anak (Haerani, 2013). Di sisi lain, pola permainan anak mulai bergeser pada pola permainan modern. Beberapa bentuk permainan yang banyak dilakukan adalah menonton tayangan televisi dan permainan lewat games station dan komputer.

Di zaman yang serba modern ini, anak-anak lebih sering bermain bermain permainan digital seperti video games, Playstation (PS), dan games online. Permainan ini memiliki kesan sebagai permainan modern karena dimainkan menggunakan peralatan yang cangih dengan teknologi yang mutakhir, yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan permainan anak tradisional. Selain itu, permainan digital biasanya banyak tersedia di mall, pada berbagai tempat bermain, yang pada umumnya berada di pusat kota. Sementara permainan tradisional saat ini hanya sering dimainkan oleh anak-anak yang berada di pinggiran kota atau di desa-desa sehingga terkadang kesan yang melekat pada permainan tradisional adalah permainan kampungan yang sudah ketinggalan zaman (Haerani, 2013).

Kesan yang melekat pada permainan ini terkadang membuat anak-anak saat ini lebih memilih untuk bermain permainan digital. Pilihan anak ini juga karena dukungan dari orang tua, yang menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Orang tua tidak lagi memperkenalkan permainan yang dimainkan semasa kecilnya dulu kepada anak-anaknya. Hal ini terjadi juga karena kesan melekat pada permainan tersebut.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Haerani (2013), kesan modern ternyata tidak selamanya berdampak positif. Sifat permainan modern adalah personal, yaitu anak bermain sendiri, tidak berinteraksi sosial dan tidak terlibat emosional dengan teman-temannya, sehingga menyebabkan perkembangan jiwa si anak tidak bisa mengerti perasaan orang lain dan tidak mampu melakukan musyawarah dengan teman lainnya, Suyami (2007). Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, permainan modern berdampak buruk pada anak-anak. Di berbagai media baik cetak maupun elektronik saat ini, marak diberitakan tentang berbagai dampak permainan digital pada anak, khususnya games online.

Kecanduan games pada anak juga sudah disoroti oleh ketua Satgas Perlindungan Anak (PA), M. Ihsan seperti yang diberitakan oleh Tribunnews.com (6/9/2012) mengatakan bahwa persoalan kecanduan anak-anak pada games yang sudah melampaui ambang batas, anak-anak menghabiskan waktunya berjam-jam bermain games tanpa peduli dengan lingkungannya. Di samping itu, materi games bermuatan kekerasan yang berpadu dengan pornografi lebih banyak diminati oleh anak-anak. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya berbagai kasus


(14)

4

seperti: siswa SD membacok temannya di Depok, anak umur 9, 10, dan 11 tahun mencabuli anak umur 6 dan 4 tahun di Padang, dan kasus yang terjadi baru-baru ini beberapa anak nekat merampok karena butuh uang untuk bermain games online.

Di balik banyaknya dampak negatif yang telah ditimbulkan oleh permainan digital yang memiliki kesan modern ini, sebenarnya bangsa Indonesia memiliki permainan anak yang kaya akan nilai-nilai moral. Berdasarkan hasil penelitian Kurniati (2011), permainan tradisional dapat menstimulus tumbuh kembang anak, bahkan dapat digunakan sebagai sarana edukasi pada anak. Dalam permainan tradisional anak terlibat secara emosional dengan teman lain, merasa saling membutuhkan, sehingga akan berkembang menjadi generasi yang penuh tepa selira, bisa mengerti dan memahami perasaan orang lain, Suyami (2007).

Permainan tradisional sering disebut juga sebagai permainan rakyat, merupakan permainan yang tumbuh dan berkembang di masa lalu terutama tumbuh di masyarakat pedesaan. Permainan tradisional menurut Sujarno, dkk (2013) adalah permainan yang diwariskan secara turun-menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Lebih lanjut Sujarno, dkk (2013) juga mengungkapkan bahwa permainan tradisional mengandung nilai-nilai positif bagi pembentukan karakter anak, misalnya nilai sportivitas, kejujuran, keuletan, kesabaran, ketangkasan-keseimbangan-kegesitan (ketrampilan motorik), kreativitas dan mampu menjalin kerjasama dengan orang lain.

Menurut Aisyah (2013) permainan tradisional juga mampu mengasah aspek kontrol diri, yaitu kemampuan anak untuk menunda kepuasan, bisa bersabar, tidak mudah tersinggung, rasa percaya diri, sikap pantang menyerah, dan sebagainya. Ditinjau dari tahapan perkembangan bermain maka permainan tradisional yang berupa games ini sesuai untuk diberikan kepada anak usia sekolah karena menurut Hurlock dan Hughes (1993) karakteristik anak usia sekolah adalah sudah bisa berpikir logis. Permainan tradisional yang hampir punah ini perlu disosialisasikan kembali kepada anak-anak. Sekolah bisa menjadi tempat yang sesuai untuk mensosialisasikan permainan ini.

Hasil penelitian Kurniati (2013) menunjukkan bahwa permainan anak tradisional dapat menstimulus anak dalam mengembangkan kerjasama, membantu anak menyesuaikan diri, saling berinteraksi secara positif, dapat mengkondisikan anak dalam mengontrol diri, mengembangkan sikap empati terhadap teman, mentaati aturan, serta menghargai orang lain. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa permainan tradisional dapat memberikan dampak yang sangat baik dalam membantu mengembangkan ketrampilan emosi dan sosial anak. Berdasarkan uraian di atas, pelestarian permainan tradisional penting untuk dilakukan dengan cara memperkenalkan dan memainkan permainan tradisional.

Satu di antara permainan tradisional adalah Engklek. Lichman menulis bahwa di beberapa negara di timur tengah dan permainan tradisional diajarkan di sekolah bahkan di Kanada permainan Hopscocth (engklek) masuk dalam kurikulum Nasional untuk Sekolah Dasar. Engklek adalah jenis permainan tradisional yang dilakukan di halaman dengan menggambar kotak-kotak kemudian melompat-lompat dari kotak satu ke kotak selanjutnya (Martini a, 2008). Engklek ini adalah permainan yang mengajarkan untuk berbagi kepada sesama teman, memupuk rasa sportifitas dalam kelompok dan mengajarkan pentingnya kerjasama hidup, memuat nilai simbolisasi kehidupan, anak akan berfikir kreatif terhadap hal-hal yang ada disekelilingnya sehingga diharapkan anak-anak tersebut menjadi manusia dewasa yang kreatif (Martini a, 2008).


(15)

5

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Iswinarti (2010) pada 30 anak Sekolah Dasar kelas III dan IV di Kabupaten Malang menunjukkan bahwa permainan tradisional Engklek memiliki unsur terapiutik terhadap perkembangan anak sekolah. Selain meningkatkan kedisiplinan pada anak dan meningkatkan nilai kertampilan sosial pada anak, permainan tradisional engklek dapat memberikan pelajaran bagi anak-anak untuk mengembangkan keahliannya. Pada zaman modern sekarang, banyak sekali fenomena yang dihadapi oleh masyarakat bahwa anak usia dini memiliki hambatan dalam perkembangannya. Namun, pada usia perkembangan hal ini tidak dapat diberikan kepada kalayak umum. Orang pada umumya akan memberikan manfaat yang telah diberikan kepada orang lain. Selain untuk meningkatkan kontrol diri pada anak, permainan tradisional engklek dapat memberikan wawasan yang bermanfaat terhadap kelangsungan hidupnya.

Dari hasil penelitian Iswinarti (2010), engklek memiliki nilai-nilai terapiutik yang terkandung di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai terapiutik yang terkandung dalam permainan tradisional Engklek meliputi : (1) Nilai deteksi dini untuk mengetahui anak mempunyai masalah, (2) Nilai untuk perkembangan fisik yang baik. Aktivitas fisik meliputi kegiatan untuk berolahraga, meningkatkan koordinasi dan keseimbangan tubuh, dan mengembangkan ketrampilan dalam pertumbuhan anak, (3) nilai untuk kesehatan mental yang baik, yaitu: membantu anak untuk mengkomunikasikan perasaanya secara efektif dengan cara yang alami, mengurangi kecemasan, kontrol diri, dan pelatihan konsentrasi, (4) Nilai problem solving, anak belajar memecahkan masalah sehingga kemampuan tersebut bisa ditransfer dalam kehidupan nyata, (5) Nilai sosial, anak belajar ketrampilan sosial yang akan berguna untuk bekal dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti kemudian tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Permainan Tradisional Engklek Terhadap Peningkatan kontrol diri Anak Usia Sekolah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keefektifan pemberian permainan Engklek untuk meningkatkan kontrol diri pada anak usia sekolah. Manfaat penelitian yaitu mendapatkan usulan model terapi bermain dengan menggunakan permainan Engklek yang bertujuan untuk meningkatkan kontrol diri.

Kontrol Diri

Dalam segala aspek kehidupan, individu sangat memerlukan kontrol diri yang baik. Dengan memiliki kontrol diri yang baik individu dapat mengarahkan, memperkirakan dan memprediksi dampak dari perilaku yang mereka perbuat. Kontrol diri didefinisikan sebagai “pengaturan proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri” (Calhoun dan Acocella, 1990).

