Evaluasi Kinerja Panel Sensori Dan Penentuan Profil Deskriptif Bumbu Kering

EVALUASI KINERJA PANEL SENSORI DAN PENENTUAN
PROFIL DESKRIPTIF BUMBU KERING

PUSPA ANDITA RAHMAN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Evaluasi Kinerja
Panel Sensori dan Penentuan Profil Deskriptif Bumbu Kering" adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Puspa Andita Rahman
NIM F24110084

ABSTRAK
PUSPA ANDITA RAHMAN. Evaluasi Kinerja Panel Sensori dan Penentuan
Profil Deskriptif Bumbu Kering. Dibimbing oleh RIZAL SJARIEF SJAIFUL
NAZLI dan DEDE ROBIATUL ADAWIYAH.
Evaluasi sensori didefinisikan sebagai suatu metode ilmiah yang
digunakan untuk mengukur, menganalisis, dan menginterpretasikan suatu respon
yang ditangkap oleh indera manusia, seperti penglihatan, penciuman, pendengaran,
peraba, dan perasa terhadap karakteristik produk. Panel merupakan orang yang
mengevaluasi sifat-sifat sensori produk pangan. Panel terlatih harus diuji kinerja
mereka dalam menilai kualitas produk dengan tepat dan konsisten. Evaluasi
kinerja panel sensori dilakukan dengan metode uji QDA dengan skala garis 15 cm.
Panel terlatih yang digunakan sebanyak 46 orang dari suatu perusahaan pangan.
Sampel yang digunakan adalah sampel bumbu A dan B. Atribut yang diukur
dalam pengujian ini, antara lain flavor ayam, rasa asin, flavor bawang putih, rasa
manis, rasa gurih, flavor bawang merah, flavor lada, dan rasa asam. Hasil

pengujian diolah dengan metode one-way ANOVA, sehingga dihasilkan nilai
kemampuan pengulangan (repeatability) dan kemampuan membedakan
(discrimination ability). Kedua parameter tersebut menunjukkan bahwa terdapat
14 panel yang lulus pengujian kinerja panel, 5 panel butuh latihan kembali, dan 27
panel yang tidak lulus dalam pengujian. Profil deskriptif bumbu A dan B
diperoleh dari hasil data panelis yang telah lulus pengujian kinerja dan diolah
menggunakan one-way ANOVA. Profil yang diperoleh bahwa bumbu B memiliki
nilai asin dan flavor lada yang jauh lebih tinggi. Kemudian kedua sampel tersebut
memiliki intensitas rasa asam, rasa manis, rasa gurih, dan flavor ayam yang
hampir menyerupai. Akan tetapi, pada atribut flavor bawang merah, dan flavor
bawang putih, bumbu A memiliki intensitas yang lebih kuat dibandingkan bumbu
B.
Kata kunci: bumbu, kemampuan membedakan, kemampuan pengulangan, kinerja,
panel, sensori

ABSTRACT
PUSPA ANDITA RAHMAN. Evaluation of Sensory Panel Performance and
Determination of Dry Seasoning Descriptive Profile. Supervised by RIZAL
SJARIEF SJAIFUL NAZLI and DEDE ROBIATUL ADAWIYAH.


Sensory evaluation is defined as a scientific method that is used to measure,
analyze, and interpret human sensory response, like sense of sight, smell, hearing,
touch, and taste of the product characteristics. Panel is people who evaluate
sensory characteristics of food product. Trained panel performance has to be
evaluated for precision and consistency in scoring product quality. Sensory panel
performance is evaluated by quantitative descriptive analysis method with 15 cm
line scale. Evaluation uses 46 trained panels from a food industry. Used samples
are seasoning A and seasoning B. Attributes measured are chicken flavor,
saltiness, shallot flavor, sweetness, savory, garlic flavor, pepper flavor, and
sourness. Results of test analyzed with one-way ANOVA method to get
repeatability and discrimination ability scores. Analysis result showed that 14
panels passed the performance test, 5 panels needed further training, and 27
panels didn’t pass the performance test. Descriptive profiles of seasoning A and B
was received from passed panels’ data and analyzed by one-way ANOVA.
Seasoning B profiles had higher saltiness and pepper flavor than seasoning A, but
lower shallot flavor and garlic flavor. Both seasonings had similar profile intensity
for sourness, savory, sweetness, and chicken flavor.
Keywords: discrimination ability, panel, performance, repeatability, seasoning,
sensory


EVALUASI KINERJA PANEL SENSORI DAN PENENTUAN
PROFIL DESKRIPTIF BUMBU KERING

PUSPA ANDITA RAHMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah sensori,
dengan judul Evaluasi Kinerja Panel Sensori dan Penentuan Profil Deskriptif
Bumbu Kering.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Rizal Sjarief Sjaiful
Nazli, DESS dan Ibu Dr Ir Dede Robiatul Adawiyah, MSi selaku pembimbing,
serta Bapak Dr Ir Budi Nurtama, M.Agr, Ibu Sri Martiyani, Ibu Uswatun
Hasanah, STP, MSi, Dan Bapak Iman Sulaeman yang telah banyak memberi
bantuan dan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya, serta
Hilman Dwi Putra, Astri Lestari Novianti dan Anugrah atas bantuan dan
kerjasamanya selama penelitian berlangsung.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Puspa Andita Rahman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix


DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3


Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

METODE

3

Bahan

3

Alat

3


Panel

4

Metode Penelitian

4

Prosedur Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi Kinerja Panel Sensori

7
7

Penentuan Profil Deskriptif Bumbu Kering


13

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP


36

ix

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Konsentrasi sampel bumbu (Putra 2015)
Konsentrasi referen atribut (Putra 2015)
Contoh keluaran one-way ANOVA melalui SPSS 20
Kriteria penilaian evaluasi kinerja panel sensori
Rata-rata dan standar deviasi skor intensitas sampel (46 panel)
Jumlah panel dalam golongan kriteria penilaian kemampuan membedakan

Jumlah panel yang lulus kemampuan membedakan terhadap masing-masing
atribut
8 Jumlah panel dalam golongan kriteria penilaian
9 Jumlah panel yang lulus kemampuan pengulangan terhadap masing-masing
atribut
10 Jumlah panel sensori dalam kriteria kelulusan
11 Rata-rata dan standar deviasi sampel bumbu A dan bumbu B (14 panel)

4
5
6
6
8
9
10
11
12
13
14

DAFTAR GAMBAR
1 Lembar uji quantitative descriptive analysis
5
2 Grafik persentase jumlah panel sensori yang lulus kemampuan membedakan
terhadap atribut
10
3 Grafik persentase jumlah panel sensori yang lulus kemampuan pengulangan
terhadap atribut
12
4 Grafik jaring laba-laba rata-rata nilai sampel bumbu A
15
5 Grafik jaring laba-laba rata-rata nilai sampel bumbu B
16
6 Grafik spiderweb rata-rata nilai sampel bumbu A 1,00% dan B 1,00%
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Contoh pengacakan sampel panel 1, 16, 31, dan 46
2 Hasil analisis One-way ANOVA parameter kemampuan membedakan
(Discrimination Ability)
3 Hasil analisis One-way ANOVA parameter kemampuan pengulangan
(Repeatability)
4 Data kelulusan evaluasi kinerja panel sensori
5 Contoh tabel keluaran one-way ANOVA panel 1
6 Keluaran uji one-way ANOVA profil deskriptif bumbu A
7 Keluaran uji one-way ANOVA profil deskriptif bumbu B
8 Keluaran uji lanjut one-way ANOVA profil deskriptif bumbu A
9 Keluaran uji lanjut one-way ANOVA profil deskriptif bumbu B
10 Keluaran uji T profil deskriptif bumbu A dan B

