Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Kepek Rotan: Studi Kasus di Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN USAHA KERAJINAN KEPEK ROTAN:
STUDI KASUS DI DESA NUSAWUNGU
KABUPATEN CILACAP

AHMAD ALKADRI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Nilai Tambah
dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Kepek Rotan: Studi Kasus di Desa
Nusawungu Kabupaten Cilacap adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Ahmad Alkadri
NIM E24100102

ABSTRAK
AHMAD ALKADRI. Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha
Kerajinan Kepek Rotan: Studi Kasus di Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap.
Dibimbing oleh E. G. TOGU MANURUNG.
Kepek Rotan adalah produk kerajinan khas dari Desa Nusawungu, Kabupaten Cilacap. Kepek rotan diproduksi dengan manajemen yang sederhana tanpa
perhitungan yang memadai untuk keuntungan, pemasukan, dan nilai-nilai lainnya
yang diperoleh dari kegiatan produksi serta penyusunan strategi pengembangan
usaha yang memadai. Penelitian ini bertujuan mencaritahu nilai tambah yang
diperoleh dari pengolahan rotan menjadi kerajinan kepek dan menganalisis
lingkungan internal-eksternal industri guna menyusun strategi pengembangan
usaha yang tepat. Responden untuk analisis nilai tambah diambil dengan sampel

acak sebanyak 5% dari jumlah keseluruhan pengrajin kepek rotan yang aktif di
Desa Nusawungu dan untuk analisis faktor lingkungan eksternal sebanyak 20%
dari jumlah tengkulak kepek di Nusawungu. Hasil analisis Hayami menunjukkan
nilai tambah rotan dari pengolahan menjadi kepek adalah Rp 132,676.00 per
kilogramnya. Hasil analisis strategi menggunakan matriks IFE, EFE, IE, dan
SWOT menganjurkan para pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu untuk
memaksimalkan kualitas produk, mencari sumber bahan baku baru, dan memberi
variasi pada produk.
Kata kunci: analisis strategi, hasil hutan bukan kayu, nilai tambah, rotan

ABSTRACT
AHMAD ALKADRI. Value Added and Development Strategy Analysis of Rattan
Kepek: Case Study in Nusawungu Village Cilacap Regency. Supervised by E. G.
TOGU MANURUNG.
Rattan Kepek is a unique rattan product made in Nusawungu Village,
Cilacap Regency. This product is produced by craftsmen of Nusawungu with
simple management and less than adequate accounting of profits, revenues, and
other values obtained from the production activities. This research aims to find
value added from the processing of rattan into kepek and strategy suited for the
development of this industry. Respondent for Hayami analysis and IFE matrix

were chosen by random sampling from 5% of the numbers of active kepek
craftsmen while those for EFE Matrix analysis chosen from 20% of the numbers
of active resellers in Nusawungu Village. The results of Hayami analysis show the
value added of rattan kepek production is Rp 132,676.00 per kilogram of rattan.
The results of strategy analysis through IE and SWOT method advises the
craftsmen to maximize product quality, find new materials supplier, and give
some variations toward the product.
Keywords: non-wood forest products, rattan, strategy analysis, value added

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN USAHA KERAJINAN KEPEK ROTAN:
STUDI KASUS DI DESA NUSAWUNGU
KABUPATEN CILACAP

AHMAD ALKADRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada

Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha
Kerajinan Kepek Rotan: Studi Kasus di Desa Nusawungu
Kabupaten Cilacap
Nama
: Ahmad Alkadri
NIM
: E24100102

Disetujui oleh

Ir. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D
Pembimbing


Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
tanpa karunia dan rahmat-Nya, karya ilmiah skripsi ini tak mungkin dapat diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilakukan selama bulan Februari
2014 ini adalah nilai tambah dan strategi pengembangan usaha dengan judul
Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Kepek
Rotan: Studi Kasus di Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. E.G. Togu Manurung, MS,
Ph.D selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, saran, bimbingan, dan waktu kepada penulis selama pelaksanaan penelitian, dari penyusunan
proposal hingga penulisan laporan. Penulis juga mengucapkan kepada Dr. Lina
Karlinasari, S.Hut., M.Sc, F.Trop selaku wali akademik dan Ir. Bintang C. H.
Simangunsong, MS, Ph.D atas masukan-masukan dan bimbingannya.

Rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya juga penulis haturkan
kepada para pengrajin kepek, tengkulak, pedagang, pemerintah desa, dan warga
Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap atas bantuan dan sambutan yang telah
diberikan selama pelaksanaan penelitian ini. Di samping itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada ayah, ibu, adik, dan segenap keluarga atas segala
dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
Rasa penghargaan juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan BEM TPB
IPB 47, DPM Fahutan IPB, Himasiltan IPB, Saung Briket Himasiltan, DPM KM
IPB 2012/2013, dan Tim Pemandu IPB Agroedutourism yang telah mendorong
serta mengembangkan kemampuan berorganisasi penulis. Tak lupa, rasa terima
kasih juga penulis haturkan kepada saudara-saudari Fakultas Kehutanan IPB
Angkatan 47, terutama dari Departemen Hasil Hutan, khususnya Sobandi Wiguna,
Rifky Faishal, dan Ratih Syafriza yang telah menjadi rekan praktek lapang yang
luar biasa, Maulina Septiarie dan Diki Saefurohman sebagai sesama rekan penulis,
serta Wihdatul Az-zauziyah Sa’adah yang telah memberi banyak dukungan dari
dimulainya penelitian ini hingga akhir.
Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat, baik
kepada civitas akademik IPB maupun kepada khalayak luas.

