Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa

(1)

PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN

ANGGOTA KELUARGA yang MENDERITA ASMA

di RUMAH di KABUPATEN BIREUEN

KECAMATAN JEUMPA

SKRIPSI

Oleh Mela Hayani

081121049

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATER UTARA


(2)

Judul : Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa

Nama : Mela Hayani NIM : 081121049

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S. Kep) Tahun : 2009

Tanggal Lulus : 29 Desember 2009

Pembimbing Penguji

... ... ... Penguji I

Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS Iwan Rusdi, S.Kp, MNS NIP. 19710305 200112 2 001 NIP. 19730909 200003 1 001

... Penguji II Mula Tarigan, S.Kp

NIP. 19741002 200112 1 001

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan ( S.Kep )

Medan, Desember 2009 Pembantu Dekan I

……… (Erniyati, S.Kp, MNS)

NIP. 19671208 199903 2 001


(3)

Judul : Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa

Nama : Mela Hayani NIM : 081121049

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S. Kep) Tahun : 2009

ABSTRAK

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap segala sesuatu perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Keluarga adalah pertama dan utama yang harus mendapatkan pengetahuan termasuk mengetahui perannya dalam memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita asma. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan tekhnik purposive sampling terhadap keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita asma, yang berjumlah 80 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner. Data yang telah terkumpul dianalisa kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada responden dengan pengetahuan keluarga buruk, sedangkan pengetahuan keluarga baik dalam jumlah terbesar yaitu (58,8%), dan responden dengan pengetahuan keluarga cukup (41,3%). Dengan penelitian ini diharapkan kepada semua pihak perlu memahami tentang bahaya penyakit asma dan mewaspadai kemungkinan anak-anak atau anggota keluarga masing-masing terkena penyakit asma yang banyak merengut korban, dan mengetahui akan pentingnya peranan keluarga dalam proses perawatan anggota keluarga yang menderita asma, agar dapat mencegah kekambuhan dan perawatan anggota keluarga saat timbul gejala asma.


(4)

PRAKATA

Bismillahirrahmannirrahim

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dengan pertolongan-Nya yang selalu menyertai sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa”. Shalawat beserta salam dihadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga dan para pengikut beliau. Semoga kita mendapatkan Syafaatnya di yaumil akhir kelak, amin.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Siti Zahara Nasution SKp, MNS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, masukan, arahan dan motivasi yang berharga kepada penulis dalam meyelesaikan skripsi.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis berterima kasih kepada Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU, Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan, Ibu Evi Karota Bukit S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II, Bapak Ikhsanuddin Harahap, S.Kep, MNS selaku Pembantu Dekan III. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Iwan Rusdi, SKp, MNS sebagai penguji I, Bapak Mula Tarigan, SKp, selaku dosen penguji II yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sukri Tanjung, SKep, Ns selaku Penasehat Akademik dan


(5)

juga kepada seluruh staf pengajar beserta staf administrasi & perpustakaan di Fakultas Keperawatan USU.

Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda tercinta Azwani Bin Husen (Alm) dan Ibunda tersayang Nurhasanah Binti Ishak yang telah mendidik, membesarkan serta memberikan do’a, kasih sayang, motivasi dan semangat yang luar biasa kepada penulis dan kepada kakanda tersayang Sastri Delila, Dian Fitriana, Putri Yanita, dan kepada yang tersayang Said Almachfud, yang telah memberikan hiburan, dukungan dan semangat kepada penulis sampai skripsi ini selesai. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh teman-teman stambuk 2005, Maulida, Mardiah, dan sahabat-sahabatku ( Mela, Wilda, Maulida), dan terkhusus untuk teman-teman kos (Anita, Kiki, Evi, Lina, Engga, Endang dan Farida (Alm)) serta semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga seluruh bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sehingga skripsi ini menjadi lebih baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan informasi demi kemajuan pengetahuan khususnya dalam dunia keperawatan.

Medan, 2009 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 5

3. Pertanyaan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Pengetahuan ... 7

Pengertian Pengetahuan ... 7

Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif ... 7

2. Konsep Keluarga ... 9

Defenisi Keluarga ... 9

Fungsi Keluarga ... 9

Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan... 11

3. Asma ... 14

3.1 Pengertian Asma ... 14

3.2 Penyebab Asma ... 16

3.3 Patofisiologi... 17

3.4 Patogenesis ... 19

3.4.1 Aksi dari Otot Polos Bronkhial ... 19

3.4.2 Mekanisme Immunologik ... 20

3.4.3 Kombinasi dari Aksi Otot Polos Bronkhial dan Mekanisme Immunologik ... 21

3.5 Manifestasi Klinik ... 21


(7)

3.7 Pemeriksaan Diagnostik ... 23

3.7.1 Pemeriksaan Jasmani ... 23

3.7.2 Pengukuran Faal Paru ... 24

3.7.3 Peran Pemeriksaan Lain Untuk Diagnosis ... 25

3.8 Komplikasi ... 26

3.9 Penatalaksanaan ... 26

4. Perawatan Keluarga Terhadap Anggota Keluarganya yang Menderita Asma di Rumah ... 28

4.1 Menjauhi Sumber Alergen ... 29

4.2 Berolahraga Untuk Ketahanan Tubuh ... 30

4.3 Latihan Pernapasan (Breathing Exercise) ... 34

4.4 Terapi Pengobatan ... 37

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konsep ... 43

2. Defenisi Konseptual dan Operasional ... 44

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 46

2. Populasi dan Sampel ... 46

2.1 Populasi ... 46

2.2 Sampel ... 46

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

4. Pertimbangan Etik ... 48

5. Instrumen Penelitian ... 49

5.1 Kuisioner Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga Yang Menderita Asma di Rumah ... 49

5.2 Uji Reabilitas Instrumen ... 50

6. Pengumpulan Data ... 50


(8)

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil ... 53 1.1 Karakteristik Responden ... 53 1.2 Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga

Yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen

Kecamatan Jeumpa ... 55 2. Pembahasan ... 59

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan ... 64 2. Saran ... 65


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 2. Instrumen Penelitian

Lampiran 3. Surat Izin Untuk Survey Awal di Puskesmas Jeumpa Kabupaten Bireuen

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel...Hal 1. Tabel Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden... 53 2. Tabel Distribusi Frekuensi Pengetahuan Keluarga... 55 3. Tabel Distribusi dan Persentase dari Pengetahuan Keluarga... 59


(11)

Judul : Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa

Nama : Mela Hayani NIM : 081121049

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S. Kep) Tahun : 2009

ABSTRAK

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap segala sesuatu perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Keluarga adalah pertama dan utama yang harus mendapatkan pengetahuan termasuk mengetahui perannya dalam memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita asma. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan tekhnik purposive sampling terhadap keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita asma, yang berjumlah 80 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner. Data yang telah terkumpul dianalisa kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada responden dengan pengetahuan keluarga buruk, sedangkan pengetahuan keluarga baik dalam jumlah terbesar yaitu (58,8%), dan responden dengan pengetahuan keluarga cukup (41,3%). Dengan penelitian ini diharapkan kepada semua pihak perlu memahami tentang bahaya penyakit asma dan mewaspadai kemungkinan anak-anak atau anggota keluarga masing-masing terkena penyakit asma yang banyak merengut korban, dan mengetahui akan pentingnya peranan keluarga dalam proses perawatan anggota keluarga yang menderita asma, agar dapat mencegah kekambuhan dan perawatan anggota keluarga saat timbul gejala asma.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit asma telah dikenal sejak dimulainya ilmu kesehatan. Kata asma berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali digunakan oleh ’Bapak Kesehatan’, yakni Hipocrates, seorang dari Yunani, lebih dari 200 tahun yang lalu. Kesulitan untuk mendefinisikan asma timbul dari sebagian ciri khas utamanya. Pertama dan yang utama adalah penyakit yang hilang dan timbul, bahkan pada penderita yang berat penyakit ini tidak terus-menerus hadir. Yang kedua, semua usia dapat menderita pentyakit asma, terutama dijumpai pada usia dini sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi antara laki-laki atau perempuan 2:1, yang kemudian sama pada usia 30 tahun (Sinclair, 1995).

Perubahan patologik ini terjadi karena meningkatnya reaktivitas jalan napas terhadap bermacam-macam stimulus. Penyakit asma adalah segolongan penyakit alergi yang diperantarai (mediated) oleh IgE dan asma termasuk dalam penyakit atopi. Telah lebih dari satu abad diketahui bahwa asma dapat disebabkan oleh karena sering menghirup ”alergen”. Tetapi baru setengah abad yang lalu diketahui bahwa komponen debu rumah merupakan salah satu penyebab terpenting. Alergen ini didapatkan pada debu rumah dalam bentuk suatu spesies Dermatophagoides (sejenis tungau) (Donosepoetro, 1984 dikutip dari Mahdi,


(13)

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan menjadi masalah kesehatan yang serius. Penyakit ini dapat tersebar pada seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat dengan status sosial ekonomi lemah maupun dengan status sosial ekonomi baik. Terdapat pada semua negara dengan prevalensi yang berbeda-beda. Di Amerika Serikat didapatkan 6 sampai 8 juta penderita, sedangkan dinegara-negara lain, seperti Eropa, Jepang, Australia, frekuensi berkisar antara 10% sampai 20% dari penduduk (Somantri, 2008).

