FOLLOWERSHIP PADA ANGGOTA POLRI

(1)

FOLLOWERSHIP PADA ANGGOTA POLRI

SKRIPSI

Disusun Oleh : DONI TRI PRASETYA

07810048

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011


(2)

FOLLOWERSHIP PADA ANGGOTA POLRI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Sebagai Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S-1) Psikologi

Disusun Oleh : Doni Tri Prasetya

07810048

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Followership Pada Anggota Polri Nama Peneliti : Doni Tri Prasetya

NIM : 07810048

Fakultas : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Waktu Penelitian : 24 Oktober – 26 Oktober 2011 Tanggal Ujian : 11 November 2011

Malang, 4 November 2011

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi telah diuji oleh dewan penguji Pada tanggal : 11 November 2011

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Zakarija Achmat, S.Psi.,M.Si (……….)

Anggota Penguji : 1. Djudiyah, Dra.,M.Si (……….)

2. M. Shohib, S.Psi.,M.Si (……….)

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Doni Tri Prasetya

NIM : 07810048

Fakultas / Jurusan : Psikologi

Pergururan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul: Followership Pada Anggota Polri

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebut sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui, Malang, 4 November 2011 Ketua Program Studi Yang menyatakan


(6)

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. Pemilik dan penguasa alam semesta beserta isinya, hidayah, kasih sayang, kemudahan serta nikmat-nikmat lain yang tak terhitung jumlahnya. Hanya dengan seizin-Nya lah akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan serta suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat islam dari kegelapan menuju cahaya islam seperti saat ini.

Skripsi ini berjudul “Followership Pada Anggota Polri”. Adapun maksud dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat gelar Sarjana Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis menyadari bahwa penyusunan karya sederhana ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1.Bapak Drs. Tulus Winarsunu selaku Dekan Fakultas Psikologi UMM.

2.Bapak Yudi Suharsono S.Psi.,M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bapak Zakarija Achmat S.Psi.,M.Si selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3.Ibu Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si selaku dosen wali yang telah banyak memberikan dukungan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4.Kapolres Kota Batu beserta jajarannya di Polresta Batu yang telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian serta memberikan dukungan sepenuhnya untuk suksesnya penelitian ini.

5.Kedua orang tuaku yang senantiasa mengiringi dengan do’a, kasih sayang, dorongan, dukungan, nasehat, dan perhatian yang tidak pernah berhenti selama penulis menyelesaikan skripsi ini, serta kedua kakak ku yang selalu memotivasi untuk terus berjuang.

6.Untuk Dyah Retno Palupi, terima kasih atas doa, semangat, pengertian, perhatian, dukungan, dan nasehatnya selama ini sampai akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsinya.


(7)

7.Buat kawan-kawan aktivis seperjuangan di HMI Cabang Malang Komisariat Psikologi UMM yang menjadi keluarga saya selama di Malang, yang selalu berjuang bersama, bertukar pikiran dan ilmu, Yakusa!! Go A Head HMI. Serta kawan-kawan di BEM FAPSI UMM periode 2009-2010, kawan-kawan di FORKOMMAPSI lanjutkan perjuangan kalian kawan!!.

8.Sahabatku Ruben, Rizky, Dicky yang telah memberikan dukungan dan semangat pada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini serta menemani penulis di saat senang maupun susah.

9.Teman-temanku psikologi kelas A 2007 : Dinda, Tamy, Kiki, Ayu, Inung, Taufiq, Ria, Cino dan semua teman sekelasku yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu. Anak-anak kos gang Salak: Ian, Andik, Muiz, Najib, Gagas, Coker, Dodo, Rendra, Agus, Alip, Kaconk, Shogy, Ayik, dll. Senang sekali bisa kenal sama kalian semua.

10.Dan pihak-pihak yang telah turut membantu, penulis ucapkan terima kasih. Akhir kata, penulis berharap semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan, mendapat pahala dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa karya ini, masih banyak kekurangan bahkan jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangatlah penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Malang, 4 November 2011 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR DIAGRAM……….. vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 9

C.Tujuan Penelitian ... 9

D.Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Followership ... 11

1. Pengertian Follower ... 11

2. Pengertian Followership ... 12

3. Tipe-tipe Followership ... 15

4. Developing Effective Followership………. 17 5. Tinjauan Psikologi Mengenai Followership……… 17 B.Kepolisian ... 21

1. Sejarah Kepolisian... 21

2. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Kepolisian ... 22

3. Tugas dan Wewenang Kepolisian ... 27

C.Followership pada Anggota Polri ……… 30 BAB III METODE PENELITIAN A.Rancangan Penelitian ... 34

B.Batasan Istilah ... 35

C.Populasi dan Sampel ... 36

D.Lokasi Penelitian ... 37

E.Metode Pengumpulan Data ... 37

F. Prosedur Penelitian ... 39

G.Metode Analisis data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Subyek ... 41

B.Analisa Data Penelitian ... 43

C.Pembahasan ... 53

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 60

B.Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Responden Berdasarkan Usia ... 41