20
21
23
25
27
28
29
30
33
36

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Evaluasi sensori didefinisikan sebagai suatu metode ilmiah yang digunakan
untuk mengukur, menganalisis, dan menginterpretasikan suatu respon yang
ditangkap oleh indera manusia, seperti penglihatan, penciuman, pendengaran,
peraba, dan perasa terhadap karakteristik produk (Lawless dan Heymann 1998).
Salah satu metode yang digunakan dalam evaluasi sensori adalah uji deskriptif.
Analisis deskriptif umumnya digunakan dalam situasi yang melihat detail atribut
dari sebuah produk (Lawless dan Heymann 2010). Terdapat 6 jenis metode
pengujian dalam analisis deskriptif, yaitu flavor profile method, texture profile
method, quantitative descriptive analysis, spectrum descriptive analysis, time –
intensity descriptive analysis, dan free – choice profiling (Meilgaard et al 2007).
Metode yang sering digunakan dalam analisis deskriptif adalah quantitative
descriptive analysis.
Quantitative descriptive analysis (QDA) adalah salah satu metode uji yang
digunakan dalam evaluasi kinerja panel. QDA juga merupakan salah satu teknik
analisis deskriptif utama dalam evaluasi sensori. Metode QDA menggunakan
skala garis sepanjang 15 cM atau 6 inchi dalam penilaiannya. Arah skala tersebut
dari kiri ke kanan dengan semakin meningkatnya intensitas atribut yang diuji.
Keterampilan panel dalam membuat penilaian sangat dibutuhkan dengan tingkat
ketepatan yang tinggi. Keandalan panel juga dapat dinilai dengan menggunakan
metode QDA dengan mengevaluasi pengukuran panel secara berulang pada
atribut yang dinilai (Stone 2004). Oleh sebab itu, panel yang biasa digunakan
dalam pengujian ini merupakan panel terlatih.
Panel terlatih merupakan panel terpilih melalui seleksi panel yang dilatih
sesuai dengan kemampuan mereka untuk membedakan sifat sensori antara sampel
dengan jenis produk tertentu (Meilgaard et al 2007). Panel terlatih juga
merupakan panel yang dibentuk atau dilatih agar memiliki kemampuan yang baik
dalam membedakan, mengidentifikasikan, mendeskripsikan, dan menilai produk
secara kuantitatif dengan tepat dan konsisten (Lawless dan Heymann 1998). Panel
terlatih sudah dilatih agar fokus pada suatu produk tertentu saat melakukan
evaluasi sensori (Latreille et al 2006). Orientasi panel terlatih antara lain, (1)
anggota panel harus disediakan lingkungan pelatihan yang sesuai, (2) Panel harus
mengerti pentingnya sebuah tes atau uji, panel harus mengetahui bahwa
partisipasi mereka dapat mempengaruhi proyek yang sedang dilaksanakan, (3)
panel harus mengerti pentingnya berkonsentrasi dan memaksimalkan waktu yang
ada, diskusi yang tidak perlu selama pelatihan harus dihindari untuk menjaga
lingkungan pengujian bebas dari gangguan, (4) panel harus menghindari sensasi
rasa dan bau yang kuat minimal 30 menit sebelum melakukan pengujian (ASTM
1981).
Uji sensori yang baik dapat meminimalkan kesalahan dalam pengukuran
dan kesimpulan dalam menginterpretasikan data. Salah satu faktor untuk
meminimalkan kesalahan pengujian dan mendapatkan hasil uji yang baik adalah
dengan menggunakan panel terlatih. Setiap perusahaan pangan memiliki panel

2

terlatih yang digunakan untuk menilai kualitas produk pangan yang dihasilkan
agar sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Panel terlatih harus
dinilai dan dilihat seberapa baik kinerja mereka dalam menilai kualitas produk
dengan tepat dan konsisten. Oleh sebab itu, panel terlatih harus diuji melalui
evaluasi kinerja panel sensori.
Evaluasi kinerja panel sensori memiliki empat kriteria parameter yang dapat
digunakan untuk menilai kinerja atau performa panel. Menurut ISO 8586 tahun
2012, keempat parameter tersebut antara lain, repeatable (kemampuan
pengulangan), discrimination (kemampuan membedakan), homogenous
(kehomogenan), dan reproducible (kemampuan penilaian yang sama dengan
kelompok). Prinsip yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja panel sensori
berdasarkan atas, (1) Adanya partisipasi panel terlatih dalam berbagai uji sensori,
(2) Sampel atau produk untuk pengujian panel terlatih dilakukan pengulangan, (3)
Partisipasi dalam pengujian antar laboratorium sesuai dengan ISO 5725 dalam
sektor kegiatan yang sama (pemasok atau subkontraktor yang bekerja pada profil
produk yang sama) (ISO 2012).
Menurut Rossi tahun 2001, pengujian performa panel terlatih menggunakan
uji deskriptif, yaitu uji Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dengan
parameter kinerja Repeatability dan Reproducibility. Sehingga metode uji yang
digunakan untuk evaluasi kinerja panel dalam penelitian ini menggunakan metode
uji yang sama, yaitu QDA. Akan tetapi parameter yang digunakan antara lain,
Repeatability (kemampuan pengulangan) dan Discrimination Ability (kemampuan
membedakan) yang diukur menggunakan One-way Analysis of Variance (ISO
8586 2012). Repeatability merupakan parameter kerja yang digunakan untuk
mengetahui tingkat konsisten penilaian panel terlatih terhadap suatu atribut
produk dalam beberapa kali ulangan pengujian (Rossi 2001). Discrimination
ability merupakan parameter kerja yang digunakan untuk mengetahui kemampuan
panel dalam membedakan suatu atribut dengan intensitas yang berbeda (Perez
Elortondo et al 2007).
Suatu perusahaan pangan yang bergerak di bidang pangan khususnya
bumbu kering (seasoning) memiliki beberapa panel sensori. Panel-panel tersebut
sering melakukan pengujian pembedaan dengan pengalaman yang bermacammacam antara 2 – 10 tahun dengan pelatihan yang tidak rutin. Menurut ISO 8586
(2012), panel sensori perusahaan tersebut tergolong ke dalam panel terseleksi
dalam jenis uji pembedaan. Oleh sebab itu, perusahaan pangan tersebut ingin
mengevaluasi kinerja dari panel sensori yang mereka miliki dengan menggunakan
metode evaluasi kinerja panel sensori dan bumbu kering sebagai bahan
pengujiannya. Evaluasi ini juga digunakan untuk mengetahui potensi dari panel
sensori yang dimiliki apakah mampu menjadi panel deskriptif.
Seasoning atau bumbu adalah senyawa yang mengandung satu atau lebih
rempah-rempah atau ektrak rempah-rempah yang ditambahkan ke makanan, baik
sebelum atau selama proses pembuatan makanan dan dapat meningkatkan rasa
alami dari makanan tersebut sehingga dapat meningkatkan penerimaan konsumen
terhadap makanan tersebut. Kondimen memiliki definisi yang hampir menyerupai
bumbu. Jika bumbu ditambahkan sebelum makanan siap dihidangkan, maka
kondimen ditambahkan saat makanan sudah siap untuk dihidangkan (Farrell
1990).

