Arsitektur Kawasan Wisata Pesisir di Pul

Arsitektur Kawasan Wisata Pesisir di Pulau Kecil yang Mengantisipasi
Perubahan Iklim
Mayang Wulandari Naro Putri, Abimanyu T. Alamsyah
Department of Architecture, Faculty of Engineering
University of Indonesia
Email: mayang.wulandari@ui.ac.id

Abstrak
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memunyai garis pantai terpanjang
kedua setelah Kanada. Karena terletak di daerah tropis, diapit oleh dua benua (Asia dan
Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik) menjadikan pantai di Indonesia sangat
strategis. Dengan jumlah 13.466 pulau yang ada di Indonesia, banyak diantaranya yang belum
terkelola dengan baik terutama pulau kecil. Kondisi ini menjadikan sektor pariwisata pesisir
pulau kecil menjadi potensi yang layak untuk dikembangkan di masa mendatang. Pulau Ayer
adalah salah satu pulau wisata di kawasan Kepulauan Seribu yang memunyai daya tarik berupa
bangunan cottage dengan gaya arsitektur yang unik. Hanya saja dalam perkembangannya, wisata
pesisir pulau kecil ini menemui ancaman perubahan iklim yang tidak dapat menunggu. Untuk itu,
Arsitek pun dituntut untuk lebih kreatif merancang model bangunan yang sesuai dalam
mengantisipasi perubahan iklim.
Coastal Architecture Tourism Region in The Small Island that Anticipate Climate Change
Abstract

Indonesia as the largest archipelagic country in the world has the second longest coastline
after Canada. Being situated in the tropics, flanked by two continents (Asia and Australia) and
two oceans (Indian and Pacific) made beach condition in Indonesia is very strategic. With a
number of 13.446 islands in Indonesia, many of them are not well managed, especially small
island. That was made a small island coastal tourism sector into a viable potential to be
developed in the future. Ayer Island is one of the islands in the Thousand Islands region that has
the appeal of cottage building with a unique architectural style. However, the development of
small coastal island tourism meets the threat of climate change that can’t wait. To that end,
Architect was required to be more creative designing appropriate building models in anticipation
of climate change.
Keyword: Architecture; coastal; tourism; small island; climate change

1
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

1. Pendahuluan
Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan dikelilingi wilayah perairan memiliki
potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan objek pariwisata pesisir. Kondisi ini menjadikan
Indonesia mempunyai potensi laut yang sangat besar termasuk pada potensi wilayah pesisir yang

dimiliki oleh hampir seluruh pulau di negara ini yang banyak terwujud dalam kekayaan alam
yang indah dari pantainya, keragaman flora dan fauna pada taman lautnya, serta budaya yang
dimiliki di masing-masing daerah.
Jenis pariwisata pesisir Indonesia yang terkenal adalah wisata bahari dan pulau resort.
Pulau resort yang sudah cukup dikenal wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara
diantaranya di Pulau Ayer, Pulau Bidadari, dan Pulau Pantara yang berada di Kepulauan Seribu,
Pulau Umang di Banten, Raja Ampat di Papua dan Pulau Bali.
Objek pariwisata di kawasan pesisir dapat menjadi daya tarik tidak hanya karena
keindahan alamnya, tetapi juga karena bangunan arsitekturnya yang unik dan berbeda dengan
bangunan arsitektur yang ada di tengah kota pada kawasan daratan. Namun demikian, seakan
menjadi ironi negara kepulauan, Indonesia dihadapkan pada ancaman berupa perubahan iklim
global yang menyebabkan kenaikan muka air laut secara berkala dan cuaca ekstrim yang dapat
menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau kecil yang ada di wilayah Indonesia. Untuk itu, ada halhal yang perlu dipertimbangkan terkait bangunan arsitektur yang ada di kawasan pesisir
khususnya di pulau kecil.
Dengan mempelajari kawasan wisata pesisir yang ada di Indonesia dengan studi kasus
Pulau Ayer, Kepulauan Seribu, ditemukan permasalahan berupa struktur bangunan yang ada
tidak dapat bertahan dari arus gelombang laut, korosi air asin, dan terjangan angin laut dalam
beberapa tahun ke depan. Selain itu, ada variabel lain yang harus dipertimbangkan terkait
ancaman bencana pesisir di pulau kecil, yaitu terkait perubahan iklim global yang menimbulkan
kenaikan muka air laut dan kemungkinan hilangnya pulau-pulau kecil akibat tenggelam. Oleh

karena itu, perlu dipertimbangkan terkait arsitektur di kawasan pesisir yang seperti apa yang
dapat mengantisipasi adanya dampak perubahan iklim terutama sea level rise.