Tabel 2. Responden Berdasarkan Pendidikan ... 42

Tabel 3. Responden Berdasarkan Lama Karir ... 42

Tabel 4. Data Berdasarkan Antusias Dalam Bekerja... 43

Tabel 5. Data Berdasarkan Tidak Atusias Dalam Bekerja... 44

Tabel 6. Data Berdasarkan Sikap Terhadap Silang Pendapat Dengan Atasan. 45 Tabel 7. Data Berdasarkan Mendapat Amanah Dari Atasan ... 45

Tabel 8. Data Berdasarkan Pengambilan Keputusan ... 46

Tabel 9. Data Berdasarkan Tugas Diambil Alih Oleh Rekan Kerja ... 47

Tabel 10. Data Berdasarkan Perbedaan Lingkungan Kerja ... 47

Tabel 11. Data Berdasakan Kesulitan Beradaptasi... 48

Tabel 12. Data Berdasarkan Minimnya Sarana dan Prasarana ... 48

Tabel 13. Data Berdasarkan Cara Menyampaikan Aspirasi ... 49

Tabel 14. Data Berdasarkan Menjaga Nama Baik Institusi ... 50

Tabel 15. Data Berdasarkan Penerapan Nilai-nilai Kepolisian ... 50


(10)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1. Prosentase Gambaran Followership Berdasarkan Usia ………. 52 Diagram 2. Prosentase Gambaran Followership Berdasarkan Pendidikan…….. 52 Diagram 3. Prosentase Gambaran Followership Berdasarkan Lama Karir……... 53


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian………... 65

Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian ... ………... 74

Lampiran 3. Gambaran Umum Kepolisian Resort Kota Batu………… ... 77


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2005). Psikologi kepribadian. Edisi Revisi. Malang: UMM Press.

Blackshear, P.B. The Followership Continuum: A model for increasing organizational productivity.

Diperoleh dari

http://www.innovation.cc/discusion_papers/blackshear_emp.pdf. Chaleff, I. (2008). The Art of Followership. San Fransisco : Jossey-Bass Book

Civil air patrol USA.---Lesson02: Followership.

http//www.harding.edu./slwilliams.com/canpq.gov/nlq/aerod/ACSC_prof_de v_modules?CAP?cap_lesons_02/lesson2_html?lesson2.html.

Deiss, J.K, (1998). Leading Ideas: The shared leadership principle: creating leaders throughout the organization.

Diperoleh darihttp://www.arl.org/diversity/leading/isuez/shared.html.

Dhewanti, I (2006). Studi Kualitatif tentang konsep kepengikutan (followership) pada Pegawai Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya. Tidak diterbitkan.

Diperoleh dari http://www.bahanskripsi/studikualitatiffollowership.htm. Kelana, Momo. (1994). Hukum kepolisian, Jakarta : PTIK/Gramedia

Kerlinger, F. N. (2004). Asas-asas penelitian behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Landino, R. J, (2006). Followership: A literature review of a rising power beyond leadership.

Diperoleh dari

http://www.google.com/search?qfollowershipconceptn_us.html

Nawawi, H. (2005). Manajemen sumber daya manusia untuk bisnis yang kompetitif.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Prabowo. T.A (2005). Pengaruh followership (keanak-buahan) terhadap pelaksanaan leadership yang efektif dna berkualitas di PT Yamaha music manufacture Indonesia. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya


(13)

Jakarta. Tidak diterbitkan. Diperoleh dari http://www.bahanskripsi/PerpustakaanUnikaAtmaJaya.htm.

Poerwadarminta, W.J.S. (1995). Kamus besar bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta.

Poerwanti, E. (1998). Dimnesi-dimensi riset ilmiah. Malang: UMM Pers.

Rahardi, P. (2007). Hukum kepolisian (profesionalisme dan reformasi polri). Jakarta : Laksbang Mediatama.

Rajab, U.S. (2003). Kedudukan dan fungsi Polisi Republik Indonesia dalam sistem ketatanegaraan. Bandung : CV Utomo.

Sadjijono (2008). Seri hukum kepolisian (Polri dan good govermance). Jakarta : Laksbang Mediatama.

Singarimbun, M. Effendi, S.(1989) Metode penelitian survai. Jakarta : LP3ES. Tabah, A. (1991). Menatap dengan mata hati, Polisi Indonesia. Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama.

---. (1996). Polisi, budaya dan politik. Klaten : CV Sahabat.

Thach, Dkk. (2006). A Fresh Look At Folowership: A Model For Matching Followeship And Leadership Styles.

Diperoleh dari http://www.Google.com/search?blashear%followership.html Wignyowiyoto, S. (2002). Leadership-Followership (Hubungan dinamis

kepemimpinan keanakbuahan sebagai kunci sukses organisasi). Jakarta : Penerbit PPM.

Winarsunu, T. (2009). Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang: UMM Press.

Yukl, G. 2002. Leadership in organizational. 5 th ed. New Jersey: Prentice Hall. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia. Diperoleh dari http.//www.polri.go.id.

http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/polri-berduka-dan-tercoreng.htm. Diakses tanggal 8 Mei 2011.


