Perencanaan Pembangunan Ekonomi Wilayah Berbasis Pertanian Dalam Rangka Pengurangan Kemiskinan Di Kalimantan Barat.

PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH
BERBASIS PERTANIAN DALAM RANGKA PENGURANGAN
KEMISKINAN DI KALIMANTAN BARAT

NIA PERMATASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perencanaan
Pembangunan Ekonomi Wilayah Berbasis Pertanian dalam Rangka Pengurangan
Kemiskinan di Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Nia Permatasari
NIM H152120071

RINGKASAN
NIA PERMATASARI. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Wilayah Berbasis
Pertanian dalam Rangka Pengurangan Kemiskinan di Kalimantan Barat.
Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO dan AMZUL RIFIN.
Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang mempunyai
perkembangan perekonomian lebih lambat dibandingkan perekonomian nasional
dan memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di Pulau Kalimantan. Sehingga
diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan perekonomian daerah agar dapat
menyelesaikan permasalahan tersebut. Kunci keberhasilan suatu pembangunan
adalah perencanaan yang tepat. Perencanaan pada hakekatnya harus didasarkan
pada masalah, kebutuhan dasar dan potensi wilayah agar pembangunan yang
dilakukan tepat guna dan tepat sasaran sehingga mampu meningkatkan
perekonomian daerah. Perencanaan pembangunan perlu dukungan anggaran agar
keberhasilan tujuan, sasaran, program dan kegiatan dapat tercapai. Sektor
pertanian merupakan kontribusi utama dalam struktur perekonomian masyarakat

Kalimantan Barat. Pertanian menjadi sektor yang diharapkan mampu mengurangi
kemiskinan, tetapi alokasi anggaran untuk sektor pertanian masih sangat kecil.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja keuangan daerah, kinerja
sektor pertanian dan kemiskinan di Kalimantan Barat; mengidentifikasi
keterkaitan antara kinerja keuangan daerah, kinerja sektor pertanian dan
kemiskinan di Kalimantan Barat; serta merumuskan strategi pembangunan
ekonomi wilayah berbasis pertanian dalam mengurangi kemiskinan di Kalimantan
Barat. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan analisis regresi berganda dengan data panel terhadap 14
kabupaten/kota dengan periode penelitian tahun 2008-2013.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa masih rendahnya kinerja
keuangan daerah Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat. Hal tersebut tergambar
melalui derajat desentralisasi fiskal yang relatif rendah yaitu kurang dari 10%,
nilai derajat potensi daerah hanya sebesar 15% dan derajat ketergantungan daerah
yang masih cukup tinggi yaitu sebesar 80%. Penduduk miskin yang paling besar
jumlahnya adalah yang bekerja pada subsektor perkebunan yakni 63.18% dari
total penduduk miskin sektor pertanian.
Hasil analisis data panel menunjukkan pengaruh positif antara anggaran
pertanian dengan PDRB pertanian. Adapun hubungan antara share pertanian
terhadap tingkat kemiskinan adalah negatif. Temuan ini memperkuat keyakinan

perlunya mendorong lebih kuat lagi pembangunan pertanian untuk mengurangi
angka kemiskinan. Kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan kemiskinan yang tinggi (pro poor-growth) dilakukan dengan
meningkatkan anggaran sektor pertanian terutama anggaran untuk pembangunan
dan diarahkan untuk memperbaiki program-program penanggulangan kemiskinan.
Kata kunci: kemiskinan, pembangunan ekonomi wilayah, sektor pertanian

SUMMARY
NIA PERMATASARI. Agriculture-Based Regional Economic Development
Planning for Reduction Poverty in West Kalimantan. Supervised by DOMINICUS
SAVIO PRIYARSONO and AMZUL RIFIN.
West Kalimantan Province is one of provinces with slower economic
growth compared to the national economy and has the largest number of poor
people of Borneo Island. According to this condition, an effort is needed to
increase the region's economy in order to resolve these problems. The key to
success for the development is proper planning. Planning should be based on the
issue, basic needs and regional potential so that the development can be done
efficiently and well targeted therefore it will be able to enhance the region's
economy. Development planning needs supporting budget therefore the goals,
targets, programs and other activities can be achieved. The agriculture sectors are

a major contribution to the economic structure of society in West Kalimantan.
Agriculture becomes a sector that is expected to reduce poverty, but the budget
allocation for the agriculture sectors are low.
This study aims at identifying the performance of regional finance and
agriculture sectors, and poverty level of West Kalimantan; identifying the
relationship between the performance of regional finance and agriculture sectors,
and poverty level of West Kalimantan; and formulating agriculture-based
regional economic development strategy to reduce poverty in West Kalimantan.
The analytical method used in this research in descriptive and multiple regression
analysis with panel data from 14 districts / cities in the study period of 2008-2013.
Descriptive analysis showed that the performance of Regency / City finance
in West Kalimantan kept at low level. This is reflected by the low degree of fiscal
decentralization (less than 10%), the degree of potential areas is only 15% and the
degree of area dependence is quite high at 80%. Most of poor people are working
on the plantation subsector, it is 63.18% of the total poor population of the
agriculture sector.
Panel data analysis results show the positive influence between the
agricultural budget to the agricultural GRDP. As for the relationship between the
share of agriculture and poverty rate is negative. This finding strengthen the belief
of necessity to encourage agricultural development stronger in order to reduce

poverty. Oriented policy on economic growth and high reduction poverty (poor
pro-growth) is done by increasing the agriculture sector budget, especially the
development budget that is meant to improve programs of poverty reduction.
Keywords: agriculture sector, poverty, regional economic development

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH
BERBASIS PERTANIAN DALAM RANGKA PENGURANGAN
KEMISKINAN DI KALIMANTAN BARAT

