Estimation of infestation level of diamondback moth and cabbage cluster caterpillar based on images

PENDUGAAN TINGKAT SERANGAN
ULAT Plutella xylostella DAN Crocidolomia pavonana
PADA PERTANAMAN KUBIS BERDASARKAN CITRA

ISMI AMALIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Tingkat
Serangan Ulat Plutella xylostella dan Crocidolomia pavonana pada Pertanaman
Kubis Berdasarkan Citra adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Ismi Amalia
NIM G651110091

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
ISMI AMALIA. Pendugaan Tingkat Serangan Ulat Plutella xylostella dan
Crocidolomia pavonana pada Pertanaman Kubis Berdasarkan Citra. Dibimbing
oleh YENI HERDIYENI dan AUNU RAUF.
Ngengat punggung berlian, Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera:
Plutellidae), dan ulat krop kubis, Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:
Pyralidae), adalah dua serangga hama yang paling penting pada pertanaman kubis
di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menduga tingkat serangan
hama berdasarkan citra digital. Tingkat serangan diklasifikasikan ke dalam lima

kategori yaitu sehat/sangat ringan, ringan, sedang, berat dan sangat berat.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra kubis yang sehat dan
yang diserang oleh Plutella xylostella dan/atau Crocidolomia pavonana. Citra
kubis mempunyai krop dan tidak mempunyai krop yang digunakan masingmasing adalah 476 dan 24 citra. Citra-citra tersebut dibagi dibagi ke dalam dua
bagian: data latih dan dala uji dengan persentase masing-masing adalah 80% dan
20%. Five-fold cross validation digunakan untuk menemukan model terbaik untuk
classifier.
Pendugaan tingkat serangan pada awalnya dilakukan pada individu
tanaman. Kubis yang mempunyai krop dan tidak mempunyai krop
diklasifikasikan dengan probabilistic neural network (PNN) berdasarkan empat
fitur Haralick, yaitu: contrast, correlation, dissimilarity, and homogeneity. Gray
level co-occurrence matrix (GLCM) digunakan untuk mengekstraksi fitur-fitur
tekstur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi rata-rata dari PNN sebagai
classifier dalam mengklasifikasikan kubis yang mempunyai krop dan tidak
mempunyai krop adalah 92.4%.
Kubis yang mempunyai krop disegmentasi, setelah itu dideteksi area
kropnya dengan randomized hough transform (RHT). Hasil deteksi krop
dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: baik, cukup baik dan tidak baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penentuan area krop dengan RHT
mempunyai akurasi sebesar 89.13%. Area krop yang diperoleh selanjutnya

dilakukan perbaikan citra, dengan menerapkan penghapusan bayangan dan
penghalusan. Tingkat kerusakan ditentukan oleh proporsi lubang di area krop
dengan menerapkan operasi erosi dan thresholding dengan Otsu. Akurasi
pendugaan tingkat kerusakan untuk kubis mempunyai krop adalah 76.1%.
Pendugaan tingkat kerusakan untuk kubis yang mempunyai krop dan tidak
mempunyai krop diakumulasi dan memiliki akurasi 75%. Setelah diperoleh
tingkat kerusakan untuk setiap tanaman, tahap akhir dari penelitian ini adalah
menduga tingkat serangan ulat di area pertanaman kubis. Kesalahan yang timbul
dari pendugaan ini adalah 3%. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pengamat
hama atau penyuluh pertanian dalam membuat keputusan pengendalian hama.
Kata kunci: Crocidolomia pavonana, gray level co-occurrence matrix, Plutella
xylostella, probabilistic neural network, randomized hough
transform

SUMMARY
ISMI AMALIA. Estimation of Infestation Level of Diamondback Moth and
Cabbage Cluster Caterpillar Based on Images. Supervised by YENI HERDIYENI
and AUNU RAUF.
Diamondback moth, Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Plutellidae), and
cabbage cluster caterpillar, Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:

Pyralidae), are the two most important insect pests of cabbage in Indonesia.
Research was conducted with the objectives to assess level of infestsation of the
pests based on digital images. Infestation levels were classified into five
categories: healthy/negligible, low, moderate, severe and very severe.
The data used in this research were images of cabbage that were healthy
and attacked by Plutella xylostella and/or Crocidolomia pavonana. Images of
cabbages with crop and without crop were 476 and 24 images respectively. The
images were divided in two sets: training set and test set with percentage are 80%
and 20% respectively. Ten-fold cross-validation was used to find the best model
for classifier.
Estimation of infestation level initially was made on individual plants.
Cabbages with crop and without crop were classified with probabilistic neural
network (PNN) based on four Haralick features, namely: contrast, correlation,
dissimilarity, and homogeneity. Gray level co-occurrence matrix (GLCM) was
used to extract texture features. The research showed that the average accuracy
from PNN as a classifier for classifying cabbage with crop and without crop
was 92.4%.
Cabbage with crop was segmented, and after that the crop area was
detected with randomized hough transform (RHT). The detected crop then were
grouped into three categories: good, good enough and not good. Our research

showed that estimation of crop area with RHT had accuracy of 89.13 %. Image
enhancement was then applied to the crop area through shadow removal and
smoothing. The level of damage was estimated based one proportion of holes on
the crop area by applying erosion operations and thresholding with Otsu.
Estimation of level of damage for cabbage with crop had accuracy of 76.1%.
Estimation of level of damage for cabbage with crop and without crop had
accuracy of 75%. Having obtained the level of damage for each plant, the final
stage of this research was to assess level of caterpillar infestation in cabbage
fields. Error arising from this estimation was 3.25%. Results of this research
could be used by pest observers or extension agents in making pest management
decisions.
Key words: Crocidolomia pavonana, gray level co-occurrence matrix, Plutella
xylostella, probabilistic neural network, randomized hough
transform

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENDUGAAN TINGKAT SERANGAN
ULAT Plutella xylostella DAN Crocidolomia pavonana
PADA PERTANAMAN KUBIS BERDASARKAN CITRA

ISMI AMALIA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Agus Buono, MSi MKom

Judul Tesis

Nama
NIM

: Pendugaan Tingkat Serangan Ulat Plutella xylostella dan
Crocidolomia pavonana pada Pertanaman Kubis Berdasarkan
Citra
: Ismi Amalia
: 0651110091

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

SSi MKom


Prof Dr lr Aunu Rauf, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Komputer

Tanggal Ujian : 17 September 2013

lab Pascasarjana

Tanggal Lulus:

0 7 0CT 20 13

Judul Tesis

Nama
NIM


: Pendugaan Tingkat Serangan Ulat Plutella xylostella dan
Crocidolomia pavonana pada Pertanaman Kubis Berdasarkan
Citra
: Ismi Amalia
: G651110091