2
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

2. Dasar Teori
2.1 Definisi Pesisir
Dalam Undang-Undang No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau kecil mendeskripsikan bahwa wilayah pesisir meliputi ruang lautan yang masih
dipengaruhi oleh kegiatan di daratan dan ruang daratan yang masih terasa pengaruh lautnya.
Soegiarto (dalam Dahuri, 2001) menjabarkan wilayah pesisir sebagai daerah bertemunya darat
dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi oleh sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan
ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di
darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia
seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Definisi mengenai kawasan pesisir di atas memberikan pengertian bahwa wilayah pesisir
merupakan wilayah yang tidak terlepas dari dua ruang yang memengaruhi yakni ruang daratan

yang dipengaruhi oleh lautan mencakup daerah yang tergenang atau tidak tergenang air yang
dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi air laut, dan ruang
lautan yang dipengaruhi oleh daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar ke laut serta
perairan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia di darat.

2.2 Arsitektur Pesisir
Dalam Arsitektur, Virtuvius (1 SM) berpendapat ada tiga aspek yang harus disintesiskan
dalam arsitektur yaitu firmitas (kekuatan atau konstruksi), utilitas (kegunaan atau fungsi) dan
venustas (keindahan atau estetika). Brinckmann (1915) berpendapat bahwa arsitektur merupakan
kesatuan antara ruang dan bentuk. Arsitektur adalah penciptaan ruang dan bentuk.
Secara singkat, arsitektur dapat disimpulkan sebagai ilmu merancang bangunan meliputi
penciptaan ruang dan bentuk dengan memperhatikan tiga aspek berupa kekokohan, kegunaan,
dan keindahan untuk kepentingan hidup manusia.
Berdasarkan definisi di atas, arsitektur pesisir dapat diartikan sebagai ilmu merancang
bangunan meliputi penciptaan ruang dan bentuk dengan memperhatikan tiga aspek berupa
kekokohan, kegunaan, dan keindahan untuk kepentingan hidup manusia yang melibatkan dua
ruang yakni ruang daratan dan ruang perairan khususnya lautan.

3
Universitas Indonesia

Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

Menurut Alamsyah (dalam Mata Kuliah Arsitektur Kawasan Pesisir, 2013) tipe bangunan
perumahan sesuai kultur komunitas pemukim kepulauan di Indonesia ada enam jenis:

Gambar 2.1 Tipe bangunan perumahan sesuai kultur komunitas pemukim kepulauan Indonesia
Sumber: Alamsyah, dalam Slide presentasi mata kuliah pesisir, 2013

Keterangan:
1. Rumah non-panggung yang ada di daratan
2. Rumah panggung yang ada di air tawar
3. Rumah terapung yang ada di air tawar
4. Rumah panggung yang berada di kawasan pasang surut air laut
5. Rumah panggung di atas permukaan air laut
6. Rumah terapung di atas laut
Desain rumah di kawasan pesisir di Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis tipe
bangunan, yaitu rumah panggung dan non-panggung. Letak bangunan bisa di atas daratan, di
atas air atau mengapung. Struktur utama bangunan rumah bisa menggunakan struktur kayu,
struktur beton atau struktur dinding pemikul.


Gambar 2.2 Ilustrasi Jenis Bangunan Pesisir Berdasarkan Lokasi
Sumber: Kobayashi 2001

4
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

2.3.2

Pariwisata Pesisir
Pariwisata menurut Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2012) adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata
serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Pariwisata pesisir biasanya sangat identik dengan jenis wisata bahari. Pengertian wisata
bahari atau tirta seperti yang dinyatakan Pendit (2003) bahwa jenis pariwisata ini dikaitkan
dengan kegiatan olah raga air lebih-lebih di danau, bengawan, pantai, teluk atau lautan lepas
seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompet isi selancar,
mendayung dan sebagainya. Wisata bahari menurut Ardika (2000) adalah wisata dan lingkungan
yang berdasarkan daya tarik wisata kawasan yang didominasi perairan dan kelautan. Menurut

Keraf (2000), wisata bahari adalah kegiatan untuk menikmati keindahan dan keunikan daya tarik
wisata alam di wilayah pesisir dan laut dekat pantai serta kegiatan rekreasi lain yang menunjang.
Jadi Pariwisata Pesisir dapat didefinisikan sebagai suatu aktifitas mengunjungi daerah
sekitar pantai untuk melakukan kegiatan lain yang berkaitan dengan perairan untuk mendapatkan
kepuasan dan rekreasi

