Keanekaragaman jenis tumbuhan, struktur tegakan, dan pola sebaran spasial beberapa spesies pohon tertentu di hutan kerangas

KEANEKARAGAMAN JENlS TUMBUHAN,
STRUKTUR TEGAKAN, DAN POLA SEBARAN SPASIAL
BEBERAPA SPESIES POHON TERTENTU
Dl HUTAN KERANGAS

OLEH :
KlSSlNGER

PROGRAM PASCASARJAVA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
KISSINGER. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan, Struktur Tegakan, dan Pola Sebaran
Spasial Beberapa Spesies Pohon Tertentu di Hutan Kerangas. Dibimbing oleh Yadi
Setiadi dan Andry Indrawan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2001 - Pebruari 2002 di hutan kerangas
Kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah, dan hutan Lindung Liang Anggang
Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Penelitian ini bertujuan : (1) Menentukan nilai
keanekaragaman spesies tumbuhan (2) Menentukan struktur tegakan (3) Mengetahui
pola spasial beberapa spesies pohon tertentu serta hubungan keterkaitan antara pola

spasial tersebut dengan keberadaan tumbuhan bawah, kemiringan lahan dan celah kanopi
(4) Menentukan perbedaan kondisi komunitas tumbuhan antara berbagai tipe hutan
kerangas yang diamati. (5) Menentukan faktor-faktor lingkungan yang berhubungan
dengan kondisi vegetasi yang terbentuk di dalam hutan kerangas.
Pengumpulan data berupa data vegetasi dan kondisi lahan dilakukan pada petak
seluas 2 ha dari 5 tipe hutan kerangas yang diamati. Tipe hutan kerangas 1 dan 2
mewakili hutan kerangas tanah bergelombang dengan tingkat gangguan relatif kecil, tipe
3 mewakili hutan kerangas tanah bergelombang dengan tingkat gangguan dikategorikan
sedang, tipe 4 mewakili hutan kerangas tanah datar dengan tingkat gangguan sedang
(lebih rendah tingkat gangguan dari tipe 3), serta tipe 5 yang mewakili tipe hutan
kerangas tanah datar dengan tingkat gangguan yang dikategorikan paling tinggi.
Variabel data yang diukur : (1) Data tumbuhan meliputi: pohon, permudaan dan
tumbuhan bawah (2) Data lahan terdiri dari : sifat kimia dan struktur tanah, ketinggian
tempat, kemiringan, celah kanopi.
Analisa data yang dilakukakan terdiri dari: (1) Perhitungan indeks kekayaan jenis
menggunakan Margalef index, kemerataan jenis menggunakan Modifed Hill's ratio
index, kelimpahan jenis menggunakan Shannon-Wiener index (2) Struktur tegakan ,
ditentukan berdasarkan besarnya luas bidang dasar dan sebaran pohon per kelas diameter.
(3) Pola sebaran spasial ditentukan berdasarkan Moroshita index (4) Hubungan antara
pola spasial dengan kemiringan lahan, celah kanopi dan keberadaan tumbuhan bawah

ditentukan dengan uji x2(5) Perbandingan komunitas tumbuhan dilakukan dengan tiga
pendekatan : kondisi struktur tegakan, indeks kesamaan, dan kedudukan masing-masing
tipe hutan berdasarkan analisa ordinasi variabel vegetasi dan lahan. (6) Hubungan antara
faktor-faktor lingkungan dengan kondisi vegetasi dilakukan dengan pendekatan analisa
ordinasi variabel vegetasi dan lahan, serta analisa ordinasi sebaran pohon berdasarkan
kebutuhan lingkungannya.
Hasil penelitian memberikan beberapa penjelasan : (1) Tipe 1 dan 2 memberikan
nilai indeks keanekaragaman lebih tinggi dibanding tipe 3 dan 4, terakhir tipe 5 (2) Tipe 1
dan 2 memiliki jumlah luas bidang dasar yang lebih tinggi dibanding tipe 3 dan 4,
terakhir tipe 5. (3) Pola sebaran spasial yang terbentuk pada tipe 1, 2, 3, dan 4 sebagian
besar menunjukan pola acak, sedangkan pada tipe 5 memberikan pola seragam (4)
Terdapat hubungan antara pola sebaran spasial dengan kemiringan lahan, celah kanopi,
dan keberadaan tumbuhan bawah (5) Terdapat perbedaan karakteristik tumbuhan yang
terdapat pada masing-masing hutan kerangas (6) Faktor-faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap kondisi vegetasi pada hutan kerangas adalah: C-organik, CIN, ~ l ~ + ,
Si02, kejenuhan hasa, KTK, KTK K, Ca, dan Mg, celah kanopi dan tinggi tempat.

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul :


"KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN, STRUKTUR TEGAKAN,
DAN POLA SEBARAN SPASIAL BEBERAPA SPESIES POHON TERTENTU
DI HUTAN KERANGAS"

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 1 1 September 2002

NRP. 993 16lIPK

KEANEKARAGAMAN JENlS TUMBUHAN,
STRUKTUR TEGAKAN, DAN POLA SEBARAN SPASIAL
BEBERAPA SPESIES POHON TERTENTU
Dl HUTAN KERANGAS

Oleh :
KlSSlNGER

IPK 99316

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoieh gelar
.
Magister Sains pada
Program Studi llmu Pengetahuan Kehutanan

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Keanekaragaman jenis tumbuhan, struktur tegakan,
dan pola sebaran spasial beberapa spesies pohon
tertentu di hutan kerangas

Nama Mahasiswa : Kissinger
Nomor Pokok


: IPK 99316

Program Studi

: lLMU PENGETAHUAN KEHUTANAN

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

pr. Ir. Yadi Setiadi . MSc

L6;.Ir. Andrv Indrawan. MS

Ketua

Anggota'""

"


Mengetahui,
t

2. Ketua Program Studi
llmu Pengetahuan Kehutanan,

3. Direktur Program Pascasarjana,

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sampit pada tanggal 26 April 1973 dari ayah Burhanuddin
dan ibu Nyai Sian. Penulis merupakan anak ke enam dari enam bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh pada program studi Manajemen Manajemen
Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru pada tahun
1991 dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Saat ini penulis bekerja sebagai staff pengajar pada jurusan Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru sejak tahun 1998.


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Karuia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2001 adalah Kondisi Ekologis Hutan Kerangas
dengan judul Keanekaragaman Jenis Tumbuhan, Struktur Tegakan, dun Pola

Sebaran Spasial Beberapa Spesies Pohon Tertentu di Hutan Kerangas.
Ucapan terima kasih penulis sarnpaikan kepada:
1. Bapak Dr.Ir. Yadi Setiadi, MSc dan Bapak Dr.Ir. Andry Indrawan selaku
pembimbing.
2. Ibu, Bapak, serta saudara-saudara saya yang telah banyak membantu penulis
dengan bantuan fisik maupun mental.

