Efektifitas Ekstrak Teripang Pasir yang Telah Diformulasikan terhadap Maskulinisasi Udang Galah

EFEKTIFITAS EKSTRAK TERIPANG PASIR YANG TELAH
DIFORMULASIKAN TERHADAP MASKULINISASI
UDANG GALAH

HARYO TRIAJIE

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Efektifitas Ekstrak
Teripang Pasir yang Telah Diformulasikan terhadap Maskulinisasi Udang Galah adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008


Haryo Triajie
C151060061

Ringkasan

HARYO TRIAJIE. Efektifitas Ekstrak Teripang Pasir yang Telah Diformulasikan terhadap
Maskulinisasi Udang Galah. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan ETTY
RIANI
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan tingkat efektivitas dari ekstrak teripang
pasir yang sudah diformulasikan untuk sex reversal juvenil udang galah (Macrobrachium
rosenbergii de Man) pada saat sebelum perubahan kelamin. Ekstrak teripang pasir
merupakan alternatif hormon alamiah pengganti hormon sintetik dan bahan kimia lainnya
dalam sex reversal. Perlakuan pemberian ekstrak teripang dengan metode dipping saat fase
juvenil-satu udang galah atau 29 hari setelah menetas pada berbagai dosis dan
dikombinasikan dengan tingkatan waktu perendaman yaitu 12, 24, dan 36 jam. Setelah 30
hari juvenil udang galah dipelihara, dilakukan analisis kadar testosteron dalam hemolymph.
Pada dosis 10, 15, 25 mg/l dengan waktu perendaman 12, 24 dan 36 jam, secara umum
baik ekstrak segar yang telah diformulasi maupun yang telah disimpan selama 30 hari dan
juga telah diformulasi, mampu meningkatkan jumlah jantan. Pemberian 25 mg/l ekstrak

teripang dengan waktu perendaman 36 jam, menghasilkan jumlah jantan tertinggi
(66,66-67,31%). Ekstrak teripang pasir berpengaruh terhadap SR juvenil udang galah.

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB
2. Dilarang menggunakan atau memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB

EFEKTIFITAS EKSTRAK TERIPANG PASIR YANG TELAH
DIFORMULASIKAN TERHADAP MASKULINISASI
UDANG GALAH

HARYO TRIAJIE


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Tesis : Efektifitas Ekstrak Teripang Pasir yang Telah Diformulasikan terhadap
Maskulinisasi Udang Galah
Nama
: Haryo Triajie
NIM
: C151060061

Disetujui
Komisi pembimbing


Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. Etty Riani, MS
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 2 Juli 2007

Tanggal Lulus:

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dengan judul Efektifitas Ekstrak Teripang Pasir
yang Telah Diformulasikan terhadap Maskulinisasi Udang Galah dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc dan
Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan
dan saran selama penelitian dan penulisan tesis ini sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik, serta Bapak Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc, sebagai dosen
penguji atas arahan dan saran. Tidak lupa, terimakasih penulis ucapkan kepada Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional atas pemberian Beasiswa
Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) dan Program Hibah Penelitian Tim Pascasarjana (HPTP)
tahun 2007 yang diketuai oleh Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS, sehingga penelitian ini dapat
terlaksana dengan baik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir.
Maskur sebagai kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)
Sukabumi, dan kepada Bapak Dasu Rohmana, S.Pi beserta staf Sub Unit Pengembangan
dan Pembenihan Udang Galah (SUPPUG) Pelabuhan Ratu, yang telah banyak membantu
selama pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
bapak-ibu mertua, kakak, adik, istri, dan anakku, atas segala doa dan kasih sayangnya serta
rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program studi Ilmu Perairan atas bantuan dan
kerjasamanya selama ini.

Akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.

Bogor, Juli 2008

Haryo Triajie

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang propinsi Jawa Timur pada tanggal 30 Mei 1977 dari
pasangan Srie Utomo dan Pri Pudji Lestari. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat
bersaudara.
Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Malang dan pendidikan sarjana
ditempuh di jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, program studi Budidaya Perairan
Universitas Brawijaya Malang, lulus pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke
program Magister Sains pada program studi Ilmu Perairan diperoleh pada tahun 2006.
Beasiswa program Magister diperoleh dari BPPS Departemen Pendidikan Nasional.
Penulis bekerja sebagai tenaga ahli perikanan di PT. Trans Intra Asia Jakarta sejak
tahun 2001 sampai 2003, dan sejak tahun 2003 sampai sekarang penulis bekerja sebagai
staf pengajar pada Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo,
Bangkalan Madura.


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................................. 1
Tujuan Penelitian........................................................................................................... 3
Hipotesis ........................................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA
Sex Reversal dan Diferensiasi Kelamin ........................................................................ 4
Pengaturan Jenis Kelamin ............................................................................................ 6
Peranan Hormon ............................................................................................................ 7
Hormon Steroid ............................................................................................................. 7
Metode Pemberian Hormon Steroid .............................................................................. 9
Mekanisme Maskulinisasi ............................................................................................. 11
Biologi Udang Galah ..................................................................................................... 12
Formulasi Ekstrak Teripang .......................................................................................... 14

METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 16
Metode Penelitian ......................................................................................................... 16
Parameter Penelitian ...................................................................................................... 16
Teknik pengumpulan data ............................................................................................. 18
Prosedur pelaksanaan .................................................................................................... 19
Analisis data .................................................................................................................. 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil .............................................................................................................................. 21
A. Nisbah Kelamin ....................................................................................................... 21
B. Kelangsungan Hidup ............................................................................................... 24
C. Pertumbuhan Juvenil ............................................................................................... 27
D. Kualitas Air ............................................................................................................. 30
E. Uji Kadar Testosteron ............................................................................................. 31
F. Karakterisasi Fisik dan Kimia ................................................................................. 31
Pembahasan ...................................................................................................................33
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan....................................................................................................................39
Saran .............................................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 40

LAMPIRAN ........................................................................................................................ 47

