Ant Colony Optimization ACO

mengkombinasikan algoritma Ant dengan pemberian rangking pada setiap solusi yang ada. Rangking tersebut didasarkan pada kualitas dari solusi tersebut. Setiap iterasi pada algoritma ini akan mengerjakan sesuai dengan urutan rangking. Solusi terbaik akan menghasilkan perubahan terbesar pada tingkat pheromone, ketika solusi berikutnya meng update pheromone dan menurunkan jumlahnya secara linier menurut rangking mereka. Dengan menggunakan algoritma ant dengan metode berbasis rangking, mampu menghasilkan masalah penjadwalan dengan baik [12]. Penelitian yang dilakukan oleh Antonio Fenandez dalam pembangunan aplikasi penyusunan jadwal kuliah menggunakan algoritma semut. Aplikasi penjadwalan mata kuliah ini berdasarkan pada proses acak algoritma semut dan local search terbukti dapat membantu menyelesaikan kasus penjadwalan mata kuliah dengan cepat dan efisien [4].

2.2 Ant Colony Optimization ACO

Algoritma ant colony ini terinspirasi oleh penelitian terhadap perilaku koloni semut. Semut adalah serangga yang bersifat sosial. Mereka hidup pada suatu koloni yang mempunyai perilaku survival mempertahankan hidup bersama koloninya. ACO termaksuk teknik pencarian multi agent untuk menyelesaikan permasalahan optimasi, khususnya kombinatorial, yang terinspirasi tingkat laku semut dalam suatu koloni. Pertama kali diperkenalkan oleh Marco Dorigo pada tahun 1991 sebagai thesis PhD- nya yang kemudian di publikasikan dengan nama Ant System AS.