Bogor, Maret 2014


Ahmad Alkadri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Rotan
Pemanfaatan Rotan
Pengolahan Rotan
Usaha Kecil Menengah
Nilai Tambah
Strategi
Manajemen Strategi
Analisis Lingkungan

Analisis Lingkungan Internal
Analisis Lingkungan Eksternal
Alternatif Strategi
Analisis Strategi
Matriks IFE dan EFE
Matriks IE
Analisis SWOT
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Penentuan Responden
Analisis Data
Analisis Nilai Tambah
Analisis Strategi
Matriks IFE dan EFE
Matriks IE
Matriks SWOT
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Industri Kepek Rotan di Desa Nusawungu
Proses Produksi Kepek Rotan di Desa Nusawungu

Pengadaan Bahan Baku
Penanganan dan Pemotongan Bahan Baku
Penjemuran
Penganyaman
Perapihan Pinggiran
Pemasangan Kait dan Gagang
Finishing
Pemasaran

xi
xi
xi
1
1
2
2
2
3
3
3

4
4
4
5
5
5
6
6
6
7
7
7
7
8
8
8
9
9
10
11

11
14
15
16
16
17
18
18
18
19
19
19
19
20

Analisis Nilai Tambah Hayami
Analisis Strategi Pengembangan Usaha
Analisis Lingkungan Internal
Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis Matriks IE
Matriks SWOT
Diagram SWOT
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

21
22
22
23
25
26
28
29
29
29
30
32
36

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Contoh pemanfaatan batang beberapa jenis rotan
Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data
Prosedur perhitungan nilai tambah Hayami
Penilaian bobot faktor strategis
Contoh pengisian rating
Matriks evaluasi faktor internal (matriks IFE)
Matriks evaluasi faktor eksternal (matriks EFE)
Matriks SWOT
Rata-rata harga bahan baku
Kebutuhan bahan baku per kepek rotan
Nilai tambah produk kepek rotan
Analisis matriks IFE
Analisis matriks EFE
Analisis matriks SWOT

3
9
10
11
12
13
13
15
18
18
21
23
24
26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Matriks IE
Kepek rotan
Alur produksi kepek rotan di Desa Nusawungu
Rotan yang telah dipotong-potong
Perapihan pinggiran kepek
Kepek rotan setelah finishing
Analisis matriks IE
Diagram SWOT

14
17
17
19
20
20
25
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Rekapitulasi data produksi
Rekapitulasi peringkat/rating faktor-faktor strategis internal
Rekapitulasi bobot faktor-faktor strategis internal
Rekapitulasi peringkat/rating faktor-faktor strategis eksternal
Rekapitulasi bobot faktor-faktor strategis eksternal
Foto-foto Kepek

32
33
33
34
34
35

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 35 tahun 2007, dijelaskan
bahwa HHBK adalah hasil hutan kecuali kayu yang berupa nabati maupun hewani
– beserta produk turunan dan budidayanya. Menurut Pertiwi (2013), jenisnya yang
sangat beragam dan jumlahnya yang besar secara keseluruhan membuat HHBK
memiliki potensi besar untuk dikembangkan serta dimanfaatkan.
Salah satu produk HHBK adalah rotan. Menurut Hutagalung (2009), rotan
merupakan hasil hutan bukan kayu yang paling diminati dikarenakan sifat dan
penampilannya yang menarik serta kemudahannya untuk diolah. Minat terhadap
rotan terbukti dari banyaknya industri pengolahan rotan yang menjamur di
berbagai daerah di Indonesia. Keberadaan industri rotan berpotensi memberi
pengaruh positif bagi masyarakat dengan terbukanya lapangan pekerjaan dan
insentif ekonomi bagi daerah (Januminro 2000).
Menurut FTL Consultant dan SHK Kaltim (2005), perkembangan industri
pengolahan rotan paling tinggi di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Provinsi Jawa
Barat, dengan pusatnya di Cirebon, merupakan wilayah penghasil produk jadi
rotan terbesar di Indonesia. Provinsi Jawa Timur, dengan pusat-pusat produksi
komoditas rotan di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, juga memproduksi rotan jadi
dalam jumlah besar hingga diekspor ke luar negeri.
Berlawanan dengan Jawa Barat dan Jawa Timur, produksi rotan di Provinsi
Jawa Tengah masih kurang mendapatkan perhatian (FTL Consultant dan SHK
Kaltim 2005). Pusat industri rotannya terdapat di dua sentra utama, yaitu Jepara
dan Sukoharjo, namun keduanya lebih dikenal sebagai sentra industri mebel kayu.
Di kedua daerah yang memiliki industri pengolahan rotan terbesar di Jawa Tengah
tersebut, industri rotan masih merupakan industri pinggiran. Pemerintah tidak
memberikan perhatian yang cukup untuk industri rotan di Jawa Tengah, berbeda
dengan perhatian yang diberikan oleh pemerintah di Cirebon (Arvianto dan
Rakhmawati 2013) maupun di Jawa Timur (Wibowo 2009).
Selain di Jepara dan Sukoharjo, terdapat beberapa industri pengolahan rotan
lainnya di Jawa Tengah. Salah satunya adalah di Desa Nusawungu, Kabupaten
Cilacap. Produk rotan yang dihasilkan di Desa Nusawungu adalah kerajinan
bernama kepek rotan. Produk kepek banyak digunakan oleh para peternak unggas.
Sama seperti industri pengolahan rotan di daerah lainnya di Jawa Tengah, industri
kepek tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Kelompok pengrajin kepek telah
berulang kali mengirimkan proposal permohonan bantuan dana ke pemerintah,
namun belum ditanggapi. Akibatnya, berbagai masalah, terutama yang berkenaan
dengan biaya, sering melingkupi industri tersebut.
Terlepas dari kurangnya perhatian tersebut, industri kepek rotan masih
berdiri. Meski sempat terhenti di tahun 1997, kini produksi telah kembali berdiri
dan aktif.