(14)

http://POLRI/MengubahPerformansiPolri.JambiEkspreOnline.htm. Diakses tanggal 8 Mei 2011.

http://www.amikom.ac.id. Diakses 4 Juni 2011.


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Arus perubahan, persaingan dan perbaikan yang terus menerus melanda hampir semua sisi sendi kehidupan, pada akhirnya berkembang menjadi perubahan yang berlangsung secara terus menerus atau abadi, memaksa semua pihak tanpa terkecuali organisasi untuk selalu siap menerima, mengantisipasi, mengelola dan menyesuaikan diri serta harus selalu siap untuk melakukan perubahan untuk perbaikan.

Bagi yang tidak mampu melakukan perubahan itu maka pastilah akan mengalami kemunduran dan tidak mampu bertahan dengan kerasnya persaingan. Tidak mampu lagi mempertahankan apa yang menjadi tujuan dan cita-cita awal serta akan menjadi penonton yang duduk manis melihat ketidak berdayaan dalam persaingan yang abadi. Hendaknya persaingan dan perubahan yang terjadi harus ditindaklanjuti secara bijak dan positif. Yaitu dengan melakukan evaluasi dan melakukan perubahan demi menuju arah perbaikan yang menuju arah peningkatan mutu organisasi. Semakin sadar akan pentingnya sebuah perubahan untuk menghadapi persaingan, maka akan semakin baik sebuah organisasi untuk tetap bertahan dalam persaingan yang terjadi.

Di dalam situasi seperti ini, tantangan dan tuntutan yang dihadapi oleh institusi atau organisasi menjadi semakin berat dan kompleks. Peran dari pemimpin (Leader) serta faktor kepemimpinan (Leadership) di dalam organisasi dirasakan semakin penting. Pengelolaan sebuah organisasi dan badan usaha tidak lagi dilakukan dengan hanya didasarkan pada keharusan untuk dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari semua sumber daya yang dimiliki, tetapi juga didasarkan pada keharusan untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan kegiatan, memenangkan persaingan serta mempertahankan


(16)

2

keberadaan organisasi yang kesemuanya memerlukan kehadiran dan peranan seorang pemimpin.

Maxwell (2001) seorang pakar kepemimpinan mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses perjalanan bukan tujuan. Sehingga kepemimpinan bukan dilihat pada hasil akhirnya saja, yang pada orang-orang tertentu berupa kesuksesan material, kesuksesan bisnis dan karir. Tetapi juga proses berkembangnya soul of leadership dalam diri seseorang (dalam Yukl, 2002).

Paul Hersey dan Kent Blanchard (2003) mendefinisikan kepemimpinan yang efektif sebagai kesesuaian gaya atau model kepemimpinan dengan tingkat kematangan anak buah. Kendati kematangan anak buah menjadi faktor penting dalam mewujudkan kepemimpinan yang efektif, orang-orang ternyata lebih menyoroti bagaimana menjadi pemimpin dan cara memimpin yang efektif. Peran dan fungsi anak buah tetap saja menjadi obyek (dalam Iryanto, 2005).

Padahal yang seharusnya kita sadari bersama bahwa diperlukan hubungan yang harmonis dan dinamis antara pemimpin dengan anak buah untuk mewujudkan kesuksesan organisasi. Dalam pengertian ini, kemampuan dan potensi para follower tidak terbatas pada melaksanakan tugas dan perintah saja,

tetapi juga memberikan dukungan kepada leader dan organisasi untuk

memelihara lingkungan kerja yang sehat, untuk ikut memecahkan masalah, untuk ikut meningkatkan kemampuan sesama follower, untuk aktif menyampaikan pendapat, gagasan, saran, dan kemampuan lainnya sebagai individu yang berperan dalam menjaga kelangsungan aktivitas dan keberadaan organisasi (Suharsono, 2002).

Jelas bahwa akan ada keterkaitan antara seorang pemimpin dengan para bawahannya, semua akan saling memahami dalam situasi dimana masing-masing mampu menjalin hubungan yang baik untuk sama-sama membangun organisasi sesuai dengan apa yang telah di cita-citakan. Sesuai dengan hasil penelitian dari Tweddy Adi P (2005) yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang kuat


(17)

3

dari sisi lain leadership, yang sebelumnya terabaikan yakni sisi followership terhadap penciptaan dan penerapan leadership yang efektif dan berkualitas.

Saat ini peran bawahan juga harus diperhatikan. Karena tidak bisa kita melihat bahwa keberhasilan sebuah organisasi dilihat dari pemimpinnya, tetapi peran serta dan kinerja yang baik dari para bawahan juga menjadi faktor terpenting suksesnya sebuah organisasi. Dalam sebuah organiasi atau institusi, hanya akan ada satu pemimpin atau atasan dan jelas akan lebih banyak bawahannya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu keahlian khusus dari seorang pemimpin untuk memberdayakan bawahannya dalam sebuah tugas agar tidak memperberat tugas dari atasan. Jumlah bawahan yang banyak dari pada atasan akan sangat berpengaruh atas kinerja dan stabilitas organisasi. Disisi lain ini merupakan hal positif karena akan sangat membantu perkembangan sebuah organisasi. Karena peran bawahan akan sangat besar sekali, serta dapat membantu tugas dari atasan sendiri. Untuk itu perlu adanya pengembangan dan keprofesionalan dari para bawahan untuk dapat ikut andil dalam perkembangan dan keberhasilan sebuah organisasi atau institusi.