NIA PERMATASARI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah
dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Wiwiek Rindayati, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Perencanaan Pembangunan
Ekonomi Wilayah Berbasis Pertanian dalam Rangka Pengurangan Kemiskinan di
Kalimantan Barat ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat

untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains
dari program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan di
Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Dominicus Savio
Priyarsono, MS dan Bapak Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku pembimbing, yang
dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan
dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan tesis ini. Penulis juga
menghanturkan terima kasih kepada Dr Ir Wiwiek Rindayati, MSi selaku penguji
luar komisi pada ujian sidang atas saran dan masukan yang diberikan. Kepada
Dekan Sekolah Pasca Sarjana dan Fakultas Ekonomi Manajemen, serta Prof Dr Ir
Bambang Juanda, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) beserta staf, penulis mengucapkan
terima kasih atas pelayanan prima yang diberikan selama penulis menempuh studi
di PWD-IPB. Kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Nia Permatasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
7
7
8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Pembangunan Ekonomi Wilayah
Desentralisasi Fiskal
Kebijakan Fiskal dalam Pembangunan Ekonomi
Peran Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi
Kaitan Antara Belanja (Pengeluaran) Pemerintah dengan Kinerja Sektor
Pertanian
Kemiskinan
Kaitan Antara Kinerja Sektor Pertanian dengan Kemiskinan
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

8
8
12
11
13

3 METODE
Lokasi dan Waktu
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis

27
27
27
27

18
19

23
23
25
27

4 GAMBARAN UMUM, KINERJA PEREKONOMIAN, PERTANIAN DAN
KEMISKINAN DI KALIMANTAN BARAT
35
Kondisi Wilayah Kalimantan Barat
35
Kinerja Perekonomian Kalimantan Barat
36
Kinerja Sektor Pertanian
43
Kemiskinan
48
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterkaitan antara Kinerja Keuangan Daerah dengan Kinerja Sektor
Pertanian
Keterkaitan antara Kinerja Sektor Pertanian dengan Tingkat Kemiskinan
Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah Berbasis Pertanian dalam
Mengurangi Kemiskinan di Kalimantan Barat

53

6 SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

59

53
55
58

Simpulan
Implikasi Kebijakan

59
59

DAFTAR PUSTAKA

60

LAMPIRAN

64

RIWAYAT HIDUP

73

DAFTAR TABEL
1

2

3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13
14
15
16
17

18
19

Distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto atas dasar
harga konstan 2000 menurut lapangan usaha di Kalimantan Barat
tahun 2008-2013
Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja
menurut lapangan usaha utama di Kalimantan Barat tahun 20082013
Alokasi belanja modal dan persentase kemiskinan menurut sektor
ekonomi di Kalimantan Barat tahun 2009-2012
Skala interval derajat desentralisasi fiskal
Jumlah dan kepadatan penduduk menurut Kabupaten/Kota di
Kalimantan Barat tahun 2008-2013
Pertumbuhan sektoral ekonomi Kalimantan Barat tahun 20082013
Distribusi PDRB atas dasar harga konstan di Kalimantan Barat
tahun 2008-2013
Rata-rata per tahun PDRB sektor pertanian dan kontribusi
subsektor menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat tahun
2008-2013
Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman pangan di
Kalimantan Barat tahun 2008-2013
Luas areal, produksi dan produktivitas perkebunan di Kalimantan
Barat tahun 2008-2013
Populasi ternak di Kalimantan Barat tahun 2008-2013
Perkembangan produksi peternakan di Kalimantan Barat tahun
2008-2013
Angka kemiskinan Kota Desa di Kalimantan Barat tahun 20082013
Angka kemiskinan berdasarkan Kabupaten/Kota di Kalimantan
Barat tahun 2008-2013
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) Provinsi Kalimantan Barat
menurut Kabupaten/Kota tahun 2008-2013
Indeks keparahan kemiskinan (P2) Provinsi Kalimantan Barat
menurut Kabupaten/Kota tahun 2008-2013
Persentase penduduk miskin usia 15 tahun ke atas menurut
Kabupaten/Kota dan pendidikan yang ditamatkan di Kalimantan
Barat tahun 2013
Hasil estimasi pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap kinerja
sektor pertanian
Hasil estimasi pengaruh kinerja sektor pertanian terhadap tingkat
kemiskinan

3

4
6
28
36
41
41

42
45
46
46
47
48
49
50
51

52
54
56

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10

11

Pertumbuhan ekonomi menurut Provinsi di Pulau Kalimantan
tahun 2008-2013
Persentase penduduk miskin menurut provinsi di Pulau
Kalimantan tahun 2008-2013
Perkembangan persentase penduduk miskin menurut wilayah di
Kalimantan Barat tahun 2008-2013
Kerangka pemikiran penelitian
Peta administratif wilayah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov
Kalbar 2013)
Derajat desentralisasi fiskal, derajat potensi daerah dan derajat
ketergantungan daerah kabupaten/kota di Kalimantan Barat, tahun
2008-2013
Derajat kemandirian daerah Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat,
tahun 2008-2013
Proporsi belanja langsung dan proporsi belanja tidak langsung
Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat, tahun 2008-2013
Proporsi belanja Pemerintah Daerah untuk subsektor pertanian
Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat, tahun 2008-2013
Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja di
lapangan pekerjaan utama sektor pertanian menurut tingkat
pendidikan tahun 2013
Jumlah penduduk miskin 15 tahun ke atas berdasarkan sektor
pertanian di Kalimantan Barat tahun 2011-2012

1
2
2
26
35

37
38
39
40

44
53

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4

5
6
7

Hasil perhitungan perubahan nilai harga berlaku menjadi konstan
2008 tahun 2008-2013
Hasil pengujian Hausman test untuk mengestimasi pengaruh
kinerja keuangan daerah terhadap kinerja sektor pertanian
Hasil pengujian dengan metode fixed effect untuk mengestimasi
pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap kinerja sektor
pertanian
Hasil pengujian dengan metode random effect untuk
mengestimasi pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap kinerja
sektor pertanian
Hasil pengujian Hausman test untuk mengestimasi pengaruh
kinerja sektor pertanian terhadap tingkat kemiskinan
Hasil pengujian dengan metode fixed effect untuk mengestimasi
pengaruh kinerja sektor pertanian terhadap tingkat kemiskinan
Hasil pengujian dengan metode random effect untuk
mengestimasi pengaruh kinerja sektor pertanian terhadap tingkat
kemiskinan