2.4 Definisi dan Batasan Pulau-Pulau Kecil (PPK)
Pulau-pulau kecil (PPK) didefinisikan sebagai pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan
2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya (Undang-undang RI No.
27 Tahun 2007). Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional tahun 1982 (UNCLOS 1982)
pasal 121 mendefinisikan pulau sebagai daratan yang terbentuk secara alami dan dikelilingi oleh
air dan selalu berada di atas permukaan air pada saat pasang naik tertinggi. Dengan kata lain,
sebuah pulau tidak boleh tenggelam pada saat air pasang naik.

2.5 Ancaman Bencana yang Menimpa Kawasan Pesisir
Menurut Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan
Perikanan (2004), ancaman yang bisa menimpa kawasan pesisir salah satunya adalah kenaikan
muka air laut (Sea Level Rise). Salah satu dampak dari peningkatan rumah kaca ini adalah
terjadinya pemanasan suhu di bumi (global warming) yang pada akhirnya akan mengakibatkan
pemuaian air laut yang berakibat pada Sea Level Rise (SLR). Berdasarkan IPCC (1990)

diperkirakan terjadi SLR sebesar 1 meter pada tahun 2100 dihitung mulai tahun 1990. (Dirjen
5
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

PPPK, 2004). Dan pada setiap tahunnya diperkirakan kenaikan muka air laut menjadi 15-19mm
per tahun (IPCC, 2007).
Intrusi air laut ke darat juga merupakan masalah serius bagi kota-kota pantai. Adanya
pemanfaatan air tanah yang tidak memperhitungkan keseimbangan, mengakibatkan turunnya
permukaan air tanah yang selanjutnya memberikan tingkat kemudahan bagi terjadinya intrusi air
laut ke darat. Dengan adanya SLR juga mengakibatkan volume air laut yang mendesak ke dalam
sungai akan semakin besar. Air laut yang mendesak masuk jauh ke darat melalui sungai ini
merupakan masalah bagi kota-kota pantai yang menggantungkan air bakunya dari sungai.
Terjadinya SLR juga berdampak terhadap keamanan bangunan pantai yang ada. Karena adanya
SLR akan menyebabkan peningkatan gelombang.

2.6 Teknologi yang Sedang Berkembang dalam Menghadapi Perubahan Iklim di Kawasan
Pesisir
Perubahan iklim dan ancaman bencana yang cukup ekstrim di bumi sedikit banyak
mempengaruhi hidup manusia, salah satunya adalah tempat tinggal.


Kenaikan air laut

menyebabkan beberapa daratan di dunia hilang ditelan air. Belanda merupakan salah satu negara
yang terkena resiko perubahan iklim dan kenaikan air karena sebagian areanya berada di bawah
permukaan air laut. Perusahaan Belanda, Dura Vermeer membuat dua jenis rumah untuk
menangani isu kenaikan air laut ini, yaitu dengan mengembangkan rumah apung dan rumah
amfibi.

2.6.1 Rumah Amfibi
Prinsip rumah amfibi sebenarnya hampir sama dengan rumah apung. Namun pada
rumah amfibi ini, pondasi beton terletak di atas tanah. Konstruksi rumah amfibi cukup sederhana.
Pondasi beton digunakan sebagai dasar rumah dengan ruang kosong di dalamnya. Dinding rumah
dibuat dari kayu ringan sehingga beratnya cukup untuk mengapung. Untuk menahan rumah dari
gaya horizontal, rumah ditahan dengan menggunakan tiang baja setinggi 5 meter. Saat banjir
datang, rumah akan bergerak ke atas bersamaan dengan air, namun tidak berpindah karena terikat
dengan tiang. Saat banjir berakhir, rumah akan kembali ke posisinya semula di atas tanah.

6
Universitas Indonesia

Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

Gambar 2.3 Rumah Amphibi Dura Vermeer
Sumber: http://www.treehugger.com,

diakses Maret 2013

2.6.2 Rumah Apung
Rumah Apung merupakan rumah yang dibangun di atas air. Rumah ini memiliki pondasi foam
yang dilapisi beton untuk kestabilan rumah dan juga cukup ringan untuk mengapung. Untuk
menahan rumah dari gaya horizontal, rumah ini ditahan dengan sistem penyangga. Konstruksi
rumah apung ditopang oleh Foam EPS merupakan dasar dari rumah yang terdiri dari struktur sel
yang berdekatan dan terdiri dari 98% udara. EPS mudah dirancang karena dibangun langsung di
atas air. Untuk kestabilannya EPS dilapisi dengan beton.

