Analisis Ekonomi Wisata Pesisir Kawasan Carocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat

(1)

ANALISIS EKONOMI WISATA PESISIR

KAWASAN CAROCOK PAINAN, KABUPATEN PESISIR

SELATAN, PROVINSI SUMATERA BARAT

KHAIRUNNISA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Ekonomi Wisata Pesisir Kawasan Carocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Khairunnisa


(4)

ABSTRACT

KHAIRUNNISA. Economic Analysis of Coastal Tourism in Carocok Painan, Pesisir Selatan Regency, West Sumatera Province. Supervised by TRIDOYO KUSUMASTANTOand ACHMAD FAHRUDIN

Carocok Painan is one of potential areas for coastal tourism destination in Pesisir Selatan Regency, West Sumatera Province. The area has beautiful beach, coastal resources and historical sites that attract tourists. In the last five years, the number of tourists increases and economic activities related to tourism grow. Increasing tourism economic development raises the question of sustainability of Carocok Painan for tourism economic activities. This study aims to estimate the carrying capacity in Carocok Painan (supply conditions), to estimate the economic value of Carocok Painan (demand conditions), to determine the role of the tourism sector in the economic of West Sumatera Province. The supply conditions based on water quality analysis, the suitability area, ecological carrying capacity and social carrying capacity shows that the Carocok Painan is suitable for coastal tourism. The analysis of demand condition shows that the tourism economic value of Carocok Painan using travel cost method is Rp. 41.521.536.000 per year, while the tourism economic value of Carocok Painan by using contingent valuation method is Rp. 347.756.632 per year. Location quotient analysis indicated that the tourism sector of West Sumatera Province has a value LQ <1, it means that tourism is non base sector. Input-output analysis indicates that the tourism sector has direct forward linkage value about 0,0848 and direct and indirect forward linkage value is 0,5678. Moreover, direct backward linkage value is 0,9152 and direct and indirect backward linkage value is 0,4322. Coefficient of dispersions of the tourism sector is 0,7669. It means that the coefficient of dispersions of the tourism sector is under the average of all economic sectors. Furthermore, sensitivity of dispersions of the tourism sector is 1,3010 which means that the sensitivity of dispersions of the tourism sector is over the average of all economic sectors. Location Quotient and Input-output analysis showed that tourism is nonbase sector, but has relatively important role in regional economic development of West Sumatera Province.

Keywords: Carocok Painan, coastal tourism, non base sector, tourism economic value


(5)

RINGKASAN

KHAIRUNNISA. Analisis Ekonomi Wisata Pesisir Kawasan Carocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat dibimbing oleh TRIDOYO

KUSUMASTANTOdan ACHMAD FAHRUDIN

Carocok Painan merupakan salah satu kawasan yang potensial untuk tujuan wisata pesisir di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Kawasan ini memiliki pantai yang indah, sumberdaya pesisir dan situs sejarah yang dapat menarik wisatawan. Dalam lima tahun terakhir, jumlah wisatawan meningkat dan kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan pariwisata tumbuh. Peningkatan pembangunan ekonomi pariwisata menimbulkan pertanyaan keberlanjutan Kawasan Carocok Painan untuk kegiatan ekonomi pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan daya dukung Kawasan Carocok Painan (kondisi supply), memperkirakan nilai ekonomi Kawasan Carocok Painan (kondisi demand), dan untuk menentukan peran sektor pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Kondisi supply berdasarkan analisis kualitas air, kesesuaian lahan, daya dukung ekologis dan daya dukung sosial menunjukkan bahwa Kawasan Carocok Painan sesuai untuk wisata pesisir. Analisis kondisi demand menunjukkan bahwa nilai ekonomi wisata Kawasan Carocok Painan menggunakan travel cost method adalah Rp. 41.521.536.000 per tahun, sedangkan nilai ekonomi wisata Kawasan Carocok Painan dengan menggunakan contingent valuation method adalah Rp. 347.756.632 per tahun. Analisis location quotient menunjukkan bahwa sektor pariwisata Provinsi Sumatera Barat memiliki nilai LQ<1, artinya pariwisata merupakan sektor non basis. Analisis input-output mengindikasikan bahwa sektor pariwisata memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan sebesar 0,0848 dan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sebesar 0,5678. Selain itu, nilai keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,9152 dan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sebesar 0,4322. Nilai koefisien penyebaran dari sektor pariwisata adalah 0,7669, artinya nilai koefisien penyebaran sektor pariwisata berada di bawah rata-rata koefisien penyebaran seluruh sektor perekonomian. Selanjutnya, nilai kepekaan penyebaran sektor pariwisata adalah 1,3010 yang berarti kepekaan penyebaran sektor pariwisata di atas rata-rata kepekaan penyebaran seluruh sektor ekonomi. Analisis Location quotient dan input-output menunjukkan bahwa pariwisata merupakan sektor non basis, namun memiliki peran cukup penting dalam pembangunan ekonomi Provinsi Sumatera Barat.


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

ANALISIS EKONOMI WISATA PESISIR

KAWASAN CAROCOK PAINAN, KABUPATEN PESISIR

SELATAN, PROVINSI SUMATERA BARAT

KHAIRUNNISA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(8)

(9)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Analisis Ekonomi Wisata Pesisir Kawasan Carocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Karya ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi magister sains di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingannya dalam peyelesaian karya ilmiah ini. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Dr. Ir. Diniah, M.Si selaku penguji luar komisi pada sidang tesis dan Dr. Eva Anggraini, S.Pi., M.Si selaku ketua program studi atas arahan dan saran yang konstruktif. Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasisiswa BPPDN yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menempuh pendidikan pascasarjana di program studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika IPB.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ibunda, Ayahanda, dan saudara serta keluarga besar atas doa, pengorbanan dan dukungan yang tidak ternilai demi kelancaran studi penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga besar UR-IPB, keluarga besar Asrama Riau, dan keluarga besar program studi ESK atas motivasi dan dukungan yang diberikan. Terima kasih kepada semua pihak yang turut andil dalam perolehan dan analisis data hingga karya ilmiah ini rampung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi civitas akademika, peneliti, pemerintah dan juga bagi berbagai pihak dalam pengelolaan wisata pesisir.

Bogor, November 2016


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Ruang Lingkup Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Pariwisata 5

2.2. Wilayah Pesisir 6

2.3. Wisata Pesisir 7

2.4. Sediaan (supply) Wisata 8

2.5. Permintaan (demand) Wisata 9

2.6. Daya Dukung Kawasan 10

2.7. Konsep Nilai Ekonomi Wisata 11

2.8. Peran Ekonomi Sektor Pariwisata 13

2.9. Penelitian Terdahulu 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN 17

3.1. Kerangka Teori 17

3.2. Kerangka Penelitian 19

IV. METODOLOGI PENELITIAN 21

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 21

4.2. Metode Penelitian 21

4.3. Jenis dan Sumber Data 22

4.4. Metode Pengambilan Contoh 22

4.5. Metode Analisis Data 23

4.5.1. Kondisi Sediaan (Supply) 23

4.5.2. Kondisi Permintaan (Demand) 24

4.5.3. Peran Ekonomi Sektor Pariwisata 26

4.6. Batasan Penelitian 29

V. KONDISI UMUM KAWASAN CAROCOK PAINAN 31

5.1. Letak Geografis 31

5.2. Kondisi Ekologi 31

5.3. Kondisi Geologi dan Oceanografi 32

5.4. Kondisi Penduduk 33

5.4.1. Jumlah dan Komposisi Penduduk 33

5.4.2. Prasarana dan Sarana 34

5.5. Kondisi Perekonomian 36


(12)

VI. PENILAIAN EKONOMI WISATA PESISIR 46

6.1. Kondisi Sediaan (Supply) 46

6.1.1.Daya Dukung Ekologis 46

6.1.2. Daya Dukung Sosial 47

6.2. Kondisi Permintaan (Demand) 49

6.2.1. Karakteristik Responden Wisatawan 49

6.2.2. Persepsi Wisatawan tentang Kawasan Carocok Painan 53 6.2.3. Karakteristik Responden Masyarakat Lokal 54 6.2.4. Persepsi Masyarakat tentang Kawasan Carocok Painan 57 6.2.5. Nilai Ekonomi Wisata Kawasan Carocok Painan 58 6.2.5.1. Pendekatan Travel Cost Method 58 6.2.5.2. Pendekatan Contingent Valuation Method 61

6.3. Peran Ekonomi Sektor Pariwisata 63

6.3.1. Pendekatan Location Quotient 63

6.3.1.1. LQ Kabupaten Pesisir Selatan 63

6.3.1.2. LQ Provinsi Sumatera Barat 65

6.3.2. Pendekatan Input-Output 66

6.3.2.1. Analisis Keterkaitan 68

6.3.2.2.Analisis Dampak Penyebaran 70

6.4. Implikasi Kebijakan dan Arahan Strategi Pengelolaan Optimal

Kawasan Carocok Painan 71

VII. SIMPULAN DAN SARAN 74

7.1. Simpulan 74

7.2. Saran 74

DAFTAR PUSTAKA 75

LAMPIRAN 81


(13)