Kontrol diri merupakan keseluruhan dari proses yang membentuk diri individu yang mencakup proses pengaturan fisik, psikologis dan perilaku. Kontrol diri dapat pula diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Pengendalian tingkah laku mengandung makna, yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak (Ghufron, 2011).

Kontrol diri diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu untuk mengendalikan perilaku mereka. Dengan menggunakan berbagai pertimbangan sebelum bertindak, individu tersebut mencoba untuk mengarahkan diri mereka sesuai dengan yang


(16)

6

mereka kehendaki. Dengan kata lain, semakin tinggi kontrol diri yang dimiliki seseorang semakin intens pengendalian terhadap tingkah laku.

Selain sebagai upaya pencegahan diri, kontrol diri dapat pula sebagai tujuan penundaan. Dengan kata lain kontrol diri berarti kesengajaan yang dilakukan oleh individu untuk menghindari suatu perilaku dengan tujuan jangka panjang agar memperoleh kepuasaan. Dengan menunda suatu perilaku tertentu, meskipun individu tersebut membutuhkannya, pada dasarnya individu tersebut memiliki tujuan yang lebih memuaskan mereka, jika dibandingkan dengan menyegerakan perilaku tersebut untuk dikerjakan. ”Kegagalan menunda pemenuhan suatu kebutuhan berhubungan dengan tingkah laku mencontek/ curang atau ketiadaan tanggung jawab sosial” (Santrock 2003).

Kazdin (Elliot, 1999) berpendapat bahwa ’kontrol diri usually refers to those behavior that a person deliberately undertakes to achive self selected outcome. kontrol diri sering digunakan individu untuk melakukan suatu tindakan secara sengaja atas keinginan pribadinya untuk memperoleh kesuksesan yang mereka kehendaki.

Kontrol diri atau kontrol diri dapat pula diartikan sebagai ”perbuatan membina tekad untuk mendisiplinkan kemauan, memacu semangat, mengikis kesenangan dan mengarahkan energi untuk benar-benar melaksanakan apa yang harus dikerjakan dalam studi” (The Liang Gie, 1995). Kontrol diri yang dimiliki oleh individu dapat pula membantu mereka dalam mencapai suatu tujuan. Dengan memiliki kontrol diri yang baik, individu dapat mengoptimalkan tindakan mereka dan menahan diri untuk berbuat yang tidak seharusnya mereka perbuat. Kontrol diri dijabarkan sebagai “kemampuan seseorang melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu dengan mendisiplinkan kemauan atau dorongan-dorongan dalam diri seseorang, serta menahan diri dengan sadar untuk bertindak guna mencapai hasil dan tujuan sesuai yang diinginkan” (Nur Khasanah, 2009). Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan, kontrol diri diartikan sebagai tindakan mengendalikan atau mengarahkan tingkah laku seseorang, sebagai upaya pencegahan (preventif), sebagai suatu tindakan penundaan pemuasan kebutuhan, sebagai suatu keterampilan, keahlian, potensi, perbuatan untuk pembinaan tekad. Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan, maka kontrol diri dalam penelitian ini memiliki maksud sebagai kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk mengarahkan dirinya mendekati tujuan yang diharapkan dengan jalan mendisiplinkan diri dan melakukan penundaan terhadap perilaku yang dapat menghambat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Aspek-aspek Kontrol Diri

Kontrol diri tidak hanya dalam pengelolaan kondisi emosional saja, melainkan terdapat beberapa aspek yang mendukung proses terjadinya kontrol diri diantaranya melibatkan unsur emosi, kognitif dan fisik. Terdapat lima aspek kontrol diri Tangney, Baumeister, dan Boone A.L (2004), yakni :

1. Self Disipline, yaitu , kemampuan individu dalam melakukan disiplin diri. Hal tersebut mengharuskan seorang individu untuk mampu memfokuskan diri saat


(17)

7

melakukan tugas. Individu yang memiliki self disipline mampu menahan diri dari hal hal yang dapat mengganggu konsentrasinya.

2. Deliberate/non impulsive, yaitu kecenderungan individu untuk melakukan sesuatu dengan pertimbangan tertentu, bersifat hati – hati, dan tidak tergesa-gesa. Ketika individu mengerjakan sesuatu, mereka cenderung tidak mudah teralihkan. Individu yang tergolong nonimpulsive mampu bersifat lebih tenang dalam menghadapi sebuah keputusan dan bertindak.

3. Healty habits, yaitu kemampuan seorang individu untuk mengatur pola perilaku menjadi kebiasaan yang menyehatkan bagi individu tersebut. seorang ya dengan healty habits akan menolak sesuatu yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi dirinya.

4. Work ethnic, yang berkaitan dengan penilaian individu terhadap regulasi diri. Individu ini cenderung tidak tertarik dengan hal-hal diluar dari apa yang ia kerjakan pada saat itu meskipun hal tersebut bersifat menyenangkan. Mereka akan lebih fokus dan memperhatikan penuh kepada pekerjaan yang mereka kerjakan saat itu.

5. Reliability, yakni penilaian individu terhadap kemampuan dirinya dalam pelaksanaan jangka panjang untuk pencapaian tertentu.

Penelitian lain yang menunjukan bahwa seorang anak yang memiliki kontrol diri yang baik dapat diindikasikan memiliki sifat, dapat menahan dirinya untuk memukul anak lain ketika ada konflik, dapat memperhatikan penjelasan dari guru dalam kelas, dan dapat menunggu gilirannya ketika bermain bersama teman sebayanya. Kontrol diri pada anak sekolah dapat memprediksi kesiapan, prestasi akademik, kompetensi sosial, serta perilaku yang sesuai (Turtollo A.R dkk, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kontrol diri

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri terdiri dari faktor internal (dari diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu).

1) Faktor internal. Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia usia seseorang maka, semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu

2) Faktor eksternal. Faktor eksternal yang dimaksud adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orang tua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang (Ghufron, 2011).

Dalam mengendalikan diri, seseorang dipengaruhi beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi kontrol diri seseorang tersebut meliputi faktor dalam diri sendiri dan dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor dalam diri seperti usia, memberikan pengaruh terhadap bagaiman individu mengendalikan dirinya. Semakin dewasa usia seseorang, semakin baik dalam mengendalikan dirinya (Hermanto, 2009).

Faktor lingkungan juga memberikan peranan penting terhadap kontrol diri yang dimiliki oleh individu. Orangtua berperan penting dalam proses perkembangan si anak. orang tua akan menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh anaknya salah satu diantara kebutuhan anak adalah bermain. Dengan bermain, anak dapat belajar untuk menigkatkan kemampuan problem solving karena dalam bermain, terdapat aktivitas yang diikat dengan aturan-aturan


(18)

8

untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa salah satu faktor lingkungan yang ikut andil dalam kontrol diri anak adalah dengan bermain.

Permainan Engklek

Permainan tradisional engklek merupakan permainan tradisional lompat-lompatan pada bidang datar yang digambar di atas tanah atau bidang datar. Permainan ini berbentuk petak-petak dan menggunakan alat bantu berupa potongan genteng atau batu ampar yang disebut dengan engklek".

Permainan engklek atau ingkling adalah permainan yang dilakukan dengan cara berjalan melompat dengan satu kaki. Permainan engklek dapat dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari dan dapat dimainkan dimana saja seperti halaman rumah, lapangan, sekolah, dan sebagainya (Dharmamulya, 2005). Perlengkapan yang diperlukan dalam permainan ini adalah gacuk, yang terbuat dari kreweng atau wingku (pecahan genting), batu, atau bahan apa saja yang berbentuk pipih dan tidak mudah pecah sewaktu dilempar (Dharmamulya, 2005).

Peneliti (Iswinarti, 2007) telah menemukan 43 variasi nama untuk permainan Engklek atau dalam bahasa Inggris ”Hopscotch”. Nama-nama tersebut berbeda menurut daerah masing-masing, anatara lain: Engklek (Jawa ).: Asinan, Gala Asin (Kalimantan), Intingan (Sampit), Tengge-tengge (Gorontalo), Cak Lingking (Bangka), Dengkleng, Teprok (Bali), Gili-gili (Merauke), Deprok (Betawi), Gedrik (Banyuwangi), Bak-baan, engkle (Lamongan), Bendang (Lumajang), Engkleng (Pacitan), Sonda (Mojokerto), Tepok Gunung (Jawa Barat), dan masih banyak lagi nama yang lain.

Dalam prosedur permainan engklek ini secara umum pemain harus mengangkat satu kaki dan melompat dengan kaki satu melewati kotak-kotak dalam engklek. Permainan ini membutuhkan gacu (bisa dari pecahan genting, batum beling, ataupun uang receh) untuk dilempar. Dalam tingkatan yang lebih tinggi pemain harus membawa gacuk di atas telapak tangan dan menaruh di atas kepala sambil melompat dengan satu kaki. Ada berbagai variasi dalam hal aturan permainan dan prosedur permainan dalam engklek ini. Variasi ini juga terjadi pada bentuk engklek berbeda. Dalam hal ini, kontrol dirilah yang banyak berperan dalam permainan engklek ini. Mulai dari prosedur permainan, aturan permainan, maupun variasi bentuk permainan yang memiliki tingkatan kesulitan yang berbeda-beda.