3. Pimpinan serta karyawan PT. Wana Inti Kahuripan Intiga Cabang
Banjarmasin dan Camp Luwe Muara Teweh.
4. Pimpinan serta karyawan PT. Austral Byna Muara Teweh.

5. Rekan-rekan yang membantu pekerjaan di lapangan : Bapak Harun Sunari,
Mukhtar, Sahayan, Sukardi, Basar, Hartono, Ancah, Ardiansyah, Kartawan,
Marin, Ali, dan Abu Bakar.


6. Rekan-rekan seperti Bapak Abdul Kadir, Aries, Haqi, Darwanto, Dede, Diana, '
Dina, Evi, Henry, Haruni, Haryuni, Ivan, Ina, Melia, Ronal, Soedirman, Wija,
Yumarni serta rekan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Akhirnya, Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 11 September 2002

DAFTAR IS1
Halarnan
KATA PENGANTAR ......................................................................................

..

11

...

DAFTAR IS1 ....................................................................................................


111

DAFTAR TABEL ............................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

vi

PENDAHULUAN ............................................................................................

1

Latar Belakang .........................................................................................


1

Tujuan Penelitian .....................................................................................

3

Manfaat Penelitian ...................................................................................

4

Hipotesis Penelitian .................................................................................

4

Perumusan Masalah .................................................................................

5

Kerangka Pemikiran ................................................................................


6

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................

10

Hutan Kerangas.......................................................................................

10

Keanekaragaman Jenis ............................................................................
Struktur Tegakan.....................................................................................
Pola Sebaran Spasial................................................................................
Celah Kanopi...........................................................................................

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN.................................................
METODE PENELITIAN .................................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................
Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................
Prosedur Penelitian ..................................................................................
Analisa Data.............................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
Kesimpulan .............................................................................................
Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................

Nomor
Nilai indeks keanekaragamanjenis vegetasi pohon dan permudaan....
Nilai indeks keanekaragamanjenis vegeta:.ri twnbuhan bawah ..........
Indeks nilai penting pohon dan permudaan hutan kerangas tipe 1......
Indeks nilai penting pohon dan permudaan hutan kerangas tipe 2 ......
Indeks nilai penting pohon dan permudaan hutan kerangas tipe 3......
Indeks nilai penting pohon dan permudaan hutan kerangas tipe 4 ......
Indeks nilai penting pohon dan permudaan hutan kerangas tipe 5......
Daftar jenis dan pola spasial beberapa pohon dari hutan tipe 1.........
Daftar jenis dan pola spasial beberapa pohon dari hutan tipe 2 ..........
Daftar j enis dan pola spasial beberapa pohon dari hutan tipe 3..........
Daftar jenis dan pola spasial beberapa pohon dari hutan tipe 4 ..........
Daftar jenis dan pola spasial beberapa pohon dari hutan tipe 5..........
Pola spasial beberapa jenis pohon pada tiap tipe hutan kerangas.........
Hubungan pola spasial beberapa jenis pohon terhadap celah kanopi.
kemiringan lahan dan tumbuhan bawah ......................................
Sebaran pohon perkelas diameter dari tipe-tipe hutan kerangas..........
Nilai indeks kesamaan tingkat pohon dan tiang antara tipe hutan ........
Nilai indeks kesamaan tingkat pancang dan semai tiap tipe hutan........
Nilai indeks kesamaan tingkat anggrek dan liana tiap tipe hutan........
Nilai indeks kesamaan tingkat semak dan rotan tiap tipe hutan ...........
PCA terhadap kedudukan masing-masing tipe hutan berdasarkan
variabel pohon dan permudaan ..............................................

PCA terhadap kedudukan masing-masing tipe hutan berdasarkan
variabel tumbuhan bawah ......................................................................

Halaman

22.
23.

Karakteristik dari masing-masing tipe hutan berdasarkan
kondisi pohon dan permudaan.. .............................................................

82

Karakteristik dari masing-masing tipe hutan berdasarkan
kondisi tumbuhan bawah.. .....................................................................

83

24. PCA terhadap kedudukan masing-masing tipe hutan berdasarkan
variabel vegetasi dan tanah.........................................................................
25.

Karakteristik dari masing-masing tipe hutan berdasarkan
kondisi vegetasu dan tanah .................................................................

84

26.

PCA terhadap sebaran beberapa jenis pohon di hutan kerangas.. ..........

85
93

27.

Karakteristik dari masing-masing tipe h u t s ~berdasarkan
kondisi tumbuhan bawah.. .....................................................................

95

Karakteristik tempat tumbuh dari sebaran beberapa jenis pohon
di hutan kerangas.. ................................................................

96

28.

Nomor

Halaman

1.

Skema garis besar permasalahan dalam suatu
komunitas Kerangas ...........................................................

8

2.

Kerangka pemikiran dari penelitian..........................................

9

3.

Gambar petak untuk kepentingan analisa vegetasi .........................

36

4.

Garnbar petak unit pola spasial...............................................

37

5.

Grafik hubungan sebaran pohon dalam kelas diameter terhadap jurnlah
pohon perhektar pada beberapa tipe hutan kerangas.......................

71

6.

Hasil analisa ordinasi kondisi pohon dan tiang .............................

78

7.

Hasil analisa ordinasi kondisi pancang dan semai..........................

78

8.

Hasil analisa ordinasi kondisi semak dan liana.............................

79

9.

Hasil analisa ordinasi kondisi rotan dan anggrek...........................

80

10. Hasil analisa ordinasi kondisi vegetasi dan lahan..........................

84

11. Kedudukan beberapa jenis pohon dari hasil analisa ordinasi ............

94

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Daftar vegetasi tingkat pohon hutan kerangas tipe 1......................
Daftar vegetasi tingkat pohon hutan kerangas tipe 2 ......................
Daftar vegetasi tingkat pohon hutan kerangas tipe 3 ......................
Daftar vegetasi tingkat pohon hutan kerangas tipe 4 ......................
Daftar vegetasi tingkat pohon hutan kerangas tipe 5 ......................
Daftar vegetasi tingkat tiang hutan kerangas tipe 1........................
Daftar vegetasi tingkat tiang hutan kerangas tipe 2 ........................
Daftar vegetasi tingkat tiang hutan kerangas tipe 3........................
Daftar vegetasi tingkat tiang hutan kerangas tipe 4........................
Daftar vegetasi tingkat tiang hutan kerangas tipe 5 ........................
Daftar vegetasi tingkat pancang hutan kerangas tipe 1....................
Daftar vegetasi tingkat pancang hutan kerangas tipe 2 ....................
Daftar vegetasi tingkat pancang hutan kerangas tipe 3....................
Daftar vegetasi tingkat pancang hutan kerangas tipe 4 ....................
Daftar vegetasi tingkat pancang hutan kerangas tipe 5....................
Daftar vegetasi tingkat semai hutan kerangas tipe 1......................
Daftar vegetasi tingkat semai hutan kerangas tipe 2 ......................
Daftar vegetasi tingkat semai hutan kerangas tipe 3......................
Daftar vegetasi tingkat semai hutan kerangas tipe 4 ......................
Daftar vegetasi tingkat semai hutan kerangas tipe 5 ......................
Daftar vegetasi tingkat semak hutan kerangas tipe 1......................
Daftar vegetasi tingkat semak hutan kerangas tipe 2 ......................
Daftar vegetasi tingkat semak hutan kerangas tipe 3 ......................
Daftar vegetasi tingkat semak hutan kerangas tipe 4 ......................
Daftar vegetasi tingkat semak hutan kerangas tipe 5 ......................
Daftar vegetasi tingkat rotan hutan kerangas tipe 1......................
Daftar vegetasi tingkat rotan hutan kerangas tipe 2 ......................
Daftar vegetasi tingkat rotan hutan kerangas tipe 3 ......................
Daftar vegetasi tingkat rotan hutan kerangas tipe 4 ......................
Daftar vegetasi lianalperambat hutan kerangas tipe 1.......................