DAFTAR TABEL

1. Jumlah Pengunjung Kawasan Carocok Painan Tahun 2007-2013 2

2. Penelitian Terdahulu 16

3. Jenis dan Sumber Data 22

4. Matriks Analisis Daya Dukung Sosial Kegiatan Wisata Pesisir 23 5. Jumlah Penduduk Nagari Painan Selatan Menurut Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin Tahun 2013 33

6. Sarana Pendidikan di Kecamatan IV Jurai 34

7. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan IV Jurai 34

8. Jumlah dan Jenis Tempat Ibadah di Kecamatan IV Jurai 35

9. Jenis dan Panjang Jalan di Kecamatan IV Jurai 36

10. Jumlah Jembatan Menurut Nagari dan Kondisinya 36

11. Kualitas Perairan Kawasan Carocok Painan 39

12. Indeks Kesesuaian Wisata kategori Rekreasi Pantai 41

13. Daya Dukung Ekologis Kawasan Carocok Painan 46

14. Daya Dukung Sosial Kawasan Carocok Painan 47

15. Hasil Analisis Regresi Tingkat Kunjungan Kawasan Carocok Painan 59 16. Hasil Analisis Regresi WTP Kawasan Carocok Painan 62 17. Nilai Location Quotient Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2009-2013 64 18. Nilai Location Quotient Provinsi Sumatera BaratTahun 2009-2013 65 19. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Konstan

(2000) Tahun 2007 – 2013 (juta rupiah 67

20. Keterkaitan ke Depan Sektor Ekonomi Provinsi Sumatera Barat 69 21. Keterkaitan ke Belakang Sektor Ekonomi Provinsi Sumatera Barat 70 22. Koefisien Penyebaran dan Kepekaan Penyebaran Sektor Ekonomi

Provinsi Sumatera Barat 71

23. Rangkuman Hasil Analisis Ekonomi Wisata Pesisir Kawasan Carocok

Painan 72


(14)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran Penelitian 20

2. Peta Lokasi Penelitian 21

3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2009-2013 37 4. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pesisir Selatan menurut Sektor

Ekonomi Tahun 2013 38

5. Peta Kesesuaian Wisata 43

6. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Jenis Kelamin 49 7. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Kelompok Umur 50 8. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Pendidikan 50 9. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Mata Pencaharian 51 10. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Pendapatan 51 11. Karakteristik Wisatawan berdasarkan Daerah Asal 52 12. Persepsi Wisatawan terhadap Daya Tarik Kawasan Carocok Painan 53 13. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Wisata: Akses, Fasilitas, Kebersihan

dan Keamanan 53

14. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Jenis Kelamin 54

15. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Umur 55

16. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Pendidikan 55 17. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Mata Pencaharian 56 18. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Pendapatan 56 19. Karakteristik Masyarakat berdasarkan Lama Tinggal 57 20. Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kawasan Carocok Painan 57 21. Persepsi Masyarakat terhadap Kondisi Lingkungan 58

22. Kurva WTP Responden 61

23. Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pariwisata Provinsi Sumatera Barat Tahun


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Indikator Skoring Masing-masing Atribut Penilaian Sosial 83

2. Data Responden Wisatawan 86

3. Data Responden Masyarakat Lokal 89

4. Transformasi Fungsi Logaritma Travel Cost Method 92

5. Hasil Analisis Regresi Travel Cost Method 94

6. Transformasi Fungsi Logaritma Contingent Valuation Method 95 7. Hasil Analisis Regresi Contingent Valuation Method 98 8. PDRB Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2009-2013 atas Dasar Harga

Konstan 2000 (Jutaan Rupiah) 99

9. PDRB Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009-2013 atas Dasar Harga

Konstan 2000 (Jutaan Rupiah) 101

10. PDRB Indonesia Tahun 2009-2013 atas Dasar Harga Konstan 2000

(Jutaan Rupiah) 103


(16)

(17)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia (1,9 juta km2) tersebar pada sekitar 17.500 an buah pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas (sekitar 5,8 juta km2) (Dahuri 2003). Indonesia memiliki panjang pantai sekitar 95.181 km yang merupakan urutan keempat terpanjang di dunia setelah Kanada, Amerika, dan Rusia (PBB 2008).

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki sumberdaya alam yang melimpah baik yang dapat diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui, seperti hutan, laut, serta sumberdaya fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan sebagainya. Sumberdaya tersebut tidak hanya dimanfaatkan untuk diambil ekstraknya namun juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan wisata, seperti wisata pesisir, air terjun, gunung, dan sebagainya. Disamping itu, Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat serta sejarah yang sangat menarik untuk dimanfaatkan sebagai obyek wisata.

Potensi wisata bahari di wilayah kepulauan Indonesia sangat besar, sehingga dapat memberikan peluang dalam peningkatan ekonomi bangsa. Potensi tersebut juga terdapat pada pulau-pulau kecil di Indonesia. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 20 tahun 2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya, Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta ekosistemnya. Pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya adalah kumpulan pulau kecil beserta perairannya yang memiliki kesatuan ekologis dan/atau ekonomis. Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan untuk kepentingan pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan budaya dengan berbasis masyarakat dan secara berkelanjutan. Pemanfaatan tersebut harus memperhatikan aspek:

a. Keterpaduan antara kegiatan pemerintah dengan pemerintah daerah, antar-pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya;

b. Kepekaan/kerentanan ekosistem suatu kawasan yang berupa daya dukung lingkungan, dan sistem tata air suatu pulau kecil;

c. Ekologis yang mencakup fungsi perlindungan dan konservasi; d. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat;

e. Politik yang mencakup fungsi pertahanan, keamanan, dan kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia;

f. Teknologi ramah lingkungan;

g. Budaya dan hak masyarakat adat, masyarakat lokal, serta masyarakat tradisional.

Kawasan pesisir umumnya mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir yang beragam dan melimpah, sehingga bermanfaat dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti tempat mencari ikan, pemukiman, dan tempat wisata atau rekreasi. Pemanfaatan kawasan pesisir memberikan dampak yang berbeda terhadap sumberdaya yang ada maupun sosial masyarakat. Salah satu bentuk pemanfaatannya adalah untuk kegiatan wisata. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda 2007).

Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu dari 19 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat yang terletak di bagian selatan Provinsi Sumatera


(18)

Barat dengan Ibukota Painan (BPS 2015). Salah satu kawasan pesisir yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan yang berpotensi dijadikan kawasan wisata adalah Kawasan Carocok Painan yang terletak di sebelah barat Kota Painan. Kawasan Carocok Painan memiliki topografi pantai yang cukup landai yang menyebabkan ombak laut yang tidak terlalu beriak, serta keadaan perairan laut yang masih bersih, dengan airnya yang berwarna biru dan hamparan pasir putih. Di samping itu, Kawasan Carocok Painan juga memiliki potensi wisata rekreasi seperti banana boat, jet ski dan lain-lain serta wisata sejarah yakni dengan adanya benteng peninggalan Portugis dan prasasti Madame Van Kempen.

Tabel 1 Jumlah Pengunjung Kawasan Carocok Painan Tahun 2007-2013 Tahun

Wisatawan Mancanegara

(Orang)

Wisatawan Nusantara

(Orang)

Jumlah (Orang)

Persentase Perkembangan

(%)

2007 229 28.291 28.520 2,3

2008 388 82.132 82.520 6,6

2009 317 13.333 13.650 1,1

2010 357 110.906 111.263 8,9

2011 431 116.127 116.558 9,3

2012 476 306.670 307.146 24,6

2013 577 587.056 587.633 47,1

Sumber: DISPAREKRAF (2014)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun pengunjung Kawasan Carocok Painan berfluktuasi baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa jumlah pengunjung yang berwisata semakin meningkat, yakni dapat dilihat pada kurun tahun 2010-2013. Hal ini menunjukkan bahwa potensi Kawasan Carocok Painan sebagai kawasan wisata sudah dikenal oleh wisatawan baik nusantara maupun mancanegara.

Mengingat besarnya potensi sumberdaya yang dimiliki Kawasan Carocok Painan untuk wisata pesisir maka penting untuk dilakukan penelitian yang menganalisis tentang daya dukung kawasan (kondisi supply). Selanjutnya untuk mengetahui kondisi demand, penilaian ekonomi wisata pesisir perlu dilakukan, hal ini penting untuk mengetahui seberapa besar permintaan terhadap wisata pesisir pada kawasan ini dan untuk menunjukkan keseimbangan aktivitas pariwisata di Kawasan Carocok Painan. Disamping itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui peran pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Diharapkan dari penelitian ini dapat menghasilkan arahan kebijakan dalam rangka pengembangan wisata pesisir di Kawasan Carocok Painan dan Provinsi Sumatera Barat.