Gambar 2.4 Contoh konstruksi rumah apung
Sumber: http://amphibioushomes.weebly.com, diakses Maret 2013

2.7 Breakwater sebagai Pelindung Pantai
Kawasan pesisir sering juga digunakan sebagai kawasan wisata, pelabuhan, pemukiman,

dan industri. Oleh karena itu, kawasan pesisir perlu diberi perlindungan dari serangan gelombang
supaya tidak terjadi abrasi. Ada berbagai macam jenis pelindung pantai, misalnya breakwater,
groin, revetment, dan jetty. Masalah yang sering timbul pada daerah pesisir pantai adalah abrasi,
erosi, dan sedimentasi. Untuk melindungi kawasan pesisir dari erosi dan abrasi serta terjangan
langsung dari gelombang laut dibutuhkan sebuah bangunan penahan gelombang yaitu
breakwater. Breakwater berfungsi untuk mengurangi abrasi atau erosi pantai dan mengurangi
7
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

besar gelombang yang langsung menerjang wilayah pesisir pantai yang dapat mengakibatkan
perubahan garis pantai secara besar-besaran di waktu yang lama.

Gambar 2.5 Tipe dari breakwater dan contoh dari wave-dissipating blocks.
Sumber: Hiraishi dalam VLFS, 2007

3.Data Pulau Ayer
3.1 Kondisi Geografis Pulau Ayer
Secara Geografis Pulau Ayer terletak pada posisi 06° 00' 14'' Lintang Selatan 106˚ 46' 52''
Bujur Timur dengan jarak 18 km dari Pantai Utara Jakarta dan dapat ditempuh dari Dermaga
Marina Ancol Jakarta Utara sekitar 20 menit. Berdasarkan Undang-undang 34 Tahun 1999 dan
Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2001 tentang pemecahan, pembentukan, penetapan batas dan
nama-nama Kelurahan Pulau Seribu. Pemecahan wilayah dari 110 pulau dibagi menjadi 2 daerah
kecamatan yang terdiri atas Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan
Seribu Selatan. Dari pembagian wilayah administratif tersebut, wilayah administratif Pulau Ayer
yang merupakan salah satu dari 15 pulau yang berada dalam Kelurahan Pulau Untung Jawa
Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan.

Gambar 3.1 Pulau Ayer
Sumber: Dokumentasi pihak pengelola
8
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

Secara administratif Pulau Ayer berbatasan dengan wilayah-wilayah berikut:
1. Sebelah Utara

: Karang Ayer dan Laut Jawa

2. Sebelah Selatan

: Pulau Bidadari dan Laut Jawa

3. Sebelah Timur

: Lau Jawa dan Pulau Nyamuk

4. Sebelah Barat

: Laut Jawa

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2011), rentang suhu minimum dan
maksimum di Pulau Ayer dan Kepulauan Seribu pada umumnya mencapai 23°C hingga 35°C.
Rentang waktu Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon yang
secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember-Maret) dan Angin Musim
Timur (Juni-September).
Topografi Pulau Ayer adalah topografi yang datar hingga landai dengan ketinggian 2
meter. Walaupun dengan ukuran dataran yang kecil yakni 6,5 hektar, Pulau Ayer memiliki
sumber air bersih sendiri. Pada bagian pantai timur dan barat Pulau Ayer, terdapat daerah rataan
karang dengan kedalaman 50 cm. Sedangkan pada kawasan pantai utara dan selatan pulau
merupakan kawasan perairan yang lebih dalam. Garis pantai Pulau Ayer adalah ± 1 km. Garis
pantai tersebut dapat berubah tergantung dari keadaan pasang surut air laut. Untuk kawasan Pulau
Ayer menurut Hartono (2013), pada angin musim barat tinggi gelombang mencapai 2,5 meter,
sedangkan pada angin musim timur berkisar antara 0,5-1 meter.

3.2 Kependudukan
Berbeda dengan pulau pemukiman yang ada di Kepulauan Seribu,Pulau Ayer berdasarkan
RTRW Kepulauan Seribu diperuntukkan sebagai pulau resort. Oleh karena itu, tidak ada
penduduk yang tinggal di pulau ini. Hanya ada karyawan dari perusahaan pengelola Pulau Ayer
yang berjumlah kurang lebih 100 orang tinggal di asrama karyawan.