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom
Ketua

Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Komputer


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Yani Nurhadryani, SSi MT

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 17 September 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 sampai Agustus 2013
ini ialah pengolahan citra, dengan judul Pendugaan Tingkat Serangan Ulat
Plutella xylostella dan Crocidolomia pavonana pada Pertanaman Kubis
Berdasarkan Citra.
Bantuan dari berbagai pihak penulis terima selama proses penelitian ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus serta penghargaan
setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom dan Bapak Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc
selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran serta
keikhlasan dalam membimbing dan memberikan arahan sehingga penelitian
ini dapat diselesaikan.
2. Bapak Dr Ir Agus Buono, MSi MKom selaku Ketua Departemen Ilmu
Komputer dan Penguji Luar Komisi pada ujian tesis atas saran dan masukan
yang diberikan untuk kesempurnaan penelitian ini.
3. Ibu Dr Yani Nurhadryani, SSi MT dan Bapak Toto Haryanto, MKom selaku
Ketua dan Sekretaris Program Pascasarjana Departemen Ilmu Komputer atas
bantuan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan.
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan atas beasiswa Bantuan Program Pasca Sarjana (BPPS).
5. Bapak Ir H Ridwan, MT selaku Direktur Politeknik Negeri Lhokseumawe
yang telah memberikan izin untuk melanjutkan studi ke program
pascasarjana.
6. Teman-teman Laboratorium Riset Computer Vision, lima sekawan dan
seluruh rekan kuliah di Departemen Ilmu Komputer atas bantuan, dukungan
dan kebersamaan untuk menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya.
7. Ayahanda Drs H Armia Ibrahim, SH, Ibunda Iriawati Yunus (almarhumah)
dan Bunda Yuslita Yunus atas doa dan dukungan yang diberikan.
8. Semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Ismi Amalia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kubis (Brassica oleracea var capitata)
Hama pada Kubis
Citra Digital
Segmentasi
Ekstraksi Fitur (Feature Extraction)
Klasifikasi
Randomized Hough Transform
Operasi Morfologi
Cross Validation
Confusion Matrix

3
3
3
4
5
6
8
10
13
13
14

3 METODE PENELITIAN
Data Penelitian
Praproses
Ekstraksi Fitur Tekstur dengan GLCM
Pembagian Data Latih dan Uji
Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network
Penentuan Tingkat Kerusakan Krop
Evaluasi
Pendugaan Tingkat Serangan Ulat pada Pertanaman Kubis
Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

15
17
18
18
18
19
19
24
24
25

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Praproses Citra Kubis
Ekstraksi Fitur Tekstur Citra Kubis dengan GLCM
Klasifikasi Citra Kubis dengan Probabilistic Neural Network
Penentuan Tingkat Kerusakan Krop pada Kubis yang Mempunyai Krop
Analisis Penentuan Tingkat Kerusakan Krop
Evaluasi Penentuan Tingkat Kerusakan Krop
Evaluasi Penentuan Tingkat Kerusakan Kubis per Individu Tanaman
Pendugaan Tingkat Serangan Ulat pada Area Pertanaman Kubis
Antarmuka Sistem Pendugaan Tingkat Serangan Ulat

26
26
26
30
37
54
56
56
57
58

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

64
64
64

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Confusion matrix untuk masalah klasifikasi biner
Citra kubis berdasarkan ada atau tidak adanya krop
Citra kubis yang mempunyai krop
Skenario percobaan yang dilakukan
Proporsi tingkat kerusakan krop pada kubis yang mempunyai krop
Bobot tingkat kerusakan krop
Kategori tingkat serangan ulat
Hasil 4 fitur tekstur dari citra kubis
Akurasi hasil klasifikasi dari 100 data uji dengan PNN
Confusion matrix hasil PNN pada fold 4
Nilai fitur citra kubis punya krop yang salah diklasifikasikan
Nilai fitur citra kubis tanpa krop yang salah diklasifikasikan
Hasil segmentasi krop kubis
Pemetaan warna merah dan biru dari citra kubis
Parameter yang digunakan untuk mendeteksi ellipse dengan RHT
Ellipse terbaik yang ditemukan (tabel best ellipse)
Hasil penentuan area krop beberapa kategori citra
Kategori tingkat keberhasilan RHT dalam mendeteksi krop
Tingkat keberhasilan RHT dalam mendeteksi krop
Histogram dan threshold yang digunakan pada beberapa kategori citra
Hasil penghapusan bayangan pada beberapa kategori citra
Hasil pendeteksian lubang pada beberapa kategori citra
Tingkat kerusakan krop pada beberapa kategori citra
Confusion matrix penentuan tingkat kerusakan kubis mempunyai krop
Confusion matrix penentuan tingkat kerusakan kubis

14
17
18
19
24
24
25
27
30
31
31
34
38
39
41
42
44
46
46
48
50
52
53
56
57

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45

Gejala serangan P. xylostella pada kubis
Gejala serangan C. pavonana pada kubis
Struktur PNN
Skema penentuan tanaman contoh yang diamati
Skema sistem yang dibangun
Prosedur penentuan tingkat kerusakan krop
Contoh citra yang digunakan berdasarkan kategorinya
Bagan penentuan tingkat kerusakan kubis yang mempunyai krop
Proses deteksi krop
Penghapusan bayangan, daun luar dan celah daun
Alur deteksi lubang
Hasil praproses citra kubis
Histogram fitur contrast citra kubis punya krop dan tanpa krop
Histogram fitur correlation citra kubis punya krop dan tanpa krop
Histogram fitur dissimilarity citra kubis punya krop dan tanpa krop
Histogram fitur homogeneity citra kubis punya krop dan tanpa krop
Kubis mempunyai krop diklasifikasikan sebagai kubis tanpa krop
Dotplot fitur contrast citra kubis punya krop yang salah klasifikasi
Dotplot fitur correlation citra kubis punya krop yang salah klasifikasi
Dotplot fitur dissimilarity citra kubis punya krop yang salah klasifikasi
Dotplot fitur homogeneity citra kubis punya krop yang salah klasifikasi
Kubis tanpa krop diklasifikasikan sebagai kubis punya krop
Dotplot fitur contrast citra kubis tanpa krop yang salah klasifikasi
Dotplot fitur correlation citra kubis tanpa krop yang salah klasifikasi
Dotplot fitur dissimilarity citra kubis tanpa krop yang salah klasifikasi
Dotplot fitur homogeneity citra kubis tanpa krop yang salah klasifikasi
Kubis tidak mempunyai krop yang diklasifikasikan dengan benar
Intensitas warna RGB pada sebuah piksel dari citra kubis
Perbedaan hasil segmentasi citra kubis sebelum dan sesudah dilasi
Hasil segmentasi yang tidak baik dengan threshold 36.029
Hasil segmentasi yang tidak baik dengan threshold 20.7337
Cara penentuan pusat ellipse
Keseluruhan ellipse yang terdeteksi dalam citra
Ellipse yang ditemukan pada citra kubis dengan skor 853
Hasil mask template
Hasil pendeteksian krop pada citra kubis
Ellipse yang terdeteksi pada citra (100 ellipse, skor tertinggi 348)
Ellipse yang terdeteksi pada citra (13 ellipse, skor tertinggi 889)
Ellipse yang terdeteksi pada citra (5 ellipse, skor tertinggi 1652)
Hasil pendeteksian krop dengan kategori tidak baik
Bayangan, daun luar dan celah antara daun luar dengan bagian krop
Histogram channel H salah satu citra kubis
Hasil penghapusan bayangan, daun luar dan celah krop
Perbandingan hasil penghapusan bayangan
Hasil penghalusan citra dengan Gaussian filtering

