Keanekaragaman dan Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Dungus Iwul, Bogor

KEANEKARAGAMAN DAN POLA SEBARAN SPESIES
TUMBUHAN ASING INVASIF DI CAGAR ALAM
DUNGUS IWUL, BOGOR

RATNA SARI SIMBOLON

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman dan
Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Dungus Iwul,
Bogor adalah benar hasil karya saya dengan bimbingan dari dosen pembimbing
dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Ratna Sari Simbolon
NIM E34090022

ABSTRAK
RATNA SARI SIMBOLON. Keanekaragaman dan Pola Sebaran Spesies
Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Dungus Iwul, Bogor. Dibimbing oleh
AGUS HIKMAT dan ERVIZAL A.M.ZUHUD.
Cagar Alam Dungus Iwul adalah salah satu kawasan konservasi yang
diduga diinvasi juga oleh spesies tumbuhan asing. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan, keanekaragaman dan
pola sebaran spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Dungus Iwul. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan Analisis vegetasi menggunakan metode
kombinasi jalur dan garis berpetak. Komposisi spesies tumbuhan yang
teridentifikasi di Cagar Alam Dungus Iwul sebanyak 69 spesies dari 34 famili
yang sebagian besar merupakan famili Euphorbiaceae. Spesies tumbuhan asing
invasif yang teridentifikasi sebanyak 6 spesies dari 4 famili yaitu: Clidemia hirta
(Melastomataceae), Ageratum conyzoides (Asteraceae), Cynodon dactylon (Poaceae),

Chromolaena odorata (Asteraceae), Mikania micrantha (Asteraceae) dan Piper
aduncum (Piperaceae). Pola sebaran spesies tumbuhan asing invasif berdasarkan
indeks Morisita adalah mengelompok (clumped).
Kata kunci: Dungus Iwul, keanekaragaman, pola sebaran, spesies tumbuhan asing
invasif

ABSTRACT
RATNA SARI SIMBOLON. Diversity and Distribution Patterns of Invasive
Alien Species in Dungus Iwul Natural Reserve Area, Bogor. Supervised by
AGUS HIKMAT dan ERVIZAL A.M.ZUHUD.
Dungus Iwul Nature Reserve is one of the conservation area that is
supposed getting invacived by alien plant species. The purpose of this research is
to identify the composition and structure of forest vegetation, diversity and
distribution patterns of invasive alien plant species in Dungus Iwul Nature
Reserve. Data was colected by vegetation analysis with squared track and line
combination. The composition of plant species that is identified in Dungus Iwul
Nature Reserve consist 69 species of 34 families wich mostly Euphorbiaceae.
Identified of invasive alien plant species consist 6 species from 4 families. They
are: Clidemia hirta (Melastomataceae), Ageratum conyzoides (Asteraceae),
Cynodon dactylon (Poaceae), Chromolaena odorata (Asteraceae), Mikania

micrantha (Asteraceae) and Piper aduncum (Piperaceae). The distribution patterns
of invasive alien plant species based on Morisita index was clumped.
Keywords: distribution patterns, diversity, Dungus Iwul, invasive alien plant
species

KEANEKARAGAMAN DAN POLA SEBARAN SPESIES
TUMBUHAN ASING INVASIF DI CAGAR ALAM
DUNGUS IWUL, BOGOR

RATNA SARI SIMBOLON

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Keanekaragaman dan Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Asing
Invasif di eagar Alam Dungus Iwul, Bogor
: Ratna Sari Simbolon
: E34090022

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Hikmat, M.S .F
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

Prof Dr Ir Ervizal A.M. Zuhud, MS

Pembimbing II

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Keanekaragaman dan Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Asing
Invasif di Cagar Alam Dungus Iwul, Bogor
: Ratna Sari Simbolon
: E34090022

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Hikmat, M.Sc.F
Pembimbing I

Prof Dr Ir Ervizal A.M. Zuhud, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan April-Mei 2013 ini ialah
tumbuhan asing invasif, dengan judul Keanekaragaman dan Pola Sebaran Spesies
Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Dungus Iwul, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir Agus Hikmat, M.Sc.F dan Prof.
Dr. Ir Ervizal A.M. Zuhud, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi
saran dan arahan, serta kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc selaku
dosen penguji dan Dr. Ir. Siti Badriyah R, M.Si selaku ketua sidang hasil
penelitian saya. Terima kasih juga saya ucapkan kepada pihak Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat yang telah membantu dengan memberi
ijin untuk menggunakan lokasi penelitian, serta khususnya kepada Pak Wardi
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada papa dan mama saya, kakak saya Christina dan Natalia,
abang saya Marsaor, dan adik saya Fernando serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman
saya Getha, Jise, Noldy, Saima, Murdani, Rotiodora, Shila, There, Grace, Vany,
Iin, serta seluruh teman-teman Partaru, Parsamosir dan Anggrek Hitam 46 atas
segala doa, dukungan dan kebersamaannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Ratna Sari Simbolon

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Alat dan Bahan

2

Jenis Data

3

Metode Pengumpulan Data

3


Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

8

Komposisi Vegetasi

9

Tingkat Dominansi Spesies

12


Tingkat Keanekaragaman Spesies

13

Struktur Vegetasi Berdasarkan Sebaran Kelas Diameter

15

Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif

16

Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Asing Invasif

23

Pengendalian Spesies Tumbuhan Asing Invasif

23

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

30

DAFTAR TABEL
1 Ukuran tingkat permudaan/habitus
2 Lima spesies dengan nilai INP tertinggi pada tingkat semai dan
tumbuhan bawah
3 Lima spesies dengan nilai INP tertinggi pada tingkat pancang
4 Lima spesies dengan nilai INP tertinggi pada tingkat tiang
5 Lima spesies dengan nilai INP tertinggi pada tingkat pohon
6 Tingkat dominansi (C)
7 Indeks keanekaragaman jenis pada setiap tingkat pertumbuhan di Cagar
Alam Dungus Iwul
8 Spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Dungus Iwul
9 Nilai indeks Morisita spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam
Dungus Iwul
10 Spesies tumbuhan asing invasif di beberapa kawasan konservasi di
Indonesia

4
10
11
11
12
12
14
16
23
24

DAFTAR GAMBAR
1 Peta Lokasi Cagar Alam Dungus Iwul, Bogor
2 Illustrasi analisis vegetasi menggunakan metode kombinasi jalur dan
garis berpetak yang digunakan di Cagar Alam Dungus Iwul
3 Kawasan Cagar Alam Dungus Iwul berdekatan dengan Perkebunan
Kelapa Sawit
4 Famili yang memiliki jumlah spesies ≥ 3
5 Spesies iwul (Orania sylvicola) yang paling mendominasi di Cagar
Alam Dungus Iwul (a), dan anakannya (b)
6 Sebaran kelas diameter pohon
7 Indeks nilai penting spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam
Dungus Iwul
8 Harendong bulu (Clidemia hirta)
9 Babandotan (Ageratum conyzoide)
10 Jampang kawat (Cynodon dactylon)
11 Kirinyuh (Austroeupatorium inulifolium)
12 Sembung rambat (Mikania micrantha)
13 Seseuruhan (Piper aduncum)

3
4
9
9
13
15
18
18
19
20
21
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nama jenis tumbuhan di Cagar Alam Dungus Iwul
2 Hasil analisis vegetasi di Cagar Alam Dungus Iwul
3 Perhitungan indeks Morishita spesies tumbuhan asing invasif