Menjadi bawahan yang baik, tentu saja adalah sama sulitnya dengan menjadi atasan atau pemimpin yang baik. Karena untuk menjadi bawahan juga diperlukan kearifan khusus dan oleh karena itu juga diperlukan pembelajaran secara lebih formal. Selain itu juga untuk menuju sebagai bawahan yang baik, seorang follower juga harus mampu mengenali kemampuan dirinya sendiri agar nantinya dalam bekerja mampu memberikan yang terbaik bagi pimpinan maupun organisasi.

Banyak leader gagal menampilkan citra dirinya sebagai pemimpin karena mereka tidak memahami peran dan arti bawahan sehingga mereka tak pernah berperan sebagai bawahan dalam suatu kondisi tertentu. Posisi pemimpin dengan segala atributnya seringkali membuat dirinya berada di menara gading tanpa pernah turut memahami bahwa pemimpin ada karena ada bawahan atau orang


(18)

4

yang dipimpin. Oleh karena itu, sangat mustahil seseorang dapat menjadi seorang leader jika tidak ada seorang pun yang bertindak sebagai follower.

Rendahnya apresiasi manajemen organisasi terhadap peran dan fungsi

follower, karenanya harus segera dihijrahkan. Sebab jika hal ini masih saja terjadi, tidak saja menimbulkan kesulitan dan kerugian bagi para leader, tetapi juga bagi organisasi. Selain buah pikiran, inisiatif, dan kreativitas mereka yang tidak muncul, maka sikap mereka pun akan cenderung pasif dan apatis. Mereka cenderung kaku dan kontra terhadap perubahan, yang dalam banyak hal justru menjadi sebuah keharusan untuk mempertahankan eksistensi organisasi atau perusahaan.

Chaleff (1995), mengatakan para pemimpin jarang memanfaatkan kekuatan mereka secara bijak atau efektif dalam kurun waktu yang panjang kecuali atas dukungan para pengikutnya yang mampu membantunya. Hal ini yang terkadang masih terlihatnya kesenjangan diantara atasan dan bawahan, karena atasan masih melihat bahwa dirinya berbeda dengan bawahannya. Perbedaan mungkin karena adanya sebuah struktur dan garis kerjanya, tetapi sebenarnya kalau mampu memanfaatkan tugas dan wewenang sebagai atasan dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh setiap anakbuah maka akan terjadi interaksi dan memiliki suatu kekuatan yang besar dan positif dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan.

Saat ini followership tak bisa lagi dipandang remeh. Para follower tidak boleh lagi diperlakukan sebagai obyek, namun harus diberi kesempatan menjadi subyek. Sejajar dengan para leader, mereka harus berkesempatan untuk memelihara keutuhan dan kekompakan organisasi, menentukan arah dan tujuan organisasi, serta membuat dan melakukan berbagai perubahan yang dibutuhkan organisasi.

Institusi Polri sebagai aparat pelindung masyarakat juga tidak terlepas dari konteks followership. Jumlah anggota yang banyak dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan terbagi di berbagai satuan, membuat suatu alur instruksi


(19)

5

yang jelas agar tidak terjadi kesalahan perintah terkait tugas yang diemban. Pemahaman bawahan akan perintah itu harus benar-benar diperhatikan karena itu akan membuat efektifnya sebuah alur instruksi dalam institusi Polri. Tentunya dibutuhkan sebuah pengertian antara atasan kepada bawahan dan bawahan ke atasan.

Seperti diketahui bersama reformasi Polri pada aspek struktural, instrumental, dan kultural telah digerakkan untuk menjadikan polisi modern yang berlabel ''polisi sipil'' (civilian police). Itu berarti reformasi dinamisasi sehingga polisi berperan sebagai penegak hukum dan merespons secara profesional tuntutan-tuntutan yang berbeda dan bertentangan dengan berbagai segmen masyarakat.

Kata kuncinya adalah hubungan antara polisi-masyarakat ( police-community relation). Karena itu, polisi harus memperoleh kepercayaan dari masyarakat sehingga satu sama lain tidak mengambil jarak (reactions of distance), namun sebaliknya saling mendekat (reactions of closeness). Tanpa kedekatan, slogan Polri ''kami melayani dan melindungi'' tidak dapat diterima, sebaliknya dimaknai dan dicibir sebagai penghias bibir (Jambi Ekspres, 2010).

Polisi ideal itu adalah polisi sipil yang demokratis. Polisi sipil maksudnya, polisi harus mengedepankan cara-cara sipil untuk menyelesaikan persoalan sosial (termasuk kejahatan) yang mengemuka di masyarakat. Jelas, polisi wajib menjauhi cara kekerasan dan militeristik dalam bertugas. “Polisi harus bersikap sopan, lemah lembut, menjauhi sikap yang arogan dan sok kuasa,” jelas Farouk (dalam, bulletin Adillah 2008).

