Perencanaan Sektor Pertanian dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara

(1)

PERENCANAAN SEKTOR PERTANIAN DALAM

RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

TESIS

Oleh

FERRY HANAFYAH L. TOBING

097003034/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

PERENCANAAN SEKTOR PERTANIAN DALAM

RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

TESIS

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FERRY HANAFYAH L. TOBING

097003034/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : PERENCANAAN SEKTOR PERTANIAN DALAM

RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

Nama Mahasiswa : Ferry Hanafyah L. Tobing

Nomor Pokok : 097003034

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi pembimbing

(Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE Ketua

)

(Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA) (Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

Anggota Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE)(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

Anggota : 1. Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA

2. Dr. Ir. Rahmanta, MSi 3.Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D 4. Ir. Supriadi, MS


(5)

PERENCANAAN SEKTOR PERTANIAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN

TAPANULI UTARA

ABSTRAK

Sektor pertanian dianggap memiliki peranan yang penting dalam penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, penyumbang devisa negara melalui ekspor dan sebagainya. Sektor pertanian berperan besar bagi sektor industri karena menjadi pemasok bahan baku.

Untuk komoditi yang unggulan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara dipergunakan analisis location quotient dan untuk menganalisis kontribusi komoditi unggulan dan sentra produksi dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara menggunakan analisis deskripitif, yaitu dengan melihat kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Perencanaan Strategis Sektor Pertanian.

Berdasarkan analisa LQ didapat bahwa komoditi unggulan sektor tanaman bahan pangan adalah komoditi padi sawah, padi ladang dan kacang tanah. Sedangkan komoditi unggulan sektor tanaman sayur-sayuran adalah komoditi sawi. Sektor tanaman buah-buahan adalah komoditi alpukat, nenas dan durian. Komoditi unggulan sektor tanaman perkebunan adalah komoditi kemenyan dan kopi. Komoditi unggulan sektor peternakan adalah ternak kerbau dan babi. Komoditi unggulan sektor perikanan adalah kolam sawah. Berdasarkan uji rata-rata hasil nilai LQ, sentra produksi komoditi unggulan padi sawah adalah Kecamatan Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban, dan Muara. Tanaman kacang tanah adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Siborongborong dan Pagaran. Tanaman sawi yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Parmonangan, Sipoholon, Pahae Julu, Siborong-borong dan Pagaran. Tanaman durian adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban dan Kecamatan Garoga. Tanaman nenas adalah Kecamatan Pangaribuan, dan Kecamatan Sipahutar. Kemenyan adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pangaribuan dan Kecamatan Sipahutar. Tanaman kopi adalah Kecamatan Parmonangan, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pangaribuan, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran dan Kecamatan Muara. Ternak kerbau yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pahae Jae, Purbatua, Pangaribuan, Siborongborong, Pagaran, dan Muara. Sedangkan perikanan sawah adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Pahae Julu, Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborong-borong dan Pagaran. Untuk mendukung pengembangan komoditi unggulan di Kabupaten Tapanuli Utara, berbagai perencanaan strategis dilakukan, yakni,: Membagi wilayah Kabupaten Tapanuli Utara menjadi beberapa sentra produksi berdasarkan komoditi unggulan


(6)

yang disesuaikan dengan potensi daerah dan kawasan yang sesuai dengan komoditi unggulan tersebut, Peningkatan produktivitas, Peningkatan mutu, Pengembangan pemasaran hasil-hasil pertanian, Program Agropolitan dikolaborasikan dengan

program pemberdayaan sektor pertanian seperti Program One Village One Product

dan Program Corporate Farming.


(7)

THE AGRICULTURAL SECTOR PLANNING IN THE FRAMEWORK REGIONAL DEVELOPMENTNORTH TAPANULI REGENCY

ABSTRACT

The agricultural sector is considered to have an important role in providing employment, food supply, contributor to foreign exchange through exports and so on. The agricultural sector plays a major role for the industrial sector as a supplier of raw materials.

To analysis agliculture sector in North Tapanuli Regency used location quotient and to know the participant of Based on and production centerused description analysis.

Based on the analysis of LQ obtained that the commodity sector of food crops are wet land paddy commodities, dry land paddy and peanut. While the vegetable crops sector commodity are cabbage commodity. Based on the analysis of LQ obtained that the commodity sector of fruit is a avocado, pineapple and durian. While the commodity sector is a commodity crops are incense and coffee. That based on the analysis of LQ that the livestock sector commodity are buffalo and pigs. While the fisheries sector is a Riccecum Fish commodity. Based on average test results of LQ values, wet land paddy commodity production center is sub district Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban, and Muara. Peanut at Parmonangan sub district, Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Siborongborong and Pagaran. Chinese Cabbage that became the base area in Parmonangan sub districk, Sipoholon, Pahae Julu, Siborongborong and Pagaran. Durians in Parmonangan sub district, Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban and Garoga. Pineapple in Pangaribuan sub district, and Sipahutar. Incense in the Parmonangan sub districk , Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pangaribuan and Sipahutar. Coffee in Parmonangan sub district, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pangaribuan, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran and Muara. Buffaloes which became the base area is the Koting Adian sub district, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pahae Jae, Purbatua, Pangaribuan, Siborongborong, Pagaran, and Muara. While Riccecum Fish in Parmonangan sub district, Adian Koting, Pahae Julu, Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborongborong and Pagaran. To support the development of leading commodities in North Tapanuli Regency, a variety of strategic planning is done, among others, Dividing the region into a number of North Tapanuli based on commodity production centers that are tailored to local potential and the region corresponding to the commodity. Increased productivity, Improved quality, Development of marketing of agricultural products, Agropolitan Program collaborated with the agricultural sector empowerment programs such as Program OVOP (One Village One Product) and Corporate Farming Program (CF)


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan tesis dengan judul: Perencanaan Sektor Pertanian dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara.

Tesis ini dapat diwujudkan atas bantuan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana USU Medan.

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi PWD Sekolah Pascasarjana USU Medan yang juga sebagai Ketua Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga memberi bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian tesis ini.

3. Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA, selaku Anggota Pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu dan tenaga memberi bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian tesis ini.

4. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si, selaku Anggota Pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu dan tenaga memberi bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian tesis ini.

5. Para Bapak Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan yang

berharga dalam penyelesaian tesis ini.

6. Ayahanda Alm. H. Lumbantobing dan Ibunda N. br Napitupulu yang telah

membesarkan,mendidik serta membimbing penulis hingga dewasa.

7. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada isteri tercinta Paulina Aryanti Napitupulu, SE dan ananda Hansel Osbert Lumbantobing atas segala


(9)

kesabaran dan ketabahan selama ini dalam mendampingi penulis serta atas dorongan dan dukungan, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

8. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam hal ini Bappeda Provinsi Sumatera

Utara, yang telah memberi bantuan beasiswa bagi terlaksananya pendidikan pada Sekolah Pascasarjana USU Medan.

9. Saudara-saudaraku serta teman-teman PWD Angkatan 2009, yang telah menjadi

sahabat serta banyak memberikan perhatian selama masa perkuliahan.

Dengan rasa hormat penulis mengharapkan masukan dan koreksi dari berbagai pihak, agar penulis dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dan juga kita semua.

Medan, Juli 2011 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Ferry Hanafyah L. Tobing merupakan anak ke-8 (delapan) dari 8 (delapan) bersaudara dari pasangan Alm. H. Lumbantobing dan N. br Napitupulu, dilahirkan di Medan pada tanggal 22 Juni 1973.

Jenjang Pendidikan dasar dan menengah yang dilalui adalah Sekolah Dasar SD. ST. Antonius V/VI Medan lulus tahun 1985, SMP Tri Sakti Medan lulus tahun 1988 dan SMA Kristen Immanuel Medan lulus tahun 1991, jenjang perguruan tinggi pada Universitas HKBP Nommensen Medan Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian lulus tahun 1998.

Pengalaman bekerja pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tapanuli Utara mulai tahun 2005 sampai dengan sekarang dan melanjutkan pendidikan S2 (Pascasarjana) Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) USU Medan tahun 2009.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT ………... iii

KATA PENGANTAR ………... iv

RIWAYAT HIDUP ………... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ...………... x

DAFTAR GAMBAR ………... xii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xiii

BAB I . PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Teori Pengembangan Wilayah ... 11

2.2. Perencanaan Wilayah ... 16

2.3. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah ... 19

2.3.1. Teori Sektor ………... 20

2.3.2. Teori Basis Ekpor ... 21

2.3.3. Teori Pusat Pertumbuhan ... 21

2.4. Konsep Pertanian ... 25

2.5. Konsep Pengembangan Agropolitan ... 28

2.6. Penelitian Sebelumnya ... 29

2.7. Kerangka Pemikiran ... 31


(12)

