Keanekaragaman dan Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Pulau Sempu, Jawa Timur

KEANEKARAGAMAN DAN POLA SEBARAN SPESIES
TUMBUHAN ASING INVASIF DI CAGAR ALAM
PULAU SEMPU, JAWA TIMUR

ILHAM KURNIA ABYWIJAYA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman dan
Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Pulau Sempu, Jawa
Timur, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Ilham Kurnia Abywijaya
NIM E34090012

ABSTRAK
ILHAM KURNIA ABYWIJAYA. Keanekaragaman dan Pola Sebaran Spesies
Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Pulau Sempu, Jawa Timur. Dibimbing
oleh AGUS HIKMAT dan DIDIK WIDYATMOKO.
Kehadiran spesies tumbuhan asing invasif diketahui memberikan berbagai
dampak negatif terhadap ekosistem di kawasan konservasi yang terinvasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman dan pola sebaran
spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Pulau Sempu, serta faktor
lingkungan yang paling berpengaruh terhadap sebarannya. Metode yang
digunakan adalah analisis vegetasi dan teknik penilaian cepat. Berdasarkan hasil
penelitian ini, sebanyak 10 spesies (termasuk ke dalam 7 famili) tumbuhan asing
invasif telah teridentifikasi dalam kawasan konservasi ini, yaitu: Pistia stratoites,

Ageratum mexicanum, Vernonia cinerea, Cyperus rotundus, Passiflora foetida,
Centotheca lappacea, Eleusine indica, Imperata cylindrica, Hedyotis corymbosa,
dan Lantana camara. Seluruh spesies tumbuhan asing invasif di dalam petak
contoh memiliki pola sebaran mengelompok. Faktor lingkungan yang paling
berpengaruh terhadap persebaran tumbuhan asing invasif adalah kemiringan lahan
dan jarak dari garis pantai.
Kata kunci: Cagar Alam Pulau Sempu, faktor lingkungan, pola sebaran,
tumbuhan asing invasif

ABSTRACT
ILHAM KURNIA ABYWIJAYA. Diversity and Distribution Pattern of Invasive
Alien Plant Species in Sempu Island Nature Reserve, East Java. Supervised by
AGUS HIKMAT and DIDIK WIDYATMOKO.
The presence of invasive alien plant species has been known to cause
various negative impacts on ecosystems in the invaded conservation area. This
research aims to identify the diversity and distribution pattern of invasive alien
plants species occurred in Sempu Island Nature Reserve, and to determine the
most influential environmental factors to their dispersion. The methods used were
the standard vegetation analysis and rapid assessment technique. According to the
results, as many as 10 invasive alien plants species (belonging to 7 families) have

been identified to occurred in this conservation area, e.g., Pistia stratoites,
Ageratum mexicanum, Vernonia cinerea, Cyperus rotundus, Passiflora foetida,
Centotheca lappacea, Eleusine indica, Imperata cylindrica, Hedyotis corymbosa,
and Lantana camara. All invasive alien plant species found in the sampling plots
had a clumped distribution pattern. The most influential environmental factors to
the invasive alien plants dispersion were land slope and distance from shoreline.
Keywords: distribution pattern, environmental factors, invasive alien plants,
Sempu Island Nature Reserve

KEANEKARAGAMAN DAN POLA SEBARAN SPESIES
TUMBUHAN ASING INVASIF DI CAGAR ALAM
PULAU SEMPU, JAWA TIMUR

ILHAM KURNIA ABYWIJAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Keanekaragaman dan Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Asing
Invasif di Cagar Alam Pulau Sempu, Jawa Timur
Nama
: Ilham Kurnia Abywijaya
NIM
: E34090012

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Hikmat, MScF
Pembimbing I

Dr Didik Widyatmoko, MSc

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli 2013 ini ialah
tumbuhan asing invasif, dengan judul Keanekaragaman dan Pola Sebaran Spesies
Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Pulau Sempu, Jawa Timur. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Hikmat, MScF dan Bapak Dr Didik
Widyatmoko, MSc selaku pembimbing, serta Balai Konservasi Tumbuhan Kebun
Raya Purwodadi LIPI yang telah membantu dalam penyediaan peralatan dan Balai
Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur atas izin yang telah diberikan.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Rosniati Apriani Risna, SSi

MSi dari Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Bapak Deden
Mudiana, SHut MSi; Bapak Tulabi, SP; Bapak Dwi Narko; Bapak Kiswojo; dan
Bapak M. Edi Suroto dari Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi
LIPI; serta Bapak Joko, Bapak Samsul, Bapak Parman, Bapak Marwanto, dan
Mas Ardian dari Resort Konservasi Wilayah Cagar Alam Pulau Sempu yang telah
membantu proses pengumpulan data. Terima kasih penulis sampaikan kepada
keluarga besar mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Himakova, dan “Anggrek Hitam 46” atas motivasi dan bantuan yang
telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014
Ilham Kurnia Abywijaya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Bahan dan Alat

2

Jenis Data

3


Metode Pengumpulan Data

3

Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

10

Komposisi dan Struktur Vegetasi

11


Spesies Tumbuhan Asing Invasif

17

Analisis Faktor Lingkungan

26

SIMPULAN DAN SARAN

29

Simpulan

29

Saran

29


DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

33

DAFTAR TABEL
1 Spesies tumbuhan yang memiliki peranan dalam komunitas hutan
dataran rendah di CAPS
2 Spesies tumbuhan yang memiliki peranan dalam komunitas padang
rumput di CAPS
3 Indeks kesamaan komunitas tumbuhan antar lokasi penelitian di CAPS
4 Spesies tumbuhan asing invasif di CAPS
5 INP spesies tumbuhan asing invasif di CAPS
6 Nilai indeks penyebaran Morisita terstandar spesies tumbuhan asing
invasif pada vegetasi hutan dataran rendah
7 Nilai indeks penyebaran Morisita terstandar spesies tumbuhan asing
invasif pada vegetasi padang rumput
8 Eigenvalue dan nilai faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
persebaran tumbuhan asing invasif

13
14
17
18
19
20
20
26

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian, Cagar Alam Pulau Sempu
2 (a) Skema pembuatan plot, dan (b) sketsa kombinasi metode jalur
dengan garis berpetak
3 Sketsa metode petak ganda
4 Komposisi spesies dan famili tumbuhan pada vegetasi hutan dataran
rendah
5 Komposisi spesies dan famili tumbuhan pada vegetasi padang rumput
6 Nilai indeks kekayaan spesies tumbuhan hutan dataran rendah pada
berbagai tingkat pertumbuhan
7 Nilai indeks keanekaragaman spesies tumbuhan hutan dataran rendah
pada berbagai tingkat pertumbuhan
8 Nilai indeks kemerataan spesies tumbuhan hutan dataran rendah pada
berbagai tingkat pertumbuhan
9 Nilai indeks kekayaan, keanekaragaman, dan kemerataan spesies
tumbuhan vegetasi padang rumput
10 Kondisi padang rumput di: (a) (b) Telaga Dowo, (c) Gladakan, dan (d)
Barubaru
11 Pistia stratiotes: (a) individu dewasa di badan air Telaga Dowo, dan (b)
anakan di atas lumpur pada tepian Telaga Dowo
12 Ageratum mexicanum tumbuh di padang rumput Gladakan
13 Vernonia cinerea tumbuh di padang rumput Gladakan
14 Passiflora foetida tumbuh merambat di antara vegetasi rumput di
padang rumput Gladakan
15 Centotheca lappacea tumbuh di lantai hutan dataran rendah jalur
Waruwaru
16 (a) Eleusine indica tumbuh di lantai hutan dataran rendah jalur Teluk
Semut, dan (b) inflorescene Eleusine indica
17 (a) Imperata cylindrica tumbuh di padang rumput Gladakan, dan (b)
inflorescene Imperata cylindrica