64
67

68

69
70
71

72

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi yang ditempuh oleh negara-negara sedang
berkembang bertujuan antara lain untuk tercapainya kemakmuran dan
kesejahteraan bagi seluruh masyarakat (Priyarsono 2013). Demikian juga halnya
pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, menciptakan equity (keadilan dan pemerataan pembangunan) serta tetap
memperhatikan aspek keberlanjutan sumberdaya bagi generasi berikutnya. Namun
demikian, untuk mencapai kesejahteraan masyarakat tersebut, terdapat masalah
utama yang dihadapi oleh setiap negara yang membangun termasuk Indonesia
yaitu pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan.
Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
mempunyai letak strategis. Wilayah daratnya berbatasan langsung dengan negara
Malaysia yang sudah memiliki pintu perbatasan antarnegara yang resmi.
Sedangkan wilayah lautnya dilintasi oleh pelayaran perdagangan internasional.
Kondisi demikian membuat Kalimantan Barat memiliki keunggulan secara
geografis, namun di sisi lain kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
masih tertinggal dengan daerah lain. Provinsi Kalimantan Barat mempunyai
perkembangan perekonomian lebih lambat dibandingkan perekonomian nasional.
Hal ini ditunjukkan dari data BPS bahwa pada tahun 2012 realisasi pertumbuhan
ekonomi Kalimantan Barat hanya sebesar 5.39% jauh lebih rendah dari
pertumbuhan ekonomi nasional yang besarnya mencapai 6.2%. Pertumbuhan
ekonomi Kalimantan Barat jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau
Kalimantan, menempati urutan ketiga pada tahun 2008 sampai tahun 2011, setelah
Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Selanjutnya pada tahun
2012 pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat mengalami penurunan sebesar
0.14%.

8
7
6
5

Kalbar

4

Kalteng

3

Kalsel

2

Kaltim

1
0
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Sumber: BPS, 2008-2013

Gambar 1 Pertumbuhan ekonomi menurut
Kalimantan tahun 2008-2013

Provinsi

di

Pulau

2
12
10
8

Kalbar

6

Kalteng
Kalsel

4

Kaltim
2
0
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Sumber: BPS, 2008-2013

Gambar 2 Persentase penduduk miskin menurut provinsi di Pulau
Kalimantan tahun 2008-2013

Gambar 2 menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di Kalimantan
Barat merupakan yang tertinggi di Pulau Kalimantan dari tahun 2008-2013. Pada
tahun 2012 persentase penduduk miskin di Kalimantan Barat masih lebih tinggi
daripada Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur
berturut-turut sebesar 6.19%, 5.01% dan 6.38%. Meskipun berbagai upaya
penanggulangan kemiskinan telah dilakukan dan mampu menunjukkan dampak
positif yang terlihat dari menurunnya persentase, namun upaya tersebut belum
sepenuhnya berhasil. Selain masih tingginya jumlah penduduk miskin di
Kalimantan Barat penurunan tingkat kemiskinan mengalami perlambatan, bahkan
mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 0.07% menjadi sebesar 8.74%.

14
12
Persen

10
8
6
4
2
0
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Tahun
Kota

Desa

Kota + Desa

Sumber: BPS, 2008-2013

Gambar 3 Perkembangan persentase penduduk miskin menurut wilayah di
Kalimantan Barat tahun 2008-2013

3
Kemiskinan dapat ditimbulkan oleh kebijakan yang bias. Jumlah penduduk
miskin di daerah pedesaan masih cukup banyak dibandingkan dengan daerah
perkotaan. Pada tahun 2013 persentase penduduk miskin yang tinggal di pedesaan
sebesar 10.07%, sedangkan persentase penduduk miskin yang tinggal di perkotaan
sebesar 5.68%. Selama periode 2008-2013 kemiskinan di perkotaan mengalami
penurunan yang lebih cepat daripada di pedesaan. Tingginya tingkat kemiskinan
di pedesaan disebabkan kebijakan pembangunan bias perkotaan dan sektor
industri, sementara alokasi anggaran sektor pertanian menurun drastis (Sajogyo
2002). Kebijakan ini dinilai keliru karena memarginalkan hak masyarakat dan
menumbuhkan kantong-kantong kemakmuran masyarakat perkotaan di tengah
kemiskinan masyarakat pedesaan (Sudaryanto dan Rusastra 2006).
Salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi
yaitu melalui angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yang di dalamnya
menggambarkan secara makro kondisi perekonomian di suatu wilayah selama
kurun waktu tertentu. Distribusi persentase PDRB atas dasar harga konstan tahun
2000 menurut lapangan usaha di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008-2013,
menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi dibanding
sektor lainnya. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2013, sektor pertanian
di Kalimantan Barat memberikan kontribusi sebesar 24.48% jauh lebih tinggi dari
kontribusi sektor pertanian nasional yang besarnya 12.26%. Kontribusi yang
relatif besar ini sangat berpengaruh dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Kalimantan Barat khususnya petani. Seperti yang dikemukakan
Priyarsono (2013), sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam
mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan distribusi pendapatan yang
merata dibandingkan sektor lainnya.

Tabel 1 Distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga
konstan 2000 menurut lapangan usaha di Kalimantan Barat tahun 20082013
Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas & Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa
Total

2008
(%)
25.49
1.38
17.73
0.43
7.93
23.55
7.55
4.84

2009 2010 2011
(%)
(%)
(%)
25.27 24.98 24.65
1.72 1.77 1.79
17.34 16.81 16.27
0.43 0.44 0.43
8.21 8.43 8.71
21.07 21.09 21.19
8.87 9.27 9.69
5.56 5.62 5.63

2012 2013
(%)
(%)
24.20 24.48
1.78 1.76
15.88 15.62
0.42 0.42
9.03 9.01
21.35 21.22
9.75 9.85
5.68 5.69

11.10 11.53 11.59 11.65
100.00 100.00 100.00 100.01

11.90 11.96
99.99 100.01

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2008-2013

4
Wilayah Kalimantan Barat sebagian besar merupakan dataran rendah
dengan luas 146 807 km2 atau 7.53% dari luas Indonesia, sehingga memiliki
potensi yang besar di bidang pertanian. Sektor pertanian merupakan kontribusi
utama dalam struktur perekonomian masyarakat Kalimantan Barat. Hampir 60%
dari 4.47 juta jiwa penduduknya bergerak di bidang pertanian (Tabel 2). Selama
tahun 2008-2013 persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian secara
umum mengalami penurunan dari sebesar 64.16% menjadi 57.57%. Penurunan
persentase penduduk yang bekerja pada sektor pertanian sejalan dengan
perubahan struktur ekonomi yang terjadi di Kalimantan Barat dimana sektor
pertanian kontribusinya juga mengalami penurunan. Walaupun proporsinya
mengalami penurunan tetapi secara absolut jumlah penduduk yang bekerja di
sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sektor pertanian
umumnya berada di pedesaan dan menjadi tumpuan sebagian besar penduduk
Kalimantan Barat dalam memperoleh pendapatan sebagai mata pencaharian utama.
Penduduk yang bekerja pada sektor lain yang jumlahnya cukup banyak juga
terjadi di sektor perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa lainnya masingmasing sebesar 13.54% dan 11.94%. sedangkan sektor lapangan usaha dengan
jumlah pekerja paling sedikit terjadi pada sektor listrik, gas dan air sebesar 0.17%
(BPS 2013).