2
Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, diketahui adanya beberapa masalah yang dihadapi oleh
kelompok pengrajin Rotan di Desa Nusawungu. Pengelolaan yang kurang
memadai menyebabkan kurang diketahuinya nilai-nilai keuntungan, nilai tambah,
dan lain-lainnya yang diperoleh dari produksi kepek rotan. Bagi suatu industri,
mengetahui nilai tambah dapat memacu industri untuk terus mengembangkan
produknya. Ditambah dengan publikasi yang cukup, mengetahui nilai tambah
suatu produk dapat menarik pihak-pihak luar untuk turut berpartisipasi dalam
pengembangan industri terkait.
Selain nilai tambah, para pengrajin juga perlu mengetahui pilihan-pilihan
strategi pengembangan usaha yang tepat. Ketepatan tersebut tercapai apabila
alternatif strategi yang ada berdasar pada faktor-faktor yang mempengaruhi
kegiatan produksi mereka.
Oleh karena itu, dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
a) Berapa besarnya nilai tambah dari pengolahan rotan menjadi produk kerajinan kepek rotan?
b) Apa saja alternatif strategi dalam pengembangan usaha industri kepek
rotan di Desa Nusawungu?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah:
a) Mengetahui besarnya nilai tambah dari pengolahan rotan menjadi kerajinan kepek rotan.
b) Merumuskan alternatif-alternatif strategi pengembangan usaha untuk
industri kepek rotan di Desa Nusawungu.

Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, diharapkan dapat tercapai manfaat-manfaat berikut:
a) Memberi masukan kepada para pengrajin kepek rotan di Desa
Nusawungu mengenai nilai tambah dari produksi kepek rotan dan
alternatif-alternatif strategi yang tepat untuk pengembangan usaha.
b) Mengekspos industri kepek rotan di Desa Nusawungu pada khususnya
dan industri pengolahan rotan di Jawa Tengah pada umumnya.
c) Menjadi pembelajaran bagi penulis dalam meningkatkan pengetahuan,
pengalaman, dan menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
d) Memberi informasi dan wawasan kepada masyarakat mengenai nilai
tambah dan usaha kecil menengah kerajinan kepek rotan di Desa
Nusawungu.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Rotan
Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Rotan adalah tumbuhan
yang banyak ditemui di hutan tropis (Hutagalung 2009), termasuk dalam divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Palmales
dan famili Palmae. Rotan tumbuh di daerah rawa, tanah kering, atau pegunungan
dengan ketinggian hingga 2,900 mdpl (Januminro 2000). Sebagian besar rotan
yang diolah menjadi produk setengah jadi maupun jadi di Pulau Jawa didatangkan
dari Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra (Dransfield 1996).
Indonesia merupakan produsen utama rotan di dunia, menyuplai kurang
lebih 80% kebutuhan rotan internasional (Hess 2013). Dari 600 spesies rotan di
dunia (Shaanker et al. 2004), kurang lebih terdapat 350 spesies rotan di Indonesia,
dengan 53 jenis diperdagangkan (Sumardjani 2009). Di lain pihak, kebijakan
ekspor rotan Indonesia masih belum stabil. Ekspor rotan mentah seringkali
dibuka-tutup (Basri dan Patunru 2012) untuk alasan stabilisasi bahan baku dan
peningkatan nilai ekspor dari Indonesia. Namun, hal tersebut juga menyebabkan
ketidakpastian dalam ketersediaan rotan mentah dunia (Basri dan Hill 2011).
Pemanfaatan Rotan
Rotan banyak dimanfaatkan karena sifatnya yang lentur, kuat, dan memiliki
keseragaman yang tinggi. Batang polosnya banyak digunakan sebagai bahan baku
pembuatan mebel atau furnitur, batang yang sudah dipotong-potong lebih kecil
dapat dimanfaatkan sebagai bahan anyaman yang kemudian dapat dijadikan alat
kebutuhan sehari-hari (Pramudiarto 2006). Masyarakat desa menggunakan batang
rotan sebagai bahan tali-temali, konstruksi, keranjang, atap, tikar, perangkap ikan,
hingga sarang ayam (Dransfield 1996).
Selain batang, bagian lain seperti akar, buah, dan getah dari beberapa jenis
rotan dapat dimanfaatkan. Akar dan buahnya dapat digunakan sebagai obat
tradisional, getahnya sebagai pewarna. Kulit rotan dapat menjadi bahan baku
anyaman, lampit, tikar, tas, keranjang, dan bahan pengikat (Widayati et al. 2010).
Tabel 1 Contoh pemanfaatan batang beberapa jenis rotan
Jenis Rotan
Pemanfaatan
Tohiti
Bahan mebel, sandaran kapal, pengisi batang
sepeda, batang sapu lantai
Umbul
Bahan anyaman
Datu
Bahan anyaman dan bahan pembuatan kursi
Tarampu, Tanah
Bahan baku mebel
Taman, Irit, Cincin,
Bahan kursi antik dan tali pengikat, lampit, tirai
Pulut Merah, Pulut
Putih, Pulut Hijau,
Manau, Batang
Sabutan, Ahas, Danan
Bahan baku mebel, alat penangkap ikan, pengikat
rakit.
Sumber: Hutagalung (2009).