3
4
5
12
12
15
15
15
16
17
21
21
22
23
23
24
25

18 Hedyotis corymbosa di padang rumput Gladakan
19 (a) Lantana camara di padang rumput Gladakan, dan (b) buah muda
dan bunga Lantana camara
20 Diagram ordinasi PCA dengan lima faktor lingkungan yang
mempengaruhi persebaran tumbuhan asing invasif

25
25
27

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan INP dan nilai indeks pada vegetasi hutan di jalur Teluk
Semut
2 Perhitungan INP dan nilai indeks pada vegetasi hutan di jalur
Waruwaru
3 Perhitungan INP dan nilai indeks pada vegetasi padang rumput di blok
Gladakan
4 Perhitungan INP dan nilai indeks pada vegetasi padang rumput di blok
Barubaru
5 Perhitungan INP dan nilai indeks pada vegetasi padang rumput di blok
Telaga Dowo
6 Perhitungan indeks penyebaran Morisita spesies tumbuhan asing invasif
pada vegetasi hutan dataran rendah
7 Perhitungan indeks penyebaran Morisita spesies tumbuhan asing invasif
pada vegetasi padang rumput
8 Nilai correlation matrix analisis PCA
9 Nilai anti-image matrices analisis PCA

33
40
47
48
48
49
49
50
50

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Invasi biologis merupakan salah satu permasalahan penting bagi ekosistem,
diketahui sebagai komponen utama dalam perubahan lingkungan global (Vitousek
1994; Hulme et al. 2009), ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan spesies
lokal (Gordon 1998; Jose et al. 2009), serta penyebab perubahan siklus nutrisi,
siklus kebakaran, siklus hidrologi, dan neraca energi (Mack et al. 2000). Invasi
tumbuhan merupakan ekspansi geografis spesies tumbuhan, baik spesies lokal
maupun asing, ke area yang sebelumnya tidak ditempati olehnya (Booth et al.
2003). Organisme tumbuhan yang berada di luar daerah sebaran dan distribusi
alaminya serta menyebabkan dampak negatif terhadap habitat, keanekaragaman
hayati lokal, sosial-ekonomi, maupun kesehatan manusia disebut sebagai spesies
tumbuhan asing invasif (IUCN 2000; CBD 2002).
Saat ini telah tercatat sedikitnya 1936 spesies tumbuhan asing di Indonesia,
seluruhnya termasuk ke dalam 187 famili (Tjitrosoedirdjo 2005). Sebagian di
antaranya telah berkembang menjadi invasif dan menimbulkan dampak negatif
pada beberapa ekosistem di Indonesia. Beberapa kasus invasi yang telah diketahui
menimbulkan dampak negatif pada kawasan-kawasan konservasi antara lain
invasi Acacia decurrens yang menggantikan keberadaan spesies tumbuhan asli
pada lahan bekas kebakaran di Taman Nasional Gunung Merbabu (Purwaningsih
2010). Invasi Casia tora, Austroeupatorium inulifolium, dan Lantana camara
pada padang penggembalaan Sadengan di Taman Nasional Alas Purwo serta
invasi Acacia nilotica pada ekosistem savana di Taman Nasional Baluran yang
mengakibatkan perubahan struktur dan komposisi spesies tumbuhan padang
rumput sehingga menekan populasi Banteng, satwa prioritas konservasi pada
kedua kawasan konservasi tersebut (Djufri 2004; Hakim et al. 2005).
Selain kawasan konservasi di pulau-pulau utama di Indonesia, invasi
tumbuhan asing pada kawasan konservasi di pulau-pulau kecil juga perlu diteliti,
salah satunya adalah Cagar Alam Pulau Sempu (CAPS). Pulau Sempu merupakan
pulau kecil seluas 877 ha di Samudera Indonesia, dengan karakteristik hidrologi
serta kekayaan flora fauna yang khas (Purwanto et al. 2002), sehingga ditetapkan
sebagai kawasan konservasi dengan status cagar alam (berdasarkan SK
Menhutbun No. 417/Kpts-II/1999). Keanekaragaman hayati pada ekosistem pulau
kecil yang khas ini sangat rentan terhadap gangguan jika dibandingkan dengan
ekosistem di pulau yang besar. Sementara itu, kunjungan wisata yang telah lama
berlangsung dan eksploitasi sumber daya hutan yang dahulu pernah dilakukan
masyarakat berpotensi memicu timbulnya berbagai permasalahan ekosistem,
termasuk invasi oleh spesies tumbuhan asing. Hingga penelitian ini dilaksanakan
belum pernah dilakukan penelitian mengenai tumbuhan asing invasif di CAPS.
Oleh sebab itu, inventarisasi keanekaragaman dan pola sebaran tumbuhan asing
invasif di CAPS perlu dilakukan dalam upaya melaksanakan pengelolaan kawasan
konservasi ini secara lebih efektif.

2
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis:
Komposisi dan struktur vegetasi hutan dataran rendah dan vegetasi padang
rumput di CAPS.
Keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif di CAPS.
Pola sebaran tumbuhan asing invasif di CAPS.
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap sebaran spesies tumbuhan
asing invasif di CAPS.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai keanekaragaman dan pola sebaran spesies tumbuhan asing invasif di CAPS, serta faktorfaktor lingkungan yang berpengaruh terhadap sebaran spesies tumbuhan asing
invasif tersebut.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan Cagar Alam Pulau Sempu
(CAPS), Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Kegiatan pengambilan data
dilaksanakan selama satu bulan, pada Juli 2013. Studi herbarium dilaksanakan di
Kebun Raya Purwodadi dan Herbarium Bogoriense LIPI. Pengolahan data
dilakukan di Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.

Bahan dan Alat
Objek utama dalam penelitian ini adalah tumbuhan asing invasif dan
vegetasi di CAPS. Peralatan yang digunakan adalah:
1. Perlengkapan sampling vegetasi dan pengukuran faktor lingkungan meliputi:
Global Positioning System (GPS) Garmin Vista HCx, light meter Lutron LX107, densiometer, soil tester Demetra Bakelite E.M. System, in/out door
thermo-hygrometer clock Nicety TH804A, hagameter, kompas, peta lokasi
dan peta kontur Pulau Sempu, meteran dan tambang plastik, serta alat tulis.
2. Perlengkapan koleksi herbarium dan identifikasi tumbuhan meliputi: gunting
stek, koran, trash bag, alkohol 70%, label, alat tulis, dan buku identifikasi
tumbuhan.
3. Software pengolah data statistik IBM SPSS Statistics 20.

3

Gambar 1 Peta lokasi penelitian, Cagar Alam Pulau Sempu
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer
(komposisi dan struktur vegetasi, serta parameter-parameter faktor lingkungan)
dan data-data sekunder (kondisi fisik, biologis, sosial ekonomi, serta peta
kawasan) yang dikumpulkan melalui studi literatur.

Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui analisis vegetasi, pengukuran parameterparameter faktor lingkungan, pembuatan spesimen herbarium, identifikasi spesies
tumbuhan, observasi lapang, dan studi literatur.
Analisis Vegetasi
Keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif diinventarisasi dengan
melaksanakan analisis vegetasi. Parameter yang diamati meliputi nama spesies
(nama ilmiah maupun nama lokal), jumlah individu, dan habitus. Untuk spesies
yang belum teridentifikasi, dilakukan pembuatan spesimen herbarium dengan
mengumpulkan bagian-bagian tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai kunci
identifikasi. Analisis vegetasi dilakukan pada vegetasi hutan dataran rendah,
padang rumput dan danau yang telah surut.

4

Keterangan:
a. Petak ukur semai (2 m × 2 m) untuk tumbuhan bawah, semak, herba, pandan, palem, dan
anakan pohon dengan tinggi < 1.5 m.
b. Petak ukur pancang (5 m × 5 m) untuk anakan pohon dengan tinggi ≥ 1.5 m dan diameter
batang < 10 cm.
c. Petak ukur tiang (10 m × 10 m) untuk tingkat pohon dengan diameter batang 10–20 cm.
d. Petak ukur pohon (20 m × 20 m) untuk tingkat pohon dengan diameter batang ≥ 20 cm.

Gambar 2 (a) Skema pembuatan plot, dan (b) sketsa kombinasi metode jalur
dengan garis berpetak
1.

Analisis vegetasi pada hutan dataran rendah
Metode yang digunakan adalah kombinasi metode jalur dengan garis
berpetak berukuran 20 m × 200 m. Pada hutan dataran rendah Teluk Semut dan
hutan dataran rendah Waruwaru masing-masing dibuat 5 jalur, dengan jarak antar
jalur sejauh 50 m. Sketsa pembuatan plotnya ditunjukkan pada Gambar 2.
2.

Analisis vegetasi pada padang rumput dan danau surut
Metode yang digunakan adalah metode petak ganda yang dilakukan secara
systematic sampling. Ukuran petak sebesar 2 m × 2 m, dibuat sebanyak 25 petak
dengan sketsa seperti pada Gambar 3. Pada padang rumput Gladakan dan Telaga
Dowo masing-masing dibuat 50 petak, sementara di padang rumput Barubaru
dibuat 25 petak.
Rapid Assessment
Teknik penilaian cepat atau rapid assessment dilaksanakan pada seluruh tipe
vegetasi di CAPS untuk memperoleh data daftar spesies tumbuhan asing invasif.
Teknik ini dilaksanakan dengan mengeksplorasi seluruh area CAPS dan mencatat
spesies tumbuhan asing invasif yang dijumpai.

5

Keterangan:
□ Petak ukuran 2 m × 2 m untuk tumbuhan dengan habitus herba dan semak.
Jarak antar petak sejauh 5 m.

Gambar 3 Sketsa metode petak ganda

Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan diukur untuk mengidentifikasi pengaruhnya terhadap
sebaran spesies tumbuhan asing invasif di CAPS. Faktor yang dikaji adalah:
1. Faktor klimatis terdiri dari suhu dan kelembapan udara, serta intensitas
matahari. Suhu dan kelembapan udara diukur menggunakan thermohygrometer dengan melakukan penyesuaian pada alat ini selama satu menit di
setiap petek analisis vegetasi, selanjutnya data suhu dan kelembapan dicatat
empat kali pada menit kedua hingga menit keempat. Rata-rata keempat nilai
tersebut merupakan nilai suhu dan kelembapan udara pada petak yang diukur.
Intensitas matahari diukur menggunakan lightmeter dengan merekam intensitas
matahari pada pusat petak analisis vegetasi selama lima menit. Rata-rata
intensitas matahari selama lima menit tersebut merupakan nilai intensitas
matahari pada petak yang diukur.
2. Faktor topografis terdiri dari ketinggian dan jarak dari garis pantai, serta
kemiringan lahan. Ketinggian dan jarak petak analisis vegetasi dari pantai
diukur menggunakan GPS. Persentase kemiringan lahan pada setiap petak
analisis vegetasi diukur menggunakan hagameter.
3. Faktor edafis terdiri dari kelembapan dan pH tanah. Kelembapan dan pH tanah
diukur lima kali menggunakan soil tester pada keempat sudut dan bagian
tengah setiap petak analisis vegetasi. Rata-rata kelima nilai tersebut merupakan
nilai kelembapan dan pH tanah pada petak yang diukur
4. Faktor vegetasi yang diukur adalah penutupan tajuk. Persentase penutupan
tajuk diukur menggunakan densiometer, dilakukan di tengah petak analisis
vegetasi sebanyak empat kali dengan menghadap ke empat arah mata angin.
Rata-rata keempat nilai tersebut merupakan nilai penutupan tajuk pada petak
yang diukur.

6
Pembuatan Herbarium
Pembuatan herbarium dilakukan pada seluruh spesies tumbuhan dalam area
studi yang belum teridentifikasi. Tahapan pelaksanaannya menurut Intherb (2003)
adalah:
1. Mempersiapkan peralatan: buku catatan lapang, pensil, alat penggali,
pisau/gunting stek, kantong plastik, label, dan peta.
2. Pada lokasi: membuat catatan lapang mengenai seluruh kondisi area sekitar.
Mencatat tanggal, anggota tim, lokasi (dapat disertai koordinat), dan
ketinggian. Mendeskripsikan habitat: kemiringan, arah kemiringan, tanah,
tutupan lahan, spesies yang berasosiasi (dugaan nama ilmiah, spesies dominan
di sekelilingnya), serta kelembabapan.
3. Menentukan tumbuhan: pengambilan spesimen herbarium yang menyebabkan
kematian hanya dilakukan apabila jumlah individu > 20, kecuali pada
tumbuhan berkayu.
4. Pada catatan lapang: menuliskan nomor koleksi tumbuhan, menyisakan ruang
kosong untuk informasi namanya, mencatat distribusi spesies tersebut dalam
area studi (ekologi dan kelimpahannya), serta mencatat warna bunga dan tinggi
tumbuhan.
5. Mengambil material tumbuhan: tumbuhan berkayu diambil bunga dan
daunnya, serta mencatat habitus pertumbuhan dan tingginya. Tumbuhan herba
diambil bunga, daun, dan bagian pangkal secukupnya untuk menentukan
apakah berkayu pada pangkal, berhizoma, atau tidak. Koleksi diambil
sedemikian rupa sehingga cukup untuk identifikasi dan cukup untuk dibuat
spesimen herbarium.
6. Menuliskan nomor koleksi dengan pensil pada label dan memasangkannya
pada spesimen dan sampel. Selanjutnya sampel utama disimpan pada kantong
plastik dan dibasahi dengan alkohol 70%, lalu segera dilakukan pengepresan
7. Pada pengepresan sampel tumbuhan: masukkan spesimen tumbuhan dengan
labelnya dalam kertas koran dan tumpuk rapi. Seluruh bagian kertas dan
tumbuhan harus dipres dengan sempurna.
8. Setelah pengepresan, spesimen disimpan dalam pengering (oven), dan segera
dikeluarkan setelah proses selesai.
9. Setelah diidentifikasi, label dibuat dengan rapi dan dipasangkan pada spesimen
herbarium.
Identifikasi Spesies Tumbuhan dan Status Spesies Asing Invasif
Identifikasi spesimen herbarium dilaksanakan di Kebun Raya Purwodadi
dan Herbarium Bogoriense LIPI. Selanjutnya identifikasi status spesies tumbuhan
asing invasif dilaksanakan dengan melakukan cek silang pada Webber (2003),
ISSG (2005), dan Biotrop (2008).
Studi Literatur dan Observasi Lapang
Studi literatur untuk mengumpulkan data kondisi umum kawasan CAPS
dilaksanakan di kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA)
Jawa Timur dan kantor Resort KSDA Cagar Alam Pulau Sempu. Selanjutnya
observasi lapang dilaksanakan untuk melakukan cek silang.