2.2.1 Konsep Dasar Ant Colony Optimization ACO

Perilaku semut yang menarik dalam dunia nyata adalah ketika mereka mencari makan dimana mereka dapat menemukan jalur terpendek antara sumber makanan dan sarang mereka. Ketika berjalan dari sumber makanan ke sarang dan sebaliknya, semut meletakkan suatu zat yang disebut pheromone di sepanjang jalur yang mereka lalui. Pheromone berasal dari kata “fer” membawa dan “hormon”. Dengan demikian, pheromone bisa diartikan “pembawa hormon”, yaitu suatu hormon yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yang bisa memberikan isyarat kimiawi. Universitas Sumatera Utara Ketika mencari makan, pada awalnya semut akan berkeliling di daerah sekitar sarangnya secara acak. Begitu mengetahui ada makanan, semut itu akan menganalisa kualitas dan kuantitas makanan tersebut dan membawa beberapa bagaian ke sarangnya. Dalam perjalanannya, mereka meninggalkan jejak berupa sejumlah zat kimia, yang disebut pheromone. Pheromone ini akan membimbing semut lain untuk menemukan sumber makanan. Jumlah pheromone yang ditinggalkan oleh semut bergantung pada jumlah makanan yang ditemukan. Semakin banyak makanan yang didapat, semakin banyak pula pheromone yang ditinggalkan. Sehingga semakin banyak semut yang melewati suatu jalur, semakin kuat pula jejak pheromone yang terkumpul di jalur tersebut [14]. Pheromone adalah zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Berbeda dengan hormon, pheromone menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat mempengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis satu spesies. Proses peninggalan pheromone ini dikenal sebagai stigmergy, sebuah proses memodifikasi lingkungan yang tidak hanya bertujuan untuk mengingat jalan pulang ke sarang, tetapi juga memungkinkan para semut berkomunikasi dengan koloninya. Seiring waktu, bagaimanapun juga jejak pheromone akan menguap dan akan mengurangi kekuatan daya tariknya. Lebih lama seekor semut pulang pergi melalui jalur tersebut, lebih lama jugalah pheromone menguap. Pada gambar dibawah ini mengilustrasikan proses dari stigmergy. Semut menggunakan pheromone untuk menemukan jalur terpendek antara dua ujung yang dihubungkan dengan dua cabang yaitu bawah yang lebih pendek dan atasyang lebih panjang. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Perjalanan semut menemukan sumber makanan Sumber:Menentukan Jalur Terpendek Menggunakan Algoritma Semut, Muttakhiroh 1. Gambar 2.1.a diatas menunjukkan ada dua kelompok semut yang akan melakukan perjalanan. Satu kelompok diberi nama L yaitu kelompok yang berangkat dari arah kiri merupakan sarang semut dan kelompok yang lain diberi nama R berangkat dari arah kanan yang merupakan sumber makanan. Kedua kelompok semut dari titik berangkat sedang dalam posisi pengambilan keputusan jalan sebelah mana yang akan diambil. Kelompok L membagi dua kelompok lagi. Sebagian melalui jalan atas dan sebagian lagi melalui jalan bawah. Hal tersebut juga berlaku untuk kelompok semut R. 2. Gambar 2.1.b dan gambar 2.1.c menunjukkan bahwa kelompok semut berjalan pada kecepatan yang sama dengan meninggalkan pheremone atau jejak kaki di jalan yang telah dilalui. Pheromone yang ditinggalkan oleh kumpulan semut yang melalui jalan atas telah mengalami banyak penguapan karena semut yang melalui jalan atas berjumlah lebih sedikit dari pada jalan yang di bawah. Hal ini dikarenakan jarak yang ditempuh lebih panjang daripada jalan bawah. Sedangkan pheromone yang berada di jalan bawah, penguapannya cenderung lebih lama. Oleh karena itu, semut yang melalui jalan bawah lebih banyak daripada semut yang melalui jalan atas. Universitas Sumatera Utara 3. Gambar 2.1.d menunjukkan bahwa semut-semut yang lain pada akhirnya memutuskan untuk melewati jalan bawah karena pheromone yang ditinggalkan masih banyak. Sedangkan pheromone pada jalan atas sudah banyak yang menguap sehingga semut-semut tidak memilih jalan atas tersebut. Semakin banyak semut yang melalui jalan bawah makan semakin banyak semut yang mengikutinya. Demikian juga dengan jalan atas, semakin sedikit semut yang melalui jalan atas, maka pheromone yang ditinggalkan semakin berkurang bahkan hilang. Dari sinilah kemudian terpilih jalur terpendek antara sarang dan sumber makanan. Hal ini berarti bahwa semakin banyak semut yang mengikuti sebuah jalur maka semakin bertambah menariklah jalur tersebut untuk dilalui. Probabilitas dimana seekor semut memutuskan untuk mengikuti suatu jalur meningkat dengan banyaknya semut yang lebih dulu menggunakan jalur tesebut [9]. Fenomena di atas diadopsi oleh Marco Dorigo ke dalam sebuah teknik komputasi yang dinamakan Ant System AS. Tetapi, terdapat tiga perbedaan antara AS dengan koloni semut yang ada di dunia nyata, yaitu: 1. Semut buatan pada AS memiliki memory, sedangkan semut yang sesungguhnya tidak punya memory; 2. Semut buatan tidak sepenuhnya buta seperti semut yang sesungguhnya; dan 3. Semut buatan hidup di dalam lingkungan dimana waktu bersifat diskrit bukan kontinu [14].

2.2.2 Varian Algoritma ACO

Para ahli sudah mengusulkan beragam algoritma ACO berbeda. Tabel berikut ini menampilkan Sembilan vairan ACO secara kronologis dari tahun 1991 hingga 2001 [14]. Tabel 2.1 Sembilan varian ACO yang diusulkan oleh para ahli. Algoritma Penemu Tahun Ant System AS Dorigo et al. 1991 Elitist AS Dorigo et al. 1992 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Sembilan varian ACO yang diusulkan oleh para ahli. lanjutan Ant-Q Gambardella Dorigo 1995 Ant Colony System Dorigo Gambardella 1996 MAX-MIN AS Stutzle Hoos 1996 Rank-based AS Bullnheimer et al. 1997 ANTS Maniezzo 1999 BWAS Cordon et al. 2000 Hyper-cube AS Blum et al. 2001 Pada penelitian ini salah satu varian ACO yang digunakan untuk penyelesaian penjadwalan kegiatan belajar mengajar adalah Ant Colony System ACS.