Dengan banyaknya tuntutan yang diemban dan dituntut harus professional, maka anggota polri ini harus terus mampu menjaga itu. Tetapi banyak juga yang tidak mampu menjaga nama baik institusi sehingga tidak tahan dengan tuntutan, dan membuat sebagian anggota polri menjadi mangkir dari tugas, bahkan tidak menuruti perintah atasan. Kalau ini terjadi tentunya akan sangat berbahaya bagi institusi sendiri karena pasti akan muncul


(20)

permasalahan-6

permasalahan yang akan terjadi. Akibatnya pengadilan internal kepolisian sendiri tak segan-segan untuk menghukum anggotanya yang tidak disiplin, dari hukuman ringan sampai yang terberat yaitu dicopot sebagai anggota polri sehingga menjadi rakyat sipil lagi. Untuk itu lah mengapa tugas dan amanah yang harus diemban sebagai anggota polri semakin berat. Dituntut untuk selalu professional dalam perilaku sehari-hari, baik dalam pekerjaan maupun diluar pekerjaan.

Suatu contoh terakhir seorang bawahan menembak mati atasannya di Polwiltabes Semarang. Peristiwa tragis dan memilukan sekaligus memalukan itu terjadi pertengahan Maret tahun 2007 lalu. Korbannya adalah Wakil Kepala Polwiltabes Semarang AKBP Lilik Purwanto yang tewas diberondong tembakan oleh anak buahnya sendiri, Briptu Hance Christianto yang diduga kecewa karena dimutasi ke Polres Kendal (berita Indonesia, 2007). Ihwal anggota Polri menembak atasannya dan kemudian bunuh diri bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, seperti diberitakan Media Indonesia (15/3), pada 24 April 2005 Kasat Samapta Polres Jombang AKP Ibrahim Gani tewas ditembak Iptu Sugeng Triono yang stess. Sugeng kemudian menembak dirinya hingga tewas.

Penyalahgunaan senjata api oleh oknum polisi juga terjadi dalam berbagai kasus. Seperti anggota Poltabes Medan Iptu Oloan Hutasoit yang menembak mati sepasang pengantin baru, Amrul Fahmi dan Nanda Safriani, pada 24 Januari 2007. Setelah itu Oloan mengakhiri hidupnya dengan menembakkan pistol ke kepalanya. Berikutnya, pada 8 Maret 2007, anggota Polres Bangkalan Briptu Rifai Yulianus menembak mati Wiwiek (isterinya), Ny.Hasmah (ibu mertua) Satrio Wibowo (pacar gelap Wiwiek) dan Pujianto (teman Satrio). Rifai pun akhirnya tewas menembak dirinya sendiri.

Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri Brigjen Pol. Teguh Soedarsono mengakui, moral dan etika personel Polri harus dibenahi. Kasus ini menunjukkan hubungan atasan dan bawahan kurang dibina dengan baik. Dasarnya adalah derajat, kapasitas, etika dan moril manusia di dalam Polri. Kasus ini menjadi


(21)

7

introspeksi bagaimana seharusnya atasan memperlakukan bawahan. Pemindahan tugas anak buah hendaknya mempertimbangkan kondisi pribadi dan keluarganya. “Hal inilah yang kadang tidak dipikirkan atasan,” ujarnya seperti yang dikutip Republika (2007).

Kompleksnya permasalahan yang dihadapi anggota Polisi dilapangan akan berakibat meningkatnya tuntutan pimpinan kepada anggota agar dapat bekerja secara maksimal, tuntas dan berkualitas untuk mencapai apa yang menjadi tujuan anggota Polisi. Hubungan antara pimpinan dan anggota kadangkala dapat menimbulkan permasalahan di dalam organisasi. Anggota merasa tidak senang ataupun tidak nyaman mendapatkan pimpinan yang menurut anggota tidak tepat untuk jabatan tersebut, karena memperlakukan anggota dengan seenaknya dan tidak menghargai kerja anggota. Suasana kerja yang tidak enak antara pimpinan dengan anggota tersebut akan berakibat secara tidak

langsung pada tugas-tugas yang diberikan. Maka dapat dipastikan

ketidakpuasan, kekecewaan dan kebencian anggota atas perilaku pemimpin akan berpengaruh terhadap kondisi psikologis anggota, bahkan ada anggota yang melihat, mengamati dan meniru perilaku pemimpinnya yang berakibat ditampilkannya prilaku tersebut oleh anggota dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Hasil riset Stotland dan Pedleton (dalam Yusuf, 2009) mengungkapkan bahwa ketika beban kerja polisi ringan, sumber utama penyebab stress anggota polisi adalah penolakan atau penghinaan dari atasan (pimpinan). Penghinaan itu dapat terlihat dari evaluasi yang buruk, kritik, ketidakmauan untuk mendukung tugas dalam masalah kantor dan lain-lain. Akibatnya, hubungan interpersonal antara petugas dan publik pun menjadi buruk. Ini artinya dampaknya yang akan terjadi sangat besar ketika permasalahan yang datang dari internal tubuh kepolisian sendiri tidak terselesaikan maka akan berdampak kepada ketidak profesionalan anggota polisi dalam melaksanakan tugas.