Dari penelitian yang dilakukan Iswinarti (2008) didapatkan beberapa manfaat yang terkandung didalam permainan engklek ini yakni : a) Melatih perkembangan motorik diantaranya: Keseimbangan tubuh, ketahanan fisik, mengatur energi dan stamina tubuh dengan baik, melatih koordinasi anggota tubuh yang bergerak aktif. Aplikasi dalam permainannya ketika pemain melakukan loncatan dengan satu kaki terkecuali oleh tongkat tertentu. Serta ketika pemain melempar gaju (pecahan genting) tidak boleh terkena atau keluar dari garis yang telah ditentukan. b) Meningkatkan kemampuan kognitif diantaranya : Melatih konsentrasi, meningkatkan kemampuan berhitung dan mengenal angka- angka, meningkatkan kreativitas anak dalam menyusun strategi permainan dan problem solving dalam diri anak. Aplikasi dalam permainnannya adalah ketika pihak musuh memiliki rumah yang banyak maka pemain akan menghadapi banyak masalah dan rintangan. c) Meningkatkan perkembangan sosial : melatih anak agar mampu bersosialisasi dengan baik, memupuk anak untuk lebih bisa berkompetisi dengan suportif. Aplikasi dalam permainan ketika pemain berusaha atau berlomba untuk mengumpulkan rumah sebanyak-banayknya. d) Meningkatkan


(19)

9

perkembangan kepribadian : meningkatkan harga diri serta rasa percaya diri, menumbuhkan rasa suportifitas, melatih berempati, serta belajar untuk mengambil keputusan dan lebih bertanggung jawab. Aplikasi dalam permainannya ketika pemain harus berusaha untuk mendapatkan rumah yang banyak dan ketika pemain membiarkan rumah miliknya dilewati musuh dengan garis tertentu.

Pada permainan engklek pa’a permainan diawali dengan melompati kotak no 1 kemudian dilajutkan pada kotak no 2 dengan cara mengangkat salah satu kaki (kanan atau kiri) setelah itu melompat ke kotak no 3 dan 4. Pada kotak no 5 pemain menginjak kotak tersebut dengan kedua kakinya yang disebut “brek”. Dalam permainan engklek pa’a ini, anak-anak dituntut untuk menjaga keseimbangan saat melompat dengan satu kaki dan membanwa gacuk di atas telap tangan tanpa terjatuh. Kontrol diri yang baik akan sangat membantu anak dalam bermain dengan baik dalam permainan ini. Anak-anak akan melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Dalam permainan ini yang dimaksudkan adalah saat anak-anak melempar gacuk, membawa gacuk dengan melompat satu kaki, menjaga keseimbangan, dan mempertimbangkan jarak saat melempar gacuk untuk mendapatkan “rumah”.

Berbeda dengan permainan engklek pa’a, dalam permainan engklek sorok, anak-anak tidak hanya diminta untuk melompat dengan satu kaki, melainkan diminta untuk menyorok gacuk dari kotak 1 ke kotak berikutnya. Peraturan dan prosedur pemainan lebih sulit dibandingkan dengan engklek pa’a. Engklek sorok terdiri dari 8 kotak, dimana gacu bukan di bawa di atas telapak tangan melainkan di sorok dengan mengunakan satu kaki, dan satu kaki ang lain di angkat. Anak dengan kontrol diri yang rendah akan berusaha untuk mengendalikan dirinya agar tidak terjatuh dan terlalu jauh menyorok gacuk. Selain itu, anak akan berusaha untuk membuat rencana atau mengendalikan dorongan-dorongan serta emosinya agar tidak melanggar permainan.

Dari beberapa uraian tentang permainan engklek pa’a da engklek sorok, diharapkan dengan variasi permainan, peraturan, dan prosedur permainan dapat meningkatkan kontrol diri pada anak.

Hubungan antara Permainan Tradisional Engklek dengan Kontrol Diri

Megacu pada kajian secara teoritis sebelumnya, dapat diketahui keterkaitan antara kedua variabel penelitian. Kontrol diri sendiri perlu dimiliki oleh setiap individu karena dengan adanya kontrol diri individu akan memiliki kendali diri yang baik. Lazarus dalam Hermanto (2009) menjelaskan bahwa kontrol diri menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitifnya untuk menyatakan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti apa yang dikehendaki.

Kontrol diri atau kontrol diri merupakan bentuk kondisi mental yang mempengaruhi pembentukan perilaku lain. Terbentuknya perilaku yang baik, positif dan produktif, keharmonisan hubungan dengan orang lain juga dipengaruhi oleh kemampuan kontrol diri. Kebiasaan belajar yang benar, kedisiplinan, perilaku tertib di sekolah dan di masyarakat, perilaku seksual sehat, serta pembentukan kebiasaan hidup lain dipengaruhi oleh kemampuan kontrol diri.


(20)

10

Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya, Hurlock (1993). Dengan kata lain semakin baik individu dalam mengelola gejolak emosionalnya semakin baik kemampuan mereka dalam mengendalikan dirinya. Chaplin (2004) mengemukakan bahwa kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsive. Kontrol diri adalah kepercayaan individu tentang seberapa banyak pengendalian yang dimiliki.

Karakteristik orang yang mempunyai kontrol diri yang baik adalah lebih aktif mencari informasi dan menggunakannya untuk mengendalikan lingkungan, lebih perspektif, mempunyai daya tahan yang lebih besar terhadap pengaruh orang lain, mampu menunda kepuasan, lebih ulet, bersifat mandiri, mampu mengatur dirinya sendiri dan tidak mudah emosional. Sedangkan orang yang mempunyai kontrol diri rendah sifatnya pasif, menarik diri dari lingkungan, tingginya konformitas, tidak dapat mendisiplinkan dirinya sendiri, hidup semaunya, mudah kompulsi, emosional dan refleks responnya relatif kasar (Calhoun dan Acocella, 2005).

Pada dasarnya dari berbagai teori perkembangan dapat disimpulkan bahwa masa anak adalah masa yang identik dengan bermain. Misbach (Haerani, 2013) mengemukakan bahwa permainan adalah situasi bermain yang terkait dengan beberapa aturan atau tujuan tertentu, yang menghasilkan kegiatan dalam bentuk tindakan bertujuan. Rogers’s & Sawyer’s (Iswinarti, 2010) mengemukakan bahwa hingga pada anak usia sekolah bermain bagi anak memiliki arti yang sangat penting. Salah satu bentuk permaian yang memiliki nilai-nilai moral dan sosial yang baik adalah permainan tradisional.

Sujarno, dkk (2013) juga mengungkapkan bahwa permaiann tradisional mengandung nilai-nilai positif bagi pembentukan karakter anak, misalnya nilai-nilai sportivitas, kejujuran, keuletan, kesabaran, ketangkasan-keseimbangan-kegesitan (ketrampilan motorik), kreativitas dan mampu menjalin kerjasama dengan orang lain. Satu di antara permainan tradisional adalah Engklek. Engklek ini adalah permainan yang mengajarkan untuk berbagi kepada sesama teman, memupuk rasa sportifitas dalam kelompok dan mengajarkan pentingnya kerjasama hidup, memuat nilai simbolisasi kehidupan, anak akan berfikir kreatif terhadap hal-hal yang ada disekelilingnya sehingga diharapkan anak-anak tersebut menjadi manusia dewasa yang kreatif (Martini a, 2008).

Tabel 1. Indikasi perkembangan kontrol diri di dalam permainan engklek

Aspek Self Control Aplikasi Permainan Engklek

Self Disipline (kemampuan individu dalam mentaati aturan dalam lingkungannya)

Aturan dan prosedur permainan engklek : Pemain melempar gacuk (pecahan genting) tidak boleh terkena atau keluar dari garis yang telah dibuat sesuai dengan bentuknya.

Pemain melakukan engkle yakni dengan menggunakan 1 kaki saja yaitu kaki kiri diangkat, kecuali pada kotak tertentu. Saat ontang-anting, saat gacuk ditaruh


(21)

11

diatas pundak, dikepala, dan kaki gacuk tidak boleh jatuh.

Deriberate/ Non impulsive (kecenderungan individu dalam melakukan sesuatu dengan pertimbangan tertentu)

Membiasakan pemain untuk bersikap hati-hati dalam melompat, melempar gacuk, dan ketika membawa gacuk dari tangan, kaki, pundak, sampai kepala. Healty Habits ( kemampuan individu untuk

mengatur pola perilaku menjadi kebiasaan yang baik)

Pemain harus menginjak omah miliknya ketika sudah mendapatkan omah dan pemain tidak boleh melakukan engkle pada omah(rumah) lawan.

Pemain membiarkan omah miliknya di lewati musuh dengan garis tertentu. Work ethnic (fokus pada satu yang dikerjakan,

dapat menunda kepuasan).