1.2. Perumusan Masalah

Jumlah pengunjung Kawasan Carocok Painan yang cenderung meningkat setiap tahunnya menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas wisata. Peningkatan aktivitas wisata mengakibatkan peningkatan beban lingkungan sehingga mengancam keberlanjutan sumberdaya. Oleh sebab itu, perlu dikaji bagaimana kondisi permintaan (demand) wisata, agar dapat diketahui nilai ekonomi pemanfaatan wisata di kawasan ini. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperkirakan nilai daya dukung kawasan. Daya dukung kawasan


(19)

tersebut merupakan kondisi sediaan (supply)yang berfungsi sebagai target jumlah wisatawan yang dapat berkunjung ke Kawasan Carocok Painan. Agar permintaan wisata dapat berkelanjutan maka jumlah wisatawan yang berkunjung harus lebih kecil atau sama dengan daya dukung kawasan, karena jika jumlah wisatawan lebih besar dari daya dukung maka akan mengganggu keseimbangan ekosistem yang berada di kawasan tersebut. Disamping itu, perlu dikaji bagaimana peran ekonomi sektor pariwisata di Provinsi Sumatera Barat, apakah sejauh ini pariwisata merupakan sektor basis atau non basis dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat.

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan permasalahan yang perlu menjadi perhatian dan fokus kajian adalah:

1. Bagaimana nilai daya dukung kawasan Carocok Painan sebagai kondisi sediaan (supply)dalam pengembangan wisata pesisir?

2. Bagaimana nilai ekonomi wisata Kawasan Carocok Painan sebagai kondisi permintaan (demand)dalam pengembangan wisata pesisir?

3. Bagaimana peran pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat? 1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian berjudul Analisis Ekonomi Wisata Pesisir Kawasan Carocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat ini mengkaji tentang kondisi supply, kondisi demand dan peran ekonomi sektor pariwisata. Secara lebih rinci penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengestimasi nilai daya dukung kawasan Carocok Painan sebagai kondisi sediaan (supply) dalam pengembangan wisata pesisir.

2. Mengestimasi nilai ekonomi wisata Kawasan Carocok Painan sebagai kondisi permintaan (demand)dalam pengembangan wisata pesisir.

3. Mengetahui peran pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat dan implikasi kebijakan dalam pengembangan ekonomi wisata.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup Kawasan Carocok Painan yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas Pantai Carocok Painan, Pulau Cingkuk, dan Pulau Batu Kereta. Penelitian yang dilakukan meliputi daya dukung kawasan sebagai kondisi supply, kondisi demand, dan peran pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Penghitungan daya dukung kawasan meliputi pengukuran kualitas air, daya dukung kawasan (ekologis dan sosial) dan kesesuaian wisata. Pengukuran nilai ekonomi wisata dilakukan secara parsial pada direct use value dan tidak pada total economic value. Penentuan peran ekonomi wisata dilakukan dengan menggunakan data sekunder tidak hanya Kabupaten Pesisir Selatan, namun juga Provinsi Sumatera Barat secara keseluruhan.


(20)

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai wisata pesisir.

2. Memberikan informasi mengenai daya dukung Kawasan Carocok Painan untuk wisata pesisir, potensi ekonomi wisata pesisir dan peran pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat.

3. Memberikan rekomendasi bagi pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan dalam pengelolaan dan pengembangan wisata pesisir di Kawasan Carocok Painan di masa mendatang.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata

Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda 2007). Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

Masih berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Selanjutnya kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.

Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan menjadi tiga (META 2002), yaitu:

1. Wisata Alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.

2. Wisata Budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.

3. Ekowisata (ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan.

World Travel and Tourism Council (2016) menyatakan bahwa pariwisata memberikan kontribusi langsung untuk Produk Domestik Bruto (PDB) dunia dan kesempatan kerja pada tahun 2015 sebesar masing-masing US$ 2,2 trilyun dan 108 juta tenaga kerja. Seluruh sub-wilayah di dunia mengalami pertumbuhan sektor Pariwisata pada PDB tahun 2015, dengan Asia Tenggara mengalami pertumbuhan terkuat yakni 7,9%, selanjutnya Asia Selatan 7,4%. Diikuti oleh Timur Tengah 5,9%, Karibia 5,1%, Sub-Sahara Afrika 3,3%, Amerika Utara 3,1%, Eropa 2,5%, Asia Timur Laut 2,1%, Amerika Latin 1,5% dan Afrika Utara 1,4%.

Penting untuk dicatat bahwa industri pariwisata didasarkan pada pengunjung dan tempat wisata serta interaksi antara mereka. Industri ini sangat peka terhadap kondisi sosial dan fisik dari lingkungan Hidup (Hanafiah dan Harun 2010). Spenceley (2010) menyatakan bahwa industri pariwisata menghadapi berbagai tantangan keberlanjutan, seperti manipulasi sumberdaya, ketidakpastian ekonomi, dan perubahan permintaan wisata. Untuk alasan ini juga, pemangku kebijakan pariwisata harus mempromosikan dan mempersiapkan inovasi dan ketahanan terhadap masyarakat lokal dan area wisata.


(22)

2.2. Wilayah Pesisir

Menurut Amanah et al. (2005) wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem laut dan daratan. Ada tiga pengertian tentang batas wilayah pesisir yaitu:

(1) Ekologis: kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses kelautan, seperti pasang surut; dan ke arah laut dipengaruhi oleh proses daratan seperti sedimentasi.

(2) Administratif: batas terluar sebelah hulu dari Kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk Provinsi.

(3) Perencanaan: bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir, misalnya: pencemaran dan sedimentasi suatu kawasan darat dimana dampak pencemaran dan sedimentasi yang ditimbulkan memberikan dampak di kawasan pesisir. Jika membahas tentang pengelolaan hutan mangrove, maka yang disebut pesisir adalah: batas terluar bagian hulu kawasan mangrove.

Menurut Dahuri (2003) ekosistem perairan laut dapat dibagi menjadi dua, yaitu perairan laut pesisir, yang meliputi daerah paparan benua, dan laut lepas atau laut oseanik. Penetapan batas wilayah pesisir sampai saat ini belum ada defenisi yang baku, namun ada kesepakatan dunia bahwa wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Ditinjau dari garis pantai (coastline), suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar dengan garis pantai (long-shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore).

Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara darat dan laut yang ditandai dengan keanekaragaman hayati yang kaya dan termasuk beberapa ekosistem paling rapuh di bumi, seperti bakau dan terumbu karang. Disamping itu, wilayah pesisir berada di bawah tekanan penduduk yang tinggi karena proses urbanisasi yang cepat. Mayoritas penduduk dunia saat ini hidup di wilayah pesisir yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan dan pariwisata menyajikan kegiatan ekonomi utama di daerah (Lakshmi et al. 2015).

Menurut Bengen (2001), secara prinsip ekosistem pesisir mempunyai 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu: (1) penyedia sumberdaya alam yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak langsung (hayati dan non hayati); (2) penerima limbah; (3) penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, seperti air bersih dan ruang yang diperlukan manusia; (4) penyedia jasa-jasa kenyamanan, yakni sebagai tempat rekreasi.

GESAMP (2001) menyatakan ekosistem Laut dan pesisir merupakan barang ekonomi yang nyata dan memberikan jasa yang memiliki nilai, seperti sebagai penawar dan asimilasi limbah, perlindungan dari badai, produksi pangan, bahan baku, fasilitas rekreasi, sumberdaya genetik, dan kesempatan kerja. Nilai global barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem laut dan pesisir kira-kira dua kali lipat dari nilai yang disediakan oleh ekosistem darat, dan sebanding dengan tingkat GDP global.

Menurut Bengen (2001) manfaat ekonomi pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut:

1. Spesies penting: didasarkan pada tingkat dimana spesies penting komersial tergantung pada lokasi.


(23)

2. Kepentingan perikanan: didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung pada lokasi dan ukuran hasil perikanan.

3. Bentuk ancaman: didasarkan pada luasnya perubahan pola pemanfaatan yang mengancam keseluruhan nilai lokasi bagi manusia.

4. Manfaat ekonomi: didasarkan pada tingkat dimana perlindungan lokasi akan berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang.

5. Pariwisata: didasarkan pada nilai keberadaan atau potensi lokasi untuk pengembangan pariwisata.

Meningkatnya ancaman terhadap ekosistem pesisir dan laut dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan kualitas dan kuantitas diversitas organisme. Ancaman yang terjadi dapat berupa dampak pengembangan industri yang tidak mengedepankan konsep kelestarian lingkungan. Polusi benda padat, cair, dan gas secara tidak langsung dapat menyebabkan perubahan kesetimbangan ekosistem laut (Sihasale, 2013).

Pembangunan di pesisir dan laut yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut. Dalam aktivitas ini sering dilakukan perubahan pada sumberdaya alam sehingga memberikan pengaruh pada lingkungan. Semakin tinggi laju pembangunan, maka semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya alam dan perubahan yang terjadi pada lingkungan. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan sistem ekologi pesisir dan laut perlu diperhatikan kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri (Bengen 2001).

2.3. Wisata Pesisir

Hall (2001) menyatakan bahwa konsep pariwisata pesisir (coastal tourism) atau pariwisata bahari (marine tourism) meliputi hal-hal yang terkait dengan kegiatan wisata, leisure dan rekreasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan perairan laut (pariwisata pesisir dan laut; PPL). Menurut Kusumastanto (2003) obyek utama yang menjadi potensi pariwisata bahari adalah wisata pantai (seaside tourism), wisata alam (pantai), wisata budaya (cultural tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata alam (ecotourism), dan wisata olahraga (sport tourism), wisata bisnis (bisnis tourism).