DiIndonesia penyakit paru kelima terbesar adalah penyakit asma. Walaupun tidak merupakan penyebab kematian utama, tetapi dampaknya terhadap produktivitas kerja terasa cukup mengganggu dan angka kejadian meningkat terus dari waktu ke waktu. Pada tahun 1996 didapatkan bahwa lebih dari 36 % pengunjung Poliklinik Alergi Unit Pelayanan Fungsionil, bagian Ilmu Penyakit dalam Rumah Sakit dr. Soetomo adalah penderita asma bronkhial dan berjumlah 3066 penderita. Data jumlah pasien asma yang masuk Ruang Gawat Darurat RS Persahabatan Jakarta mengalami peningkatan dari 1.653 pasien pada tahun 1998 menjadi 2.210 pasien pada tahun 2002. Ini menunjukkan penderita asma belum mengenal penyakitnya dan asmanya belum terkontrol (Hariadi, 2006).

Menurut Badan Kesehatan Dunia, WHO, penderita asma pada tahun 2007 mencapai 2025 diperkirakan mencapai 400 juta. Prevalensi asma di dunia sangat bervariasi dan penelitian epidemiologi menunjukkan adanya peningkatan kejadian asma, terutama di negara-negara maju. Kondisi di Indonesia, pasien asma yang benar-benar yang terkontrol tidak ada dan ini dapat menyebabkan kematian karena napas bisa tiba-tiba terhenti. Asma tidak bisa disembuhkan, walaupun


(14)

sembuh hanya gejalanya saja yang hilang. Hal ini juga berkorelasi positif dengan minimalnya penanganan awal ketika timbul serangan asma dan penggunaan obat pengontrol (inhaler kortikosteroid) (Ikarowina, 2008).

Pada penderita asma, saluran udara normal mengalami perubahan sehingga menyebabkan hambatan udara disaluran napas dengan memberikan gambaran klinis, yaitu sesak napas, suara napas mengi dan gejala-gejala asma lainnya. Salah satu bentuk dari kegawatan asma adalah status asmatikus. Sedangkan yang dimaksud dengan status asmatikus adalah asma yang intensitas serangan yang tinggi dan tidak memberikan reaksi dengan obat-obatan yang konvensional. Keadaan ini dapat menyebabkan hipoksemia yang berat dan komplikasi yang terjadi baik pada susunan saraf pusat berupa hilangnya kesadaran (koma), gangguan kardiovaskuler dimana terjadi hipotensi disertai dengan gangguan keseimbangan asam basa respiratorik maupun metabolik (Rab, 1992).

Penyakit asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan menggaggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat ketidakhadiran dalam bekerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan) yang dapat berlangsung seumur hidup, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup. Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal ini tampak dari data berbagai negara yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke gawat darurat, rawat inap, kesakitan dan bahkan kematian. Oleh karena itu, untuk mengurang prevalensi dari peningkatan penyakit asma maka diperlukan bagi keluarga mengetahui perawatan asma dirumah (Hariadi, 2006).


(15)

Asma sangat merugikan penderita karena dapat meghalangi aktivitas sehari-hari, sehingga bagi anak-anak menjadi lama absensi sekolah, pada pekerja lama absensi dari pekerjaan dan adanya pengeluaran dari keluarga untuk ongkos pengobatan serta perawatan. Adapun penderita asma di Aceh yang terdapat di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa banyak masyarakat yang masih sedikit mengetahui tentang penyakit asma, belum mengetahui cara perawatan yang baik untuk penderita asma di rumah dan sebagian besar rata-rata penduduk ekonomi menegah ke bawah. Dari survei awal didapatkan penderita asma pada tahun 2008 sebanyak 100 orang dan selama ini melakukan pengobatan dengan berobat jalan ke puskesmas (Puskesmas Jeumpa, 2008).

Perawatan asma di rumah yang diberikan oleh keluarga untuk mencegah serangan asma yang tiba-tiba, memberikan pertolongan awal agar gejala asma tidak semakin memburuk dan meningkatkan motivasi anggota keluarga yang menderita asma. Keluarga harus memahami tentang penyakit asma dan gejala-gejala yang ditimbulkan. Penatalaksanaan asma yang dapat diberikan oleh keluarga diantaranya dengan olah raga yang rutin, menghindar dari hal-hal yang dapat memicu timbulnya asma, latihan pernapasan dan pemberian obat saat terjadinya serangan asma (Ikhsan, 1998).

Pengaruh penyakit asma dengan serangan yang bervariasi dan kadang-kadang tidak dapat diduga sebelumnya atau pengobatan yang menimbulkan banyak kecemasan, terutama bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita asma. Pengetahuan tentang penanganan asma oleh keluarga masih belum sempurna walaupun hal ini telah dipublikasikan secara besar-besaran.


(16)

Dengan mengetahui kondisi ini, maka peneliti melakukan pengkajian lebih lanjut tentang seberapa dalam pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa.

2. Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah.

3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa?

4. Manfaat Penelitian Praktek Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar dalam melakukan intervensi pada keluarga dengan anggota keluarga yang menderita asma yang berkaitan dengan peningkatan kesembuhan anggota keluarga dan sebagai peningkatan motivasi terhadap perawatan untuk melakukan kunjungan rumah.

Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk


(17)

penelitian yang akan datang mengenai program perawatan klien yang menderita asma di rumah beserta keluarga.

Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan di bagian keperawatan keluarga dan keperawatan komunitas dalam hal pemberian perawatan pada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita asma di rumah.


(18)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Pengetahuan 1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala sesuatu perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat terwujud barang-barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal (Arman, 2006).

Menurut Suparlan (2005) pengetahuan adalah proses mengetahui dan menghasilkan sesuatu. Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk tahu, dengan kata lain pengetahuan adalah hasil ungkapan apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan.

1.2 Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif

Menurut Bloom (1956), yang dikutip dari Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:


(19)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (reall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar

3. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.


(20)

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2 Konsep Keluarga 2.1 Defenisi Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lain dalam perannya masing-masing untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Baylon & Maglaya, 1978, dikutip dari Rasmun, 2001).

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti yang strategis dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sistem keluarga merupakan sistem terbuka atau sistem sosial yang hidup, terdiri dari beberapa sub-sub/komponen/sistem yaitu pasangan suami isteri, orang tua, anak, kakak, adik (sibling), kakek-nenek-cucu dan sebagainya (Effendy, 1998).

Semua sistem ini saling berinteraksi, saling ketergantungan dan saling menentukan satu sama lain serta membentuk norma-norma atau ketentuan-ketentuan yang harus ditaati oleh seluruh anggota keluarga tersebut. Lingkungan


(21)

eksternal seperti sistem pendidikan, sistem hukum, sistem politik, sistem komunikasi, sistem kesehatan, sistem agama, sistem sosial dapat mempengaruhi sistem didalam keluarga, norma-norma yang akan berkembang sesuai dengan pengalaman masing-masing keluarga dalam menerima pengaruh lingkungan tersebut (Wahini, 2005).

Sebagai bagian dari tugasnya untuk menjaga kesehatan anggota keluarganya, keluarga perlu menyusun dan menjalankan aktivitas-aktivitas pemeliharaan kesehatan berdasarkan atas apakah anggota keluarga yakin menjadi sehat dan mencari informasi mengenai kesehatan yang benar yang dapat bersumber dari petugas kesehatan langsung ataupun dari media massa (Yankelovitch et al, 1979 dikutip dari Friedman, 1998).

2.2 Fungsi Keluarga

Menurut Effendy (1998), fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut:

1. Fungsi biologis

a. Untuk meneruskan keturunan

b. Memelihara dan membesarkan anak c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

d. Memelihara dan merawat anggota keluarga 2. Fungsi psikologi

a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman


(22)

c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga d. Memberikan identitas keluarga

3. Fungsi sosialisasi

a. Membina sosialisasi pada anak

b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak

c. Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga 4. Fungsi ekonomi

a. Mencari sumber-sumber penghasil untuk kebutuhan keluarga

b. Pengaturan penggunaan penghasil keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga

c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang akan datang misalnya pendidikan anak-anaknya.

5. Fungsi pendidikan

a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam

memenuhi perannya sebagai orang dewasa

c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya

2.3 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan.

Untuk dapat mencapai tujuan kesehatan keluarga, keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara.