BAB III. METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 33

3.2. Sumber dan Pengumpulan Data ... 33

3.3. Analisis Data ... 33

3.4. Definisi Operasional ... 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ………... 37

4.2. Pengembangan Komoditi Unggulan Sektor Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara ………... 43

4.2.1. Komoditi Tanaman Pangan ………... 44

4.2.2. Komoditi Perkebunan ………... 47

4.2.3. Komoditi Peternakan ……….………... 48

4.3. Komoditi Unggulan ……….………... 49

4.3.1. Tanaman Bahan Pangan ………... 50

4.3.2. Tanaman Sayur-sayuran ……….. 52

4.3.3. Tanaman Buah-buahan ...………... 54

4.3.4. Tanaman Perkebunan.………... 56

4.3.5. Peternakan ………...……... 58

4.3.6. Perikanan ………... 60

4.4. Sentra Produksi Komoditi Unggulan... 62

4.4.1. Tanaman Bahan Pangan ………... 62

4.4.2. Tanaman Sayuran ………... 63

4.4.3. Tanaman Buah-buahan …..………... 64

4.4.4. Perkebunan ………... 65

4.4.5. Peternakan ……….………... 68

4.4.6. Perikanan ………..………... 70

4.5. Perencanaan Startegi Sektor Pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara …... 71


(13)

4.5.2. Perencanaan Startegi Sektor Pertanian... 74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1. Kesimpulan ... 90

5.2. Saran ... 92


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Perkembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 2008 – 2009 ………... 4

1.2. Perkembangan Perkebunan di Kabupaten Kabupaten Tapanuli

Utara Tahun 2008 - 2009 ... 5

1.3. Perkembangan Peternakan di Kabupaten Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 2008 - 2009 ... 6

1.4. Perkembangan Perikanan di Kabupaten Kabupaten Tapanuli

Tapanuli Utara Tahun 2008 - 2009 ... 6

4.1. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Ketinggian

di Atas Permukaan Laut ... 38

4.2. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat

Kemiringan/Lereng Tanah ... 39

4.3. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga di Kabupaten Tapanuli Utara .... 40

4.4. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan

Kepadatan Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara ... 42 4.5. Status dan Kondisi Jalan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009... 43

4.6. Perkembangan Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 2005 – 2009 ... 45

4.7. Perkembangan Produksi Tanaman Sayur – sayuran di Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 2005 – 2009 ... 45

4.8. Perkembangan Produksi Tanaman Buah – buhan di Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 2005 – 2009 ... 46

4.9. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten


(15)

4.10. Perkembangan Produksi Peternakan di Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 2005 – 2009 ... 48

4.11. Produksi Tanaman Bahan Pangan di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2009 (Ton)... 51

4.12. Hasil Analisa LQ Produksi Tanaman Pangan Tahun 2005 – 2009 ... 51

4.13. Produksi Tanaman Sayur-sayuran di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2009 (Ton) ... 53

4.14. Hasil Analisa LQ Produksi Tanaman Sayur-sayuran Tahun 2005–2009 53 4.15. Produksi Tanaman Buah-buahan di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005–2009 (Ton) ... 55

4.16. Hasil Analisa LQ Produksi Tanaman Buah-buahan Tahun 2005–2009 .. 55

4.17. Produksi Tanaman Perkebunan Pangan di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2009 (Ton) ... 57

4.18. Hasil Analisa LQ Produksi Tanaman Perkebunan Tahun 2005 – 2009 .. 57

4.19. Produksi Peternakan di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2009 (Ton) ... 59

4.20. Hasil Analisa LQ Produksi Tanaman Pangan Tahun 2005 - 2009... 59

4.21. Jumlah Rumah Tangga Perikanan di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2009 ... 61

4.22. Hasil Analisa LQ Rumah Tangga Perikanan Tahun 2005 – 2009 ... 61

4.23 Rata-rata Hasil Nilai LQ Tanaman Bahan Pangan ... 62

4.24 Rata-rata Hasil Nilai LQ Tanaman Sayur – sayuran ... 63

4.25 Rata-rata Hasil Nilai LQ Tanaman Buah – buahan ... 65

4.26 Rata-rata Hasil Nilai LQ Tanaman Perkebunan ... 67


(16)

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Tabel Produksi Tanaman Bahan Pamgan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005 ... 96

2. Tabel Produksi Tanaman Sayur–sayuran Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005... 97

3. Tabel Produksi Tanaman Buah - buahan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005... 98

4. Tabel Produksi Tanaman Perkebunan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005... 99

5. Tabel Produksi Peternakan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005... 100

6. Tabel Produksi Perikanan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005... 101

7. Tabel Produksi Tanaman Bahan Makanan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006... 102

8. Tabel Produksi Tanaman Sayur–sayuran Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006... 103

9. Tabel Produksi Tanaman Buah - buahan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006... 104

10. Tabel Produksi Tanaman Perkebunan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006... 105

11. Tabel Produksi Peternakan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006... 106

12. Tabel Produksi Perikanan Per Kecamatan


(19)

13. Tabel Produksi Tanaman Bahan Makanan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 108

14. Tabel Produksi Tanaman Sayur–sayuran Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 109

15. Tabel Produksi Tanaman Buah - buahan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 110

16. Tabel Produksi Tanaman Perkebunan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 111

17. Tabel Produksi Peternakan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 112

18. Tabel Produksi Perikanan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 113

19. Tabel Produksi Tanaman Bahan Makanan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 114

20. Tabel Produksi Tanaman Sayur–sayuran Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 115

21. Tabel Produksi Tanaman Buah - buahan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 116

22. Tabel Produksi Tanaman Perkebunan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 117

23. Tabel Produksi Peternakan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 118

24. Tabel Produksi Perikanan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 119

25. Tabel Produksi Tanaman Bahan Makanan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009... 120

26. Tabel Produksi Tanaman Sayur–sayuran Per Kecamatan


(20)

27. Tabel Produksi Tanaman Buah - buahan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009... 122

28. Tabel Produksi Tanaman Perkebunan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009... 123

29. Tabel Produksi Peternakan Per Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009... 124

30. Tabel Produksi Perikanan Per Kecamatan


(21)

PERENCANAAN SEKTOR PERTANIAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN

TAPANULI UTARA

ABSTRAK

Sektor pertanian dianggap memiliki peranan yang penting dalam penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, penyumbang devisa negara melalui ekspor dan sebagainya. Sektor pertanian berperan besar bagi sektor industri karena menjadi pemasok bahan baku.

Untuk komoditi yang unggulan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara dipergunakan analisis location quotient dan untuk menganalisis kontribusi komoditi unggulan dan sentra produksi dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara menggunakan analisis deskripitif, yaitu dengan melihat kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Perencanaan Strategis Sektor Pertanian.

Berdasarkan analisa LQ didapat bahwa komoditi unggulan sektor tanaman bahan pangan adalah komoditi padi sawah, padi ladang dan kacang tanah. Sedangkan komoditi unggulan sektor tanaman sayur-sayuran adalah komoditi sawi. Sektor tanaman buah-buahan adalah komoditi alpukat, nenas dan durian. Komoditi unggulan sektor tanaman perkebunan adalah komoditi kemenyan dan kopi. Komoditi unggulan sektor peternakan adalah ternak kerbau dan babi. Komoditi unggulan sektor perikanan adalah kolam sawah. Berdasarkan uji rata-rata hasil nilai LQ, sentra produksi komoditi unggulan padi sawah adalah Kecamatan Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban, dan Muara. Tanaman kacang tanah adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Siborongborong dan Pagaran. Tanaman sawi yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Parmonangan, Sipoholon, Pahae Julu, Siborong-borong dan Pagaran. Tanaman durian adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban dan Kecamatan Garoga. Tanaman nenas adalah Kecamatan Pangaribuan, dan Kecamatan Sipahutar. Kemenyan adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pangaribuan dan Kecamatan Sipahutar. Tanaman kopi adalah Kecamatan Parmonangan, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pangaribuan, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran dan Kecamatan Muara. Ternak kerbau yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pahae Jae, Purbatua, Pangaribuan, Siborongborong, Pagaran, dan Muara. Sedangkan perikanan sawah adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Pahae Julu, Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborong-borong dan Pagaran. Untuk mendukung pengembangan komoditi unggulan di Kabupaten Tapanuli Utara, berbagai perencanaan strategis dilakukan, yakni,: Membagi wilayah Kabupaten Tapanuli Utara menjadi beberapa sentra produksi berdasarkan komoditi unggulan


(22)

yang disesuaikan dengan potensi daerah dan kawasan yang sesuai dengan komoditi unggulan tersebut, Peningkatan produktivitas, Peningkatan mutu, Pengembangan pemasaran hasil-hasil pertanian, Program Agropolitan dikolaborasikan dengan

program pemberdayaan sektor pertanian seperti Program One Village One Product

dan Program Corporate Farming.


(23)

THE AGRICULTURAL SECTOR PLANNING IN THE FRAMEWORK REGIONAL DEVELOPMENTNORTH TAPANULI REGENCY

ABSTRACT

The agricultural sector is considered to have an important role in providing employment, food supply, contributor to foreign exchange through exports and so on. The agricultural sector plays a major role for the industrial sector as a supplier of raw materials.

To analysis agliculture sector in North Tapanuli Regency used location quotient and to know the participant of Based on and production centerused description analysis.

