Crawford, Bevereley and Ron-

4 Crawford, Bevereley and Ron-

nie D. Lipschultz (eds). 1998. Culture and Politics in Teori lain mengatakan bahwa

Indonesia. Berkeley: International and Area Studies,

University of California at Berkeley. of the Weak:Everyday Forms of Peasant Resistance. New

2 Scott, James C. 1985. Weapons

5 Maynard Kimberly. 1999. Heal-

Haven: Yale University Press. ing Communities in Conflict: International Assistance

in Coflict Emergencies. New York: Columbia University Adil. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

3 Kartodirdjo, Sartono.1984.Ratu

Press.

keras terhadap ancaman yang tengah ancaman massifikasi mondial

dianggap membahayakan eksistensi yang dibawa oleh arus globalisasi.

agama. Kelompok semacam ini menolak pluralisme dan relativisme

pemahaman agama. walaupun fundamentalisme agama

Karen Armstrong mengatakan;

dalam

Pemahaman yang benar hanya milik memiliki alasan sah sebagai bentuk

mereka, sedangkan pemahaman respons terhadap modernitas yang

kelompok lain dianggap kurang, atau memarginalkannya, tapi sebagian

tidak benar. 7

orang Barat, yang tidak lagi berpikir sesuai dengan cara agama, sulit

kekerasan agama memahami kebangkitan kembali

Fenomena

tidaklah dapat diklaim hanya agama ini, khususnya ketika agama

terjadi pada satu agama saja, karena diperlihatkan dalam aksi kekerasan

itu potensi radikalisme agama dan kekejaman. Masyarakat modern

bisa tumbuh di kelompok agama sering terbagi menjadi “dua bangsa”:

manapun. Perang demi perintah kaum sekular dan kaum agamis

Tuhan ini bisa dirunut dalam tradisi yang hidup di satu negara tapi

Israel masa lalu, tradisi Puritan tidak dapat saling berbicara dengan

Inggris, atau juga dalam konsep Jihad bahasa lawannya atau memahami

sebagai respon terhadap perintah permasalahan dari cara pandang 8 Tuhan.

yang sama. Apa yang tampak suci Konsep tersebut di atas memberi

dan positif menurut satu kelompok kesadaran bahwa situasi global

terlihat kotor dan gila menurut berandil dalam membidani kelahiran

kelompok lain. Kelompok sekular dan radikalisme. Oleh sebab itu diperlukan

agamis sama-sama merasa terancam, gagasan moderasi yang didasarkan

dan ketika terjadi pertentangan antara pada dua hal. Pertama, secara diskursif,

dua pandangan dunia yang tak bisa gerakan moderasi umat diyakini

diakurkan ini perasaan renggang sebagai penopang bagi terciptanya

dan asing semakin memburuk. Ini harmonisasi sosial masyarakat di era

adalah situasi yang tidak sehat dan

6 multikultural. Karena bagaimanapun, berpotensi membahayakan.

multikulturalisme adalah suatu Fenomena gerakan revivalisme,

7 Roxanne L. Euben, 1999, Enemy Roxanne L. Euben menjelaskan, in The Mirror: Islamic Fundamentalism an the Limits fundamentalisme dalam

of Moern Rationalism, A Work of Comparative Political apapun,

Theory, Princeton, New Jersey: Princeton University

Press. Hal. 21-25. Demi Tuhan; Fundamentalisme dalam Islam, Kristen,

6 Armstrong, Karen, Berperang

8 Johnson, James Turner, The Holy War Idea in Western

dan Yahudi, Penerjemah Sutris Wahono dkk., Mizan, and Islamic Traditions, Pennsylvanis, Pennsylvanis State

Bandung, 2000, hlm. 581.

University Press, 1997.

sosial kemasyarakat yang mengambil masyarakat yang mesti disikapi

di

dalam

Islam sebagai simbol gerakan secara baik. Di sinilah, eksklusivitas

terlahir atau menguat kembali, beragama yang diyakini secara total

diantaranya Jama’ah Islamiyah, sebagai kebenaran agama (religious

Jama’ah Anshorut-Tauhid, NII, Front truth ) bisa menjadi batu sandungan

Pembela Islam, Laskar Jihad, Laskar ideologis untuk menyampaikan

Mujahidin, Hizbuttahrir, Laskar pesan perdamaian. Itu sebabnya,

Hizbullah, Laskar Jundullah, dan lain pendidikan pluralis tetap menjadi

sebagainya. Seiring dengan itu lembar prioritas utama dalam menjembatani

sejarah bangsa ini juga diwarnai oleh doktrin eksklusif yang selama ini

tragedi-tragedi kemanusiaan, seperti diyakini umat.

konflik Ambon, Poso, bom Bali, Bom JW Marriot, perusakan tempat ibadah

Kedua , secara praksis, praktik agama lain atau aliran lain, adalah kehidupan beragama yang masih

bagian dari daftar panjang konflik mendikotomikan klaim kebenaran

yang bernuansa SARA. dan keselamatan di dalam masing-

masing umat agama mesti dikikis Banyak ahli yang berpendapat habis agar tidak terjadi sikap saling

bahwa Indonesia adalah sedikit di menyalahkan antara satu agama dan

antara negara-negara berpenduduk agama lainnya. Bukankah, problem

muslim yang bisa pluralisme kerap kali disebabkan

mayoritas

menerima isu-isu demokrasi dan oleh fanatisme kebenaran agama

globalisasi (Hefner, 2000). Pendapat yang menimbulkan

ini didasarkan pada kenyataan radikal. Karena itulah, upaya-upaya

sikap-sikap

bahwa mayoritas kaum muslimin di konkret untuk membangun toleransi

Indonesia lebih moderat dan inklusif antarumat beragama mesti terus

dari pada umat muslim yang berada dilakukan sebagai bagian dari proses

di Timur Tengah, sehingga mereka sosial yang berkelanjutan.

dapat menerima demokrasi dan liberalisasi.