Tabel 2 Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut
lapangan usaha utama di Kalimantan Barat tahun 2008-2013
Lapangan Usaha Utama
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas & Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa

2008 2009 2010 2011 2012 2013
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
64.16 63.14 60.43 60.30 59.50 57.57
1.59 2.96 2.56 3.66 3.98 4.17
4.15 3.63 4.82 4.17 3.70 3.34
0.18 0.10 0.14 0.21 0.20 0.17
3.94 3.83 4.87 4.54 5.23 5.30
13.50 12.56 13.04 12.92 13.09 13.54
3.13 2.85 2.67 2.40 2.04 2.66
0.57 0.61 0.85 0.98 1.22 1.30
8.77 10.34 10.62 10.82 11.04 11.94

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2008-2013

Peranan strategis sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi Kalimantan
Barat antara lain ditunjukkan oleh kedudukan sektor pertanian sebagai kontributor
penting dalam: 1) Pembentukan Produk Domestik Bruto; 2) Penyediaan dan
peningkatan Devisa Negara melalui ekspor hasil pertanian; serta 3) Penyediaan
bahan baku industri. Kemudian peranan strategis sektor pertanian bagi pemerataan
pembangunan antara lain ditunjukkan oleh kedudukannya sebagai sumbersumber: 1) Ketahanan pangan; 2) Penyediaan lapangan kerja; 3) Peningkatan
pendapatan dan daya beli masyarakat dan pengentasan kemiskinan; 4)
Peningkatan pasar dalam negeri.

5
Luas lahan yang besar, sumberdaya manusia yang potensial, serta kondisi
alam yang baik menjadi faktor pendukung untuk mengembangkan usaha pertanian
di Kalimantan Barat. Oleh karena itu, sektor pertanian di Kalimantan Barat perlu
terus dikembangkan. Hal ini relevan dengan pendapat Arifin (2005), sektor
pertanian harus tetap mendapatkan perhatian pemerintah karena memiliki dasar
yang kuat sebagai penopang perekonomian nasional.
Berdasarkan peranan sektor pertanian tersebut, pemerintah daerah Provinsi
Kalimantan Barat telah menetapkan agenda pembangunan ekonomi yang
didasarkan kepada sektor pertanian yang sejalan dengan program revitalisasi
pertanian, perikanan dan kehutanan yang digagas Kementrian Pertanian. Melalui
Revitalisasi Pertanian diharapkan sektor pertanian akan menjadi tulang punggung
perekonomian Provinsi Kalimantan Barat, terutama dalam meningkatkan
ketahanan pangan, mengurangi kemiskinan, serta menjadi motor penggerak
percepatan pembangunan ekonomi daerah. Oleh sebab itu, pemerintah Provinsi
Kalimantan Barat memprioritaskan pertanian sebagai salah satu sektor unggulan
agar dapat mewujudkan masyarakat Kalimantan Barat yang sejahtera. Orientasi
pembangunan pertanian tersebut sesuai dengan visi pembangunan Kalimantan
Barat 2013-2018 yaitu “Terwujudnya masyarakat Kalimantan Barat yang beriman,
sehat, cerdas, aman, berbudaya dan sejahtera”.
Walaupun demikian, pembangunan pertanian harus disinergikan dengan
pembangunan sektor lainnya karena pembangunan pertanian yang tidak disertai
dengan pembangunan industri hulu, industri hilir serta jasa-jasa pendukung secara
simultan, tidak mampu mendayagunakan keunggulan komparatif menjadi
keunggulan kompetitif.
Kinerja pembangunan daerah dapat tercapai apabila penganggaran telah
sesuai dengan tujuan pembangunan daerah itu sendiri, antara lain mensejahterakan
masyarakat, mengurangi ketergantungan fiskal, mengurangi kesenjangan antar
wilayah dan meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini relevan dengan pendapat
Jhingan (2010), peranan belanja pemerintah dalam pembangunan ekonomi
terletak dalam peningkatan laju pertumbuhan perekonomian, penyediaan
kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan kemakmuran, mendorong inisiatif
dan usaha swasta, dan mewujudkan keseimbangan perekonomian regional. Oleh
karena itu, jika tujuan pembangunan ekonomi di suatu daerah adalah untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat maka penetapan kebijakan belanja
pemerintah harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Perumusan Masalah
Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang mempunyai
perkembangan perekonomian lebih lambat dibandingkan perekonomian nasional
dan memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di Pulau Kalimantan (BPS
2013). Diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan perekonomian daerah agar
dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Kunci keberhasilan suatu
pembangunan adalah perencanaan yang tepat. Perencanaan pada hakikatnya harus
didasarkan pada masalah, kebutuhan dasar dan potensi wilayah agar
pembangunan yang dilakukan tepat guna dan tepat sasaran sehingga mampu
meningkatkan perekonomian daerah.

6
Perencanaan pembangunan perlu dukungan anggaran agar keberhasilan
tujuan, sasaran, program dan kegiatan dapat tercapai. Ekawarna et al. dalam
Nugraheni (2012) menyatakan bahwa anggaran daerah merupakan rencana
keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Kinerja
keuangan pemerintah daerah terkait erat dengan aspek kinerja pelaksanaan APBD,
dan tidak terlepas dari struktur dan akurasi belanja dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Besarnya komitmen pemerintah daerah dalam menyediakan layanan
publik melalui pengeluaran belanja tampak dari alokasi pengeluaran belanja
pemerintah daerah, khususnya belanja modal. Anggaran belanja daerah menjadi
tidak logis jika proporsi anggarannya lebih banyak digunakan untuk membiayai
belanja rutin (Abimanyu 2005). Belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah
daerah dapat berkontribusi pada perekonomian regional apabila benar-benar
diprioritaskan untuk pembangunan di daerahnya.
Setiap tahun belanja modal pemerintah mengalami peningkatan namun
proporsi belanja modal pemerintah daerah terhadap seluruh pengeluaran
pemerintah Kalimantan Barat selama tahun 2009-2012 mengalami penurunan.
Belanja modal pemerintah daerah sebagian besar digunakan untuk pembangunan
infrastruktur dan pengembangan sektor jasa lainnya dengan rata-rata sebesar
14.29% dan 8.61% selama 2009-2012. Peningkatan alokasi belanja modal dan
besarnya proporsi belanja modal dalam periode tersebut merupakan cermin dari
besarnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur. Selain
dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan dasar,
alokasi belanja modal yang besar pada pembangunan infrastruktur juga
dimaksudkan untuk dapat mendukung dan mendorong pertumbuhan ekonomi,
menekan inflasi, serta mendorong distribusi barang.