Based on the analysis of LQ obtained that the commodity sector of food crops are wet land paddy commodities, dry land paddy and peanut. While the vegetable crops sector commodity are cabbage commodity. Based on the analysis of LQ obtained that the commodity sector of fruit is a avocado, pineapple and durian. While the commodity sector is a commodity crops are incense and coffee. That based on the analysis of LQ that the livestock sector commodity are buffalo and pigs. While the fisheries sector is a Riccecum Fish commodity. Based on average test results of LQ values, wet land paddy commodity production center is sub district Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban, and Muara. Peanut at Parmonangan sub district, Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Siborongborong and Pagaran. Chinese Cabbage that became the base area in Parmonangan sub districk, Sipoholon, Pahae Julu, Siborongborong and Pagaran. Durians in Parmonangan sub district, Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban and Garoga. Pineapple in Pangaribuan sub district, and Sipahutar. Incense in the Parmonangan sub districk , Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pangaribuan and Sipahutar. Coffee in Parmonangan sub district, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pangaribuan, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran and Muara. Buffaloes which became the base area is the Koting Adian sub district, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pahae Jae, Purbatua, Pangaribuan, Siborongborong, Pagaran, and Muara. While Riccecum Fish in Parmonangan sub district, Adian Koting, Pahae Julu, Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborongborong and Pagaran. To support the development of leading commodities in North Tapanuli Regency, a variety of strategic planning is done, among others, Dividing the region into a number of North Tapanuli based on commodity production centers that are tailored to local potential and the region corresponding to the commodity. Increased productivity, Improved quality, Development of marketing of agricultural products, Agropolitan Program collaborated with the agricultural sector empowerment programs such as Program OVOP (One Village One Product) and Corporate Farming Program (CF)


(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan regional pada satu pihak adalah suatu perluasan dari perencanaan lokal, dan pada pihak lain perencanaan regional adalah berkenaan dengan arus penduduk dan kesempatan kerja inter-regional. Masalah kemerosotan atau ketertinggalan ekonomi di daerah-daerah tertentu telah menimbulkan cara pendekatan perencanaan yang lebih bersifat ekonomi yang berkenaan dengan pengalokasian sumber daya inter-regional, yaitu perencanaan antara daerah-daerah (Glasson, 1977).

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, menuntut adanya upaya peningkatan pembangunan di segala bidang. Bergulirnya otonomi daerah yang diikuti dengan persaingan global yang semakin ketat, maka eksistensi individu, masyarakat maupun organisasi akan ditentukan oleh kepemilikan keunggulan daya saing yang berkelanjutan (sustained competitive advantage). Mengingat masyarakat Indonesia sebagian besar masih bertumpu pada lapangan kerja sektor pertanian, maka pembangunan di bidang pertanian tidak dapat dipisahkan dari sistem pembangunan bangsa secara menyeluruh.


(25)

Sedikitnya terdapat 21 (dua puluh satu) juta rumah tangga Indonesia yang masih menggantungkan kehidupannya pada usaha tani (Sumodiningrat, 2000). Sektor pertanian Indonesia pada saat ini menurut Soekartawi (1996), masih memiliki karakteristik berikut:

a. Pertanian tropis dimana sepanjang tahun tanaman pertanian mendapatkan sinar

matahari menentukan tipe tanaman yang khas untuk daerah tropis;

b. Pertanian yang hanya mengenal dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau;

c. Pengusahaannya dalam luas yang relatif sempit (kurang dari 1 hektar); d. Luas lahan kering lebih besar daripada luas lahan sawah;

e. Banyaknya tenaga kerja manusia dibandingkan mesin;

f. Kontribusi terhadap ekonomi negara cukup besar.

Sektor pertanian dianggap memiliki peranan yang penting dalam penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, penyumbang devisa negara melalui ekspor dan sebagainya. Sektor pertanian berperan besar bagi sektor industri karena menjadi pemasok bahan baku. Untuk mendukung peranan sektor pertanian dalam pembangunan dan pengembangan wilayah dituntut pemberdayaan sumberdaya pertanian. Sumberdaya pertanian terdiri dari empat pilar, yaitu: petani, petugas/pejabat struktural, pejabat fungsional dan stakeholders (Munandar, 2001).

Di Kabupaten Tapanuli Utara, sektor pertanian pada tahun 2009 menyumbang

54,74 persen dalam pembentukan Product Domestic Regional Bruto (PDRB). Sektor

pertanian dikelompokkan menjadi beberapa sub sektor, yakni sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan sub sektor kehutanan. Cakupan sub


(26)

sektor tanaman pangan ini meliputi padi/palawija dan hortikultura. Secara keseluruhan dari 272.587 jiwa penduduk atau 61.256 KK di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat 54.316 KK atau 88,67 persen yang bekerja di sektor pertanian.

Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Tapanuli Utara dimasa mendatang cukup menjanjikan dengan potensi lahan kering yang dapat

dimanfaatkan untuk pengembangannya seluas 50.582 Ha, dimana terdapat 15.290,01 Ha lahan kering yang mempunyai kemiringan lereng 0 – 15 % yang cukup

potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Perkembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura di daerah ini digambarkan sebagai berikut:


(27)

Tabel 1.1. Perkembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 – 2009

No Jenis Komoditi

2008 2009

Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/Ha) Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/Ha)

1. 2 3 4 5 6 7 8

I. Tanaman Pangan

1. Padi Sawah 24.470,00 141.291,00 57,74 24.046 138.131,53 57,44

2. Padi Gogo 3.541,00 8.978,00 25,35 2.525 6.397,76 25,34

3. Jagung 3.943,00 13.299,00 33,73 4.589 15.601,00 34,00

4. Kacang Tanah 2.053,00 3.643,00 17,74 2.198 3.891,28 17,70

5. Ubi Kayu 1.599,00 12.303,00 76,94 1.498 11.516,00 76,88

6. Ubi Jalar 1.691,00 11.221,00 66,36 1.326 8.977,58 67,70

II. Tanaman Hortikultura Sayuran

1. Cabe 878 4.263,40 48,56 880 4.270,45 48,53

2. Bawang Merah 51 334,25 65,54 52 340,60 65,50

3. Kentang 350 4.222,30 120,64 345 4.164,46 120,71

4. Kubis 320 7.858,00 245,56 321 6.873,78 214,14

5. Petsai Sawi 403 4.731,52 117,41 379 4.449,92 117,41

6. Tomat 194 1.303,31 67,18 184 1.235,58 67,15

III Hortikultura Buah-buahan

1. Alpukat 111,02 697,27 62,81 113,86 715,45 62,84

2. Mangga 121,74 879,48 72,24 121, 92 886, 12 72,68

3. Jeruk 320,36 4.568,06 142,59 323, 99 4.624,11 142,72

4. Salak 33,68 137,57 40,85 34,22 139,05 40,63

5. Durian 700,88 6.619,72 94,45 702,90 6.640,93 94,48

6. Pisang 368,94 2.815,86 76,32 377,59 2.881,88 76,32

7. Nenas 1.760,73 30.661,01 174,14 1.854,12 32.260,60 174,00

Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Tapanuli Utara

Ditinjau dari faktor iklim serta luas lahan yang tersedia pengembangan Usaha Perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai potensi yang cukup baik. Usaha Perkebunan di daerah ini pada umumnya adalah usaha perkebunan rakyat, belum terdapat usaha perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan. Namun dimasa mendatang diharapkan usaha perkebunan rakyat semakin berkembang. Perkembangan perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara dapat digambarkan sebagai berikut:


(28)

Tabel 1.2. Perkembangan Perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 - 2009

No. Jenis komoditi

Tahun 2008 Tahun 2009

Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/Ha) Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/Ha)

1. Karet 8.294,40 4.659,93 895,80 8.332,25 4.661,84 593,77

2. Kemenyan 16.413,50 3.625,86 2.253,49 16.413,50 3.624,45 260,63

3. Kopi 14.909,00 9.794,48 1.102,33 15.133,00 9.799,93 989,76

4. Kelapa 352,10 267,26 1.133,18 352,10 267,15 1.132,73

5. Kakao 2.762,50 848,33 575,14 2.761,50 847,86 574,82

6. Cengkeh 148,25 11,08 150,75 148,25 11,10 150,99

7. Kulit Manis 471,13 1.371,94 5.823,67 474,83 1.372,13 5.824,48

8. Kemiri 461,25 185,43 765,45 461,25 184,97 763,55

9. Kelapa Sawit 32,25 3,87 1.548,00 43,25 16,22 1.545,00

10. Tebu 409,22 139,42 2.212,00 185,00 409,22 2.212,00

11. Aren 393,70 134,98 620,60 393,70 134,91 620,27

12. Tembakau 13,00 64,50 4.961,54 27,20 42,32 496,18

13. Pinang 190,25 52,98 432,49 190,25 56,60 462,05

14. Vanili 7,00 0,38 253,33 7,00 0,38 250,01

15. Nilam 61,00 12,00 217,19 60,00 13,00 216,67

16. Andaliman 48,25 9,57 466,83 48,25 9,62 469,16

Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara

Dalam mendukung pengembangan usaha peternakan di daerah ini terdapat potensi lahan padang penggembalaan yang tersebar di seluruh kecamatan dengan luas 10.290 Ha. Dari luas tersebut, kecamatan yang mempunyai luas dominan adalah Kecamatan Sipahutar, Siborongborong, dan Garoga. Jenis ternak yang dikembangkan di Tapanuli Utara adalah kerbau, babi, ayam buras, dan itik. Perkembangan peternakan di daerah ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(29)

Tabel 1.3. Perkembangan Peternakan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 – 2009

No. Jenis Ternak Jumlah (ekor)