WTO (2004) menyatakan bahwa hampir tiga per empat daerah destinasi wisata dunia adalah daerah pesisir. Menurut Tambunan (2013) kegiatan pariwisata memang memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah dan dapat menyerap tenaga kerja, namun disisi lain aktivitas pariwisata memberikan tekanan lingkungan. Berbagai aktivitas wisata akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan pesisir. Kemampuan pesisir untuk mendukung aktivitas wisatawan memiliki batasan toleransi, pemanfaatan yang melebihi daya dukung akan menyebabkan degradasi lingkungan.

Pariwisata merupakan salah satu industri terbesar di dunia, sementara wisata pesisir adalah bentuk pariwisata yang paling cepat berkembang, dengan peningkatan yang ditandai selama satu dekade terakhir. Pentingnya ekonomi pariwisata pesisir tidak bisa dibantah, karena merupakan salah satu sumber utama pendapatan bagi banyak negara dan wilayah. Hal ini mengakibatkan dampak sosial-budaya, ekonomi, fisik dan lingkungan di banyak wilayah pesisir, yang terutama rentan terhadap tekanan yang berhubungan dengan pertumbuhannya.


(24)

Masyarakat mendapatkan keuntungan dari pariwisata melalui peningkatan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dari pajak, devisa, pengembangan infrastruktur dan lain-lain. Pariwisata berkelanjutan dapat meningkatkan revitalisasi tradisi budaya dan sejarah dengan regenerasi kesenian dan kerajinan tradisional. Hal ini dapat merangsang perasaan bangga dengan warisan lokal dan nasional serta menciptakan minat konservasi (UNEP 2009).

2.4. Sediaan (supply) Wisata

Perencanaan dan pengembangan kegiatan wisata pada suatu wilayah memang perlu mengusahakan keterpaduan antar dua komponen utama pengembangan yaitu sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side). Pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan yang sangat mendasar, karena pada hakikatnya perencanaan dan pengembangan suatu obyek dan daya tarik wisata tidak lain ditujukan untuk menarik kunjungan wisatawan ke suatu obyek. Pengembangan yang akan dilakukan harus memperhatikan dan mendasarkan pada kajian terhadap kesesuaian antara karakteristik sisi penawaran obyek wisata dengan karakteristik sisi permintaan pengunjung. Kesesuaian antara supply dan demand akan berdampak pada kepuasan wisatawan yang pada akhirnya mampu menciptakan nilai jual dan meningkatkan daya saing obyek wisata (Cravens et al. 1997).

Analisis sediaan wisata diperlukan untuk mencapai suatu pengelolaan area wisata yang baik, hal ini karena kompleksnya komponen yang ada dalam sistem kepariwisataan. Analisis tersebut akan memberikan informasi kepada publik tentang kemungkinan pengembangan yang akan dijadikan tempat-tempat wisata (Gold 1980 dalamMaryadi 2003).

Mill (2000) menjelaskan dimensi pariwisata ada empat, yaitu: 1. Atraksi:

 Sumber alam, iklim, keindahan alam

 Budaya, cara hidup, tempat bersejarah, agama, transisi  Etnisitas

 Hiburan 2. Fasilitas:

 Tempat menginap, hotel, motel, resort  Tempat makan minum

 Pelayanan pendukung: toko cinderamata laundry, pramuwisata, fasilitas rekreasi

 Infrastrutktur: fasilitas kesehatan, stasiun kereta api dan bis, listrik, drainase, jalan, kantor polisi.

3. Transportasi 4. Keramah-tamahan.

Menurut Medlik, 1980 dalamAriyanto (2005), ada empat aspek (4A) yang harus diperhatikan dalam sediaan wisata. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:

1. Attraction (daya tarik); daerah tujuan wisata (DTW) untuk menarik wisatawan pasti memiliki daya tarik, baik daya tarik berupa alam maupun masyarakat dan budaya.


(25)

2. Accesible (transportasi); accesible dimaksudkan agar wisatawan domestik dan mancanegara dapat dengan mudah dalam pencapaian tujuan ke tempat wisata. 3. Amenities (fasilitas); amenities memang menjadi salah satu syarat daerah

tujuan wisata agar wisatawan nyaman tinggal lebih lama di DTW.

4. Ancillary (kelembagaan); jika ada lembaga pariwisata, wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari DTW apabila di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi.

2.5. Permintaan (demand) Wisata

Perjalanan wisata merupakan kegiatan manusia yang memiliki kebutuhan, keinginan, harapan yang berbeda-beda setiap orang. Mengadakan perjalanan wisata dimungkinkan karena ada faktor uang yang dapat digunakan secara bebas (disposable income), tersedianya waktu senggang (leisure time) pada saat kesehatan mendukung serta adanya kemauan untuk melakukan perjalanan (Yoeti 2008). Unsur-unsur penting dalam permintaan wisata adalah wisatawan dan penduduk lokal yang menggunakan sumberdaya (produk dan jasa) wisata (Damanik dan Weber 2006).

Preferensi dan anggaran individu merupakan faktor penentu permintaan terhadap pariwisata. Individu akan mempertimbangkan menghabiskan sejumlah uang untuk pengeluaran liburan/wisata atau mengkonsumsi barang dan jasa lain. Ukurannya tergantung pada jumlah jam kerja yang terbayar per periode waktu (pasokan tenaga kerja), dan penghasilan dikenakan pajak yang tersedia untuk pembelian barang dan jasa. Individu akan mengalami pilihan (trade off) antara waktu yang terbayar untuk bekerja dengan waktu yang tak terbayar. Beberapa orang akan memilih memperoleh lebih banyak pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan yang dibayar, sementara yang lain lebih memilih lebih banyak waktu yang tak terbayar untuk kegiatan rekreasi atau rumah tangga dan oleh karena itu akan menghabiskan waktu tak terbayar daripada waktu yang terbayar untuk bekerja. Jika individu memilih waktu yang terbayar untuk bekerja, tingkat pendapatan akan naik tetapi akan mengorbankan waktu luang dan rumah tangga. Sebaliknya, jika individu memilih waktu luang maka akan mengurangi pendapatan. Bagaimanapun, waktu luang untuk melepas ketegangan melalui kegiatan rekreasi (pariwisata) diperlukan sehingga antara waktu luang dengan pendapatan diperhitungkan sebagai biaya korbanan (opportuinity cost) (Cooper 2008 dalam Stabler et al. 2010).

Yoeti (2008) menyatakan terdapat dua faktor penentu permintaan pariwisata yakni : 1) general demand factors: merupakan faktor secara umum permintaan terhadap barang dan jasa industri pariwisata tergantung antara lain oleh purchasing power, demographic structure and trends, social and cultural factors, travel motivations and attitudes, serta opportunities to travel dan tourism marketing intensity. 2) factors determining spesific demand: merupakan faktor secara khusus yang menentukan permintaan terhadap daerah tujuan wisata yakni diantaranya harga, daya tarik wisata, kemudahan berkunjung, informasi dan layanan sebelum kunjungan, serta citra.


(26)

2.6. Daya Dukung Kawasan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik (makhluk hidup) yang terkandung di dalamnya, dengan tetap memperhitungkan faktor lingkungan dan faktor lainnya yang berperan di alam. Tidak ada satu ukuran mutlak yang dapat menunjukkan daya dukung ekosistem dalam menampung semua kegiatan manusia karena berbagai variabel yang menentukan. Besarnya daya dukung ekosistem tersebut sangat bervariasi dan sangat tergantung pada tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia.

Menurut Dahuri (2001) daya dukung suatu wilayah ditentukan oleh: 1) kondisi biogeofisik wilayah, dan 2) permintaan manusia, sumberdaya alam, dan jasa lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Daya dukung wilayah pesisir dapat ditentukan/diperkirakan dengan cara menganalisis: 1) variabel kondisi biogeofisik yang menyusun kemampuan wilayah pesisir dalam memproduksi/menyediakan sumberdaya alam dan jasa lingkungan; 2) variabel sosial-ekonomi-budaya yang menentukan kebutuhan manusia yang tinggal di wilayah pesisir tersebut atau yang tinggal di luar wilayah pesisir, tetapi berpengaruh terhadap perubahan sumberdaya alam dan jasa lingkungan di wilayah tersebut.

Nurisyah (2001) menyatakan bahwa kemampuan daya dukung setiap kawasan berbeda-beda sehingga perencanaan pariwisata di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil secara spasial akan bermakna dan menjadi penting. Secara umum ragam daya dukung wisata bahari dapat meliputi:

1. Daya dukung ekologis, yang merupakan tingkat maksimal penggunaan suatu kawasan.

2. Daya dukung fisik, yang merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodir tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas. Daya dukung fisik diperlukan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung.

3. Daya dukung sosial, yang merupakan batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan yang akan menimbulkan penurunan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan pengunjung kawasan tujuan wisata.

4. Daya dukung rekreasi, yang merupakan konsep pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai obyek yang terkait dengan kemampuan kawasan.