3

Perumusan Masalah
Suatu perusahaan pangan memiliki panel sensori yang digunakan untuk
menilai suatu produk pangan yang dihasilkan agar sesuai standar yang telah
ditetapkan oleh perusahaan tersebut. Produk pangan tersebut akan dipasarkan ke
konsumen dan perusahaan ingin produknya disukai oleh konsumen. Oleh sebab
itu, panel yang digunakan harus memiliki penilaian yang tepat dan konsisten.
Untuk melihat atau memantau panel dengan penilaian yang tepat dan konsisten,
panel tersebut harus diuji kinerjanya melalui evaluasi kinerja panel sensori dalam
menentukan profil bumbu kering yang berbeda.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja panel
sensori dalam melakukan penilaian terhadap kualitas produk bumbu kering baik
secara individu maupun kelompok melalui parameter kemampuan membedakan
(discrimination ability) dan kemampuan pengulangan (repeatability) berdasarkan
ISO 8586 tahun 2012 serta menentukan profil deskriptif bumbu kering.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk perusahaan pangan yang memiliki panel
sensori, antara lain dapat memantau dan mengevaluasi kinerja panel sensori yang
dimiliki perusahaan tersebut, mengetahui potensi panel untuk menjadi panel
deskriptif, dan dapat menjaga konsistensi atau meningkatkan kualitas produk
pangan yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.

METODE

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk evaluasi kinerja panel sensori dalam
penelitian ini, antara lain 2 jenis bumbu kering (bumbu A dan B), flavor ayam,
bawang merah, bawang putih, lada, garam, gula, asam sitrat, MSG, dan air.

Alat
Alat-alat yang digunakan untuk evaluasi kinerja panel sensori dalam
penelitian ini, antara lain kompor, gas, panci, termos air panas, tissu, sendok
makan, sendok plastik kecil, timbangan digital, gelas piala kaca 1 L, gelas ukur
plastik 2 L dan 1 L, gelas plastik kecil tahan panas ukuran 20 ml, pengaduk,
makropipet 10 ml, kertas label, serta wadah atau nampan untuk penyajian.

4

Panel
Panel yang digunakan 46 karyawan Departemen Product Development and
Quality Control (PDQC) suatu industri pangan. Terdiri dari 22 orang panel lakilaki dan 24 orang panel perempuan.

Metode Penelitian
Persiapan dan Penyajian Sampel
Persiapan yang dilakukan adalah sampel bumbu kering ditimbang dan
dilarutkan dengan menggunakan air panas dengan suhu ± 80 0C. Konsentrasi
sampel yang akan dibuat sebagai referen adalah 1 %. Kemudian, hal yang sama
dilakukan untuk konsentrasi lainnya. Sampel-sampel tersebut diberikan kode 3
angka tiap sampelnya dan disajikan sebanyak 10 ml dengan suhu ± 60 0C ke
dalam gelas plastik tahan panas kecil berukuran 20 ml.
Penyajian yang dilakukan adalah larutan sampel bumbu kering disajikan
dalam 4 – 6 sampel untuk satu kali pengujian dan satu referen atribut. Terdapat 6
jenis sampel dan 8 atribut referen atribut dengan tiga kali pengulangan. Air
minum dan kreker disajikan pula sebagai penetral saat pencicipan.
Evaluasi Kinerja Panel Sensori
Evaluasi kinerja panel sensori menggunakan uji deskriptif yaitu uji
quatitative descriptive analysis (QDA) dengan skala garis 15 cm. Uji ini
dilakukan dengan menggunakan 46 orang panel terlatih suatu perusahaan pangan
yang dibagi menjadi 3 sesi. Sampel yang digunakan adalah bumbu yang
dilarutkan dengan air dalam 3 konsentrasi. Konsentrasi yang digunakan untuk
sampel bumbu A dan bumbu B mengacu kepada penelitian sebelumnya dan dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Konsentrasi sampel bumbu (Putra 2015)
Konsentrasi sampel (b/v)
No.
Bumbu A
Bumbu B
1 0,70 %
0,85 %
2 1,00 %
1,00 %
3 1,00 % + 0,02 % Asam sitrat
1,00 % + 1,00 % Gula
Tabel 1 menunjukkan konsentrasi yang digunakan dalam pengujian kinerja panel
sensori. Terdapat 3 jenis konsentrasi untuk masing-masing bumbu, salah satunya
konsentrasi yang dimodifikasi dengan salah satu atribut yang diujikan.
Konsentrasi yang ditambahkan salah satu atribut tersebut digunakan untuk melihat
kemampuan panel sensori dalam membedakan sampel dengan intensitas salah
satu atribut yang ditambahkan. Penambahan asam sitrat pada bumbu A
disebabkan kurangnya intensitas rasa asam pada bumbu A, sedangkan
penambahan gula pada bumbu B disebabkan kurangnya intensitas rasa manis pada
bumbu B. Konsentrasi yang ditambahkan menggunakan konsentrasi referen
atribut yang digunakan saat pengujian.

5

Atribut yang dinilai dalam pengujian bumbu ini adalah flavor ayam, rasa
asin, flavor bawang putih, rasa manis, rasa gurih, flavor bawang merah, flavor
lada, dan rasa asam. Konsentrasi dan nilai skor setiap atribut yang digunakan
sebagai referen juga mengacu kepada penelitian sebelumnya dan dapat dilihat
pada tabel 2 (Putra 2015).
Tabel 2 Konsentrasi referen atribut (Putra 2015)
Atribut
Konsentrasi (%)
Flavor ayam
0,08
Rasa asin
0,43
Flavor bawang putih
0,02
Rasa manis
1,00
Rasa gurih
0,05
Flavor bawang merah
0,02
Flavor lada
0,29
Rasa asam
0,02

Skor (cm)
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5
4,5

Tiap jenis sampel disajikan secara acak dengan 3 kali ulangan di tiap
atributnya. Pada saat pengujian panel akan menerima 4-6 sampel yang sudah
diacak dan diberi kode beserta 1 referen atribut (lampiran 1). Kemudian panel
diminta untuk menuliskan kode sampel dan mengukur intensitas sampel yang
dibandingkan dengan referen dengan membuat garis vertikal pada garis horizontal
15 cm yang tertera pada lembar jawaban. Contoh kuisioner dapat dilihat pada
gambar 1. Setiap mencicipi sampel, panel diharuskan untuk menetralkan
mulutnya dengan air minum dan kreker selama 30 detik.