(23)

Tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga (Fredman, 1981 dikutip dari Effendy, 1998) yaitu:

1. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya. Keluarga mengenal perkembangan fisik dari anggota keluarganya dan aktivitas yang normal atau tidak mampu untuk dilakukan. Hal ini erat hubungannya dengan pengenalan keluarga akan gejala-gejala penderita asma.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. Segera setelah keluarga mengetahui bahwa ada kondisi anggota keluarganya yang tidak sesuai dengan normal maka sebaiknya keluarga memutuskan dengan cepat tindakan yang harus dilakukan untuk kesembuhan anggota keluarganya dengan segera membawanya ke petugas kesehatan.

3. Memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat fisik. Pada penderita asma adakalanya tidak mampu untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan aktivitas hidupnya.

4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan fisik anggota keluarga. Keluarga membuat iklim yang kondusif bagi penderita asma dilingkungan rumah yang bersih agar merasa nyaman dan tentram.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada. Untuk kesembuhan penderita asma, keluarga


(24)

harus memilki banyak informasi mengenai kesehatan fisik anggota keluarganya dari lembaga petugas kesehatan yang ada.

Ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan terdiri atas:

1. Ketidaksanggupan mengenal masalah kesehatan keluarga karena: a. Kurang pengetahuan / ketidaktahuan fakta akan penyakit asma

b. Rasa takut akibat masalah yang dihadapi sehingga membuat keluarga tidak fokus dalam mengenal masalah penyakit asma yang dihadapi anggota keluarganya.

2. Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan karena:

a. Tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah penyakit asma yang dihadapi keluarga

b. Keluarga tidak sanggup memecahkan masalah karena kurang pengetahuan dan kurangnya sumber daya keluarga baik itu dalam hal biaya, tenaga dan waktu dalam penanganan anggota keluarganya yang menderita asma. c. Tidak sanggup memilih tindakan diantara beberapa pilihan

d. Tidak tahu tentang fasilitas kesehatan yang ada. e. Sikap negatif terhadap masalah kesehatan yang ada

f. Fasilitas kesehatan yang tidak terjangkau terutama bagi keluarga yang ada dipedesaan.


(25)

3. Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit, disebabkan karena: a. Tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya sifat, penyebabnya, gejala

dan perawatannya.

b. Kurang atau tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan.

c. Tidak seimbang sumber-sumber yang ada dalam keluarga, misalnya keuangan dan fasilitas untuk perawatan.

d. Konflik individu dalam keluarga, keluarga tidak peduli dan lebih menyalahkan satu dengan lainnya mengenai keadaan anggota keluarganya.

4. Ketidakmampuan menggunakan sumber di masyarakat guna memelihara kesehatan disebabkan karena:

a. Rasa asing dan sedikitnya dukungan dari masyarakat, adanya anggapan dan pemahaman masyarakat yang negatif terhadap penyakit asma membuat keluarga merasa menyerah.

b. Tidak tahu bahwa fasilitas kesehatan itu ada

c. Kurang percaya terhadap petugas dan lembaga kesehatan.

3 Asma

3.1 Pengertian Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan


(26)

berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma non-alergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin (Hariadi, 2006).

Perubahan cepat dari kerusakan berbagai organ tubuh yang disebabkan oleh hipoksemia, hiperkapnia maupun perubahan pH, yang dapat digolongkan ke dalam kegagalan pernapasan. Yang dimaksud dengan kegawatan asma adalah asma yang dapat menimbulkan akibat fatal yang meliputi:

1. Asma dengan intensitas serangan yang tinggi, sehingga kematian dapat berlangsung dalam beberapa menit.

2. Status asmatikus, yakni asma yang tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang konvensional.

3. Total obtruksi asmatikus, yakni asma yang dapat menimbulkan kematian karena terdapatnya mucus plug yang dapat menimbulkan obstruksi total pada paru.

4. Complicated asthmatic, yakni asma yang dapat menimbulkan komplikasi pada bagian respirasi sehingga menimbulkan perubahan asam basa.

5. Repetitive asthmatic, yakni asma dengan intensitas frekuensi serangan yang bertubi-tubi dan tinggi. Pada umumnya penderita tidak mendapat pengobatan yang adekuat.


(27)

3.2 Penyebab Asma

Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi), hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat atau kecendrungan untuk terjadinya asma. Beberapa kromosom yang berpotensi menimbulkan asma, antara lain: kromosom 6p, respons IgE terhadap alergen spesifik, kromosom 11 dan 12 yang mengkode mast cell growth factor, insulin-like growth factor dan nictric oxide synthase (Mahdi, 1999).

Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecendrungan atau predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan/atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status ekonomi dan besarnya keluarga (Hariadi, 2006)

Menurut Mahdi (2006), interaksi faktor genetik atau pejamu dengan lingkungan kemungkinan, yaitu:

1. Pajanan lingkungan hanya meningkatkan resiko asma pada individu dengan genetik asma


(28)

2. Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan resiko penyakit asma

3.3 Patofisiologi

Kelainan utama dari asma diduga disebabkan karena adanya hipersensitifitas dari cabang-cabang bronkus. Yang sering terserang adalah bronkus yang berukuran 3-5 mm dengan distribusi yang luas. Pada individu-individu yang rentan, lapisan dari cabang-cabang bronkhial tersebut akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan yang diberikan. Kerentanan dari seorang individu kemungkinan diturunkan secara genetik. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan terhadap atau rangsangan yang berlebih-lebihan. Walaupun asma pada prinsipnya merupakan kelainan pada bagian jalan udara, akan tetapi dapat pula menyebabkan terjadinya gangguan pada bagian fungsionil paru (Rab, 1992).

Baik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang berkualitas dan komposisinya sama. Udara umumnya mengandung 3 juta partikel/mm3. Partikel-partikel itu terdiri dari debu, tungau, bulu-bulu bintang, bakteri, jamur, virus dan lain-lainnya. Oleh karena adanya ekspos dari partikel-partikel ini secara terus-menerus, maka timbul mekanisme pertahanan dari tubuh, untuk melindungi diri dari partikel-partikel asing. Partikel yang berukuran lebih dari 10 um, diendapkan dimukosa hidung dan pharyng bagian atas. Partikel yang berukuran 0,3 sampai dengan 2 um sampai di alveolus dapat menetap di mukosa dan di fagositosis oleh sel-sel limfosit. Partikel yang berukuran 2 um sampai


(29)

dengan 10 um, akan diendapkan di berbagai tempat di bronki dan bronkhiolus terminalis (Weiss, 1975, dikutip dari Mahdi, 1999).

Hidung dan nasopharyng mempunyai fungsi untuk memproteksi saluran nafas trakea-bronkial dan alveoli dengan cara mekanis, menyaring partikel-partikel besar dan menyesuaikan suhu dan humiditas dari udara yang masuk selama respirasi, karena banyak mengandung pembuluh darah. Mulut dan pharyng juga dapat berfungsi sebagai ”air condition”. Partikel-partikel asing yang masuk bersama udara inspirasi ke dalam trakea dan bronkus, terperangkap dalam lapisan di atas mukosa yang lengket sekali seperti gel (sol) (Bookman, 1984 dikutip dari Mahdi, 1999).

Rambut getar dari sel epitel saluran napas bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar sampai ke daerah subglotis, yang seterusnya dikeluarkan dengan batuk. Banyak faktor yang mempengaruhi produksi dan ciri dari mukus tersebut, karena aktivitas dan kelenjar mukus dirangsang oleh aksi saraf kolinergik dan juga mediator farmakologik seperti histamin. Ini dapat disebabkan oleh stimilasin vagus, zat-zat kimia, maupun iritasi mekanis (Knapp, 1976 dikutip dari Mahdi, 1999).

Mekanisme pertahanan lainnya terletak di dalam alveoli. Sel-sel alveoli ditutup oleh selaput tipis, yang berbentuk seperti film dan bergerak kearah bronkiolus, selaput ini membantu membersihkan alveoli, terhadap partikel-partikel yang masuk. Adakalanya partikel-partikel tersebut tinggal di dalam alveoli dan menembus dinding alveoli sampai jaringan interstitial, disini terjadi fagositosis oleh histiosit. Bila partikel tersebut tidak dapat difagositer, maka akan timbul


(30)

reaksi radang, fibrosis paru, atau reaksi alergi seperti alveolotis alergika (Weiss, 1975, dikutip dari Mahdi, 1999).

3.4 Patogenesis

Terdapat bermacam-macam mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya asma, yaitu:

3.4.1 Aksi dari Otot Polos Bronkhial

Pada keadaan normal, secara fisiologik tegangan otot polos bronkhial diatur keseimbangannya oleh pengaruh vagus (kolinergik) yang menyebabkan kontraksi dari otot polos dengan akibat penyempitan saluran napas dan stimulasi dari saraf simpatik (B adrenergik) memberi hasil yang berlawanan (Mahdi, 1999).