UNEP (2009) menyatakan bahwa pariwisata yang melebihi daya dukung sering menciptakan banyak dampak negatif terhadap lingkungan serta masyarakat setempat. Penyerapan keuntungan keuangan oleh investor asing dan pemasok dapat mengakibatkan tidak adanya manfaat bagi masyarakat setempat, yang dikenal sebagai 'efek kebocoran'. Dampak negatif dari pariwisata pada gaya hidup tradisional dan adat istiadat setempat adalah berupa terjadinya erosi nilai-nilai sosial budaya tradisional dan hilangnya identitas penduduk setempat.


(27)

2.7. Konsep Nilai Ekonomi Wisata

Nilai merupakan harga yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan (Fauzi 2004).

Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis dari ekosistem atau sumberdaya alam akan dapat diterjemahkan ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter dari barang atau jasa. Misalnya, apabila suatu ekosistem pantai atau perairan mengalami kerusakan akibat polusi, maka nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan dapat diukur dari keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali menjadi seperti semula atau kondisi sebelum terjadinya pencemaran (Fauzi 2004).

Travel Cost Method (TCM)

Menurut Fauzi (2014) Travel Cost Method (TCM) atau metode biaya perjalanan merupakan metode penilaian terungkap yang digunakan untuk menilai manfaat non-guna berdasarkan perilaku yang diamati yakni pengeluaran individu untuk perjalanan. TCM biasanya digunakan untuk menilai komponen non-guna dari tempat rekreasi dan komponen yang diamati adalah perjalanan ke tempat rekreasi yang dikeluarkan seseorang. TCM awalnya dikembangkan dari surat Harold Hotelling yang dikirim ke badan pertamanan Amerika pada tahun 1947 yang kemudian secara formal dikembangkan oleh Wood dan Trice (1958) serta Clawson dan Knetsch (1966). Model TCM formal yang sekarang dikenal lebih didasarkan pada model Clawson dan Knetsch, sehingga model TCM juga sering dikenal sebagai model Clawson-Knetsch.

Konsep dasar dari TCM adalah waktu dan pengeluaran biaya perjalanan (travel cost expenses) yang harus dibayarkan oleh para pengunjung untuk mengunjungi tempat wisata yang merupakan harga untuk akses ke tempat wisata (Garrod dan Willis 1999). Selanjutnya menurut Shammin (1999) dalam Fauzi (2014) prinsip dasar TCM adalah teori permintaan konsumen dimana nilai yang diberikan seseorang pada lingkungan (atribut yang tidak terpasarkan) dapat disimpulkan dari biaya yang dikeluarkan ke lokasi yang dikunjungi. Asumsi mendasar dari TCM adalah bahwa perjalanan dan tempat rekreasi bersifat komplementari lemah (weak complementary), sehingga nilai tempat rekreasi dapat diukur dari biaya perjalanan.

Menurut Fauzi (2004) metode TCM dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat dari : (i) perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi; (ii) penambahan tempat rekreasi baru; (iii) perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi; dan (iv) penutupan tempat rekreasi yang ada. Tujuan dasar TCM adalah ingin mengetahui nilai kegunaan dari sumberdaya alam melalui pendekatan proxy. Dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya alam tersebut.

Menurut Haab dan McConnel (2002), agar penilaian terhadap sumberdaya alam melalui TCM tidak bias, fungsi permintaan harus dibangun dengan asumsi dasar: (1) biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga dari rekreasi; (2) waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan


(28)

utilitas maupun disutilitas; (3) perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multitrips).

Secara umum ada dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM, yaitu : (i) pendekatan sederhana melalui zonasi; dan (ii) pendekatan individual. Pendekatan TCM melalui zonasi adalah pendekatan yang relatif simpel dan murah karena data yang diperlukan relatif lebih banyak mengandalkan data sekunder dan beberapa data sederhana dari responden pada saat survei. Dalam teknik ini, tempat rekreasi pantai dibagi dalam beberapa zona kunjungan dan diperlukan data jumlah pengunjung pertahun untuk memperoleh data kunjungan per seribu penduduk. Dengan memperoleh data ini dan data jarak, waktu perjalanan, serta biaya setiap perjalanan per satuan jarak (per km), maka akan diperoleh biaya perjalanan secara keseluruhan dan kurva permintaan untuk kunjungan ke tempat wisata (Fauzi 2004).

Penelitian dengan menggunakan metode biaya perjalanan individu (Individual Travel Cost Method) biasanya dilaksanakan melalui survey kuesioner pengunjung mengenai biaya perjalanan yang harus dikeluarkan ke lokasi wisata, kunjungan ke lokasi wisata yang lain (substitute sites), dan faktor-faktor sosial ekonomi (Suparmoko 1997). Selanjutnya Fauzi (2004) menyatakan bahwa TCM berdasarkan pendekatan individual menggunakan data yang sebagian besarnya berasal dari kegiatan survei di lapangan. Metodologi pendekatan TCM individu secara prinsip sama dengan sistem zonasi, namun pada pendekatan ini analisis lebih didasarkan pada data primer yang diperoleh melalui survei dan teknik statistika yang relatif kompleks. Kelebihan dari metode TCM dengan pendekatan individu adalah hasil yang diperoleh relatif akurat daripada metode zonasi.

Contingent Valuation Method (CVM)

Menurut Haab dan McConnell (2002) Contingent Valuation Method adalah sebuah metode dalam mengumpulkan informasi mengenai preferensi atau kesediaan membayar (Willingness to Pay) dengan teknik pertanyaan secara langsung. Tujuan dari CVM adalah untuk mengukur keinginan membayar individu (WTP) untuk perubahan kuantitas atau kualitas dari barang dan jasa lingkungan.

Pendekatan CVM disebut contingent (tergantung) karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun. Misalnya, seberapa besar biaya yang harus ditanggung, bagaimana pemeliharaannya, dan lain sebagainya. Pendekatan CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan permainan. Kedua, dengan teknik survei. CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui: (1) keinginan membayar (WTP) dari masyarakat, misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan (air, udara, dan lainnya; dan (2) keinginan menerima (WTA) kerusakan suatu lingkungan perairan (Fauzi, 2004).

CVM secara umum lebih memberikan penekanan terhadap nilai pentingnya suatu barang dibandingkan dengan nilai barang yang sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk mengeliminasi beberapa pilihan kebijakan dan menawarkan informasi penting dalam penentuan keputusan. Secara umum analisis CVM melibatkan tiga tahapan utama, yakni 1) identifikasi barang dan jasa yang akan dievaluasi, 2) konstruksi skenario hipotetik, dan 3) elisitasi nilai moneter (Pearce et al 2006 dalamFauzi 2014).


(29)

Hanley dan Spash (1993) menyebutkan bahwa langkah-langkah dalam penggunaan CVM terdiri dari enam langkah, yaitu:

1. Menyusun hypothetical market

2. Penentuan besarnya penawaran/lelang (bid) 3. Menghitung rataan WTP dan/atau WTA 4. Menduga kurva penawaran

5. Menjumlahkan data

6. Mengevaluasi perhitungan CVM.

2.8.Peran Ekonomi Sektor Pariwisata

Location Quotiet (LQ)

Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu wilayah terbagi ke dalam dua sektor utama, yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Ekspor sektor basis dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di daerah tersebut terhadap barang-barang yang tidak bergerak, seperti tempat-tempat wisata, peninggalan sejarah, museum dan sebagainya. Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor barang dan jasa juga tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal (Glasson, 1977 dalam Maulida 2009).

Menurut Budiharsono (2001), untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu: 1. Metode pengukuran langsung

Metode pengukuran langsung dapat dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi metode ini memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak.

2. Metode pengukuran tidak langsung  Metode pendekatan asumsi

Semua sektor industri primer dan manufaktur adalah sektor basis. Sedangkan sektor jasa adalah non basis. Pada wilayah tertentu yang luasnya relatif kecil dan tertutup, maka metode ini cukup baik bila digunakan. Akan tetapi pada banyak kasus, dalam suatu kelompok industri bisa merupakan sektor basis juga merupakan sektor non basis.

 Metode Location Quotient (LQ)

Metode LQ merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional.

 Metode kombinasi

Metode kombinasi antara pendekatan asumsi dan metode LQ.  Metode kebutuhan minimum


(30)

Metode kebutuhan minimum melibatkan penyeleksian sejumlah wilayah yang sama dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi minimun dari tenaga kerja regional bukannya distribusi rata-rata.

Pada metode LQ sektor basis dan non basis ditentukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah atasnya. Asumsi yang digunakan adalah produktivitas rata-rata/konsumsi rata-rata antar wilayah yang sama. Metode ini memiliki beberapa kebaikan diantaranya adalah metode ini memperhitungkan penjualan barang-barang antara, tidak membutuhkan biaya yang mahal dan mudah diterapkan.

Location Quotient (LQ) adalah teknik yang memungkinkan untuk perbandingan karakteristik daerah setempat seperti tingkat lapangan kerja dengan karakteristik nasional (Robinson 1998). Teknik ini telah banyak digunakan oleh ahli geografi ekonomi dan ekonom regional sejak tahun 1940 (Thrall, Fandrich, dan Elshaw-Thrall 1995). Selanjutnya menurut Moineddin et al. (2003) Location quotient adalah analisis yang digunakan untuk membandingkan karakteristik daerah. Analisis Ini dapat diaplikasikan di berbagai bidang seperti kesehatan dan ekonomi. Standar deviasi LQ Individu memainkan peran penting dalam membandingkan karakteristik daerah.