3
4
9
15
15
16
17
20
22
23
23
26
27
28
28
29
31
32
32
33
33
34
35
35
36
36
37
37
38
40
41
41
43
43
43
44
45
45
45
47
47
48
49
49
50

46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65

Hasil operasi erosi citra kubis
Hasil pendeteksian lubang
Daun luar dan celah dideteksi sebagai lubang akibat kerusakan krop
Hasil deteksi lubang yang baik
Perhitungan luas area krop rusak
Sangat ringan/sehat diklasifikasi sebagai ringan
Ringan diklasifikasi sebagai sedang
Sedang diklasifikasi sebagai ringan
Berat diklasifikasi sebagai sedang
Ilustrasi banyaknya tanaman contoh yang diamati
Antarmuka menu Home
Antarmuka menu Tingkat Serangan
Antarmuka hasil pendugaan tingkat serangan ulat
Informasi hasil pendugaan tingkat serangan ulat
Hasil pengolahan citra kubis mempunyai krop
Hasil pembesaran citra pada penentuan area krop
Hasil pengolahan citra kubis tidak mempunyai krop
Antarmuka menu Contact
Antarmuka menu Help
Cara penggunaan I-Pest Kubis

51
51
51
52
53
54
55
55
55
57
59
59
60
60
61
61
62
62
63
63

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kendala utama peningkatan produksi kubis adalah rentan terhadap serangan
hama. Hama utama pada kubis adalah ulat Plutella xylostella dan Crocidolomia
pavonana (Grzywacz et al. 2010). Pengendalian hama dengan cara yang ramah
lingkungan diantaranya adalah mengurangi penggunaan pestisida. Strategi ini
dikenal dengan pengendalian hama terpadu (PHT) atau integrated pest
management (IPM) (Bhandari 2012). Rekomendasi penggunaan pestisida dalam
PHT didasarkan pada monitoring untuk menduga tingkat serangan hama (Sandler
2010). Pihak yang sangat berperan dalam penerapan sistem PHT adalah pejabat
fungsional pengendali organisme penganggu tanaman (POPT). Petugas POPT
melakukan kegiatan penghitungan dan pengumpulan informasi tingkat serangan
organisme pengganggu tanaman (OPT) (Deptan 2007). Dalam pengumpulan
informasi tersebut, pengamatan tingkat serangan OPT dilakukan secara periodik,
satu sampai dua kali per minggu pada daerah-daerah yang dicurigai terserang OPT
(Warduna et al. 2011). Kendala yang dihadapi di lapangan adalah jumlah petugas
POPT belum mencapai kondisi ideal, yaitu satu orang di setiap kecamatan.
Optimalnya kinerja POPT dalam melaksanakan tugasnya sangat dipengaruhi oleh
rasio jumlah petugas POPT dengan luas wilayah kerja pengamatan (Deptan DJTP
2010). Jumlah petugas POPT pada tahun 2010 adalah 3 183 orang, tersebar di
6 543 kecamatan (Deptan DJTP 2011). Kendala lainnya yang dihadapi oleh
petugas POPT adalah dalam perhitungan tingkat serangan OPT. Perhitungan
matematis untuk pendugaan tingkat serangan OPT tidak sederhana karena
tanaman yang diamati perlu diboboti sesuai dengan kategori tingkat serangannya.
Pendugaan tingkat serangan ulat P. xylostella dan/atau C. pavonana pada
pertanaman kubis merupakan hasil kuantisasi pendugaan tingkat serangan ulat per
individu tanaman (Warduna et al. 2011).
Pendugaan tingkat serangan ulat per individu tanaman secara manual untuk
area pertanaman kubis yang luas membutuhkan waktu lama. Pemanfaatan citra
digital dalam bidang pertanian telah banyak diterapkan. Nazaré et al. (2010)
menggunakan citra digital untuk penentuan area yang rusak pada daun akibat
serangan hama, yaitu pada daun kedelai. Vibhute dan Bodhe (2012) telah
membuktikan bahwa penerapan pengolahan citra sangat efektif untuk analisis di
sektor pertanian, seperti teknik pencitraan, pendeteksian gulma dan penyortiran
buah. Hasil analisisnya akurat dan membutuhkan sedikit waktu dibandingkan
dengan metode tradisional. Rainville et al. (2012) juga berhasil mengevaluasi
tingkat serangan gulma pada ladang jagung dan kedelai menggunakan citra
digital. Ada tiga kategori tingkat serangan gulma, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Tingkat serangan ulat pada pertanaman kubis secara kualitatif dinyatakan
dalam lima kategori. Kelima kategori tersebut adalah sehat, ringan, sedang, berat,
dan sangat berat (Warduna et al. 2011). Tingkat serangan ulat dengan kategori
sangat berat mengakibatkan kubis tidak mempunyai krop atau mempunyai krop
dengan ukuran yang kecil. Krop merupakan daun yang tersusun sangat rapat
membentuk suatu bulatan. Citra kubis yang mempunyai krop dan tidak
mempunyai krop memiliki tekstur berbeda sehingga dapat diklasifikasikan.

2
Menurut Abirami et al. (2012), metode analisis tekstur yang mempertimbangkan
hubungan spasial piksel adalah gray level co-occurrence matrix (GLCM).
Klasifikasi berdasarkan hasil analisis tekstur GLCM pernah dilakukan oleh Wu
dan Wen (2009) dalam mengidentifikasi gulma di ladang jagung pada tahap awal
pertumbuhan jagung. GLCM dan nilai statistik histogram dari citra grayscale
digunakan untuk mendapatkan fitur tekstur gulma dan bibit jagung. Fitur-fitur
tekstur ini digunakan dalam klasifikasi.
Penelitian ini mengembangkan suatu sistem pendugaan tingkat serangan
ulat P. xylostella dan/atau C. pavonana pada pertanaman kubis dengan
memanfaatkan citra digital. Sistem yang dikembangkan berbasis web.
Probabilistic neural network (PNN) digunakan untuk mengklasifikasikan kubis
yang mempunyai krop dan tidak mempunyai krop berdasarkan hasil ekstraksi
tekstur GLCM. Penentuan tingkat serangan ulat pada kubis yang mempunyai krop
berdasarkan tingkat kerusakan krop adalah keterbaruan dalam penelitian ini.
Kerusakan ditentukan berdasarkan kepadatan area yang rusak pada krop akibat
dikonsumsi oleh ulat. Penentuan tingkat serangan ulat pada area pertanaman kubis
adalah berdasarkan hasil perhitungan rata-rata bobot tingkat kerusakan krop per
individu tanaman yang diamati. Sistem ini diharapkan dapat membantu petugas
POPT dalam menjalankan tugasnya di lapangan. Sehingga perhitungan dan
pengumpulan informasi tingkat serangan ulat dapat lebih mudah dilakukan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menduga tingkat serangan ulat P. xylostella dan/atau
C. pavonana pada pertanaman kubis dengan memanfaatkan citra digital.
Pengklasifikasian tingkat kerusakan krop menggunakan probabilistic neural
network (PNN) dan berdasarkan kepadatan area yang rusak pada krop kubis.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat serangan ulat
P. xylostella dan/atau C. pavonana pada pertanaman kubis. Hal ini diharapkan
dapat membantu petugas POPT dalam melakukan perhitungan dan pengumpulan
informasi tingkat serangan OPT. Informasi tingkat serangan OPT dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan dalam melakukan tindakan pengendalian. Selain itu
dapat digunakan untuk mempredikasi kehilangan hasil atau hasil panen.