Otot polos bronkhial memegang peranan utama dalam penyempitan saluran udara bila terdapat partikel asing yang masuk ke dalam bronkus. Karena adanya penyempitan saluran udara ini, maka volume udara yang masuk secara inspirasi dan ekspirasi jumlahnya akan menurun pada tiap siklus pernapasan. Sedangkan luas permukaan mukosa tidak berubah, hingga perbandingan antara luas permukaan mukosa terhadap volume udara yang masuk secara inspirasi meningkat. Hal ini menimbulkan refleks, yaitu kontriksi dari bronkus yang merupakan refleks otonom yang mempunyai mekanisme untuk melindungi alveolus dari stimulus yang berbahaya (Mahdi, 1999).

Pada seorang penderita asma, kontriksi bronkus terjadi secara berlebihan hingga mengakibatkan gangguan fungsi pernapasan. Pada saluran nafas besar,


(31)

cincin tulang rawan berfungsi untuk mengurangi kontriksi otot polos. Pada saluran napas kecil, tulang rawan tersebut diganti oleh jaringan membran dan otot polos berbentuk spiral (Rab, 1992).

Kontraksi dari otot polos menyebabkan penyempitan saluran napas. Penyempitan bronkus dapat terjadi secara reflektoris karena latihan jasmani yang berat, batuk yang paroksismal atau bernapas dalam udara dingin. Perubahan-perubahan diameter dari saluran udara dapat terganggu oleh karena faktor regional, misalnya perubahan kosentrasi zat asam dan karbon dioksida. Keaktifan susunan saraf pusat karena stimulus pada pusat lebih tinggi dapat mempengaruhi tonus otot bronkus dan dapat menyebabkan kontriksi bronkus.

3.4.2 Mekanisme Immunologik

Meskipun secara potensial banyak stimulus yang dapat menimbulkan reaksi asam, tetapi stimulus antigenik yang lebih menonjol, karena stimulus tersebut merangsang timbulnya respon imunologik. Paru mempunyai 2 macam bentuk pertahanan tubuh, yaitu:

1. Imunitas alamiah atau nonspesifik: sistem mukosilier, refleks batuk, bersin.

2. Imunitas yang spesifik, melalui mekanisme respon imun dari individu untuk menghadapi zat atau bahan yang merusak (Rab, 1992)


(32)

3.4.3 Kombinasi dari Aksi Otot Polos Bronkhial dan Mekanisme Immunologik

Asma merupakan kombinasi dari mekanisme imunologik dan aksi otot polos bronkial. Episode serangan akut asma biasanya didahului dengan infeksi virus atau bakteri dari traktus respiratorik yang dapat menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, yang kemudian dilanjutkan dengan terangsangnya mekanisme imunologik sehingga terlepasnya vaso aktif yang akan menimbulkan serangan asma ( Rab, 1992).

3.5 Manifestasi Klinik

Masalah utama dari asma adalah kepekaan selaput lendir bronkhial dan hiper-reaktif otot bronkial. Rangkaian pengaruh dari edema selaput lendir bronkhial, peningkatan produksi mukus (dahak) dan spasme otot polos, maka akan menimbulkan penyempitan jalan napas dan menyebabkan 4 gejala asma yang utama, yaitu: batuk, mengi, pernapasan pendek dan rasa sesak di dada (Somantri, 2008)

Pada orang dewasa, gejala-gejala ini mungkin didahului dan disertai dengan rasa sesak di dada dan batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan napas sempit. Kadang-kadang dapat menghasilkan sputum yang berwarna jernih, hijau, atau kuning dan terdapat riwayat mengi yang berulang, juga sering kali pada malam hari. Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot-otot asesori pernapasan dan tidak toleran terhadap aktivitas. Pada anak hanya memperlihatkan gejala lesu yang ringan. Batuk yang persisten atau paroksismal,


(33)

terutama pada malam hari yang berlangsung selama lebih dari 10-14 hari (Susi, 2002).

3.6 Epidemiologi

Asma termasuk penyakit sepuluh terbesar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Dari survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma munduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi). Pada tahun 1992, asma sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di seluruh Indonesia atau sebesar 5,6%. Bagian anak FKUI/RSCM melakukan studi prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta pusat pada tahun 1995-1996 dengan menggunakan kuesioner modifikasi dari ATS 1978, serta melakukan uji provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1.296 siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan – 18 tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat asma (Woolcock & Konthen, 1990 dikutip dari PDPI, 2006).

Studi prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2.234 anak usia 13-14 tahun melalui kuisioner ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in Chilhood) dan pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek yang dipilih secara acak. Maka didapat prevalensi asma 8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%. UPF paru RSUD dr. Sutomo (PDPI, 2006).

Di Surabaya melakukan penelitian dilingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS, pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) dan uji bronkodilator. Seluruhya 6.662 responden usia 13-70


(34)

tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6% (Yunus, 2001 dikutip dari PDPI, 2006).

3.7 Pemeriksaan Diagnostik

Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainaan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik (PDPI, 2006).

3.7.1 Pemeriksaan Jasmani

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan nafas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas (PDPI, 2006).

Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain, misalnya: sianosis, gelisah, sukar bicara, dan takikardi (Dewi, 2008).


(35)

3.7.2 Pengukuran Faal Paru

Umumnya penderita asma sulit menilai berat gejala dan persepsi mengenai asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:

1. Obstruksi jalan napas

2. Reversibiliti kelainan faal paru

3. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas.

Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas (standar ) dan mungkin dilakukan adalah:

a. Spirometri

Pengukuran Volume Ekspirasi pada detik pertama (VEP1) dan Kapasiti Vital Paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang

Ireproducible dan acceptable.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma, adalah:

1. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1 /KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi

2. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 > 15% spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma.


(36)

3. Menilai derajat asma (PDPI, 2006). b. Arus Puncak Ekspirasi (APE)

APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan kooperasi penderita atau instruksi yang jelas. Manfaat APE dalam diagnosis asma, adalah:

1. Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE > 155 setelah inhalasi bronkodilator atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu)

2. Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit

3.7.3 Peran Pemeriksaan Lain Untuk Diagnosis a. Uji Provokasi Bronkus

Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi, tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita itu asma (Dewi, 2008).

b. Pengukuran Status Alergi

Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor resiko atau pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan.


(37)

Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi atau atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Pada uji ini juga dapat menghasilkan positif maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain: dermatophagoism, dermatitis atau kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi atau atopi (Dewi, 2008).

3.8 Komplikasi

Menurut Dewi (2008), bahwa komplikasi yang ditimbulkan dari asma yang terus berkelanjutan, adalah:

a. Status asmatikus b. Bronkhitis kronik c. Atelektasis d. Pneumothoraks

3.9 Penatalaksanaan

Dalam lingkungan kedaruratan, penderita asma mula-mula diobati dengan agonis beta (mis: terbutalin, salbutamol, aminophilin) dan kortikosteroid (mis:prednisolon, metilprednisolon, deksametason). Penderita juga membutuhkan oksigen supplemental dan cairan intravena untuk hidrasi (Patu, 2009).


(38)

Terapi oksigen dilakukan untuk mengatasi dispnea, sianosis dan hipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65 mmHg dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika tidak terdapat respon terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit (Ikarowina, 2008).

Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas dalam darah, hal itu mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis adalah kriteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit (PPIDAI, 2004).

Adapun tujuan penatalaksanaan asma adalah:

1. Agar penderita dapat memiliki kehidupan yang normal, terutama agar dapat berpartisipasi dalam hampir semua aktivitas yang diinginkannnya.

2. Agar penderita terbebas dari serangan asma di waktu malam.

3. Agar penderita tidak perlu menggunakan obat-obatan yang mengurangi asma setiap hari, kecuali pada saat setelah berolahraga yang berat.

4. Agar penderita memiliki fungsi paru-paru yang normal atau optimal. (Hasting, 2005).


(39)

4 Perawatan Keluarga Terhadap Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah

Kemampuan keluarga untuk dapat mendeteksi dini perburukan dari anggota keluarga yang menderita asma adalah penting dalam keberhasilan penanganan serangan akut. Bila keluarga dapat membantu dan merawat anggota keluarga yang mengalami serangan asma di rumah, maka keluarga tidak hanya mencegah keterlambatan pengobatan tetapi juga meningkatkan kemampuan untuk mengontrol asma (Sinclair, 1995).

Asma bukan merupakan penyakit yang harus dititik beratkan untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit, tetapi dapat juga mendapatkan perawatan di rumah oleh keluarga. Ada beberapa pertimbangan mengapa hal ini dilakukan, antara lain:

a. Asma merupakan penyakit yang berulang, maka dengan adanya perawatan awal dari keluarga dapat mencegah serangan akut.

b. Perawatan di rumah jauh lebih murah dari perawatan di rumah sakit.

c. Perawatan di rumah merupakan perawatan gabungan antara perawatan keluarga yang penuh kasih sayang dan perawatan rumah sakit dengan mengirimkan petunjuk-petunjuk baik untuk pasien maupun untuk keluarganya. Dengan demikian dapatlah dijalin suatu kerjasama antara pihak rumah sakit dengan pihak keluarga di rumah.

d. Apa yang dibutuhkan oleh pasien hanya bersifat pertolongan sementara dari keluarga. Suatu waktu pasien memang memerlukan perawatan di rumah sakit dan keluarga dapat membawanya kerumah sakit.