4. Analisis dan Pembahasan
4.1 Penggunaan Lahan di Pulau Ayer
Luas Pulau Ayer dahulunya adalah 12 hektar karena mengalami abrasi selama bertahuntahun, saat ini luas Pulau Ayer adalah 6,5 hektar (Hartono, 2013). Dengan luasannya yang hanya
6,5 hektare menjadikan Pulau Ayer tergolong pulau kecil. Dalam peruntukkannya, Pulau Ayer
9
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

difungsikan sebagai pulau resort. Penggunaan lahan di wilayah Pulau Ayer di dominasi oleh
bangunan cottages, hotel, dan fasilitas pendukung pulau. Sisanya masih banyak lahan hijau
berupa pohon dan tanaman pantai. Sayangnya tidak ada tanaman bakau di pulau ini. Karena tipe
pantai yang ada di Pulau Ayer adalah pantai dengan tanah berpasir.

Gambar 4.1 Kepadatan bangunan di Pulau Ayer
Sumber: Ilustrasi Pribadi, Juni 2013

Pulau Ayer resort menyediakan fasilitas berupa cottage yang dilengkapi dengan berbagai
fasilitas pendukung. Total akomodasi yang terdapat di resort ini berjumlah 57 unit tipe cottage
dan hotel, dengan jumlah total 66 ruang kamar. Bangunan cottage ini bisa dikelompokkan
berdasarkan jenisnya:
a. Bangunan landed di atas daratan berupa hotel, asrama, dan hall
b. Bangunan panggung di darat berupa cottage dan bungalow
c. Bangunan panggung di atas air berupa floating cottage
Berdasarkan letak lokasi bangunan dan jenis strukturnya, bangunan di Pulau Ayer dapat
dikelompokkan dengan zoning yang ditunjukkan pada gambar 4.2.

10
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

Gambar 4.2 Zoning Bangunan Cottage di Pulau ayer Berdasarkan Jenisnya
Sumber: Ilustrasi dan Dokumentasi Pribadi, Juni 2013

Letak bangunan yang ada di Pulau Ayer, terbagi menjadi tiga zona. Seperti yang terlihat pada
gambar 4.2, ada zona perairan dengan tipe bangunan panggung di atas air, ada zona pesisir
dengan tipe bangunan panggung di darat, dan ada zona dalam dengan tipe bangunan di atas tanah.
Dilihat dari tata letaknya dapat disimpulkan bahwa sang arsitek telah memperhitungkan dengan
sangat baik peletakan bangunan dan tipe bangunan yang didirikan di pulau ini. Letak bangunan
yang terkonsentrasi di zona terluar pulau, memberikan lahan lebih banyak untuk ruang hijau yang
justru menjaga ketersediaan sumber air tanah tetap tersedia (Alamsyah, 2013).

4.2 Kondisi Fisik Kawasan Pesisir Pulau Ayer Terkait dengan Perubahan Iklim
Walaupun berada di sebelah utara Pulau Jawa dan tidak berhadapan secara langsung dengan
samudra, tidak menjadikan Kepulauan Seribu khususnya Pulau Ayer terhindar dari ancaman
bencana dan dampak perubahan iklim. Hal ini terlihat dari kondisi fisik Pulau Ayer yang
mengalami perubahan dalam beberapa tahun terakhir.

4.2.1 Abrasi
Pada tahun 1960, luas Pulau Ayer 12 hektar dan sekarang pada tahun 2013 luasnya hanya tinggal
6,5 hektar. Luasan Pulau Ayer telah banyak berkurang akibat abrasi.

11
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

(c)
Gambar 4.3 Pencitraan satelit Pulau Ayer tahun 2004 (a), 2009 (b), 2012 (c), 2013 (d)
Sumber: Google Earth

Perubahan garis pantai yang mencolok di bagian utara pulau jelas terlihat perubahannya semakin
berkurang dari tahun 2004 ke tahun 2009, sedangkan pada tahun 2012 hingga 2013 tidak terlalu
banyak perubahan. Hal ini mungkin disebabkan langkah antisipatif yang telah dilakukan oleh
pihak pengelola dengan membuat pelindung pantai. Ada beberapa tipe pelindung pantai, salah
satunya adalah breakwater.