Pemain akan berusaha/ berlomba mengumpulkan omah sebanyak- banyaknya.

Relaibility (bertindak sesuai dengan kemampuan)

Setiap pemain harus mengikuti dan sabar untuk menunggu giliran main.

Kerangka Penelitian

Hipotesa

Permainan Tradisional Engklek dapat berpengaruh dalam meningkatkan Kontrol diri pada anak Usia Sekolah

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian experiment kuasi dengan desain penelitian Between Subject Design. Pada rancangan penelitian ini pengukuran dilakukan pada subjek yang berbeda dalam dua situasi yang berbeda pula. Dalam hal penelitian ini dua situasi tersebut adalah situasi sebelum diberikan intervensi dan setelah dilakukan intervensi baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Sehingga

Permainan Tradisional Engklek Pa’a

dan Sorok


(22)

12

penelitian ini menggunakan model control group pre-test post-test desain. Skor tes akhir digunakan untuk mengukur hasi perlakuan. Rancangan ini dapat digambarkan Tabel 2.

Tabel 2. Rancangan Penelitian

Kelompok Rancangan Penelitian

A group --- T --- --- T --- B group --- T --- --- T --- C group --- ---

Keterangan :

A : kelompok eksperimen 1 B : kelompok eksperien 2 C : kelompok kontrol

T : perlakuan yang diberikan

: pengukuran/ observasi sebelum perlakuan/intervensi

: pengukuran/ observasi setelah perlakuan/intervensi pertama

: pengukuran/ observasi setelah perlakuan/intervensi kedua

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Permainan Tradisional Engklek Pa’a dan Sorok sebagai metode intervensi atau perlakuan yang akan diberikan pada kelompok.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anak Sekolah Dasar Miftahul Ulum (kelompok ekperimen A), Sekolah Dasar Negeri Tunggulwulung 2 (kelompok ekperimen B), dan Sekolah Dasar Negeri Merjosari 2 (kelompok kontrol), yang berusia 7-11 tahun. Pengambilan subjek ini menggunakan teknik purposive sampling. Penentuan subjek didasarkan pada skor kontrol diri yang rendah menurut skala tersebut.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel penelitian. Variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).

1) Variabel Bebas atau independent variabel adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini variabel bebas adalah Permainan Tradisional Engklek (X)

2) Variabel Terikat atau dependent variabel merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kontrol diri (Y). Aspek-aspek kontrol diri yang dijadikan indikator dalam penelitian ini mengambil pendapat dari Tangney, Baumeister, Boone A. L (2004) yaitu; self disipline, deliberate/non impulsive, healty habbits, work ethnic, dan reliability.

Data penelitian diperoleh dari instrument penelitian menggunakan model pengukuran dengan skala. Pengukuran ini di lakukan dengan menggunan skor hasil skala kontrol diri pada anak sekolah dasar sebeum perlakuan (pretest), sesudah perlakuan pertama (post-test 1), dan


(23)

13

setelah pemberian perlakuan kedua (post-test 2). Skala ini bernama SCI (Self Control, Instrument, yang disusun sendiri oleh peneliti. SCI memiliki jumlah item sebanyak 11 item pada masing-masing skala pretest, post-test 1, dan post-test 2.

Validitas item pada penelitian tahap pertama ini dapat dilihat berdasarkan nilai korelasi skor item dengan skor total yang menunjukkan skala kepercayaan interpersonal gugur 3 item. Adapun detail nilai validitas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian

Alat Ukur Jumlah item Jumlah item Indeks Validitas

Diujikan Valid

Skala Kontrol Diri 23 20 0,220 ─ 0,770

Berdasarkan Tabel 3.Diperoleh hasil dari 23 item skala kontrol diri ada 20 item valid. Hasil pengujian koefisien validitas item berkisar antara 0,220 sampai 0,770.

Tabel 4. Indeks Reliability Alat Ukur Penelitian

Alat Ukur Alpha

Skala Kontrol Diri (Self Control Instrument) 0,858

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pembuatan proposal penelitian, dan mencari lokasi yang sesuai dengan karakteristik subjek yag akan diteliti. Kemudian melakukan pembuatan skala kontrol diri untuk disesuaikan dengan subjek penelitian yaitu anak-anak usia sekolah dengan rentangan usia 8 - 11 tahun. Selanjutnya penyebaran skala kepada 32 subjek anak-anak sekolah dasar untuk mengambil data try out sebelum melakukan penelitian. Setelah dilakukan sebaran skala, kemudian dilakukan analisis uji validitas dan reliabilitas untuk mencari item-item yang valid pada skala tersebut. Dari hasil uji validitas dan reliabilitas, didapatkan 20 item-item valid dan 3 item gugur.

Setelah mengetahui hasil uji validitas dan reliabiliitas dari hasil try out, skala tersebut siap untuk digunakan dalam penelitian. Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti membagi subjek penelitian dalam 3 kelompok. Kelompok ekperimen A, kelompok ekperimen B, dan kelompok kontrol yang masing-masingnya adalah sekolah yang berbeda. Subjek yang dipakai dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 5 SD. Mula-mula, peneliti memberikan pre-test kepada siswa-siswi kelas 5 pada masing-masing kelompok di tiap sekolah. setelah di dapatkan hasil pre-test, peneliti melakukan skoring dan mengurutkanmulai dari skor tertinggi hingga terendah. Kemudian, peneliti mengambil beberapa siswa yang memiliki skor kontrol diri tinggi, sedang, dan rendah dan total jumlah sisa sebanyak 9 orang. Kelompok A yaitu kelompok eksperimen A sebanyak 9 subjek yang merupakan siswa-siswi SD Miftahul Ulum,


(24)

14

kelompok B yaitu kelompok eksperimen B sebanyak 9 subjek yang merupkan siswa-siswi SD Negeri Tunggulwulung 2, dan yang terakhir yaitu kelompok C yaitu kelompok kontrol yang merupakan siswa-siswi SD Negeri Merjosari 2 Malang.

Setelah didapatkan 9 subjek penelitian di masing-masing kelompok, peneliti memberikan treatment berupa permainan engklek pa’a pada kelompok eksperimen A, dan engklek sorok pada kelompok ekperimen B. Setelah pemberian treatment pertama, peneliti memberikan post-test 1 pada tiap-tiap kelompok untuk menunjukan perbedaan hasil sebelum dan sesudah treatment. Kemudian, dilanjutkan dengan pemberian treatment kedua yaitu permainan engklek sorok pada kelompok ekperimen A, dan treatment engklek pa’a pada kelompok ekperimen B. Sedangkan untuk kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Dari pemberian treatment yang kedua, kemudian diberikan post-test 2 pada masing-masing kelompok untuk melihat perbedaan hasil setelah dilakukan treatment 2 yang dilanjutkan dengan analisa data hasil penelitian.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi Sekolah Dasar (SD) Miftahul Ulum sebagai kelompok ekperimen A, Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tunggulwulung 2 sebagai kelompok ekperimen B, dan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Merjosari 2 sebagai kelompok kontrol, dengan subjek penelitian yang diambil masing-masing sejumlah 9 siswa pada kelas 5.

Tabel 5. Kategorisasi Subjek

Kelompok Laki-laki Perempuan N

Ekperimen A 4 5 9

Ekperimen B 6 3 9

Kontrol 4 5 9

Tabel 6. Hasil Uji Anova Pretest Keseluruhan Kelompok

Anova F P Keterangan

Pretest 0,850 0.440 Signifikan

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa taraf signifikan uji anova pretes keseluruhan kelompok adalah p = 0.440 lebih besar dari 0.05, maka angka tersebut menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara hasil pretes kelompok ekperimen A, B, maupun kelompok kontrol. Maka dapat dikatakan bahwa hasil pretes menunjukkan hasil yang sama atau tidak berhubungan satu sama lain sebelum diberi perlakuan.


(25)

15

Tabel 7. Uji Paired sample T_Test Kelompok Ekperimen A

Paired Sample T_tes Mean P Keterangan

Pretes - Postes 1 -1,000 0,040 Signifikan

Pretes - Postes 2 -1,222 0,138 Tidak signifikan

Postes 1 - Postes 2 -0,222 0,772 Tidak signifikan

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa hasil pretes - postes 1 menunjukkan ada hubungan yang signifikan dibuktikan dengan nilai p = 0.040 lebih kecil dari 0.05. Data diatas menunjukkan bahwa ada pengaruh antara hasil pretest dengan hasil post-tes 1 yang mengasumsikan bahwa ada peningkatan self control setelah perlakuan pertama. Uji pretes dengan postes 2 taraf signifikan adalah p = 0.138 lebih besar dari 0.05, maka angka tersebut menunjukkan tidak adanya hubungan antara pretes dengan postes 2 dengan asumsu Ho ditolak. Analisa post 1 dengan post tes 2 juga menunjukkan tidak adanya hubungan, dengan nilai p = 0.772 yang mengasumsikan bahwa Ho ditolak atau tidak ada hubungan / pengaruh. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa hanya hasil pretes - post tes 1 yang memiliki pengaruh dapat menigkatkan self control dibuktikan dengan nilai signifikan 0.040.