Halaman

Dafkar vegetasi liandperambat hutan kerangas tipe 1.......................
D a h vegetasi liandperambat hutan kerangas tipe 1.......................
D a h vegetasi liandperambat hutan kerangas tipe 1.......................
Daftar vegetasi liandperambat hutan kerangas tipe 1.......................
Daftar vegetasi anggrek hutan kerangas tipe 1............................
Daftar vegetasi anggrek hutan kerangas tipe 2 ............................
Daftar vegetasi anggrek hutan kerangas tipe 3 ............................
Daftar vegetasi anggrek hutan kerangas tipe 4 ............................
Daftar nama jenis pohon dan perrnudaan di seluruh lokasi ...............
Daftar nama jenis turnbuhan bawah di seluruh Iokasi.....................
Hasil analisa tanah pada lokasi penelitian..................................
Diagram profil lokasi penelitian tipe 1.......................................
Diagram profil lokasi penelitian tipe 2 ........................................
Diagram profil lokasi penelitian tipe 3 .......................................
Diagram profil lokasi penelitian tipe 4 .......................................
Diagram profil lokasi penelitian tipe 5 .......................................
Peta lokasi penelitian tipe 1, 2, 3 dan tipe 4 ................................
Peta lokasi penelitian tipe 5 ...................................................

PENDAHULUAN

"Kerangas" merupakan suatu istilah yang awalnya diberikan oleh suku Dayak
Iban terhadap lahan yang berada di dataran rendah atau zona submontana yang
dikarenakan kondisi tanahnya bila ditanami dengan padi, maka padinya tidak akan
dapat tumbuh (Bruenig, 1974, Browne, 1952 dalam Riswan 1979, Whitmore 1986).
Hutan kerangas merupakan suatu vegetasi hutan alam yang tumbuh pada lahan
kerangas.
Hutan kerangas mempunyai laju pertumbuhan dan perkembangan vegetasi yang
relatif lambat bila dibandingkan dengan hutan Dipterocarpaceae campuran. Selain itu
komunitas zutan kerangas sangat sulit untuk pulih kembali dan perlu waktu yang
relatif sangat lama apabila mengalami perubahan, baik yang disebabkan secara alami
sebagai suatu komunitas yang dinamik, atau mengalami gangguan aktifitas manusia
(Riswan, 1979).
Mosaik hutan kerangas terutama banyak terdapat di pulau Kalimantan. Akan
tetapi informasi atau hasil penelitian yang menyangkut Iceberadaan dan kondisi dari
-

-

hutan

kerangas masih relatif kecil, sehingga kondisi hutan kerangas yang ada

sekarang belum terpantau.
Beberir;pa lokasi hutan kerangas di Kalimantan yang informasi tentang kondisi
dan keberadaannya telah diketahui dan terpublikasi adalah pada daerah Serawak dan
Brunei (Kalimantan Utara); Sampit, Palangkaraya, Lahei Kapuas
Tengah); Gunung Pasir Semboja, dan

(Kalimantan

Sebulu (Kalimantan Timur); serta hutan

Lindung Mandor di Kalimantan Barat. (Bruenig, 1973, 1991, 1995; Kartawinata,

1975, 1978; Riswan, 1979, 1985; Indrawan, 1979; Whitmore, 19806; Hadisaputro
dan Said, 1988; Miyamoto et al., 1998; Loucks, C. 2001).
Hutan kerangas yang terdapat di Kabupaten Barito Utara (Kalimantan Tengah)
dan

Kabupaten Banjar (Kalimantan Selatan) inerupakan salah satu tipe hutan

kerangas yang belum banyak diketahui keberadaani~yamaupun perkembangannya
-

yang terjadi di dalamnya. Sementara itu berdasarkan hasil pemantauan di lapangan,
tekanan-tekanan terhadap kondisi hutan baik berupa perambahan hutan dan konversi
lahan sudah mencapai titik kritis.
Bertitik tolak dari hal-ha1 tersebut, perlu diupayakan suatu tindakan
perlindungan dan penyelamatan terhadap keberadaan hutan kerangas yang ada. Salah
satu fakta penting yang harus dipenuhi dalam upaya pengelolaan suatu lahan hutan
yang tepat, adalah diketahuinya informasi-informasi yang menyangkut parameterparameter ekologis dari kornunitas hut& yang ada.
Keanekaragaman jenis (species diversity), struktur tegakan, dan pola spasial
(spatial pattern) merupakan sebagian dari informasi ekologis yang dapat memberikan
gambaran menyangkut kondisi suatu komunitas tertentu.
\

Terbentuknya pola spasial dan keanekaragaman spesies tumbuhan dan struktur
tegakan pada suatu tipe hutan merupakan proses yang erat kaitannya dengan kondisi
*
lingkungan baik biotik maupun abiotik. Faktor-faktor lingkungan yang berhubungan
dengan kondisi suatu individu atau masyarakat tumbuhan adalah sebagai berikut
(Soerianegara dan Indrawan, 1998):
1.

Faktor-faktor iklim : cahaya, suhu, curah hujan, kelembaban udara, angin
dan udara.

2.

Faktor-faktor Geografis: letak , geografis, topografi, geologi, dan
vulkanisme.

3.

Faktor-faktor Edafis : jenis tanah, sifat fisik tanah, sifat kimia tanah, sifat
biotis tanah dan erosi.

4.

Faktor-faktor Biotik : manusia, hewan, tumbuhan lain.

Penentuan keanekaragaman spesies tumbuhan, struktur tegakan, dan pola
spasial beberapa spesies pohon tertentu pada suatu komunitas hutan kerangas, serta
analisa hubungan antara ketiga parameter tersebut terhadap kondisi lingkungan
semakin memperjelas informasi menyangkut kondisi ekologis dari komunitas hutan
kerangas. Dalam penelitian ini, pola spasial spesies pohon tertentu dalam suatu tipe
hutan kerangas akan dihubungkan dengan keberadaan tumbuhan bawah (understorey
vegetation), celah kanopi (canopy gap), dan kemiringan lahan. Selain itu juga akan
dicari bagaimana pola hubungan kondisi tumbuhan dan faktor-faktor lingkungan yang
terdapat pada masing-masing tipe hutan kerai-lgas yang diamati.