Input-Output (IO)

Analisis Input-Output (IO) pertama kali diperkenalkan oleh Wassily Leontief tahun 1986. Gagasan dasar teknik analisis IO didasarkan pada teori keseimbangan umum (General Equilibrium Theory). Leontief menyusun tabel yang dikenal dengan Gambaran perekonomian (Tableu Economique) dengan teori keseimbangan umum (General Equilibrium Theory). Berdasarkan teori-teori tersebut, Leontief menyusun hubungan antara satu kegiatan ekonomi dengan kegiatan ekonomi lainnya secara kuantitatif. Menurut Leontief (1986) dalam BPS (2009) analisis IO merupakan suatu metode yang secara sistematis mengukur hubungan timbal balik diantara beberapa sektor dalam sistem ekonomi yang kompleks.

Model IO didasarkan atas beberapa asumsi (BPS 2009):

1. Homogenitas, yang berarti suatu komoditas hanya dihasilkan secara tunggal oleh suatu sektor dengan susunan yang tunggal dan tidak ada subtitusi output diantara berbagai sektor.

2. Linieritas, ialah prinsip dimana fungsi produksi bersifat linier dan homogen. Artinya perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang proporsional.

3. Aditivitas, ialah suatu prinsip dimana efek total dari pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah.

Menurut Tarigan (2007) analisis IO adalah suatu analisis atas perekonomian wilayah secara komprehensif karena melihat keterkaitan antar sektor ekonomi di wilayah tersebut secara keseluruhan. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan tingkat produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat dilihat. Selain itu sektor ini juga terkait dengan tingkat kemakmuran masyarakat di wilayah tersebut melalui input primer (nilai tambah).


(31)

Menurut Miller dan Blair (2009) model dasar input-output umumnya dibangun dari observasi data ekonomi untuk wilayah geografis tertentu (Kabupaten, Provinsi, Bangsa, Negara, dll). Yakni berkaitan dengan aktivitas kelompok industri yang memproduksi barang (output) dan kelompok industri yang mengkonsumsi barang dari industri lainnya (input) dalam proses menghasilkan output setiap industri itu sendiri. Dalam prakteknya, jumlah industri dianggap dapat bervariasi dari hanya ratusan atau bahkan ribuan. Misalnya, suatu sektor industri mungkin membaca "produk yang diproduksi" atau sektor yang sama mungkin akan dipecah atau dikembangkan menjadi banyak produk tertentu yang berbeda.

Menurut Priyarsono et al. (2007) tabel IO menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matriks. Isian sepanjang baris tabel Input-output menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Disamping itu, isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral, sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Tabel IO memberikan gambaran menyeluruh tentang hal-hal berikut ini :

1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.

2. Strukur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.

3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut.

4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor.

Beberapa kegunaan dari analisis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi.

2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.

3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.

4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.

2.9. Penelitian Terdahulu

Kawasan pesisir di Indonesia memiliki potensi yang besar, pemanfaatan kawasan pesisir untuk wisata pesisir telah banyak dilakukan dan semakin berkembang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pulau Morotai dapat diketahui bahwa faktor daya dukung, wisatawan, dan investasi memiliki peranan penting dalam pengembangan wisata bahari. Semakin tinggi tingkat investasi akan meningkatkan tingkat kunjungan wisatawan, akan tetapi berpengaruh negatif


(32)

terhadap tingkat kelestarian lingkungan. Oleh karena itu pengembangan wisata di Pulau Morotai harus memperhatikan keterkaitan ketiga faktor tersebut. Penelitian yang lain dilakukan di gugusan Pulau Pari, menunjukkan nilai ekonomi total dari keberadaan gugusan Pulau Pari sebagai obyek wisata bahari adalah sebesar Rp.12.365.824.221,25 per tahun atau Rp. 192.314.529,10 per hektar per tahun. Pemanfaatan maksimal sesuai dengan nilai daya dukung fisik akan memberikan nilai ekonomi total sebesar Rp. 171.686.370.336,- dalam setahun atau Rp. 2.670.083.520,- per hektar per tahun. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini disajikan pada Tabel 2:

Tabel 2 Penelitian Terdahulu

Peneliti Tahun Lokasi Judul Penelitian Metode

Analisis Kesimpulan Muhammad

M Banapon

2008 Pulau Morotai, Maluku Utara

Penilaian Ekonomi Wisata Bahari di Pulau Morotai Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara Daya dukung wisata bahari, TCM, CVM, Analisis dinamik kebijakan pengembanga n wisata bahari Total nilai ekonomi P. Morotai untuk wisata bahari sebesar Rp. 46.708.856,0 pertahun, sehingga dapat dikembangkan untuk wisata bahari. Oktadia Handayani

2010 Kawasan Carocok Painan Kab. Pesisir Selatan Prov. Sumatera Barat Kajian Sumberdaya Pesisir untuk Pengembangan Wisata Pantai Carocok Painan, Kab. Pesisir Selatan Sumatera Barat Analisis kualitas air laut, indeks kesesuaian wisata, daya dukung kawasan wisata, ROS, SWOT.

Pantai Carocok Painan memiliki kesesuaian pantai cukup baik. Daya dukung untuk wisata pantai adalah 234 orang per hari.

Yar Johan 2010 Pulau Sebesi Prov. Lampung Pengembangan Wisata Bahari dalam Pengelolaan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil Berbasis Kesesuaian dan Daya Dukung Analisis LIT, kesesuaian wisata, daya dukung Daya dukung (carryng capacity) kawasan wisata bahari kategori

diving 2.394 orang/hari dan kategori

snorkeling 2.489 orang/hari. Fery

Kurniawan

2011 Pulau Sepanjang Kab. Sumenep, Prov. Jawa Timur Pemanfaatan Sumberdaya Pulau Kecil untuk Wisata Berkelanjutan Analisis kesesuaian kawasan, ROS, TEF Pulau Sepanjang sesuai untuk wisata pantai kategori rekreasi, wisata mangrove, wisata lamun, wisata snorkeling dan wisata selam


(33)

Tabel 2 Penelitian Terdahulu (Lanjutan) Ahmad Bahar 2011 Kab.

Polewali Mandar

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan Wisata Bahari di Kabupaten Polewali Mandar Analisis kesesuaian lahan dan daya dukung Kabupaten Polewali mandar sesuai untuk kegiatan rekreasi pantai, kegiatan snorkling dan penyelaman, kegiatan pemancingan.

Triyono 2013 Pulau Pari Kep. Seribu

Penilaian Ekonomi dan Daya Dukung Wisata Bahari di Pulau Pari Kepulauan Seribu Prov. DKI Jakarta Analisis kesesuaian lahan, analisis daya dukung kawasan, TCM, efek pengganda (multiplier)

Nilai ekonomi total P. Pari sebesar Rp. 12.365.824.221 Pemanfaatan maksimal akan memberikan nilai ekonomi yang maksimal Agussalim (BPPP Ambon)

2014 Ora Beach Kab. Maluku Tengah Prov. Maluku Valuasi Ekonomi Wisata Bahari Obyek Wisata Ora Beach Analisis TCM dan CVM Pengelolaan perorangan tidak melibatkan masyarakat lokal Norita Vibriyanto

2015 Pantai Lombang Kab. Sumenep Prov. Jawa Timur Estimasi Nilai Ekonomi dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Lombang Kab. Sumenep Prop. Jawa Timur Analisis TCM dan CVM, Carriying Capacity, ARIMA Nilai ekonomi Pantai Lombang sebesar Rp 3.617.082.540,10 . Daya dukung Pantai Lombang untuk kegiatan rekreasi pantai adalah 72.000 orang/tahun.


(34)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teori

Menurut Hall (2001), konsep wisata pesisir mencakup berbagai aplikasi wisata yaitu waktu luang dan kegiatan yang berorientasi pada wisata yang terjadi di zona pantai hingga lepas pantai. Kegiatan yang biasa dilakukan pada wisata pesisir adalah rekreasi, berperahu, kapal pesiar, berenang, memancing, snorkelling dan menyelam. Wisata pesisir terkait dengan konsep wisata pantai, yaitu perjalanan wisata yang dilakukan dari satu tempat dimana orang tersebut tinggal dan bekerja menuju ketempat lain untuk menikmati lingkungan pesisir.

Pesisir dan laut dikenal sebagai kawasan yang mengandung kekayaan alam potensial untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pemenuhan kebutuhan tersebut diantaranya berasal dari sumberdaya perikanan, sumberdaya mineral dan tambang, sumberdaya bahan obat-obatan, sumberdaya alternatif dari arus dan gelombang, serta sumberdaya alami untuk media transportasi, pertahanan, keamanan dan pariwisata (Mukhtasor 2006). Sumberdaya yang besar ini juga bisa menambah devisa negara dan banyak dilirik oleh pemodal besar. Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.