Gambar 4.4 Breakwater/Pemecah Gelombang yang Ada di Pulau Ayer
Sumber: Dokumentasi Pribadi, Juni 2013

Kawasan pesisir pantai Pulau Ayer yang dangkal menggunakan vertical breakwater. Vertical
breakwater yang ada di Pulau Ayer tersusun atas tumpukan batu yang menjadi pondasi dan
pelindung kaki. Namun karena batu yang digunakan kurang efektif dalam hal biaya dan sumber
daya alamnya tumpukan batu tersebut ditambah dengan tumpukan kantong pasir yang lebih
hemat biaya untuk memperkuat struktur penahan gelombang. Pada perairan lepas pantai terdapat
tetrapod yang berfungsi sebagai pemecah gelombang.

12
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

4.2.2 Gelombang dan Pasang Surut
Garis pantai Pulau Ayer adalah ± 1 km. Garis pantai tersebut dapat berubah tergantung dari keadaan
pasang surut air laut. Pasang surut air laut pun ditandai dengan adanya gelombang. Seperti yang dibahas
pada bab sebelumnya, gelombang tinggi yang sering terjadi di Pulau Ayer terjadi pada angin musim barat

Gambar 4.5 Ilustrasi Arah Pergerakan Gelombang di Kawasan Pulau Ayer pada Musim Barat Sumber: Ilustrasi
Pribadi, Juni 2013

Pada gambar 4.5 dapat terlihat bahwa posisi floating cottages yang berada di bagian timur Pulau
Ayer, menjadikannya aman dari terjangan gelombang pasang yang kuat akibat pengaruh angin
musim barat.

Bagian pulau bertindak sebagai pemecah gelombang alami yang melindungi

bangunan floating cottage sebelah timur dari terjangan gelombang tinggi.

4.3 Analisis Struktur Bangunan di Kawasan Pesisir Pulau Ayer
Bangunan di Pulau Ayer memiliki ciri khas arsitektur tradisional yang berasal dari
wilayah Papua. Seperti yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, bangunan yang ada di
Pulau Ayer ini telah berdiri lama. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis terkait ketahanan
struktur bangunan terkait kondisi iklim yang ada saat ini maupun di masa mendatang.

13
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

4.3.1 Analisis Struktur Bangunan Pesisir yang Sudah Ada di Pulau Ayer

Gambar 4.6 Struktur Penopang Bangunan Floating Cottages
Sumber: Ilustrasi dan Dokumentasi Pribadi, Juni 2013

Bagian yang ditandai merah pada gambar 4.6 adalah besi yang dipasang pada kayu penyangga
untuk memperkuat sambungan kayu tiang penyangga. Selain itu, fungsi dari besi pelindung ini
adalah sebagai penahan gaya horizontal yang dihasilkan gelombang air laut. Seperti yang terlihat,
besi-besi ini terlihat berwarna oranye karena telah mengalami korosi

3 meter

Gambar 4.7 Struktur Tiang Pancang Bangunan Floating Cottages
Sumber: Ilustrasi dan Dokumentasi Pribadi, Juni 2013

Struktur bangunan panggung yang ada di atas air seperti pada gambar 4.7 menggunakan kayu
ulin yang ditancapkan ke dalam karang dengan ketinggian 3 meter. Bentuk tiang penopang
14
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

bangunannya pun sama dengan tiang penopang pada jembatan. Dengan diperkuat oleh besi yang
dipasang pada sambungan kayu dan kayu yang dipasang menyilang, struktur penopang bangunan
ini dapat menahan gaya horizontal yang dihasilkan oleh gelombang.

Gambar 4.8 Struktur Penopang Bangunan Land Cottage
Sumber: Ilustrasi dan Dokumentasi Pribadi, Juni 2013

Struktur rumah panggung pada gambar 4.8 menggunakan pondasi tiang yang didirikan dari
perpaduan konstruksi beton dan kayu, dimana tiang utama dari bahan beton dan upper struktur
dari bahan kayu. Tiang dan pondasi yang merupakan struktur utama bangunan, didirikan
langsung ke dalam pasir dengan kedalaman ± 0,5 meter. Struktur bangunan ini menggunakan
struktur panggung karena letak cottage berbentuk panggung ini berada di kawasan pesisir yang
memungkinkan terkena dampak pasang surut air laut.

4.3.2 Analisis Kondisi Bangunan di Pulau Ayer Terhadap Sea Level Rise
Jika diasumsikan perubahan iklim dengan skenario kenaikan muka air laut tetap berlangsung
konstan yakni 15-19 mm pertahunnya (IPCC,2007), maka diperkirakan pada tahun 2030 tinggi
muka air laut akan naik menjadi dua kali lipatnya. Dan kondisi bangunan di Pulau Ayer akan
seperti yang tergambar pada gambar 4.9 dan 4.10.