Teori motivasi dalam manajemen SDM menyarankan jika kepuasan anggota organisasi dipengaruhi oleh insentif (benefit) yang diperoleh anggota


(22)

8

organisasi itu. Insentif ini bisa berwujud intrinsik atau ekstrinsik. Insentif intrinsik misalnya gaji atau bonus, sedangkan ekstrinsik misalnya kebanggaan terhadap korps atau idealisme. Kesejahteraan anggota Polri (terutama bintara dan tamtama) sangat memprihatinkan. Hal ini tentu harus diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat, selama masalah ini tidak terselesaikan sangat sulit melakukan perbaikan di dalam lembaga Polri.

Tentu ini menjadi suatu hal yang harus benar-benar segera dapat solusi yang terbaik di tubuh polri sendiri. Kesejahteraan dari para anggota yang selama ini bisa dikatakan menjadi salah satu akar permasalahan dari ketidakstabilan di institusi polri sendiri harus menjadi penanganan utama dari para pimpinan kepolisian. Anggota polri yang menjadi ujung tombak dari kekuatan kepolisian sendiri, yang menjadi garda terdepan ketika terjadi permasalahan-permasalahan di masyarakat, maka sudah selayaknya mendapat perhatian lebih. Dengan harapan nantinya akan tumbuh sikap professional dari para anggota.

Polri sebagai salah satu institusi hukum sangat diharapkan oleh masyarakat untuk mampu memperbaiki keadaan. Ada suatu kontradiksi yang terjadi ketika kita teringat akan ungkapan “polisi adalah lembaga yang paling dibenci tetapi juga paling dibutuhkan masyarakat”. Kita bisa melihat dalam kenyataan sehari-hari, setiap orang mengatakan hal yang negatif tentang polisi, namun ketika mereka menghadapi masalah, polisi adalah tempat untuk dimintai bantuan. Oleh karena itu, Polri diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya dengan melakukan perbaikan diawali dengan proses rekrutmen yang benar. Dalam artian tidak ada lagi indikasi kecurangan dalam proses rekrutmen tersebut, harus benar-benar melalui seleksi tidak mudah. Tidak perduli lagi latar belakang calon anggota polri, yang penting semua kriteria yang telah ditetapkan telah memenuhi syarat maka semuanya berhak menjadi anggota polri.

Institusi polri tentu berbeda dengan organisasi-organisasi yang sangat menjunjung tinggi demokrasi di dalam tubuh organisasinya. Kepolisian merupakan organisasi terstruktur yang mengedepankan militerisme dan patuh


(23)

9

akan atasan serta institusi itu sendiri. Tentu menjadi hal yang tabu ketika perintah atasan ditolak oleh para bawahan, dan bukan salah atasan juga ketika harus memberikan perintah kepada bawahan apapun kondisi bawahan karena memang sudah menjadi mekanisme pekerjaannya yang harus dipatuhi. Tetapi perlu adanya saling memahami antara atasan dan bawahan. Sebagai atasan harus mengatahui bagaimana kondisi fisik maupun psikis anggotanya serta sebagai bawahan harus mengerti bagaimana harus tetap profesional dalam melaksanakan tugas yang sedang diemban dengan menunjukkan kinerja yang baik dan memuaskan.

Berangkat dari kejadian dan fenomena yang menarik diatas, peneliti mencoba untuk menggali lebih jauh dan mencari tahu bagaimana followership

pada anggota polri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, sehingga membatasi masalah yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu bagaimana gambaran followership pada anggota Polri?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “followership

pada anggota Polri”

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan

sumbangan atau referensi ilmiah bagi Ilmu Psikologi, khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi.

b. Menjadi dasar untuk melakukan penelitian di bidang Psikologi Industri dan Organisasi selanjutnya.


(24)

10

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi bagi organisasi atau sebuah perusahaan mengenai

followership dalam institusi maupun organisasi dan perusahaan.

b. Memberikan masukan bagi Institusi Kepolisian sendiri supaya lebih peka terhadap kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh anak buahnya (anggota Polri) dan memanfaatkannya secara baik guna meningkatkan kinerja Kepolisian sendiri.


(1)

yang jelas agar tidak terjadi kesalahan perintah terkait tugas yang diemban. Pemahaman bawahan akan perintah itu harus benar-benar diperhatikan karena itu akan membuat efektifnya sebuah alur instruksi dalam institusi Polri. Tentunya dibutuhkan sebuah pengertian antara atasan kepada bawahan dan bawahan ke atasan.

Seperti diketahui bersama reformasi Polri pada aspek struktural, instrumental, dan kultural telah digerakkan untuk menjadikan polisi modern yang berlabel ''polisi sipil'' (civilian police). Itu berarti reformasi dinamisasi sehingga polisi berperan sebagai penegak hukum dan merespons secara profesional tuntutan-tuntutan yang berbeda dan bertentangan dengan berbagai segmen masyarakat.