Ruang Lingkup Penelitian
Data yang digunakan adalah citra kubis yang sehat dan yang diserang oleh
ulat P. xylostella dan/atau C. pavonana. Pengambilan foto kubis dilakukan dari
bagian atas objek tepat pada krop saat kubis dalam fase pembentukan krop.
Tingkat serangan ulat pada pertanaman kubis terdiri atas lima kategori, yaitu:
sangat ringan/sehat, ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Tingkat kerusakan
krop per individu tanaman juga dikelompokkan menjadi lima tingkatan, yaitu:
kerusakan sangat ringan/sehat, ringan, sedang, berat, dan sangat berat.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kubis (Brassica oleracea var capitata)
Kubis (Brassica oleracea var capitata) termasuk dalam famili
Brassicaceae. Kubis berasal dari Eropa Barat, dapat tumbuh baik pada daerah
beriklim tropis dan sub tropis. Kualitas kubis terbaik biasanya diperoleh dengan
suhu siang hari berkisar 15 °C sampai 25 °C, seperti di dataran tinggi tropis (FAO
2000).

Hama pada Kubis
P. xylostella dan/atau C. pavonana adalah dua hama utama yang sering
menyebabkan kerusakan berat pada tanaman kubis (Grzywacz et al. 2010).
Varietas kubis yang tahan terhadap hama hingga saat ini belum ada. Oleh karena
itu perlu dilakukan kegiatan pencegahan terhadap hama (FAO 2000).
Plutella xylostella
P. xylostella termasuk dalam ordo Lepidoptera dan famili Plutellidae,
dikenal dengan nama diamondback moth atau ngengat punggung berlian
(Kalshoven 1981). P. xylostella merusak sebagian besar daun tanaman kubis.
Serangan parah oleh ulat P. xylostella terutama terjadi ketika ulat menyerang
tanaman pada saat berupa bibit. Kerusakan awal berupa lubang-lubang kecil yang
disebabkan oleh larva muda. Kerusakan dengan lubang-lubang yang lebih besar
disebabkan oleh larva dewasa. Seluruh bagian tanaman bisa dipenuhi dengan
lubang-lubang untuk populasi ulat yang padat. Pada serangan berat, daun hanya
menyisakan kerangkanya yaitu urat-urat daun. Larva juga memakan kubis yang
sedang berkembang, menyebabkan bentuk krop berubah dan mendorong
pembusukan. Kerusakan tunas utama pada bibit dapat mengakibatkan tanaman
tidak mempunyai krop atau tanaman dengan krop yang berukuran terlalu kecil.
Kerusakan tanaman secara dini dapat mengurangi area daun sebagai tempat
fotosintesis dan hal ini bisa menurunkan hasil panen. Kerusakan akhir mungkin
memiliki pengaruh yang kecil terhadap hasil dan kualitas dengan turunnya nilai
tanaman karena mengalami kerusakan pada daun pembungkusnya. Kerusakan
parah dapat terjadi terutama saat cuaca panas dan kering (FAO 2000). Gejala
serangan P. xylostella ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Gejala serangan P. xylostella pada kubis

4
Penanaman kubis lebih baik dilakukan di musim hujan saat populasi
P. xylostella terhalang oleh hujan. Tumpangsari dengan tomat (atau tanaman lain
yang tidak rentan terhadap P. xylostella) dapat juga membantu mengurangi
populasi P. xylostella. Hal ini disebabkan karena P. xylostella dewasa akan lebih
sulit dalam menemukan tanaman kubis di antara tanaman lainnya (FAO 2000).
Crocidolomia pavonana
C. pavonana atau yang dikenal dengan sebutan ulat krop kubis (cabbage
head caterpillar) termasuk dalam ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae.
C. pavonana merupakan hama yang sering menjadi masalah serius pada tanaman
famili Brassicaceae dengan persebaran meliputi Afrika Selatan, Asia Tenggara,
Australia, dan Kepulauan Pasifik. Di pulau Jawa hama ini ditemukan di dataran
rendah maupun dataran tinggi. Perilaku ulat C. pavonana adalah makan bersamasama pada satu tanaman. Larva muda hidup secara bergerombol pada bagian
bawah daun kubis untuk menghindari cahaya. Selama 4 atau 5 hari pertama sejak
menetas, larva kecil memakan bagian bawah daun tanpa memakan lapisan atas
daun, sehingga membuat kerusakan berupa jendela epidermis sampai daun
berlubang. Selanjutnya ulat pindah ke titik tumbuh tanaman. Kerusakan oleh ulat
C. pavonana menyebabkan tanaman hancur total atau mempunyai krop yang
kecil. Larva sangat aktif dan dapat melakukan perjalanan dua meter atau lebih
untuk menjangkau tanaman inang yang lebih disukainya (Kalshoven 1981; FAO
2000). Gejala serangan C. pavonana ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Gejala serangan C. pavonana pada kubis

Citra Digital
Citra digital mengacu pada fungsi intensitas cahaya dua dimensi ( , ),
dan menyatakan koordinat spasial. Nilai pada setiap titik ( , ) sebanding
dengan kecerahan (gray level) dari citra di titik tersebut. Citra digital dapat
dianggap sebagai matriks dengan indeks baris dan kolom yang mengidentifikasi
titik pada citra. Nilai elemen matriks yang sesuai mengidentifikasi gray level pada
titik tersebut (Ravikumar dan Shanmugam 2012). Persamaan 1 digunakan untuk
mengkonversi nilai RGB (Red-Green-Blue) sebuah piksel ke nilai grayscale
(Singh et al. 2010).
Gray = 0.2989 * R + 0.5870 * G + 0.1140 * B
dengan ,

dan

adalah nilai intensitas piksel red, green dan blue.