Gambar 1 Lembar uji quantitative descriptive analysis

6

Prosedur Analisis Data
Analisis data pengujian performa panel terlatih berdasarkan ISO 8586
(2012) diolah menggunakan one-way analysis of variances (ANOVA) dengan
aplikasi SPSS 20. Seluruh data pengujian QDA dimasukkan ke dalam masukan
SPSS 20 sesuai dengan sampel dan atribut yang diujikan untuk masing-masing
panelis. Data yang telah dimasukkan, kemudian diolah dengan cara memilih
pilihan analyze – compare means – one-way ANOVA – masukkan sampel sebagai
factor – masukkan masing-masing atribut ke dalam dependent list – klik ok.
Setelah pengolahan tersebut akan keluar tabel keluaran one-way ANOVA.
Keluaran data one-way ANOVA tiap panel dapat menunjukkan nilai signifikansi
yang bisa dijadikan nilai kemampuan membedakan (discrimination ability) panel
terhadap suatu intensitas atribut yang diujikan. Pada tabel keluaran one-way
ANOVA, nilai kemampuan pengulangan (repeatability) diperoleh dari
pengakaran nilai mean square dalam within groups. Contoh tabel keluaran oneway ANOVA dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Contoh keluaran one-way ANOVA melalui SPSS 20

Kemampuan Membedakan (Discrimination Ability)
Nilai kemampuan membedakan (discrimination ability) yang telah diperoleh
dari nilai signifikansi di tabel keluaran one-way ANOVA (tabel 3) dibandingkan
dengan taraf signifikansi 0,05 atau 5 %. Jika nilai kemampuan membedakan yang
diperoleh lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05, maka panel tersebut memiliki
kemampuan membedakan yang baik. Akan tetapi, jika nilai kemampuan
membedakan yang diperoleh lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, maka panel
tersebut memiliki kemampuan membedakan yang buruk. Selanjutnya, nilai
kemampuan membedakan yang baik untuk masing-masing atribut dijumlahkan
dan dikategorikan menjadi empat penilaian. Kriteria penilaian tersebut dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Kriteria penilaian evaluasi kinerja panel sensori
Nilai
Predikat
Total atribut dengan nilai dibawah standar
A
Sangat baik
7–8
B
Baik
5–6
C
Cukup
4
D
Kurang
0–3
Kategori penilaian seperti pada tabel 4 ditentukan agar lebih mudah
menggolongkan panel-panel yang telah diuji. Menurut Etaio (2010), apabila panel
memiliki total kemampuan membedakan yang baik kurang dari 50 % dari jumlah
atribut yang diujikan atau 4 atribut, maka panel tersebut tidak lulus dalam
kemampuan membedakan atau dikategorikan sebagai nilai D (kurang). Kemudian

7

untuk mendapatkan nilai A, B, dan C hanya dibagi rata sesuai jumlah atribut yang
berada di atas 50 %.
Kemampuan Pengulangan (Repeatability)
Nilai kemampuan pengulangan (repeatability) yang telah diperoleh dari
pengakaran nilai mean square dalam within groups di tabel keluaran one-way
ANOVA (tabel 3) dibandingkan dengan standar untuk masing-masing atributnya.
Standar penilaian untuk nilai kemampuan pengulangan masing-masing atribut
ditentukan dari standar internal (Etaio 2010). Standar internal kemampuan
pengulangan adalah rata-rata nilai kemampuan pengulangan untuk masing-masing
atribut yang diujikan. Jika nilai kemampuan pengulangan yang diperoleh lebih
kecil dari standar yang ditentukan, maka panel tersebut memiliki kemampuan
pengulangan yang baik. Akan tetapi, jika nilai kemampuan pengulangan yang
diperoleh lebih besar dari standar yang ditentukan, maka panel tersebut memiliki
kemampuan pengulangan yang buruk. Selanjutnya, nilai kemampuan pengulangan
yang baik untuk masing-masing atribut dijumlahkan dan dikategorikan menjadi
empat penilaian dan dapat dilihat pada tabel 4. Kategori penilaian tersebut
ditentukan agar lebih mudah menggolongkan panel-panel yang telah diuji.
Menurut Etaio (2010), apabila panel memiliki total kemampuan membedakan
yang baik kurang dari 50 % dari jumlah atribut yang diujikan atau 4 atribut, maka
panel tersebut tidak lulus dalam kemampuan membedakan atau dikategorikan
sebagai nilai D (kurang). Kemudian untuk mendapatkan nilai A, B, dan C hanya
dibagi rata sesuai jumlah atribut yang berada di atas 50 %.
Penentuan Profil Deskriptif Bumbu Kering
Profil deskriptif bumbu kering ditentukan dari nilai rata-rata dan standar
deviasi hasil pengukuran skor intensitas panel sensori yang telah lulus dalam
evaluasi kinerja panel dan diolah menggunakan Microsoft Excel. Skor intensitas
yang diperoleh dari pengujian QDA dimasukkan ke dalam Microsoft Excel dan
dirata-ratakan untuk masing-masing sampel dan atributnya. Kemudian, rata-rata
tersebut dibuat menjadi grafik jaring laba-laba untuk masing-masing jenis bumbu
A dan B, serta gabungan bumbu A 1,00 % dan B 1,00 % yang diolah
menggunakan Microsoft Excel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Kinerja Panel Sensori
Evaluasi kinerja panel sensori digunakan untuk mengukur seberapa baik
seorang panel dapat memberikan respon terhadap pengujian yang dilakukannya.
Penelitian ini menggunakan uji Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dengan
skala garis 15 cm. Kemudian hasil pengujian QDA dianalisis menggunakan
Microsoft excel dan SPSS one-way analysis of variances (ANOVA) (ISO 8586
2012). Hasil analisis kinerja panel sensori dibagi menjadi 2 jenis, yaitu kinerja
panel secara kelompok dan individu. Hasil analisis kinerja panel secara kelompok
dapat dilihat pada tabel 5.

8

Tabel 5 Rata-rata dan standar deviasi skor intensitas sampel (46 panel)
Rata-Rata Skor (cm)
Sampel
Bawang
Bawang
Ayam Asin
Manis Gurih
Lada Asam
Putih
Merah
8.25
4.61
8.24
5.63
8.86
7.59
3.92 3.08
Bumbu A
±
±
±
±
±
±
±
±
0,70 %
2.65
2.66
2.88
2.82
2.68
2.87
2.46 2.48
8.72
6.12
9.17
7.37
9.70
8.73
4.67 3.49
Bumbu A
±
±
±
±
±
±
±
±
1,00 %
2.85
2.39
2.47
2.87 2.60
2.60
2.29 2.35
Bumbu A
8.82
6.25
9.95
7.32 10.17
8.73
4.74 3.19
1,00 % +
0,02 %
±
±
±
±
±
±
±
±
Asam
2.68
2.65
2.39
2.84
2.11
2.61
2.57 2.46
sitrat
8.28
9.20
7.70
5.69
8.61
7.11
5.35 3.31
Bumbu B
±
±
±
±
±
±
±
±
0,85 %
3.01
2.20
2.57
2.51
2.27
2.44
2.78 2.13
8.59 10.53
8.01
6.48
8.71
7.28
6.96 3.97
Bumbu B
±
±
±
±
±
±
±
±
1,00 %
3.44
2.02
3.15
3.26 3.11
3.08
2.61 2.84
Bumbu B
8.33
8.88
8.01
8.35
8.88
7.16
6.42 3.71
1,00 % +
±
±
±
±
±
±
±
±
1,00 %
3.24
3.29
3.08
3.09
3.28
3.07
2.89 2.90
Gula
Tabel 5 diatas menunjukkan rata-rata dan standar deviasi masing-masing
sampel terhadap atribut yang diujikan. Standar deviasi pada semua atribut
menunjukkan bahwa nilai standar deviasi yang diperoleh sangat tinggi, yaitu
diatas nilai 2. Hal itu menunjukkan setiap panel memiliki persepsi yang berbedabeda pada saat menilai sampel yang disajikan. Semakin besar nilai standar deviasi
yang dihasilkan maka semakin besar pula perbedaan persepsi antar panel terhadap
sampel. Perbedaan persepsi tersebut disebabkan tingkat sensitivitas indera
pengecap seorang panel tehadap masing-masing atribut yang berbeda-beda. Faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat sensitivitas indera pengecap adalah produksi
saliva yang dihasilkan pada saat melakukan pengujian (Pearce 2008). Selain itu,
panel sensori yang diuji memiliki pengalaman bidang sensori yang berbeda-beda,
yaitu sekitar 2 – 10 tahun, sehingga pada panel yang memiliki pengalaman sedikit,
sulit untuk melakukan pengujian. Kemudian, panel-panel sensori dalam
perusahaan tersebut tergolong ke dalam panel pembedaan, sehingga belum pernah
melakukan pengujian deskriptif. Oleh sebab itu, panel-panel mengalami kesulitan
saat melakukan pengujian quantitative descriptive analysis (QDA) untuk evaluasi
kinerja panel ini.
Evaluasi kinerja panel sensori tidak hanya dilihat secara kelompok tetapi
juga secara individu. Hasil analisis data evaluasi kinerja panel sensori dibagi