30
33
42

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kekuatiran terhadap penurunan keanekaragaman hayati akibat masuknya
spesies asing yang mampu beradaptasi dengan baik di Indonesia dan kemudian
menjadi invasif mulai menjadi perhatian. Spesies asing invasif merupakan spesies
flora ataupun fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat
alaminya, tumbuh dengan pesat karena tidak memiliki musuh alami, sehingga
menjadi, gulma, hama, dan penyakit pada spesies-spesies asli (Kusmana 2010
diacu dalam Purwono et al. 2002). Keberadaan spesies tumbuhan asing invasif
saat ini semakin mengancam kelangsungan hidup spesies asli yang ada di suatu
ekosistem tertentu, hal ini dikarenakan spesies asing yang masuk pada kawasan
tertentu dapat lebih mudah dan cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya
sehingga menjadi invasif dengan perkembangbiakan dan penyebarannya yang
begitu cepat dan sulit dikendalikan.
Kemampuan adaptasi yang baik telah membuat spesies tumbuhan asing
invasif lebih mampu mendapatkan sumberdaya yang lebih baik daripada spesies
lokal sehingga dapat tumbuh dan menjadi invasif. Masuknya spesies asing perlu
diwaspadai untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Spesies
asing diintroduksi ke wilayah baru seringkali memangsa spesies asli, menekan
pertumbuhan, menginfeksi atau menularkan penyakit, menimbulkan kompetisi,
menyerang dan berhibridisasi (Wittenberg dan Cock 2001). Penyebaran spesies
asing invasif dapat terjadi secara sengaja melalui pemasukan langsung tumbuhan
oleh manusia untuk tujuan tertentu, maupun secara tidak sengaja melalui
kontaminasi. Jika penyebaran spesies asing invasif tidak dikendalikan, maka
dalam skala besar spesies asing invasif akan dapat mendominasi dan merusak
spesies lokal. Dominansi spesies asing invasif dapat menimbulkan homogenisasi
keanekaragaman hayati secara menyeluruh dan menurunkan keragaman dan
kekhususan spesies lokal (Ujiyani 2009).
Introduksi spesies-spesies asing kedalam kawasan konservasi yang menjadi
salah satu kebijakan pengelolaan kawasan untuk menjaga keseimbangan
ekosistem perlu pertimbangan yang matang, karena selain memiliki dampak
positif, spesies asing juga memiliki dampak negatif bagi kawasan konservasi.
Pemasukan, penyebaran dan penggunaan berbagai spesies asing baik secara
sengaja maupun tidak disengaja yang kemudian menjadi invasif menyebabkan
kerugian yang cukup besar, baik kerugian ekonomi ataupun ekologi.
Spesies tumbuhan asing telah menimbulkan permasalahan ekologi yang
cukup merugikan di beberapa kawasan konservasi di Indonesia, seperti kasus
Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran, selain itu invasi oleh tumbuhan asing
juga terjadi di Taman Nasional Wasur, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
dan Taman Nasional Komodo (Purwono et al. 2002; BLK 2010). Invasi spesies
tumbuhan asing diduga dapat terjadi di kawasan konservasi lainnya termasuk
Cagar Alam Dungus Iwul. Hal ini tidak terlepas dari keberadaannya yang dekat
dengan perkampungan yang dapat menjadi faktor penyebab gangguan terhadap
vegetasi kawasan Cagar Alam Dungus Iwul, dimana vegetasi yang terganggu
dapat mengundang masuknya spesies asing invasif ke dalam suatu kawasan.

2
Keberadaan Cagar Alam Dungus Iwul yang dikelilingi areal perkebunan sawit
juga dapat mengganggu ekologi flora dan fauna asli yang terdapat di Cagar Alam
Dungus Iwul. Menurut Prinando (2011), kelapa sawit merupakan spesies yang
berpotensi sebagai spesies asing invasif di Indonesia. Keberadaan spesies
tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Dungus Iwul perlu mendapat perhatian.
Sementara data mengenai spesies asing invasif di Cagar Alam Dungus Iwul belum
tersedia, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian

1.
2.
3.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi:
Komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan di Cagar Alam Dungus Iwul
Keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Dungus
Iwul
Pola sebaran spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Dungus Iwul

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi
keberadaan spesies tumbuhan asing invasif yang terdapat di Cagar Alam Dungus
Iwul, dan menjadi bahan pertimbangan dalam upaya-upaya pengelolaan dan
perlindungan kekayaan flora dan fauna asli yang terdapat di Cagar Alam Dungus
Iwul.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Dungus Iwul, Bogor. Kegiatan
pengambilan data dilakukan pada tanggal 20 April – 5 Mei 2013. Adapun
gambaran lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kompas, tally sheet,
patok kayu, meteran jahit, pisau, golok, tali rafia, sprayer, gunting, kamera digital,
koran bekas, label, kantong plastik, alat tulis, papan jalan dan kalkulator. Bahan
yang digunakan adalah spesies tumbuhan asing invasif, alkohol 70 %, dan peta
kawasan.

3

Sumber: Deviyanti (2010)

Gambar 1 Lokasi Cagar Alam Dungus Iwul
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer
(vegetasi) dan sekunder (kondisi umum lokasi penelitian).
Metode Pengumpulan Data
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan menggunakan metode kombinasi jalur dan garis
berpetak, dengan panjang jalur 100 m dan jarak antar jalur 60 m sebanyak 8 jalur.
Kemudian pada setiap jalur dibagi menjadi lima petak yang masing-masing petak
terdiri dari empat plot contoh dengan ukuran plot berbeda-beda seperti tersaji pada
Tabel 1.

4
Tabel 1 Ukuran petak tingkat permudaan/habitus
Tingkat permudaan
/habitus
Pohon
Tiang
Pancang/semak
Anakan/tumbuhan bawah

No.
1.
2.
3.
4.

Kriteria
Ө ≥ 20 cm
Ө 10-19 cm
t > 1.5, Ө < 10 cm
t < 1.5 cm

Ukuran plot
contoh
20 m x 20 m
10 m x 10 m
5mx5m
2mx2m

Arah jalur

d
c
b

a
60 m

Keterangan:

a=2mx2m
b=5mx5m

c = 10 m x 10 m
d = 20 m x 20 m

Gambar 2 Ilustrasi analisis vegetasi menggunakan metode kombinasi jalur dan
garis berpetak yang digunakan di Cagar Alam Dungus Iwul
1.
2.

Parameter yang diambil dan diamati dalam analisis vegetasi meliputi :
Spesies, jumlah individu dan diameter untuk tingkat pohon dan tiang.
Spesies dan jumlah individu untuk tingkat pancang, semai, dan tumbuhan
bawah (tumbuhan selain permudaan pohon termasuk liana dan semak
belukar).