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Metode yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian....................................... 18
2. Persentase udang galah berkelamin jantan pada perlakuan ekstrak segar teripang ....... 21
3. Persentase udang galah berkelamin jantan pada perlakuan ekstrak teripang yang
telah disimpan selama 30 hari ....................................................................................... 23
4. Persentase kelangsungan hidup udang galah pada perlakuan ekstrak segar teripang ... 24
5. Persentase kelangsungan hidup udang galah pada perlakuan ekstrak teripang yang
telah disimpan selama 30 hari ....................................................................................... 25
6. Pertambahan panjang dan bobot tubuh juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak
segar teripang pasir ........................................................................................................ 27
7. Rata- rata pertumbuhan harian (ADG) juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak
segar teripang pasir ........................................................................................................ 28
8. Pertambahan panjang dan bobot tubuh juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak
teripang yang telah disimpan selama 30 hari ................................................................ 29
9. Rata-rata pertumbuhan harian (ADG) juvenil udang galah pada perlakuan ekstrak
teripang yang telah disimpan selama 30 hari ................................................................ 30

10. Karakterisasi fisik teripang pasir ................................................................................... 31
11. Karakterisasi kimia teripang pasir berdasarkan uji proximat ........................................ 32

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Kerangka inti steroid (cyclopentanohydrophenanthrene) (a) dan testosteron (b) ......... 8
2. Sensitivitas tahapan diferensiasi kelamin terhadap hormon steroid pada teleostei ....... 10
3. Diagram pengaruh perlakuan hormon steroid terhadap pertumbuhan ikan teleostei ... 11
4. Persentase udang galah jantan pada masing-masing perlakuan .................................... 13
5. Perbedaan morfologi udang galah jantan dan betina ..................................................... 13
6. Alat kelamin udang galah dilihat dari sisi abdominal ................................................... 14
7. Morfologi kaki renang kedua udang galah .................................................................... 19
8. Grafik persentase udang jantan pada perlakuan ekstrak segar teripang pasir ............... 22
9. Grafik persentase udang jantan pada masing-masing perlakuan pada perlakuan ekstrak
teripang pasir yang telah disimpan selama 30 hari ........................................................ 23
10. Grafik persentase kelangsungan hidup udang galah pada perlakuan ekstrak segar
teripang pasir ................................................................................................................. 25
11. Grafik persentase kelangsungan hidup udang galah pada perlakuan ekstrak teripang
pasir yang telah disimpan selama 30 hari ...................................................................... 26

12. Grafik kadar testosteron pada setiap perlakuan ............................................................. 31

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Tahapan ekstraksi teripang dan tahapan percobaan ...................................................... 47
2. Tahapan perendaman juvenil menggunakan ekstrak teripang ....................................... 48
3. Komposisi pakan buatan untuk juvenil udang galah jenis crumble C-581 L produksi
Charoen Phokphan......................................................................................................... 49
4. Kadar testosteron dalam hemolymph udang galah pada percobaan pertama dan
kedua.............................................................................................................................. 50
5. Appendix masculinus pada kaki renang ke-2 Macrobrachium rosenbergii jantan ....... 51
6. Kualitas air media pemeliharaan juvenil pada percobaan pertama dan kedua .............. 52
7. Analisis statistik udang galah berkelamin jantan pada pecobaan pertama .................... 53
8. Analisis statistik kelangsungan hidup udang galah pada percobaan kedua................... 56
9. Analisis statistik udang galah berkelamin jantan pada percobaan kedua ...................... 59
10. Analisis statistik kelangsungan hidup udang galah pada percobaan kedua................... 62
11. Uji BNT untuk udang galah berkelamin jantan pada percobaan pertama ..................... 65
12. Uji BNT untuk kelangsungan hidup udang galah pada percobaan petama ................... 68
13. Uji BNT untuk udang galah berkelamin jantan pada percobaan kedua ........................ 71
14. Uji BNT untuk kelangsungan hidup udang galah pada percobaan kedua ..................... 74

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Potensi udang galah jantan sebagai komoditas budidaya perikanan air tawar
cukup besar untuk dikembangkan, karena memiliki berbagai kelebihan antar lain:
memiliki laju pertumbuhan yang relatif cepat dibandingkan yang betina, dalam hal
ini dalam 3 bulan pemeliharaan dapat mencapai bobot tiga kali lebih besar dari
betina yaitu 42-102 g/ekor dengan panjang 25 cm/ekor (Bardach dalam Hadie et al.
2001), sehingga pemeliharaan udang galah yang berjenis kelamin jantan yang
dihasilkan melalui teknologi sex reversal dalam kegiatan budidaya akan lebih
menguntungkan.
Perkembangan usaha budidaya udang dimasa yang akan datang supaya tetap
kontinu tergantung pada beberapa hal, salah satunya adalah ketersediaan benih
dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu, melalui pemanfaatan teknologi produksi
benih yang efisien akan dapat meningkatkan produksi hewan budidaya perairan
yang sesuai dengan permintaan konsumen (pasar). Pengembangan alternatif sistem
budidaya secara tunggal kelamin (monosex culture) melalui teknologi yang ramah
lingkungan merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan produksi udang galah
dengan cepat.
Sex reversal merupakan suatu teknik pengarahan deferensiasi kelamin untuk
mengubah jenis kelamin secara buatan dari jenis kelamin jantan secara genetik
menjadi berjenis kelamin betina fenotipe atau sebaliknya. Terdapat dua cara untuk
mengubah kelamin dalam suatu populasi ikan yaitu manipulasi lingkungan dan
rangsangan hormonal. Aplikasi yang sering digunakan adalah rangsangan hormonal
karena cara ini cepat, tepat, praktis dan biasanya dilakukan dengan metode
penyuntikan (Mirza dan Selton 1988), pemberian secara oral lewat pakan (Eckstein
dan Spira dalam Hepher dan Pruginin 1981), dan melalui perendaman (Hunter dan
Donaldson 1983). Sex reversal banyak dilakukan secara oral lewat pakan dan
perendaman dengan pemberian hormon sintetik seperti 17α-metilterstosteron (MT),
17α-etiniltestosteron (ET), 17β-eatradiol (E), Dietilstilbestrol (DES), dan Trebolon
acetate (TBA) dan obat-obatan farmasi seperti aromatase inhibitor (AI), fadrozole
(FAD), dan tributyltin (TBT) (Kuhl dan Brouwer 2005).