4
Pengolahan Rotan
Menurut Pramudiarto (2006), pengolahan rotan adalah proses pengolahan
rotan mentah menjadi rotan setengah jadi atau produk jadi. Pengolahan rotan
dilakukan untuk menghilangkan kotoran, duri, dan memperoleh rotan yang tahan
terhadap hama dan penyakit. Menurut Hutagalung (2009), pengolahan rotan juga
dapat meningkatkan keindahan, hasil guna, dan nilai tambah rotan.
Subiyanto (1986) dalam Hutagalung (2009) menyatakan bahwa industri
pengolahan rotan dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat
pengolahan dan hasil produksinya. Tiga kelompok tersebut antara lain:
a) Industri penghasil rotan bulat W & S (washed and sulfurized), yaitu
rotan bulat yang siap digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk
b) Industri penghasil bahan baku siap pakai, atau setengah-jadi. Industri
ini mengolah rotan bulat menjadi barang setengah jadi seperti polished
rattan, bark core, dll.
c) Industri penghasil barang-barang jadi, yang memproduksi komoditas
jadi seperti furnitur, alat-alat rumah tangga, maupun produk-produk
kerajinan, semisal kepek.

Usaha Kecil Menengah
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994
tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan
usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang memiliki penjualan/omset per
tahun setinggi-tingginya Rp 600,000,000.00 atau aset setinggi-tingginya dalam
jumlah sama.
Menurut Tambunan (1997), industri rumah tangga (RT) memiliki beberapa
perbedaan dengan industri kecil. Pertama, industri RT memakai tenaga kerja
keluarga dan tidak dibayar, sedangkan industri kecil menggunakan tenaga kerja
yang digaji. Kedua, tempat produksi industri RT biasanya digabung dengan rumah
keluarga tempat usaha tersebut berada sedangkan industri kecil memiliki tempat
produksi yang terpisah dari rumah.

Nilai Tambah
Menurut Hidayat (2009), untuk meningkatkan guna komoditas hasil hutan,
perlu dilakukan pengolahan komoditas, yang dilaksanakan melalui rangkaian
proses produksi. Konsep yang seringkali digunakan dalam pembahasan besarnya
pertambahan nilai guna dari pengolahan tersebut adalah analisis nilai tambah.
Menurut Chelst dan Canbolat (2011), nilai tambah adalah nilai yang
menyatakan besarnya nilai yang diberikan dari suatu proses produksi terhadap
nilai jual suatu produk. Dalam pengolahan produk hasil hutan, nilai tambah dapat
dinyatakan untuk setiap meter kubik kayu bulat, setiap tenaga kerja yang
digunakan, atau setiap kilogram rotan yang digunakan.
Menurut Chelst dan Canbolat (2011), dalam proses produksi, faktor-faktor
yang mempengaruhi besarnya nilai tambah terdiri dari banyak hal. Faktor-faktor
tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu faktor teknis dan faktor pasar.

5
Faktor teknis terdiri atas kapasitas produk, jumlah bahan baku, dan jumlah tenaga
kerja. Sedangkan faktor pasar terdiri atas harga output, upah tenaga kerja, harga
bahan baku, dan nilai input-input lainnya selain input bahan baku dan tenaga kerja.
Secara matematis, perhitungan nilai tambah menurut metode yang digunakan oleh
Hayami et al. (1987) dapat dilihat pada rumus berikut:
Nilai tambah = f (K, B, T, U, H, h, L)
Keterangan: K = kapasitas produksi (kg)
B = Bahan baku yang digunakan (kg)
T = Tenaga kerja yang digunakan
U = Upah tenaga kerja (Rp)
H = Harga output (Rp/kg)
h = Harga bahan baku
L = Nilai input lainnya

Strategi
Menurut Rangkuti (2006), strategi adalah alat yang digunakan perusahaan
guna memenuhi tujuan jangka panjang dengan berpedoman pada sasaran, prioritas
sumber daya, dan tindak lanjut dari perusahaan. David (2010) menyatakan bahwa
strategi yang baik bagi perusahaan harus diperoleh melalui penyusunan strategi
yang meliputi studi pada rangkaian kegiatan manajerial yang berinteraksi dengan
lingkungan, baik internal maupun eksternal, yang berpengaruh pada pencapaian
sasaran perusahaan.