15
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

Gambar 4.9 Ilustrasi Naiknya Muka Air Laut pada Jembatan dan Bangunan Floating Cottages dari Kondisi
Normal Hingga Kondisi Ekstrim
Sumber: Ilustrasi Pribadi, Juni 2013

Gambar 4.10 Ilustrasi Naiknya Muka Air Laut pada Bangunan Land Cottages dari Kondisi Normal Hingga
Kondisi Ekstrim
Sumber: Ilustrasi Pribadi, Juni 2013

Dapat terlihat bahwa untuk kondisi bangunan Pulau Ayer dalam 30 tahun mendatang akan
sulit bertahan menghadapi kondisi ekstrim yang mungkin terjadi.

16
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

4.3.3 Solusi yang Ditawarkan Terhadap Bangunan Pesisir Pulau Ayer
Perkiraan solusi atau tindakan antisipasi yang dapat diberikan kepada bangunan yang ada di
Pulau Ayer terutama floating cottage yang ada sebagai berikut:

Gambar 4.11 Bangunan Floating Cottages yang dapat terapung saat muka air laut naik semakin tinggi
Sumber: Ilustrasi Pribadi, Juni 2013

Membuat bangunan panggung yang dapat mengapung jika muka air laut naik semakin tinggi.
Sistem ini berlaku juga untuk jembatan yang menghubungkan antar cottage seperti yang
ditunjukkan dalam gambar 4.11. Untuk sistem struktur yang akan diterapkan, dua tipe bangunan
yang sedang berkembang digunakan sebagai preseden teknologi terapung. Bangunan yang
memungkinkan untuk diaplikasikan di Indonesia yakni bangunan amphibi house dan floating
house yang telah dijelaskan dalam tinjauan teoritis.

Gambar 4.12 Struktur bangunan amphibi house dan floating house yang akan dikombinasikan
Sumber: http://www.inspirationgreen.com dan ilustrasi Pribadi, Juni 2013

Prinsip rumah amfibi sebenarnya hampir sama dengan rumah apung. Namun pada rumah
amfibi ini, pondasi beton terletak di atas tanah. Untuk menahan rumah dari gaya horizontal,
rumah ditahan dengan menggunakan tiang baja setinggi 5 meter yang biasa disebut mooring post.
Saat air meninggi, rumah akan bergerak ke atas bersamaan dengan air, namun tidak berpindah
17
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

karena terikat dengan tiang. Saat banjir berakhir, rumah akan kembali ke posisinya semula di atas
tanah.
Rumah apung merupakan rumah yang dibangun di atas air. Rumah ini memiliki pondasi
foam yang dilapisi beton untuk kestabilan rumah dan juga cukup ringan untuk mengapung. Untuk
kondisi di Pulau Ayer sendiri, kombinasi dari mooring post sebagai struktur penahan yang ada
pada bangunan amphibi house dan struktur pondasi apung yang ada pada bangunan floating
house lebih cocok diterapkan mengingat kemungkinan daratan yang ada di pulau menjadi
tenggelam sehingga bangunan yang ada di Pulau Ayer dapat bertahan dan menjadi lebih fleksibel
untuk terhubung dengan pulau-pulau yang berdekatan lainnya. Untuk utilitas seperti saluran air
bersih, air kotor, listrik, dan lain-lain dapat dihubungkan melalui pipa-pipa yang dikaitkan
dengan pondasi bangunan dan jembatan yang terapung lalu dihubungkan ke bagian daratan.

Gambar 4.13 Ilustrasi kondisi bangunan floating cottages dengan struktur kombinasi dari Bangunan amphibi
house dan floating house
Sumber: Ilustrasi Pribadi, Juni 2013

Hanya saja, walau menerapkan teknologi yang sedang berkembang saat ini tidak lantas
menghilangkan ciri khas arsitektur tradisional Indonesia yang ada di Pulau Ayer. Bagian
struktur atas bangunan dapat dibongkar terlebih dahulu untuk dipasang kembali di atas
struktur terapung lalu dipasangkan mooring post sehingga terciptalah bentuk dari arsitektur
pesisir di kawasan wisata Pulau Ayer yang lebih ramah dan mengantisipasi perubahan iklim.