Pengetahuan ini

akan berperan penting dalam rencana pengembangan dan pengelolaan yang
dilaksanakan terhadap tipe hutan kerangas.

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian mempunyai tujuan sebagai berikut :
1.

Menentukan nilai keanekaragaman spesies tumbuhan pada masing-masing tipe
hutan kerangas yang diamati.

2.

Menentukan struktur tegakan pada masing-masing tipe hutan kerangas yang
diamati.

3.

Mengetahui pola spasial beberapa spesies pohon tertentu serta hubungan
keterkaitan antara pola spasial tersebut dengan keberadaan tumbuhan bawah,
topografi dan formasi celah pada masing-masing tipe hutan kerangas yang
diamati.

4.

Menentukan perbedaan kondisi komunitas tumbuhan yang terdapat di antara
berbagai tipe hutan kerangas yang diamati.

5.

Menentukan faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan kondisi
vegetnsi yang terbentuk di dalam hutan kerangas.

MANFAAT PENELITIAN
Dengan menjelaskan informasi-informasi ekologis hutan kerangas seperti
keanekaragaman jenis tumbuhan, struktur tegakan, dan pola spasial beberapa spesies
tertentu serta kaitannya dengan kondisi lingkungan di dalam suatu tipe hutan
kerangas, maka dapat dijadikan acuan dalam tindakan-tindakan pengelolaan yang
harus dilakukan pada tipe hutan tersebut.

Tindakan pengelolaan yang

berupa

pemanfaatan, rehabilitasi, pengaturan tegakan, maupun kegiatan pemeliharaan
terhadap hutan kerangas semestinya mengacu kepada kondisi ekologis yang ada.

HIPOTESIS PENELITIAN
Dalam penelitian ini diajukan beberapa hipotesis :
--

1.

Terdapat perbedaan struktur tegakan antara tipe-tipe hutan kerangas yang di
amati.

2. Pola spasial beberapa spesies pohon tertentu memiliki hubungan dengan
keberadaan tumbuhan bawah, prosentase kemiringan lahan dan .formasi celah
dalam suatu tipe hutan kerangas.

3.

Terdapat beberapa faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kondisi
tumbuhan yang terbentuk pada hutan kerangas.
8'

PERUMUSAN MASALAH
Hutan kerangas sebagai suatu tipe hutan yang berkembang pada kondisi habitat
yang terbatas seharusnya mendapatkan perhatian yang serius.

Penanganan dan

pengelolaan tipe hutan kerangas harus dilakukan secara tepat dengan senantiasa
--

memperhatikan kondisi ekoiogis yang ada.

Kurangnya informasi ekologis yang

menyangkut kondisi hutan kerangas merupakan suatu permasalahan dalam upaya
pengelolaan terhadap kondisi hutan kerangas yang ada, terutama yang terjadi pada
areal penelitian.

Garis besar dari permasalahan dalam komunitas hutan kerangas ,

adalah seperti pada gambar 1.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari informasi ekologis yang dapat
dipergunakan

dalam

pengembangan

dan

pengelolaan

hutan

kerangas.

Keanekaragaman jenis, struktur tegakan, dan pola spasial beberapa spesies pohon
tertentu di hutan kerangas merupakan bahan masukan penting dan dapat berperan
sebagai parameter yang dapat menerangkan hubungan keterkaitan antara suatu
individu atau masyarakat tumbuhan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya.
Sedangkan permasalahan yang ingin dijawab menyangkut informasi ekologis
pada penelitian ini adalah : Bagaimana kondisi keanekaragaman spesies tumbuhan,

struktur tegakan, dan pola sebaran beberapa spesies pohon tertentu di beberapa tipe
hutan Kerangas ? Bagaimana bentuk hubungan antara pola spasial beberapa spesies
pohon tertentu terhadap kondisi tumbuhan bawah, celah kanopi dan prosentase
kemiringan lahan yang terdapat pada masing-masing tipe hutan kerangas
yang diamati? Bagaimana bentuk hubungan antara faktor-faktor lingkungan yang
terdapat di dalam atau sekitar areal hutan kerangas terhadap kondisi tumbuhan yang
ada ?

KERANGKA PEMIKIRAN
Keberadaan dan kondisi hutan kerangas yang terdapat di Kabupaten Barito
Utara (Kalimantan Tengah) dan Kabupaten Banjar (Kalimantan Selatan) relatif masih
belum banyak diketahui. Sementara itu tekanan yang terjadi sekarang terhadap areal
hutan yang ada sudah merambah daerah-daerah hutan kerangas.
Tekanan-tekanan yang terjadi pada hutan kerangas serta keberadaannya sebagai ,
suatu sistem yang dinamis, berimplikasi pada terbentuknya perubahan kondisi
vegetasi dan lingkungan yang ada. Dalam skala tertentu, perubahan yang terjadi akan
dapat menyebabkan gangguan terhadap komunitas hutan kerangas yang kondisinya
relatif labil dan terbatas.
Tindakan pengelalaan terhadap tipe hutan ini mutlak diperlukan, baik itu
menyangkut

perlindungan,

pemeliharaan,

pemanfaatan

maupun

rehabilitasi.

Menyikapi upaya pengelolaan yang harus dilakukan terhadap hutan kerangas,'
variabel penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kondisi ekologis dari
variabel vegetasi maupun lingkungan tumbuhan yang terdapat di dalamnya.

Informasi-informasi menyangkut kondisi ekologis tersebut dapat berupa keterangan
menyangkut keanekaragaman jenis tumbuhan, struktur tegakan, pola spasial pohon
tertentu dalam hubungannya dengan kondisi lingkungan tumbuhan baik berupa
formasi celah, topografi dan kondisi lainnya.
Deskripsi mengenai kondisi vegetasi rnaupun lingkungan tumbuhan serta
hubungan di antara keduanya diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan
hutan kerangas secara benar dan bijaksana.
Berikut ini deskripsi kerangka pemikiran dari penelitian yang dilakukan seperti
ditunjukkan gambar 2:

B~BERAPATlPE
HUTAN KERANGAS

Kondisi Vegetasi

Lingkungan Tumbuhan

terhadap komunitas hutan

Tindakan Pengelolaan

lnformasi kondisi, keberadaan
dan karakteristik ekologis dari
tipe-tipe hutan kerangas

I
I

k

Analisa hubungan kondisi vegetasi
dan lingkungan tumbuhan

1

lI

Gambar 1. Skema garis besar permasalahan dalam suatu komunitas kerangas

Keberadaan dan Kondisi
Berbagai Tipe Hutan Kerangas

Gambar 2. Garis besar kerangka pemikiran dari penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
HUTAN KERANGAS
Hutan kerangas yang tumbuh berkelompok secara mosaik umumnya terdapat
pada hutan hujan Dipterocarpacea campuran dengan kondisi tanah yang relatif kurang
subur. Bahan induknya miskin akan liat dan basa. Mempunyai lapisan humus kasar
dan atau di sana sini terdapat horizon kelabu tua berpasir tetapi di atas horison A2
tercuci, dan sistem perakaran sebagian besar terdapat di lapisan ini dan pada daerah
ini bahan organik yang setengah terdekomposisi dipenuhi oleh akar-akar halus seperti
serabut. Sering ditemukan akar-akar halus menembus langsung ke serasah yang
sedang terdekomposisi, dengan demikian hara dapat diserap langsung dari bahan
organik mati tanpa melalui penyimpanan dalam tanah mineral.