7
Analisis Data
Komposisi Tumbuhan
Komposisi tumbuhan di CAPS dianalisis menggunakan perhitungan Indeks
Nilai Penting (INP). Persamaan matematis yang digunakan, menurut Indriyanto
(2006), adalah sebagai berikut:
Kerapatan (K)
× 100 %

Kerapatan Relatif (KR)
Frekuensi (F)
Frekuensi Relatif (FR)

× 100%

Dominansi (D)
Dominansi Relatif (DR)

× 100%

Indeks Nilai Penting (INP):
1) Tumbuhan bawah, semai, dan pancang
2) Tiang dan pohon
Tingkat Kekayaan Spesies
Tingkat kekayaan spesies tumbuhan di CAPS dianalisis menggunakan
perhitungan indeks kekayaan Margalef. Persamaan matematis yang digunakan,
menurut Margalef (1958), adalah sebagai berikut:

dengan: Dmg = Indeks kekayaan Margalef
S
= Jumlah spesies
N
= Jumlah individu seluruh spesies
Tingkat Keanekaragaman Spesies
Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan di CAPS dianalisis menggunakan perhitungan indeks keanekaragaman Shannon. Persamaan matematis
yang digunkan, menurut Shannon dan Weaver (1949), adalah sebagai berikut:

dengan: H’
pi
ni
N





= Indeks keanekaragaman Shannon
= Kelimpahan proporsional
= Jumlah individu spesies ke-i
= Jumlah individu seluruh spesies

8
Tingkat Kemerataan Spesies
Tingkat kemerataan spesies tumbuhan di CAPS dianalisis menggunakan
perhitungan indeks kemerataan. Persamaan matematis yang digunakan menurut
Pielou (1969; 1975), diacu dalam Magurran (2004), adalah sebagai berikut:

dengan: J’
H’
S

= Indeks kemerataan spesies
= Indeks keanekaragaman Shannon
= Jumlah spesies

Tingkat Kesamaan Komunitas Tumbuhan
Kesamaan komunitas tumbuhan ditentukan berdasarkan indeks kesamaan.
Persamaan matematis yang digunakan menurut Sorensen (1948), diacu dalam
Wolda (1981) sebagai berikut:

dengan: IS
c
a
b

=
=
=
=

Indeks kesamaan komunitas
Jumlah spesies tumbuhan yang dijumpai pada dua komunitas
Jumlah spesies tumbuhan pada komunitas pertama
Jumlah spesies tumbuhan pada komunitas kedua

Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Untuk mengetahui pola sebaran populasi suatu spesies tubuhan asing invasif
dalam CAPS digunakan perhitungan indeks penyebaran Morisita. Persamaan
matematis yang digunakan menurut Morisita (1962), diacu dalam Krebs (2013),
adalah sebagai berikut:

dengan: Iδ
n
xi

[







]

= Indeks penyebaran Morisita
= Jumlah plot
= Jumlah individu suatu spesies pada plot ke-i

Selanjutnya perlu dilakukan uji statistik untuk mengetahui tingkat signifikansi
nilai indeks penyebaran Morisita, dengan persamaan:
dengan: χ

x
n

2



∑ ,

(df = n – 1),

= Distribusi chi-square
= Indeks penyebaran Morisita
= Jumlah individu suatu spesies
= Jumlah plot

Jika χ2hitung > χ2tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, dengan hipotesis yang
diajukan adalah:
H0 = Spesies menyebar dengan pola sebaran acak
H1 = Spesies menyebar dengan pola sebaran tidak acak

9
Kemudian mencari dua titik kritis indeks Morisita melalui uji χ2 untuk
menentukan derajat pengelompokannya.
Derajat keseragaman : (Mu)





,

dengan: χ2.975 = nilai tabel χ2 dengan df (n – 1), yang memiliki selang
kepercayaan 97.5%
xi
= jumlah individu suatu spesies dalam plot ke-i
n
= jumlah plot
Derajat pengelompokan : (Mc)





,

dengan: χ2.025 = nilai tabel χ2 dengan df (n – 1) yang memiliki selang
kepercayaan 2.5%
xi
= jumlah individu suatu spesies dalam plot ke-i
n
= jumlah plot
Berdasarkan nilai Mu dan Mc, maka nilai indeks Morisita terstandar (Ip)
dihitung berdasarkan salah satu dari empat persamaan berikut:
Jika Iδ ≥ Mc > 1.0 : maka
Jika Mc > Iδ ≥ 1.0 : maka
Jika 1.0 > Iδ > Mu : maka
Jika 1.0 > Mu > Iδ : maka