Rezim kepemilikan sumberdaya pesisir dan laut bersifat akses terbuka (open access), artinya tidak ada pengaturan tentang apa, kapan, dimana, siapa dan bagaimana sumberdaya alam dimanfaatkan, serta bagaimana terjadinya persaingan bebas (free for all) (Satria 2009). Sumberdaya alam pesisir dan laut semakin disadari banyak orang sebagai potensi yang cukup menjanjikan dalam mendukung tingkat perekonomian masyarakat terutama bagi nelayan. Secara umum, wilayah pesisir dimanfaatkan oleh tiga aktor, yaitu oleh pemerintah, swasta dan juga nelayan. Biasanya pantai dan pesisir dimanfaatkan oleh nelayan untuk menangkap ikan dan pihak swasta untuk pertambangan, pengilangan minyak, industri, pariwisata, perkapalan dan transportasi. Laut dalam dikuasai negara untuk keperluan konservasi, pertahanan dan keamanan serta kehutanan.

Menurut Kusumastanto (2003), subsektor pariwisata bahari merupakan sektor yang memiliki masa depan yang menjanjikan untuk menunjang pembangunan kelautan. Dari sisi efisiensi, sektor ini merupakan sektor paling efisien dalam bidang kelautan yang ditunjukkan dengan nilai ICOR sebesar 3,10. Dengan demikian wajar jika pengembangan pariwisata bahari menjadi prioritas. Obyek utama yang menjadi potensi pariwisata bahari adalah wisata pantai (seaside tourism), wisata alam (pantai), wisata budaya (cultural tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata alam (ecotourism), dan wisata olahraga (sport tourism), wisata bisnis (bisnis tourism).

Penelitian tentang analisis ekonomi wisata pesisir di Kawasan Carocok Painan ini menggunakan metode travel cost method dan contingent valuation method dalam memperkirakan kondisi demand, menggunakan analisis daya dukung kawasan untuk mengetahui kondisi supply, selanjutnya untuk mengetahui peran ekonomi sektor pariwisata digunakan metode Location Quotient dan Input-Output.


(35)

3.2. Kerangka Penelitian

Kawasan Carocok Painan merupakan salah satu kawasan pesisir di Sumatera Barat yang memiliki keindahan alam luar biasa dengan pasir putih, air biru dan pantai yang landai. Pemanfaatan Kawasan Carocok Painan sebagai kawasan wisata telah berlangsung lama. Namun pengelolaannya masih belum optimal, karena hanya berbasis ekonomi sehingga kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengupayakan agar keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan dapat terjadi, yakni dengan menganalisis kondisi supply dan kondisi demand. Kemudian analisis sektor basis dan input-output dilakukan untuk mengetahui peran pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat.

Proses penelitian diawali dengan tahap persiapan yakni penelitian pendahuluan, dilanjutkan dengan pengumpulan data sekunder yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan kantor Kecamatan. Setelah data sekunder dikumpulkan kemudian dilakukan survei lapang ke lokasi studi yaitu Kawasan Carocok Painan dan dilakukan penyebaran kuesioner kepada wisatawan, masyarakat lokal serta wawancara dengan pengelola wisata dan informan dari instansi yang berkaitan. Dari data yang dikumpulkan, selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data sehingga menghasilkan kebijakan pengelolaan wisata pesisir Kawasan Carocok Painan. Secara rinci kerangka penelitian disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut.


(36)

Gambar 1. Diagram Kerangka Penelitian Keterangan:

Alur Pikir

Tools yang digunakan dalam analisis Kawasan Carocok Painan

Potensi Wisata Pesisir

- Wisata Rekreasi - Wisata Sejarah - Olahraga Air - Memancing - Berenang

Analisis Daya Dukung Kawasan

Analisis Travel Cost Method dan Contingent

Valuation Method

Analisis Location Quotient dan Input-Output Kondisi supply

Wisata Pesisir

Peran Pariwisata dalam Perekonomian Kondisi

demand dan Nilai Ekonomi

Wisata Pesisir


(37)

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2015 bertempat di Kawasan Carocok Painan, Nagari Painan Selatan, Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat (Gambar 2). Pengambilan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan Kawasan Carocok Painan memiliki potensi untuk wisata pesisir.

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian 4.2. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif, menurut Nazir (2009), jenis penelitian deskriptif merupakan penelitian yang digunakan untuk meneliti status sekelompok manusia, obyek, set kondisi, sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (current condition). Adapun tujuan penggunaannya adalah untuk memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Dalam pelaksanaan penelitian metode yang digunakan adalah metode survei. Metode survei bertujuan untuk mengumpulkan informasi di lapangan yang terkait dengan fenomena yang diteliti. Menurut Sevilla et al. (1988) jika bermaksud mengumpulkan data yang relatif terbatas dari sejumlah kasus yang relatif besar jumlahnya, metode yang dapat digunakan adalah survei. Metode ini menekankan lebih pada penentuan informasi tentang variabel daripada informasi tentang individu.


(38)

4.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan untuk mendukung tujuan penelitian mengenai kondisi permintaan (demand) yakni nilai ekonomi wisata. Data ini diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Carocok Painan dan masyarakat lokal. Selain itu untuk mendapatkan informasi yang lebih detail dilakukan wawancara mendalam kepada informan dari pengelola kawasan dan instansi pemerintahan yang terkait.

Data sekunder dikumpulkan untuk mendukung tujuan penelitian mengenai kondisi sediaan (supply)yakni daya dukung kawasan. Data PDRB dan tabel input-output diperlukan untuk analisis Location Quotient dan Input-Output. Data sekunder lain yang relevan dalam mendukung penelitian diperoleh dari laporan berbagai instansi/lembaga seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Pesisir Selatan, maupun dari studi literatur berupa jurnal, buku, dan hasil penelitian. Jenis dan sumber data disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Jenis dan Sumber Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Jenis Data Data 1. Mengestimasi kondisi

supply yakni nilai daya dukung kawasan Carocok Painan untuk wisata pesisir

Data sekunder

Kuantitatif - Kualitas air - Kesesuaian wisata - Daya dukung ekologis - Daya dukung Sosial 2. Mengestimasi kondisi

demand dan nilai ekonomi kawasan Carocok Painan untuk wisata pesisir

Data primer Kuantitatif - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Umur - Jarak

- Biaya transportasi, akomodasi, dll 3. Mengetahui peran

pariwisata dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat

Data sekunder

Kuantitatif - PDRB Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat dan Indonesia - Tabel Input-output

Sumatera Barat 4.4. Metode Pengambilan Contoh

Responden dalam penelitian ini adalah 96 masyarakat lokal, 60 wisatawan, 4 pengelola kawasan dan 3 informan dari instansi pemerintahan yang terkait. Penentuan responden masyarakat lokal, pengelola kawasan dan informan dilakukan dengan metode purposive sampling, dengan pertimbangan metode pengambilan sampel dengan cara ini dilakukan berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan yaitu dengan ketentuan peran serta (partisipasi) responden dalam kegiatan wisata, pertimbangan lain adalah kemudahan dalam wawancara dan kesediaan responden untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. Sementara itu, penentuan responden wisatawan dilakukan dengan metode accidental sampling, dengan pertimbangan cara ini dilakukan berdasarkan kemudahan pengambilan data yaitu dilakukan terhadap responden yang kebetulan berada di Kawasan Carocok Painan.


(1)

Lampiran 9 PDRB Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009-2013 atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah)

NO Lapangan Usaha Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

1 Pertanian 8773503.32 9132414.43 9483481.41 9918252.77 10273538.83

a. Tanaman Bahan Makanan 4431126.73 4569189.49 4760390.15 4957820.44 5090021.72 b. Perkebunan 2177111.66 2302820.11 2375331.82 2496814.88 2612679.03 c. Peternakan hasil-hasilnya 696369.69 734091.56 762770.87 793348.80 811493.82

d. Kehutanan 479354.84 502124.78 513818.73 533985.37 557579.50

e. Perikanan 989540.40 1024188.49 1071169.84 1136283.28 1201764.76

2 Pertambangan & Penggalian 1137763.20 1203809.02 1248914.44 1300827.70 1329338.67

a. Migas dan Gas Bumi 0 0 0 0 0

b. Non Migas 206232.63 215143.65 220412.26 224727.51 234239.23

c. Penggalian 931530.57 988665.36 1028502.17 1076100.19 1095099.45

3 Industri Pengolahan 4670605.07 4787847.71 5010656.26 5212944.52 5466098.18

a. Industri Migas 0 0 0 0 0

b. Industri Tanpa Migas 4670605.07 4787847.71 5010656.26 5212944.52 5466098.18 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 431225.75 441350.12 458428.05 480952.54 501318.46

a. Listrik 388791.76 398199.50 413454.80 433511.34 450949.09

b. Gas 0 0 0 0 0

c. Air Bersih 42433.99 43150.63 44973.25 47441.2 50369.38

5 Bangunan 1822283.08 2071300.43 2256960.78 2439193.37 2644992.02

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 6707683.59 6940991.81 7422216.65 8000210.81 8604161.4 a. Perdagangan besar dan eceran 6462510.27 6687269.41 7150855.98 7707549.48 8283843.66

b. Hotel 65218.33 68568.60 74082.57 78025.64 85738.66

c. Restoran 179954.99 185153.80 197278.09 214635.68 234579.08


(2)

Lampiran 9 (Lanjutan)