Kata kuncinya adalah hubungan antara polisi-masyarakat (police-community relation). Karena itu, polisi harus memperoleh kepercayaan dari masyarakat sehingga satu sama lain tidak mengambil jarak (reactions of distance), namun sebaliknya saling mendekat (reactions of closeness). Tanpa kedekatan, slogan Polri ''kami melayani dan melindungi'' tidak dapat diterima, sebaliknya dimaknai dan dicibir sebagai penghias bibir (Jambi Ekspres, 2010).

Polisi ideal itu adalah polisi sipil yang demokratis. Polisi sipil maksudnya, polisi harus mengedepankan cara-cara sipil untuk menyelesaikan persoalan sosial (termasuk kejahatan) yang mengemuka di masyarakat. Jelas, polisi wajib menjauhi cara kekerasan dan militeristik dalam bertugas. “Polisi harus bersikap sopan, lemah lembut, menjauhi sikap yang arogan dan sok kuasa,” jelas Farouk (dalam, bulletin Adillah 2008).

Dengan banyaknya tuntutan yang diemban dan dituntut harus professional, maka anggota polri ini harus terus mampu menjaga itu. Tetapi banyak juga yang tidak mampu menjaga nama baik institusi sehingga tidak tahan dengan tuntutan, dan membuat sebagian anggota polri menjadi mangkir dari tugas, bahkan tidak menuruti perintah atasan. Kalau ini terjadi tentunya akan sangat berbahaya bagi institusi sendiri karena pasti akan muncul


(2)

permasalahan-permasalahan yang akan terjadi. Akibatnya pengadilan internal kepolisian sendiri tak segan-segan untuk menghukum anggotanya yang tidak disiplin, dari hukuman ringan sampai yang terberat yaitu dicopot sebagai anggota polri sehingga menjadi rakyat sipil lagi. Untuk itu lah mengapa tugas dan amanah yang harus diemban sebagai anggota polri semakin berat. Dituntut untuk selalu professional dalam perilaku sehari-hari, baik dalam pekerjaan maupun diluar pekerjaan.

Suatu contoh terakhir seorang bawahan menembak mati atasannya di Polwiltabes Semarang. Peristiwa tragis dan memilukan sekaligus memalukan itu terjadi pertengahan Maret tahun 2007 lalu. Korbannya adalah Wakil Kepala Polwiltabes Semarang AKBP Lilik Purwanto yang tewas diberondong tembakan oleh anak buahnya sendiri, Briptu Hance Christianto yang diduga kecewa karena dimutasi ke Polres Kendal (berita Indonesia, 2007). Ihwal anggota Polri menembak atasannya dan kemudian bunuh diri bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, seperti diberitakan Media Indonesia (15/3), pada 24 April 2005 Kasat Samapta Polres Jombang AKP Ibrahim Gani tewas ditembak Iptu Sugeng Triono yang stess. Sugeng kemudian menembak dirinya hingga tewas.

Penyalahgunaan senjata api oleh oknum polisi juga terjadi dalam berbagai kasus. Seperti anggota Poltabes Medan Iptu Oloan Hutasoit yang menembak mati sepasang pengantin baru, Amrul Fahmi dan Nanda Safriani, pada 24 Januari 2007. Setelah itu Oloan mengakhiri hidupnya dengan menembakkan pistol ke kepalanya. Berikutnya, pada 8 Maret 2007, anggota Polres Bangkalan Briptu Rifai Yulianus menembak mati Wiwiek (isterinya), Ny.Hasmah (ibu mertua) Satrio Wibowo (pacar gelap Wiwiek) dan Pujianto (teman Satrio). Rifai pun akhirnya tewas menembak dirinya sendiri.

Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri Brigjen Pol. Teguh Soedarsono mengakui, moral dan etika personel Polri harus dibenahi. Kasus ini menunjukkan hubungan atasan dan bawahan kurang dibina dengan baik. Dasarnya adalah derajat, kapasitas, etika dan moril manusia di dalam Polri. Kasus ini menjadi


(3)

introspeksi bagaimana seharusnya atasan memperlakukan bawahan. Pemindahan tugas anak buah hendaknya mempertimbangkan kondisi pribadi dan keluarganya. “Hal inilah yang kadang tidak dipikirkan atasan,” ujarnya seperti yang dikutip Republika (2007).