2

Industri perikanan budidaya selama ini banyak menggunakan hormon
sintetik (MT). Senyawa ini mempunyai kelemahan yaitu sulit terurai di dalam
tubuh, bersifat karsinogenik, mencemari lingkungan, dan seringkali menimbulkan
efek samping yang tidak diinginkan, bahkan saat ini peredarannya sudah dilarang.
Sedangkan senyawa alami mempunyai kelebihan yaitu mudah terurai oleh tubuh
dan efek samping yang ditimbulkan sedikit (Wiryowidagdo 2005). Oleh karena itu,
perlu alternatif untuk mengganti hormon sintetik dan bahan kimia sintetik lainnya
dengan hormon almiah dari teripang pasir. Menurut Riani et al. (2005), pada
ekstrak tubuh teripang pasir terdapat hormon androgen
Teripang atau timun laut (Echinodermata) adalah salah satu jenis komoditi
laut yang bernilai domestik maupun internasional sub sektor perikanan yang cukup
potensial. Salah satu zat bioaktif yang terkandung dalam teripang adalah senyawa
steroid. Senyawa ini merupakan salah satu jenis hormon yang memiliki nilai
ekonomis penting dalam industri farmasi sebagai aprodisiaka (penambah vitalitas)
dan pembalikan sifat kelamin (sex reversal).
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Riani et al. (2005) dan
Kustiariyah (2006), menjelaskan bahwa ekstrak teripang pasir (Holothuria scabra
Jaeger) mengandung senyawa steroid. Hasil analisis GC-MS dan NMR
menunjukkan bahwa berat molekul steroid ekstrak teripang adalah 288,42 yang
merupakan jenis testosteron. Identifikasi dan karakteristik steroid hasil ekstraksi
daging teripang dengan menggunakan thin layer cromatography (TLC) dan
pengamatan dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm
didapatkan fraksi dengan nilai Rf (retardation factor) 0,91 yang menunjukkan
bahwa ekstrak teripang mengandung testosteron dan 0,96 sebagai kolesterol.
Pemberian hormon dari ekstrak daging teripang melalui perendaman selama
24 jam dengan dosis 2 mg/l mampu mengarahkan juvenil udang galah menjadi
jantan sebesar 49,65% (Arisandi 2007). Emilda (2008), menyebutkan bahwa
pemberian ekstrak steroid pada induk ikan gapi dengan dosis 4 mg/l selama 24 jam
perendaman dapat mengasilkan persentase anak yang berkelamin jantan sebesar
65,13 %. Hadie et al. (2001) juga menjelaskan bahwa pemberian hormon 17αmetiltestosteron selama 24 jam sebesar 25 mg/L pada larva udang galah
menghasilkan 82,22% jantan. Sarida (2005) menyatakan dengan dosis MT 10
mg/kg pakan ditambah dengan AI 2000 mg/kg dapat meningkatkan jumlah jantan

3

udang galah sebesar 77,77%. Pemberian 30 mg/l AI pada suhu 28-32oC
meningkatkan prosentase jantan pada larva ikan lele sebesar 72,3-72,5%
(Massengreng 2007). Ikan nila dengan pemberian FAD menghasilkan populasi
jantan 100% ( Afonso 2001 dan Kwon et al. 2000 dalam Kulh dan Brouwer 2005).
TBT 100 ng/l yang diberikan pada ikan zebra yang dipelihara selam 30 hari
menghasilkan populasi jantan 100% (McAllister dan Kime 2003 dalam Kulh dan
Brouwer 2005).
Secara fisiologis, jenis kelamin ikan dapat diarahkan dengan menggunakan
hormon steroid. Perlakuan hormon dilakukan pada periode labil yaitu sebelum
gonad berdiferensiasi saat masih sensitif terhadap perlakuan hormon (Yamazaki
1983). Pernyataan ini juga disampaikan oleh Edward dalam Melecha et al. (1992),
bahwa jaringan gonad pada udang galah yang belum terdiferensiasi masih labil
untuk jangka pendek, tetapi perkembangannya akan meningkat sejalan dengan umur
seperti pada vertebrata. Piferrer (2001), juga menjelaskan bahwa sensitivitas
hormon steroid terhadap perkembangan diferensiasi sangat tergantung pada fase
perkembangan gonad yang terjadi, sehingga puncak sensitivitasnya terjadi setelah
fase pembelahan sel jaringan gonad atau sebelum jaringan gonad terdiferensiasi.
Keberhasilan penggunaan hormon untuk proses pengarahan diferensiasi
bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis hormon, dosis yang digunakan, cara
dan lama penggunaan, jenis dan umur spesies, serta faktor lingkungan terutama
suhu air media (Hunter dan Donaldson 1983). Penelitian untuk mendapatkan jantan
kelamin tunggal (monosek) yang maksimal dengan menggunakan hormon alami
dari ekstrak teripang pasir melalui teknologi sex reversal terhadap perubahan jenis
kelamin pada udang galah masih sangat terbatas, sedangkan informasi tentang
efektivitas ekstrak teripang hasil formulasi belum pernah dilakukan, oleh karena itu
perlu segera dilakukan penelitian sebagai salah satu alternatif untuk memecahkan
masalah tersebut
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat efektivitas ekstrak kasar daging
teripang yang telah diformulasikan dalam maskulinisasi udang galah
Hipotesis
Pemberian

ekstrak

kasar

daging

meningkatkan populasi udang galah jantan

teripang

hasil

formulasi

dapat

4

TINJAUAN PUSTAKA

Sex Reversal dan Diferensiasi Kelamin
Teknik pengarahan diferensiasi kelamin untuk mengubah jenis kelamin
secara buatan dari jenis kelamin jantan secara genetik menjadi jenis kelamin betina
fenotif atau sebaliknya disebut teknik sex reversal. Teknik ini secara buatan
dimungkinkan karena pada awal perkembangan embrio atau larva belum terjadi
deferensiasi kelamin (Carman et al. 1998).
Secara genetik, jenis kelamin suatu individu sudah ditetapkan pada saat
pembuahan. Akan tetapi pada masa embrio, jaringan bakal gonad masih berada
dalam masa indiferent. Pada suatu jaringan bakal jantan atau betina sebenarnya
struktur jantan dan betina sudah ada dan tinggal menunggu proses diferensiasi dan
penekanan ke arah aspek-aspek jantan dan betina (Matty 1985). Menurut Carman
et al. (1998), pada saat awal pertumbuhan zigot hingga larva, pembentukan jenis
kelaminnya masih labil. Hal ini diduga karena fungsi kromosom kelamin dalam
menentukan jenis kelamin masih belum aktif.
Piferrer (2001) menyatakan bahwa diferensiasi kelamin meliputi seluruh
aktivitas yang berhubungan dengan keberadaan gonad, yang meliputi perpindahan
awal sel nutfah, munculnya bagian tepi gonad dan diferensiasi gonad menjadi testis
atau ovari. Selanjutnya dikatakan bahwa diferensiasi kelamin pada ikan dapat
melalui dua jalan yang berbeda. Jalan pertama gonad secara langsung
berdiferensiasi menjadi ovari atau testis, sedangkan jalan yang kedua ikan akan
berdiferensasi menjadi ovari kemudian berubah menjadi testis.
Menurut Pandian dan Sheela (1995), masa diferensiasi seks ikan sangat
beragam bergantung kepada spesies. Diferensiasi seks pada golongan Ochlids dan
Cyprinodontids berlangsung antara 10-30 hari setelah penetasan, sedangkan pada
golongan Anabamids antara 3-40 hari. Selanjutnya Nagy et al. (1981), menjelaskan
bahwa diferensiasi kelamin pada ikan mas (Cyprinus carpio, L.) terjadi pada 8-98
hari setelah penetasan. Menurut Piferrer (2001) beragamnya diferensiasi seks ini
sangat bergantung pada kondisi periode labil masing-masing spesies ikan, karena
efektivitas perlakuan hormon steroid, sangat ditentukan oleh kondisi labil dari
spesies ikan masing-masing. Pandian dan Sheela (1995), juga menerangkan bahwa