Nilai Ip berkisar antara –1.0 hingga +1.0, dengan pola penyebaran jenis tumbuhan
yang mengikuti aturan:
Ip = 0, spesies tumbuhan memiliki pola penyebaran acak (random)
Ip > 0, spesies tumbuhan memiliki pola penyebaran mengelompok (clumped)
Ip < 0, spesies tumbuhan memiliki pola penyebaran merata (uniform).
Analisis Faktor Lingkungan
Analisis pengaruh faktor lingkungan terhadap keberadaan spesies tumbuhan
asing invasif dilaksanakan menggunakan Principal Component Analysis (PCA)
atau analisis komponen utama. Analisis ini merupakan analisis statistik yang
mengubah sekumpulan variabel saling berkorelasi menjadi sekumpulan variabel
penting tidak saling berkorelasi yang lebih sedikit dan tetap menggambarkan
sebagian besar kumpulan variabel awal, atau semaksimal mungkin masih
mempertahankan variasi yang ada dalam data (Dunteman 1989; Jackson 1991;
Jolliffe 2002). Analisis PCA dilaksanakan menggunakan software IBM SPSS
Statistics 20.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Posisi Astronomis, Letak Administratif, dan Status Kawasan
Lokasi penelitian, CAPS, secara astronomis terletak di antara 112040’45’’–
0
112 42’45’’ BT dan 8027’24’’–8024’54’’ LS. Pulau ini memiliki dimensi 3.9 km
barat–timur dan 3.6 km utara–selatan, terletak di Samudera Indonesia, dipisahkan
oleh Selat Sempu sejauh rata-rata 0.5 km dari Pulau Jawa. Secara administratif,
CAPS termasuk ke dalam wilayah Dusun Sendangbiru, Desa Tambakrejo,
Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.
Pulau Sempu merupakan pulau kecil tidak berpenghuni seluas 877 ha,
dengan karakteristik hidrologi serta kekayaan flora dan fauna yang khas
(Purwanto et al. 2002). Pulau ini ditetapkan sebagai natuurmonument berdasarkan
GB No. 46 Stbl 69 pada 15 maret 1928 karena potensi botanis-estetisnya,
kemudian statusnya diubah menjadi cagar alam melalui SK Menhutbun No.
417/Kpts-II/1999 pada 15 Juni 1999 (Ditjenhut 1971; Imanuddin et al. 2007).
Kondisi Klimatis dan Geologis
Berdasarkan SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980, klasifikasi intensitas
curah hujan CAPS termasuk dalam kategori sedang dengan nilai intensitas hujan
20.7–27.7 mm/hari hujan, sedangkan kemiringan lereng berkisar antara datar
(0%–8%) hingga sangat curam (> 45%). CAPS memiliki kondisi topografi dengan
kontur bergelombang dan berbukit-bukit karang dengan ketinggian 0–102 m dpl.,
serta sebagian besar kawasan yang berbatasan dengan Samudera Indonesia dan
Selat Sempu berupa karang terjal berwarna gelap, sementara kawasan hutan di
dalamnya memiliki topsoil yang relatif dangkal berbatasan dengan batu padas
berwarna terang yang sangat keras (Risna 2009). Tanah di CAPS yang umumnya
berwarna cokelat gelap hingga hitam menunjukkan kandungan material organik
yang tinggi, sehingga tergolong subur meskipun topsoil-nya dangkal, namun
mengalami keretakan pada beberapa lokasi yang kering (Risna 2009).
Kondisi Hidrologis
Pulau Sempu tidak memiliki sungai, namun terdapat sumber air tawar
berupa sumur kecil yang terletak di Pantai Air Tawar. Sumber air ini berada ± 100
m dari pantai, sehingga sering tertutup air laut ketika pasang. Badan air tawar lain
yang ada di Pulau Sempu adalah Telaga Lele (± 1.5 ha) Telaga Dowo (± 1 ha),
Telaga Urang (± 1 ha), dan Telaga Sat (± 2 ha). Volume air pada seluruh danau
tersebut berfluktuasi tergantung intensitas hujan namun tetap memiliki badan air
permanen sepanjang tahun, kecuali Telaga Sat yang kering pada musim kemarau.
CAPS juga memiliki sebuah laguna seluas ± 4 ha yang dikenal dengan nama
Segoro Anakan.
Kondisi Biologis
Tiga tipe ekosistem hutan yang terdapat di CAPS adalah hutan mangrove
pada beberapa teluk di pantai utara Pulau Sempu, hutan pantai pada hamparan
pasir putih sepanjang pantai utara dan barat, serta hutan tropis dataran rendah

11
yang mendominasi sebagian besar daratan. Menurut Dephut (2012), CAPS
memiliki ± 223 spesies flora yang termasuk dalam 60 famili dengan lima famili
yang paling dominan adalah Moraceae, Euphorbiaceae, Anacardiaceae,
Annonaceae, dan Sterculiaceae; sementara keanekaragaman spesies fauna yang
dimiliki ± 51 spesies, terdiri dari 36 Aves, 12 Mamalia, dan 3 Reptilia.
Kondisi vegetasi di Pulau Sempu tergolong relatif terjaga. Di dalam
kawasan dapat dijumpai beberapa spesies pohon dengan diameter diatas 50 cm, di
antaranya Peltophorum pterocarpum (Caesalpiniaceae), Pterospermum
diversifolium dan P. javanicum (Sterculiaceae), Vitex glabrata (Verbenaceae),
Ficus spp. (Moraceae), Diospyros spp. (Ebenaceae), Drypetes sp.
(Euphorbiaceae), Garcinia spp. (Clusiaceae), dan yang paling khas dijumpai di
dalam kawasan ini adalah Bendo (Artocarpus elasticus, famili Moraceae).
Vegetasi dominan lain yang mudah dijumpai adalah Macaranga spp. dan
Mallotus spp. (Euphorbiaceae) (Risna 2009; Dephut 2012).
Beberapa mamalia yang dapat dijumpai di dalam kawasan antara lain Kancil
(Tragulus javanicus), Monyet ekor-panjang (Macaca fascicularis), Lutung jawa
(Trachypitecus auratus), Babi hutan (Sus scrofa), dengan mamalia khasnya
Macan tutul Jawa (Panthera pardus). Selain itu, di dalam kawasan ini terdapat
spesies aves khas yaitu Julang emas (Aceros undulatus) dan Cica-daun besar
(Chloropsis sonnerati) (Dephut 2012).

Komposisi dan Struktur Vegetasi
Komposisi Spesies dan Famili Tumbuhan
Pengumpulan data vegetasi hutan dataran rendah dilaksanakan pada dua
lokasi yang memiliki perbedaan tingkat aktivitas manusia, yaitu jalur Teluk Semut
(tingkat aktivitas manusia relatif tinggi) dan jalur Waruwaru (tingkat aktivitas
manusia relatif rendah). Sementara pengumpulan data vegetasi padang rumput
dilaksanakan pada tiga blok, yaitu padang rumput pada area karst di blok
Gladakan, padang rumput di atas substrat berkerikil yang basah di blok Barubaru,
serta padang rumput pada telaga yang surut di blok Telaga Dowo. Melalui analisis
vegetasi yang dilakukan, di dalam kawasan CAPS tercatat 158 spesies tumbuhan,
seluruhnya termasuk ke dalam 54 famili. Dari seluruh spesies tersebut, 138
spesies (50 famili) dijumpai pada vegetasi hutan dataran rendah, sedangkan 35
spesies (19 famili) dijumpai pada vegetasi padang rumput. Komposisi spesies dan
famili tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Perbedaan komposisi vegetasi hutan dengan padang rumput terjadi kerena
pengaruh adanya perbedaan faktor fisik, sehingga padang rumput tumbuh pada
zona klimatis antara hutan dengan gurun, namun belakangan ini distribusinya
telah dipengaruhi oleh aktivitas manusia (Ewusie 1990; Ingrouille dan Eddie
2006). Pernyataan ini diperkuat dengan keterangan petugas dan penduduk
Sendangbiru yang menjelaskan bahwa dahulu penduduk di sekitar Sendangbiru
sering mencari rumput di dalam Pulau Sempu. Aktivitas tersebut kemungkinan
meninggalkan dampak ekologis yang dirasakan hingga saat ini.
Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaan
jumlah komposisi spesies penyusun vegetasi hutan dataran rendah jalur Waruwaru
dengan jalur Teluk Semut. Sementara perbedaan yang relatif besar dijumpai pada

12
37
Jalur Waruwaru
88
37
Jalur Teluk Semut
89
0

20
Jumlah Famili

40

60
Jumlah Spesies

80

100

Gambar 4 Komposisi spesies dan famili tumbuhan pada vegetasi hutan dataran
rendah
9
10