Pembuatan Herbarium
Pada spesies tumbuhan yang belum teridentifikasi di lapangan dilakukan
pengambilan bagian-bagian tumbuhan sebagai spesimen yang dapat dijadikan

5
bahan identifikasi seperti daun, ranting bunga dan buah untuk kemudian dibuatkan
herbarium.
Pembuatan herbarium menurut Hidayat (2009) dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :
1.
Mengambil contoh spesimen yang terdiri dari ranting lengkap dengan
daunnya, jika terdapat buah dan bunga dapat diambil juga.
2.
Contoh spesimen dipotong dengan dengan panjang kurang lebih 40 cm atau
disesuaikan dengan ukuran tumbuhan.
3.
Spesimen yang telah dipotong dimasukkan ke dalam kertas koran dengan
menyertakan etiket berukuran 3 cm x 5 cm yang berisi keterangan tentang
nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul atau
kolektor.
4.
Selanjutnya spesimen disusun di atas kertas koran dan disemprot dengan
alkohol 70 %.
5.
Spesimen yang telah tersusun kemudian diapit dengan karton dan sasak
yang terbuat dari bambu dan diikat dengan tali rafia kemudian di oven
selama tujuh hari dengan suhu ± 70º C.
6.
Spesimen herbarium yang telah kering diidentifikasi untuk mengetahui
nama ilmiahnya.

Identifikasi Spesies Tumbuhan dan Tumbuhan Asing Invasif
Identifikasi spesies tumbuhan dilakukan untuk mengetahui nama ilmiah dari
spesies tersebut. Identifikasi spesies tumbuhan dilakukan dengan mengacu pada
literatur Zuhud dan Haryanto (1994) dan Heyne (1987). Sementara untuk
identifikasi spesies tumbuhan asing invasif dilakukan dengan melakukan cek
silang pada beberapa sumber yang memuat daftar spesies tumbuhan asing invasif
seperti Webber (2003), ISSG (2005) dan SEAMEO BIOTROP (2011).

Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai kondisi
umum Cagar Alam Dungus Iwul, Bogor.

Analisis Data
Komposisi Tumbuhan
Komposisi tumbuhan dapat diketahui dengan menggunakan parameter
Indeks Nilai Penting (INP). INP dapat diperoleh dengan formula matematika yang
dapat digunakan dalam perhitungan analisis vegetasi, termasuk tumbuhan bawah
(Soerianegara dan Indrawan 1998). Parameter ini dapat dihitung dengan rumus :
Kerapatan K

=

Jumlah individu suatu spesies
Luas seluruh petak

Kerapatan Relatif (KR)

=

Kerapatan suatu spesies
x 100 %
Kerapatan seluruh spesies

6
Frekuensi F

=

Jumlah petak dijumpai suatu spesies
Jumlah seluruh petak

Frekuensi Relatif FR

=

Frekuensi suatu spesies
x 100%
Frekuensi seluruh spesies

Dominansi D
Dominansi Relatif DR

Luas bidang dasar suatu spesies
Luas seluruh petak
Dominansi suatu spesies
x 100%
=
Dominansi seluruh spesies
=

INP untuk tumbuhan bawah, semai, pancang = KR + FR
INP untuk tiang dan pohon = KR + FR + DR
Indeks Keanekaragaman Spesies Tumbuhan
Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan diukur dengan menggunakan
persamaan indeks keanekaragaman Shanon-Wiener (Magurran 2004). Indeks ini
dapat dihitung dengan rumus :
H′ = −

P� �� P�

ni
N
Keterangan :
H’
: Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener
ni
: Jumlah INP suatu spesies
N
: Jumlah INP seluruh spesies
Pi =

Indeks Dominansi
Indeks dominansi merupakan nilai kuantitatif untuk mengetahui suatu
spesies yang dominan di dalam komunitasnya dengan persamaan (Indriyanto
2006). Indeks dominansi dapat ditentukan dengan rumus:
n

C=
i=1

ni
( )²
N

Keterangan :
C
: Indeks dominansi
ni
: Jumlah individu suatu spesies
N
: Jumlah seluruh individu
Persentase Spesies Tumbuhan Asing Invasif
P=

Jumlah spesies asing invasif
x 100%
Jumlah total spesies

7
Pola Sebaran Spesies Asing Invasif
Pola penyebaran spesies tumbuhan pada suatu komunitas tumbuhan dapat
diketahui dengan menggunakan rumus penyebaran Morisita. Pola penyebaran
suatu spesies tumbuhan di dalam komunitasnya meliputi penyebaran merata
(uniform), acak (random) dan mengelompok (clumped). Rumus yang digunakan
menurut Morisita (1965) diacu dalam Krebs (1972) yaitu:
Id = n

(∑xᵢ² ‒ ∑xᵢ)
∑xᵢ 2 ‒ ∑xᵢ

Keterangan :
Id
: Derajat penyebaran Morisita
n
: Jumlah petak ukur
∑ xᵢ² : Jumlah kuadrat dari total individu suatu spesies pada suatu komunitas
∑ xᵢ : Jumlah total individu suatu spesies pada suatu komunitas.
Selanjutnya dilakukan uji Chi-square dengan menggunakan rumus:

Derajat Keseragaman

Mu =

�² 0,0975 − n + ∑ xᵢ
∑ xᵢ − 1

Keterangan:
�² 0,0975 : Nilai Chi-square dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan
97,5 %
∑ xᵢ
: Jumlah individu dari spesies pada petak ukur ke-i
n
: Jumlah petak ukur
Derajat Pengelompokan
Mc =

�² 0,025 − n + ∑ xi
∑ xi − 1

Keterangan :
�² 0,025 : Nilai Chi-square dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan 2,5 %
∑ xᵢ
: Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke-i
n
: Jumlah petak ukur
Standar derajat Morishita (Ip) dihitung dengan menggunakan empat
persamaan sebagai berikut:
 Apabila Id ≥ Mc ≥ 1.0 maka dihitung:
Id − Mc
)
Ip = 0,5 + 0,5(
n − Mc
 Apabila Mc > Id ≥ 1.0, maka dihitung:
Id − 1
Ip = 0,5 (
)
Mc − 1

 Apabila 1.0 > Id > Mu, maka dihitung:

8
Ip = −0,5 (

Id − 1
)
Mu − 1

 Apabila 1.0 > Mu >Id, maka dihitung:
Id − 1
Ip = −0,5 + 0,5 (
)
Mu − 1

Standar derajat penyebaran Morisita (Ip) mempunyai interval -1,0 – 1,0
dengan taraf kepercayaan 95 % pada batas 0,5 dan – 0,5. Perhitungan Nilai Ip
digunakan untuk menunjukkan pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif
pada suatu komunitas di Cagar Alam Dungus Iwul dengan selang nilai:
Ip = 0, menunjukkan pola sebaran acak (random)
Ip > 0, menunjukkan pola sebaran mengelompok (clumped)
Ip < 0, menunjukkan pola sebran merata (uniform)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kawasan hutan Dungus Iwul ditetapkan sebagai Cagar Alam berdasarkan
Surat Keputusan Goverment Besluit (GB) Nomor: 23 stbl 99 tanggal 21-3-1931,
seluas 9 ha. Secara administratif kawasan Cagar Alam Dungus Iwul terletak di
Desa Cigeulung Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat
(Ditjen PHKA 2012) dengan batas kawasan Desa Curug (Utara), Desa Jugalajaya
(Timur), Desa Luhur Jaya (Selatan) dan Desa Guradog (Barat). Kawasan Cagar
Alam Dungus Iwul terletak di pinggir jalan raya antara Bogor dan Rangkasbitung
sehingga mudah dicapai dengan rute perjalanan Bandung-Bogor ± 120 km,
Bogor-Jasinga-Lokasi ± 60 km dengan kondisi jalan baik dan banyak dilintasi
oleh kendaraan umum (Dishut 2007). Iklim di kawasan Cagar Alam Dungus Iwul
menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk tipe iklim A dengan curah
hujan rata-rata per tahun 3.191 mm (Ditjen PHKA 2012).
Keadaan topografi kawasan Cagar Alam Dungus Iwul relatif datar dengan
ketinggian 175 m diatas permukaan laut (Dishut 2007). Vegetasi Cagar Alam
Dungus Iwul merupakan gambaran dari hutan dataran rendah yang dahulunya
terhampar luas di bagian utara Jawa Barat. Flora yang tumbuh di cagar alam ini
adalah Iwul (Orania sylvicola), Kibentili (Kickseia arborea), Anggrit (Adina
polychepala), Dahu (Dracontomelon mangiferum), Ki hijoer (Quercus blaumena),
Ranji (Dialium indum) dan Teureup (Artocarpus elastica). Beberapa jenis
satwaliar yang terdapat pada kawasan ini adalah jenis burung (aves) seperti Elang
ular (Spilornis cheela) dan Beo (Gracula religiosa), Merpati yang mirip kakatua
(Treron pamedora pulverulenta), sedangkan jenis mamalia diantaranya adalah
Lutung (Tracyphithecus auratus), Bajing terbang (Sciurepterus sagitta) dan
Jelarang (Ratufa bicolor) (Ditjen PHKA 2002).

9

Gambar 3 Kawasan Cagar Alam Dungus Iwul berdekatan dengan Perkebunan
Kelapa Sawit

Komposisi Vegetasi
Komposisi Famili
Komposisi famili tumbuhan berdasarkan analisis vegetasi dengan metode
kombinasi jalur berpetak seluas 1.6 ha diketahui yang teridentifikasi sebanyak 34
famili yang terdiri dari 69 spesies (Lampiran 1). Sebagian besar spesies yang
teridentifikasi merupakan famili Euphorbiaceae dengan jumlah spesies sebanyak 7
spesies sedangkan famili lainnya berkisar diantara 1 sampai dengan 5 spesies. Hal
ini menunjukkan bahwa famili Euphorbiaceae memiliki kemampuan adaptasi
yang baik pada lingkungan Cagar Alam Dungus Iwul. Data mengenai komposisi
famili dengan jumlah spesies lebih dari 3 disajikan pada Gambar 4.

Piperaceae
Myrtaceae
Melastomataceae
Famili

Lauraceae
Clusiaceae
Asteraceae
Sapindaceae
Anacardiaceae
Moraceae
Euphorbiaceae
0

2

4

6

Jumlah spesies

Gambar 4 Famili yang memiliki jumlah spesies ≥ 3

8

10
Spesies yang termasuk kedalam famili Euphorbiaceae pada lokasi penelitian
diantaranya bintinu (Mallotus paniculatus), ki sawo (Aporosa nitida), mara
(Macaranga tanarius), menteng monyet (Mallotus sp.), karet (Hevea
brasieliensis.), taritih (Drypetes sumatrana), dan peuris (Aporosa microcalyx).
Menurut Partomihardjo (1999) diacu dalam Purwaningsih dan Yusuf (2008)
sistem pemencaran biji atau buah dari banyak spesies dalam suku Euphorbiaceae
memiliki efektivitas yang tinggi, pada umumnya dapat dipancarkan oleh angin,
burung dan mamalia. Famili yang paling banyak selanjutnya adalah Moraceae
dengan lima spesies yang ditemukan yaitu benying (Ficus fistulosa), hamerang
(Ficus toxicaria), ki hampelas (Ficus ampelas), kondang (Ficus variegata), dan
teureup (Artocarpus elastica).
Komposisi Spesies pada Tingkat Semai dan Tumbuhan Bawah
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, diketahui bahwa jumlah spesies pada
masing-masing tingkat pertumbuhan cukup berbeda-beda, hal ini diduga karena
kondisi lingkungan serta faktor ketinggian pada lokasi penelitian mempengaruhi
pertumbuhan spesies. Tingkat pertumbuhan semai dan pancang merupakan
komunitas yang mempunyai jumlah spesies yang paling banyak bila dibandingkan
dengan tingkat pertumbuhan yang lain, yaitu sebanyak 53 spesies dari 26 famili.
Famili dengan spesies yang terbanyak ditemukan pada Euphorbiaceae sebanyak 5
spesies. Richard (1975) diacu dalam Handayani (2002), menyatakan bahwa
kehadiran suatu spesies dalam proses suksesi sekunder ditentukan oleh daya tahan
terhadap cahaya matahari, pola penyebaran biji dan daya tumbuh spesies tersebut.
Secara rinci, spesies tumbuhan tingkat semai dan tumbuhan bawah yang
ditemukan di CA Dungus Iwul dapat dilihat pada Lampiran 2a. Lima spesies
dominan yang memiliki indeks nilai penting (INP) tertinggi dari tingkat semai
dan tumbuhan bawah lainnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Lima spesies tingkat semai dan tumbuhan bawah yang memiliki INP
tertinggi
No
1
2
3
4
5

Spesies
Orania sylvicola
Helicia serata
Ardisia elliptica
Canarium denticulatum
Melastoma polyanthum

KR (%)
66.09
7.81
1.88
1.22
2.71

FR (%)
19.61
2.94
7.35
4.90
2.45

INP (%)
85.70
10.75
9.24
6.12
5.17

Indeks nilai penting (INP) merupakan parameter yang dapat digunakan
menyatakan tingkat dominansi spesies dalam suatu komunitas (Soegianto 1994
diacu dalam Indriyanto 2006). Berdasarkan nilai INP yang diperoleh melalui
analisis vegetasi, iwul (Orania sylvicola) merupakan anggota dari famili
Arecaceae yang mendominasi diantara spesies yang lainnya, ditunjukkan oleh INP
nya yang tertinggi. Spesies O. sylvicola paling merata ditemukan pada tiap plot
contoh (40 petak) dengan nilai frekuensi relatif paling tinggi (19.61 %), berbeda
dengan harendong pohon (Melastoma polyanthum) yang frekuensi relatifnya
hanya 2.45 %. Nilai tersebut menunjukkan bahwa M. polyanthum hanya
ditemukan pada plot contoh tertentu.