2008 2009

1. Sapi Potong 2.193 2.150

2. Kerbau 16.168 16.304

3. Kuda 610 590

4. Kambing 2.151 2.133

5. Domba 771 741

6. Babi 34.034 35.566

7. Ayam 421.134 421.292

8. Itik 27.695 28.249

Sumber: Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Utara

Sesuai kondisi alamnya, wilayah Kabupaten Tapanuli Utara merupakan wilayah yang kaya sumber daya air, akan tetapi pada saat ini pemanfaatannya untuk kegiatan usaha perikanan belum optimal karena selain terbatasnya keahlian petani ikan juga disebabkan keterbatasan modal usaha yang dimiliki petani maupun pemerintah. Potensi perikanan di daerah ini adalah potensi perikanan air tawar

meliputi: kolam, perairan umum dan perikanan di Danau Toba. Perkembangan

potensi perikanan di Kabupaten Tapanuli Utara dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 1.4. Perkembangan Perikanan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 - 2009

No. Uraian

Tahun 2008 Tahun 2009 Luas Areal (Ha) Petani Ikan (RTP) Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) Petani Ikan (RTP) Produksi (Ton) 1. Kolam Air Tenang 220 1.155 213,40 218 1.152 220,30 2. Jaring Apung 32 20 30,40 64 42 62.50 3. Palawija/Mina Padi 883 2.248 289,00 863 2.258 291,30


(30)

Besarnya sumbangan sektor pertanian ini seyogayanya berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan petani di Kabupaten Tapanuli Utara. Selain itu sektor pertanian menjadi pendorong bagi pengembangan sektor-sektor ekonomi lainnya. Untuk melihat komoditi apa saja yang menjadi andalan sektor pertanian serta dimana saja sentra-sentra produksi komoditi unggulan tersebut di Kabupaten Tapanuli Utara, maka penelitian ini perlu dilakukan.

Hambatan pada sektor pertanian yang sering terjadi di Kabupaten Tapanuli Utara antara lain bahwa pertanian dilakukan hanya secara tradisional, secara partial dan tidak terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya. Disamping itu permasalahan lainnya dalam pengembangan pertanian masih dilakukan secara umum di semua wilayah dan belum adanya spesifikasi komoditas berdasarkan potensi yang dimiliki

oleh masing-masing wilayah, belum memikirkan sistem koleksi distribusi yang

memudahkan kelancaran pemasaran dan fasilitas sarana produksi, konversi lahan yang tidak terbendung, status tanah/lahan merupakan tanah adat/ulayat dan tanah milik yang mengakibatkan banyaknya lahan kosong di setiap kecamatan dan yang paling penting adalah pengembangan pertanian selama ini belum mempertimbangkan kompetisi antar wilayah yang menghasilkan komoditas yang sama sehingga petani merupakan pihak yang dirugikan terutama disaat panen.

Pengembangan pertanian dengan pewilayahan komoditas unggulan yang dilakukan saat ini diharapkan akan tercipta suatu keseimbangan dan keserasian lingkungan dan dapat mengatur pola penggunaan lahan sesuai dengan komoditas pertanian secara optimal dan akhirnya dapat tertata wilayah komoditas pertanian


(31)

secara baik khususnya komoditas unggulan daerah Kabupaten Tapanuli Utara baik lingkup tanaman pangan, hortikultura, buah-buahan, perkebunan, perikanan dan peternakan maupun kehutanan.

Sektor unggulan akan dapat menarik perkembangan sektor lainnya. Apabila perkembangan antara sektor unggulan dan non unggulan terjadi secara bersama-sama, maka akan terjadi intensitas kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Seiring dengan peningkatan pendapatan daerah ini pada akhirnya dapat mendorong terjadinya pengembangan wilayah. Sehingga diharapkan pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara dapat menjadi blue print bagi perencanaan pengembangan sektor pertanian bagi daerah-daerah lain.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diperlukan kajian lebih lanjut dengan melakukan penelitian perencanaan sektor pertanian dalam rangka pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti:

1. Komoditi apa yang menjadi komoditi unggulan sektor pertanian di Kabupaten

Tapanuli Utara ?

2. Dimanakah sentra-sentra produksi untuk masing-masing komoditi-komoditi


(32)

3. Bagaimana perencanaan strategis sektor pertanian berdasarkan komoditi unggulan dan sentra produksi dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dapat ditetapkan sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis komoditi-komoditi unggulan apa saja yang menjadi

prioritas utama pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara

2. Untuk menganalisis sentra-sentra produksi untuk masing-masing

komoditi-komoditi unggulan di Kabupaten Tapanuli Utara.

3. Untuk menganalisis perencanaan strategis sektor pertanian berdasarkan

komoditi unggulan dan sentra produksi dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat dan berguna sebagai berikut:

1. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pembangunan sektor pertanian dan

kontribusi terhadap ilmu perencanaan dan pengembangan wilayah.

2. Memberikan alternatif strategi sektor pertanian sebagai sektor basis di daerah Kabupaten Tapanuli Utara sehingga dapat menjadi acuan dalam strategi pembangunan dan pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara secara keseluruhan dengan memperhatikan keterkaitannya dengan sektor-sektor lain.


(33)

3. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat, pihak swasta dan pemerintah yang terlibat dalam pengelolaan pertanian untuk dapat lebih meningkat semakin maju dan berkembang di masa mendatang.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Pengembangan Wilayah

Dalam banyak kepustakaan tentang pembangunan, terdapat beberapa

pendekatan dan teori. Menyebut beberapa diantaranya adalah growth theory, rural

development theory, agro first theory, basic needs theory, dan lain sebagainya. Teori-teori pembangunan itu memuat berbagai pendekatan ilmu sosial yang berusaha menangani masalah keterbelakangan. Teori pembangunan benar-benar lepasa landas hanya setelah diketahui bahwa persoalan pembangunan di Dunia Ketiga bersifat khusus dan secara kualitatif berbeda dari “transisi orisinil”. Sepanjang evolusinya, teori pembangunan menjadi semakin kompleks dan nondisipliner. Dengan demikian, tidak akan ada definisi baku dan final mengenai pembangunan, yang ada hanyalah usulan mengenai apa yang seharusnya diimplikasikan oleh pembangunan dalam konteks tertentu (Hettne, 2001).

Salah satu teori pembangunan wilayah adalah pertumbuhan tak berimbang (unbalanced growth) yang dikembangkan oleh Hirscham dan Myrdal. Pengembangan wilayah merupakan proses perumusan dan pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan dalam skala supra urban. Pembangunan wilayah pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan sumber daya alam secara optimal melalui pengembangan ekonomi lokal, yaitu berdasarkan kepada kegiatan ekonomi dasar yang terjadi pada suatu wilayah.


(35)

Teori pertumbuhan tak berimbang memandang bahwa suatu wilayah tidak dapat berkembang bila ada keseimbangan, sehingga harus terjadi ketidakseimbangan. Penanaman investasi tidak mungkin dilakukan pada setiap sektor di suatu wilayah secara merata, tetapi harus dilakukan pada sektor-sektor unggulan yang diharapkan dapat menarik kemajuan sektor lainnya. Sektor yang diunggulkan tersebut dinamakan sebagai leading sektor.

Sesungguhnya teori pembangunan terkait erat dengan strategi pembangunan, yakni perubahan struktur ekonomi dan pranata sosial yang diupayakan untuk

menemukan solusi yang konsisten dan langgeng bagi persoalan yang dihadapi para Pxsa uncul berbagai pendekatan menyangkut tema-tema kajian tentang

pembangunan. Satu diantaranya adalah mengenai isu pembangunan wilayah. Secara luas, pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan

mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri, 2004).

Perencanaan pembangunan wilayah semakin relevan dalam mengimplementasikan kebijakan ekonomi dalam aspek kewilayahan. Hoover dan

Giarratani (dalam Nugroho dan Dahuri, 2004), menyimpulkan tiga pilar penting


(36)

1. Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor). Pilar ini berhubungan dengan keadaan dtemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara fisik relatif sulit atau memiliki hambatan untuk digerakkan antar wilayah. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor lokal (bersifat khas atau endemik, misalnya iklim dan budaya) yang mengikat mekanisme produksi sumber daya tersebut sehingga wilayah memiliki komparatif. Sejauh ini karakteristik tersebut senantiasa berhubungan dengan produksi komoditas dari sumber daya alam, antara lain pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan, dan kelompok usaha sektor primer lainnya.

2. Aglomerasi (imperfect divisibility). Pilar aglomerasi merupakan fenomena

eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa meningkatnya keuntungan ekonomi secara spasial. Hal ini terjadi karena berkurangnya biaya-biaya produksi akibat penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan distribusi produk.

3. Biaya transpor (imperfect mobility of good and service). Pilar ini adalah yang paling kasat mata mempengaruhi aktivitas perekonomian. Implikasinya adalah biaya yang terkait dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam proses produksi dan pembangunan wilayah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah antara lain dipengaruhi oleh aspek-aspek keputusan lokasional, terbentuknya sistem perkotaan, dan mekanisme aglomerasi. Istilah pertumbuhan wilayah dan perkembangan wilayah sesungguhnya tidak bermakna sama. Pertumbuhan dan


(37)

perkembangan wilayah merupakan suatu proses kontiniu hasil dari berbagai pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi suatu wilayah.