Tabel 8. Uji Paired sample T_Test Kelompok Ekperimen B

Paired Sample T_tes Mean P Keterangan

Pretes - Postes 1 1,111 0,128 Tidak signifikan

Pretes - Postes 2 -0,444 0,559 Tidak signifikan

Postes 1 - Postes 2 -1,556 0,071 Tidak signifikan

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa hasil uji paired sample t-tes untuk analisa pre-tes - postes 1 pada kelompok ekperimen B menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan anatara hasil pretest ke postes 1 dengan taraf signifikan adalah p = 0.128 lebih besar dari 0.05. Uji pretes dengan postes 2 taraf signifikan adalah p = 0.559 lebih besar dari 0.05, maka angka tersebut juga menunjukkan tidak adanya hubungan antara pretes dengan postes 2 dengan asumsu Ho ditolak. Analisa post 1 dengan post tes 2 juga menunjukkan tidak adanya hubungan dengan nilai p = 0.071 yang mengasumsikan bahwa Ho ditolak atau tidak ada hubungan / pengaruh. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan yang terjadi pada kelompok ekperimen B setelah pemberian perlakuan ditunjukkan dengan nilai p pada setiap tes lebih besar dari 0.05 dengan asumsi Ho ditolak.

Tabel 9. Uji Paired sample T_Test Kelompok Kontrol

Paired Sample T_tes Mean P Keterangan

Pretes - Postes 1 0,333 0,641 Tidak signifikan


(26)

16

Postes 1 - Postes 2 -1,111 0,084 Tidak signifikan

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa hasil uji paired sample T-tes untuk analisa pre-tes ─ post-tes 1 pada kelompok kontrol menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara hasil pr-test ke postes 1 dengan taraf signifikan adalah p = 0.128 lebih besar dari 0.05. Uji pretes dengan pos-tes 2 juga menunjukkan tidak adanya hubungan antara pretes dengan postes 2 dengan taraf signifikan adalah p = 0.559 lebih besar dari 0.05. Analisa post-tes 1 dengan post-tes 2 juga menunjukkan tidak adanya hubungan dengan nilai p = 0.071 yang mengasumsikan bahwa Ho ditolak atau tidak ada hubungan / pengaruh. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan yang terjadi pada kelompok kontrol ditunjukkan dengan nilai p pada setiap tes lebih besar dari 0.05 dengan asumsi Ho ditolak.

Tabel 10. Diagram Rata-rata Hasil Setiap Kelompok

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa ada perbedaan pada hasil rata-rata dari pre-tes, post-tes 1, post-tes 2, pada kelompok ekperimen A, B, dan kelompok kontrol. Pada kelompok ekperimen A hasil rata-rata dari pretes hingga post-tets 2 menunjukkan ada peningkatan di tunjukkan dengan diagram batang yang semakin naik. Pada kelompok B, dari hasil pre-tes ke post-tes 1 mengalami penurunun, selanjutnya mengalami peningkatan pada hasil post-tes 2. Pada kelompok kontrol hampir sama dengan kelompok ekperimen B, bahwa dari hasil pre-tes ke post-tes 1 mengalami penurunan, selanjutnya mengalami peningkatan pada hasil posttes 2.

DISKUSI

Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kontrol diri pada anak usia sekolah dasar yang memperoleh permainan engklek pa’a. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan tingkat kontrol diri pada kelompok ekperimen A, dengan kelompok ekperimen B dan kelompok kontrol setelah diberi perlakuan (post-tes). Namun, pada keseluruhan hasil analisis, rata-rata dari hasil semua kelompok tidak menunjukkan adanya peningkatan kontrol diri pada kelompok ekperimen B melalui permainan engklek pa’a dan sorok. Hal ini dibuktikan dengan


(27)

17

tidak adanya perbedaan yang signifikan tingkat kontrol diri pada anak-anak kelompok eksperimen B.

Kontrol diri merupakan keseluruhan dari proses yang membentuk diri individu yang mencakup proses pengaturan fisik, psikologis dan perilaku. Kontrol diri dapat pula diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Pengendalian tingkah laku mengandung makna, yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak (Ghufron, 2011). Hermanto (2009) menjelaskan bahwa kontrol diri menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitifnya untuk menyatakan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti apa yang dikehendaki.

Pada penelitian ini, salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan kontrol diri pada anak adalah dengan menggunakan sebuah permainan (game). Game secara umum memiliki unsur terapiutik yang dianggap mampu meningkatkan kontrol diri yang dalam penelitian kali ini mengacu pada peningkatan kontrol diri pada anak usia sekolah. Bermain game (Garvey, dalam Schaefer dan Reid, 1986) merupakan sebuah aktifitas yang memberikan setidaknya dua elemen dasar pada permainan, yaitu bermaksud untuk mendapatkan kesenangan dan menyediakan keadaan untuk pengamanan ilustratif.

Pada dasarnya dari berbagai teori perkembangan dapat disimpulkan bahwa masa anak adalah masa yang identik dengan bermain. Misbach (Haerani, 2013) mengemukakan bahwa permainan adalah situasi bermain yang terkait dengan beberapa aturan atau tujuan tertentu, yang menghasilkan kegiatan dalam bentuk tindakan bertujuan. Dapat disimpulkan bahwa game jauh dari sekedar sebagai bentuk dari hiburan. Akan tetapi muncul sebagai alat untuk menyediakan wadah dalam menghadapi situasi dan keadaan dalam kehidupan nyata.

Pada penelitian ini, permainan yang diberikan adalah permainan tradisional engklek Pa’a dan Sorok. Permainan yang diberikan mampu menyediakan pengalaman-pengalaman yang dimaksudkan pada subjek yang dapat mereka peroleh dan diaplikasikan pada kehidupan nyata. Mereka mampu mengambil pelajaran pada setiap permainan yang berhubungan langsung pada aspek kontrol diri. Hal ini diperoleh langsung oleh anak yang mendapatkan perlakuan melalui proses kognitif masing-masing sesuai dengan kemampuan mereka dan juga pembelajaran bersama dengan peneliti melalui proses review atau feedback di setiap akhir permainan. Misalnya peneliti memberikan pertanyaan “Pelajaran apa yang adik-adik dapatkan melalui permainan ini?” atau “Apa yang adik-adik rasakan atau dapatkan setelah melakukan permainan engklek Pa’a dan Sorok?”, dan lain sebagainya.

Subjek yang digunakan adalah subjek dengan kategori usia anak sekolah sebagaimana pada tahapan perkembangan, bermain sesuai untuk diberikan kepada anak usia sekolah karena menurut Hughes (1999) karakteristik anak usia sekolah adalah sudah bisa berpikir logis. Menurut Piaget (Santrock, 2010) pada usia 7 hingga 11 tahun, anak-anak masuk dalam tahapan operasional konkret. Pada tahap ini, anak-anak dapat bernalar secara logis sejauh penalaran itu dapat diaplikasikan pada contoh-contoh yang spesifik dan konkret. Dengan kemampuan demikian, maka peneliti mengajak untuk berdiskusi di setiap akhir permainan untuk memperoleh pembelajaran sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Pada proses feedback, anak dilatih untuk memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat diaplikasikan pada kehidupa nyata sebagaimana yang diharapkan dari setiap permainan tradisional engklek pa’a dan sorok yang diakitkan dengan aspek kontrol diri. Sebelum peneliti


(28)

18

menyampaikan maksud dari setiap permainan engklek, anak terlebih dulu dilatih untuk menemukan sendiri pelajaran apa saja yang dapat mereka dapatkan dari beberapa permainan engklek tersebut. Aktifitas ini juga sangat erat hubungannya dengan metode pembelajaran yang disebut dengan experiental learning. Experiental learning menurut Kolb (Kolb, Boyatzis, dan Mainmenelis, 2000) merupakan proses dimana pengetahuan merupakan hasil dari kombinasi penyerapan dan transformasi pengalaman. Dalam penelitian ini, yang dikategorikan sebagai pengalaman adalah aktifitas permainan tradisional engklek pa’a. Dari permainan tersebut anak mampu mentransformasikan aspek-aspek yang meningkatkan kontrol diri itu sendiri di kehidupan sehari-hari.

Engklek pa’a adalah salah satu jenis permainan tradisional engklek yang cukup mudah untuk dilakukan. Anak-anak akan belajar untuk mengendalikan dirinya dengan cara harus melompat dengan satu kaki sambil membawa gacuk di atas tangan mereka tanpa terjatuh, ataupun menyentuh garis pola engklek pa’a. Kegiatan yang menarik berupa permainan ini, memungkinkan mereka untuk meningkatan kontrol diri dengan peraturan-peraturan permainan yang mengharuskan mereka belajar untuk mengontrol diri. Penelitian ekperimen ini menunjukkan adanya perubahan tingkat kontrol diri pada anak yang diberikan perlakuan berupa permainan engklek pa’a. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kelompok ekperimen A setelah diberikan perlakuan engklek Pa’a ( p = 0.040, p<0,05). Dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan permainan engklek sorok hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan pada kedua kelompok tersebut (p = 0.138, p>0,05) dan (p = 0.128, p>0,05).