Manajemen Strategi
Menurut Dirgantoro (2001), manajemen strategi adalah rangkaian proses
yang membuat organisasi senantiasa responsif terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi pada lingkungannya, baik internal maupun eksternal. Menurut
Siagian (2008) dalam Prihardiputra (2012), proses tersebut mencakup rangkaian
keputusan dan tindakan yang dibuat oleh manajemen suatu organisasi dan
diimplementasikan pada kerja organisasi. Menurut Dirgantoro (2001), dalam
penyusunan manajemen strategis, terdapat dua analisis utama yang harus
dilakukan: analisis lingkungan dan penentuan strategi.

Analisis Lingkungan
Menurut Umar (2001), analisis lingkungan adalah rangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses) suatu perusahaan serta peluang (opportunity) dan ancaman
(weaknesses) yang berasal dari lingkungan eksternal perusahaan. Hal-hal yang
termasuk ke dalam keempat hal di atas disebut sebagai faktor-faktor strategis
perusahaan.
Secara umum, faktor-faktor strategis dibagi menjadi dua jenis berdasarkan
sumbernya, yakni faktor internal dan eksternal.

6

Analisis Lingkungan Internal
Menurut David (2010), faktor-faktor strategis internal adalah adalah faktorfaktor strategis yang berasal dari lingkungan yang terdapat di dalam perusahaan
tersebut. Secara langsung, faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi proses
produksi, arah, dan kinerja perusahaan. Faktor-faktor internal tersebut dapat
dibagi menjadi dua, yakni kekuatan dan kelemahan.
Analisis lingkungan internal berfungsi untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan tersebut. Identifikasi dilakukan dengan observasi internal yang berupa
pengumpulan, pengolahan, dan evaluasi operasi dan kinerja perusahaan. Cakupan
observasi adalah manajemen, akuntansi, keuangan, produksi, hingga pemasaran.
Analisis Lingkungan Eksternal
Menurut David (2010), faktor-faktor strategis eksternal perusahaan adalah
faktor-faktor strategis yang berasal dari lingkungan di luar perusahaan tersebut.
Faktor-faktor strategis eksternal tak dapat dikendalikan oleh perusahaan secara
langsung. Faktor-faktor tersebut terdiri atas dua jenis, yakni peluang dan ancaman.
Analisis lingkungan eksternal mencakup lima kategori, antara lain: ekonomi,
masyarakat/sosial dan budaya/demografi, kepemerintahan atau politik/hukum,
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta persaingan. Dengan mengetahui peluang
dan ancaman, suatu perusahaan dapat melakukan tindakan respons yang tepat.

Alternatif Strategi
Menurut David (2010), alternatif strategi perusahaan dapat dikategorikan ke
dalam empat jenis strategi, yaitu:
a) Strategi Integrasi
Integrasi terdiri atas tiga tipe. Tipe pertama adalah integrasi ke depan,
melibatkan akuisisi atau peningkatan kendali atas distributor. Tipe
kedua adalah integrasi ke belakang, mencari atau meningkatkan kendali
perusahaan atas pemasok bahan baku. Tipe ketiga adalah strategi
horizontal, meningkatkan kendali perusahaan atas pesaing-pesaingnya.
b) Strategi Intensif
Kategori strategi intensif dapat dibagi menjadi tiga tipe. Tipe pertama
adalah penetrasi, meningkatkan pangsa pemasaran melalui pembesaran
upaya pemasaran. Tipe kedua yaitu masuk ke daerah pemasaran yang
baru. Tipe ketiga yaitu memperbaiki produk atau jasa yang dijual pada
saat ini.
c) Strategi Diversifikasi
Kategori strategi ini bertujuan mendiversifikasi bisnis agar perusahaan
tidak bergantung pada satu jenis usaha saja. Diversifikasi dapat dibagi
menjadi tiga, yang pertama adalah diversifikasi konsentrik: menambah
produk baru yang berhubungan untuk pasar yang sama. Kedua adalah
diversifikasi horizontal, menambah produk baru tetapi tidak
berhubungan, namun masih dengan pelanggan yang sama. Diversifikasi
ketiga adalah diversifikasi konglomerat, menambah produk-produk
baru yang tidak berhubungan untuk pasar dan pelanggan yang berbeda.

7
d) Strategi Defensif
Berbeda dari ketiga strategi di atas, yang memfokuskan pada
peningkatan daya saing, strategi defensif bertujuan untuk bertahan.
Tindak bertahan dapat dilakukan melalui pengurangan biaya dan aset,
penjualan unit bisnis/perusahaan, atau penjualan seluruh aset
perusahaan.