Perkembangan wilayah senantiasa disertai oleh adanya perubahan struktural. Wilayah tumbuh dan berkembang dapat didekati melalui teori sektor (sektor theory) dan teori tahapan perkembangan (development stages theory). Teori sektor diadopsi dari Fisher dan Clark yang mengemukakan bahwa berkembangnya wilayah, atau perekonomian nasional, dihubungan dengan transformasi struktur ekonomi dalam tiga sektor utama, yakni sektor primer (pertanian, kehutanan dan perikanan), serta sektor tertier (perdagangan, transportasi, keuangan dan jasa). Perkembangan ini ditandai oleh penggunaan sumber daya dan manfaatnya, yang menurun di sektor primer, meningkat di sektor tertier, dan meningkat hingga pada suatu tingkat tertentu di sektor sekunder.

Sedangkan teori tahapan perkembangan dikemukakan oleh para pakar seperti Rostow, Fisher, Hoover, Thompson dan lain-lain. Teori ini dianggap lebih mengadopsi unsur spasial dan sekaligus menjembatani kelemahanan teori sektor. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah dapat digambarkan melalui lima tahapan.

1. Wilayah dicirikan oleh adanya industri yang dominan. Pertumbuhan wilayah

sangat bergantung pada produk yang dihasilkan oleh industri tersebut, antara lain minyak, hasil perkebunan dan pertanian, dan produk-produk primer lainnya. Industri demikian dimiliki oleh banyak negara dalam awal pertumbuhannya.


(38)

2. Tahapan ekspor kompleks. Tahapan ini menggambarkan bahwa wilayah telah mampu mengekpsor selain komoditas dominan juga komoditas kaitannya. Misalnya, komoditas dominan yang diekspor sebelumnya adalah minyak bumi mentah, maka dalam tahapan kedua wilayah juga mengekspor industri (metode) teknologi penambangan (kaitan ke belakang) dan produk-produk turunan dari minyak bumi (kaitan ke depan) misalnya premium, solar dan bahan baku plastik.

3. Tahapan kematangan ekonomi. Tahapan ketiga ini menunjukkan bahwa

aktivitas ekonomi wilayah telah terdiversifikasi dengan munculnya industri substitusi impor, yakni industri yang memproduksi barang dan jasa yang sebelumnya harus diimpor dari luar wilayah. Tahapan ketiga ini juga memberikan tanda kemandirian wilayah dibandingkan wilayah lainnya.

4. Tahapan pembentukan metropolis (regional metropolis). Tahapan ini

memperlihatkan bahwa wilayah telah menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk mempengaruhi dan melayani kebutuhan barang dan jasa wilayah pinggiran. Dalam tahapan ini pengertian wilayah fungsional dapat diartikan bahwa aktivitas ekonomi wilayah lokal berfungsi sebagai pengikat dan pengendali kota-kota lain. Selain itu, volume aktivitas ekonomi ekspor sangat besar yang diiringi dengan kenaikan impor yang sangat signifikan.

5. Tahapan kemajuan teknis dan profesional (technical professional virtuosity). Tahapan ini memperlihatkan bahwa wilayah telah memberikan peran yang sangat nyata terhadap perekonomian nasional. Dalam wilayah berkembang


(39)

produk dan proses-proses produksi yang relatif canggih, baru, efisien dan terspesialisasi. Aktivitas ekonomi telah mengandalkan inovasi, modifikasi, dan imitasi yang mengarah kepada pemenuhan kepuasan individual dibanding

kepentingan masyarakat. Sistem ekonomi wilayah menjadi kompleks (economic

reciproating system), mengaitkan satu aktivitas dengan aktivitas ekonomi lainnya (Nugroho dan Dahuri, 2004).

Dalam kerangka pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian “wilayah” yakni ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Dalam kerangka pembangunan nasional, perencanaan pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil perbedaan pertumbuhan kemakmuran antar wilayah atau antar daerah. Di samping itu, diusahakan untuk memperkecil perbedaan kemakmuran antara perkotaan dan pedesaan (Jayadinata, 1999).

2.2. Perencanaan Wilayah

Dalam teori perencanaan terdapat beberapa tipologi, antara lain rational planning model; incremental planning model; dan strategic planning model (Etzioni, 1967).


(40)

1. Pendekatan komprehensif (rational planning model) merupakan suatu kerangka pendekatan logis dan teratur, mulai dari diagnotis sampai kepada tindakan berdasarkan kepada analisis fakta yang relevan, diagnosis masalah yang dikaji melalui kerangka teori dan nilai-nilai, perumusan tujuan dan sasaran untuk memecahkan masalah, merancang alternatif cara-cara untuk mencapai tujuan, dan pengkajian efektivitas cara-cara tersebut. Pendekatan ini memerlukan survey yang komprehensif pada semua alternatif yang ada untuk mendapatkan informasi yang lengkap dalam pengambilan keputusan yang rasional.

2. Pendekatan inkremental (incremental planning model). Memilih diantara

rentang alternatif yang terbatas yang berbeda sedikit dari kebijaksanaan yang ada. Pengambilan keputusan dalam pendekatan ini dibatasi pada kapasitas yang dimiliki oleh pengambil keputusan serta mengurangi lingkup dan biaya dalam pengumpulan informasi. Pengambil keputusan hanya berfokus terhadap kebijaksanaan yang memiliki perbedaan yang inkremental dari kebijaksanaan yang telah ada.

3. Pendekatan mixed-scanning (strategic planning model). Kombinasi dari elemen

rasionalistik yang menekankan pada tugas analitik penelitian dan pengumpulan data dengan elemen inkremental yang menitikberatkan pada tugas interaksional untuk mencapai konsensus.

Proses yang tercakup dalam mixed scanning ini adalah strength, weakness,

opportunity dan threat (SWOT) analisis yang hasilnya adalah berupa strategic planning yaitu proses untuk menentukan komponen-komponen yang dianggap


(41)

prioritas atau utama dan yang tidak. Kemajuan yang diharapkan dalam proses ini adalah terjadinya efek bergulir (snowballing) dari komponen yang diprioritaskan tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam proyek akhir ini adalah pendekatan perencanaan mixed scanning dengan melakukan analisis SWOT di sektor pertanian sebagai komponen strategis yang diharapkan dapat menimbulkan efek bergulir.

Perencanaan wilayah di berbagai negara tidak sama, tergantung kepada kehidupan ekonomi dan masalah yang dihadapi. Secara historis setidaknya terdapat tiga pendekatan perencanaan wilayah (Jayadinata, 1999), yaitu:

1. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada masalah kota yang

bersifat sosial. Pelaksanaannya meliputi perbaikan bagian kota yang keadaan yang telah rusak dan tidak memenuhi standar, pemugaran kota, pembuatan kota satelit untuk membantu meringankan kota industri yang terlalu padat penduduknya. Titik berat perencanaan wilayah semacam ini ditujukan pada kota yang besar dan wilayah sekelilingnya (hinterland) yang dapat menunjang kota dalam perencanaan kota dan wilayah.

2. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada wilayah yang

penduduknya banyak menganggur dan dalam keadaan stagnasi industri (wilayah khusus). Dalam wilayah seperti ini, pemerintah perlu mengatur intensif pembiayaan, pengaturan rangsangan untuk prasarana industri, pengaturan konsesi pajak dan sebagainya, sehingga industri tertentu dapat berlokasi di wilayah itu.


(42)

3. Perencanaan wilayah yang memperhatikan wilayah pedesaan, dengan pengembangan tanah bagi sektor pertanian dan rekreasi (perencanaan pedesaan dan wilayah). Hal ini dilakukan untuk memperkecil perbedaan kemakmuran antara pedesaan dan perkotaan.

Untuk meratakan pembangunan, harus digunakan pendekatan perwilayahan atau regionalisasi, yaitu pembagian wilayah nasional dalam satuan wilayah geografi, sehingga setiap bagian mempunyai sifat tertentu yang khas (dapat juga menurut satuan daerah tata praja atau daerah administrasi). Di samping itu, diperlukan desentralisasi yaitu kebijaksanaan yang diputuskan oleh pemerintah regional dan lokal. Dalam desentralisasi itu harus terdapat koordinasi yang baik.

2.3. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah

Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial dapat membantu bagaimana memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad, 1999).

Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu daerah penting sekali kegunaanya sebagai sarana mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya. Pengembangan metode


(43)

analisis ini kemudian dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil guna mempercepat laju pertumbuhan yang ada. Akan tetapi di pihak lain harus diakui, menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit (Arsyad, 1999). Beberapa faktor yang sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis perekonomian diantaranya:

a. Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).

b. Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk

analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.

c. Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab

perekonomian daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.

d. Bagi negara sedang berkembang, disamping kekurangan data sebagai kenyataan

yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang kurang akurat dan terkadang relatif sulit dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.