9

menjadi 2 parameter, yaitu kemampuan membedakan atau discrimination ability
dan kemampuan pengulangan atau repeatability.

1. Kemampuan Membedakan (Discrimination Ability)
Kemampuan membedakan atau discrimination ability merupakan
parameter yang digunakan untuk mengukur kemampuan seorang panel sensori
dalam membedakan masing-masing sampel dengan intensitas yang berbeda
(Perez Elortondo et al 2007). Pengukuran nilai ini menggunakan metode
pengujian Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dengan skala 15 cm. Hasil
pengukuran dianalisis menggunakan SPSS 20 one-way analysis of variances
(ANOVA). Tabel keluaran ANOVA yang diperoleh menunjukkan nilai
signifikansi yang digunakan sebagai nilai kemampuan membedakan. Data
kemampuan membedakan tersebut dapat dilihat pada lampiran 2 yang
menunjukkan bahwa terdapat panel-panel yang digolongkan ke dalam kategori
nilai A, B, C, dan D.
Tabel 6 Jumlah panel dalam golongan kriteria penilaian kemampuan
membedakan
Nilai
Predikat
Jumlah panel (orang)
Persentase (%)
A
Sangat baik
2
4,34
B
Baik
11
23,91
C
Cukup
6
13,04
D
Kurang
27
58,70
Tabel 6 menunjukkan jumlah panel dari masing-masing kriteria nilai yang
ada. Nilai yang ditunjukkan pada tabel 6 diperoleh dari jumlah nilai
kemampuan membedakan (discrimination ability) yang baik atau kurang dari
atau sama dengan taraf signifikansi 0,05 dari delapan atribut yang diujikan.
Semakin kecil nilai signifikansi yang diperoleh, maka semakin baik
kemampuan panel dalam membedakan intensitas masing-masing sampel yang
diujikan.
Kemampuan panel sensori dalam membedakan sampel dengan intensitas
masing-masing atribut dari delapan atribut yang diujikan sangat berbeda-beda.
Sehingga beberapa sampel dapat dibedakan masing-masing atributnya dengan
baik oleh panel, tetapi ada pula beberapa atribut yang sulit untuk dibedakan
masing-masing atributnya oleh panelis.

10

Tabel 7 Jumlah panel yang lulus kemampuan membedakan terhadap masingmasing atribut
Kemampuan membedakan
(discrimination ability)
Atribut
Jumlah panelis
Persentase (%)
Flavor Ayam
12
26,09
Rasa Asin
35
76,09
Flavor Bawang putih
18
39,13
Rasa Manis
17
36,96
Rasa Gurih
17
36,96
Flavor Bawang merah
20
43,48
Flavor Lada
21
45,65
Rasa Asam
12
26,09

Persentase jumlah panel

80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Ayam

Asin

Bawang
putih

Manis

Gurih

Bawang
merah

Lada

Asam

Atribut

Gambar 2 Grafik persentase jumlah panel sensori yang lulus kemampuan
membedakan terhadap atribut
Tabel 7 dan gambar 2 menunjukkan bahwa 76,09 % panel memiliki nilai
kemampuan membedakan yang baik pada atribut rasa asin, sehingga atribut
asin paling bisa dibedakan intensitasnya oleh panel sensori pada saat pengujian.
Hal tersebut dapat disebabkan konsentrasi yang digunakan dalam sampel dan
referen sangat besar, sedangkan konsentrasi ambang mutlak manusia dalam
rasa asin adalah 0,10 % (Rahmadhani dan Fibrianto 2006). Akan tetapi, panel
yang memiliki kemampuan membedakan yang baik pada atribut flavor ayam
dan rasa asam hanya sedikit, yaitu 26,09 % sehingga flavor ayam dan rasa
asam merupakan atribut yang paling sulit untuk dibedakan intensitasnya. Hal
tersebut disebabkan konsentrasi yang digunakan sangat kecil untuk kedua
atribut tersebut, sehingga panel sangat sulit dalam mendeteksi keberadaan
flavor ayam dan rasa asam. Selanjutnya, atribut flavor bawang putih, rasa
manis, rasa gurih, flavor bawang merah, dan flavor lada dapat dibedakan
intensitasnya oleh sekitar 30 – 40 % dari panel yang ikut pengujian.

11

2. Kemampuan Pengulangan (Repeatability)
Kemampuan pengulangan atau repeatability merupakan parameter yang
digunakan untuk mengukur kemampuan panel sensori dalam memberikan
respon secara konsisten saat dilakukan beberapa kali pengulangan pengujian
(Rossi 2000). Pengukuran nilai ini menggunakan metode pengujian
Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dengan skala 15 cm. Hasil
pengukuran dianalisis menggunakan SPSS 20 one-way analysis of variances
(ANOVA). Tabel keluaran ANOVA yang diperoleh menunjukkan nilai mean
groups dalam within groups yang selanjutnya diakarkan untuk mendapat nilai
kemampuan pengulangan. Data kemampuan pengulangan tersebut dapat dilihat
pada lampiran 3 yang menunjukkan bahwa terdapat panel-panel yang
digolongkan ke dalam kategori nilai A, B, C, dan D.
Tabel 8 Jumlah panel dalam golongan kriteria penilaian
Nilai
Predikat
Jumlah panel (orang)
A
Sangat baik
12
B
Baik
13
C
Cukup
5
D
Kurang
16

Persentase (%)
26,07
28,26
10,87
34,78

Tabel 8 menunjukkan jumlah panel dari masing-masing kriteria nilai yang
ada. Menurut Etaio (2010), nilai standar untuk menentukan penilaian dalam
parameter kemampuan pengulangan (repeatability) adalah nilai standar internal
kelompok tersebut atau nilai rata-rata keseluruhan panel sensori yang diujikan.
Oleh sebab itu, kriteria nilai pada tabel 8 diperoleh dari jumlah nilai
kemampuan pengulangan yang baik atau kurang dari atau sama dengan ratarata nilai kemampuan pengulangan dari masing-masing atributnya, yaitu flavor
ayam sebesar 2,316, rasa asin sebesar 1,908, flavor bawang putih 2,059, rasa
manis sebesar 1,989, rasa gurih sebesar 1,946, flavor bawang merah sebesar
1,795, flavor lada sebesar 1,726, rasa asam sebesar 1,456. Semakin kecil nilai
kemampuan pengulangan, maka semakin baik kemampuan panel dalam
memberikan respon yang hampir sama saat pengulangan pengujian.
Kemampuan panel sensori dalam memberikan penilaian yang konsisten
terhadap sampel dengan masing-masing atribut dari delapan atribut yang
diujikan sangat berbeda-beda. Sehingga, ada sampel yang diberikan nilai
dengan konsisten pada masing-masing atributnya dalam setiap pengulangan
pengujian, tetapi ada pula sampel yang diberikan nilai dengan konsisten pada
masing-masing atributnya dalam setiap pengulangan pengujian.