Analisis Strategi
Alternatif strategi yang tepat untuk perusahaan diperoleh melalui perumusan
strategi. Menurut David (2010), perumusan strategi dilakukan melalui evaluasi
faktor internal dan eksternal.
Matriks IFE dan EFE
Menurut David (2010), matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan
External Factor Evaluation (EFE) merupakan matriks-matriks yang memuat
besarnya pengaruh faktor-faktor internal maupun eksternal perusahaan.
Perhitungan matriks IFE bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
faktor lingkungan internal dan mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan
yang ada di dalam perusahaan. Perhitungan matriks EFE bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan mengukur seberapa besar
respons perusahaan dalam menghadapi peluang serta ancaman yang ada.
Matriks IE
Matriks Internal Eksternal (IE) meringkas hasil evaluasi faktor internal dan
eksternal yang dilakukan pada matriks IFE dan EFE (David 2010). Perhitungan
matriks IE bertujuan untuk memperoleh alternatif strategi yang lebih spesifik dan
mendetil di tingkat perusahaan (Rangkuti 2006). Dalam matriks IE, nilai-nilai
bobot dari matriks IFE dan EFE dibagi ke dalam embilan macam sel dengan
implikasi strategi yang berbeda-beda.
Analisis SWOT
Menurut Siagian (2008), SWOT adalah metode analisis yang ampuh dalam
menentukan strategi yang akan dijalankan oleh perusahaan. Penilaian strategi
SWOT berdasarkan pada hasil dari matriks IFE, EFE, dan IE. Melalui analisis
SWOT, dapat dikembangkan empat tipe strategi, yaitu SO (StrengthsOpportunities), WO (Weaknesses-Opportunities), ST (Strengths-Threats), dan
WT (Weaknesses-Threats).
Menurut Prihardiputra (2012), analisis SWOT dapat dilakukan terhadap
aspek-aspek sebagai berikut:
a) Sumber daya keuangan
b) Fasilitas fisik
c) Kemampuan manajemen
d) Kemampuan karyawan
e) Kondisi Pasar
f) Proses produksi
g) Informasi yang tersedia di pasar

8
h) Sumber pemasok
i) Lingkungan sosial masyarakat

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada industri kerajinan kepek rotan di Desa
Nusawungu, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi penelitian dipilih
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan:
a. Industri kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu sudah ada cukup
lama dan memiliki pengrajin yang cukup ahli
b. Industri kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu, meski sudah berusia
lama, masih berupa kumpulan pengrajin-pengrajin rumah tangga yang
memproduksi barang yang sama dan dijual secara terorganisir melalui
kelompok pengrajin di desa
c. Belum adanya perhatian dari pemerintah terhadap industri kepek rotan
di Desa Nusawungu
d. Produk kepek merupakan komoditas yang cukup terkenal di kalangan
penggiat ayam jago, penggemar hobi ayam jago, dan peternak ayam.
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan, yaitu pada Februari 2014.

Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara, atau kuisioner dengan para
responden. Data sekunder diperoleh melalui dokumen, artikel, maupun literatur
mengenai industri kepek rotan di Desa Nusawungu.

Penentuan Responden
Responden dalam penelitian ini terdiri atas responden internal dan eksternal.
Penentuan responden internal menggunakan metode stratified random sampling.
Terdapat 200 pengrajin di Desa Nusawungu yang terbagi menjadi 10 kelompok
kecil berdasarkan tengkulak yang menjadi pembeli kepek atau penyuplai bahan
untuk para pengrajin. 1 orang pengrajin dipilih menjadi responden dari tiap
kelompok tersebut. Total 10 pengrajin menjadi responden. Para pengrajin kepek
rotan di Desa Nusawungu cukup seragam dari segi permodalan, pengadaan bahan
baku, dan komoditas yang dihasilkan sehingga diperkirakan cukup homogen.
Penentuan responden eksternal dilakukan dengan purposive sampling, yakni
memilih pihak-pihak luar yang berkaitan dengan industri kepek rotan di Desa
Nusawungu sebagai responden.
Responden internal dipilih dengan pertimbangan bahwa para pengrajin di
Desa Nusawungu memiliki pengetahuan yang baik mengenai proses produksi

9
dikarenakan para pengrajin melakukan kegiatan produksi dan manajemen seperti
mengumpulkan kerajinan dan menyalurkannya ke pasar secara mandiri. Sebagai
pengrajin, mereka juga memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai biaya
yang dikeluarkan setiap bulannya, pengadaan bahan baku, pemasaran, maupun
input-input lainnya. Responden eksternal yang dipilih adalah tengkulak kepek
rotan di Desa Nusawungu. Alasan pemilihan tersebut adalah tengkulak memiliki
hubungan yang intensif dengan lingkungan eksternal industri.
Tabel 2 Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data
Analisis
Nilai
Tambah
Hayami

SWOT

Jenis
data
Primer

Cara
pengumpulan
data

Data

Sumber data

Bahan baku
(kebutuhan, proses
penyediaan, sumber
dan distributor, dan
harga beli)

Wawancara,
kuisioner,
pengamatan
langsung

Pengrajin
kepek rotan

Jumlah tenaga kerja,
waktu kerja,
pendapatan, dan
input tenaga kerja

Wawancara,
kuisioner,
pengamatan
langsung

Pengrajin
kepek rotan

Output (harga jual,
pemasaran)