Adapun beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(44)

2.3.1. Teori Sektor

Teori ini berkaitan erat dengan perubahan relatif pentingnya sektor-sektor ekonomi di mana laju perubahannya dijadikan indikator kemajuan ekonomi suatu wilayah. Adapun dasar bagi terjadinya perubahan, dapat dilihat pada sisi permintaan dan penawaran. Pada sisi permintaan, elastisitas pendapatan dan permintaan bagi barang dan jasa yang ditawarkan oleh industri dan aktivitas jasa adalah lebih tinggi daripada bagi proyek pertanian, sehingga adanya peningkatan pendapatan akan diikuti oleh pengalihan relative sumber-sumber dari sektor-sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Pada sisi penawaran, pengalihan tenaga kerja dan modal terjadi akibat adanya perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor ekonomi tersebut.

Jadi teori sektor menekankan pada adanya perubahan internal daripada adanya hubungan atau perubahan eksternal seperti teori basis ekspor. Namun sebagai suatu teori yang menjelaskan pertumbuhan, ia tidak memadai oleh karena tidak menawarkan pemahaman tentang penyebab dari pertambahan itu.

2.3.2. Teori Basis Ekspor

Teori basis ekonomi adalah salah satu teori atau pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan wilayah. Teori basis ekspor merupakan bentuk model pendapatan wilayah yang paling sederhana. Pentingnya teori ini terletak pada kenyataan bahwa ia memberikan kerangka teoritik bagi banyak studi multiplier (pengganda) wilayah secara empiris. Asumsi pokok dari teori ini adalah bawa ekspor merupakan satu-satunya unsur otonom dalam pengeluaran, dan


(45)

komponen pengeluaran lainnya dianggap sebagai fungsi dari pendapatan (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010)

Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan (Tarigan, 2006).

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005).

Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian

daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang

cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008).


(46)

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (Arsyad, 1999). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah kuosien lokasi (Location Quotient, LQ). Location Quotient digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sektors). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.

2.3.3. Teori Pusat Pertumbuhan

Theory growth poles adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus (Alonso dalam Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan keseluruh


(47)

pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan tepadu.

Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949 oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai “pusat dari pancaran gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut

Rondinelli dan Unwin dalam Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan

didasarkan pada keniscayaan bahwa pemerintah di negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat kota. Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke pedesaan.

Menurut Stohr dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu pada

pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim dengan urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor industri). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre down dengan sendirinya


(48)

akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah seperti kawasan hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki perkotaan dan perusahaan-perusahaan besar.

Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down

effect (dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi yang diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).

2.4. Konsep Pertanian

Pertanian didefinisikan sebagai pengelolaan tanaman, ternak, ikan dan lingkungannya agar memberikan suatu produk (Mardjuki, 1994). Pertanian yang baik adalah pertanian yang dapat memberikan produk jauh lebih baik dibandingkan bila tanaman, ternak atau ikan tersebut dibiarkan hidup alami. Kegiatan pertanian adalah penerapan karya manusia terhadap alam dalam budidaya tumbuh-tumbuhan, binatang serta penangkapan/perburuan, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada manusia.

Usaha pertanian adalah kegiatan menghasilkan produksi pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual/ditukar atau secara ekonomi menunjang dan menanggung resiko. Untuk pertanian ini terbagi menjadi dua, yaitu: Pertama,


(49)

usaha pertanian menurut bentuk; pertanian besar (dikelola secara komersial oleh perusahaan yang berbadan hukum) dan pertanian rakyat (tidak berbadan hukum). Kedua, usaha pertanian menurut sub sektor, yaitu sub sektor tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan.

Peranan sektor pertanian di Indonesia dianggap penting terutama dalam hal penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, penyumbang devisa negara melalui ekspor dan sebagainya. Selain itu, sektor pertanian dianggap sebagai pemasok (supply) bahan baku bagi sektor industri. Pembangunan dalam bidang pertanian akan berhasil bilamana terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang cukup tinggi, sekaligus terjadinya perubahan kehidupan masyarakat petani dari yang kurang baik menjadi lebih baik.

Tantangan yang harus dihadapi sektor ini ke depan tampaknya akan semakin berat dan kompleks, terutama penyusutan lahan-lahan subur untuk keperluan sektor lainnya yang telah mendorong terjadinya transformasi lahan secara besar-besaran. Pada saat ini pembangunan dalam bidang pertanian seringkali dilihat dari perspektif terjadinya transformasi struktural perekonomian. Hal ini menurut Soekartawi (1996), dapat dilihat melalui beberapa ciri transformasi struktural, yaitu:

1. Peran relatif sektor pertanian dan sumbangannya pada Product Domestic Bruto

(PDB) serta penyerapan tenaga kerja semakin menurun; 2. Keterkaitan antar berbagai sektor ekonomi semakin tinggi;


(50)

4. Terjadi pola berusaha tani dari orientasi peningkatan produksi semata menjadi orientasi pada efisiensi dan nilai tambah.

Kontribusi relatif sektor pertanian terhadp PDB terus merosot sekitar

19,3 persen, sementara sumbangan sektor industri sudah meningkat menjadi

21,4 persen terhadap PDB. Namun sayangnya, menurunnya peran sektor pertanian terhadap PDB tidak diimbangi dengan lepasnya tenaga kerja yang semula bekerja di sektor pertanian ke sektor industri. Bahkan kini angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian masih 49,3 persen dari total angkatan kerja yang ada. Sementara itu sektor industri yang maju begitu pesat hanya dapat menyerap sekitar 11-13 persen saja dari total angkatan kerja yang ada.

Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan produksi tanaman pangan Indonesia lebih banyak karena perluasan areal panen, termasuk sistem panen dua-tiga kali setahun pada tanaman padi sawah, dan hanya sedikit yang disebabkan oleh aplikasi teknologi modern. Dalam suatu studi yang mendalam, konsekuensi ekonomis perluasan areal pertanian dan bentuk intensifikasi pengunaan lahan lainnya terhadap degradasi lahan ternyata cukup besar dan bahkan mengikis habis nilai tambah atau PDB sektor pertanian tanaman pangan hingga 5 persen (Arifin, 2001).

Oleh karenanya, perlu dipikirkan alternatif untuk meningkatkan ekonomi pertanian pedesaan melalui akselerasi pembangunan pedesaan dengan fokus kepentingan golongan pendapatan rendah. Di samping itu, strategi pembangunan pedesaan perlu diarahkan pada penciptaan dan peningkatan kesempatan kerja dan


(51)

transfer pendapatan yang seimbang. Selain itu perlu juga dirumuskan kebijakan

alternatif sebagai reserve dalam pembangunan pertanian Indonesia melalui

pemberdayaan institusional dalam pembangunan input-input pertanian.

Peubah institusi yang mempengaruhi tingkat penggunaan input modern bidang pertanian mungkin dapat dikelompokkan menjadi: (a) akses terhadap sarana/prasarana publik yang meliputi; jalan, sekolah dan saluran irigasi; (b) kelembagaan pasar yang meliputi; pasar pupuk, kredit, tenaga kerja, dan pasar output; (c) penyebaran informasi pertanian; (d) struktur kepemilikan lahan dan sumberdaya penting lainnya, seperti sumur pompa dan traktor tangan; serta (e) karakateristik fisik, seperti jenis, iklim, dan struktur sosial yang mendukungnya (Arifin, 2001).

2.5. Konsep Pengembangan Agropolitan

Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Mc.Douglass dan Friedmann sebagai strategi baru pengembangan pedesaan. Meskipun banyak makna yang terkandung di dalamnya, namun pada dasarnya pengembangan agropolitan adalah memberikan pelayanan di kawasan pedesaan atau istilah yang disebut Friedman “kota di ladang”. Dengan kata lain, masyarakat desa atau petani tidak perlu lagi pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran, maupun masalah yang berhubungan dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan sehari-hari (Syahrani, 2001).


(52)

Agropolitan terdiri dari dua kata; yaitu ‘agro’ yang berarti pertanian. Dan ‘politan’ yang bermakna kota. Jadi, hakikat atau pengertian agropolitan adalah kota yang berbasiskan atau bersumber dari pertanian. Dengan demikian agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan

pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Sistem agribisnis merupakan pembangunan pertanian yang dilakukan secara terpadu oleh petani dan pengusaha, baik usaha budidaya dan pembangunan agribisnis hulu, agribisnis hilir serta jasa-jasa pendukungnya (Pindonga, 2003).

2.6. Penelitian Sebelumnya

Adapun penelitian yang telah dilakukan mengenai perencanaan sektor pertanian dan pengembangan wilayah sebelumnya adalah:

Ginting (2007) dalam penelitiannya “Perencanaan Strategi Sektor Pertanian Dalam Kerangka Pengembangan Wilayah (Studi Kasus: Kabupaten Karo)”, menyimpulkan bahwa hasil analisis berdasarkan nilai bobot rangking (nilai tambah, kaitan ke depan, kaitan ke belakang dan penyerapan tenaga kerja) komoditi-komoditi unggulan yang menjadi prioritas utama pengembangan sektor di Kabupaten Karo adalah buah-buahan, sayur-sayuran dan peternakan. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang bukan unggulan adalah perikanan, tanaman jagung dan tanaman padi. Sentra produksi yang sesuai tepat untuk tanaman buah-buahan dan sayur-sayuran adalah di Kecamatan Simpang Empat sedangkan ternak di Kecamatan Laubaleng.


(53)

Masing-masing komoditi sektor pertanian yang diteliti memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages) yang tinggi masing-masing di atas > 0.5, serta pengganda tenaga kerja sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Karo adalah rendah (< 1).