(1)

5
Segmentasi
Segmentasi adalah langkah paling penting dalam analisis citra karena
kinerjanya secara langsung mempengaruhi kinerja langkah-langkah pengolahan
selanjutnya. Segmentasi berperan dalam mengekstrak informasi citra untuk
menciptakan daerah homogen dengan mengelompokkan piksel ke dalam
kelompok-kelompok sehingga membentuk daerah yang memiliki kesamaan.
Daerah homogen yang terbentuk memiliki kesamaan sesuai dengan kriteria seleksi
tertentu misalnya intensitas, warna, dan lain-lain (Kaur et al. 2011).
Metode Thresholding
Thresholding bertujuan mengenali dan mengekstrak target dari background
berdasarkan pada distribusi gray level atau tekstur pada objek citra. Teknik ini
berfungsi untuk segmentasi citra (Nagesh et al. 2010). Teknik thresholding
mengevaluasi setiap piksel citra untuk menentukan apakah piksel tersebut
termasuk objek atau tidak sehingga menghasilkan citra biner (Kaur et al. 2011).
Proses ini bekerja dengan memberikan nilai 1 untuk semua piksel yang termasuk
dalam interval threshold dan nilai 0 untuk piksel lainnya. Thresholding
mengkonversi citra grayscale dengan nilai piksel berkisar dari 0 sampai 255 ke
citra biner dengan nilai-nilai piksel 0 atau 1. Thresholding memungkinkan untuk
memilih nilai interval piksel pada citra grayscale dan berwarna untuk
memisahkan objek dari background (Bhardwaj 2012). Nilai threshold ( ) pada
pendekatan thresholding dipilih untuk memisahkan foreground objek dari
background pada keseluruhan citra atau Region of Interest (ROI) dalam
citra ( , ) sesuai dengan Persamaan 2.
( , ) =

1, ( , ) ≥
0, ( , ) <

(2)

dengan adalah intensitas citra dan ( , ) adalah koordinat spasial (Zaidi et al.
2010). Thresholding dalam penelitian ini digunakan pada tahap segmentasi krop,
penghapusan bayangan dan pendeteksian lubang pada krop.
Otsu Threshold
Algoritme Otsu bekerja dengan asumsi bahwa citra input untuk thresholding
terdiri atas 2 kelas piksel yaitu foreground dan background. Threshold optimum
dihitung dengan memisahkan 2 kelas sehingga meminimumkan intra-class
variance, disebut weighted sum of variances dari 2 kelas. Weighted sum of
variances dari dua kelas didefinisikan pada Persamaan 3.
( )=

( )

( )+

( )

( )

(3)

Bobot
merepresentasikan probabilitas dari dua kelas yang dipisahkan
oleh threshold dan varians dari kelas-kelas
. Otsu menggambarkan bahwa
upaya meminimalisasi intra-class variance adalah sama dengan memaksimalkan
inter-class variance yang dinyatakan dalam bentuk
(probabilitas kelas) dan
(rata-rata kelas) yang selanjutnya dapat secara iteratif di-update. Inter-class
variance didefinisikan pada Persamaan 4.

6
( )=



( )=

( )

( )

( )−

( )

(4)

Ide ini menghasilkan suatu algoritme yang efektif. Algoritme Otsu adalah
sebagai berikut (Nagesh et al. 2010):
1. Hitung histogram dan probabilitas setiap level intensitas.
2. Inisialisasi (0) dan (0).
3. Iterasi dimulai dari threshold = 1 sampai intensitas maksimum.
a. Update
dan .
b. Hitung ( ).
4. Threshold yang dikehendaki sesuai dengan nilai maksimum ( ).
Ekstraksi Fitur (Feature Extraction)
Ekstraksi fitur adalah proses pemetaan fitur asli menjadi fitur yang lebih
sedikit. Ekstraksi fitur hanya berisi informasi utama dari data. Pemrosesan data
input yang terlalu besar diduga akan berlebih-lebihan karena banyak data tetapi
tidak banyak informasi. Oleh karena itu data input diubah menjadi satu set fitur
yang disebut sebagai vektor fitur. Transformasi data input menjadi satu set fitur
disebut ekstraksi fitur (Sharma et al. 2011). Tujuan ekstraksi fitur adalah
mengurangi kompleksitas komputasi dan ruang dimensi. Ekstraksi fitur paling
penting dalam sistem pengenalan citra karena fitur yang disediakan berpengaruh
terhadap efisiensi klasifikasi (Patil et al. 2012).
Fitur Tekstur
Tekstur adalah seluruh permukaan yang menggambarkan pola visual.
Tekstur menyediakan informasi tentang susunan struktural dari permukaan atau
menggambarkan susunan fisik permukaan (Patil et al. 2012). Tekstur dikaitkan
dengan distribusi spasial gray tones (Haralick et al. 1973). Metode statistika untuk
tekstur yang memperhitungkan hubungan spasial piksel adalah gray level cooccurrence matrix (GLCM) (Abirami et al. 2012).
Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM)
Gray level co-occurrence matrix (GLCM) atau gray level dependency
matrix pertama kali diperkenalkan oleh Haralick untuk mengekstrak fitur tekstur
(Sulochana dan Vidhya 2013). GLCM adalah conditional joint probabilities dari
dua pasangan gray level yang ada (Caihuan 2009). Distribusi piksel gray level
dapat dideskripsikan dengan probabilitas dari dua piksel yang memiliki gray level
tertentu pada hubungan spasial tertentu. Informasi ini dapat diringkas dalam
GLCM dua dimensi yang dapat dihitung untuk berbagai jarak dan orientasi (Hazra
2011).
GLCM dihasilkan dengan menghitung berapa kali jumlah piksel dengan
nilai , bersebelahan dengan piksel dengan nilai . Selanjutnya membagi
keseluruhan elemen matriks dengan jumlah total untuk melakukan normalisasi.
GLCM dihitung menggunakan vektor perpindahan !, didefinisikan oleh jarak "
dan orientasi/arah #. Nilai " mulai dari 1, 2 sampai 10 dan setiap piksel memiliki
delapan piksel tetangga yang memungkinkan delapan pilihan untuk #, yaitu
0°, 45°, 90°, 135°, 180°, 225°, 270° atau 315° (Sulochana dan Vidhya 2013).