Wawancara,
kuisioner,
pengamatan
langsung

Pengrajin
kepek rotan

Sekunder Jenis produk

Pengutipan

Katalog dan
catatan
penjualan

Primer

Faktor kekuatan,
kelemahan, peluang,
ancaman

Wawancara
dan
pengamatan
langsung

Pengrajin
kepek rotan
dan tengkulak

Bobot faktor-faktor
strategis internal

Kuisioner

Pengrajin
kepek rotan

Bobor faktor-faktor
strategis eksternal

Kuisioner

Tengkulak
kepek rotan

Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
Hayami dan SWOT. Analisis Hayami digunakan untuk analisis nilai tambah.
Analisis SWOT digunakan untuk menyusun alternatif strategi berdasarkan hasil
identifikasi dan pembobotan faktor-faktor strategis perusahaan. Melalui analisis

10
SWOT ditentukan alternatif strategi yang paling tepat untuk diterapkan oleh
industri.

Analisis Nilai Tambah
Menurut Hayami et al. (1987), langkah-langkah perhitungan nilai tambah dapat
dilakukan sebagaimana tercantum dalam Tabel 3. Perhitungan nilai tambah terdiri
dari tiga bagian utama yaitu: kalkulasi keluaran, masukan, harga; pendapatan,
keuntungan; dan balas jasa untuk pemilik faktor produksi.
Tabel 3 Prosedur perhitungan nilai tambah Hayami
Keluaran (output), Masukan (Input), dan Harga
1 Output/produk total
A
2 Input bahan baku
B
3 Input tenaga kerja
C
4 Faktor konversi
D = A/B
5 Koefisien tenaga kerja
E = C/B
6 Harga output
F
7 Upah rata-rata tenaga kerja
G
Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga input bahan baku
H
9 Sumbangan input lain
I
10 Nilai output
J=D F
11 a. Nilai tambah
K=J–I–H
b. Rasio nilai tambah
L (%) = (K/J)
12 a. Imbalan tenaga kerja
M=E G
b. Bagian tenaga kerja
N (%) = M/K
13 a. Keuntungan
O=K–M
b. Tingkat keuntungan
P (%) = (O/J)

100%
100%
100%

Balas jasa untuk pemilik faktor-faktor produksi
14 Marjin
Q=J–H
a. Pendapatan tenaga kerja
R (%) = M/Q 100%
b. Sumbangan input lain
S (%) = I/L 100%
c. Keuntungan
T (%) = O/Q 100%
Menurut Pertiwi (2013), faktor-faktor yang harus diketahui dalam analisis
nilai tambah Hayami adalah:
a. Nilai output produk dalam satuan kuantitas per satuan waktu
b. Nilai input bahan baku dalam satuan kuantitas per satuan waktu
c. Besarnya input tenaga kerja dalam proses produksi
d. Harga produk output per satuan kuantitas
e. Upah rata-rata tenaga kerja
f. Harga input bahan baku per satuan kuantitas

11
g. Input bahan lainnya dalam proses produksi
Variabel-variabel sebagaimana tersebut di atas diperoleh melalui wawancara, kuisioner, atau pengamatan langsung sesuai Tabel 2.

Analisis Strategi
Dalam analisis SWOT, terlebih dahulu perlu dilakukan penilaian faktorfaktor strategis. Data faktor strategis internal dievaluasi menggunakan matriks
faktor internal (IFE), sedangkan data faktor eksternal dievaluasi dalam matriks
faktor eksternal (EFE). Setelah itu, kedua data dievaluasi menggunakan matriks
Internal-Eksternal (IE).
Matriks IFE dan EFE
Terdapat beberapa tahapan dalam penyusunan matriks IFE dan EFE.
Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
a) Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Industri
Wawancara dan pengamatan dilakukan untuk mengidentifikasi faktorfaktor strategis.
b) Penentuan Bobot Faktor Strategis.
Penentuan bobot dan peringkat untuk matriks IFE menggunakan
kuisioner yang diisi oleh responden internal sebanyak 10 orang
pengrajin dari 200 orang pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu.
Penentuan bobot dan peringkat untuk matriks EFE menggunakan
kuisioner yang diisi oleh responden eksternal yakni 2 orang tengkulak
kepek dari 10 orang tengkulak yang ada di Desa Nusawungu.
Pemberian bobot dengan nilai antara 0.0 (tidak penting) hingga 1.0
(penting mutlak) dengan metode paired comparison strategic position
and action evaluation (Gürbüz 2013). Skala yang digunakan adalah:
• 1 = variabel horizontal kurang penting daripada variabel vertikal
• 2 = variabel horizontal sama penting daripada variabel vertikal
• 3 = variabel horizontal lebih penting daripada variabel vertikal
Pembacaan perbandingan dimulai dari variabel horizontal terhadap
variabel vertikal. Teknis penilaian dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4 Penilaian bobot faktor strategis
Faktor Strategis
1
2
3
1

...

n

Jumlah
Xi

Bobot
Xi
n

Σ Xi

i=1

2
3
...
n
n

Total

Σ Xi

i=1

Sumber: Gürbüz (2013); Dewi (2009).