Blok Telaga Dowo
4
4

Blok Barubaru

13

Blok Gladakan

26
0

20
Jumlah Famili

40

60
Jumlah Spesies

80

100

Gambar 5 Komposisi spesies dan famili tumbuhan pada vegetasi padang
rumput
vegetasi padang rumput Gladakan, Barubaru, dan Telaga Dowo. Jumlah spesies
dan famili terbanyak dijumpai di blok Gladakan, sementara jumlah terendah
dijumpai di blok Barubaru. Hal ini terjadi karena padang rumput kering di atas
ekosistem karst, seperti pada blok Gladakan, mampu mendukung keanekaragaman
hayati yang lebih tinggi dibanding vegetasi yang tumbuh di atas batuan berkerikil
seperti blok Barubaru (Schulze et al. 2002). Sementara komunitas tumbuhan pada
vegetasi akuatik, seperti padang rumput Telaga Dowo, menurut Ingrouille dan
Eddie (2006), kondisinya dipengaruhi oleh faktor fisik (geologi dan tanah, proses
iklim dan cuaca, derajat dan frekuensi penggenangan, jarak dari pantai, serta
derajat turbulensi dan kedalaman air) yang menentukan kualitas air (pH, nutrisi,
dan oksigen terlarut) dan kehidupan tumbuhan.
Dominansi Spesies Tumbuhan
Schulze et al. (2002) menjelaskan bahwa parameter tingkat dominansi
menggambarkan karakter keberadaan suatu spesies tumbuhan (jumlah individu,
biomassa, penutupan lahan per spesies). Oleh sebab itu, INP dapat dijadikan
sebagai parameter kuantitatif untuk menggambarkan dominansi suatu spesies
tumbuhan dalam komunitasnya (Soegianto 1994 diacu dalam Indriyanto 2006).
Spesies tumbuhan dominan akan memiliki nilai INP yang tinggi. Spesies
tumbuhan semai dan pancang dengan INP ≥ 10% atau tiang dan pohon dengan
INP ≥ 15% dapat dikatakan memiliki peranan dalam komunitasnya (Sutisna 1981

13
diacu dalam Rosalia 2008). INP spesies tumbuhan yang memiliki peranan dalam
komunitas di CAPS ditampilkan dalam Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1 Spesies tumbuhan yang memiliki peranan dalam komunitas hutan
dataran rendah di CAPS
Spesies

Famili

INP pada jalur analisis vegetasi (%)
Teluk Semut

Tingkat Semai dan Tumbuhan Bawah
Cyperus sp.
Cyperaceae
Drypetes longifolia
Euphorbiaceae
59.89
Mallotus moritzianus
Euphorbiaceae
16.07
Mallotus peltatus
Euphorbiaceae
Eragrostis sp.
Poaceae
Tingkat Pancang
Buchanania arborescens
Anacardiaceae
Trivalvaria macrophylla
Annonaceae
Tabernaemontana sp.
Apocynaceae
Peltophorum pterocarpum
Caesalpiniaceae
Croton tiglium
Euphorbiaceae
10.67
Drypetes longifolia
Euphorbiaceae
21.44
Mallotus moritzianus
Euphorbiaceae
25.05
Mallotus muricatus
Euphorbiaceae
19.26
Aglaia elliptica
Meliaceae
Streblus asper
Moraceae
12.75
Canthium glabrum
Rubiaceae
Heritiera littoralis
Sterculiaceae
10.21
Tingkat Tiang
Polyalthia lateriflora
Annonaceae
Garcinia celebica
Clusiaceae
22.08
Garcinia sp.
Clusiaceae
Drypetes longifolia
Euphorbiaceae
70.66
Aglaia elliptica
Meliaceae
Aglaia lawii
Meliaceae
23.94
Xylocarpus granatum
Meliaceae
Knema glauca
Myristicaceae
Adina cordifolia
Rubiaceae
26.80
Pterospermum diversifolium Sterculiaceae
Tingkat Pohon
Mitrephora polypyrena
Annonaceae
Peltophorum pterocarpum
Caesalpiniaceae
16.96
Garcinia celebica
Clusiaceae
28.42
Garcinia sp.
Clusiaceae
29.92
Bischofia javanica
Euphorbiaceae
15.95
Artocarpus elasticus
Moraceae
Pterospermum diversifolium Sterculuaceae
37.54
Pterospermum javanicum
Sterculuaceae
Vitex glabrata
Verbenaceae
15.77
Vitex trivolia
Verbenaceae
18.44

Waruwaru
28.88
10.21
27.17
26.35
11.46
11.20
11.97
10.18
21.90
14.01
12.23
10.20

17.44
54.18
68.64
17.97
27.06
20.67
22.71
17.74
25.29
17.31
37.63
30.02
29.49

14
Tabel 2 Spesies tumbuhan yang memiliki peranan dalam komunitas padang
rumput di CAPS
Spesies

Famili

Pistia stratiotes
Ageratum mexicanum
Imperata cylindrical
Ischaemum muticum
Paspalidium punctatum
Polygonum barbatum
Cyclosorus sp.

Araceae
Asteraceae
Poaceae
Poaceae
Poaceae
Polygonaceae
Thelypteridaceae

INP pada blok analisis vegetasi (%)
Gladakan
61.62
69.33
-

Barubaru
17.34
171.16
-

Telaga Dowo
36.51
46.51
16.69
62.46

Komunitas tumbuhan pada jalur Teluk Semut dan jalur Waruwaru
didominasi oleh spesies dari famili yang sama, yaitu Euphorbiaceae, tetapi
tumbuhan paling dominan pada tingkat semai dan tumbuhan bawahnya
merupakan spesies dari famili yang berbeda. Hal ini disebabkan karena pada jalur
Waruwaru terdapat beberapa telaga air tawar, dan spesies tumbuhan dari famili
Cyperaceae merupakan spesies yang umum tumbuh dominan di tepian badan air
tawar (Schulze et al. 2002). Sementara itu, spesies paling dominan pada padang
rumput Gladakan dan Barubaru merupakan spesies yang sama dari famili
Poaceae, sedangkan spesies paling dominan pada padang rumput Telaga Dowo
merupakan spesies dari famili Thelypteridaceae.
Kondisi padang rumput di CAPS sesuai dengan deskripsi padang rumput
tropis menurut Ewusie (1990), yaitu memiliki spesies tumbuhan yang berbeda
nyata dengan vegetasi hutan, didominasi oleh spesies dari famili Poaceae, serta
rumputnya tumbuh cepat dan mencapai ketinggian sedemikian rupa sehingga
menunjukkan dominasi. Sementara kondisi Telaga Dowo serupa dengan kondisi
vegetasi rawa, yaitu ditumbuhi paku-pakuan dan tumbuhan monokotil tegak
dengan akar yang terendam air, serta spesies tumbuhannya berbeda dengan
vegetasi hutan (Ewusie 1990).
Tingkat Kekayaan, Keanekaragaman, dan Kemerataan Spesies
Ditemukan adanya variasi nilai indeks kekayaan spesies tumbuhan hutan
dataran rendah pada berbagai tingkat pertumbuhan dan lokasi. Pada jalur Teluk
Semut kekayaan spesies tumbuhan tertinggi dijumpai pada tingkat semai dan
tumbuhan bawah, sedangkan kekayaan terendah pada tingkat pohon. Pada jalur
Waruwaru kekayaan spesies tumbuhan tertinggi dijumpai pada tingkat pohon,
sementara kekayaan terendah pada tingkat tiang. Tingkat kekayaan spesies
tumbuhan hutan dataran rendah dapat dilihat pada Gambar 6.
Variasi nilai juga ditemukan pada indeks keanekaragaman spesies tumbuhan
hutan dataran rendah di jalur Teluk Semut dan Waruwaru. Tingkat keanekaragaman spesies tiang pada jalur Teluk Semut lebih tinggi dibandingkan dengan
jalur Waruwaru, tetapi keanekaragaman spesies pada tingkat pertumbuhan lainnya
lebih rendah. Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan hutan dataran rendah
ditampilkan pada Gambar 7.
Melalui nilai indeks keanekaragaman dapat disimpulkan bahwa pada hutan
dataran rendah, komunitas pohon merupakan komunitas yang paling stabil dari