2.2.3 Ant Colony System ACS

Ant Colony System ACS juga merupakan perbaikan dari AS yang asli. ACS diperkenalkan oleh Gambardella dan Dorigo pada tahun 1996 [1]. Pada ACS, semut berfungsi sebagai agen yang ditugaskan untuk mencari solusi terhadap suatu masalah optimasi. Pada awalnya ACS dibangun untuk menyelesaikan masalah TSP, tetapi pada perkembangannya ACS juga diaplikasikan pada permasalahan optimasi kombinatorial seperti masalah vehicle routing problem, sequential ordering, dan penjadwalan. Secara informal, ACS bekerja sebagai berikut : pertama kali, sejumlah m semut ditempatkan pada sejumlah n titik berdasarkan beberapa aturan inisialisasi misalnya, secara acak. Setiap semut membuat sebuah tur dengan menerapkan sebuah aturan transisi status secara berulang kali. Selagi membangun turnya, seekor semut juga memodifikasi jumlah pheromone sejumlah informasi yang ditinggalkan oleh semut di tempat yang dilalui dan menandai jalur tersebut pada ruas-ruas yang dikunjunginya dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone lokal. Setelah semut-semut mengakhiri tur mereka, jumlah pheromone yang ada pada ruas-ruas dimodifikasi kembali dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone global. Dalam membuat tur, semut ‘dipandu’ oleh informasi heuristic mereka lebih memilih ruas-ruas yang pendek dan oleh informasi pheromone. Sebuah ruas dengan jumlah Universitas Sumatera Utara pheromone yang tinggi merupakan pilihan yang sangat diinginkan. Kedua aturan pembaruan pheromone itu dirancang agar semut cenderung untuk memberi lebih banyak pheromone pada ruas-ruas yang harus mereka lewati. Tujuan utama dari peng- update-an lokal adalah untuk diversifikasi pencarian yang dilakukan oleh semut-semut yang berurutan selama satu iterasi. Dengan menggunakan cara ini, hasil pencarian akan menjadi lebih bervariasi. Penurunan intensitas pheromone pada busur-busur yang dilewati selama satu iterasi membuat semut-semut yang berurutan memilih busur lain sehingga menghasilkan solusi-solusi yang beragam. Hal ini memperkecil kemungkinan beberapa semut menghasilkan solusi-solusi yang sama persis identik selama satu iterasi. Terdapat tiga karakteristik utama dari ACS, yaitu : aturan transisi status, aturan pembaharuan pheromone lokal, dan aturan pembaharuan pheromone global. 1. Aturan transisi status Aturan transisi status yang berlaku pada ACS adalah sebagai berikut: seekor semut yang ditempatkan pada titik t memilih untuk menuju ke titik v, kemudian diberikan bilangan pecahan acak q dimana 0 ≤q≤1, � adalah sebuah parameter yaitu Probabilitas semut melakukan eksplorasi pada setiap tahapan, dimana 0 ≤ q≤1 dan � � t,v adalah probabilatas dimana semut k memilih untuk bergerak dari titik t ke titik v. Jika q ≤ � maka pemilihan titik yang dituju menerapkan aturan yang ditunjukkan oleh persamaan 1 ��������� t, u = [��, � � ]. [ ��, � � ] � , � = 1,2,3, … , � � = max{[��, � � ]. [ ��, � � � ]} … … … … … … … … … … … … . 1 dengan v = titik yang akan dituju sedangkan jika � � digunakan persamaan 2 � = � � �, � = [ ��,�].[��,� � ] ∑ [ ��,� � ].[ ��,� � � ] � �=1 … … … … … … … … … … 2 dengan ��, � � = 1 ����� �,� � dimana ��, � adalah nilai dari jejak pheromone pada titik �, �, ��, � adalah fungsi heuristic dimana dipilih sebagai invers jarak antara titik t dan u, � merupakan sebuah Universitas Sumatera Utara parameter yang mempertimbangkan kepentingan relative dari informasi heuristic, yaitu besarnya bobot yang diberikan terhadap parameter informasi heuristic¸sehingga solusi yang dihasilkan cenderung berdasarkan nilai fungsi matematis. Nilai untuk parameter � adalah ≥ 0. Pada ACS pembaruan pheromone dibagai menjadi 2, yaitu : aturan pembaruan pheromone lokal dan aturan pembaruan pheromone global. 