12

Tabel 9 Jumlah panel yang lulus kemampuan pengulangan terhadap masingmasing atribut
Kemampuan pengulangan
(Repeatability)
Atribut
Jumlah panelis
Persentase
Ayam
24
52,17%
Asin
24
52,17%
Bawang putih
26
56,52%
Manis
27
58,70%
Gurih
27
58,70%
Bawang merah
30
65,22%
Lada
26
56,52%
Asam
27
58,70%

Persentase jumlah panel

70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Ayam

Asin

Bawang
putih

Manis

Gurih

Bawang
merah

Lada

Asam

Atribut

Gambar 3 Grafik persentase jumlah panel sensori yang lulus kemampuan
pengulangan terhadap atribut
Tabel 9 dan gambar 3 diatas menunjukkan bahwa keseluruhan atribut
diperoleh jumlah panel sekitar 50 – 60 % yang memiliki kekonsistenan dalam
penilaian atau nilai kemampuan pengulangan yang baik. Akan tetapi, terdapat
65,22 % panel sensori memiliki nilai kemampuan pengulangan yang baik pada
atribut flavor bawang merah. Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih dari
setengah jumlah panel yang mengikuti evaluasi kinerja memiliki penilaian
yang konsisten dalam menilai produk yang diujikan.
3. Penentuan Kelulusan Evaluasi Kinerja Panel Sensori
.
Total benar yang diperoleh dari nilai kemampuan membedakan
(discrimination ability) digabungkan dengan total benar dari kemampuan
pengulangan (repeatability), sehingga dapat diketahui panel yang lulus dan
tidak lulus dalam evaluasi kinerja. Data tersebut dapat dilihat pada lampiran 4
yang menunjukkan bahwa 14 orang lulus dalam evaluasi kinerja panel sensori,
5 orang butuh latihan, dan 27 orang tidak lulus dalam pengujian kinerja ini.
Kriteria kelulusan tersebut ditentukan dari gabungan total benar dalam
kemampuan membedakan dan kemampuan pengulangan. Panel yang lulus
pengujian harus mendapatkan total benar dari masing-masing parameter lebih

13

dari 3 atau diatas nilai D. Apabila parameter kemampuan membedakan baik
tetapi kemampuan pengulangan tidak baik, maka panel sensori butuh latihan.
Akan tetapi, jika kemampuan membedakan tidak baik, walaupun kemampuan
pengulangannya baik atau bahkan keduanya mendapat total benar dibawah 3
atau nilai D, maka panel tersebut tidak lulus pengujian kinerja sensori.
Tabel 10 Jumlah panel sensori dalam kriteria kelulusan
Kemampuan Membedakan
(Discrimination Ability)
(orang)
A
B
C
1
5
1
A
Kemampuan
1
4
2
B
Pengulangan
0
0
0
(Repeatability)
C
(orang)
0
2
3
D
Keterangan: = panel yang lulus evaluasi kinerja panel sensori

D
5
6
5
11

Tabel 10 menunjukkan jumlah panel yang memiliki kemampuan
membedakan dan kemampuan pengulangan berdasarkan kriteria penilaian yang
sudah ditentukan. Jumlah panel yang memiliki kemampuan membedakan dan
kemampuan pengulangan baik adalah 14 orang dengan persentase 30,43 %,
sehingga panel lulus dalam evaluasi kinerja panel sensori dan dapat
digolongkan menjadi panel terlatih atau panel deskriptif. Jumlah panel yang
memiliki kemampuan membedakan saja yang baik hanya 5 orang dengan
persentase 10,87%, sehingga panel harus melakukan pelatihan kembali secara
berkala. Kemudian, jumlah panel yang memiliki kemampuan pengulangan saja
yang baik hanya ada 16 orang dengan persentase 34,78 %. Lalu, jumlah panel
yang memiliki kemampuan membedakan dan kemampuan pengulangan yang
tidak baik adalah 11 orang dengan persentase 23,91 %. Kedua jenis panel
tersebut tidak lulus dalam evaluasi kinerja panel sensori dan harus melakukan
seleksi ulang dan pelatihan kembali secara berkala sehingga terbiasa dengan
sampel yang digunakan.
Penentuan Profil Deskriptif Bumbu Kering
Bumbu A dan bumbu B merupakan bumbu kering yang dibuat dari
beberapa bahan dengan komposisi yang berbeda, sehingga memberikan profil
sensori yang berbeda pula. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat sampel
bumbu A dan B antara lain, garam, gula, asam sitrat, monosodium gluamat
(MSG), flavor ayam, flavor bawang merah, flavor bawang putih, dan flavor lada.
Berikut ini merupakan tabel 11 yang menampilkan rata-rata dan standar deviasi
nilai sampel bumbu A dan B yang dinilai oleh 14 panel sensori yang lulus dalam
pengujian evaluasi kinerja panel sensori.

14

Tabel 11 Rata-rata dan standar deviasi sampel bumbu A dan bumbu B (14 panel
lulus)
Rata-rata skor intensitas (cm)
Sampel
Bawang
Bawang
Ayam Asin
Manis Gurih
Lada Asam
putih
merah
Bumbu
7,92
5,54
8,38
5,58
8,77
7,24
3,94 2,44
A 0,70
±
±
±
±
±
±
±
±
%
2,35
2,43
2,42
2,53
1,73
2,49
2,24 1,74
Bumbu
8,18
7,10
9,40
7,68
9,92
8,63
5,21 3,32
A 1,00
±
±
±
±
±
±
±
±
%
2,65
1,95
2,06
2,43
2,60
2,47
2,56 2,43
Bumbu
A 1,00
9,10
7,21
10,52
7,49
10,55
8,62
5,41 3,21
%+
±
±
±
±
±
±
±
±
0,02 %
2,23
2,21
1,69
2,81
1,79
2,36
2,79 2,49
Asam
sitrat
Bumbu
8,71
9,49
8,11
5,76
8,80
6,55
5,01 3,46
B 0,85
±
±
±
±
±
±
±
±
%
2,64
1,78
2,02
2,35
1,66
2,24
2,91 2,45
Bumbu
8,60 11,24
8,24
7,20
9,36
7,17
7,03 4,01
B 1,00
±
±
±
±
±
±
±
±
%
3,22
1,40
2,89
3,08
2,37
2,69
1,85 2,58
Bumbu
B 1,00
8,37
9,34
8,57
9,21
9,28
7,26
6,75 4,13
%+
±
±
±
±
±
±
±
±
1,00 %
3,18
2,97
2,34
2,76
2,69
2,34
2,23 3,00
gula
Tabel 11 menunjukkan hasil standar deviasi 14 panel yang telah lulus.
Apabila dibandingkan dengan standar deviasi 46 panel sebelumnya, maka standar
deviasi yang diperoleh dari 14 panel yang telah lulus evaluasi kinerja lebih rendah
dibandingkan dengan standar deviasi seluruh panel yang mengikuti pengujian,
yaitu dilihat dari nilai rata-rata standar deviasi secara keseluruhan pada 46 panel
2,72 dan pada 14 panel 2,40. Hal tersebut menunjukkan bahwa 14 panel dengan
predikat lulus memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan 46 panel yang
mengikuti evaluasi kinerja panel sensori. Secara keseluruhan, standar deviasi yang
diperoleh tergolong besar. Hal itu disebabkan adanya perbedaan persepsi antar
panel, perbedaan jenis kelamin dan usia yang sangat beragam antar panel, serta
sensitivitas indera pengecap masing-masing panel dalam melakukan pengujian
(Pearce 2008). Selain itu, panel-panel tersebut termasuk ke dalam panel
pembedaan, sehingga sulit dalam melakukan pengujian deskriptif dalam evaluasi
kinerja panel sensori.