Mukhyi (2007) dalam penelitianya “Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan Terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Propinsi Jawa Barat: Pendekatan Analisis IRIO”, menyimpulkan bahwa tingkat kontribusi margin Propinsi Jawa Barat dan Nasional unggul dalam 1) sektor industri pengolahan; 2) sektor perdagangan, hotel dan restoran; 3) sektor pertanian berdasarkan harga konstan. Dalam analisis shift-share, sumbangan terhadap Propinsi Jawa Barat pada sektor pertanian dalam 1) subsektor tanaman perkebunan; 2) Subsektor peternakan dan hasil-hasilnya; 3) subsektor kehutanan; dan 4) subsektor perikanan. Dengan pendekatan Location Quotient (LQ), mempunyai keunggulan di 1) sektor industri pengolahan; 2) sektor listrik, gas dan air bersih; serta 3) sektor perdagangan, hotel dan restoran, sedang di sektor pertanian hanya subsektor tanaman bahan makanan.

2.7. Kerangka Pemikiran

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian perencanaan sektor pertanian dalam kerangka pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Utara dengan menggunakan pendekatan Location Quotient (LQ), dilakukan penyusunan suatu konsep pemikiran. Konsep pemikiran tersebut menggambarkan perencanaan sektor


(54)

pertanian dalam pelaksanakan pengembangan wilayah tersebut, serta kemudian merumuskan komoditi-komoditi sektor pertanian yang diunggulkan. Gambaran dari konsep pemikiran diatas dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Komiditi-Komiditi Unggulan

 Tanaman Bahan Pangan

 Buah-buahan

 Sayur-sayuran

 Perkebunan Rakyat

 Peternakan

 Perikanan

Analisis Location Quotient (LQ)

Pengembangan Wilayah

Sentra-Sentra Produksi Perencanaan Sektor Pertanian


(55)

2.8. Hipotesis

Jawaban sementara terhadap perumusan masalah di atas adalah:

1. Komoditi padi sawah merupakan komoditi unggulan sektor tanaman bahan

pangan, komoditi terong merupakan komoditi unggulan sektor tanaman sayur-sayuran. Untuk sektor tanaman buah-buahan komoditi unggulan adalah jeruk, sedangkan untuk sektor tanaman perkebunan komoditi unggulan adalah kemenyan. Komoditi ternak kerbau adalah komoditi unggulan sektor peternakan, sedangkan komoditi perikanan kolam sawah adalah merupakan komoditi unggulan sektor perikanan di Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Sentra produksi yang dianggap tepat untuk tanaman padi sawah adalah di

Kecamatan Pahae Jae, komoditi terong di Kecamatan Siborongborong, tanaman jeruk di Kecamatan Sipoholon. dan Sentra produksi tanaman kemenyan adalah di Kecamatan Adian Koting, ternak Kerbau di Kecamatan Sipahutar, sedangkan perikanan kolam sawah di Kecamatan Tarutung.

3. Komoditi unggulan dan sentra produksi memiliki kontribusi besar dalam


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup analisis sektor pertanian beserta subsektor pertanian yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan peternakan di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2005 sampai dengan 2009.

3.2. Sumber dan Pengumpulan Data

Sumber data penelitian ini mengandalkan data sekunder berupa visi, misi dan program kerja Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara; data sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara dan sebagainya yang dikumpulkan melalui berbagai sumber, antara lain Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara, BPS Provinsi Sumatera Utara, BPS Kabupaten Tapanuli Utara dan hasil-hasil penelitian maupun literatur yang mendukung studi ini.

3.3. Analisis Data

Untuk menganalisis komoditi yang diunggulkan sekaligus menjawab hipotesis pertama serta untuk menganalisis sentra produksi menjadi prioritas utama pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara sekaligus menjawab hipotesis kedua, dilakukan analisis dengan menggunakan analisis location quotient


(57)

Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian di sektor pertanian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan pertanian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004) sebagai berikut:

Perhitungan LQ menggunakan rumus sebagai: Si/S

LQ = --- Ni/N Keterangan:

LQ: Nilai Location Quotient

Si : Produksi sektor tertentu i di kecamatan lokasi penelitian S : Produksi sektor seluruhnya di setiap kecamatan

Ni : Produksi sektor tertentu di Kabupaten Tapanuli Utara N : Produksi sektor seluruhnya di Kabupaten Tapanuli Utara

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada

tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val dalam Kuncoro,

2004), yaitu:

1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa produksi pertanian tertentu di kecamatan


(58)

Utara. Memperlihatkan kecamatan yang bersangkutan memiliki produksi pertanian yang sama sehingga kecamatan tersebut menjadi basis daerah sendiri.

2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa produksi pertanian tertentu di kecamatan

bersangkutan lebih besar dibandingkan dengan produksi pertanian yang sama di Kabupaten Tapanuli Utara. Memperlihatkan kecamatan yang bersangkutan memiliki produksi pertanian yang lebih baik sehingga kecamatan tersebut menjadi basis daerah sendiri dan di Kabupaten Tapanuli Utara.

3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa produksi pertanian tertentu di kecamatan

bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan produksi pertanian yang sama di Kabupaten Tapanuli Utara. Memperlihatkan kurang baik sehingga kecamatan tersebut bukan menjadi basis daerah sendiri maupun di Kabupaten Tapanuli Utara.

Untuk menganalisis hipotesis ketiga dilakukan dengan menggunakan analisis deskripitif, dengan melihat kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Perencanaan Strategis Sektor Pertanian.

3.4. Definisi Operasional

1. Tanaman bahan pangan dalam penelitian ini merupakan komiditi padi, padi

ladang, jagung, ubi kayu dan kacang tanah. Tanaman sayur-sayuran dalam penelitian ini adalah komoditi cabai, bawang merah, kentang, sawi, tomat dan terong.


(59)

2. Tanaman buah-buahan dalam penelitian ini merupakan komiditi alpukat, nenas, mangga, jeruk dan durian. Tanaman Perkebunan dalam penelitian ini merupakan komoditi yang meliputi perkebunan karet, kemenyan, kopi, kakao, dan aren.

3. Peternakan dan hasilnya dalam penelitian ini merupakan komoditi yang

meliputi antara lain peternakan sapi, kerbau, babi, ayam dan itik. Perikanan dalam penelitian ini merupakan komoditi yang bersumber dari 3 jenis, yaitu kolam, mina padi dan kerambah jaring apung.

4. Sentra produksi untuk tanaman bahan pangan, tanaman sayur-sayuran, tanaman

buah-buahan, tanaman perkebunan, dan peternakan terdapat pada Kecamatan yang mempunyai nilai produksi paling tinggi.

5. Sentra produksi untuk sektor perikanan terdapat pada Kecamatan yang memiliki


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu daerah Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut.

Topografi dan kontur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu

tergolong datar (3,16 persen), landai (26,86 persen), miring (25,63 persen) dan terjal (44,35 persen).

Kabupaten Tapanuli Utara secara geografis terletak di Bagian Tengah

Sumatera Utara, terletak pada 1º20’ – 2º41’ Lintang Utara dan 98o05’ – 99o16’ Bujur Timur memiliki luas wilayah 3.800,31 Km2 atau 380.031 Ha terdiri dari luas dataran 3.793,71 Km2 dan perairan Danau Toba yang berada di Kecamatan Muara. seluas 6,60 Km2

Ibukota Kabupaten Tapanuli Utara adalah Tarutung, dengan batas-batas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara sebagai berikut:

.

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan


(61)

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah.

Kabupaten Tapanuli Utara beriklim tropis dan memiliki suhu udara berkisar 17oC sampai dengan 29o

Sebagian besar wilayah Kabupaten Tapanuli Utara terletak di daerah dataran tinggi yang berada 300 meter hingga 1.500 meter di atas permukaan laut dengan perbandingan luas daerah ketinggian sebagai berikut:

C, dengan kelembaban udara rata-rata 85,04 persen. Seperti daerah lainnya, di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama mulai bulan Januari sampai dengan bulan Maret, sedangkan musim hujan kedua mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Desember.

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Ketinggian di Atas Permukaan Laut

No. Tingkat Ketinggian

(mdpl)

Luas Wilayah (Km2

Persentase

) (%)

1. < 500 137,84 3,63

2. 500 – 999 1.480,72 38,96

3. 1.000 – 1.500 2.169,19 57,08

4. > 1.500 5,96 0,34

Total 3.800,31 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Tapanuli Utara Angka, 2010

Daerah ketinggian Kabupaten Tapanuli Utara yang berada antara 501 meter sampai dengan 1.000 meter di atas permukaan laut, yakni mencapai 38,96 persen. Daerah ketinggian antara 1.001 sampai dengan 1.400 meter di atas permukaan laut mencapai 57,08 persen. Sedangkan daerah ketinggian > 1.400 meter di atas permukaan laut terdapat 0,34 persen.