Mikorhiza dan

mikroorganisme lainnya banyak berperan dalam proses penyerapan hara ini
(Kartawinata, 1990). Tanahnya memiliki kisaran pH 3

-

5,5 (Withmore, 1986;

Kartawinata, 1990 ; Bruenig, 1995).
Hutan kerangas merupakan suatu tipe hutan yang berada ,pada tanah miskin
hara, mosaik-mosaik kanopi hutan yang memiliki warna hijau kelabu dengan
permukaan yang seragam, dan bila dibandingkan dengan hutan Dipterocarpaceae
campuran maka pohon-pohonnya relatif rendah dan berukuran kecil, sedikit memiliki
iiana dan rotan, jumlah vegetasi tingkat pohonnya lebih sedikit (Ashton, 1958 dalam
Riswan 1979 ; Kartawinata, 1990). Keterbatasan kondisi pada lahan kerangas
membuat tumbuhan yang ada di dalamnya melakukan adaptasi, misalnya tumbuhan
rata-rata memiliki perakaran yang banyak. Dengan memproduksi akar yang banyak

.

tumbuhan dapat mengabsorbsi hara pada serasah sebelum hara tersebut tercuci
kelapisan tanah yang lebih dalam. Selain itu adaptasi terlihat juga dengan ukuran
pohon dan tumbuhan lain yang memiliki ukuran kecil (Loucks, 2001 ;
Fernando, 1999). Posisi

hutan

kerangas dapat

berbatasan dengan

hutan

Dipterocarpaceae campuran, hutan rawa gambut, hutan tanah kapur, ataupun hutan
pegunungan (Bruenig, 1974).
Bruenig (1974;1995) memberikan pertelaan yang lebih jauh lagi mengenai
hutan kerangas yakni suatu tipe hutan yang tumbuh pada tipe tanah lempung di mana
fraksi liat berada di atas sisa-sisa bahan induk, tanah podsololik putih kelabu (grey
white podsolic), podsol atau humus podsol, serta tanah gambut. Dari segi vegetasinya
jumlah spesies pohon dengan diameter > 1 cm dalam 100 individu yang diambil
secara random berkisar dari 10-60. Kemudian laju evapotranspirasi hutan berkisar
dari 800

-

1500 mm. Kondisi tajuk dan ukuran dedaunannya umumnya lebih kecil

bila dibandingkan dengan hutan Dipterocarpaceae campuran

(Whitmore, 1986;

Bruenig, 1995).
Komposisi floristik hutan kerangas bervariasi dari suatu tempat ke tempat lain,
tetapi biasanya

terdapat jellis tertentu yang sccara konsisten selalu ada dan

mencirikan tipe hutan ini terutarna dengan tipe tanah spodosol , seperti Tristania
0

obovata (palawan merah), Cratoxylon glaucum (gerunggang), Dactylocladus
-

stenostachys dan Combretocfrrpus rotundatus (Kartawinata, 1980; Riswan, 1982;

Kehadiran insectivorous specieslpitcher plants atau tumbuhan karnivora
merupakan indikator dari rendahnya unsur hara yang terkandung dalam tanah,

sebagai contoh adalah Nepenthes yang dalam ha1 ini dapat tumbuh sebagai liana atau
teresterial (Loucks, 200 1 ; Fernando, 1999). Jenis Nepenthes di hutan kerangas yang
satu dengan lainnya, menunjukan jumlah dan jenis yang bervariasi (Marlis and
Merbach, 2002)
Hutan kerangas sangat berbeda dibandingkan dengan hutan Dipterocapaceae
campuran atau evergreen raitz forest baik dalam kolnposisi floristik, struktur dan
fisiognomi (kenampakannya) di mana batas di antara keduanya sangat jelas,
walaupun antara kedua tipe hutan ini mengalami kondisi iklim yang serupa
-

-

(Whitmore, 1986).
Dalam kondisi yang baik adakalanya vegetasi hutan lterangas menyerupai hutan
hujan tropis campuran di mana jenis-jenis pohon Dipterocarpacea yang dominan
dengan tinggi sampai 30 m dan kanopinya tertutup, jenis-jenis palma banyak
dijumpai di bawah tajuk pohon.

Dalam kondisi yang ekstrim hutan kerangas

menampakkan tanah pasir terbuka dan kanopi hutannya terbuka dengan tinggi
pohonnya hanya 5

-

10 my bagian-bagian lahannya yang hanya ditumbuhi jenis

pohon tunggal sering terjadi, jenis palma jarang dijumpai, briophyta banyak dijumpai
dipermukaan tanah, sedangkan kondisi biomassa pada tanaman atau yang terkandung
dalam tanah sangat rendah dan tipe hutan ini lebih menyerupai savana (Whitmore,

Hutan ini terutama terdapat di Kalimantan dan Sumatera serta jarang terdapat di
Sulawesi dan Irian Jaya (Papua), tetapi tidak terdapat di Jawa dan Kepulauan Sunda
Kecil. Biasanya ditemukan di ketinggian 0- 800 m dpl., tetapi juga ditemukan di
pegunungan Arfak Irian Jaya dengan ketinggian 2400 m dpl. (Kartawinata, 1978).

Bila mendapat gangguan, seperti penebangan atau pembakaran, hutan kerangas
sangat sukar untuk pulih kembali.

Kecepatan pemulihan jauh lebih larnbat

dibandingkan hutan Dipterocarpaceae campuran (Kartawinata, 1990 ;Riswan 1979;
1987). Hutan kerangas kerapkali tanahnya memiliki lapisan gambut atau humus yang
menutupi permukaan tanah tetapi akan hilang bila vegetasi alamiah di atasnya
dibersihkan. Bila tanahnya telah kehilangan kapabilitas drainasenya (waterlogged),
maka hutan kerangas akan mengalami perubahan menjadi hutan kerapah. Hutan
kerangas sangat mudah tergradasi oleh aktifitas penebangan dan kebakaran. Sekali
mengalami degradasi, dia akan berkembang menjadi savana terbuka yang disebut
sebagai padang, dan perlu waktu yang lama untuk kembali seperti semula (Bruenig,
1991; Loucks, 200 1; Fernando, 1999).
Hutan kerangas merupakan bentuk tipe hutan yang menggambarkan suatu
komunitas tumbuhan yang tumbuh pada kondisi habitat yang relatif labil dan serba
terbatas.