Tabel 3 Alokasi belanja modal dan persentase kemiskinan menurut sektor
ekonomi di Kalimantan Barat tahun 2009-2012
Belanja Modal (%)
Sektor Ekonomi

2009

2010

2011

2012

Kemiskinan (%)
Ratarata
1.41
0.13
0.02

Pertanian
1.59
1.21
1.63 1.20
Pertambangan
0.06
0.18
0.14 0.14
Industri
0.02
0.00
0.05 0.00
Listrik, Gas, Air
Minum
0.00
0.00
0.00 0.00
0.00
Konstruksi
16.59 14.66 13.75 12.16 14.29
Perdagangan
0.21
0.12
0.14 0.19
0.17
Transportasi &
Komunikasi
0.77
1.05
0.66 0.42
0.73
Keuangan & Jasa
0.04
0.04
0.04 0.24
0.09
Jasa Lainnya
9.28
7.57
8.05 9.53
8.61
Total
28.58 24.83 24.46 23.88 25.44
Sumber: DJPK dan BPS 2013 (diolah)

2009

2010

2011

2012

7.58
0.34
0.23

7.61
0.32
0.60

6.72
0.15
0.20

5.90
0.33
0.36

Ratarata
6.95
0.29
0.35

0.00
0.42
0.36

0.00
0.28
0.11

0.00
0.89
0.24

0.00
0.78
0.18

0.00
0.59
0.22

0.02
0.00
0.36
9.30

0.04
0.00
0.36
9.30

0.05
0.00
0.34
8.60

0.19
0.00
0.32
8.07

0.07
0.00
0.27
8.75

Pemerintah daerah memerlukan informasi kemiskinan menurut sektor
ekonomi untuk membuat kebijakan investasi yang berbasis kemiskinan.
Kebijakan investasi berbasis kemiskinan digunakan untuk mempercepat program

7
pengentasan kemiskinan sebagai usaha optimalisasi trickle down effect. Jika
dibandingkan dengan proporsi penduduk miskin menurut sektor lapangan usaha,
proporsi belanja modal pada sektor dimana penduduk miskin paling banyak
berada masih relatif kecil dimana belanja modal untuk pertanian rata-rata hanya
sebesar 1.41% selama 2009-2012. Pertanian menjadi sektor yang diharapkan
mampu mengurangi kemiskinan, tetapi alokasi anggaran untuk sektor pertanian
masih sangat kecil. Salah satu karakteristik penduduk miskin secara spesifik
sebagian besar tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian dominan berusaha
sendiri di sektor pertanian (Pasaribu 2006) dan pengembangan sektor pertanian
menjadi sangat penting dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan (Yudhoyono
2004; Datt dan Ravallion 1996; Matsuyama 1992). Menurut Priyarsono (2013)
sektor pertanian merupakan sumber pendapatan bagi sebagian besar rumah tangga
berpendapatan rendah, sehingga upaya pengurangan kemiskinan dapat secara
efektif dilakukan melalui pembangunan pertanian.
Kontribusi sektor pertanian di Kalimantan Barat, ditunjang dengan besarnya
penyerapan tenaga kerja dan anggaran pembangunan pertanian yang baik,
seharusnya dapat mengurangi kemiskinan. Namun faktanya proporsi belanja
modal untuk sektor pertanian relatif kecil sehingga tingkat kemiskinan di
Kalimantan Barat juga masih tinggi. Hal ini tentu saja perlu mendapat perhatian,
sehingga kajian perencanaan pembangunan ekonomi wilayah berbasis pertanian
dalam mengurangi kemiskinan di Kalimantan Barat perlu untuk dilakukan.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada latar belakang di atas,
maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kinerja keuangan daerah, kinerja sektor pertanian dan kondisi
kemiskinan di Kalimantan Barat?
2. Bagaimana keterkaitan antara kinerja keuangan daerah, kinerja sektor
pertanian dan kemiskinan di Kalimantan Barat?
3. Bagaimana strategi pembangunan ekonomi wilayah berbasis pertanian dalam
mengurangi kemiskinan di Kalimantan Barat?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji kinerja keuangan daerah, kinerja sektor pertanian dan kemiskinan
di Kalimantan Barat.
2. Mengidentifikasi keterkaitan antara kinerja keuangan daerah, kinerja sektor
pertanian dan kemiskinan di Kalimantan Barat.
3. Merumuskan strategi pembangunan ekonomi wilayah berbasis pertanian
dalam mengurangi kemiskinan di Kalimantan Barat.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan bahan
pertimbangan bagi perencana dan pengambil kebijakan dalam pengembangan
sektor pertanian di Indonesia secara umum dan Pemerintah Kalimantan Barat,
serta dapat menjadi sumber informasi dalam mengurangi kemiskinan. Selain itu