5

pada beberapa spesies ikan diferensiasi seks dapat dimulai dari embrio, setelah
penetasan (larva), juvenil, bahkan dewasa.
Menurut Malecha et al. (1992), diduga jaringan gonad udang galah
(Macrobrachium rosenbergii) yang belum terdiferensiasi masih labil untuk jangka
pendek, tetapi perkembangannya akan meningkat sejalan dengan umur seperti pada
vertebrata. Selanjutnya dikatakan bahwa determinasi gene jantan Macrobrachium
rosenbergii tidak berfungsi dengan baik selama periode larva ke pasca larva, tetapi
akan muncul kemudian pada awal perkembangan juvenil. Menurut Hunter dan
Donaldson (1983), interval waktu perkembangan gonad sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan pemberian hormon, terutama pada saat gonad dalam keadaan
labil. Hal ini berhubungan dengan fungsi hormon steroid yang bekerja sebagai
perangsang terjadinya diferensiasi.
Perkembangan morfologi seks sekunder pada udang windu hampir lengkap
(sempurna) pada panjang karapas 10,8 mm untuk yang jantan, sedangkan pada
betina terjadi pada saat panjang karapasnya 11,3 mm. Dengan demikian maka seks
sekunder diperkirakan terjadi pada panjang total 24,8-25,9 mm (Motoh 1981).
Menurut Malecha et al. (1992), perubahan fungsi seks pada udang galah
betina dengan morfologi seks sekunder yang mendekati lengkap terjadi pada
panjang karapas antara 6,5-7,5 mm atau mendekati umur 30 hari setelah pasca
larva. Selanjutnya dikatakan, bahwa implantasi jaringan kelenjar androgenik di
bawah ukuran panjang karapas 7,5 mm pada juvenil udang galah betina telah
menyebabkan perkembangan testis dengan menekan secara keseluruhan sifat-sifat
betina dan menunjukkan perkembangan yang lengkap dengan karakteristik seks
sekunder jantan yang normal. Sedangkan pada implantasi jaringan androgenik di
atas ukuran ini secara fenotipe tidak terjadi perubahan kelamin walaupun tingkah
laku dan seks sekundernya jantan dengan sifat yang kelihatan normal, tetapi pada
saluran reproduksi internalnya rusak dan infertil. Namun menurut Mantel dan
Dudgeon (2005), perubahan fungsi kelamin udang galah dengan morfologi kelamin
sekunder mendekati lengkap terjadi saat panjang karapas 15 mm-17 mm

6

Pengaturan Jenis Kelamin
Perubahan kelamin adalah upaya yang dilakukan untuk mengubah status
kelamin baik dari jantan menjadi betina ataupun sebaliknya. Pada ikan, hal ini
dapat dilakukan melalui pendekatan hormonal dan genetik, diduga pada udang pun
dapat dilakukan pendekatan yang sama (Sumantadinata dan Carman 1995).
Menurut Yamazaki (1983), pendekatan hormonal biasanya dilakukan dengan cara
pemberian hormon steroid (kelompok androgen dan estrogen) sebelum diferensiasi
terjadi. Sedangkan pendekatan genetik dilakukan melalui persilangan antar
spesies/genus tertentu, jenis kelamin ikan memiliki arti penting dalam
pengembangbiakannya, karena antara jantan dan betina terdapat perbedaan laju
pertumbuhan, pola tingkah laku dan ukuran maksimum individu
Jenis kelamin suatu individu ditentukan oleh faktor genetis dan lingkungan.
Kedua faktor tersebut akan bekerja secara sinergis untuk menentukan ekspresi
fenotipe suatu karakter. Faktor genetis yang menetukan jenis kelamin yaitu
kromosom seks atau gonosom yang mengandung faktor gen-gen jantan dan betina.
Sedangkan yang tidak menentukan jenis kelamin disebut kromosom biasa atau
autosom (Kirpichnikov 1981; Yatim 1986).
Menurut Yatim (1986), perubahan jenis kelamin dapat terjadi secara alami
dan buatan. Perubahan kelamin secara alami adalah perubahan kelamin yang
disebabkan oleh faktor lingkungan dengan susunan genetiknya tidak mengalami
perubahan. Sedangkan perubahan kelamin buatan merupakan usaha manusia untuk
mengarahkan perkembangan organ reproduksi dengan pemberian bahan yang dapat
merangsang perubahan tersebut. Selanjutnya menurut Chan dan Yeung (1983)
perubahan kelamin buatan untuk menghasilkan individu dengan fenotipe kelamin
yang tidak sama dengan kelamin genotipenya.
Perubahan jenis kelamin secara buatan dimungkinkan karena pada fase
pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan
steroid sehingga pembentukan gonad dapat diarahkan dengan menggunakan
hormon steroid sintesis (Yamazaki 1983; Hunter dan Donaldson 1983). Selanjutnya
Yamazaki (1983) menyatakan bahwa hormon steroid tersebut dapat mengatur
beberapa fenomena reproduksi misalnya proses diferensiasi gonad, pembentukan
gamet, ovulasi, spermiasi, pemijahan atau tingkah laku kawin, ciri-ciri seks