(40)

e. Perasaan terisolasi dari keluarga dengan segala kekosongan di rumah sakit dapat dihindarkan. Sebaliknya suasana ditengah-tengah keluarga merupakan bagian dari suasana alamiah yang dapat memberikan pula daya penolong yang tidak kecil artinya.

f. Mengingat ciri-ciri asma pada segala usia yang:

a. Merupakan penyakit menetap dan tidak dapat disembuhkan secara mutlak

b. Pada umumnya sering disertai dengan komplikasi penyakit lainnya, misalnya penyakit lambung dan penyakit jantung (Patu, 2009).

4.1 Menjauhi Sumber Alergen

Apabila telah diketahui bahwa benda-benda tertentu mempresipitasi serangan, perawatan di rumah yang utama adalah membantu penderita asma untuk menghindari benda-benda tersebut. Apabila penderita alergi terhadap debu, kamar tidur harus dibersihkan dari debu dengan penyedot debu atau dibersihkan secara teratur. Tungau debu di rumah dapat dikurangi dengan melapisi karpet dengan kantong plastik dan ganti linen tempat tidur dengan sering (Oliver, 1992).

Apabila bulu binatang merupakan masalah, kain ditempat tidur dan bantal yang terbuat dari bulu atau rambut, harus diganti dengan bahan-bahan sintetis, seperti dengan karpet busa. Apabila penderita sensitif terhadap serbuk bunga, penderita asma harus tetap berada di rumah selama mungkin, jika jumlah serbuk bunga cukup banyak dan penderita harus menghindari bunga serta tanaman tersebut (Dawson, 1984)


(41)

Apabila penderita sangat alergi terhadap bulu kucing atau anjing, mungkin dapat mencari binatang peliharaan yang lain. Selain hal-hal tersebut, maka penderita juga harus menghindari, yaitu:

1. Benar-benar melarang penderita merokok atau menghindari asap rokok 2. Pastikan semua obat-obatan dikonsumsi sesuai resep

3. Dukung untuk menerapkan teknik pernapasan yang benar, pernapasan diafragma

4.2 Berolahraga Untuk Ketahanan Tubuh

Meningkatkan kebugaran tubuh penderita asma, maka keluarga dapat mengajari penderita dengan berolahraga. Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun belum didapat standard dan cara penilaian bentuk olahraga yang dilakukan, akan tetapi banyak para ahli berpendapat bahwa olahraga bukan hanya mempertahankan fungsi paru tetapi juga meninggikan kemampuan paru-paru. Banyak cara olahraga yang dapat mencegah asma, salah satu cara yang terkenal diantaranya; dengan senam aerobik. Bila dikhawatirkan terjadi serangan asma akibat olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta2-agonis sebelum melakukan olahraga (Hasting, 2005).

Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena dapat melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada olahraga umumnya. Senam Asma Indonesia dikenal oleh Yayasan asma di seluruh Indonesia. Manfaat senam asma telah diteliti baik


(42)

manfaat subjektif (kuesioner) maupun objektif (faal paru), didapatkan manfaat yang bermakna setelah melakukan senam asma secara teratur dalam waktu 3-6 bulan, terutama manfaat subjektif dan peningkatan O2 max (PDPI, 2006).

Gerak badan yang ditujukan pada otot-otot pernapasan, yaitu:

a. Gerak yang diarahkan pada posisi ke depan, ke belakang, ke samping kanan dan kiri.

b. Gerakan yang ditujukan untuk mengembang dan mengempisnya paru-paru. Dalam hal ini dilakukan juga penarikan dan pengeluaran napas yang dilaksanakan secara teratur.

Adapun usaha diri sendiri untuk mengatasi sesak nafas saat serangan asma juga dengan adanya arahan dari keluarga, antara lain:

a. Beristirahat dengan cukup, apabila perlu berbaringlah di tempat tidur dengan posisi setengah duduk. Dengan melakukan posisi demikian maka sekat rongga dada akan turun ke bawah dan tekanan dari alat-alat di rongga perut dapat dikurangi. Untuk mengatasi gerak, ada baiknya untuk menyediakan di samping tempat ludah dan tempat buang air kecil sehingga tidak perlu lagi ke kamar mandi.

b. Mengkonsumsi obat-obatan sesuai dengan petunjuk dokter dan usahakan menerima tamu seminimal mungkin, apalagi berbicara dengan banyak tamu pasti akan menambah sesak napas.

c. Usahakan untuk menghentikan kebiasaan merokok yang buruk dan mengurangi makanan-makanan yang banyak mengandung gas, seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak, durian dan nangka. Usahakan untuk


(43)

konsumsi makanan dalam porsi kecil tapi sering untuk mencegah lambung menekan rongga pernapasan.

d. Jangan menahan dahak yang dibatukkan karena dahak turut juga mempersempit saluran pernapasan sehingga akan menyulitkan untuk bernapas.

Pada prinsipnya olahraga ini bertujuan memperbaiki jalannya pernapasan dan memperkuat otot-otot pernapasan sehingga fungsi pernapasan berjalan lebih sempurna. Memperbaiki jalannya saluran pernapasan dapat juga melalui pengeluaran dahak dari dalam paru sehingga dengan demikian fungsi paru-paru sebagai jalan udara menjadi lebih baik (Rab, 1992).

Aliran udara dalam paru-paru disebut dengan ventilasi. Untuk menjamin baiknya ventilasi ini, maka diperlukan saluran pernapasan yang bersih. Oleh karena pada prinsipnya dahak juga benda cair yang akan bergerak ke tempat yang lebih rendah, maka untuk mengeluarkan dahak ini harus diingat hal-hal sebagai berikut, yaitu: apabila paru-paru yang penuh dahak ini ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi, maka dahak akan mengalir keluar karena dorongan batuk. Oleh karena itu, letak dahak ini sangat tergantung pada posisi yang dilakukan. Sebelum melakukan gerakan-gerakan demikian haruslah diingat:

a. Tidak ada gerakan paksa. Apabila menjadi lebih sesak karena latihan mengeluarkan dahak, maka sebaiknya latihan ini dihentikan.

b. Latihan mengeluarkan dahak pertama jauhi lebih lama dari yang berikutnya. Oleh karena itu, usahakan latihan ini secara bertahap.


(44)

c. Mengeluarkan dahak yang terbaik bila disertai dengan batuk. Akan tetapi, batuk ini di dalam ilmu paru-paru mempunyai 2 bentuk, yaitu

a) Batuk yang bermanfaat: yakni bila sementara udara yang masuk ke dalam paru-paru adalah sedikit

b) Batuk yang tidak bermanfaat: batuk yang dapat menambah sesak nafas, yakni bila udara yang masuk lebih banyak dari udara yang keluar. Dalam hal ini terjadi apa yang disebut perangkap udara (air tappering) yang akan mengurangi fungsi pertukaran udara dalam paru-paru dan menambah sesak napas. Biasanya perangkap udara ini terjadi pada batuk yang lama dan panjang.

Adapun posisi yang harus dilaksanakan adalah:

a. Posisi nungging yang bertujuan untuk mengeluarkan dahak dari paru-paru bagian bawah. Sebagai modifikasi dari posisi ini dapat dilakukan posisi samping.

b. Posisi terlentang tungkai tinggi untuk mengeluarkan dahak dari paru-paru bawah bagian depan.

c. Posisi terlentang tungkai tinggi menyamping untuk mengeluarkan dahak pada paru-paru bawah bagian samping.

Apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:

a. Keadaan gawat oleh karena jantung maupun kelainan paru-paru. b. Nyeri

c. Pernapasan dangkal d. Serangan jantung


(45)

e. Pasien-pasien yang telah tua f. Pasien-apsien yang gemuk g. Sesudah operasi

Maka dari hal itu dapat dilakukan perubahan yaitu penderita asma dengan posisi sebagai berikut:

a. Posisi miring ke kiri 90o untuk mengeluarkan dahak pada bagian kanan bawah paru-paru.

b. Posisi miring ke kanan 90o untuk mengeluarkan dahak pada paru-paru kiri bawah.

c. Posisi miring ke kiri 45o untuk mengeluarkan dahak pada bagian kanan bawah dan kanan tengah paru-paru.

Latihan ini diberikan 2 sampai 4 kali sehari selama 10 sampai 15 menit. Akan tetapi bila dahak terlalu banyak, maka latihan ini dapat sering dilakukan.

a. Kaki yang ditekukkan pada waktu batuk sambil duduk pada posisi yang lebih tinggi.

b. Kaki yang ditekukkan pada waktu batuk sambil duduk pada posisi yang lebih rendah dan batuk sambil berbaring.