(1)

Lampiran 25. Tabel Produksi Tanaman Bahan Pangan Perkecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009

Kecamatan Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kacang Tanah Ubi Kayu Ubi Jalar

Parmonangan 4653.88 374.25 762.75 454.89 303.60 290.40

Adian Koling 7566.52 324.35 734.55 835.44 303.20 161.28

Sipoholon 5873.62 199.68 778.05 302.72 893.20 1104.23

Tarutung 4049.10 298.35 934.81 404.19 540.75 700.96

Siatas Barita 2572.51 205.2 1103.51 161.92 496.32 298.76

Pahae Julu 14194.82 0 47.25 52.35 232.50 274.80

Pahae Jae 15878.85 0 148.50 69.80 420.12 271.20

Purbatua 15183.60 0 59.85 56.16 124.08 135.20

Simangumban 8185.28 0 298.76 101.79 472.75 672.50

Pangaribuan 12211.45 1260 826.25 134.14 3124.20 1049.88

Garoga 4582.57 752.25 4133.10 96.93 524.96 162.36

Sipahutar 8418.09 2137.8 1154.25 132.09 1108.80 714.44

Siborongborong 14402.29 404 3616.11 639.03 1365.76 1736.25

Pagaran 9385.81 63.13 585.66 361.08 896.68 854.28

Muara 10973.12 378.75 408.60 88.75 709.41 551.04

Total 138131.51 6397.76 15592.00 3891.28 11516.33 8977.58

Sumber

: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Tapanuli Utara Dalam Angka Tahun 2010


(2)

Lampiran 26. Tabel Produksi Tanaman Sayur-sayuran Perkecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009

Kecamatan Cabe Bawang merah

Bawang

daun buncis kentang kubis sawi Kacang panjang tomat terong bayam Parmonangan 260.64 0 82.88 71.78 156.72 149 46.44 24.42 114.33 56.25 8.87 Adian Koling 67.41 0 16.61 13.14 24.01 0 69.66 4.05 20.15 11.25 14.63 Sipoholon 169.75 0 187.44 86.26 60.18 213 328.89 26.72 26.94 39.38 33.28

Tarutung 733.4 0 124.96 0 60.08 0 387.35 0 74.31 0 6

Siatas Barita 168.89 0 0 0 24.05 0 0 0 0 0 0

Pahae Julu 38.4 0 0 0 0 0 0 12 0 0 0

Pahae Jae 52.8 0 5.69 0 0 0 11.53 16 0 33.8 21

Purbatua 33.78 0 0 0 0 0 0 10 0 11.27 6

Simangumban 4.86 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0

Pangaribuan 120.5 0 67.03 0 0 0 0 0 33.73 0 0

Garoga 149.58 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Sipahutar 650.57 0 79.59 0 0 0 199.33 0 87.23 67.6 0

Siborongborong 1445.96 0 1631.6 877.14 2620.28 5013 3607.25 251.08 659.05 494.16 30.25 Pagaran 341.25 0 164.87 66.25 12.06 1806 1091.36 8.26 242.1 312.24 27

Muara 78 543.65 164.87 78.26 240.7 577 246.23 0 119.25 0 0


(3)

Lampiran 27. Tabel Produksi Tanaman Buah-buahan Perkecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009

Kecamatan alpukat mangga duku jeruk salak durian jambu pepaya pisang nenas Parmonangan 51.68 72.75 127.68 716.25 2.02 307.94 1.98 13.67 31.69 1.74 Adian Koling 45.35 16.14 8.64 49.79 0.2 649.34 4.8 5.48 17.18 1.73

Sipoholon 33.95 0 0 446.35 0 6.14 0.22 2.46 4.27 3.12

Tarutung 27.51 0 0 82.5 1.53 56.67 2.47 1.58 10.68 20.56

Siatas Barita 1.36 0 0 35.5 0.96 0 1.64 0.82 0 17.19

Pahae Julu 2.16 0 0 0 0 144.07 0 0 0 0

Pahae Jae 0 5.88 139.54 1.7 5.49 691.49 0.15 0.71 39.57 0.69 Purbatua 0 1.79 139.79 12.48 3.04 3266.99 0.17 0.11 771.76 0

Simangumban 0 0 0 0 76.07 285.86 0 0 381.75 0

Pangaribuan 0 0 0 0 0 0 46.49 0 6.85 739.03

Garoga 26.88 0 0 0 45.84 1150.54 0.07 0 1412.53 252.23

Sipahutar 252.87 0 0 141.96 0 0 0 0 16.42 30780.6

Siborongborong 61.53 0 0 2317.74 0 0 67.4 0 72.89 73.95

Pagaran 132.65 0 0 653.08 0 0 8.98 11.81 36.32 21.75

Muara 26.7 754.78 0 2.85 0 6.8 0.6 1.19 7.78 0

Total 662.64 851.34 415.65 4460.2 135.15 6565.84 134.97 37.83 2809.69 31912.59

Sumber

: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Tapanuli Utara Dalam Angka Tahun 2010

Keterangan

: Satuan Ton


(4)

Lampiran 28. Tabel Produksi Tanaman Perkebunan Perkecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009

Kecamatan karet kemenyan kopi cengkeh kelapa tebu k.manis kemiri k.sawit coklat jahe aren pinang vanili nilam andaliman Tembakau Parmonangan 180 388.46 1081.36 1.5 6.8 0 104.52 19.12 0 28.12 10.79 6.42 0 0 0 1.35 0 Adian Koling 1624.8 534.42 233.46 0.23 25.9 0 108.87 14.3 1.24 218.69 6.47 17.33 14.2 0 3.21 0 0 Sipoholon 15.78 83.08 490.55 0.78 5.07 82.1 55.1 16.05 0 1.09 16.27 5 0 0 0 0 0

Tarutung 5.6 223.53 352.93 0.53 8.68 0 47.99 26.02 0 0 16.12 3.42 0 0 0 0 0

Siatas Barita 3.11 11.63 335.52 0 3.19 0 35.91 7.66 0 0 0 2.25 0.31 0 0 0 0

Pahae Julu 548.59 518.95 264.5 0.57 25.54 0 71.28 11.95 2.63 144.89 5.31 16.23 11.49 0 0 0 0 Pahae Jae 1472.25 138.03 162.59 0.5 121.59 0 95.14 7.88 0 100.78 7.61 13.06 6.37 0 2.77 0 0

Purbatua 32.25 72.55 101.07 0 1.67 0 0 4.58 0 179.76 9.61 12.36 0 0 0 0 0

Simangumban 35.12 25.76 122.04 0 6.44 0 23.26 3.1 0 123.8 10.66 9.11 5.75 0 1.59 0 0 Pangaribuan 0 1024.76 1858.3 0.61 0 92.69 228.34 6.08 0 2.94 27.33 6.08 0 0 0 1.12 0 Garoga 729.59 144.79 650.16 3.23 11.01 0 80.74 10.74 0 17.75 25.03 6.84 14.25 0 3.94 0 0 Sipahutar 0 435.3 1038.05 0.15 7.06 81.83 160.1 10.55 0 0 16.39 2.4 0 0.38 0 0.8 0 Siborongborong 0 25.18 1539.46 0.11 0 51.56 227.62 11.14 0 0 48.68 11.84 0 0 0 2.59 0

Pagaran 0 6.28 1079.59 0 0 67.89 82.37 9.11 0 0 38.47 5.75 0 0 0 1.37 42.38

Muara 0 1.4 445.67 0.19 47.99 33.15 33.28 27.95 0 28.12 0 8 0 0 0 1.11 0


(5)

Lampiran 29. Tabel Produksi Peternakan Perkecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009

Kecamatan sapi kerbau kuda kambing domba babi ayam itik

Parmonangan 328 1245 160 65 65 260 58500 900

Adian Koling 59 1124 40 36 0 765 26212 1190

Sipoholon 73 1367 20 0 0 1204 30100 2150

Tarutung 15 1400 15 46 0 3550 22266 3168

Siatas Barita 13 923 10 34 0 1998 8400 2600

Pahae Julu 94 772 20 58 95 2540 52400 835

Pahae Jae 57 324 0 39 98 790 7150 1160

Purbatua 27 715 0 35 0 610 8630 1120

Simangumban 33 314 25 30 0 460 8500 3530

Pangaribuan 466 915 0 30 0 1926 8014 460

Garoga 145 412 108 117 256 1346 30124 422

Sipahutar 24 1460 0 27 0 868 30150 1120

Siborongborong 386 3196 346 526 20 8670 80100 4460

Pagaran 26 1345 37 28 0 3990 36250 1245

Muara 418 620 62 1070 250 3500 11200 1300

Total 2164 16132 843 2141 784 32477 417996 25660

Sumber

: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Tapanuli Utara Dalam Angka Tahun 2010


(6)

Lampiran 30. Tabel Produksi Perikanan Perkecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009

Kecamatan Kolam

(Ha)

Kolam sawah (Ha)

Kolam air deras (Unit)

Jaring Apung (Unit)

Parmonangan 8.3 11.7 0 0

Adian Koling 4.6 12.4 0 0

Sipoholon 20.4 23.2 0.7 0

Tarutung 19.5 24.4 1.8 0

Siatas Barita 22.2 17.2 0 0

Pahae Julu 9.3 12.2 0 0

Pahae Jae 16.7 20.8 0 0

Purbatua 16.7 10.7 0 0

Simangumban 13.8 11.6 0 0

Pangaribuan 9.3 15 0 0

Garoga 7.4 18.3 0 0

Sipahutar 11.1 20.8 0 0

Siborongborong 18.5 22.3 0 0

Pagaran 13 20.5 0 0

Muara 5.7 18.4 2.5 15.5