18
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

5.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan didapat kesimpulan

sebagai beikut:
Pulau Ayer merupakan pulau kecil yang merupakan bagian dari sembilan pulau yang
ada di Kepulauan Seribu yang diperuntukkan sebagai pulau resort untuk keperluan pariwisata.
Bangunan yang ada di Pulau Ayer terdiri dari bangunan panggung yang berada di darat dan di
perairan dan juga bangunan non panggung yang ada di darat. Meskipun beberapa struktur
bangunannya mirip dengan kondisi di daratan, yang membedakan bangunan daratan di tengah
kota dengan kawasan pesisir adalah materialnya yang dapat bertahan terhadap kondisi laut yakni,
gelombang, pasang surut, korosi air asin, dll. Kayu yang tahan terhadap air laut (kayu ulin,
bambu, dll), campuran semen dan beton dengan jenis yang tahan terhadap air laut, dan bentuk
atap sirap tetap menjadi struktur yang sering ditemukan baik di daratan pusat kota maupun di
kawasan pesisir.
Selain memahami kondisi alam yang ada di kawasan pesisir, arsitek pun perlu untuk
memahami ancaman bencana yang biasa menimpa kawasan pesisir. Ancaman bencana berupa
perubahan iklim khususnya sea level rise pun menjadi pertimbangan untuk mempersiapkan jenis
bangunan pesisir seperti apa yang bisa mengantisipasinya di saat pulau-pulau kecil yang ada
terancam tenggelam. Saat ini banyak teknologi yang berkembang untuk memberikan solusi
dalam menghadapi perubahan iklim terkait sea level rise salah satunya yang sudah banyak
disosialisasikan adalah jenis rumah yang dapat mengapung dengan stuktur yang sedang
berkembang (amphibi house & floating house). Dengan menganalisis kombinasi keunggulan dari
kedua stuktur bangunan tersebut, harapannya dapat diaplikasikan di Pulau Ayer maupun pulaupulau kecil lainnya untuk ke depan.
Untuk saran, hal penting yang perlu dilakukan di Pulau Ayer dalam menghadapi perubahan
iklim saat ini adalah mempertahankan kondisi pulau agar tidak mengalami abrasi dengan
membuat struktur pelindung pantai yakni breakwater. Sedangkan, untuk struktur bangunan yang
ada perlu dikembangkan menggunakan teknologi yang dapat mendukung ketahanan bangunan
cottage terhadap perubahan iklim tanpa harus kehilangan identitas arsitektur tradisional Indonesia
yang sudah ada dan menjadi ciri khas pulau

19
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013

REFERENSI
Adriani, Yani. 2002. Pariwisata Kepulauan Seribu : Potensi Pengembangan dan
Permasalahannya. Pusat Penelitian Kepariwisataan Institut Teknologi Bandung
Alamsyah. Abimanyu Takdir. (Maret 2013) 1) Waktu 2) Ruang 3) Kultural (Dimitri, 2006). Slide
dipresentasikan dalam kelas Arsitektur di Kawasan Pesisir, Depok.
Ardika, I Gede. 2000. Beberapa Pokok Pikiran Tentang Pengembangan Wisata Bahari di Bali.
Naskah Lengkap Seminar Nasional. Denpasar. Universitas Udayana.
Bengen, D.G. 2003. Definisi, Batasan dan Realitas Pulau Kecil. Semiloka Penentuan Definisi
dan Pendataan Pulau di Indonesia. Ditjen P3K, DKP, Jakarta, 26 Mei 2003.
C.M. Wang, E. Watanabe, T. Utsunomiya. 2007. Very Large Floating Structures (Spon
Research). Spon Press
Dahuri. et al. (2001). Sumber Daya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya
Paramita
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004.
Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004.
Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Garis Pantai
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008.
Pedoman Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Rumah Ramah Bencana di Wilayah Pesisir
Hartono, Rudy. (2013, 12 Mei 2013). Personal Interview.
Keraf. 2000. Dimensi Budaya Ekologi Pesisir Dalam Pengembangan Wisata Bahari. Naskah
Seminar, Denpasar Kajian Budaya Universitas Udayana.
Pendit, Nyoman S. 1999. llmu Pariwata. Jakarta: Akademi Pariwisata Trisakti.
Pulau Ayer. 2010. http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/835/Ayer-Pulau. Diakses
pada tanggal 2 Mei 2013 pukul 19.10
Rencana Strategis Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia 2012-2014.
Tsunami

Tekan

Wisatawan

Pulau,

Pulau

Seribu

Aman

Tsunami.

2011.

http://pulauseribujakarta.com/berita/tsunami-tekan-wisatawan-pulau-seribu/. Diakses pada
tanggal 20 Mei 2013 pukul 14.25
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahhun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
20
Universitas Indonesia
Arsitektur Kawasan..., Mayang Wulandari Naro Putri, FT UI, 2013