Di dalamnya terkandung suatu mekanisme proses pertumbuhan dan

perkembangan suatu organisme yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang khusus.
Riswan (1985) mengungkapkan berdasarkan penelitian tentang hutan kerangas di
Gunung Pasir Semboja Kalimantan Timur, menemukan bahwa laju ketahanan
(survival rate) dari semai menuju pancang sangat kecil (3,2%) sebagai akibat
4

tingginya kematian semai dan lambatnya laju pertumbuhan. Hal yang sama juga
terjadi terhadap laju ketahanan tingkat sapihan menuju tingkat tiandpohon.

\

KEANEKARAGAMAN JENIS
Konsep keanekaragaman jenis (species diversity) berawal dari apa yang di
sebutkan sebagai keanekaragaman hayati (biodiversity). Dalam definisi yang luas
keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman kehidupan dalam semua bentuk
dan tingkatan organisasi (Hunter, 1990), termasuk struktur, fungsi dan proses-proses
ekologi di semua tingkatan ( Society of American Forester (1991) dalam Robert and
Gilliam (1995)).
Sebagai suatu usaha dalam memberikan definisi yang lebih operasional, Crow

et al. (1994) telah mengidentifikasikan keanekaragaman menjadi tiga tipe atau subkelompok keanekaragaman, yakni : komposisi, struktural dan fungsional.
Keanekaragaman komposisi adalah keanekaragaman sesuatu dalam suatu wilayah,
seperti jenis dalam suatu tegakan hutan. Keanekaragaman struktur dapat dicirikan
dengan distribusi vertikal dan horisontal dari tumbuhan, ukuran tumbuhan, atau
distribusi umur. Sedangkan keanekaragaman fungsional dicirikan dengan prosesproses ekologi, aliran energi, dan hubungan trophic level. Pada tipe-tipe tersebut
keanekaragaman dapat dilihat dari berbagai tingkatan organisasi biologi, misalnya
dari tingkatan genetik, jenis/spesies, atau ekosistem (Probst and Crow, 1991).
Tiap tipe dan tingkatan keanekaragaman mengekspresikan berbagai skala
spasial, dari lokal sampai global. Memperhatikan skala khususnya relevan dalam
manajemen karena strategi yang baik pada tingkat lokal mungkin menurun untuk
keanekaragaman tingkat regional (Crow, 1990). Whittaker (1977) dalam Magurran

'

(1988) mengemukakan mengenai skala pengukuran spasial dalarn inventarisasi
keanekaragarnan, yakni :
a.

Keanekaragaman titik (point diversity), yaitu nilai keanekaragaman
pada suatu unit contoh yang diukur.

b.

Keanekaragaman alpha (alpha diversity), yakni nilai keanekaragaman
pada suatu habitat yang homogen (kumpulan atau gabungan
keanekaragaman titik).

c.

Keanekaragaman

gamma

(gamma

diversity),

yaitu

nilai

keanekaragaman suatu pulau atau landscape (kumpulan atau gabungan
keanekaragaman alpha).
d.

Keanekaragaman total (total d i v e r s i ~ jyaitu nilai keanekaragaman
suatu wilayah biogeografi (kumpulan dari keanekaragaman gamma).

Robert (1995) mengusulkan juga untuk kemudahan agar menggunakan tiga
-

skala spasial yakni

(I) Bagian dari areal tegakan yang dicirikan dengan suatu

kerusakan atau ciri tertentu sebagai akibat perlakuan yang berbeda terhadap lahan,
komposisi, atau strukturnya (diistilahkan dengan "patch"). (2) Tegakan yakni suatu
kumpulan pohon-pohon dan asosiasi vegetasi dari struktur yang serupa yang tumbuh
pada kondisi lahan yang serupa. (3) Landscape yakni beragam kawasan lahan dengan
komposisi berbeda dalam suatu interaksi ekosistem.
Selain skala spasial, tipe maupun tingkatan keanekaragaman tersebut terjadi
pula dalam skala waktu.

Untuk itulah sebelum menentukan keanekaragaman

sebelumnya hams ditentukan dulu tipe, tingkatan organisasi, dan skala spasial
maupun temporal harus ditetapkan terlebih dahulu.

Keanekaragaman secara natural adalah dinan~ik bukan statik, karenanya
keanekaragaman harus dikelola dan dimonitor dengall prosedur yang memperhatikan
-

-

dinamika alam dan sifat-sifat dari ekosistem di mana mereka terbentuk. Informasi
mengenai ukuran dan trend dari keanekaragaman ini dapat digunakan sebagai
indikator mendesain sistem silvikultur lestari dengan memperhatikan lahan secara
spesifik di dalam suatu manajemen hutan alam tropis (Bruenig, 1995).
Berdasarkan tingkatan organisasi biologi dalam suatu ukuran keanekaragaman
dan

dengan pertimbangan kemudahan serta untuk lebih membatasi cakupan

permasalahan atau lingkup perhatian, keanekaragaman jenis atau species diversity
adalah ukuran keanekaragaman yang sering dipergunakan (Robert and Gilliam,
1995).
Keanekaragaman jenis (species diversity) pada dasarnya dapat disusun dari
dua komponen. Pertama adalah jumlah spesies dalam suatu areal, yang mana para
ahli ekologi menyatakannya sebagai kekayaan jenis (species richness). Komponen ke
dua adalah "species evennes" atau kemerataan. Selanjutnya dikembangkan'lagi suatu
indeks yang berupaya mengkombinasikan antara kekayaan jenis dan kemerataan ke
dalam satu nilai tunggal yang disebut sebagai indeks heterogenitas (kelimpahan
jenis).

1. Kekayaan Jenis
Kekayaan jenis pertama kali dikemukakan oleh McIntosh tahun 1967. Konsep
yang dikemukakannya mengenai kekayaan jenis adalah jumlah jenislspesies
dalam suatu komunitas. Kempton (1979) dalam Santosa (1 995) mendefinisikan
kekayaan jenis sebagai jumlah jenis dalam sejumlah individu tertentu.

Sedangkan Hurlbert (1971) dalam Magurran (1988) menyatakan bahwa
kekayaan jenis adalah jumlah spesies dalam suatu luasan tertentu.
Beberapa indeks menyangkut kekayaan jenis yang umumnya dikenal adalah
sebagai berikut : (1) Metode "rarefaction" yang pertama kali dikemukan oleh
Sanders (1968) kemudian disempurnakan oleh Hurlbert (197 1) (Magurran,
1988),

(2) indeks kekayaan jenis Margalef, (3) indeks kekayaan jenis

Menhinick, (4) indeks kekayaan jenis JACKKNIFE
2. Kemerataan jenis
Konsep ini menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan individu antara setiap
spesies. Ukuran kemerataan pertama kali dikemukakan oleh Lloyd dan Ghelardi
(1964) dalam Magurran (1988) dapat pula digunakan sebagai indikator adanya
gejala dominansi di antara setiap spesies dalam suatu komunitas.