15

Perbedaan Profil Bumbu A dalam Tiga Variasi Konsentrasi
Bumbu A 0,70 %

Bumbu A 1,00 %

Bumbu A 1,00 % + 0,02 % Asam sitrat

Ayam
12.00
10.00
Asam

8.00

Asin

6.00
4.00
2.00
Lada

Bawang putih

0.00

Bawang merah

Manis

Gurih

Gambar 4 Grafik jaring laba-laba rata-rata nilai sampel bumbu A
Gambar 4 menujukkan grafik jaring laba-laba rata-rata skor intensitas
ketiga jenis bumbu A. Sampel bumbu A dibagi menjadi 3 jenis konsentrasi, yaitu
0,70 %, 1,00 %, dan 1,00 % dengan penambahan 0,02 % asam sitrat. Bumbu A
0,70 % memiliki skor intensitas yang lebih kecil dibandingkan dua konsentrasi
lainnya, sehingga di dalam grafik terlihat sampel bumbu A 0,70 % memiliki garis
yang berada di dalam dan jauh dari garis konsentrasi lainnya. Hal tersebut sesuai
dengan tingkat konsentrasi yang diujikan, yaitu konsentrasi 0,70 % merupakan
konsentrasi terkecil yang digunakan dalam pengujian. Secara keseluruhan, atribut
flavor ayam dan rasa asam memiliki titik-titik yang berhimpitan yang
menunjukkan bahwa atribut flavor ayam dan rasa asam sulit untuk dibedakan di
dalam ketiga jenis sampel yang digunakan. Hal tersebut dibuktikan juga dari nilai
signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data dengan one-way ANOVA di
lampiran 6, yaitu 0,066 untuk flavor ayam dan 0,152 untuk rasa asam. Nilai
signifikansi tersebut lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, sehingga ketiga
sampel tersebut tidak berbeda nyata. Penyebab sulitnya membedakan atribut
flavor ayam dan rasa asam adalah penggunaan konsentrasi yang sangat kecil,
yaitu 0,08 % untuk flavor ayam dan 0,02 % untuk rasa asam. Sedangkan, untuk
keenam atribut lainnya hanya pada sampel bumbu A 1,00 % dan bumbu A 1,00 %
dengan penambahan 0,02 % asam sitrat yang sulit untuk dibedakan. Hal tersebut
disebabkan penambahan asam sitrat yang sangat sedikit yaitu 0,02 %, sehingga
tidak terlalu jauh perbedaan yang dihasilkan dalam sampel tersebut. Selain itu,
panel yang digunakan merupakan panel pembedaan, sehingga belum mengetahui
mengenai metode pengujian deskriptif, serta panel-panel masih memiliki
perbedaan persepsi dalam memberikan penilaian jika dilihat dari standar deviasi

16

yang diperoleh dari hasil pengujian. Hasil uji one-way ANOVA dan uji lanjut
untuk bumbu A dapat dilihat pada lampiran 6 dan 8.
Perbedaan Profil Bumbu B dalam Tiga Variasi Konsentrasi
Bumbu B 0,85 %

Bumbu B 1,00 %

Bumbu B 1,00 % + 1,00 % Gula

Ayam
12.00
10.00
Asam

8.00

Asin

6.00
4.00
2.00
Lada

Bawang putih

0.00

Bawang merah

Manis

Gurih

Gambar 5 Grafik jaring laba-laba rata-rata nilai sampel bumbu B
Gambar 5 menujukkan grafik jaring laba-laba rata-rata skor intensitas
ketiga jenis bumbu B. Sampel bumbu B dibagi menjadi 3 jenis konsentrasi, yaitu
0,85 %, 1,00 %, dan 1,00 % dengan penambahan 1,00 % gula. Bumbu A 0,85 %
memiliki skor intensitas yang lebih kecil dibandingkan dua konsentrasi lainnya,
sehingga di dalam grafik terlihat sampel bumbu A 0,85 % memiliki garis yang
berada di dalam dan jauh dari garis konsentrasi lainnya. Hal tersebut sesuai
dengan tingkat konsentrasi yang diujikan, yaitu konsentrasi 0,85 % merupakan
konsentrasi terkecil yang digunakan dalam pengujian. Secara keseluruhan, atribut
flavor ayam, flavor bawang putih, rasa gurih, flavor bawang merah, dan rasa asam
memiliki titik-titik yang berhimpitan yang menunjukkan bahwa atribut – atribut
tersebut sulit untuk dibedakan ketiga jenis sampel yang diujikan. Hal tersebut
dibuktikan juga dari nilai signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data dengan
one-way ANOVA di lampiran 7, yaitu 0,874 untuk flavor ayam, 0,676 untuk
flavor bawang putih, 0,489 untuk rasa gurih, 0,346 untuk flavor bawang merah,
dan 0,475 untuk rasa asam. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05, sehingga ketiga sampel tersebut tidak berbeda nyata.
Sedangkan, untuk atribut rasa manis ketiga sampel bumbu B dapat dibedakan
dengan baik. Hal tersebut disebabkan penambahan gula dapat meningkatkan
intensitas rasa manis pada sampel. Perbedaan tersebut dapat dibuktikan uji lanjut
dari one-way ANOVA pada lampiran 9. Secara keseluruhan, panel sulit dalam
membedakan bumbu B dalam masing-masing atributnya. Hal itu disebabkan
konsentrasi yang digunakan sangat kecil, yaitu 0,08 % flavor ayam, 0,02 % flavor
bawang putih, 0,05 % rasa gurih, 0,02 % flavor bawang merah, dan 0,02 % rasa

17

asam. Selain itu, panel yang melakukan pengujian tidak terbiasa dengan pengujian
deskriptif untuk menilai masing-masing atribut dalam satu sampel yang kompleks.
Perbedaan Profil Bumbu A 1,00 % dengan Bumbu B 1,00 %
Bumbu A 1,00 %

