6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Cerita Rakyat “Baru Klinthing”
Cerita rakyat merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat pada masa lalu, pola pikir dan khayalan yang menarik, sehingga masyarakat merasa
tertarik dan memperoleh keteladanan moral. Dalam buku Folklor Indonesia Ilmu Gosip dan Dongeng yang disusun oleh James Danandjaja mengemukakan
bahwa folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat
mnemonic device
.
1
Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat adalah kisahan atau cerita anonim dari zaman dahulu yang hidup di kalangan masyarakat dan
diwariskan secara lisan atau turun-temurun sebagai sarana untuk menyampaikan pesan atau amanat.
Cerit a “Baru Klinthing” berasal dari Jawa Tengah. Seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya, bahwa cerita rakyat berkembang turun-temurun secara lisan, dari proses tersebut banyak kemungkinan terdapat pengurangan dan
pengembangan cerita. Dalam berbagai sumber memiliki cerita “Baru Klinting”
yang bervariasi, namun dalam komposisinya penulis mengacu pada versi cerita rakyat yang dikemas dalam buku Cerita Rakyat dan Obyek Pariwisata Di
Indonesia.
2
Dahulu di lembah antara gunung Merbabu dan Telomulyo terdapat sebuah desa bernama Ngasem. Di desa tersebut tinggal sepasang suami istri
bernama Ki Hajar dan Nyai Sekarlanta mereka sudah lama menikah namun belum dikaruniai seorang anak. Pada suatu ketika Nyai Sekarlanta bicara
dengan suaminya betapa ingin rasanya memiliki seorang anak. Dengan berat
1
James Danandjaja, Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, 1997, 1-2.
2
Maini Trisna Jayawati, Atisah, Ni Nyom an Subardini, Cerita Rakyat Dan Obyek Pariwisata Di Indonesia
Jaka rta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003, 50-54.
7
hati suaminya menyanggupi keinginan istrinya dan pergi bertapa di lereng gunung Telomulyo. Setelah bertahuntahun Ki Hajar tidak kembali kerumah
hingga saat Nyi Sekarlanta hamil karena doa suaminya dikabulkan. Semakin hari perutnya semakin membesar hingga saat dia melahirkan, namun tidak
diduga Nyi Sekarlanta melahirkan seeokor ular, ular tersebut diberi nama Baru K
linthing, nama ini diambil dari nama tombak milik suaminya. Kata „baru‟ berasal dari kata
bra
yang artinya berkedudukan tinggi, sementara kata “klinthing” bermakna lonceng. Ajaibnya meski berwujud ular, Baru Klinthing
dapat berbicara seprti layaknya manusia. Seiring berjalanya waktu Baru Klinthing tumbuh dewasa, dia mulai mencari siapa ayahnya, dengan bekal
tombak pusaka
baru klinthing
milik Ki Hajar tersebut, Baru Klinthing pergi menemui ayahnya di lereng gunung Telomulyo. Sesampainya di lereng
gunung Ki Hajar terkejut melihat seekor ular yang dapat berbicara dan mengatakan bahwa ia anaknya, namun Ki Hajar tidak percaya begitu saja, dia
ingin melihat Baru Klinthing melingkari gunung Telomulyo kalau memang dia adalah anak yang selama ini diinginkan. Dengan kesaktian yang dimiliki, Baru
Klinthing mampu melingkari gunung Telomulyo dengan tubuhnya, dengan demikian Baru Klinthing mampu meyakinkan Ki Hajar bahwa ia memang
anaknya. Setelah itu Ki Hajar mengutus anaknya agar bertapa di bukit Tugur
agar kelak wujudnya dapat berubah menjadi manusia yang utuh.
Sementara itu, di dekat bukit dimana Baru Klinthing bertapa terdapat sebuah desa yang bernama Pathok, ini merupakan sebuah desa yang sangat
makmur namun sebagian besar para penduduknya memiliki sifat yang akuh. Suatu ketika penduduk desa akan menyelenggarakan sedekah bumi setelah
panen. Berbagai persiapan dilakukan, para penduduk laki laki sibuk berburu di bukit Tugur, namun sudah hampir seharian tidak satupun hewan yang di dapat,
ketika hendak kembali ke desa tiba-tiba melihat seekor ular naga yang sedang bertapa, ular tersebut tidak lain adalah Baru Klinthing. Para warga beramai-
ramai memotong daging ular tersebut, setibanya di desa mereka memasak dan menyantapnya untuk hidangan pesta.
8
Di tengah pesta yang sangat meriah datanglah seorang anak laki-laki yang tubuhnya penuh luka hingga menimbulkan bau menyengat, rupanya anak
laki-laki tersebut merupakan penjelmaan Baru Klinthing, karena bau badan yang menyengat, Baru Klinthing di usir oleh semua warga, dengan badan yang
sempoyongan Baru Klinthing hendak meninggalkan desa tersebut. Dalam perjalanan ia bertemu dengan seorang janda tua yang bernama Nyi Latung,
Baru Klinthing menceritakan semua perlakuan warga terhadap dirinya. Di dalam ceritanya kepada Nyi Latung, Baru
Klinting berpesan “jika nanti terdengar suara gemuruh, segera siapkanlah
lesung
kayu, kemudian setelah ia meningggalkan Nyi Latung kembalilah Baru Klinthing ke pesta dengan
membawa sebatang lidi, di tengah keramaian ia menacapkan lidi tersebut ke dalam tanah dan dia berkata siapa saja yang bisa mencabut lidi itu, dapat
berbuat sekehendak hati terhadap dirinya, karena merasa tertantang semua orang dalam pesta tesebut mencoba mencabutnya, namun tidak satupun warga
yang mampu. Dengan kesaktianya Baru Klinthing mecabutnya tanpa beban, begitu lidi itu tercabut suara gemuruh menggetarkan seluruh isi desa, air
menyembur begitu kuat dari bekas tancapan lidi tersebut, seluruh warga berusaha menyelamatkan diri, namun usaha mereka gagal karena banjir telah
menenggelamkan seluruh isi desa, seketika desa tersebut berubah menjadi rawa atau danau, yang kini dikenal dengan Rawa Pening.
Sementara itu usai mencabut lidi, Baru Klinthing segera berlari menemui Nyi Latung yang sudah menunggu di atas lesung yang berguna sebagai perahu
sederhana. Selamatlah ia bersama dengan Nyi Latung. Setelah peristiwa itu, Baru Klinthing kembali menjadi ular untuk menjaga rawa pening. Kisah ini
memberikan pesan moral bahwa sifat angkuh, sombong, dan tidak menghargai orang lain merupakan contoh sifat yang tidak terpuji, dan sifat tolong
menolong tanpa melihat latar belakang orang lain merupakan perbuatan yang patut dicontoh.
9
B. Musik Program