Beberapa

indeks kemerataan yang umum dikenal di antaranya adalah : ( 1 ) indeks
kemerataan Hurlbert, (2) indeks kemerataan Shanon-Wiener, (3) indeks.
kemerataan yang dikemukakan oleh Buzas dan Gibson (1969) dalam Krebs
(1989), (4) indeks kemerataan yang dikemukakan Hill (1973) dalam Ludwig dan
Reynolds (1988) yang lebih dikenal dengan istilah Hill's evenness number .
3. Kelimpahan jenis
Istilah heterogenitas pertama kali dikemukakan oleh ~ood'(1953) dalam Krebs
(1989). Istilah lain untuk konsep ini adalah kelimpahan jenis

atau species

abundance (Magurran, 1988). Seperti dikemukakan semula bahwa konsep ini
merupakan suatu indeks tunggal yang mengkombinasikan antara kekayaan jenis
dan kemerataan jenis.

Diantara sekian banyak indek heterogenitas, ada tiga

indeks yang paling sering dipakai oleh peneliti di bidang ekologi, yakni : indeks
Simpson, indeks Shannon-Wiener dan indeks Brillouin ( Poole, 1974; Krebs,
1989).
Dalam hubungannya dengan komunitas hutan keanekaragaman jenis akan
bervariasi dari suatu tipe hutan dengan tipe hutan lainnya. Dengan kata lain bahwa
keanekaragaman

akan

bervariasi

dengan

kondisi

lahan.

Bruenig

(1995)

mengemukakan bahwa keanekaragaman jenis secara konsisten menurun dari
kandungan humus podsol yang dalam - dangkal sesuai kajiannya pada beberapa tipe
hutan (Dipterocarpaceae campuran

-

kerangas perbukitan - hutan kerapah) di

Sarawak, Brunei dan Cina Selatan, serta di Bana daerah Amazone. Disimpulkannya
bahwa kekayaan spesies berhubungan dan dibatasi kondisi tanah di mana terdapat
zone perakaran, aerasi dan kelembaban tanah, kandungan hara dan kualitas humus.
Dalam kondisi lingkungan yang ekstrim, keanekaragaman akan rendah karena
hanya sedikit spesies yang marnpu beradaptasi dengan kondisi tersebut (Grime, 1979

dalam Roberts dan Gilliam, 1995).
Keanekaragaman jenis yang tercermin daiam jumlah jenis pohon yang
ditemukan dalam hutan kerangas sangat bervariasi seperti contoh yang dikemukakan
-

-

oleh Bruenig

(1972) mengungkapkan bahwa tipe hutan kerangas dengan tanah

podsolik putih kelabu dan belum mengalami gangguan dapat memiliki 69

- 75

spesies tingkat pohon. Sementara itu di hutan lindung Mandor Kalimantan Barat
yakni pada tipe hutan kerangas tanah datar dengan jenis tanah humus podsol serta
telah mengalami gangguan, Hadisaputro dan Said (1988) melaporkan terdapat 12
jenis pohon pada tingkat tiang dan 28 jenis untuk tingkat tiang pada petak berukuran

0,4 ha. Selain itu Riswan (1979) melaporkan di Sebulu Kalimantan Timur dalam plot
berukuran 0,5 ha ditemukan 27 jenis pohon pada hutan kerangas primer dan hanya 8
jenis pohon pada hutan kerangas sekunder.

S'TRUKTUR TEGAKAN
Pengertian struktur tegakan dapat berlainan tergantung pada tujuan penggunaan
-

istilah tersebut, sehingga beberapa ahli memberi arti yang berbeda-beda.
Struktur tegakan dapat ditinjau dari dua arah, yaitu : struktur tegakan vertikal
dan horisontal (Ibie, 1997). Struktur tegakan vertikal oleh Richard (1964) dinyatakan
sebagai sebaran jumlah pohon dalam berbagai lapisan tajuk. Sedangkan Husch et al.
(1982) menyatakan bahwa struktur tegakan horisontal merupakan istilah untuk
menggambarkan sebaran jenis pohon dengan dimensinya, yaitu diameter pohon
dalam suatu kawasan hutan.
Struktur tegakan hutan biasanya digambarkan melalui diagram profil. Diagram
ini merupakan suatu sketsa dari semua pohon yang berada pada areal yang memiliki
ukuran lebar 7,5 m dan panjang 60 meter. Untuk gambaran vertikal pohon, umumnya
pohon-pohon dengan tinggi > 4,5 m atau 6 m yang relatif dimuat dalam diagram.
Dengan demikian lebih diutamakan atau terbatas pada pohon-pohon yang berada
pada fase dewasa (Whitmore, 1986).
Daniel et al. (1987) mengemukakan bahwa struktur tegakan menunjukan
sebaran dan atau kelas diameter dan kelas tajuk. Pada hutan tidak seumur sering
mempunyai karakteristik distribusi semua diameter yang diasumsikan dimiliki oleh

'

tegakan semua umur. Hutan hujan tropis merupakan suatu tipe dari tegakan tidak
seumur yang mana distribusi kelas diameternya sesuai dengan bentuk "J" terbalik.
Oliver dan Larson (1990), menjelaskan bahwa struktur tegakan adalah sebaran
sementara dan sebaran fisik pohon-pohon dalam suatu tegakan. Sebarannya dapat
digambarkan berdasarkan : (I) jenis pohon, (2) bentuk ruang horisontal dan vertikal,

(3) besarnya pohon atau bagian pohon yang mencakup volume tajuk, .has daun, dan
lain-lain, (4) umur pohon, (5) kombinasi dari kondisi-kondisi yang telah disebutkan
sebelumnya.
Struktur tegakan baik horisontal maupun vertikal suatu tegakan hutan
merupakan suatu alat yang dapat berperan didalam memelihara keanekaragaman jenis
yang ada (Kohyama, 1993)
Pengetahuan menyangkut struktur tegakan ini dapat memberikan informasi
mengenai dinamika populasi suatu jenis atau kelompok jenis mulai dari tingkat
semai, pancang, tiang dan pohon maupun tumbuhan bawah (Marsono dan
Sastrosumarto, 1981). Dikaitkannya masalah tumbuhan bawah dalam hubungannya
dengan struktur tegakan hutan adalah karena tumbuhan bawah merupakan elemen
penting dalarn fungsi dan struktur dari suatu sistem ekologi hutan (Crow, 1990).
Seiain itu struktur tegakan dalam ini ukuran dari elemen pohon yang membentuk
*
tegakan serta sebaran jenis pohon yang ada diyakini mempengarubi terbentuknya
karakteristik tumbuhan bawah yang ada (Kohyama, 1993; Jones, 2002)
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan struktur tegakan adalah lebih
mengarah ke struktur tegakan horisontal, yakni menyangkut nilai luas bidang dasar,
frekuensi dan kerapatan pohon.