11
Komposisi Spesies pada Tingkat Pancang
Analisis vegetasi pada tingkat pancang diperoleh vegetasi sebanyak 44
spesies dari 23 famili. Famili yang mendominasi yaitu Euphorbiaceae sebanyak 6
spesies. Secara rinci, spesies tumbuhan tingkat pancang yang ditemukan di CA
Dungus Iwul dapat dilihat pada Lampiran 2b. Tabel 3 menunjukkan lima spesies
yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat pancang.
Tabel 3 Lima spesies tingkat pancang yang memiliki INP tertinggi
No
1
2
3
4
5

Spesies
Orania sylvicola
Knema laurina
Polyalthia subcordata
Aporosa nitida
Canarium denticulatum

KR (%)
26.32
11.13
8.70
6.48
3.44

FR (%)
14.45
10.16
8.59
7.42
6.25

INP (%)
40.77
21.29
17.30
13.90
9.69

Berdasarkan lima spesies yang memiliki INP tertinggi, diperoleh bahwa O.
sylvicola memiliki INP 40.77 %. Hal ini dibuktikan dengan jumlah O. sylvicola
yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian (130 individu) dan tersebar
merata yaitu pada 37 petak dengan frekuensi relatif sebesar 14.45 % (Tabel 3).
Komposisi Spesies pada Tingkat Tiang
Analisis vegetasi pada tingkat tiang diperoleh vegetasi sebanyak 24 spesies
dari 15 famili. Famili dengan spesies yang paling banyak ditemukan yaitu
Euphorbiaceae dan Myrtaceae masing-masing sebanyak 3 spesies. Berdasarkan
hasil pengamatan, tingkat pertumbuhan tiang merupakan komunitas yang
mempunyai jumlah spesies yang paling sedikit bila dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan yang lain. Hal ini dapat disebabkan oleh kebutuhan tumbuhan akan
keadaan lingkungan yang khusus dan lingkungan yang bervariasi dari satu tempat ke
tempat lain mengakibatkan keragaman jenis tumbuhan berkembang menurut
perbedaan waktu dan tempat (Sitompul dan Guritno 1995 diacu dalam Deviyanti
2010). Secara rinci, spesies tumbuhan tingkat tiang yang ditemukan di CA Dungus
Iwul dapat dilihat pada Lampiran 2c. Tabel 4 menunjukkan lima spesies yang
memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat tiang.
Tabel 4 Lima spesies tingkat tiang yang memiliki INP tertinggi
No
1
2
3
4
5

Spesies
Orania sylvicola
Canarium denticulatum
Nephelium mutabile
Knema laurina
Ardisia elliptica

KR (%)
46.74
7.07
4.35
3.26
2.72

FR (%)
30.65
7.26
4.84
4.84
4.03

DR (%)
53.62
5.66
3.96
4.76
2.88

INP (%)
131.00
19.98
13.15
12.86
9.63

Nilai INP yang paling besar (131.00 %) pada tingkat pertumbuhan tiang
yaitu Orania sylvicola sehingga O. sylvicola merupakan spesies yang
mendominasi vegetasi tingkat tiang. Spesies yang paling sedikit ditemukan di

12
lapangan atau yang memiliki INP terkecil (1,96 %) adalah duren (Durio
zibethinus) dari famili Bombacaceae.
Komposisi Spesies pada Tingkat Pohon
Analisis vegetasi pada tingkat pohon diperoleh vegetasi sebanyak 25 spesies
dari 15 famili, dengan jumlah spesies terbanyak terdapat pada famili
Euphorbiaceae (4 spesies). Secara rinci, spesies tumbuhan tingkat pohon yang
ditemukan di CA Dungus Iwul dapat dilihat pada Lampiran 2d. Orania sylvicola
merupakan spesies yang memiliki INP tertinggi (126.49 %) dengan frekuensi
relatif 30.96 % yaitu ditemukan pada setiap plot contoh (40 petak), hal ini
menunjukkan bahwa O. sylvicola juga mendominasi pada tingkat pohon. Tabel 5
menunjukkan lima spesies yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat pohon.
Tabel 5 Lima spesies tingkat pohon yang memiliki INP tertinggi
No
1
2
3
4
5

Spesies
Orania sylvicola
Polyalthia subcordata
Pometia pinnata
Dialum indum
Bouea macrophylla

KR (%)
61.73
5.75
3.83
2.30
4.60

FR (%)
30.96
10.84
6.19
3.87
7.74

DR (%)
33.80
5.40
6.97
10.57
3.31

INP (%)
126.49
21.99
17.00
16.74
15.65

Berdasarkan hasil analisis vegetasi, menunjukkan bahwa tumbuhan iwul (O.
Sylvicola) merupakan spesies yang banyak ditemukan pada setiap tingkat
pertumbuhan. Spesies ini memiliki kerapatan individu dan frekuensi perjumpaan
yang tinggi pada petak pengamatan. Tingginya INP O. Sylvicola pada setiap
tingkat pertumbuhan menunjukkan bahwa spesies O. Sylvicola memiliki daya
adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya sehingga kemampuannya untuk
bertahan hidup dan meperbanyak jenisnya besar. Secara rinci data INP pada setiap
tingkat pertumbuhan terdapat pada Lampiran 2.

Tingkat Dominansi Spesies
Dominansi spesies dalam suatu komunitas juga dapat dinyatakan dengan
menggunakan parameter indeks dominansi (Indriyanto 2006). Secara rinci nilai
indeks dominansi yang diperoleh pada masing-masing tingkat pertumbuhan tersaji
pada Tabel 6.
Tabel 6 Indeks dominansi (C)
No.
1
2
3
4

Tingkat pertumbuhan/habitus
Semai dan tumbuhan bawah
Pancang
Tiang
Pohon

Nilai indeks dominansi (C)
0.45
0.10
0.23
0.39

13
Besarnya nilai indeks dominansi pada berbagai tingkat pertumbuhan tidak
ada yang mendekati atau sama dengan satu, namun berkisar diantara 0.10-0.45,
yang berarti bahwa indeks dominansi spesies pada lokasi penelitian tergolong
rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa dominansi spesies pada kawasan Cagar
Alam Dungus Iwul tersebar pada beberapa spesies. Menurut Indriyanto (2006),
dominansi oleh suatu spesies pada suatu komunitas dapat terlihat apabila nilai
indeks dominansi bernilai satu atau mendekati satu sedangkan apabila nilai indeks
dominansi bernilai rendah atau mendekati nol berarti terdapat beberapa spesies
yang mendominasi secara bersama-sama.
Spesies yang mendominasi suatu komunitas merupakan spesies-spesies
yang mampu bertahan dan bersaing dengan spesies lainnya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Keberadaan spesies dominan pada lokasi penelitian menjadi
suatu indikator bahwa komunitas tersebut berada pada habitat yang sesuai dan
mendukung pertumbuhannya (Odum 1971). Spesies iwul (O. sylvicola), ki tulang
(Polyalthia subcordata) dan ki laja (Knema laurina) adalah spesies yang
mendominasi di lokasi penelitian yang memiliki INP tinggi pada komunitasnya.
Namun spesies iwul (O. Sylvicola) merupakan yang paling dominan pada
komunitas tumbuhan di Cagar Alam Dungus Iwul. Hal ini berarti bahwa O.
Sylvicola merupakan spesies yang memiliki peranan penting dalam ekosistem
hutan Cagar Alam Dungus Iwul, karena menurut Fachrul (2012) apabila INP
suatu spesies vegetasi bernilai tinggi, maka spesies itu sangat mempengaruhi
kestabilan ekosistem tersebut.

a

b

Gambar 5 Spesies iwul (Orania sylvicola) yang paling mendominasi di Cagar
Alam Dungus Iwul (a), dan anakannya (b)

Tingkat Keanekaragaman Spesies
Menurut Shannon-Wiener (1963) diacu dalam Fachrul (2012), besarnya
indeks keanekaragaman spesies didefinisikan dalam tiga kategori, yaitu tinggi (H’
> 3), sedang (1 < H’< 3), dan rendah (H’ < 1). Berdasarkan indeks ShannonWiener, maka keanekaragaman spesies pada setiap tingkat pertumbuhan di Cagar
Alam Dungus Iwul berada pada kategori sedang sampai tinggi (Tabel 7).