Engklek sorok adalah salah satu jenis permaina engklek yang membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi dalam bermain. Peraturan permainan cenderung lebih disiplin atau lebih sulit dibandingkan dengan engklek pa’a. Dalam permainan engklek sorok, anak-anak akan dituntut untuk belajar mengendalikan dirinya saat berdiri dengan satu kaki dan menyorok gacuk dari kotak satu ke kotak berikutnya tanpa terjatuh atau melewati garis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan Iswinarti (2010) bahwa permainan tradisional engklek memiliki nilai problem solving. Anak akan belajar memecahkan masalah sehingga kemampuan tersebut bisa ditransfer dalam kehidupan nyata. Namun, pada penelitian ini, anak-anak tidak dapat memecahkan masalah dengan baik. Salah satu aspek kontrok diri yang tidak muncul dalam penelitian ini salah satunya adalah self disiplin. Self disiplin adalah kemampuan individu dalam melakukan disiplin diri. Hal tersebut mengharuskan seorang individu untuk mampu memfokuskan diri saat melakukan tugas. Individu yang memiliki self disipline mampu menahan diri dari hal hal yang dapat mengganggu konsentrasinya. Pada kenyataannya, saat anak-anak mengalami kesulitan bermain engklek sorok, anak-anak cenderung lebih emosional dan tidak konsetrasi dalam bermainan. Kondisi lapangan yang kurang kondusif juga turut menggangu konsentrasi anak-anak dalam bermain.

Berbagai keterbatasan juga muncul pada penelitian ini terlebih pada luas lapangan atau halaman yang dipakai untuk bermain engklek. Luas lapangan yang dimiliki sekolah tidak cukup luas untuk dipakai bermain engklek. Disamping itu, aktifitas permainan engklek membutuhkan area yang luas. Pada saat penelitian, permainan engklek dilaksanakan di halaman depan sekolah yang terbatas oleh jalan raya. Selain itu, sekolah juga memiliki kegiatan diluar kelas yang membuat suasana pada saat penelitian kurang kondusif dan banyak ganguan dari siswa-siswi yang lain, sehingga waktu pnelitian seringkali terlambat untuk dimulai. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti juga menjadi keterbatasan peneliti. Waktu permainan yang hanya berdurasi ± 60 menit dalam setiap pertemuan yang hanya berlangsung 1 minggu, dirasa kurang untuk melatih anak-anak bermaian engklek sorok secara


(29)

19

luwes. Faktor cuaca juga turut menjadi keterbatan dalam penelitian ini. Cuaca yang sedang memasuki musim penghujan, membuat penelitian tertunda beberapa jam dikarenakan hujan turun deras saat permainan berlangsung. Kelemahan penelitian ini yang terutama menurut peneliti adalah kurangnya sarana dan prasarana saat melakukan permainan engklek. Lahan yang luas akan cukup membantu untuk melakukan permainan engklek lebih kondusif.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kontrol diri yang signifikan antara anak-anak yang diberikan permainan engklek pa’a dibandingkan dengan anak-anak yang diberikan permainan engklek sorok. Penelitian ini membuktikan bahwa pemberian permainan engklek pa’a mampu meningkatkan kontrol diri pada anak-anak usia sekolah dibandingkan dengan engklek sorok yang membutuhkan waktu pengkondisian yang lebih lama.

Implikasi dari penelitian ini meliputi bagi sekolah, diharapkan untuk memberikan kesempatan bagi siswa-siswinya untuk bermain game terutama permainan tradisional sehingga mampu membangun dan meningkatkan kontrol diri. Dengan demikian, sekolah dapat menjadi “rumah” dan “keluarga” bagi mereka. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian terkait dengan permainan tradisional dengan pemilihan subjek yang lebih akurat dimana metode penempatan peserta ke masing-masing kelompok ekperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan sistem random (acak) tidak dipilih berdasarkan pertimbangan lainnya seperti yang dilakukan pada penelitian kali ini. Selain itu, waktu yang perlu ditambah lebih banyak lagi agar proses pembelajaran dapat lebih lama dan dapat lebih banyak diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. (2013). Peningkatan Kemampuan Gerak Dasar Melompat Melalui Permainan Tradisional Engklek. Pontianak: Universitas Tanjungpura Pontianak

b. 2008. Nilai Moral Permainan Engklek. (http://martini-pgsdum.blogspot. com/2008 /06/ nilai-moral.html, (Online), diakses 21 Oktober 2015).

Calhoun, J.F., and Acocella, J.R. (2005). Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (Terjemahan oleh Satmoko, R.S.) edisi ketiga. Semarang : Penerbit IKIP Semarang

Chaplin. (2004). Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono. Edisi I Cetakan Ke-2 . Jakarta : Grafindo Persada

Elliot, Stephen N dkk. (1999). Educational Psychology.Singapore:McGraw-Hill. Erlangga.


(30)

20

Ghufron, M. Nur dan Rini Risnawita S. (2011). Teori-teori psikologi.Yogyakarta: Arr-Ruzz Media

Grasindo.

Hermanto. (2009). Pengertian Kontrol Diri.

(http://kasturi82.blogspot.com/2009/05/pengertian-kontrol-diri_2836.html, diakses 27 April 2015)

Hughes, F.P. (1999). Children, play, and development. Boston: Allyn and Bacon. Hurlock, E.B. (1993). Perkembangan anak jilid I. Terjemahan. Jakarta: Penerbit

Iswinarti, Fasichah, S. S., & Sulismadi. (2007). Permainan anak tradisional sebagai model peningkatan kompetensi sosial anak usia sekolah. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun I. Malang: Lembaga Penelitian UMM.

Iswinarti. (2010). Nilai-Nilai Terapiutik Permainan Tradisional Engklek untuk Anak Usia Sekolah Dasar. Malang: Fakultas Psikologi UMM

Kurniati, E. (2011). Program Bimbingan untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional. Surakarta: Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tidak diterbitkan.

Lichman, S. (2005). Dari Hopscotch ke Siji: Generasi-generasi bermain dalam

lingkungan lintas budaya. Editor: Yovita Hadiwati. Permainan anak-anak zaman sekarang. Jakarta: PT. Grasindo.

Martini a. (2008). Permainan Engklek, (Online), (http://martinipgsdum.blogspot.

Nur, Haerani. (2013). Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Anak Tradisional. Makassar. Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, No. 1.

Safaria,Triantoro.(2004). Terapi Kognitif-Perilaku untuk Anak.Yogyakarta: Graha Ilmu Santrock, J.W. (2011). Life Span Development, edisi ketigabelas. Jakarta: Erlangga

Santrock, Jhon W. Alih bahasa oleh Dra. Shinto B. Adelar, M.Sc dan Sherly Saragih, S.Psi. (2003). Adolesence (Perkembangan Remaja). Jakarta: Erlangga.

Schaefer, C.A & Reid, S.E. (1986). Game play: Therapiutic use of childhold games. New York: John Wiley and Sons

Sujarno, Galba, S., Larasati, T.A. & Isyanti. (2013). Pemanfaatan Permainan Tradisional dalam Pmbentukan Karakter anak. Yogyakarta: Balai Peles(BPNB) Yogyakarta.

Tangney, J.P., Baumeister, R.F., Boone, A.L., (2004). High self-control predicts good adjusment,less pathology, better grades, and internasional success Journal of personality 271-324. The University of Chicago.


(31)

21

Tarullo A.R, Obradovic J, Gunnar M.R., (2009). Kontrol diri and the Developing Brain, Naskah Publikasi www.gogle.com , diakses tanggal 20 oktober 2015.

Tedjasaputra, M.S. (2001). Bermain, mainan, dan permainan. Jakarta: PT.

Tribunnews.com. 6 September 2012. “Selamatkan Anak Indonesia dari Racun Games Online”. Artikel. http://tribunnews. com. Diakses tanggal 21 Oktober 2015. Wahyuni, Ika Sri. (2009). Efektivitas Pemberian Permainan Tradisional Gobag Sodor

Terhadap Penyesuaian Sosial Anak Sekolah Dasar Negeri Cakraningratan Surakarta. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta


(32)

22

LAMPIRAN 1

Skala Kontrol Diri


(33)

23

SKALA Kontrol Diri

Nama : Usia :

Kelas : Jenis Kelamin : P/L

1. Setiap hari senin kelas disekolah sangat kotor karena setiap minggu ada pelajaran ekstrakulikuler sekolah yang dimana tidak pernah dibersihkan pada saat memakainya, dan hari itulah saya piket sekolah, yang saya lakukan adalah.... a. Saya akan datang lebih awal untuk piket walaupun keadaan kelas sangat

kotor.

b. Saya akan datang sebelum bel masuk supaya teman yang lain datang duluan dan membantu saya piket

c. Saya akan masuk setelah bel berbunyi supaya kelas sudah bersih

2. Saya dan teman saya sedang asik mengobrol film kartun favorit kami, di tengah tengah pembicaraan guru masuk kelas untuk memulai pelajaran, maka saya akan...

a. Melanjutkan mengobrol karena sangat mengasikkan

b. Mendengarkan pelajran sambil sesekali melanjutkan mengobrol dengan teman sebangku.

c. Menyepakati untuk melanjutkannya setelah pelajaran.