2. Aturan pembaharuan pheromone lokal Dalam melakukan perjalanan untuk mencari jalur terpendek, semut mengunjungi ruas-ruas dan mengubah tingkat pheromone pada ruas-ruas tersebut dengan menerapkan pheromone lokal yang ditunjukkan oleh persamaan 3 ��, � ⟵ 1 − �. ��, � + �. ∆��, � … … … … … … … … … … . . 3 ∆��, � = 1 � �� . � dimana: � �� = panjang tur yang diperoleh c = jumlah lokasi � = parameter dengan nilai 0 sampai 1 ∆� = perubahan pheromone � adalah sebuah parameter koefisien evaporasi, yaitu besarnya koefisien penguapan pheromone. Adanya penguapan pheromone menyebabkan tidak semua semut mengikuti jalur yang sama dengan semut sebelumnya. Hal ini memungkinkan dihasilkan solusi alternatif yang lebih banyak. Peranan dari aturan pembaruan pheromone lokal ini adalah untuk mengacak arah lintasan yang sedang dibangun, sehingga titik-titik yang telah dilewati sebelumnya oleh tur seekor semut mungkin akan dilewati kemudian oleh tur semut yang lain. Dengan kata lain, pengaruh dari pembaruan lokal ini adalah untuk membuat tingkat ketertarikan ruas-ruas yang ada berubah secara dinamis : setiap kali seekor semut menggunakan sebuah ruas maka ruas ini dengan segera akan berkurang tingkat ketertarikannya karena ruas tersebut kehilangan sejumlah pheromone-nya, secara Universitas Sumatera Utara tidak langsung semut yang lain akan memilih ruas-ruas lain yang belum dikunjungi. Konsekuensinya, semut tidak akan memiliki kecenderungan untuk berkumpul pada jalur yang sama. Merupakan sifat yang diharapkan bahwa jika semut membuat tur-tur yang berbeda maka akan terdapat kemungkinan yang lebih tinggi dimana salah satu dari mereka akan menemukan solusi yang lebih baik daripada mereka semua berkumpul dalam tur yang sama. Dengan cara ini, semut akan membuat penggunaan informasi pheromone menjadi lebih baik tanpa pembaharuan lokal, semua semut akan mencari pada lingkungan yang sempit yang terbaik yang telah ditentukan sebelumnya. 3. Aturan pembaharuan pheromone global Pada sistem ini, pembaruan pheromone secara global hanya dilakukan oleh semut yang membuat tur terpendek sejak permulaan percobaan. Pada akhir sebuah iterasi, setelah semua semut menyelesaikan tur mereka, sejumlah pheromone ditaruh pada ruas-ruas yang dilewati oleh seekor semut yang telah menemukan tur terbaik ruas- ruas yang lain tidak diubah. Tingkat pheromone itu diperbarui dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone global yang ditunjukkan oleh persamaan 4. ��, � ← 1 − �. ��, � + �. ∆��, � … … … … … … … … … … 4 ∆��, � = � � �� −1 dimana: ��, � = nilai pheromone akhir setelah mengalami pembaruan lokal � �� = panjang jalur terpendek pada akhir siklus � = parameter dengan nilai antara 0 sampai 1 ∆� = perubahan pheromone ∆��, � bernilai 1 � �� jika ruas t,v merupakan bagian rute terbaik namun jika sebaliknya ∆��, � = 0. � adalah tingkat kepentingan relatif dari pheromone atau besarnya bobot yang diberikan terhadap pheromone, sehingga solusi yang dihasilkan cenderung mengikuti sejarah masa lalu dari semut dari perjalanan sebelumnya, dimana nilai parameter � adalah ≥ 0, dan � �� adalah panjang dari tur terbaik secara global sejak permulaan percobaan. Pembaruan pheromone global dimaksudkan untuk jika t,v � tur_terbaik Universitas Sumatera Utara memberikan pheromone yang lebih banyak pada tur-tur yang lebih pendek. Persamaan 3 menjelaskan bahwa hanya ruas-ruas yang merupakan bagian dari tur terbaik secara global yang akan menerima penambahan pheromone [8] . Universitas Sumatera Utara BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

2.3 Analisis Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Dasar