14
Tabel 7 Indeks keanekaragaman spesies pada setiap tingkat pertumbuhan di
Cagar Alam Dungus Iwul
No
1
2
3
4

Tingkat pertumbuhan dan habitus
Pohon
Tiang
Pancang
Semai dan tumbuhan bawah

H’
2.36
2.38
3.13
2.75

Tingkat keanekaragaman spesies merupakan parameter yang dapat
menggambarkan tingkat kestabilan suatu komunitas hutan. Berdasarkan hasil
analisis vegetasi indeks keanekaragaman spesies pada tingkat pancang memiliki
nilai yang tergolong tinggi (3.13) jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan
lainnya. Indeks keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukan besarnya variasi
spesies pada suatu tempat. Sedangkan tingkat pertumbuhan dan habitus lainnya
tergolong sedang, yang menunjukan kecilnya variasi spesies tumbuhan pada suatu
tempat. Nilai keanekaragaman spesies yang terendah terdapat pada tingkat pohon
(2.36), nilai ini menunjukkan bahwa jumlah individu dan jumlah spesies pohon yang
dijumpai di lokasi penelitian lebih sedikit sehingga memiliki nilai keanekaragaman
spesies yang rendah.
Indeks keanekaragaman pada tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan
bawah termasuk pada kategori sedang (2.75) dikarenakan tingkat pertumbuhan
semai dan tumbuhan bawah adalah tingkat pertumbuhan yang paling rentan
terhadap kondisi lingkungan, dimana spesies pada tingkat ini dapat mati dengan
mudah, baik oleh adanya gangguan dari alam, seperti angin dan curahan air hujan.
Selain itu, semai dan tumbuhan bawah memerlukan cahaya yang cukup untuk
melakukan proses fotosintesis, terutama spesies yang bersifat intoleran atau
spesies yang memerlukan cahaya penuh dalam pertumbuhannya (Hasanah 2011).
Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekosistem hutan Cagar Alam Dungus Iwul
dipengaruhi oleh gangguan faktor-faktor lingkungan atau abiotik.
Tingkat keanekaragaman spesies di Cagar Alam Dungus Iwul menunjukkan
bahwa kondisi Cagar Alam Dungus Iwul masih memiliki ketersediaan plasma
nutfah di masa yang akan datang. Cagar Alam Dungus Iwul memiliki
keanekaragaman sumber plasma nutfah yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Salah
satu sumber plasma nutfah Cagar Alam dungus Iwul adalah tumbuhan obat,
contohnya yaitu teureup (Artocarpus elastica) berkhasiat obat TBC dan dysentri,
manggis (Gracinia lateriflora) obat antipiretik, rinu (Piper cubeba) obat sakit
perut, antidisentri dan radang selaput lendir, ki putri (Podocarpus neriifolia) obat
rematik, dan leungsir (Pometia pinnata) obat luka bernanah. Selain itu terdapat
spesies yang bermanfaat sebagai sumber plasma nutfah buah-buahan yang bernilai
ekonomi cukup tinggi yaitu manggis (Gracinia lateriflora), rambutan (Nephelium
sp), dan duren (Durio zibethinus). Winarno (2000) diacu dalam Uji (2007)
menyebutkan bahwa tiga spesies tersebut merupakan “buah-buahan unggulan
nasional”. Sedangkan Iwul (Orania sylvicola) yang merupakan spesies khas Cagar
Alam Dungus Iwul itu sendiri dapat dimanfaatkan untuk kayu bangunan
(konstruksi). Hal ini menunjukkan bahwa Cagar Alam Dungus Iwul memiliki
keanekaragaman plasma nutfah yang harus dilestarikan, karena keanekaragaman

15
sumber plasma nutfah di Cagar Alam Dungus Iwul akan berperan penting dalam
upaya memperbaiki keanekaragaman hayati.
Struktur Vegetasi Berdasarkan Sebaran Kelas Diameter
Struktur tegakan hutan dapat diketahui dari hubungan antara kelas diameter
dengan kerapatan (jumlah individu/ha) (Deviyanti 2010). Meyer et al (1961) diacu
dalam Samsoedin dan Heriyanto (2010) mengartikan struktur tegakan sebagai
sebaran pohon per satuan luas dalam berbagai kelas diameter. Hasil penelitian
sebaran semua pohon untuk kelas diameter 20-29 cm, 30-39 cm, 40-49 cm, 50-59
cm, 60-69 cm, 70-79 cm dan > 80 cm di lokasi penelitian disajikan pada Gambar
6.

120

114

Jumlah individu/ha

100
80
60
40
17
9

20

6

6

5

4

0
20-29

30-39

40-49

50-59

60-69

70-79

> 80

Kelas diameter (cm)

Gambar 6 Sebaran kelas diameter pohon
Berdasarkan Gambar 6, menunjukkan bahwa sebagian besar populasi pohon
di Cagar Alam Dungus Iwul terkonsentrasi pada tegakan dengan diameter 20 – 19
cm yaitu sebanyak 114 individu/ha. Sebaran individu pohon yang paling sedikit
yaitu pohon degan diameter lebih dari 80 cm yaitu 4 individu/ha. Spesies pohon
memiliki diameter terbesar (95.83 cm) yaitu keranji (Dialum indum) dari famili
Fabaceae dan terbesar kedua (89.17 cm) yaitu putat (Helicia serata) dari famili
protaceae. Dalam suksesi hutan selalu terjadi perubahan dari waktu ke waktu,
perubahan struktur tegakan kemungkinan dapat terjadi karena adanya perbedaan
kemampuan pohon dalam memanfaatkan energi matahari, unsur hara/mineral dan
air serta sifat kompetisi (Heriyanto dan Subiandono 2012). Oleh sebab itu susunan
pohon dalam suatu tegakan hutan akan membentuk sebaran kelas diameter yang
bervariasi (Ewusie 1980).
Berdasarkan sebaran kelas diameter tersebut, struktur tegakan di Cagar
Alam Dungus Iwul menunjukkan jumlah pohon berdiameter besar semakin
berkurang, sehingga bentuk kurva berbentuk huruf “J” terbalik. Struktur tegakan
yang menunjukkan karakteristik yang demikian dapat dikatakan bahwa hutan

16
dalam kondisi yang berkembang dan masih normal (Heriyanto dan Subiandono
2012).

Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Jumlah Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Spesies asing invasif dapat didefinisikan sebagai spesies yang bukan spesies
lokal dalam suatu ekosistem, dan yang menyebabkan gangguan terhadap ekonomi
dan lingkungan, serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Campbell 2005).
Spesies yang teridentifikasi sebagai tumbuhan asing invasif di lokasi penelitian
terdapat sebanyak tujuh spesies tumbuhan, dengan persentase sebesar 8.69 %
yang berarti apabila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan spesies yang
teridentifikasi, maka jumlah spesies tumbuhan invasif yang terdapat di Cagar
Alam Dungus Iwul masih tergolong sedikit. Spesies yang termasuk tumbuhan
asing invasif di Cagar Alam Dungus Iwul dapat disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Dungus Iwul
No
1
2
3
4
5
6

Nama spesies
Clidemia hirta
Ageratum conyzoides
Cynodon dactylon
Austroeupatorium inulifolium
Mikania micrantha
Piper aduncum

Famili
Melastomataceae
Asteraceae
Poaceae
Asteraceae
Asteraceae
Piperaceae

Habitus
Semak
Herba
Terna
Semak
Herba
Semak

Sumber
1,2,3
2,3
1,2,3
1,2
1,2,3
1,2

Sumber : ¹Webber (2003), ²ISSG (2005), ³SEAMEO BIOTROP (2011)

Spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Cagar Alam Dungus
Iwul terdiri dari empat famili, yang didominasi oleh famili Asteraceae. Menurut
Pujowati (2006), Asteraceae merupakan tumbuhan yang mudah tumbuh dan
tersebar dimana-mana, kebanyakan tumbuh secara liar di halaman, ladang, kebun,
dan tepi-tepi jalan. Jika dilihat berdasarkan habitusnya, sebagian besar spesies
tumbuhan asing yang ditemukan di Cagar Alam Dungus Iwul berhabitus semak.
Hal ini sesuai dengan daftar yang dimuat oleh ISSG (2005) bahwa sebagian besar
tumbuhan asing invasif didominasi oleh habitus semak.
Keberadaan Cagar Alam Dungus Iwul yang dikelilingi areal perkebunan
sawit tidak menutup kemungkinan untuk spesies kelapa sawit (Elaeis guineensis)
menginvasi Cagar Alam Dungus Iwul. Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Prinando (2011) di kampus IPB Darmaga yang menemukan bahwa kelapa sawit
merupakan spesies yang berpotensi sebagai spesies asing invasif di Indonesia. Hal
ini dibuktikan dengan besarnya nilai INP kelapa sawit yang dijumpai di Kampus
IPB Darmaga. Spesies kelapa sawit di Indonesia belum dinyatakan termasuk ke
dalam spesies invasif, namun menurut ISSG (2005), spesies ini telah ditemukan
sebagai spesies yang sangat invasif di Negara Bagian Bahia dan Timur Laut Brasil.
Saat ini belum ditemukan adanya kelapa sawit di dalam kawasan Cagar Alam
Dungus Iwul. Hal ini terjadi karena kelapa sawit yang tumbuh di dekat kawasan
Cagar Alam Dungus Iwul belum memasuki umur berbuah (baru ditanam)

17
sehingga tidak ada biji yang tersebar masuk dan tumbuh ke dalam kawasan Cagar
Alam Dungus Iwul. Kelapa sawit merupakan spesies yang bersifat intoleran pada
saat dewasa dan toleran pada saat anakan (Pahan 2008 diacu dalam Prinando
2011), sehingga pertumbuhan dan perkembangannya tidak dipengaruhi oleh
adanya naungan. Hal ini sangat memungkinkan kelapa sawit tumbuh di dalam
kawasan Cagar Alam Dungus Iwul. Oleh karena itu keberadaan kelapa sawit di
sekitar kawasan juga perlu mendapat perhatian serius karena dapat mengancam
dan mengganggu ekologi flora dan fauna asli yang terdapat di Cagar Alam Dungus
Iwul terutama spesies iwul (Orania sylvicola) yang merupakan spesies khas di
Cagar Alam Dungus Iwul.
Berdasarkan hasil identifikasi, selain spesies tumbuhan asing invasif
teridentifikasi juga spesies lokal namun bersifat invasif yaitu kitahun (Ardisia
elliptica). ISSG (2005) menyatakan bahwa A. elliptica merupakan spesies yang
tersebar alami di pantai barat India, Sri Lanka, Indocina, Malaysia, Indonesia dan
Papua Nugini, dan telah meyebar di Hawaii, Florida Selatan, Okinawa dan
Jamaika. Keberadaan A. elliptica di Cagar Alam Dungus Iwul cukup dominan
yang ditunjukkan dengan jumlah INP sebesar 42.57 %.
Spesies A. elliptica dapat dengan mudah menyerang hutan terganggu yang
lembab, namun juga mampu menyerang habitat yang relatif tidak terganggu.
Spesies ini menjadi invasif karena viabilitas benih yang tinggi (99%) dan
konsumsi biji oleh frugivora baik burung dan mamalia yang mendukung
penyebarannya sangat meningkatkan keberhasilan peristiwa penyebaran spesies
ini (ISSG 2005). Tumbuhan ini merupakan spesies toleran dan mampu
membentuk monotypic padat, mencegah pembentukan dan regenerasi dari semua
spesies lain yang ada di sekitarnya (Weber 2003). Oleh karena itu ISSG (2005)
memuat spesies ini ke dalam daftar 100 spesies tumbuhan paling invasif di dunia.
Frekuensi perjumpaan A. elliptica pada petak pengamatan di lokasi penelitian
cukup tinggi terutama pada tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah (15
petak), dengan frekuensi relatif 7.35 %. Hal ini menunjukkan bahwa spesies ini
mampu beradaptasi dengan baik di kawasan Cagar Alam Dungus Iwul.
Dominansi Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Karakteristik yang paling menonjol dari spesies tumbuhan asing invasif
adalah kemampuannya membangun naungan yang lebat dengan cepat dan
kemampuan adaptasi yang baik yang membuatnya lebih mampu mendapatkan
sumberdaya yang lebih baik daripada spesies lokal sehingga dapat tumbuh dan
menjadi invasif, sehingga seharusnya spesies tumbuhan asing invasif dalam suatu
komunitas akan mendominasi tumbuhan lainnya. Namun berdasarkan nilai INP,
tidak menunjukkan adanya dominansi dari spesies tersebut dalam komunitasnya.
Menurut CBD (2007), bahwa sejauh mana spesies asing invasif dapat berkembang
biak sangat dipengaruhi oleh ekosistem penerima serta tidak adanya musuh di
habitat baru mereka. Nilai INP masing-masing spesies tumbuhan asing invasif
tersaji pada Gambar 8.
Kirinyuh (Austroeupatorium inulifolium) adalah spesies tumbuhan asing
invasif yang cukup berpengaruh diantara spesies lainnya, karena spesies ini
memiliki INP lebih tinggi dibanding spesies lainnya. Sedikitnya populasi spesies
tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Dungus Iwul berkaitan dengan lokasi
contoh penelitian yang relatif tertutup yang menyebabkan tingkat pertumbuhan

18
spesies tersebut pada tingkat semai ternaungi sehingga akses untuk mendapatkan
cahaya yang diperlukan dalam proses fotosintesis tidak dapat berjalan dengan baik.
Sementara sebagian besar tumbuhan asing invasif merupakan tumbuhan bawah
yang pertumbuhannya dipengaruhi cahaya matahari.
1,37

Mikania micrantha

1,98

Spesies

Piper aduncum

2,26

Ageratum conyzoides

2,33

Cynodon dactylon

2,39

Clidemia hirta
Austroeupatorium
inulifolium

3,84
0

1

2

3

4

INP (%)
Gambar 7 Indeks nilai penting spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam
Dungus Iwul
Bioekologi Spesies Tumbuhan Asing Invasif
1. Clidemia hirta G. Don.
Harendong bulu (Clidemia hirta) berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan
Amerika Selatan (Weber 2003). C.hirta dapat tumbuh di hutan alam, padang
rumput, zona riparian, dan daerah terganggu. Spesies ini cepat tumbuh dan
menjadi semak pionir pada hutan primer dengan membentuk semak padat. C.hirta
mungkin tidak tahan terhadap api, namun cepat berkolonisasi pada wilayah bekas
kebakaran (Weber 2003). Di Indonesia C. hirta menyebar luas di Pulau Jawa.
C.hirta menjadi masalah di hutan tropis, dimana akan menyerang vegetasi hutan
dan mencegah regenerasi tumbuhan alami lainnya (SEAMEO BIOTROP 2011).