15
6.959

Pohon

5.525
3.751

Tiang

5.749
6.769

Pancang

5.611
6.418

Semai & Tumbuhan bawah

7.997

0

2

4

Jalur Waruwaru

6

8

10

Jalur Teluk Semut

Gambar 6 Nilai indeks kekayaan spesies tumbuhan hutan dataran rendah pada
berbagai tingkat pertumbuhan
3.080
2.893

Pohon
2.334

Tiang

2.719
3.054
2.872

Pancang
2.178
2.090

Semai & Tumbuhan bawah
0

1
Jalur Waruwaru

2
3
Jalur Teluk Semut

4

Gambar 7 Nilai indeks keanekaragaman spesies tumbuhan hutan dataran
rendah pada berbagai tingkat pertumbuhan
gangguan, sementara komunitas semai dan tumbuhan bawah memiliki kestabilan
yang paling rendah. Menurut Indriyanto (2006), keanekaragaman menunjukkan
tingkat interaksi spesies yang mempengaruhi kompleksitas komunitas tumbuhan.
Nilai indeks keanekaragaman yang tinggi menunjukkan kestabilan komunitas
terhadap gangguan (Soegianto 1994 diacu dalam Indriyanto 2006).
Gambar 8 menunjukkan bahwa jalur Teluk Semut dan Waruwaru memiliki
kemerataan spesies tumbuhan yang sama. Indeks kemerataan menunjukkan
derajat keseragaman kelimpahan spesies, nilai yang mendekati satu menunjukkan
bahwa seluruh spesies memiliki kelimpahan yang sama (Magurran 2004). Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kemerataan spesies tumbuhan
0.899
0.899

Pohon

0.884
0.845

Tiang

0.866
0.862

Pancang
0.563
0.519

Semai & Tumbuhan bawah
0

0.2
0.4
Jalur Waruwaru

0.6
0.8
Jalur Teluk Semut

1

Gambar 8 Nilai indeks kemerataan spesies tumbuhan hutan dataran rendah
pada berbagai tingkat pertumbuhan

16
0.586

Telaga Dowo

1.35
0.952

Barubaru

0.015
0.021
0.332
0.385

Gladakan

1.255
2.744

0
0.5
Tingkat Kemerataan

1
1.5
2
2.5
Tingkat Keanekaragaman
Tingkat Kekayaan

3

Gambar 9 Nilai indeks kekayaan, keanekaragaman, dan kemerataan spesies
tumbuhan vegetasi padang rumput
pada hutan dataran rendah CAPS semakin tinggi seiring dengan bertambah
tingginya tingkat pertumbuhan vegetasi.
Variasi yang tinggi dari nilai indeks kekayaan, keanekaragaman, dan
kemerataan ditemukan pada vegetasi padang rumput (Gambar 9). Menurut Ewusie
(1990), padang rumput tropis lebih miskin spesies tumbuhan dibandingkan
dengan vegetasi hutan. Selain itu diduga kondisi ini muncul karena spesies
tumbuhan asing invasif dijumpai lebih melimpah pada padang rumput,
dibandingkan dengan vegetasi hutan. Umumnya, spesies tumbuhan asing invasif
lebih agresif dibanding spesies lokal dalam kompetisi memperebutkan sinar
matahari, nutrisi, dan air; hingga akhirnya menyebabkan pergeseran komunitas
tumbuhan dari komunitas yang beragam menjadi monokultur satu spesies
tumbuhan asing invasif (May 2007a; May 2007b).
Padang rumput dengan kekayaan spesies tumbuhan tertinggi dijumpai di
blok Gladakan, karena blok ini berupa padang rumput kering di atas ekosistem
karst, sehingga mampu mendukung keanekaragaman hayati yang tinggi (Schulze
et al. 2002). Berdasarkan nilai indeks-indeks tersebut juga dapat disimpulkan
bahwa padang rumput Barubaru merupakan komunitas yang memiliki
kompleksitas dan kestabilan terhadap gangguan yang paling rendah, serta
kelimpahan antar spesies tumbuhannya paling tidak merata.
Tingkat Kesamaan Komunitas Tumbuhan
Tidak dijumpai komunitas tumbuhan yang benar-benar sama pada lima
lokasi penelitian di CAPS, ditunjukkan dengan tidak ditemukannya nilai indeks
kesamaan yang mendekati satu. Tingkat kesamaan komunitas tumbuhan tertinggi
dijumpai pada kesamaan komunitas antara Teluk Semut dengan Waruwaru,
sementara yang terendah dijumpai pada kesamaan komunitas antara Teluk Semut
dengan Telaga Dowo. Nilai indeks kesamaan komunitas tumbuhan secara lengkap
dapat dilihat pada Tabel 3.
Umumnya, perbandingan antara dua komunitas dengan tipe yang sama akan
menghasilkan nilai indeks kesamaan yang tinggi, seperti hutan dataran rendah
jalur Waruwaru dengan hutan dataran rendah jalur Teluk Semut, sementara
perbandingan antara dua komunitas dengan tipe yang berbeda, seperti hutan
dataran rendah jalur Teluk Semut dengan padang rumput blok Telaga Dowo akan
menghasilkan nilai indeks kesamaan yang rendah. Namun perbandingan antar

17
Tabel 3 Indeks kesamaan komunitas tumbuhan antar lokasi penelitian di CAPS
Lokasi

Lokasi / IS (%)
Waruwaru

Teluk Semut
Waruwaru
Gladakan
Barubaru

41.81

Gladakan
17.39
10.53

Barubaru
4.30
4.35
20.00

(a)

(b)

(c)

(d)

Telaga Dowo
2.02
10.20
11.11
14.29

Gambar 10 Kondisi padang rumput di: (a) (b) Telaga Dowo, (c) Gladakan, dan
(d) Barubaru
komunitas padang rumput di CAPS memiliki indeks kesamaan yang relatif
rendah. Hal ini diduga karena ketiga padang rumput tersebut memiliki kondisi
yang berbeda.

Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Jumlah Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Teridentifikasi sebanyak 10 spesies (7 famili) tumbuhan asing invasif di
CAPS, 9 spesies (6 famili) ditemukan dalam petak penelitian. Kecuali Lantana
camara, seluruh spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di CAPS
memiliki habitus herba. Daftar spesies tumbuhan asing invasif di CAPS
ditampilkan pada Tabel 4.