B.2. Telaah Historis Radikalisme di Indonesia

Namun,

melihat banyaknya

lapangan dan Pudarnya kontrol negara pasca

persoalan

di

tersendatnya atau bahkan mandegnya rezim Orde Baru terhadap kehidupan

proses reformasi, mungkin prediksi warga merupakan salah satu setting

Hefner ini tidak bisa terwujud dalam terpenting hadirnya

waktu dekat sehingga memunculkan kelompok Islam garis keras, yang

kelompok-

mengapa mereka seringkali disebut kelompok Islam

pertanyaan

9 radikal? Untuk dapat menjawab fundamentalis. Sejumlah organisasi dikalisme Politik Islam” diselenggarakan oleh IIIT (The

International Institute of Islamic Thought Indonesia), Makalah ini disampaikan dalam diskusi berjudul “Ra-

9 Lihat Jajang Jahroni dalam

Jakarta, 26 Nopember 2002.

pemenang baru di arena panggung muslimin di Republik ini. Pertama,

politik. Orde Baru bersama ABRI sebagian orang Islam merasa bahwa

mengendalikan kekuasaan. Sebagian mereka adalah pihak yang paling

kembali merasa berjasa dalam pendirian bangsa ini.

umat

Islam

padahal mereka Menurut pandangan sekelompok

ditinggalkan,

berperan penting dalam melemahkan ini, pada permulaan abad 20 orang

kekuatan komunis di Indonesia. Pada Islamlah yang memelopori gerakan

tahun-tahun pertama kekuasaan kebangsaan dengan mendirikan

Orde Baru, nasib umat Islam semakin sejumlah organisasi

tidak menentu. Soeharto menerapkan nasional

pergerakan

strategi depolitisasi dan deideologi kemerdekaan Indonesia. Namun

yang

mencita-citakan

Islam dengan kebijakan asas tunggal ketika merdeka,

Pancasila versi Suharto. Kebijakan ditinggalkan oleh kalangan nasionalis.

orang

Islam

politik tersebut pada gilirannya Kekecewaan itu mencapai klimaknya

menyuburkan wacana radikal di ketika terjadi penghapusan ‘tujuh

kalangan umat Islam. Sejumlah kata’ (“dengan menjalankan syari’at

tokoh Islam yang menolak Asas Islam bagi para pemeluknya”) dalam

Tunggal ditangkap dan dijebloskan Piagam Jakarta. Pemberontakan

ke dalam penjara. Sebagiannya lagi DI/TII yang dipimpin oleh S. M.

melarikan diri ke luar negeri dan Kartosuwirjo adalah respon paling

hidup dalam pengasingan. Orang- radikal menyikapi kekecewaan fase

orang seperti ini kemudian, ketika itu.

reformasi terjadi, mengakutlisasikan diri dalam barisan kelompok Islam

a, sebagian umat Islam radikal. Dengan demikian, sadar kembali kecewa pada masa Demokrasi

Kedu

atau tidak, kebijakan politik Orde Terpimpin. Partai Masyumi, yang

Baru sebenarnya turut mempersubur merupakan partai Islam terbesar,

benih-benih radikalisme di kalangan dibubarkan oleh Soekarno. Setelah

kaum muslimin. Marjinalisasi tidak pembubaran ini umat Islam tidak

hanya terjadi di bidang politik, memiliki organisasi yang jelas.

namun juga di bidang ekonomi Apalagi

dengan dominasi pelaku bisnis elite menggandeng kalangan komunis,

yang notabenya memusuhi kalangan Islam, dalam kekuasaannya. Dari

Sementara itu, pada dekade 80- era Demokrasi Terpimpin sampai

an terjadi gerakan Islam yang cukup meletusnya peristiwa berdarah tahun

penting di Indonesia. Gerakan ini 1965, kalangan Islam adalah pihak

didukung oleh para intelektual dan yang paling dirugikan.

mahasiswa dan banyak menarik perhatian kaum muslim kelas

Islam menemukan momentumnya kampus, pengajian serta halaqah dan

untuk tampil ke ruang publik tatanan daurah yang diselenggarakan oleh

sosial di Indonesia.

para mahasiswa. Penggiat gerakan ini pada dasarnya adalah kaum

Munculnya kelompok-kelompok terdidik yang dibesarkan dalam

Islam garis keras sebagiannya dapat proyek edukasi yang dicanangkan

diterangkan dengan teori bandul Soeharto pada tahun-tahun pertama

pendulum yang sekarang bergerak kekuasaannya.

masyarakat.’ Negara lemah, dan masyarakat Pada 1990-an, terjadi perubahan

kuat. Pemerintah tidak berwibawa, mendasar dalam

hukum tidak berjalan, sistem tidak Indonesia. Soeharto mendekati umat

peta

politik

bekerja, mengakibatkan masyarakat Islam sebagai respons menguatnya

mengambil alih tugas yang selama kelompok kelas menengah terdidik

ini dilaksanakan oleh pemerintah. Islam yang mengusung tema-

Tahun-tahun pertama reformasi tema populis, seperti demokrasi,

Indonesia benar-benar memasuki civil Islam, kesetaraan gender,

governmentles s. Krisis keadilan, dll. Pada akhirnya Suharto

suasana

hanyalah pemicu dari sederet menerapkan apa yang disebut Oliver

permasalahan yang menumpuk Roy sebagai “Islamisme konservatif”.

di dalam. Masalah intinya adalah Islamisme konservatif bisa dilihat

marjinalisasi.

dengan dikeluarkannya sejumlah