Bumbu B 1,00 %

Ayam
12.00
10.00
Asam

8.00

Asin

6.00
4.00
2.00
Lada

Bawang putih

0.00

Bawang merah

Manis

Gurih

Gambar 6 Grafik jaring laba-laba rata-rata nilai sampel bumbu A 1,00 % dan B
1,00 %
Gambar 6 menunjukkan bahwa sampel bumbu A 1,00 % (garis biru) dan B
1,00 % (garis merah) memiliki profil deskriptif yang berbeda. Untuk menentukan
profil deskriptif bumbu A dan B, data yang akan dilihat adalah sampel bumbu A
1,00 % dan bumbu B 1,00 %. Hal itu disebabkan konsentrasi 1,00 % merupakan
konsentrasi yang sering digunakan dalam pengujian dalam perusahaan tersebut.
Sampel bumbu A memiliki intensitas flavor bawang putih dan flavor bawang
merah sedikit lebih kuat dibandingkan bumbu B. Sedangkan, bumbu B memiliki
intensitas rasa asin yang jauh lebih kuat dan flavor lada yang lebih kuat
dibandingkan bumbu A. Akan tetapi, flavor ayam, rasa manis, rasa gurih, dan rasa
asam pada masing-masing sampel memiliki intensitas yang hampir mirip satu
sama lain. Hal itu disebabkan garis pada grafik jaring laba-laba yang ditampilkan
pada keempat atribut tersebut sangat berhimpitan satu sama lain. Selain itu, nilai
signifikansi dari hasil uji T yang diperoleh juga melebihi taraf signifikansi 0,05
atau 5 %, yaitu 0,511 untuk flavor ayam, 0,435 untuk rasa manis, 0,302 untuk rasa
gurih, dan 0,213 untuk rasa asam. Keluaran hasil uji T secara keseluruhan dapat
dilihat pada lampiran 10.
Empat dari delapan atribut dapat dibedakan dengan baik oleh panel
sensori. Hal itu disebabkan konsentrasi minimum yang bisa dideteksi pada salah
satu atribut, yaitu rasa asin adalah 0,1 % (Rahmadhani dan Fibrianto 2006).
Konsentrasi tersebut sangat kecil, sehingga panel dapat mendeteksi beberapa
atribut yang diujikan, khususnya pada rasa asin yang dapat dibedakan dengan
sangat baik. Sampel yang digunakan juga merupakan bumbu yang kaya akan rasa

18

asin, sehingga panel sangat mudah untuk mendeteksi dan membedakan intensitas
khususnya dari rasa asin tersebut. Akan tetapi, untuk keempat atribut lainnya
memiliki nilai signifikansi yang besar dan sangat sulit untuk dideteksi
perbedannya. Hal tersebut dapat disebabkan panel yang digunakan dalam
pengujian termasuk kedalam panel pembedaan dan tidak mempunyai pengalaman
mengenai uji deskriptif dalam berbagai atribut untuk sampel yang sangat
kompleks. Konsentrasi atribut referen yang digunakan dalam pengujian juga
sangat kecil, sehingga panel sulit untuk mendeteksi adanya perbedaan pada
sampel yang diujikan.
Simpulan
Hasil evaluasi kinerja panel sensori yang diperoleh untuk parameter
repeatability atau kemampuan pengulangan dan discrimination ability atau
kemampuan membedakan, antara lain 14 panel lulus pengujian, 5 panel
membutuhkan pelatihan kembali, dan 27 panel tidak lulus pengujian. Profil
deskriptif sampel bumbu yang digunakan menunjukkan bahwa 0,70 % memiliki
nilai skor intensitas paling rendah dibandingkan dua sampel lainnya. Akan tetapi,
sampel bumbu A 1,00 % dengan bumbu A 1,00 % dengan penambahan rasa asam
tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Kemudian, sampel bumbu B 0,85 %
memiliki nilai skor intensitas lebih kecil dibandingkan dua sampel lainnya. Selain
itu, sampel bumbu B 1,00 % dan bumbu B 1,00 % dengan penambahan gula tidak
dapat dibedakan intensitasnya, kecuali pada atribut rasa manis. Secara kesluruhan,
bumbu A memiliki intensitas rasa gurih, rasa manis, flavor bawang putih dan
flavor bawang merah sedikit lebih kuat dibandingkan bumbu B. Sedangkan,
bumbu B memiliki intensitas rasa asin dan flavor lada lebih kuat dibandingkan
bumbu A. Akan tetapi, flavor ayam dan rasa asam pada masing-masing sampel
memiliki intensitas yang hampir mirip satu sama lain.
Saran
Hasil evaluasi kinerja panel sensori terhadap suatu perusahaan pangan
masih memiliki banyak panel sensori yang kemampuan pemberian respon dalam
parameter kemampuan pengulangan (repeatability) dan kemampuan membedakan
(discrimination ability) kurang baik. Oleh sebab itu, perusahaan tersebut
disarankan untuk memberikan seleksi yang lebih ketat dan memberikan pelatihan
serta pengujian secara berkala untuk melatih panel sensori agar lebih baik lagi
dalam memberikan respon dan mengukur kemampuan panel sensori dalam
memberikan respon yang tepat dan konsisten saat pengujian berlangsung.
Sehingga produk yang diujikan memiliki hasil penilaian dan analisis yang akurat.

DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 1981. ASTM STP 758:
Guidelines for The Selection and Training of Sensory Panel Members.
[ISO] International International Organization for Standardization. 2012. General
Guidelines For The Selection, Training and Monitoring of Selected

19

Assessors and Expert Sensory Assessors, CH-1211 Geneva 20,
Switzerland.
Etaio I, Albisu M, Ojeda M, Gil PF, Salmeron J, Perez Elortondo FJ. 2010.
Sensory quality control for food certification: a case study on wine. Panel
training and qualification, method validation and monitoring. Food
Control. 21:542–548.
Farrell KT. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings. New York (US): Aspen
Publisher.
Latreille J, Mauger E, Ambroisine L, Tenenhaus M, Vincent M, Navarro S,
Guinot C. 2006. Measurment of the reliability of sensory panel
performances. Food Quality and Preferences. 17:369-375.
Lawless HT, Heymann H. 1998. Sensory Evaluation of Food: Principle and
Practices. New York (US): Chapman & Hall.
Lawless HT, Heymann H. 2010. Sensory Evaluation of Food: Principles and
Practices 2nd ed. New York (US): Springer.
Meilgaard MC, Civille GV, Carr BT. 2007. Sensory Evaluation Technique 4th
Edition. Boca Raton (US): CRC Press.
Pearce E. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis (Indera Pengecap dan
Pencium), Kartono Mohamad penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia
Pustaka Utama.
Perez Elortondo FJ, Ojeda M. Albisu M, Salmeron J, Etayo I, Molina M. 2006.
Food quality certification: An approach for the development of
accredited sensory evaluation methods. Food Quality and Preference. 18:
425 – 439.
Putra HD. 2015. Evaluasi kinerja panel sensori dengan parameter ripitabilitas dan
reprodusibilitas. Skripsi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahmadhani R, Fibrianto K. 2006. Proses penyiapan mahasiswa sebagai panelis
terlatih dalam pengembangan Lexicon (bahan sensori) susu skim UHT
dan susu kaya lemak UHT. J Pangan dan Agroindustri. 4 (1): 190-200.
Rossi F. 2000. Assesing sensory panelt performance using repeatability