8
hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
upaya mendorong pembangunan ekonomi wilayah Kalimantan Barat untuk
kepentingan keberlanjutan pembangunan pada masa yang akan datang.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini hanya fokus pada pengelolaan fiskal yang
berasal dari APBD, sehingga aspek kebijakan moneter tidak termasuk dalam
penelitian ini. Sektor pertanian yang dipilih untuk diteliti adalah subsektor
tanaman pangan, subsektor hortikultura, subsektor peternakan dan subsektor
perkebunan di Kalimantan Barat, dengan pertimbangan ketersediaan data-data
yang tersedia dengan kurun waktu yang digunakan dalam penelitian ini.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Pembangunan Ekonomi Wilayah
Menurut Conyers dan Hills dalam Tarigan (2006), perencanaan sebagai
suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau
pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Arsyad (2010), menyatakan
ada 4 (empat) elemen dasar perencanaan yakni: 1) merencanakan bearti memilih,
2) perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya, 3) perencanaan
merupakan alat untuk mencapai tujuan, dan 4) perencanaan untuk masa depan.
Perencanaan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang
bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai
alternatif penggunaan sumber daya dalam mengendalikan suatu perekonomian
untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu dalam jangka waktu agar mencapai
tujuan-tujuan pada masa yang akan datang.
Setiap perencanaan pembangunan harus mengandung unsur-unsur pokok
sebagai berikut: (1) Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan.
Unsur ini merupakan dasar dari seluruh rencana, yang kemudian dituangkan
dalam unsur-unsur pokok perencanaan pembangunan lainnya. (2) Adanya
kerangka rencana makro. Dalam kerangka ini dihubungkan berbagai variabelvariabel pembangunan serta implikasi hubungan tersebut. (3) Perkiraan sumbersumber pembangunan khususnya sumber-sumber pembiayaan pembangunan.
Sumber-sumber pembiayaan pembangunan merupakan keterbatasan strategis,
sehingga perlu diperkirakan dengan seksama. (4) Uraian tentang kerangka
kebijksanaan yang konsisten seperti misalnya kebijaksanaan fiskal, penganggaran,
moneter, harga serta kebijaksanaan sektoral lainnya. Berbagai kebijaksanaan itu
perlu dirumuskan dan kemudian dilaksanakan. (5) Perencanaan pembangunan
adalah program investasi yang dilakukan secara sektoral. Penyusunan program
investasi secara sektoral ini dilakukan bersama-sama dengan penyusunan rencanarencana sasaran. (6) Perencanaan pembangunan adalah administrasi pembangunan
yang mendukung usaha perencanaan dan pelaksaan pembangunan tersebut.

9
Sedangkan dari sudut pandang ekonomi alasan perlunya perencanaan
adalah: 1) agar penggunaan alokasi sumber-sumber pembangunan yang terbatas
bisa lebih efisien dan efektif sehingga dapat dihindari adanya pemborosanpemborosan, 2) agar perkembangan ekonomi menjadi lebih mantap, 3) agar
tercapai stabilitas ekonomi dalam menghadapi siklus konjungtur.
Menurut Jhingan (2010) syarat-syarat keberhasilan suatu perencanaan
memerlukan adanya hal-hal berikut ini:
1. Komisi Perencanaan
Pembentukan suatu komisi (badan atau lembaga) perencanaan yang harus
diorganisir secara tepat yang dibagi dalam bagian-bagian dan subbagian yang
dikoordinir oleh para pakar, seperti pakar ekonomi, statistik, teknik serta
pakar lain yang berkenaan dengan masalah perekonomian.
2. Data Statistik
Adanya analisis yang menyeluruh tentang potensi sumber daya yang dimiliki
suatu negara beserta segala kekurangannya. Analisis seperti ini penting untuk
mengumpulkan informasi dan data statistik serta sumberdaya-sumberdaya
potensial lain seperti sumber daya alam, sumber daya manusia dan modal
yang tersedia di negara tersebut.
3. Tujuan
Suatu perencanaan dapat menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
Berbagai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai tersebut hendaknya realistis
dan disesuaikan dengan kondisi perekonomian negara yang bersangkutan.
4. Penetapan Sasaran dan Prioritas
Penetapan sasaran dan prioritas perencanaan dibuat secara makro dan sektoral.
Sasaran secara makro dirumuskan secara tegas serta mencakup setiap aspek
perekonomian dan dapat dikuantifikasikan. Untuk sasaran sektoral harus
disesuaikan dengan sasaran makronya, sehingga ada keserasian dalam
pencapaian tujuan.
5. Mobilisasi Sumberdaya
Dalam perencanaan ditetapkan adanya pembiayaan oleh pemerintah sebagai
dasar mobilisasi sumberdaya yang tersedia. Sumber pembiayaan ini bisa
berasal dari sumber luar negeri dan dalam negeri (domestik).
6. Keseimbangan dalam Perencanaan
Suatu perencanaan hendaknya mampu menjamin keseimbangan dalam
perekonomian, untuk menghindarkan kelangkaan maupun surplus pada
periode perencanaan.
Pembangunan tidak hanya sekedar masalah memiliki sejumlah besar uang
atau semata-mata fenomena ekonomi, akan tetapi mencakup semua aspek perilaku
masyarakat, penegakan hukum dan ketertiban, kecermatan dalam hubungan bisnis,
termasuk hubungan dengan instansi yang berkaitan dengan penerimaan negara,
hubungan antar keluarga, buta huruf, keakraban dengan peralatan mekanis dan
sebagainya. Berikut beberapa persyaratan pembangunan ekonomi (Jhingan 2010):
1. Atas Dasar Kekuatan Sendiri
Syarat utama pembangunan ekonomi ialah bahwa proses pertumbuhannya
harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri. Kekuatan
luar hanya merangsang dan membantu kekuatan nasional. Proses
pertumbuhan ekonomi dapat berumur panjang dan bersifat kumulatif apabila
kekuatan pembangunan berakar pada perekonomian di dalam negeri.