Latihan Pernapasan (Breathing Exercise)

Menurut Hasting (2005), pernapasan yang baik sangat ditentukan oleh: 1. Bersihnya saluran pernapasan

2. Apabila seluruh paru-paru dapat bekerja pada pernapasan, disamping kualitas paru-paru harus cukup baik.


(46)

Pada umumnya kesulitan bernapas waktu mengeluarkan napas (expirasi) yang justru pada saat inilah otot-otot pernapasan diperlukan aktif. Untuk memperkuat otot-otot pernapasan, maka dikenal 2 latihan, yaitu:

1. Latihan pernapasan sekat rongga dada yang biasanya dilakukan dengan berdiri oleh diri sendiri. Latihan ini dilakukan dengan meletakkan telapak tangan pada perut bagian atas dan kemudian mengadakan akspirasi panjang melalui mulut dengan menyempitkan rongga perut.

a. Tekanan yang diberikan harus cukup kuat akan tetapi jangan sampai menimbulkan sakit.

b. Sebaiknya latihan ini dimulai dengan mengeluarkan nafas, baru diikuti dengan pengisapan napas yang pendek.

c. Pengeluaran napas ini dilakukan 4 sampai 5 kali dan diselingi dengan pengisapan napas pendek.

2. Latihan gerak badan.

a. Latihan gerak badan berdiri dengan dibantu oleh orang lain. Hal ini dilakukan dengan meletakkan telapak tangan pada bagian depan dada kemudian dilakukan penekanan selama fase ekspirasi.

a) Latihan napas dada bawah, di mana telapak tangan diletakkan di bagian bawah dada dan tekanan diberikan ke arah luar pada waktu inspirasi.

b) Latihan napas dada tengah, di mana telapak tangan diletakkan di bagian tengah dada selama inspirasi.


(47)

c) Latihan napas dada atas, di mana telapak tangan diletakkan di bagian atas dada dan digerakkan dari atas pada waktu inspirasi. b. Latihan gerak badan berbaring. Prinsipnya sama dengan latihan gerak

badan berdiri karena pada latihan ini diadakan ekspansi dada pada waktu inspirasi dan penekanan rongga dada pada waktu ekspirasi. a) Latihan napas dada bawah.

b) Latihan napas dada atas. Latihan menghisap napas, dimana ini diberikan dalam posisi berdiri atau berbaring, kemudian ajarkan penderita mengambil napas yang dalam sambil berdiri dan kemudian mengeluarkan napas sambil membungkuk

c) Latihan sambil melangkah, dimana satu langkah ke depan mengeluarkan napas. Dua langkah menarik napas.

d) Latihan gerak rongga dada, dengan memberikan gerakan yang bebas pada rongga dada.

e) Pijat ( Massage), untuk melemaskan ketegangan otot-otot dengan sentuhan-sentuhan yang halus.

c. Latihan posisi.

a) Mengubah posisi tubuh dari posisi yang satu ke posisi yang lain. b) Mencari posisi yang lebih tepat sehingga batuk menjadi lebih baik. c) Mengusahakan agar posisi tetap, sehingga penderita dapat


(48)

d. Latihan santai (Relaksasi)

a) Posisi penderita pada tempat duduk, berdiri atau berbaring, sesuai dengan kemauan penderita.

b) Lamanya latihan santai ini juga sesuai dengan kemauan penderita. c) Dalam latihan santai ini sering digunakan bantal sebagai pembantu

sehingga keadaan kelihatannya lebih enak dan santai.

e. Minum yang banyak dapat mengencerkan dahak yang kental dan semakin mudah untuk mengeluarkannya. Itulah sebabnya penderita dianjurkan untuk minum sebanyak mungkin agar jumlah tenaga yang digunakan untuk mengeluarkan dahak dapat seminimal mungkin, sehingga dapat melancarkan jalannnya pernapasan.

Terapi Pengobatan

Kemampuan keluarga untuk dapat mendeteksi dini akan perburukan dari penyakit asma yang di derita oleh anggota keluarga yang menderita asma adalah penting dalam keberhasilan penanganan serangan akut dan dapat mengobati saat serangan asma di rumah. Keluarga tidak hanya mencegah keterlambatan pengobatan, tetapi juga meningkatkan kemampuan untuk mengontrol asma (PDPI, 2006)

Idealnya keluarga dan penderita mencatat gejala, kebutuhan bronkodilator setiap harinya dalam kartu harian (pelangi asma), sehingga paham mengenai bagaimana dan kapan:


(49)

1. Megenal perburukan asma

2. Menjadwalkan pemberian obat sesuai resep. 3. Menilai berat serangan

4. Mendapatkan bantuan medis atau dokter.

Rencana pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi penderita, realistik atau memungkinkan bagi keluarga untuk mengontrol anggota keluarga yang menderita asma. Adapun monitoring asma secara mandiri dengan menggunakan pelangi asma, yaitu:

1. Hijau

a. Kondisi baik, asma terkontrol b. Tidak ada atau minimal gejala

c. APE; 80 – 100 % nilai dugaan atau terbaik.

d. Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi.

2. Kuning

a. Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut atau eksaserbasi.

b. Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada terasa berat baik saat beraktivitas maupun istirahat) dan APE 60 – 80 % prediksi atau nilai terbaik.


(50)

3. Merah

a. Berbahaya

b. Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivas sehari-sehari. c. APE <60 % nilai dugaan atau terbaik

d. Penderita membutuhkan pengobatan segera rencana pengobatan yang disepakati dokter-keluarga secara tertulis. Bila tetap tidak ada respon, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit.

Adapun terapi awal yang diberikan keluarga apabila terjadi serangan asma pada penderita di rumah, yaitu: terapi dengan penggunaan inhaler. Inhaler merupakan cara yang sangat baik untuk memberikan obat kepada seorang penderita asma. Pertama-tama, sebagai obat langsung mencapai tempat tujuan, dalam arti tidak hanya bekerja cepat tetapi juga dapat digunakan dosis yang lebih rendah ( Susi, 2002).

Efek samping, yang terjadi bila obat memasuki aliran darah, diusahakan minimum.Adapun cara penggunaan inhaler aerosol adalah: membuka nafas dan tahan dengan menutup mulut rapat-rapat pada corong hampa udara. Kemudian tarik napas di saat menekan bagian atas aerosol. Lakukan keduanya bersamaan, ini membantu agar obat masuk ke paru-paru (PDPI, 2006).

Apabila ada hal yang tidak dimengerti oleh keluarga, dapat bertanya kepada staf medis tentang cara penggunaan inhaler dengan benar. Pada saat serangan, maka:


(51)

b. Posisikan penderita pada posisi yang nyaman. Posisi selama serangan asma, yaitu dengan membuat posisi yang nyaman dengan posisi duduk, bersandar sedikit ke depan, tubuh tertumpu pada meja atau sandaran bangku

c. Tenangkan penderita, dengan bicara yang tenang dan mantap, serta anjurkan penderita untuk menarik dan mengeluarkan napas, menggunakan diafragma (pernapasan diafragma)

d. Apabila penderita memiliki sebuah inhaler yang digunakan selama serangan, maka bantu inhaler tersebut secara efektif

Penggunaan beta-2 agonis kerja singkat merupakan pengobatan pilihan untuk mengurangi eksaserbasi dari asma dan mungkin bernilai sebagai profilaksis asma yang disebabkan oleh olahraga. Beta-2 agonis kerja singkat mungkin satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan untuk asma ringan (Suprajitno, 2004)

Cara pemberian dengan inhalasi yang menggunakan aerosol atau bubuk kering, atau nebulizer, atau dengan tablet, sirup dan injeksi. Efek samping untuk inhalasi dapat menimbulkan tremor, takikardi atau sakit kepala. Sedangkan dengan oral, biasanya ringan dan sementara, diantaranya tremor, takikardia, hipokalemia, kram dan sakit kepala. Adapun obat-obat yang tergolong dalam beta agonis adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol (Stanhope, 2005).

Sebagai suatu alternatif bila seorang penderita asma sangat sensitif terhadap beta agonis dapat menggunakan antikolinergik. Dapat mempunyai efek tambahan bila diberikan secara nebulizer bersama-sama dengan suatu beta agonis pada keadaan asma akut. Dapat dipergunakan pada bayi yang berusia sangat


(52)

muda. Efek samping jarang terjadi, tetapi hindari pada penderita glaukoma (Suprajitno, 2004)

Penggunaan teofilin formulasi kerja panjang adalah efektif untuk menekan gejala yang timbul pada malam hari dan sering diberikan untuk asma pada masa kanak-kanak. Dapat diberikan melalui oral, rektal atau parenteral. Efek samping yang timbul mual, muntah, takikardia, aritmia, insomnia dan kejang-kejang. Seperti halnya teofilin, aminophilin merupakan vasodilator yakni merilekskan otot polos dalam pembuluh darah, dalam hal ini dapat menimbulkan sakit kepala dan menurunnya tekanan darah, gemetaran, mual dan muntah (Susi, 2002)

Penggunaan kortikosteroid untuk anti-inflamasi yang kuat. Pemberian dengan inhalasi untuk asma kronik, sedangkan dengan oral pada asma akut. Pemberian dini dari kortikosteroid dapat mencegah terjadinya progresifitas dari eksaserbasi dan menurunkan kebutuhan akan opname, serta menurunkan morbiditas (kesakitan). Efek samping dari inhalasi, menimbulkan sariawan, suara parau atau dalam (Ikarowina, 2008).