7
Selain itu, terdapat parameter kuantisasi gray level. Semakin kecil jumlah level
kuantisasi, semakin banyak informasi yang hilang (Caihuan 2009).
Misalkan citra yang dianalisis adalah persegi panjang, memiliki $% kolom
dan $& baris. Gray level muncul di setiap piksel yang dikuantisasi untuk $' level.
adalah baris, dan
(% = )1,2, ⋯ , $% , adalah kolom, (& = -1,2, ⋯ , $& .
% = -0,1, ⋯ , $' − 1. adalah himpunan dari gray level yang dikuantisasi $' .
Himpunan (& × (% adalah himpunan piksel dari citra yang diurutkan berdasarkan
baris-kolom (Soh dan Tsatsoulis 1999).
Citra dapat direpresentasikan sebagai fungsi yang memberikan beberapa
gray level dalam (jumlah gray level yang terkuantisasi) untuk setiap piksel atau
pasangan koordinat dalam (& × (% ; : (& × (% → . Informasi texture-context
ditentukan oleh matriks frekuensi relatif 3 ,4 dengan dua piksel tetangga
dipisahkan oleh jarak " pada citra, satu dengan gray level dan yang lainnya
dengan gray level . Matriks frekuensi gray level co-occurrence yang demikian
adalah fungsi dari hubungan orientasi/arah dan jarak antara piksel-piksel yang
bertetangga (Soh dan Tsatsoulis 1999).
Misalkan 5( , ) merupakan masukan ke ( , ) dalam GLCM yang
dinormalisasi. Parameter % , & , % dan & menunjukkan nilai rata-rata dan
standar deviasi baris dan kolom dari GLCM (Bento et al. 2009). Rata-rata dan
standar deviasi untuk baris dan kolom dari matriks GLCM didefinisikan seperti
pada Persamaan 5 sampai 8 (Soh dan Tsatsoulis 1999).
%

= ∑ ∑4 ∙ 5( , )

(5)

&

= ∑ ∑4 ∙ 5( , )

(6)

%

= ∑ ∑4 ( −

%)

∙ 5( , )

(7)

&

= ∑ ∑4 8 −

&9

∙ 5( , )

(8)

Metode GLCM mencakup sedikitnya 14 fitur tekstur (Haralick et al. 1973).
Penelitian ini hanya menggunakan empat fitur tekstur. Persamaan 9 sampai 12
mendefinisikan fitur tekstur yang digunakan (Soh dan Tsatsoulis 1999). Keempat
fitur tekstur tersebut adalah:
1. Contrast
= C

=

=

>
>
: = ∑D?E ; 5( , ) @| − | = ;B

2.

(9)

Correlation
: =

∑K ∑J( 4)F( ,4)CGH GI
LH LI

(10)

8
3.

Homogeneity
5( , )

(11)

:P = ∑ ∑4| − | ∙ 5( , )

(12)

:M = ∑ ∑4
4.

N( C4)O

Dissimilarity

Contrast digunakan untuk mengukur perbedaan intensitas gray level antara
sebuah piksel dan piksel tetangganya dalam keseluruhan citra. Nilai contrast
rendah pada citra yang seragam, yaitu jika gray level dari setiap pasangan piksel
mirip. Untuk citra dengan variasi yang lebih besar menghasilkan nilai contrast
tinggi. Dissimilarity mirip dengan contrast. Nilainya menjadi tinggi ketika local
region memiliki contrast yang tinggi. Fitur dissimilarity sensitif terhadap
keragaman spasial gray level dan pola dari citra. Sementara itu, correlation
merepresentasikan bagaimana keterkaitan sebuah piksel dengan tetangganya
dalam keseluruhan citra, sedangkan homogeneity menunjukkan kemiripan antara
nilai-nilai gray level dari piksel citra. Homogeneity diharapkan menjadi besar jika
gray level dari setiap pasangan piksel mirip. Hal ini terjadi ketika citra homogen
secara lokal (Abouelatta 2013; Bento et al. 2009).

Klasifikasi
Klasifikasi adalah prosedur untuk mengklasifikasikan pola input ke dalam
kelas yang serupa. Pemilihan classifier yang sesuai memerlukan pertimbangan
banyak faktor, yaitu akurasi klasifikasi, kinerja algoritme dan komputasi (Quratul-ain et al. 2010).
Probabilistic Neural Network (PNN)
Probabilistic neural network (PNN) dikembangkan oleh Donald Specht.
Struktur PNN memberikan solusi umum untuk masalah klasifikasi pola dengan
pendekatan Bayesian classifiers. PNN menggunakan training set yang supervise
untuk mengembangkan fungsi distribusi pada lapisan pola. Oleh karena itu PNN
dapat digunakan untuk masalah klasifikasi (Araghi et al. 2009). Keuntungan
utama menggunakan PNN adalah pelatihannya mudah dan cepat. Bobot tidak
dilatih melainkan nilai yang ditetapkan. Bobot yang ada tidak pernah bergantiganti, hanya vektor baru yang dimasukkan ke dalam matriks bobot saat pelatihan,
sehingga dapat digunakan secara real time (Wu et al. 2007; Herdiyeni et al.
2013).
PNN terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan masukan, pola, penjumlahan,
dan keputusan/keluaran. Struktur PNN ditunjukkan pada Gambar 3. Lapisanlapisan penyusun PNN adalah (Wu et al. 2007; Prasvita dan Herdiyeni 2013):
1. Lapisan masukan (input layer)
Lapisan masukan merupakan input x yang terdiri atas ! fitur yang akan
diklasifikasikan pada salah satu kelas dari ; kelas.

9

Gambar 3 Struktur PNN

2. Lapisan pola (pattern layer)
Pada lapisan pola dilakukan perkalian titik (dot product) antara input dan
vektor bobot Q , yaitu RQ = ∙ Q , RQ kemudian dibagi dengan bias ( )
tertentu dan selanjutnya dimasukkan ke dalam fungsi Parzen, yaitu
S( ) = exp (− ). Persamaan 13 digunakan pada lapisan pola.
S( ) = X 5 Y−

(%C%ZK )[ (%C%ZK )
LO

\

(13)

dengan Q menyatakan vektor bobot atau vektor latih kelas ke-] urutan ke- .
3. Lapisan penjumlahan (summation layer)
Pada lapisan penjumlahan, setiap pola dari masing-masing kelas dijumlahkan
sehingga menghasilkan population density function untuk setiap kelas.
Persamaan 14 digunakan pada lapisan ini.
5Q ( ) =

(

_
^)O L_ =Z

∑=?Z X 5 Y−

(%C%ZK )[ (%C%ZK )
LO

\

(14)