Kompleksnya permasalahan yang dihadapi anggota Polisi dilapangan akan berakibat meningkatnya tuntutan pimpinan kepada anggota agar dapat bekerja secara maksimal, tuntas dan berkualitas untuk mencapai apa yang menjadi tujuan anggota Polisi. Hubungan antara pimpinan dan anggota kadangkala dapat menimbulkan permasalahan di dalam organisasi. Anggota merasa tidak senang ataupun tidak nyaman mendapatkan pimpinan yang menurut anggota tidak tepat untuk jabatan tersebut, karena memperlakukan anggota dengan seenaknya dan tidak menghargai kerja anggota. Suasana kerja yang tidak enak antara pimpinan dengan anggota tersebut akan berakibat secara tidak langsung pada tugas-tugas yang diberikan. Maka dapat dipastikan ketidakpuasan, kekecewaan dan kebencian anggota atas perilaku pemimpin akan berpengaruh terhadap kondisi psikologis anggota, bahkan ada anggota yang melihat, mengamati dan meniru perilaku pemimpinnya yang berakibat ditampilkannya prilaku tersebut oleh anggota dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Hasil riset Stotland dan Pedleton (dalam Yusuf, 2009) mengungkapkan bahwa ketika beban kerja polisi ringan, sumber utama penyebab stress anggota polisi adalah penolakan atau penghinaan dari atasan (pimpinan). Penghinaan itu dapat terlihat dari evaluasi yang buruk, kritik, ketidakmauan untuk mendukung tugas dalam masalah kantor dan lain-lain. Akibatnya, hubungan interpersonal antara petugas dan publik pun menjadi buruk. Ini artinya dampaknya yang akan terjadi sangat besar ketika permasalahan yang datang dari internal tubuh kepolisian sendiri tidak terselesaikan maka akan berdampak kepada ketidak profesionalan anggota polisi dalam melaksanakan tugas.

Teori motivasi dalam manajemen SDM menyarankan jika kepuasan anggota organisasi dipengaruhi oleh insentif (benefit) yang diperoleh anggota


(4)

organisasi itu. Insentif ini bisa berwujud intrinsik atau ekstrinsik. Insentif intrinsik misalnya gaji atau bonus, sedangkan ekstrinsik misalnya kebanggaan terhadap korps atau idealisme. Kesejahteraan anggota Polri (terutama bintara dan tamtama) sangat memprihatinkan. Hal ini tentu harus diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat, selama masalah ini tidak terselesaikan sangat sulit melakukan perbaikan di dalam lembaga Polri.

Tentu ini menjadi suatu hal yang harus benar-benar segera dapat solusi yang terbaik di tubuh polri sendiri. Kesejahteraan dari para anggota yang selama ini bisa dikatakan menjadi salah satu akar permasalahan dari ketidakstabilan di institusi polri sendiri harus menjadi penanganan utama dari para pimpinan kepolisian. Anggota polri yang menjadi ujung tombak dari kekuatan kepolisian sendiri, yang menjadi garda terdepan ketika terjadi permasalahan-permasalahan di masyarakat, maka sudah selayaknya mendapat perhatian lebih. Dengan harapan nantinya akan tumbuh sikap professional dari para anggota.

Polri sebagai salah satu institusi hukum sangat diharapkan oleh masyarakat untuk mampu memperbaiki keadaan. Ada suatu kontradiksi yang terjadi ketika kita teringat akan ungkapan “polisi adalah lembaga yang paling dibenci tetapi juga paling dibutuhkan masyarakat”. Kita bisa melihat dalam kenyataan sehari-hari, setiap orang mengatakan hal yang negatif tentang polisi, namun ketika mereka menghadapi masalah, polisi adalah tempat untuk dimintai bantuan. Oleh karena itu, Polri diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya dengan melakukan perbaikan diawali dengan proses rekrutmen yang benar. Dalam artian tidak ada lagi indikasi kecurangan dalam proses rekrutmen tersebut, harus benar-benar melalui seleksi tidak mudah. Tidak perduli lagi latar belakang calon anggota polri, yang penting semua kriteria yang telah ditetapkan telah memenuhi syarat maka semuanya berhak menjadi anggota polri.

Institusi polri tentu berbeda dengan organisasi-organisasi yang sangat menjunjung tinggi demokrasi di dalam tubuh organisasinya. Kepolisian merupakan organisasi terstruktur yang mengedepankan militerisme dan patuh


(5)

akan atasan serta institusi itu sendiri. Tentu menjadi hal yang tabu ketika perintah atasan ditolak oleh para bawahan, dan bukan salah atasan juga ketika harus memberikan perintah kepada bawahan apapun kondisi bawahan karena memang sudah menjadi mekanisme pekerjaannya yang harus dipatuhi. Tetapi perlu adanya saling memahami antara atasan dan bawahan. Sebagai atasan harus mengatahui bagaimana kondisi fisik maupun psikis anggotanya serta sebagai bawahan harus mengerti bagaimana harus tetap profesional dalam melaksanakan tugas yang sedang diemban dengan menunjukkan kinerja yang baik dan memuaskan.

Berangkat dari kejadian dan fenomena yang menarik diatas, peneliti mencoba untuk menggali lebih jauh dan mencari tahu bagaimana followership pada anggota polri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, sehingga membatasi masalah yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu bagaimana gambaran

followership pada anggota Polri?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “followership pada anggota Polri”

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan sumbangan atau referensi ilmiah bagi Ilmu Psikologi, khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi.

b. Menjadi dasar untuk melakukan penelitian di bidang Psikologi Industri dan Organisasi selanjutnya.


(6)

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi bagi organisasi atau sebuah perusahaan mengenai followership dalam institusi maupun organisasi dan perusahaan.

b. Memberikan masukan bagi Institusi Kepolisian sendiri supaya lebih peka terhadap kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh anak buahnya (anggota Polri) dan memanfaatkannya secara baik guna meningkatkan kinerja Kepolisian sendiri.