10
2. Menghilangkan Ketidaksempurnaan Pasar
Ketidaksempurnaan pasar menyebabkan immobilitas faktor dan menghambat
ekspansi sektoral dan pembangunan. Untuk menghilangkan hal ini, lembaga
sosial-ekonomi yang ada harus diperbaiki dan diganti dengan yang lebih baik.
Tujuan perekonomian dengan demikian adalah penggarapan secara
maksimum dan penggunaan secara efisien sumber-sumber yang ada. Syarat
yang pokok adalah mengusahakan adanya suatu perubahan radikal “medan
produksi”, mendorong keluar dan tidak sekedar mendorong ke suatu “medan
produksi” tertentu. Prof. Schultz mengatakan untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang cukup bearti, maka negara seperti itu di dalam mengalokasikan
modal dan usahanya harus melakukan tiga hal, yaitu: meningkatkan kuantitas
barang yang dapat direproduksi, memperbaiki kualitas manusia sebagai agen
produksi dan meningkatkan kadar seni produksinya. Dengan demikian
diperlukan adanya suatu perubahan struktural dalam rangka mendorong
“medan produksi” ke tempat yang lebih tinggi.
3. Perubahan Struktural
Perubahan struktural mengandung arti peralihan dari masyarakat pertanian
tradisional menjadi ekonomi industri modern, yang mencakup peralihan
lembaga, sikap sosial dan motivasi yang ada secara radikal. Perubahan
struktural menyebabkan kesempatan kerja semakin banyak, dan produktivitas
buruh stok modal, pendayagunaan sumber-sumber baru serta perbaikan
teknologi akan semakin tinggi.
4. Pembentukan Modal
Pembentukan modal merupakan faktor paling penting dan strategis di dalam
proses pembangunan ekonomi. Pembentukan modal bahkan disebut sebagai
“kunci utama menuju pembangunan ekonomi”. Sekali proses ini berjalan, ia
akan senantiasa menggumpal dan menghidupi dirinya sendiri. Proses ini
berjalan melewati tiga tingkatan: (1) kenaikan volume tabungan nyata yang
tergantung pada kemauan dan kemampuan untuk menabung; (2) keberadaan
lembaga kredit dan keuangan untuk menggalakkan dan menyalurkan
tabungan agar dapat dialihkan menjadi dana yang dapat diinvestasikan; dan
(3) penggunaan tabungan untuk tujuan investasi dalam barang-barang modal
pada perusahaan. Pembentukan modal juga bearti pembentukan keahlian
karena seringkali berkembang sebagai akibat pembentukan modal.
5. Kriteria Investasi yang Tepat
Menentukan pola investasi sama pentingnya dengan menentukan laju
pembentukan modal. Menjadi tanggung jawab negara untuk melakukan
investasi yang paling menguntungkan masyarakat. Pola optimum investasi
sebagian besar tergantung pada iklim investasi yang tersedia di negara itu dan
pada produktivitas marginal sosial dan berbagai jenis investasi.
6. Persyaratan Sosio-Budaya
Manakala terdapat hambatan sosial yang menghalangi kemajuan ekonomi,
hambatan tersebut harus disingkirkan atau disesuaikan sehingga terciptanya
keselarasan dengan pembangunan. Perubahan sosio-budaya harus selektif dan
diperkenalkan secara bertahap dengan metode persuasif dan bukan paksaan.
7. Administrasi
Kehadiran administrasi yang kuat, berwibawa dan tidak korup merupakan
sine qua non pembangunan ekonomi. Tanpa pemerintahan yang stabil,

11
perdamaian dan ketentraman, maka kebijaksanaan publik akan selalu
berubah-ubah. Rencana pembangunan ekonomi akan mengalami kemunduran
dan pembangunan akan berantakan.

Kebijakan Fiskal dalam Pembangunan Ekonomi
Analisis Keynes dalam The General Theory, mengemukakan bahwa
pemerintah dapat menggunakan kekuatan perpajakan dan pengeluaran mereka
untuk meningkatkan pengeluaran agregat (atau merangsang pengeluaran agregat).
Kekuatan tersebut dapat dilakukan berdasarkan kondisi pemerintah ataupun
tujuannya, yaitu pada masa resesi maupun depresi maupun bersifat kontraktif dan
ekspansif. Keynes menjelaskan modelnya dalam General Theory sebagai berikut:
C + I + G + (X-M)
Dimana:
C
= total pengeluaran konsumsi rumahtangga terhadap barang dan jasa
I
= total nilai pengeluaran swasta (rumahtangga dan perusahaan) terhadap
barang dan jasa
G
= total nilai pengeluaran pemerintah terhadap barang dan jasa
(X-M) = ekspor bersih barang dan jasa
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang secara khusus berkaitan dengan
kebijakan penerimaan dan pengeluaran negara (Rahayu 2010). Kebijakan fiskal
melalui instrumennya umumnya dibagi atas tiga kategori, yaitu:
1) Kebijakan yang menyangkut pembelian pemerintah atau barang dan jasa
2) Kebijakan yang menyangkut perpajakan, dan
3) Kebijakan yang menyangkut pembayaran transfer (seperti kompensasi
pengangguran, tunjangan keamanan sosial, pembayaran kesejahteraan dan
tunjangan veteran) kepada rumah tangga.
Kebijakan fiskal berarti penggunaan pajak, subsidi, pinjaman masyarakat,
pengeluaran masyarakat oleh pemerintah untuk tujuan stabilisasi. Dalam konteks
negara terbelakang, peranan kebijakan fiskal adalah untuk memacu laju
pembentukan model yang dirancang sebagai piranti pembangunan ekonomi.
Kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakkan pembangunan ekonomi bermaksud
mencapai tujuan berikut: (1) untuk meningkatkan laju investasi, (2) untuk
mendorong investasi optimal secara sosial, (3) meningkatkan kesempatan kerja,
(4) untuk meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakstabilan internasional,
(5) untuk menanggulangi inflasi, dan (6) untuk meningkatkan dan
meredistribusikan pendapatan nasional (Jhingan 2010).
Kebijakan fiskal merunjuk kepada ukuran-ukuran fiskal yang komplek
seperti pajak, subsidi dan pengeluaran pemerintah untuk mempengaruhi kegiatan
ekonomi. Dengan mengontrol antara 15 sampai 50 persen dari GDP, pemerintah
merupakan kekuatan utama dalam menggerakkan perekonomian di banyak negara
berkembang. Jadi berdasarkan volume, kebijakan fiskal berpengaruh secara
substansial pada semua lingkaran ekonomi. Kebijakan fiskal mempengaruhi
kegiatan perekonomian melalui: (1) alokasi dari sumber anggaran terhadap
berbagai kegiatan yang merupakan pengeluaran publik, (2) bentuk-bentuk
pembiayaan dalam pengeluaran pemerintah, dan (3) keseimbangan antara

12
pendapatan dan pengeluaran pemerintah (Todaro 2000; Musgrave and Peggy
1989; Jhingan 2010).
Berdasarkan instrumen kebijakan fiskal yang terdiri dari pengeluaran
pemerintah, pajak dan transfer payment tersebut, maka pemerintah dapat
mengubah-ubah variabel tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Apabila pemerintah ingin menciptakan stabilisasi harga, maka kebijakan fiskal
yang dilakukan adalah bersifat kontraktif, yaitu dengan menurunkan pengeluaran
pemerintah dan menaikkan pajak. Dengan demikian, maka permintaan aggregat
akan turun dan hal tersebut akan mengurangi kemungkinan terjadinya kenaikan
harga-harga. Apabila pemerintah ingin meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan
mengurangi pengangguran, maka dapat melakukan kebijakan fiskal ekspansif
dengan menaikkan belanja pemerintah dan menurunkan pajak. Hal tersebut akan
meningkatkan permintaan aggregat dalam perekonomian.

Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk
mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan
banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan (Saragih 2003).
Dalam UU No. 32 Tahun 2004, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan
wewenang pemerintah, oleh pemerintah (pusat) kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Menurut Priyarsono (2013) sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan
desentralisasi terdiri dari: (1) Penghasilan Asli Daerah, (2) transfer dari
pemerintah pusat atau dana perimbangan, (3) pinjaman daerah, dan (4)
penerimaan lain-lain yang sah. Kewenangan daerah dalam bidang penerimaan
yang berasal dari PAD, dalam rangka perimbangan keuangan antara pusat dan
daerah, dilaksanakan sepenuhnya berdasarkan atas desentralisasi. Dalam hal ini,
pemerintah pusat tidak berwenang ikut campur, baik dalam penetapan besarnya
pungutan, tarif dan tata cara perhitungan pajak, maupun sanksi yang dikenakan
terhadap pelanggaran peraturan yang berlaku.
Sumber pendapatan utama yang sering kali menjadi parameter untuk
menentukan derajat otonomi fiskal yang dimiliki oleh suatu daerah adalah
pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah, yaitu pendapatan yang diterima
yang berasal dari sumber-sumber yang dikelola oleh pemerintah daerah itu sendiri
(local source). Pendapatan yang termasuk ke dalam kategori pendapatan utama
adalah pajak daerah (local tax, sub national tax), retribusi daerah (local
retribution, fees, local licence) dan hasil-hasil badan usaha (local owned
enterprises) yang dimiliki oleh daerah. Ketiga jenis pendapatan ini merupakan
pendapatan yang digali dan ditangani sendiri oleh pemerintah daerah dari sumbersumber pendapatan yang terdapat dalam wilayah yurisdiksinya. Seorang pakar
dari World Bank berpendapat bahwa batas 20% perolehan PAD merupakan batas
minimum untuk menjalankan otonomi daerah. Sekiranya PAD kurang dari angka
20%, maka daerah tersebut akan kehilangan kredibilitasnya sebagai kesatuan yang
mandiri (Rahayu 2010).

13
Tanzi dalam Rahayu (2010) berpendapat bahwa desentralisasi fiskal harus
diimbangi dengan kemampuan daerah untuk membiayai sejumlah pengeluaran
yang dialihkan kepadanya dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi dengan
jalan memberikan kewenangan untuk menarik pajak yang telah dialihkan
kepadanya, menarik pajak yang telah di-assign kepadanya.
Dana perimbangan dari pemerintah pusat terdiri dari Dana Bagi Hasil
(DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAU dan
DBH mempunyai sifat bantuan umum (block grant) dan DAK memiliki sifat
bantuan khusus (spesific grant). Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang
bersumber dari APBN yang dialokasikan ke daerah, di mana besarnya sesuai
dengan kontribusi daerah terhadap penerimaan negara dari sumber daya alam
(SDA) yang dimiliki daerah. Sumber DBH berasal dari penerimaan pajak pusat,
yaitu pajak penghasilan perseorangan (PPH perseorangan), pajak bumi dan
bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan
penerimaan dari sumber daya alam (Minyak Bumi, Gas Alam, Pertambangan
Umum, Kehutanan dan Perikanan). Secara garis besar DBH dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu (1) DBH yang bersumber dari perpajakan, dan (2) DBH yang
bersumber dari SDA. Tujuan penganggaran DBH adalah untuk menjaga keadilan
atau keseimbangan vertikal atas kontribusi yang telah disumbangkan daerah
kepada negara. Daerah akan memperoleh bagian yang sesuai dengan besarnya
kontribusi terhadap penerimaan negara (Priyarsono 2013).

Peran Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi
Johnston dan Mellor dalam Daryanto (2001) mengidentifikasikan lima
kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi. Pertama, sektor
pertanian menghasilkan pangan dan bahan baku untuk sektor industri dan jasa.
Jika peningkatan pangan dapat dipenuhi secara domestik, maka peningkatan
suplai ini akan mendorong penurunan laju inflasi dan tingkat upah tenaga kerja,
yang pada akhirnya diyakini dapat lebih memacu pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan kebutuhan pangan yang berasal dari sumber-sumber domestik dapat
menghemat devisa yang langka. Selain itu, banyak sektor industri di negara
berkembang yang kelangsungan hidupnya sangat tergantung kepada suplai bahan
baku yang berasal dari sektor pertanian.
Kedua, sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa yang
berasal dari ekspor atau produk substitusi impor. Perolehan devisa dari ekspor
pertanian dapat juga membantu negara berkembang untuk membayar kebutuhan
impor barang-barang kapital dan teknologi untuk memodernisasikan dan
memperluas sektor non-pertanian. Melalui kontribusi ini, pembangunan sektor
pertanian dapat memfasilitasi proses struktural transformasi.
Ketiga, sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi produkproduk industri. Sektor pertanian yang tumbuh dan berkembang sehat dapat
menstimulasi permintaan terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh sektor
industri. Dalam hal ini, sektor pertanian menawarkan potensi potensi konsumsi
atau permintaan yang besar terhadap produk-produk sektor industri dan juga
input-input pertanian yang dihasilkan oleh sektor industri, seperti misalnya pupuk,
pestisida dan peralatan pertanian.

14
Keempat, transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor
industri merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Perekonomian yang
tumbuh dengan cepat dapat menstimulasi terjadinya pemindahan tenaga kerja
dalam jumlah besar dan kontinyu dari sektor pertanian ke sektor industri yang
umumnya berlokasi di perkotaan.
Kelima, sektor pertanian dapat menyediakan modal bagi pengembangan
sektor-sektor lain. Bagi negara-negara yang ingin mengindustrialisasikan
perekonomiannya, sektor pertanian dapat berfungsi sebagai sumber utama modal
investasi. Oleh karena itu industrialisasi yang berhasil memerlukan dukungan
yang kuat dari surplus yang dihasilkan oleh sektor pertanian.
Sektor pertanian telah membuktikan sebagai sektor yang sangat esensial
dalam konteks pembangunan ekonomi yang handal. Ada empat karakte