10
dengan:
5Q ( ) = peluang menjadi anggota kelas ]
= vektor uji
= vektor latih kelas ] urutan keQ
!
= dimensi vektor input
$Q
= jumlah data latih kelas ]
σ
= bias atau faktor pemulus
4. Lapisan keputusan/keluaran (output layer)
Pada lapisan keputusan, input diklasifikasikan ke kelas ] jika nilai 5Q
paling besar dibandingkan dengan kelas lainnya.
Randomized Hough Transform
Hough transform (HT) adalah teknik untuk mendeteksi kurva. HT terdiri
atas tiga tahap, yaitu: (1) piksel dalam citra ditransformasikan menjadi parameter
kurva, (2) parameter kurva yang valid digabungkan dalam accumulator dengan
jumlah kurva dalam bin sama dengan skornya, (3) kurva dengan skor maksimum
dipilih dari accumulator untuk merepresentasikan kurva dalam citra (Xu et al.
1990).
HT standar mengalami banyak kesulitan yaitu ketika pemetaan kurva.
Ukuran bin accumulator ditentukan oleh windowing dan sampling ruang
parameter dengan cara heuristik (Xu et al. 1990). Untuk mendeteksi kurva dalam
beragam citra, ukuran window harus besar. Selain itu, untuk mendeteksi kurva
dengan akurasi yang tinggi, harus ada resolusi parameter yang tinggi. Kedua hal
ini membutuhkan accumulator berukuran besar dan waktu pemrosesan yang lama
(Inverso 2006). Xu et al. (1990) mengidentifikasi kemungkinan masalah yang
mungkin terjadi jika accumulator tidak didefinisikan dengan baik, yaitu:
kegagalan dalam mendeteksi beberapa kurva tertentu, kesulitan dalam
menemukan local maxima, akurasi yang rendah, tempat penyimpanan yang besar
dan kecepatan yang rendah.
Xu et al. (1990) mengurangi permasalahan ini dengan mengusulkan
randomized hough transform (RHT). RHT secara acak memilih ; piksel dari
sebuah citra dan mencocokkannya ke parameter kurva. Jika piksel-piksel tersebut
sesuai dengan toleransi tertentu, maka ditambahkan ke accumulator dengan
sebuah skor. Setelah sejumlah himpunan piksel tertentu dipilih, kurva dengan skor
terbaik dipilih dari accumulator dan parameternya digunakan untuk mewakili
kurva dalam citra. Karena hanya sedikit subset piksel acak yang dipilih. Metode
RHT mengurangi persyaratan tempat penyimpanan dan waktu komputasi yang
dibutuhkan untuk mendeteksi kurva dalam citra. Pada RHT, jika kurva dalam
accumulator mempunyai parameter-parameter ellipse yang serupa dengan kurva
yang sedang diuji. Parameter-parameter dari kurva dirata-ratakan dan kurva ratarata baru menggantikan kurva yang ada dalam accumulator.
Penentuan Panjang Sumbu Semimajor dan Semiminor
Penentuan parameter-parameter ellipse dari sebuah citra diawali dengan
menentukan koordinat titik pusat 5, ` . Pada penelitian ini titik pusat ellipse
diasumsikan tepat berada pada bagian tengah citra kubis. Selanjutnya dapat

11
ditentukan panjang sumbu semimajor (a) dan semiminor (b) menggunakan
Persamaan 15 yaitu dengan memilih 3 titik ( , ) secara acak. Hasilnya diperoleh
tiga persamaan linear terhadap ], , dan c.
]

−5

+2

−5

−` +c

−`

=1

(15)

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan panjang sumbu
semimajor dan semiminor adalah (Inverso 2006):
1. Ellipse dijabarkan ke titik asal untuk mereduksi Persamaan 15 menjadi
Persamaan 16:
]

+2

+c

]
e]
]

+2
+2
+2

+c
+c
M+c

=1

(16)

Hal ini dilakukan dengan mengurangkan 5 dari dan ` dari untuk tiga titik
yang dipilih diawal yaitu d , d , dan dM.
2. Sistem persamaan linear seperti pada Persamaan 17 diselesaikan untuk
menemukan koefisien ], , dan c.
M

M

M

=1
= 1f
=1

(17)

3. Panjang sumbu semimajor (a) dan semiminor (b) diperoleh dengan
menyelesaikan Persamaan 18 dan 19.
gXh ha ij a = k|]C |

gXh h ;ij(b) = k|c C |



(18)
(19)

Ellipse dapat dideskripsikan dengan koordinat titik pusat (5, `), panjang
sumbu semimajor dan panjang sumbu semiminor. Definisi quin-tuple (5, `, a, b)
yang digunakan dalam implementasi ini, berdasarkan persamaan yang diturunkan
oleh Inverso (2006) untuk menemukan ellipse dalam citra. Orientasi ellipse tidak
digunakan karena tidak ada persamaan yang dapat ditemukan untuk mendapatkan
informasi orientasi ellipse dalam citra. Karena orientasi ellipse tidak disimpan,
implementasi ini hanya mendeteksi ellipse dengan sumbu utama 0° dan 90° dari
sumbu . Namun, keterbatasan ini dianggap kecil sehubungan dengan
permasalahan lain secara keseluruhan.
Pengecekan Keberadaan Ellipse dalam Citra
Ellipse yang ditemukan perlu dipastikan keberadaannya dalam citra. Karena
bisa saja ellipse tersebut melebihi ukuran citra. Pengecekan untuk memastikan
keberadaan ellipse dalam citra ada dua tahap, yaitu (Inverso 2006):
1. Ellipse didefinisikan dengan persamaan umum kerucut seperti pada
Persamaan 20:
]

+

+c

+n +o +p =0

(20)

12
Tanda 4]c −
menentukan tipe irisan kerucut. Jika 4]c −
> 0, maka
merupakan sebuah ellipse atau lingkaran.
2. Meskipun persamaan ellipse terpenuhi, mungkin ellipse tidak mempunyai
piksel yang cukup dalam citra. Penentuan ada atau tidaknya ellipse dalam citra
menggunakan Persamaan 21 dan 22 untuk menghasilkan titik-titik perimeter
ellipse dalam citra.
= a × cos θ

(21)

= b × sin θ

(22)

Jumlah titik-titik yang dihasilkan sama dengan keliling ellipse yang ditentukan
dengan Persamaan 23:
yXz z ;S = { × gXh ha ij × gXh h ;ij

(23)

Titik-titik ini digunakan untuk menghasilkan mask dari ellipse. Jumlah piksel
dalam citra yang baru dihitung dan dibagi dengan keliling ellipse sehingga
menghasilkan rasio piksel untuk keliling. Jika rasio lebih besar dari threshold
yang ditentukan oleh user, maka ellipse ada pada citra.
Accumulating
Parameter-parameter ellipse ditemukan dan diperiksa keberadaannya dalam
citra. Accumulator akan menyimpan parameter-parameter 5, `, a, b dan gyij dari
sebuah ellipse. Titik-titik ellipse dihasilkan dengan menyelesaikan Persamaan 21
dan 22 untuk # = 0 sampai 2{.
Jumlah titik-titik yang dihasilkan sama dengan jumlah nilai yang digunakan
antara interval 0,2{ . Dalam algoritme ini jumlah nilai yang dihasilkan sama
dengan lingkaran ellipse. Tiga langkah yang dilakukan untuk mengakumulasi
ellipse dengan pusat (5, `), semimajor (a) dan semiminor (b) adalah (Inverso
2006):
1. Untuk semua ellipse (5 , ` , a , b ) dalam accumulator:
a. |a − a| < semimajor_axis_threshold
b. |b − b| < gXh h ;ij_axis_threshold
2. Untuk setiap ellipse dalam accumulator yang memenuhi kondisi pertama.
Rata-rata bobot setiap parameter ellipse ditampilkan (menggunakan skor
sebagai bobot). Ellipse di accumulator digantikan dengan ellipse yang baru
diboboti, kemudian skor untuk ellipse ini dinaikkan 1. Perhitungan rata-rata
bobot panjang sumbu semimajor didefinisikan seperti pada Persamaan 24:
rataan bobot panjang sumbu semimajor =

ˆK ׉Š‹ŒNˆ
‰Š‹ŒN

(24)

3. Jika tidak ada ellipse di accumulator yang memenuhi kondisi 1 dan 2. Ellipse
baru dimasukkan dalam accumulator dengan skor 1.