Gambar 8 Harendong bulu (Clidemia hirta)
Spesies C. hirta termasuk spesies toleran, sehingga dapat berkembang di
bawah tegakan atau naungan. SEAMEO BIOTROP (2011) melaporkan bahwa

19
spesies ini telah menyerang perkebunan kelapa, karet, kakao, kelapa sawit, tebu,
perkebunan teh, hutan terbuka dan padang rumput. Menurut Hidayat (2012),
kemampuan C.hirta menghasilkan biji yang banyak dan didukung oleh persebaran
biji yang dapat dilakukan oleh satwa memungkinkan spesies ini dapat menyebar
secara luas. Keberadaan C.hirta di Cagar Alam Dungus Iwul tidak terlalu
dominan dengan INP sebesar 2.39 %. Perkembangan C.hirta di Cagar Alam
Dungus Iwul memungkinkan pada daerah-daerah yang relatif terbuka dengan
akses matahari yang cukup.
2. Ageratum conyzoides L.
Babandotan (Ageratum conyzoides) adalah salah satu spesies tumbuhan
asing invasif yang berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan
(Weber 2003). Spesies ini tumbuh liar di tempat-tempat terbuka atau agak
terlindungi, tumbuh mulai dari dataran rendah sampai ketinggian diatas 2.500
mdpl (Djauhariya dan Hernani 2004). A.conyzoides banyak tersebar di negara
tropis dan subtropis dan sering sulit untuk dikendalikan. Di Indonesia, tumbuhan
ini merupakan gulma yang merugikan. Hal ini dikarenakan spesies ini diketahui
dapat mengeluarkan zat allelopati untuk meracuni dan menekan pertumbuhan
tanaman pesaing/kompetitor yang ada disekitarnya. A.conyzoides pertama kali
diintroduksi di Indonesia sekitar tahun 1900-an yaitu di Pulau Jawa dan saat ini
telah terdistribusi secara luas di Indonesia (SEAMEO BIOTROP 2011).

Gambar 9 Babandotan (Ageratum conyzoides)
Keberadaan A.conyzoides di komunitas tumbuhan Cagar Alam Dungus
Iwul tidak terlalu dominan dengan INP sebesar 2.26 %, namun dapat
mempengaruhi kelestarian keanekaragaman hayati karena sifatnya yang dapat
mengeluarkan zat allelopati yang dapat mengancam pertumbuhan spesies yang
lainnya. Menurut SEAMEO BIOTROP (2011) A.conyzoides dapat menghasilkan
40.000 biji per spesies dan setengah dari benih ini dapat berkecambah segera
setelah gugur, dan dengan mudah dapat tersebar oleh angin atau air, tumbuh
dengan baik pada berbagai kondisi lingkungan hingga ketinggian 3000 mdpl.
Invasi oleh A.conyzoides secara signifikan telah menurunkan biomassa dan
keanekaragaman hayati, juga menyebabkan perubahan struktur komunitas
vegetasi (ISSG 2005).
3. Cynodon dactylon (L.) Pers
Jampang kawat (Cynodon dactylon) adalah spesies tumbuhan asing invasif
yang berasal dari Afrika dan Asia Selatan dan Tenggara tetapi jenis ini telah
diintroduksi ke semua daerah tropis dan subtropis dan dijumpai dapat bertahan

20
hidup di 50 °N di Eropa dan sampai ketinggian 4000 m di Himalaya. Jenis ini juga
dijumpai di pulau-pulau di Pasifik, Atlantik dan Lautan India (PROSEA 2013). C.
dactylon tersebar di seluruh Indonesia, kecuali Sulawesi dan Papua (SEAMEO
BIOTROP 2011).
Menurut Sastroutomo (1990), C. dactylon merupakan spesies dari famili
Poaceae yang merupakan gulma bagi tanaman perkebunan. Spesies ini dapat
tumbuh dalam cuaca dingin, di tempat teduh atau di tanah kering. Tumbuh baik
pada kondisi asam atau alkali dan tahan terhadap banjir dan kekeringan (melalui
pertumbuhan kembali dari rimpang bawah tanah) (ISSG 2005). Keberadaan
spesies ini di Cagar Alam Dungus Iwul memiliki nilai INP sebesar 2,33 % dan
tidak mendominasi komunitas tumbuhan lainnya. Rendahnya nilai INP C.
dactylon dapat disebabkan oleh dominasi spesies tumbuhan lainnya.

Gambar 10 Jampang kawat (Cynodon dactylon)
Spesies C. dactylon bersifat invasif karena dapat menyebar dengan cepat
melalui rimpang dan stolon, yang dapat menggeser spesies asli dan mencegah
regenerasi alami mereka. Rimpang dapat tumbuh di tanah pada kedalaman mulai
dari beberapa sentimeter hingga satu meter atau lebih (Weber 2003). Spesies ini
toleran terhadap kekeringan dan dapat tumbuh dengan mudah pada areal bekas
kebakaran (SEAMEO BIOTROP 2011). C. dactylon dapat ditemukan di daerah
tropis di daerah dengan 600-1800 mm curah hujan tahunan (ISSG 2005).
4. Austroeupatorium inulifolium (Kunth) R. M. King & H. Rob.
Kirinyuh (Austroeupatorium inulifolium) merupakan tumbuhan semak yang
berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan (Weber 2003).
Tersebar secara luas dan telah menjadi gulma serius di Afrika Selatan, India, Cina,
Indonesia, Timor Leste dan Filipina (Vanderwoude et al 2005 diacu dalam ISSG
2005). Tumbuhan ini pertama kali dikenal Indonesia pada tahun 1934 di Lubuk
Pakam, Sumatera Utara dan sekarang telah tersebar di seluruh kepulauan
Indonesia, dari Aceh hingga Papua (SEAMEO BIOTROP 2011).
Tumbuhan ini telah menjadi masalah di daerah pertanian dan pertanaman
komersial. Spesies ini toleran terhadap berbagai iklim sedang dan tropis, dapat
menyebar dengan cepat karena kemampuan dan efisiensi penyebarannya
(Binggeli 1997). Menurut SEAMEO BIOTROP (2011), batang A. inulifolium
yang telah disayat dapat menghasilkan akar dan dapat tumbuh bila ditempatkan
langsung di atas tanah di bawah kondisi cuaca yang menguntungkan.
Hasil survei di Cagar Alam Dungus Iwul, A. inulifolium cenderung
menempati tegakan hutan yang terbuka tajuknya, juga dapat tumbuh di sisi jalan.
Hal ini dikarenakan pertumbuhan A. inulifolium akan optimal apabila berada pada

21
daerah terbuka atau pada sebagian tempat teduh (ISSG 2005). Keberadaan A.
inulifolium di Cagar Alam Dungus Iwul tidak terlalu mendominasi, hal ini
ditunjukkan dengan nilai INP A. inulifolium sebesar 3,84%.

Gambar 11 Kirinyuh (