7

sekunder, perubahan morfologis atau fisiologis pada musim pemijahan atau
produksi feromon. Di antara fenomena tersebut diferensiasi gonad terjadi lebih
dahulu kemudian diikuti oleh fenomena lain.
Peranan Hormon
Hormon adalah bahan kimia organik, merupakan senyawa aktif biologis
yang dihasilkan oleh bagian kelenjar, jaringan atau organ tertentu dari hewan dan
manusia, bekerja pada konsentrasi kecil dan mempunyai cara kerja yang spesifik.
Hormon mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengaturan fisiologi, dan
umumnya hormon bekerja sebagai aktivator spesifik atau inhibitor dari enzim
(Murray et al. 2003). Hal yang sama juga disebutkan oleh Schunack et al. (1990),
bahwa hormon adalah senyawa biologi aktif, bekerja dalam konsentrasi yang kecil
melalui aliran darah mencapai organ sasaran dan memperlihatkan kerja yang
spesifik, dan dibentuk dalam jaringan atau organ tertentu dari organisme hewan dan
manusia. Menurut Siswandono dan Soekarjo (1995), hormon merupakan senyawa
yang secara normal dikeluarkan oleh kelenjar endokrin atau jaringan tubuh dan
dilepas ke peredaran darah menuju jaringan sasaran, berinteraksi secara selektif
dengan reseptor khas kemudian menunjukkan efek biologis.
Menurut Sumantadinata dan Carman (1995), secara sederhana pemberian
hormon bertujuan untuk mempengaruhi keseimbangan hormon dalam darah yang
pada saat diferensiasi kelamin sangat menentukan individu tertentu akan berstatus
jantan atau betina dengan cara memasukkannya dari luar tubuh.
Hormon Steroid
Steroid adalah salah satu jenis asam lemak yang berupa hormon turunan
kolesterol dengan struktur kimia terdiri dari 27 atom karbon. Steroid dihasilkan
oleh kelenjar yang terdapat dalam testis, ovarium, korteks adrenalis, dan plasenta
(Bischof dan Islami 2003)
Berdasarkan bahan pembentukannya secara kimiawi hormon dapat
digolongkan ke dalam tiga kelompok (Siswandono dan Soekarjo 1995) yaitu :
1. Homon protein (peptida) : mempunyai residu asam amino 3-200, meliputi semua
hormon hypothalamus dan pituitary, insulin dan glukagon pada pankreas
2. Hormon amina : ukurannya kecil, dapat larut dalam air, mengandung grup amina

8

meliputi adrenalin pada medulla adrenal dan hormon tiroid.
3. Hormon steroid : dapat larut dalam minyak meliputi hormon adrenal cortical,
androgen (hormon kelamin jantan) dan estrogen (hormon kelamin betina).
Dorfman dan Ungar (1965); Litwack dan Schmidt (2002), menjelaskan
bahwa hormon steroid merupakan turunan kolesterol dengan struktur inti berupa
cincin siklopentana dengan nama perhydrocyclopentanophenanthrene seperti
terlihat pada Gambar 1.

(a)
(b)
Gambar 1. Kerangka inti steroid (cyclopentanohydrophenanthrene) (a)
dan testosteron (b) (Turner dan Bagnara 1988)
Hormon steroid terlibat dan berperan penting dalam proses sinyal tranduksi
sel dalam tubuh organisme karena ukurannya kecil dan adanya reseptor sel yang
bekerja langsung menyampaikan pesan atau informasi ke sel sasaran. Respon sel
sasaran dapat berupa sintesis senyawa protein baru (Delvin 1993).
Menurut Donaldson dan Benfey (1987) hormon steroid yang digunakan
untuk merangsang perubahan kelamin dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu :
(1) Hormon androgen, seperti androstenedion. etiniltestosteron, metiltestosteron,
dan testosteronpropionat yang dapat digunakan atau memberi efek pengarahan
diferensiasi kelamin menjadi jantan (maskulinisasi).
(2) Hormon estrogen, seperti estron, estriol, estradiol, dan etinilestradiol yang dapat
digunakan atau memberikan efek pengarahan diferensiasi kelamin menjadi
betina (feminisasi) .
Hormon androgen adalah salah satu contoh hormon steroid yang dihasilkan
oleh testis. Hormon ini berfungsi menstimulasi tahap akhir proses spermatogenesis,
meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas ekskresi dari organ kelamin pelengkap,
pemeliharaan dari kelamin sekunder dan sexual behaviour, serta maskulinisasi
(Ganong 1995)

9

Menurut Schunack et al. (1990), hormon androgen terdiri dari
androstanedion, androstenedion, androstenediol dan tran-hidrosterin. Hormon
androgen menurut Sower dan Irwanto (1985) terbentuk secara alami seperti
testosteron, 11α-ketotestosteron, dihydrotestosteron dan yang dapat disintesis
seperti 17α-metiltestosteron dan testosteron propionate.
Piferrer (2001) menjelaksan bahwa sensivitas hormon steroid eksogenus
(exogenous

steroids)

terhadap

diferensiasi

seks

sangat

tergantung

pada

perkembangan gonad yang terjadi. Pada saat belum terbentuk gonad, sensitivitasnya
masih belum tampak, tetapi begitu terbentuk formasi gonad, sensitivitas hormon
mulai ada dan meningkat terus hingga mencapai puncak pada fase diferensiasi seks
secara fisiologis
Testosteron sebagai hormon steroid merupakan hormon yang bersifat
anabolik dan androgenik. Sifat androgenik lebih menonjol karena sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan organ reproduksi, organ seksual sekunder dan
kelenjar aksesoris kelamin. Sedangkan sifat anabolik berpengaruh terhadap
pertumbuhan jaringan dan sel-sel seperti otot, eritrosit dan pertumbuhan tulang
(Rath et al. 1996). Berdasarkan penelitian Feist dan Schreck (1996), pada ikan
rainbow trout ditemukan adanya perberian tingkat hormon steroid pada fase
embrionik dan larva. Kadar steroid relatif tinggi pada hari pertama setelah
pembuahan dan menurun terus hingga hari ke-25 dan kemudian pada hari ke-30 dan
ke-48, kadar steroid meningkat secara jelas hingga hari ke-78 dan setelah itu relatif
konstan. Fluktuasi kadar hormon steroid selama proses perkembangan embrio dan
larva diduga berperan penting sebagai pengarah pada diferensiasi kelamin pada ikan
rainbow trout.
Metode Pemberian Hormon Steroid
Menurut Nagy et al. (1981); Hunter dan Donaldson (1983), keberhasilan
penggunaan hormon steroid dan yang mempengaruhi dosis optimum hormon steroid
untuk mengubah jenis kelamin ikan bergantung kepada beberapa faktor yaitu
aktivitas hormon, jenis dan umur ikan, dosis hormon, lama dan waktu pemberian
hormon serta cara pemberian hormon.
Penggunaan hormon dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain
secara oral dan perendaman, sedangkan untuk memperoleh perendaman yang