Anak yang mengalami serangan awal mengi tetapi tidak ada gawat pernapasan yang masih dapat makan dan minum serta tidak terlihat sakit sering dapat ditangani di rumah dengan terapi bronkodilator yaitu salbutamol oral selama 5 hari. Nilai kembali anak tersebut dalam waktu 2 hari. Pengobatan dengan salbutamol oral mungkin dilanjutkan selama beberapa minggu di rumah (Ikarowina, 2008)

Beberapa anak memerlukan terapi tambahan di rumah, seperti salbutamol inhaler dengan dosis terukur. Anak yang mengalami pernapasan cepat sebaiknya


(53)

diobati dengan kontrimoksasol, amoksisilin, ampisilin atau penisilin prokain (Susi, 2002).

Pengobatan asma di masa hamil tidak menimbulkan masalah besar. Semua obat-obat yang biasa digunakan untuk mengobati asma kecuali steroid. Dianggap aman baik untuk ibu maupun bayi. Beta agonist seperti salbutamol, telah umum digunakan dan tidak menimbulkan masalah terhadap kehamilan. Walaupun demikian, untuk pemakaian obat-obat selama kehamilan harus sesuai resep dokter dan terkontrol (Sinclair, 1995).

Pemakaian steroid perlu dipertimbangkan karena dapat menambah berat badan dan melemahkan tulang-tulang (Osteoporosis), maka harus memperhatikan diet, serta tambahan asupan vitamin D. Steroid juga mengganggu tubuh untuk mengendalikan gula, berkembangnya diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi) bisa memburuk (Ikarowina, 2008).


(54)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita asma agar dapat mengurangi serangan asma. Keluarga merupakan pemberi pertolongan dan perawatan awal bagi penderita asma di rumah.

Perawatan dari keluarga dapat diberikan oleh ibu, ayah, nenek, kakek, kakak, dan yang termasuk anggota keluarga lainnya terhadap penderita asma, yaitu: dengan menghindarkan atau menjauhi sumber alergen yang dapat memicu timbulnya asma, seperti: debu, bulu-bulu binatang, serbuk bunga, asap rokok, yang dapat memicu timbulnya sesak napas secara perlahan. Membiasakan penderita untuk sering melakukan olahraga untuk menambah ketahanan tubuh, diantaranya dengan senam aerobik. Apabila saat berolahraga yang dilakukan menimbulkan kelelahan sehinggal timbul serangan sesak napas, maka olahraga tersebut segera dihentikan.

Menganjurkan penderita asma untuk latihan napas dalam untuk melancarkan pertukaran gas pada jalan pernapasan. Latihan pernapasan tersebut dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya asma, juga dapat dilakukan saat serangan sesak napas terjadi. Setelah penderita asma melakukan metode menarik napas dalam, maka penderita dapat bernapas dengan optimal dan sesak napas berkurang secara perlahan. Memberikan terapi obat-obatan sesuai dengan yang


(55)

dianjurkan dokter untuk meringankan gejala asma dalam pemberian obat maka ini disesuaikan dengan Pelangi asma. Semakin berat gejala yang ditimbulkan pada saat serangan asma, maka dosis obat ditingkatkan bahkan perlu pergantian obat dan perawatan lebih lanjut.

Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat digambarkan kerangka konseptual, sebagai berikut:

Pengetahuan keluarga tentang perawatan

anggota keluarga yang menderita asma di rumah, antara lain:

1. Menghindari sumber alergen Keluarga dengan

2. Berolahraga Asma

3. Latihan napas dalam

4. Terapi obat-obatan

2. Defenisi Konseptual dan Operasional Pengetahuan

Definisi konseptual adalah segala sesuatu yang diketahui, kepandaian atau segala sesuatu yang berkenaan dengan hal seperti mata pelajaran dan sebagainya (Arman, 2006).


(56)

Definisi operasional adalah segala informasi yang didapat keluarga, baik dari buku, media masa, petugas kesehatan dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan penyakit asma juga bagaimana cara penanggulangan dan perawatan yang diberikan untuk anggota keluarga yang menderita asma.

Keluarga

Defenisi konseptual adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang hidup dalam satu sama lain dalam perananya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Baylon dan Maglaya, 1978 dikutip dari Rasmun, 2001).

Defenisi operasional adalah orang tua (bisa ibu atau ayah), nenek, kakek, kakak dan anggota keluarga lainnya yang memiliki hubungan keluarga dengan penderita asma.

Perawatan Keluarga

Defenisi konseptual adalah metode pengorganisasian yang sistematis dari keluarga dalam melakukan perawatan kepada anggota keluarga, yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon penderita terhadap penyakitnya (Hasting, 2005).

Defenisi operasional adalah upaya-upaya yang dilakukan keluarga untuk proses penyembuhan anggota keluarga yang menderita asma dirumah berupa menjauhi sumber alergen ,berolahraga, latihan napas dalam dan pemberian terapi obat-obatan.


(57)

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan desain Deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2002).

2. Populasi dan Sampel Populasi

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita asma di rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa yang berjumlah 100 penderita.

Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki dan berdasarkan pada suatu pertimbangan peneliti (Nursalam, 2003).

Besar sampel yang diambil dihitung berdasarkan rumus: n =

2

)

(

1

N

d

N


(58)

Keterangan:

N : Jumlah populasi n : Jumlah sampel d : Tingkat kesalahan

Dengan tingkat kesalahan yang dipilih adalah d = 0.05 (Zainuddin M, 2000). Populasi keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita asma sesuai dengan kriteria penelitian adalah 100 orang sehingga dengan mempergunakan rumus tersebut jumlah sampel penelitian adalah 80 orang.

Penelitian menyusun kriteria responden sebagai subjek studi dan dianggap representatif yaitu:

1. Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita asma dan tinggal di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa

2. Dewasa dan berumur lebih dari 21 - 70 tahun. 3. Sehat jasmani dan rohani

4. Tinggal satu rumah dengan penderita asma

5. Bersedia untuk menjadi responden yang dinyatakan dengan menandatangani surat perjanjian peserta penelitian.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa dengan pertimbangan bahwa di kecamatan ini masih ada masyarakat yang punya pandangan bahwa penyakit asma tidak akan berakibat fatal, hanya sementara dan biasanya akan sembuh walaupun perawatan yang diberikan oleh keluarga sedikit,


(59)

peneliti juga bertempat tinggal di Kecamatan ini, serta di Kecamatan ini belum pernah dilakukan penelitian. Adapun penelitian ini dilakukan dari bulan Juni s.d Agustus 2009 di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa.

4. Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini permohonan izin diajukan kepada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya izin penelitian disampaikan kepada Kepala Kecamatan Jeumpa agar penelitian dapat dilaksanakan. Pada pelaksanaan penelitian, calon responden diberikan penjelasan tentang informasi dari penelitian yang akan dilakukan, antara lain tujuan, manfaat, kegiatan dalam penelitian serta hak-hak responden dalam penelitian.

Jika responden bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti akan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuisioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya akan diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).


(60)

5. Instrumen Penelitian

5.1 Kuisioner Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang menderita asma di rumah

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa kuisioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan pustaka. Pengumpulan data dilakukan dengan tekhnik wawancara terstruktur berupa kuisioner, yang terdiri dari dua yaitu data demografi dan kuisioner pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah.

Instrumen penelitian pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah terdiri dari 20 pertanyaan. Penelitian menggunakan skala likert dengan cara menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item yaitu skor pertanyaan positif adalah sangat setuju (skor 4), setuju (skor 3), tidak setuju (skor 2), sangat tidak setuju (skor 1). Semakin tinggi skor maka semakin baik pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah. Total skor yang diperoleh, skor terendah 20 dan skor tertinggi 80.

P = Rentang Banyak Kelas

Dimana P merupakan panjang kelas interval dengan rentang 60 dan 3 kategori kelas untuk menilai pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah, yaitu baik, cukup, kurang, maka didapat panjang kelas 20 menggunakan P = 20 dan nilai terendah 21 sebagai batas bawah kelas interval pertama.


(61)

5.2 Uji Validitas Instrumen

Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini adalah validitas isi yakni seberapa baik materi instrumen mewakili semua materi yang seharusnya dimasukkan dan seberapa jauh metode mencakup elemen utama yang relevan dengan konstruk yang sedang diukur. Uji validitas ini dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dengan judul penelitian Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

5.3 Uji Reliabilitas Instrumen

Data kuesioner disusun sendiri oleh peneliti, maka penting untuk dilakukan uji reliabilitas yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur mengukur konsisten sasaran. Alat ukur yang baik adalah beberapa kali dipakai sebagai alat ukur pada kelompok subjek yang sama (Arikunto, 2007).