3. Sepulang sekolah teman saya mengajak untuk bermain terlebih dahulu, sedangkan saya sudah merencanakan untuk mengerjakan PR sepulang sekolah, maka saya akan...

a. Bermain dengan teman saja karna itu menyeangkan b. Pulang kerumah dahulu dan bermain

c. saya akan memberi tahu kepadanya bahwa saya ingin mengerjakan PR terlebih dahulu

4. Tidak saya ketahui ternyata adik saya merobek kertas jawaban PR yang saya letakan dilantai kamar, maka yang saya lakukan adalah....

a. Memarahinya dan memukulnya karena telah merobek buku saya b. Melaporkannya keibu untuk meminta pertanggung jawabannya c. Saya akan menasehati adik bahwa perilakunya itu tidak baik


(34)

24

5. Saya sangat marah dengan teman saya, karena ia mengejek saya, maka saya akan...

a. Memukulnya

b. Melaporkannya keguru

c. Menanyakannya mengapa ia mengejek saya

6. Saya akan mengerjakan PR sepulang sekolah, namun teman saya mengajak untuk bermain terlebih dahulu, saya akan melakukan...

a. Bermain dengan teman dan menyuruh kakak untuk mengerjakan PR. b. Bermain terlebih dahulu lalu mengerjakan PR

c. Mengerjakan PR terlebih dahulu setelahnya bermain bersama teman.

7. Ketika guru menyuruh saya mengantri untuk mengambil makanan yang dibagikan dari sekolah, sedangkan saya dengan keadaan sangat capai sehabis berolahraga, maka saya akan...

a. Mengikuti perkataan guru sekolah

b. Menitip dengan teman untuk diantrikan karna capek mengantri c. Menyerobot teman yang sudah antri duluan, karna saya kecapekan 8. Dimalam hari sebelum tidur, biasanya saya melakukan....

a. Mengecek dan merapikan matapelajaran untuk besok. b. Mengerjakan PR yg belum dikerjakan

c. Menonton TV dan tidur

9. Saya akan mengikuti Camping sekolah pada saat libur sekolah, yang saya lakukan adalah...

a. Saya hanya mengikuti apa yang disarankan ibu.

b. Meminta bantuan ibu apa saja yang harus saya persiapkan

c. Merencanakan dan menyiapkan lebih dulu apa yang harus saya butuhkan pada saat camping sekolah

10. Teman saya menawarkan makanan kesukaan saya, namun makanan tersebut tidak disarankan oleh ibu karena bisa menyebabkan saya sakit, yang akan saya lakukan adalah...

a. Tetap mengambilnya dan memakannya b. Tidak mengambilnya karna ibu melarang saya


(35)

25

11.Dalam sebuah pertandingan saya dikalahkan oleh teman saya, Maka saya akan...

a. Saya akan mengucapkan selamat atas prestasinya b. Diam saja

c. Mengatakan bahwa ia curang dalam permainan

12.Ditengah – tengah saya membantu ibu membersihkan pekarangan rumah, teman saya mengajak saya untuk bermain, apa yang harus saya lakukan... a. Saya akan meninggalkan pekerjaan yang baru saya lakukan.

b. Saya akan meminta ijin dengan ibu untuk bermain dengan teman.

c. Saya akan mengatakan pada teman bahwa saya sedang membantu ibu membersihkan pekarangan rumah.

13. Bulan depan saya akan menghadapi ujian nasional, maka saya akan.... a. Mulai mencicil pelajaran yang kurang dimengerti/pahami

b. Belajar saja dengan rajin

c. Ujian masih bulan depan masih ada kesempatan untuk bermain

14.Saya diminta ibu untuk membelikannya garam kesebuah toko dekat rumah teman saya, ketika perjalanan pulang teman saya mengajak untuk bermain kerumahnya, apa yang harus saya lakukan...

a. Menjelaskan ke teman, saya akan mengantar garam kerumah terlebih dahulu b. Saya bermain sebentar, lalu mengantarkan garam

c. Saya langsung bermain kerumah teman, tanpa menghiraukan garam

15.Setiap sore saya ke sekolah untuk les mata pelajaran yang sulit, guru mewajibkan siswa yang datang untuk berpakaian bebas rapi dan bersepetu, maka saya akan....

a. Saya nyaman dengan memakai sendal kareana bukan jam sekolah b. Kadang saya memakai sendal ketika tidak ketahuan oleh guru c. Saya akan memakai sepatu walaupun itu tidak mengenakkan

16. Pada saat bermain sepak bola, salah satu teman saya terluka karna terjatuh, apa yang harus saya lakukan....

a. Menenangkannya dan membawa ke UKS sekolah b. Langsung memberi tahu kepada guru

c. Bingung apa yang harus dilakukan

17. Seorang teman menyruh teman yang lain untuk tidak berteman dengan saya, saya akan...


(36)

26

a. Memukul teman yang menjauhi saya b. Melaporkan kepada guru

c. Menanyakan kepada teman yang menjauhi saya

18.Selagi saya mengerjakan PR, ibu meminta saya untuk mengantarakan barang ketetangga sebelah rumah, apa yang harus saya lakukan....

a. Meninggalkan PR yang sedang saya kerjakan

b. Mengantar apa yang dimanta ibu dahulu lalu mengerjakan PR kembali c. Saya akan menyelasaikan PR terlebih dahulu, lalu mengerjakan yang lain 19. Ketika bermain, teman saya ada yang curang, maka saya....

a. Ikut curang agar menang

b. Tidak ikut curang dan membiarkan teman saya curang c. Tidak ikut curang dan menegur teman saya

20.Ketika saya mendapatkan nilai ulangan yang bagus, maka saya... a. Tidak belajar lagi, karena nilai saya sudah bagus

b. Tidak merasa puas, karena harus saya tingkatkan lagi

c. Merasa senang, tetapi tetap belajar untuk mempertahankannya

21.Orang tua saya meminta saya untuk membersihkan meja belajar, saat itu ada film kartun kesukaan saya, yang saya lakukan adalah...

a. Meninggalkan meja belajar dan pergi menonton kartun b. Tetap membersihkan meja belajar sambil menonton

c. Segera membersihkan meja belajar agar selesai, kemudian menonton kartun 22.Setelah pulang sekolah, yang saya lakukan adalah....

a. Memikirkan apa saja yang akan saya lakukan nanti b. Melakukan kegiatan seperti hari-hari sebelumnya c. Menunggu perintah orang tua

23.Orang tua saya memberikan dua pilihan les yang saya sukai semuanya, tetapi saya bingung memilih, yang saya lakukan...

a. Tidak mau memilih, karena orang tua saya yang memilihkan b. Meminta bantuan orang tua saya dengan merengek


(37)

27

LAMPIRAN 2

Blueprint


(38)

28

No Aspek Indikator perilaku Item Presentase

1 2 3

1. Self disipline (kemampuan

individu melakukan disiplin dlm diri)

Mengikuti peraturan yang berlaku

7 15 7 10%

Konsisten dalam melakukan

pekerjaan.

14 18 14 10%

2. Deliberate /non impulsive (kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan pertimbangan) Berpikir dahulu sebelum bertindak.

4 17 4 10%

Bertindak tenang dalam menghadapi suatu keputusan.

5 16 5 5%

3. Healty habits (kemampuan dalam mengatur pola perilaku menjadi kebiasaan yang sehat)

Bertanggung jawab 1 6 1 10 %

Bersikap sportif 11 11 11 10%

Memilih kegiatan sesuai dengan kebutuhan.

3 3 3 5%

4. Work ethnic

(penilaian individu thdp

regulasi diri)

Fokus pada sesuatu yang dikerjakan.

2 21 23 15%

Dapat menunda kepuasan dalam

dirinya

10 12 10 10%

5. Reliability (penilaian individu terhadap

kemampuan dirinya)

Membuat rencana atau planing sebelum

melakukan suatu pekerjaan.

22 22 22 15%

Bertindak sesuai kemampuan.