18
Tabel 4 Spesies tumbuhan asing invasif di CAPS
Spesies

Famili

Habitus

Di dalam petak analisis vegetasi
Pistia stratiotes
Araceae
Herba akuatik
Ageratum mexicanum 1) 2) Asteraceae
Herba
2)
Vernonia cinerea
Asteraceae
Herba
Passiflora foetida 1)
Passifloraceae Herba menjalar
Centotheca lappacea 2)
Poaceae
Herba
Eleusine indica 2)
Poaceae
Herba
Imperata cylindrica 1) 3)
Poaceae
Herba
2)
Hedyotis corymbosa
Rubiaceae
Herba
Lantana camara 1) 2) 3)
Verbenaceae Semak
Di luar petak analisis vegetasi
1) 2)
Cyperus rotundus
Cyperaceae
Herba
1) 3)

Keterangan

Sebaran alami
Amerika Selatan
Amerika tropis
Amerika Selatan
Afrika, Asia
India
Afrika Timur
Afrika, India
Amerika tropis
India, Afrika

: 1) status spesies tumbuhan asing invasif menurut ISSG (2005)
2) status spesies tumbuhan asing invasif menurut Biotrop (2008)
3) status spesies tumbuhan asing invasif menurut Webber (2003)

Famili dengan jumlah spesies terbanyak dalam daftar tumbuhan asing
invasif CAPS merupakan famili Poaceae (3 spesies) disusul Asteraceae (2
spesies). Penemuan ini sesuai dengan hasil inventarisasi Tjitrosoedirdjo (2005)
yang menemukan bahwa Poaceae merupakan famili yang memiliki spesies gulma
asing terbanyak di Indonesia, disusul famili Asteraceae. Dalam daftar 10 spesies
tersebut bahkan ditemukan Imperata cylindrica, salah satu dari 10 spesies gulma
asing invasif yang paling berbahaya di dunia (ISSG 2005).
Keberadaan spesies tumbuhan asing selalu terjadi dalam sejarah penyebaran
tumbuhan (van Steenis 2010). Meskipun aktivitas manusia merupakan agen yang
paling bertanggung jawab atas terjadinya invasi spesies tumbuhan asing
(Shigesada dan Kawasaki 1997; May 2007a; May 2007b), namun proses
masuknya spesies tumbuhan asing invasif ke dalam Pulau Sempu belum dapat
diketahui. CAPS yang terpisah dari daratan utama Pulau Jawa serta statusnya
yang merupakan kawasan yang dilindungi sejak 1928, sehingga relatif terjaga dari
tingkat aktivitas manusia yang tinggi, seharusnya mampu menjaga kawasan CAPS
dari invasi spesies tumbuhan asing. Satu-satunya sumber invasi yang mungkin
bagi CAPS adalah Pulau Jawa, namun menelusuri sejarah proses invasi hampir
mustahil dilakukan (di Castri 1989). Hal tersebut terjadi karena pada awal
diketahuinya kejadian invasi di dunia para ahli biologi kurang menyadari
bahayanya sehingga perhatian terhadap isu ini sangat rendah (Richardson dan
Pyšek 2007; Richardson dan Pyšek 2008).
Dominansi Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Spesies tumbuhan asing invasif memiliki potensi untuk mendominasi
komunitas tempat tumbuhnya. Seluruh individu spesies tumbuhan asing invasif
yang tercatat dalam petak analisis vegtasi di CAPS dijumpai pada tingkat
tumbuhan bawah, sehingga spesies yang berperan dalam komunitasnya adalah
spesies yang memiliki INP ≥ 10% (Sutisna 1981 diacu dalam Rosalia 2008). INP

19
Tabel 5 INP spesies tumbuhan asing invasif di CAPS
Spesies
Ageratum mexicanum
Centotheca lappacea
Eleusine indica
Hedyotis corymbosa
Imperata cylindrica
Lantana camara
Passiflora foetida
Pistia stratiotes
Vernonia cinerea
Keterangan

Nilai INP (%) dan Peringkat INP
A

B

C

3.76 (10*)
4.58 (12*)
-

1.43 (22*)
1.95 (24*)
-

12.19 ( 3*)
2.76 (10*)
61.62 ( 2*)
5.38 ( 7*)
10.33 ( 4*)
6.16 ( 6*)

D

E

17.34 (2*)
36.51 (3*)
-

: A) Jalur Teluk Semut
B) Jalur Waruwaru
C) Blok Gladakan
D) Blok Barubaru
E) Blok Telaga Dowo
(*) Peringkat INP tumbuhan asing invasif dalam komunitasnya

spesies tumbuhan asing invasif pada lokasi penelitian di CAPS ditampilkan pada
Tabel 5.
Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar spesies tumbuhan asing invasif
memiliki INP yang rendah dan tidak berperan dalam komunitas tempat
tumbuhnya. Spesies tumbuhan asing invasif yang memiliki INP ≥ 10% hanya
dijumpai di padang rumput, namun spesies-spesies tersebut bukan merupakan
spesies yang paling dominan dalam komunitasnya. Sementara itu, seluruh spesies
tumbuhan asing invasif yang dijumpai di dalam hutan dataran rendah memiliki
nilai INP yang kecil dan peringkat INP yang rendah dalam komunitasnya masingmasing. Spesies tumbuhan asing dijumpai paling melimpah di padang rumput
Gladakan, diduga hal ini terjadi karena adanya aktivitas merumput yang dahulu
sering dilakukan masyarakat. Intervensi manusia, terutama pembersihan vegetasi
alami merupakan faktor utama penyebab invasi tumbuhan asing dan invasi
sekunder oleh spesies gulma (Shigesada dan Kawasaki 1997).
Menurut van Steenis (2010), spesies tumbuhan asing invasif tidak mampu
berintegrasi ke dalam vegetasi hutan klimaks, tetapi hanya mampu mengisi relung
di tempat-tempat terganggu atau habitat miskin. Pada ekosistem-ekosistem tropis
dengan karakteristik faktor biotik dan abiotiknya serta keanekaragaman hayati
awal yang tinggi, peluang keberhasilan invasi pada komunitas yang tidak
terganggu sangat kecil (Rejmánek 1996 dalam Sala et al. 2000). Oleh sebab itu
invasi spesies asing sebenarnya bukan merupakan masalah utama pada ekosistemekosistem tropis (Sala et al. 2000; Koskela 2004).
Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Organisme di alam dapat menyebar secara acak, seragam, maupun
mengelompok, namun sebagian besar populasi flora-fauna di alam penyebarannya
bersifat mengelompok dan sangat jarang seragam (Krebs 2013). Melalui
perhitungan indeks Morisita terstandar diketahui bahwa seluruh spesies tumbuhan
asing invasif di CAPS memiliki pola sebaran mengelompok (Ip > 0). Nilai indeks

20
Tabel 6 Nilai indeks penyebaran Morisita terstandar spesies tumbuhan asing
invasif pada vegetasi hutan dataran rendah
Spesies
Ageratum mexicanum
Centotheca lappacea
Eleusine indica
Lantana camara

Indeks Morisita terstandar (Ip)
0.75
1.00
0.74
1.00

Pola sebaran
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok

Tabel 7 Nilai indeks penyebaran Morisita terstandar spesies tumbuhan asing
invasif pada vegetasi padang rumput
Spesies
Ageratum mexicanum
Hedyotis corymbosa
Imperata cylindrica
Lantana camara
Passiflora foetida
Pistia stratiotes
Vernonia cinerea

Indeks Morisita terstandar (Ip)
0.59
0.64
0.52
0.57
0.52
0.54
0.68

Pola sebaran
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok

penyebaran Morisita terstandar spesies tumbuhan asing invasif di CAPS
ditampilkan dalam Tabel 6 dan Tabel 7.
Pola sebaran spesies tumbuhan asing invasif pada hutan dataran rendah dan
padang rumput di CAPS yang bersifat mengelompok ini sesuai dengan pernyataan
Krebs (2013), bahwa populasi tumbuhan di alam lebih sering menyebar secara
mengelompok dibanding secara teratur. Odum (1994) juga menjelaskan bahwa
penyebaran tumbuhan di alam cenderung mengelompok, penyebaran secara acak
relatif jarang terjadi. Hal ini terja