Uji reliabilitas untuk kuesioner pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah dengan menggunakan formula Cronbach Alpha dengan skala likert dalam program SPSS for windows. Uji reliabilitas untuk kuesioner pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah yang telah diuji reliabilitas terhadap 10 responden, diperoleh hasil r = 0,98, dengan demikian kuesioner ini dianggap reliabel.


(62)

6. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tekhnik wawancara terstruktur berupa kuisioner. Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara, yaitu:

1) Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada instansi (Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara).

2) Setelah mendapatkan izin dari instansi pendidikan, kemudian mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada Kepala Kecamatan Jeumpa. 3) Setelah mendapat izin dari Kepala Kecamatan Jeumpa, maka peneliti akan

melaksanakan pengumpulan data penelitian.

4) Menjelaskan pada calon responden tentang tujuan, manfaat dan meminta kesediaannya untuk menjadi sampel penelitian.

5) Setelah responden menyetujui untuk menjadi sampel penelitian, kemudian peneliti mengajukan surat persetujuan responden untuk ditandatangani. 6) Menjelaskan cara pengisian kuisioner pada responden dan mengingatkan

responden untuk mengisi kuisioner secara teliti dan cermat serta tidak ada pernyataan yang tidak dijawab dan kepada responder diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada pertanyaan yang kurang jelas.

7) Setelah diisi, kuisioner dikumpulkan kembali oleh peneliti dan diperiksa kelengkapannya, apabila ada yang tidak lengkap diselesaikan saat itu juga.


(63)

7. Analisa Data

Data yang telah terkumpul dengan menggunakan program SPSS for windows versi 13.0 dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kuisioner yang telah kembali apakah semua pertanyaan telah diisi oleh responden sesuai dengan petunjuk.

b. Koding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuisioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa.

c. Analisa, yaitu menganalisa data yang telah terkumpul dengan menentukan persentase jawaban dari setiap responden dengan program SPSS for windows. Selanjutnya, hasil hitungan persentase dimasukkan ke dalam standar kriteria objektif (Arikunto, 2007).

Dari pengelolaan data statistik deskriptif, data demografi akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah yang dikategorikan dalam kelas interval sebagai berikut:

- Pengetahuan keluarga baik = 61 - 80 - Pengetahuan keluarga cukup = 41 - 60 - Pengetahuan keluarga kurang = 21 – 40


(1)

TABEL DESKRIPTIF FREKUENSI ( N = 80 ) 1. TABEL FREKUENSI DATA DEMOGRAFI

umur responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 5-34 19 23,8 23,8 23,8

35-64 48 60,0 60,0 83,8

>=65 13 16,3 16,3 100,0

Total 80 100,0 100,0

sex responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 41 51,3 51,3 51,3

perempuan 39 48,8 48,8 100,0

Total 80 100,0 100,0

pendidikan responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 13 16,3 16,3 16,3

SMP 19 23,8 23,8 40,0

SMU 24 30,0 30,0 70,0

pr.tnggi 16 20,0 20,0 90,0

lain2 8 10,0 10,0 100,0

Total 80 100,0 100,0

pekerjaan responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PNS 17 21,3 21,3 21,3

pg.swsta 8 10,0 10,0 31,3

IRT 15 18,8 18,8 50,0

Wirswsta 18 22,5 22,5 72,5

lain2 22 27,5 27,5 100,0

Total 80 100,0 100,0

penghasilan responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 7500 46 57,5 57,5 57,5

2000 34 42,5 42,5 100,0


(2)

menderita responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-19 52 65,0 65,0 65,0

20-39 23 28,8 28,8 93,8

>=40 5 6,3 6,3 100,0

Total 80 100,0 100,0

pengobatan responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PCT,am 29 36,3 36,3 36,3

PCT,am,,s 18 22,5 22,5 58,8

PCT,am,c 20 25,0 25,0 83,8

B1,B6 13 16,3 16,3 100,0

Total 80 100,0 100,0

2. TABEL FREKUENSI KUISIONER RESPONDEN P.A responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 31 38.8 38.8 38.8

S 39 48.8 48.8 87.5

TS 8 10.0 10.0 97.5

STS 2 2.5 2.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.B responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 24 30.0 30.0 30.0

S 45 56.3 56.3 86.3

TS 9 11.3 11.3 97.5

STS 2 2.5 2.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.C responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 30 37.5 37.5 37.5

S 43 53.8 53.8 91.3

TS 7 8.8 8.8 100.0


(3)

P.D responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 25 31.3 31.3 31.3

S 53 66.3 66.3 97.5

TS 2 2.5 2.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.E responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 34 42.5 42.5 42.5

S 40 50.0 50.0 92.5

TS 6 7.5 7.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.F responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 21 26.3 26.3 26.3

S 41 51.3 51.3 77.5

TS 17 21.3 21.3 98.8

STS 1 1.3 1.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.G responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 28 35.0 35.0 35.0

S 44 55.0 55.0 90.0

TS 7 8.8 8.8 98.8

STS 1 1.3 1.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.H responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 37 46.3 46.3 46.3

S 35 43.8 43.8 90.0

TS 6 7.5 7.5 97.5

STS 2 2.5 2.5 100.0


(4)

P.I responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 20 25.0 25.0 25.0

S 37 46.3 46.3 71.3

TS 19 23.8 23.8 95.0

STS 4 5.0 5.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.J responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 32 40.0 40.0 40.0

S 46 57.5 57.5 97.5

TS 1 1.3 1.3 98.8

STS 1 1.3 1.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.K responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 28 35.0 35.0 35.0

S 44 55.0 55.0 90.0

TS 8 10.0 10.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.L responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 33 41.3 41.3 41.3

S 40 50.0 50.0 91.3

TS 7 8.8 8.8 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.M responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 29 36.3 36.3 36.3

S 41 51.3 51.3 87.5

TS 10 12.5 12.5 100.0


(5)

P.N responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 28 35.0 35.0 35.0

S 36 45.0 45.0 80.0

TS 15 18.8 18.8 98.8

STS 1 1.3 1.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.O responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 33 41.3 41.3 41.3

S 44 55.0 55.0 96.3

TS 3 3.8 3.8 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.P responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 25 31.3 31.3 31.3

S 48 60.0 60.0 91.3

TS 6 7.5 7.5 98.8

STS 1 1.3 1.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.Q responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 31 38.8 38.8 38.8

S 47 58.8 58.8 97.5

TS 2 2.5 2.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.R responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 24 30.0 30.0 30.0

S 41 51.3 51.3 81.3

TS 13 16.3 16.3 97.5

STS 2 2.5 2.5 100.0


(6)

P.S responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 25 31.3 31.3 31.3

S 40 50.0 50.0 81.3

TS 15 18.8 18.8 100.0

Total 80 100.0 100.0

P.T responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SS 43 53.8 53.8 53.8

S 36 45.0 45.0 98.8

TS 1 1.3 1.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

Statistics kategori responden

N Valid 80

Missing 0

kategori responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 61-80 47 58.8 58.8 58.8

41-60 33 41.3 41.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items


Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan Keluarga Pasien Tentang Self-care (Perawatan Diri) Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Stroke di RSUD Tangerang Tahun 2013

4 28 106

SIKAP DAN PERSEPSI KELUARGA TERHADAP ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA HIV/AIDS DI KABUPATEN Sikap Dan Persepsi Keluarga Terhadap Anggota Keluarga Yang Menderita Hiv/Aids Di Kabupaten Temanggung.

0 0 14

PENDAHULUAN Sikap Dan Persepsi Keluarga Terhadap Anggota Keluarga Yang Menderita Hiv/Aids Di Kabupaten Temanggung.

0 0 6

METODOLOGI PENELITIAN Sikap Dan Persepsi Keluarga Terhadap Anggota Keluarga Yang Menderita Hiv/Aids Di Kabupaten Temanggung.

0 3 6

NASKAH PUBLIKASI Sikap Dan Persepsi Keluarga Terhadap Anggota Keluarga Yang Menderita Hiv/Aids Di Kabupaten Temanggung.

0 0 12

Pemasungan Terhadap Anggota Keluarga Yang Menderita Skizofrenia Di Rumah : Pengalaman Keluarga Di Kabupaten Kendal Jawa Tengah.

0 0 2

PEMASUNGAN TERHADAP ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH : PENGALAMAN KELUARGA DI KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH.

0 1 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Dukungan Keluarga terhadap Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah

0 0 17

TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DAN KESIAPAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA STROKE DI DESA KEBAKKRAMAT KARANGANYAR

0 0 12

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA Bpk. R DENGAN FOKUS UTAMA ANGGOTA KELUARGA MENDERITA ASMA DI DESA KEDUNGWULUH KIDUL KECAMATAN PATIKRAJA KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 15