13 20 13 10%


(39)

29

LAMPIRAN 3

Tabulasi Data Skor


(40)

30

ITEM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 1 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 2 3 3 3 3 1 1 2 2 2 3 1 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 1 1 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 1 1 2 3 3 3 1 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 1 3 3 2 3 2 3 3 1 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 3 3 3 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 2 1 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 1 1 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 1


(41)

31

3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 3 1 2 2 2 3 3 3 3 1 3 3 3 3 1 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3


(42)

32

LAMPIRAN 4

Tabulasi Data Skoring


(43)

33

SKORING SKALA KELOMPOK EKPERIMEN A

PRETES

NO. NAMA USIA item 1 item 2 item 3 item 4 item 5 item 6 item 7 item 8 item 9 item 10 item 11 TOTAL

1 Akmal 11 Tahun 3 3 1 1 1 3 1 1 3 1 2 20

2 Dzakyawan 11 Tahun 3 3 2 2 2 3 2 2 3 1 3 26

3 Mutiara 11 Tahun 3 2 3 2 2 3 1 3 3 2 3 27

4 Tri Prasetyo 11 Tahun 3 3 3 1 1 3 2 2 3 3 3 27

5 Alfinda 11 Tahun 3 3 3 3 2 3 1 3 3 1 3 28

6 Niya 11 Tahun 3 3 3 2 1 3 2 3 3 2 3 28

7 Wilda 11 Tahun 3 3 3 3 1 3 1 3 3 3 3 29

8 Irvan 11 Tahun 3 3 3 3 2 2 3 3 1 3 3 29

9 Isnaini 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 1 3 3 2 3 30

POSTEST_1

1 Akmal 11 Tahun 2 2 1 2 2 2 2 2 3 3 2 23

2 Dzakyawan 11 Tahun 2 2 2 3 3 2 2 1 3 3 1 26

3 Mutiara 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 1 3 3 3 30

4 Tri Prasetyo 11 Tahun 3 3 3 3 1 3 2 1 3 2 3 27

5 Alfinda 11 Tahun 3 3 3 2 3 3 3 1 3 2 3 29

6 Niya 11 Tahun 3 2 3 2 3 3 1 1 3 3 3 29

7 Wilda 11 Tahun 3 3 3 2 3 3 3 1 2 2 2 29

8 Irvan 11 Tahun 3 3 3 3 3 2 2 1 3 3 3 29

9 Isnaini 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 31

POSTEST_2

1 Akmal 11 Tahun 1 2 1 2 2 1 1 3 3 2 2 20


(44)

34

3 Mutiara 11 Tahun 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 31

4 Tri Prasetyo 11 Tahun 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 31

5 Alfinda 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 31

6 Niya 11 Tahun 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 29

7 Wilda 11 Tahun 3 3 3 3 2 3 3 2 1 3 3 26

8 Irvan 11 Tahun 3 3 2 3 3 2 3 3 1 3 3 30

9 Isnaini 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 31

SKORING SKALA KELOMPOK EKSPERIMEN B

PRETES

NO. NAMA USIA item 1 item 2 item 3 item 4 item 5 item 6 item 7 item 8 item 9 item 10 item 11 TOTAL

1 Rizki 11 Tahun 3 2 3 1 3 2 1 2 3 2 2 24

2 Satria 11 Tahun 3 3 3 3 3 1 1 3 2 1 3 26

3 Fakul 11 Tahun 3 2 3 3 2 3 1 3 3 1 2 26

4 Dino 11 Tahun 3 3 3 3 3 1 1 3 3 1 3 27

5 Ahmad Aril 11 Tahun 3 2 3 2 2 3 3 2 3 3 2 28

6 Raka Bagus 11 Tahun 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 1 29

7 Haikal 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 30

8 Ayu Candra 11 Tahun 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 3 31

9 Yuli 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 32

POSTEST_1

1 Rizki 11 Tahun 2 2 2 3 1 2 1 2 2 1 1 19

2 Satria 11 Tahun 3 3 3 2 2 3 1 2 3 1 3 26

3 Fakul 11 Tahun 3 3 2 3 1 1 3 2 3 2 1 27


(1)

70

d. Penutup

1.Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta

2.Berdoa


(2)

71

Fase : SESI 1 (Tahap orientasi)

Waktu : 60 menit

Tujuan :

Perkenalan antara peneliti, observer, beserta anggota-anggota lain (subjek penelitian)

Membangun rapport antara peneliti, observer, dan subjek penelitian

Peneliti menyampaikan tujuan dan harapan terhadap kegiatan yang dilakukan Menjelaskan kontrak atau peraturan dan menyepakati kontrak dalam permainan engklek yang akan dilakukan

Peneliti memberikan contoh permainan atau melakukan simulasi permainan engklek

Langkah Kegiatan :

a. Pembukaan

1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih telah

menyempatkan waktu untuk hadir

2. Berdoa

3. Perkenalan antara peneliti, observer, dan para subjek penelitian

b. Kegiatan kelompok

1. Menjelaskan pengertian tentang permainan tradisional engklek

2. Menjelaskan tujuan dan manfaat bermain tradisioanl engklek

3. Menjelaskan dan menyepakati kontrak dalam permainan

4. Menjelaskan cara dan prosedur pelaksanaan permainan

5. Peneliti menyampaikan harapannya terhadap pelaksanaan treatment

permainan engklek

6. Memberikan contoh permainan engklek Pa’a atau simulasi pertama

c. Penutup

1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta

2. Istirahat

HARI KETUJUH (7)


(3)

72

Fase : SESI 2 (Tahap Pemberian perlakuan)

Waktu : 40 menit

Tujuan :

Mendorong partisipasi subjek dalam melakukan bermain engklek

Langkah Kegiatan :

a. Pembukaan

1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih telah

menyempatkan waktu untuk hadir

2. Berdoa

3. Perkenalan antara peneliti, observer, dan para subjek penelitian

a. Kegiatan kelompok

1. Menjelaskan cara dan prosedur pelaksanaan permainan engklek Pa’a

2. Peneliti menyampaikan harapannya terhadap pelaksanaan treatment

permainan engklek

3. Subjek bermain engklek Pa’a

b. Penutup

1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta


(4)

73

. Fase : SESI 1 (Tahap Pemberian perlakuan)

Waktu : 60 menit

Tujuan :

Mendorong partisipasi subjek dalam melakukan bermain engklek

Langkah Kegiatan :

a. Pembukaan

1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih telah

menyempatkan waktu untuk hadir

2. Berdoa

3. Perkenalan antara peneliti, observer, dan para subjek penelitian

b. Kegiatan kelompok

1. Menjelaskan cara dan prosedur pelaksanaan permainan engklek Pa’a

2. Peneliti menyampaikan harapannya terhadap pelaksanaan treatment

permainan engklek

3. Subjek bermain engklek Pa’a

c. Penutup

1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta

2. Istirahat

HARI KEDELAPAN (8)


(5)

74

Fase : SESI 2 (Feedback)

Waktu : 40 menit

Tujuan :

Menjelaskan bahwa kegiatan permainan engklek akan diakhiri Meringkas dan membahas kegiatan yang sudah dilakukan

Kesan-kesan subjek dalam efektifitas mengikuti permainan engklek

Tanya jawab dengan subjek terkait dengan manfaat atau tanggapan setelah mengikuti permainan engklek

Langkah Kegiatan :

a. Pembukaan

1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih telah

menyempatkan waktu untuk hadir b . Kegiatan kelompok

1. Mereview dan mencari hal-hal penting dari pokok permainan engklek

Pa’a

2. Tanya jawab tentang kesan atau anggapan setelah mengikuti permainan

engklek Pa’a

Pertanyaan : Apa yang dirasakan setelah bermain engklek?

... ... ...

Pertanyaan : Hambatan-hambatan apa saja yang dirasakan saat bermain engklek?

... ... ...

Pertanyaan: Dari permainan tadi, apa saja yang harus dilakukan dalam permainan engklek agar menang (mendapatkan rumah)?

... ... ...


(6)

75

c . Penutup

1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta

2. Berdoa

3. Memberikan skala post-test 2


Dokumen yang terkait

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL ENGKLEK TERHADAP KONSENTRASI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

13 99 73

IMPLEMENTASI PERMAINAN TRADISIONAL ENGKLEK UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN KINESTETIK ANAK PADA Implementasi Permainan Tradisional Engklek Untuk Meningkatkan Kecerdasan Kinestetik Anak Pada Kelompok B Di Tk Orbit 1 Joyontakan Serengan Surakarta Tahun Ajara

0 6 12

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL ENGKLEK TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK Pengaruh Permainan Tradisional Engklek Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 5-6 Tahun Di TK Bhineka Karya Tunggulsari Dan Tk Islam Bhakti VIII W

0 3 10

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL ENGKLEK TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK Pengaruh Permainan Tradisional Engklek Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 5-6 Tahun Di TK Bhineka Karya Tunggulsari Dan Tk Islam Bhakti VIII W

0 2 14

PERMAINAN TRADISIONAL ENGKLEK BERPENGARUH TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL “ ENGKLEK ” TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK DI TKIT BAITURRAHMAN PRAMBANAN KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 3 11

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL “ENGKLEK” TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK DI TKIT BAITURRAHMAN PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL “ ENGKLEK ” TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK DI TKIT BAITURRAHMAN PRAMBANAN KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 2 16

PENGARUH PERMAINAN KONSTRUKTIF UNTUK MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK USIA SEKOLAH Pengaruh Permainan Konstruktif Untuk Mengembangkan Kreativitas Anak Usia Sekolah.

0 1 14

EFEKTIVITAS PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS VERBAL PADA MASA ANAK SEKOLAH.

0 0 9

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL ENGKLEK TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK KASAR MELOMPAT ANAK TUNAGRAHITA RINGAN.

7 32 36

PENGARUH PENGGUNAAN PERMAINAN TRADISIONAL BAKIAK DAN ENGKLEK TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI.

3 39 107