10

efektif perlu diperhatikan konsentrasi dan lama perendaman (Carman et al. 1998;
Hunter dan Donaldson 1983; Yamazaki 1983). Perendaman dengan dosis yang
sangat tinggi membutuhkan waktu perendaman yang lebih singkat (Hunter dan
Donaldson, 1983). Penggunaan hormon steroid pada udang dapat dilakukan dengan
beberapa cara, seperti lewat mulut (oral), penyuntikan (injection) dan perendaman
(dipping). Dosis hormon yang diberikan tidak boleh berlebihan karena dapat
menimbulkan tekanan pada pembentukan gonad, efek paradoksial, pertumbuhan
rendah dan kematian tinggi (Wichins dan Lee 2002).
Menurut Sower et al. (1984), dosis hormon yang digunakan tidak boleh
berlebihan karena dapat menimbulkan tekanan pada pembentukan gonad, efek
paradoksial dan tingginya mortalitas. Selain itu perlakuan hormon dapat
menyebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan ikan. Yamazaki (1983) menjelaskan
bahwa agar pengaruh hormon steroid efektif, waktu penggunaannya harus
dilakukan ketika gonad belum berdiferensiasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa
periode penggunaan harmon yang lebih singkat ternyata lebih efektif. Diduga ada
hubungan terbalik antara dosis dan lama waktu perlakuan, sehingga untuk dosis
yang lebih tinggi membutuhkan waktu yang lebih singkat. Berdasarkan grafik
sensitivitas gonad terhadap pemberian hormon steroid (Gambar 2), dimana
sensitivitas tertinggi terjadi saat sebelum diferensiasi kelamin secara fisiologis dan
secara histologis, maka perlakuan hormon akan memberikan efek pengubahan
kelamin tertinggi jika diberikan tepat sebelum tahap diferensiasi kelamin secara
fisiologis.

Gambar 2. Sensitivitas tahapan diferensiasi kelamin terhadap hormon
steroid pada teleostei (Piferrer 2001)

11

Menurut Piferrer (2001), perlakuan horman steroid selain berpengaruh
terhadap diferensiasi seks juga dapat menimbulkan efek terhadap pertumbuhan.
Pada kasus tertentu perlakuan hormon dapat meningkatkan pertumbuhan,
sedangkan pada kasus lain justru dapat menurunkan pertumbuhan (Gambar 3).

Gambar 3. Diagram pengaruh perlakuan hormon steroid terhadap
pertumbuhan ikan teleostei (Piferrer, 2001).
Hunter dan Donaldson (1983) mengatakan bahwa waktu pemberian hormon
yang terlalu lama akan memberikan hasil yang sama seperti pada penggunaan dosis
yang tinggi, yaitu terganggunya proses pembentukan gonad dan gamet. Menurut
Pandian dan Sheela (1995), munculnya ikan hermaprodit umumnya disebabkan
oleh penggunaan dosis hormon yang rendah (suboptimum).
Mekanisme Maskulinisasi
Hormon androgen bekerja secara umpan balik dalam mengkontrol pelepasan
gonadotropin pituitari, dan berperan penting dalam diferensiasi serta pembentukan
kelamin jantan beserta sifat kelamin sekundernya.
Androgen masuk ke dalam sel sitoplasma, selanjutnya diikat oleh reseptor
khusus. Reseptor ditemukan dalam sitosol yang keberadaannya dipengaruhi oleh
androgen. Steroid reseptor komplek (ligan) ini kemudian menuju nukleus dan
berikatan dengan akseptor pada genom. Hal tersebut memungkinkan transkripsi
spesies baru mRNA yang memberi kode untuk sintesis protein tertentu di dalam
sitoplasma. RNA bertambah secara nyata terutama di dalam fraksi mikrosom, hal
ini akan menstimulasi terjadinya spermatogenesis. Menurut Donough (1999) dalam

12

Hariani (1997), hormon steroid akan mempengaruhi target sel seperti gonad dan
saluran otak. Diduga pada saat fertilisasi sudah terbentuk sel kromosom, apabila
diberi hormon testosteron dari luar, maka hormon ini akan merangsang hormon
endogen mensintesis steroid untuk pertumbuhan dan perkembangan gonad secara
funsional. Demikian juga otak juga dipengaruhi oleh hormon eksogen ini, yang
memberi perintah kepada poros aksis hipotalo-hipofisa-gonad.

Biologi Udang Galah
Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan spesies dari
ordo Dekapoda, famili Palaemonidea yang sering disebut “giant freshwater prawn”,
dalam siklus hidupnya secara alami memerlukan lingkungan perairan perairan tawar
dan payau (Toro dan Sugiarto 1979), dimana menempati dua habitat yaitu tingkat
pascalarva sampai dewasa menghuni perairan air tawar seperti sungai, danau, dan
kolam, sedang fase larva sampai mencapai akhir masa metamofosis menghuni
perairan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut (Ling 1967).
Siklus hidup udang galah dimulai dari telur-telur yang telah terbuahi dan
dierami induknya selama 19-21 hari dan menetas menjadi larva. Udang dewasa
akan memijah dan melepaskan telurnya diperairan tawar atau payau dan larva yang
baru menetas akan menuju muara sungai. Apabila dalam waktu tiga hari tidak
mencapai perairan payau, larva akan mati (Wickins 1976). Untuk mencapai
tingkatan pascalarva, larva dalam perkembangannya rata-rata membutuhkan waktu
45 hari atau harus melalui 11 kali metamorfosis, dimana setiap tahapnya terjadi
pergantian kulit serta diikuti dengan perubahan struktur morfologis. Setelah
melewati stadia 11 berubah bentuk menjadi juvenil yang secara morfologis
bentuknya seperti udang dewasa tetapi ukurannya lebih kecil akan memerlukan
lingkungan air tawar sampai menjadi dewasa (D’Abramo, Brunson dan Daniel
2001). Siklus hidup udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) dapat dilihat
pada Gambar 4.