.

POLA SEBARAN SPASIAL
Pola sebaran spasial tanaman maupun satwa merupakan karakter penting dalam
komunitas ekologi. Hal ini biasanya merupakan kegiatan awal yang dilakukan untuk
meneliti suatu komunitas dan merupakan ha1 yang sangat mendasar dari kehidupan
suatu organisme (Cornel, 1963 &lam Ludwig and Reynold, 1988).
Pola sebaran spasial ini merupakan aspek penting dalam struktur populasi dan
terbentuk oleh faktor intrinsik spesies dan kondisi habitatnya (Iwao, 1970).
Hutchinson (1953) dalam Ludwig and Reynold (1988) menyebutkan faktorfaktor yang mempengaruhi pola sebaran spasial, yaitu :
a. Faktor vektorial, yaitu faktor yang dihasilkan dari aksi lingkungan
(misalnya angin, intensitas cahaya, dan air)
b. Faktor reproduksi, yaitu bagaimana cara organisme tersebut bereproduksi
c. Faktor co-aktif, yaitu faktor yang dihasilkan dari intraspesifik (misalnya
kompetisi)
d. Faktor stokastik, yaitu faktor yang dihasilkan dari variasi acak pada
beberapa faktor di atas.
Terdapat tiga pola dasar sebaran spesies yaitu : (1) acak atau random , (2)
mengelompok atau clump, (3) seragam atau uniform (Odum, 1971 ; Ludwig and
Reynold, 1988 ; McNaughton and Wolf, 1990).
Pola acak terbentuk sebagai akibat dari lingkungan yang homogen (Odum,
1971; Ludwig and Reynold, 1988) atau perilaku yang non selektif (Ludwig and
--.

-

Reynold, 1988; McNaughton and Wolf, 1990). Rosalina (1 996) mengemukakan

bahwa sebagian besar jenis flora khususnya di daerah tropis, pola sebarannya adalah
umumnya acak.

Bruenig (1995) mengemukakan bahwa terbentuknya pola acak

suatu jenis dikarenakan jenis tersebut dalam proses hidupnya dapat bertahan dan
berlangsung relatif baik tanpa persyaratan khusus dalam ha1 cahaya dan hara.
Pola sebaran non acak (mengelompok atau seragam) menunjukkan bahwa
terdapatnya suatu faktor pembatas pada populasi yang ada (Ludwig and Reynold,
1988). Pola sebaran yang tidak acak biasanya ditemui akibat adanya keteraturan
sebagai akibat adanya kendala atau faktor pembatas terhadap keberadaan jenis
tertentu atau kesesuaian jenis dari populasi tertentil terhadap lingkungan (Rosalina,
1996).
Bila sebaran tersebut mengelompok, berarti keberadaan suatu individu pada
-

suatu titik meningkatkan peluang adanya individu yang saina pada suatu titik yang
lain di dekatnya.

Pola mengelompok

terjadi sebagai akibat individu akan

mengelompok pada habitat yang lebih sesuai dengan tuntutan hidupnya. Selain itu
pola sebaran mengelompok diakibatkan oleh heterogenitas faktor-faktor lingkungan
dari tempat tumbuh, variasi dari individu di dalam populasi dapat merupakan
resultante dari model reproduktif, dan kesesuaian tempat tumbuh atau tapak (Ludwig
and Reynold, 1988).
Sedangkan sebaran populasi seragam merupakan kejadian yang berlawanan
seperti apa yang terjadi pada sebaran mengelompok (McNaughton and Wolf, 1990).
Sebaran suatu spesies dikontrol oleh faktor lingkungannya terutama berlaku
bagi organisme yang mempunyai kisaran kemampuan adaptasi yang sempit
(Bartholomew 1958 dalam Krebs, 1989). Selanjutnya Krebs (1989) menyatakan

,

bahwa hewan atau tumbuhan dalam fase awal kehidupannya sering mempunyai
-

kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan. Faktor-faktor yang membatasi distribusi
antara lain tingkah laku, suhu, hubungan timbal balik dengan organisme lain,
kelembaban serta faktor fisik dan kimia lainnya.
Pola sebaran spasial yang didapat dari hutan hujan tropis merupakan kunci
penting untuk memahami keberadaan dan kelimpahan jenis-jenis pohon (Niyama et
al., 1999). Manokaran et al. (1992) dalam Niyama et al., (1999) mengungkapkan

berdasarkan penelitian mengenai pola spasial spesies pohon di Hutan Cadangan
Pasoh Peninsular Malaysia, bahwa sebaran spasial yang terjadi pada spesies pohon
tergantung pada topografi, kelembaban tanah, posisi pohon induk, dan celah kanopi.

CELAH KANOPI
Celah kanopi (rumpang atau gap) merupakan kejadian alam yang umum
dijumpai di hutan hujan tropika.

Celah

terjadi akibat pohon yang mati,

patahlrebahnya batang atau dahan pohon oleh berbagai faktor seperti mati karena
usia, angin, tanah longsor, gempa bumi, penebangan pohon dan sebagainya
(Hartshorn, 1978).
Selanjutnya Whitmore (1986), mengungkapkan bahwa disamping diakibatkan
oleh faktor angin, badai dan kilat, serangan binatang seperti serangga dan jamur dapat
menyebabkan kematian pohon besar secara perlahan dan menciptakan adanya celah.
Selain terbentuknya celah rebahnya pohon-pohon besar akan menghasilkan pula
gundukan atau lubang pada tanah setinggi 1 - 2 meter akibat terbongkarnya tanah
oleh akar-akar pohon yang rebah.

*

Terbentuknya celah merupakan titik kritis bagi permudaan dan perkembangan
dari banyak jenis pohon penyusun tajuk hutan di hutan hujan tropika (Harstshon,

1978; Denslow, 1980; Whitmore, 1986).
Terbentuknya celah mengakibatkan pengurangan kompetisi akar dan perubahan
iklim mikro seperti peningkatan kualitas dan kuantitas cahaya, peningkatan
temperatur dan menurunnya kelembaban (Hartshorn, 1978; Whitmore, 1986). Celah
juga dapat meningkatkan kandungan hara dengan membusuknya tanaman yang mati,
mengurangi kompetisi akar, serta terkadang merubah relief mikro dan profil tanah
(Whitmore, 1986). Hal lain yang penting adalah dengan terbentuknya celah berarti
berkurang atau hilangnya pengendalian oleh jenis dominan terhadap anakan pohon
yang ada di bawahnya.
Keberadaan dan pertumbuhan dari berbagai spesies pohon sangat berkaitan erat ,
dengan dengan ukuran celah dan posisi spesies dalam celah, terutama pada tingkat
semai. Ketahanan dan keberadaan pohon pada