7 Pengangkutan & Komunikasi 5256339.28 5767944.43 6271627.48 6794268.99 7353516.23 a. Angkutan 3874115.40 4216955.89 4566225.11 4948010.42 5326913.97 1. Kereta Api 30287.65 30855.40 31845.51 31907.69 32519.61 2. Jalan Raya (darat) 2554061.08 2798780.88 3046604.68 3284864.97 3542047.83 3. Angkutan Laut 262674.70 268022.70 272194.49 282343.11 291473.47 4. Angkutan Sungai, Danau & Penyeberangan 76366.25 79842.15 81696.52 84764.64 85893.68 5. Angkutan Udara 528972.05 590595.65 659280.49 749954.52 823863.19 6. Jasa Penunjang Angkutan 421753.66 448859.11 474603.41 514175.49 551116.19 b. Komunikasi 1382223.88 1550988.53 1706402.38 1846258.57 2026602.26 8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 1901983.36 2009644.87 2102910.38 2228548.36 2369668.76 a. Bank 666794.51 706516.97 743637.69 806949.88 879687.98 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa

Penunjang/ keuangan 457460.66 487438.16 513730.54 541270.34 570370.94 c. Sewa Bangunan 722939.68 757991.15 786219.16 817921.74 854637.91 d. Jasa Perusahaan 54788.52 57698.59 59322.99 62406.41 64971.92 9 Jasa-jasa 5981852.02 6506839.72 7038153.84 7550621.61 8097603.02 a. Pemerintahan Umum & Pertahanan 3937554.48 4355720.08 4737059.07 5094821.60 5452060.17 b. Swasta 2044297.54 2151119.64 2301094.77 2455800.01 2645542.85 1. Sosial Kemasyarakatan 735550.86 816184.56 867265.33 924885.45 992043.49 2. Hiburan & Rekreasi 233010.09 237327.98 256945.93 274349.08 295969.26 3. Perorangan & Rumah Tangga 1075736.59 1097607.09 1176883.51 1256565.48 1357530.1 Jasa-jasa* 5748841.93 6269511.73 6781207.91 7276272.53 7801633.76 Pariwisata 478183.41 491050.38 528306.59 567010.4 616287 PDRB 36683238.67 38862142.54 41293349.29 43925820.67 46640235.57

1


(3)

Lampiran 10 PDRB Indonesia Tahun 2009-2013 atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah)

NO

Lapangan Usaha

2009

2010

2011

2012

2013

1

PERTANIAN

295883.8

304777.1

315036.8

328279.7

339890.2

a. Tanaman Bahan Makanan

149057.8

151500.7

154153.9

158910.1

161969.5

b. Perkebunan

45558.4

47150.6

49260.4

52325.4

54903

c. Peternakan hasil-hasilnya

36648.9

38214.4

40040.3

41918.6

43914

d. Kehutanan

16843.6

17249.6

17395.5

17423

17442.5

e. Perikanan

47775.1

50661.8

54186.7

57702.6

61661.2

2

Pertambangan & Penggalian

180200.5

187152.5

190143.2

193115.7

195708.5

a. Migas dan Gas Bumi

95230

96146

95155.2

91691.1

88741.7

b. Non Migas

63820.1

68481.5

70814.4

75449.5

79470

c. Penggalian

21150.4

22525

24173.6

25975.1

27496.8

3

Industri Pengolahan

570102.5

597134.9

633781.9

670190.6

707457.8

a. Industri Migas

46934.9

47199.3

46757.8

45450.6

44627.4

b. Industri Tanpa Migas

523167.6

549935.6

587024.1

624740

662830.4

4

Listrik, Gas dan Air Bersih

17136.8

18050.2

18899.7

20080.7

21201

a. Listrik

10483.1

11050.8

11959.6

12957.6

13952.4

b. Gas

4496.6

4718

4583.9

4696.4

4763.7

c. Air Bersih

2157.1

2281.4

2356.2

2426.7

2484.9

5

Bangunan

140267.8

150022.4

159122.9

170884.8

182117.9

6

Perdagangan, Hotel & Restoran

368463

400474.9

437472.9

473110.6

501158.4

a. Perdagangan besar dan eceran

302028.4

331312.9

364472.1

396111.5

419458

b. Hotel

15200.8

16230.9

17868.6

19540

21232.4

c. Restoran

51233.8

52931.1

55132.2

57459.1

60468


(4)

Lampiran 10 (Lanjutan)

7

Pengangkutan & Komunikasi

192198.8

217980.4

241303

265383.7

292421.5

a. Angkutan

79571.5

85293.4

91846.8

97878.8

104787.7

1. Kereta Api

792.2

832

798.8

745.5

765.7

2. Jalan Raya (darat)

34226.5

35974.4

38339.3

41071

44282.6

3. Angkutan Laut

8855.6

8864.6

9157.2

9547.9

10128.9

4. Angkutan Sungai, Danau &

Penyeberangan

2760.7

2964.2

3083.5

3288.9

3518.1

5. Angkutan Udara

14564.3

17330.4

19815.7

21460.7

22701.3

6. Jasa Penunjang Angkutan

18372.2

19327.8

20652.3

21764.8

23391.1

b. Komunikasi

112627.3

132687

149456.2

167504.9

187633.8

8

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

209163

221024.2

236146.6

253022.7

272151.9

a. Bank

86057.5

90167.8

96393.1

104391

113983.6

b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa

Penunjang/keuangan

18147.6

19333.5

20745.1

22222.8

23780.5

c. Sewa Bangunan

63957.6

67497.1

71760.2

76100.3

80684.7

d. Jasa Perusahaan

39575.7

42517.3

45621

48578.8

51885.8

9

Jasa-jasa

205434.2

217842.2

232659.1

244869.9

258237.9

a. Pemerintahan Umum & Pertahanan

88683.2

92802.6

97806

99590.9

101031.8

b. Swasta

116751

125039.6

134853.1

145279

157206.1

1. Sosial Kemasyarakatan

29688.7

31591.1

33800.1

36253.2

38898.2

2. Hiburan & Rekreasi

9000.1

9671.6

10461.7

11265.9

12237.5

3. Perorangan & Rumah Tangga

78062.2

83776.9

90591.3

97759.9

106070.4

Jasa-jasa*

196434.1

208170.6

222197.4

233604

246000.4

Pariwisata

75434.7

78833.6

83462.5

88265

93937.9

PDRB

2178850.4 2314458.8 2464566.1 2618938.4 2770345.1


(5)

Lampiran 11 Klasifikasi 10 Sektor Perekonomian Sumatera Barat (Hasil RAS)

Sektor

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

180

1

1224509,32

0 1135313,15 38886,414 515610,984 1132633,04 669160,377

70439,413

130025,94

8504,811 4925083,449

2

565,166

8152,645

14279,169

3558,242

42375,595

72724,546

43792,769

16421,122

28879,031

1742,565

232490,85

3

768883,034 158676,189 458757,162 33175,002

82053,117 719880,054 197522,216

16220,93

23782,121

10131,565

2469081,39

4

0

1224,61

38130,548

19350,58

60410,832 154500,825

71042,308

1590,577

2259,587

855,822

349365,689

5

21394,63

22119,336 135256,144

959,656

11821,111 192035,292

47488,246

5608,171

4356,413

415,531

441454,53

6

451176,11

11987,716 212418,026 84418,086 275978,976 294228,641 922148,937

178066,499 565250,779

62744,222 3058417,992

7

3947,934

5,878 642465,847 25933,787

384979,9 667665,138 897729,589

50297,996 979641,016

18999,924 3671667,009

8

0

0 166845,722 75395,834

25563,339 285968,894 772768,406

286027,273

560603,3

69427,152

2242599,92

9

121421,936

732,68 653924,031 12379,029

15607,142 110856,766 233889,818

56804,646 236844,598 163658,404

1606119,05

10

99665,088

0 154520,417

2467,397

675,573

41359,667

78412,124

7212,468

8812,858

13423,319

406548,911

190

2691563,22 202899,054 3611910,21 296524,03 1415076,57 3671852,86 3933954,79

688689,095 2540455,64 349903,315 19402828,79

210

10273538,8 1329338,67 5466098,18 501318,46 2644992,02 8283843,66 7353516,23

2369668,76 7801633,76

616287 46640235,57


(6)

Penulis dilahirkan di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau

pada 24 Februari 1990 sebagai anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan

Bapak Alm. Herman Tarib dan Ibu Asnayati. Penulis lulus dari SMA Negeri 1

Tembilahan Hulu pada tahun 2008, pada tahun yang sama diterima di Jurusan Sosial

Ekonomi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau dan

mendapat gelar Sarjana Perikanan pada tahun 2013. Selama perkuliahan penulis aktif

dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan (HMJ

SEP) sebagai sekretaris divisi Pelatihan dan Pengembangan dan sebagai Wakil

Gubernur Mahasiswa pada Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan (BEM FAPERIKA).

Kesempatan melanjutkan pendidikan ke program Magister pada program

studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika pada tahun 2013 dengan mendapat

beasiswa BPPDN dari Direktorat Pendidikan Tinggi. Selama mengikuti perkuliahan,

penulis aktif menjadi pengurus organisasi kemahasiswaan di PS ESK yaitu Forum

Wacana ESK (Forum Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan

Tropika) Institut Pertanian Bogor.