13

Gambar 4. Siklus hidup udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man).
Menurut Ling (1967), Sherman dan Sherman (1976) dalam Hadie dan Hadie
(1993), untuk membedakan antara udang galah jantan dan betina terdapat beberapa
ciri yang dapat digunakan antara lain bentuk badan, letak alat kelamin, dan bentuk
serta ukuran dari pasangan kaki jalan kedua. Bentuk badan udang galah jantan
dibagian perut lebih ramping dan ukuran pleuron lebih pendek, sedangkan udang
galah betina bagian perutnya lebih melebar dan pleuron sedikit memanjang. Letak
alat kelamin udang galah jantan terdapat pada basis pasangan kaki jalan kelima,
sedangkan untuk udang galah betina, alat kelamin terletak pada basis pasangan kaki
jalan ketiga. Bentuk dan ukuran kaki jalan kedua udang galah jantan sangat
mencolok, yakni besar dan panjang mirip galah, sedangkan betinanya lebih kecil
dan tidak mencolok.

Jantan

Betina

Sumber : Arisandi 2007

Gambar 5. Perbedaan morfologi udang galah jantan dan betina.

14

Kaki jalan

Petasma

Telikum

(A)

(B)

Sumber : Susilowati 1996.

Gambar 6. Alat kelamin udang galah dilihat dari sisi abdominal.
A: Petasma pada udang jantan terletak antara kaki jalan ke 5,
B: Thelicum pada udang betina terletak antara kaki jalan ke 3
Formulasi Ekstrak Teripang
Aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan dan obatobatan untuk tujuan meningkatkan kualitas, menambahkan rasa dan memantapkan
kesegaran sediaan-sediaan tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (1996), terhadap pengujian stabilitas
emulsi pada berbagai komposisi minyak ikan lemuru dengan menggunakan bahan
pengemulsi lesitin dan bahan pelapis, memperlihatkan bahwa emulsi dengan
kombinasi minyak ikan, lesitin, dan cmc masing-masing sebesar 25%, 5%, dan
10% mempunyai stabilitas emulsi tertinggi. Tingginya stabilitas emulsi ini
kemungkinan disebabkan peran cmc dan lesitin yang dominan dalam menstabilkan
dan meningkatkan viskositas sistim emulsi.
Peningkatan viskositas diduga karena gugus karboksil yang terdapat pada
molekul cmc bersifat dapat mengikat air sehingga meningkatkan viskositas pada
fase cair. Viskositas yang tinggi menurunkan pergerakan droplet minyak dan
membantu mencegah penggabungan droplet minyak. Disamping itu juga
disebabkan jumlah minyak yang terdapat dalam emulsi sebesar 25% cenderung
memberikan stabilitas yang lebih tinggi. Penggunaan pengemulsi emulsi lesitin
yang lebih bersifat lipopilik (HLB 3) ditarik oleh droplet minyak yang juga bersifat
lipopilik sehingga melapisinya dengan baik. Droplet-droplet minyak yang terlapisi

15

pengemulsi lesitin dengan baik akan terhindar dari saling bertumbukkan sehingga
droplet minyak tidak mudah menyatu.
Lesitin adalah suatu substansi yang mempunyai efek antioksidan dan
merupakan senyawa kimia yang mempunyai struktur seperti lemak dan
mengandung gliserol, asam lemak, asam fosfat dan kolin (vitamin B kompleks).
Senyawa kimia ini juga dikenal sebagai emulsifier (mempertahankan emulsi) yang
berikatan dengan air dan minyak atau lemak. Kuning telur, kacang kedelai dan
tempe merupakan sumber lesitin yang baik. Pada suatu penelitian secara in vitro
diperoleh hasil, bahwa minyak kedelai (soybean oil) mengandung kadar antioksidan
yang tertinggi diantara minyak yang berasal dari tanaman biji-bijian. Oleh karena
itu produk yang dibuat formulasi mengacu pada persentase penggunaan bahan
seperti yang telah disebutkan di atas.

16

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Sub Unit Pembenihan Udang Galah (SUPUG)
Pelabuhan Ratu, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)
Sukabumi, Laboratorium Terpadu FKH IPB, Laboratorium Fisiologi FKH IPB dan
Laboratorium Isotop/Radioaktif Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, dari bulan
Juli 2007 sampai dengan bulan Desember 2007.

Metode penelitian
Metode dan desain penelitian
Perlakuan ekstrak teripang pada juvenil udang galah dengan metode
perendaman (dipping), menggunakan 12 perlakuan dan 3 ulangan dengan rancangan
acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor yang pertama adalah
dosis ekstrak teripang dengan empat taraf perlakuan yaitu 0, 10, 15, dan 25 mg/l
dan faktor yang kedua adalah waktu perendaman dengan tiga taraf perlakuan yaitu
12, 24 dan 36 jam. Dilakukan juga dua perlakuan kontrol positif yaitu: 17αmetiltestosteron konsentrasi 25 mg/l selama 24 jam dan aromatase inhibitor
(Imidazole, 1,3-Diaza-2,4-Cyclopentadiene,) konsentrasi 30 mg/l selama 24 jam.

Desain waktu evaluasi
Juvenil udang galah dipelihara selama 30 hari atau sampai ciri kelamin
sekundernya terlihat jelas. Evaluasi kelangsungan hidup dilakukan diakhir
penelitian. Pengukuran suhu, oksigen terlarut dan pH dilakukan setiap hari sebelum
pemberian pakan yaitu pada pukul 06.00 WIB dan 17.00 WIB.