13
Operasi Morfologi
Morfologi adalah teknik yang didasarkan pada teori himpunan dan dapat
digunakan untuk binary image processing dan gray image processing (Gui dan
Wei 2003). Operasi dasar matematika morfologi adalah dilasi dan erosi. Operasi
morfologi lainnya seperti opening dan closing disintesis dari dua operasi dasar ini.
Diberikan citra
,
atau , dengan
, ∈
atau R , dan structuring
element ℎ g,
atau ℎ. Dilasi citra
,
oleh structuring element ℎ g,
dinyatakan seperti pada Persamaan 25 (Basha dan Prasad 2008; Bhadauria dan
Dewal 2010).
⊕ℎ

Erosi citra
Persamaan 26.

,

•ℎ

,

= ha )

− g, −

+ ℎ g, ,.

oleh structuring element ℎ g,

,

= h ;)

− g, −

(25)

dinyatakan seperti pada

− ℎ g,

,

(26)

Erosi pada dasarnya adalah mengurangi nilai grayscale citra untuk
memperkecil ukuran obyek dengan mengikis sekeliling obyek. Dilasi adalah
kebalikan dari erosi, yaitu meningkatkan nilai grayscale citra untuk memperbesar
ukuran segmen obyek dengan menambah lapisan di sekeliling obyek (Bai 2010).
Operasi dilasi pada binary image processing dalam penelitian ini digunakan untuk
mempertebal hasil segmentasi sebelum tahapan penentuan area krop. Operasi
erosi pada gray image processing digunakan untuk pendeteksian lubang-lubang
pada krop.

Cross Validation
Cross validation digunakan untuk memvalidasi model klasifikasi karena
kecilnya jumlah sampel yang tersedia. Cross validation membuat penggunaan
data menjadi lebih baik. Objek yang diprediksi sama sekali tidak digunakan dalam
pengembangan model. Cross validation membagi data menjadi dua bagian. Satu
bagian digunakan sebagai training set (data latih), yaitu untuk membuat parameter
model dalam classifier. Bagian lainnya merupakan test set (data uji) yang
digunakan untuk menguji kinerja model. Prosedur diulang dengan cara setiap
sampel hanya sekali menjadi test set. Kesalahan prediksi (prediction error) adalah
representasi untuk sampel-sampel yang baru (Duda et al. 2000; Westerhuis et al.
2008).
K-fold cross validation merupakan teknik resampling yang membagi data
menjadi k subdata. Setiap subdata berjumlah z ⁄y data dengan l adalah jumlah
seluruh data, y − 1 subdata digunakan sebagai data latih dan satu subdata lainnya
digunakan sebagai data uji. Akurasi cross validation merupakan jumlah seluruh
hasil klasifikasi yang benar dibagi dengan jumlah seluruh data (Anguita et al.
2009).

14
Confusion Matrix
Salah satu metode untuk mengevaluasi kinerja classifier adalah
menggunakan confusion matrix. Confusion matrix merangkum jumlah data yang
diprediksi benar atau salah oleh model klasifikasi. Confusion matrix lebih sering
disebut dengan tabel kontingensi. Tabel 1 adalah confusion matrix untuk masalah
dua kelas yang diberi label kelas positif (+) dan kelas negatif (-). Oleh karena itu
confusion matrix berukuran 2 × 2, matriks dapat berukuran lebih besar. Jumlah
data yang diklasifikasikan dengan benar adalah jumlah diagonal dalam matriks,
sedangkan yang lainnya adalah yang salah diklasifikasikan (Srinivasulu et al.
2009).

Tabel 1 Confusion matrix untuk masalah klasifikasi biner
Predicted class
+
+
TP
FN
Actual
class
FP
TN

Terminologi berikut ini sering digunakan ketika mengacu pada jumlah yang
ditabulasikan dalam confusion matrix (Srinivasulu et al. 2009):
1. True positive (TP): jumlah data positif yang dengan benar diprediksi oleh
model klasifikasi.
2. False negative (FN): jumlah data positif yang salah diprediksi. Diprediksi
sebagai negatif oleh model klasifikasi.
3. False positive (FP): jumlah data negatif yang salah diprediksi. Diprediksi
sebagai positif oleh model klasifikasi.
4. True negative (TN): jumlah data negatif yang dengan benar diprediksi oleh
model klasifikasi.
Akurasi kinerja classifier ditentukan berdasarkan rasio antara jumlah data
yang dapat diklasifikasikan dengan benar dan total jumlah data. Secara teknis
dapat didefinisikan seperti pada Persamaan 27 (Kumar dan Rathee 2011).
]y’jag =

“”N“=

“”N•=N•”N“=

(27)

3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini membangun suatu sistem pendugaan tingkat serangan ulat
pada pertanaman kubis berdasarkan citra. Pengamatan tingkat serangan ulat
P. xylostella dan/atau C. pavonana pada area pertanaman kubis tidak mungkin
dilakukan pada semua populasi tanaman yang ada. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan tenaga, biaya, dan waktu. Pengamatan kerusakan tanaman dilakukan
pada tanaman contoh yang ditetapkan secara acak diagonal seperti ditunjukkan
pada Gambar 4 (Warduna et al. 2011).

Gambar 4 Skema penentuan tanaman contoh yang diamati

Sistem pendugaan tingkat serangan ulat pada pertanaman kubis berdasarkan
citra yang dibangun dalam penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 5.

Sehat
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat

Gambar 5 Skema sistem yang dibangun

16
Daerah yang dicurigai terserang OPT dilakukan akuisisi citra. Teknik
akuisisi citra untuk pemilihan tanaman contoh pada area pertanaman kubis
dilakukan secara acak diagonal. Hasil akuisisi citra diolah di server sehingga
dapat ditentukan tingkat kerusakan per individu tanaman. Tingkat serangan ulat
pada area pertanaman kubis dihitung berdasarkan rata-rata bobot tingkat
kerusakan dari seluruh tanaman contoh yang diamati tersebut. Tingkat serangan
ulat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu: sangat ringan/sehat, ringan,
sedang, berat dan sangat berat.
Pendugaan tingkat serangan ulat pada suatu area pertanaman kubis, diawali
dengan penentuan tingkat kerusakan dari individu tanaman contoh yang diamati.
Tingkat kerusakan per individu tanaman ini direpresentasikan oleh tingkat
kerusakan krop dari citra kubis. Tahapan untuk penentuan tingkat kerusakan krop
dari citra kubis ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Prosedur penentuan tingkat kerusakan krop

Penentuan tingkat kerusakan krop terdiri atas beberapa tahap yaitu
praproses, ekstraksi fitur dan klasifikasi dengan PNN untuk membedakan antara
citra kubis yang mempunyai krop dan tidak mempunyai krop. Kubis yang tidak
mempunyai krop diklasif