Parameter penelitian
Parameter utama
- Nisbah kelamin jantan (jumlah kelamin jantan)
J (%) =

A
x 100%
T

17

Keterangan

J : persentase jenis kelamin jantan (%)
A : jumlah udang berkelamin jantan
T : jumlah sampel udang yang diamati

- Kelangsungan hidup (jumlah udang yang hidup selama penelitian)
Kelangsungan hidup (%) =

Total udang hidup
x 100%
Total udang hidup + total udang mati

Parameter penunjang
- Pertumbuhan juvenil (panjang dan bobot tubuh)
Untuk mengetahui pertumbuhan udang galah, dilakukan pengukuran
pertambahan panjang dan berat tubuh. Selanjutnya dihitung rata-rata pertumbuhan
hariannya / average daily gaint (ADG) menggunakan rumus;

ADG =

t

⎧ wt ⎫
−1⎬ x 100%

⎩ wo ⎭

keterangan: ADG = rata – rata pertumbuhan harian
wo

= bobot tubuh awal (mg)

wt

= bobot tubuh akhir (mg)

t

= waktu pemeliharaan (hari)

- Uji Kadar Testosteron dalam hemolymph
Uji ini dilakukan dengan menggunakan kit dengan nama Coat a count total

testosteron, diagnostic products corporation Los Angles CA. USA
- Karakterisasi ekstrak teripang
Karakterisasi ini dilakukan melalui dua uji yaitu karakterisasi fisik dan
karakterisasi kimia melalui uji proksimat.
- Kualitas air
Kualitas air yang diamati meliputi suhu, oksigen terlarut (dissolved

oxygen/DO), dan pH.

18

Teknik Pengumpulan Data
Bahan
Ekstrak teripang alami diperoleh dari ekstrak daging teripang pasir, sedangkan
hormon sintetis yang digunakan adalah 17α-metiltestosteron (produk Argent
Chemical Lab. Inc. Redmond WA USA dan aromatase inhibitor (produk WAKO
Pure Chemical Industries Ltd, Jepang).
Hewan uji yang digunakan adalah juvenil udang galah (Macrobrachium

rosenbergii de Man) hasil budidaya di Sukabumi berukuran panjang ± 12 mm.
Selama perlakuan, pakan yang diberikan pada udang berupa pakan buatan. Air
media pemeliharaan dalam bak adaptasi dan bak pengamatan bersalinitas 10 g/kg.
Wadah pemeliharaan udang setelah perlakuan berupa bak plastik bervolume 20 L.
Metode pengukuran
Pada penelitian ini ada beberapa variabel yang diukur menggunakan metode
tertentu (Tabel 1).
Tabel 1. Metode yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian
No
1.

Variabel Penelitian
Jumlah udang jantan

2.

Kelangsungan hidup

3.

Pertumbuhan

4.
5.
6.

Kadar testosteron
Karakterisasi ekstrak teripang
Kualitas air : - oksigen terlarut
- pH
- suhu

Metode Pengukuran
Pengamatan jenis kelamin juvenil
secara morfologis. Jumlah sampel 30
ekor.
Menghitung udang yang mati, dimulai
setelah perlakuan sampai akhir
penelitian.
Diukur mengunakan mistar dan neraca
analitik
Coat a count total testosterone
Diamati secara Fisik dan kimia
DO meter
pH meter
Thermometer

19

Prosedur Pelaksanaan
- Persiapan wadah pemeliharaan
Persiapan wadah meliputi bak adaptasi, bak pengamatan. Bak dicuci agar
bebas dari kotoran dan bakteri yang merugikan, menggunakan kaporit (CaOCl) 10
ppm. Dibilas dengan air bersih, dan dibiarkan sampai 24 jam baru digunakan.
- Persiapan air media pemeliharaan
Mempersiapkan air media pemeliharaan dalam bak adaptasi dan bak
pengamatan bersalinitas 10 g/kg.
- Seleksi juvenil
Seleksi juvenil udang galah dilakukan secara morfologis, berdasarkan ciri-ciri
morfologisnya seperti ukuran panjang, kelengkapan organ, warna tubuh dan umur.
- Pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data
Juvenil udang galah dipelihara dalam bak adaptasi secara massal, selanjutnya
diberi perlakuan perendaman ekstrak teripang sesuai perlakuan yang telah
ditentukan. Kepadatan juvenil dalam wadah pengamatan adalah 60 ekor per 15 L.
Penyiponan dasar bak dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari
sebelum pemberian pakan. Selanjutnya juvenil diberi pakan sesuai dengan jenis dan
dosis yang telah ditentukan.
Jumlah udang dalam bak pengamatan selanjutnya dihitung setiap hari.
Selanjutnya dilakukan perhitungan kelangsungan hidup. Udang dibesarkan selama
30 hari atau sampai dapat dibedakan jenis kelamin serta diamati efek negatif akibat
perlakuan ekstrak teripang. Jenis kelamin berdasarkan pada ciri kelamin sekunder,
yaitu keberadaan appendix masculinus pada kaki renang kedua (Gambar 7).

Gambar 7. Morfologi kaki renang kedua udang galah (Antiporda 1986)

20

- Uji kadar testosteron dalam hemolymph
Uji ini dilakukan dengan menggunakan Kit dengan nama Coat a count total

testosteron, diagnostic products corporation Los Angles CA. USA dengan tujuan
mengukur kadar kolesterol yang telah diberikan melalui perlakuan perendaman
ekstrak teripang dalam air media di dalam serum darah juvenil udang galah jantan
diakhir penelitian (hari ke 30).
- Karakterisasi ekstrak teripang
Karakterisasi ini dilakukan melalui dua uji yaitu karakterisasi fisik berupa
warna, berat, bau serta tekstur dengan dan karakterisasi kimia melalui uji proximat.
Karakterisasi pertama pada saat formulasi ekstrak kasar selesai dibuat, kedua
setelah

ditambah

emulsi

berupa

lesitin

sebesar

5%

dan

sodium

carboxymethylcellulose (cmc) sebesar 10% sebagai stabiliser, dan ketiga setelah
penyimpanan 1 bulan pada suhu 4oC yang telah ditambahkan bahan yang sama.
- Penambahan aditif
Aditif yang diberikan ke dalam ekstrak teripang adalah lesitin dan cmc.
Ekstrak teripang langsung dibuat emulsi dengan lesitin dan cmc, kemudian setelah
tercampur secara merata, ditambahkan pelarut aquades dan kemudian dilakukan
pencampuran hingga merata.
- Analisis data
Untuk mengetahui apakah perlakuan ekstrak memberikan pengaruh nyata
terhadap jumlah udang galah jantan dan survival rate, maka digunakan analisa
keragaman atau uji F sesuai dengan rancangan yang digunakan yaitu rancangan
acak lengkap (RAL) faktorial. Apabila nilai F berbeda nyata (significant) atau
berbeda sangat nyata (highly significant) dilanjutkan dengah uji BNT (beda nyata
terkecil) untuk menemukan perlakuan yang memberikan respon terbaik pada taraf
0,05 (derajat kepercayaan 95%). Data menge