1.00

12
Bobot variabel diperoleh dengan membagi nilai total variabel ke-i
dengan nilai total keseluruhan variabel dengan rumus sebagai berikut:

αi =

Keterangan:
αi = Bobot variabel ke-i
Xi = Nilai variabel ke-i
i = 1, 2, 3,....., n
n = Jumlah variabel

Xi
n

Σ Xi

i=1

n

Σ Xi = Total nilai keseluruhan variabel

i=1

Bobot masing-masing variabel merupakan indikator tingkat penting
relatif faktor yang menjadi variabel tersebut terhadap kegiatan produksi
perusahaan. jika nilai bobot variabel tinggi, maka tingkat penting relatif
faktor tersebut juga tinggi.
c) Penentuan peringkat
Peringkat ditentukan oleh responden melalui kuisioner. Peringkat diberi
kepada setiap faktor strategis perusahaan, internal maupun eksternal.
Skala rating pada matriks IFE sebagai berikut:
• 1 = jika faktor tersebut merupakan kelemahan besar perusahaan
• 2 = jika faktor tersebut merupakan kelemahan normal perusahaan
• 3 = jika faktor tersebut merupakan kekuatan normal perusahaan
• 4 = jika faktor tersebut merupakan kekuatan besar perusahaan
Skala rating pada matriks EFE sebagai berikut:
• 1 = jika respon perusahaan terhadap faktor tersebut kecil
• 2 = jika respon perusahaan terhadap faktor tersebut normal/rata-rata
• 3 = jika respon perusahaan terhadap faktor tersebut di atas rata-rata
• 4 = jika respon perusahaan terhadap faktor tersebut tinggi
Tabel 5 Contoh pengisian rating
Faktor Strategis
1
2
3
...
n

Rating
1

2


3

4





d) Penentuan skor
Setelah diketahui bobot dan rating, tahap berikutnya adalah menentukan
skor untuk setiap faktor strategis. Total skor pembobotan matriks IFE
berkisar antara 1.0 – 4.0. Kisaran total skor untuk matriks IFE dapat
dibagi ke dalam empat kategori, antara lain:
• 1.00
= tak mampu menutupi kelemahan dengan kekuatan.
• < 2.50 = posisi internal perusahaan lemah
• > 2.50 = posisi internal perusahaan kuat
• 4.00
= kekuatan dimanfaatkan dengan sangat baik

13

Tabel 6 Matriks evaluasi faktor internal (matriks IFE)
Kategori
Faktor Strategis Internal
Bobot
αi
Kekuatan
1
...
n

Rating
ri

Skor
Si = α i × ri

Total

Σ Si

rj

W j = β j × rj

n
i=1

Kelemahan

βj

1
...
m

m

Total

Σ Wj

j=1

n

m

Σ Si + Σ W j

Total Skor

i=1

j=1

n

Σ Si - Σ W j

Selisih Skor

i=1

Keterangan:
αi = Bobot variabel kekuatan ke-i
ri
Si

m

= rating variabel kekuatan ke-i
= skor variabel kekuatan ke-i

βj
rj
Wj

j=1

= Bobot variabel kelemahan ke-j
= rating variabel kelemahan ke-j
= skor variabel kekuatan ke-j

Total skor pembobotan matriks EFE berkisar antara 1,0 s.d. 4,0. Total
skor untuk matriks EFE dapat dibagi ke dalam empat klasifikasi, yaitu:
• 1.00
= perusahaan tak mampu merespons peluang dan ancaman
• > 2.50 = posisi eksternal perusahaan kuat
• < 2.50 = posisi eksternal perusahaan lemah
• 4.00
= respons perusahaan atas peluang dan ancaman sempurna
Tabel 7 Matriks evaluasi faktor eksternal (matriks EFE)
Kategori
Faktor Strategis Eksternal
Bobot
αi
Peluang
1
...
n

Rating
ri

Skor
Oi = α i × ri

Total

Σ Oi

rj

Tj = β j × rj

Total

Σ Tj

n
i=1

Ancaman

1

βj

...
m
m
j=1

n

Total Skor

i=1
n

Selisih Skor

m

Σ Oi + Σ Tj
j=1

m

Σ Oi - Σ Tj

i=1

j=1

14
Keterangan:
αi = Bobot variabel peluang ke-i
ri = rating variabel peluang ke-i
Oi = skor variabel peluang ke-i

β j = Bobot variabel ancaman ke-j
rj = rating variabel ancaman ke-j
Tj = skor variabel ancaman ke-j

Matriks IE
Matriks IE disusun berdasar total skor matriks IFE sebagai sumbu x dan
total skor matriks EFE pada sumbu y. Matriks IE terbagi menjadi 9 sel dengan
masing-masing sumbu dibagi menjadi tiga bagian. Sumbu x dibagi dengan
interval 1.00 – 1.99, 2.00 – 2.99, dan 3.00 – 3.99. Sumbu y juga dibagi dengan
interval yang sama.
TOTAL SKOR IFE
Kuat

TOTAL SKOR EFE

4.00
Tinggi

Rata-rata
3.00
2.00

Lemah
1.00

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

IX

3.00
Menengah
2.00
Rendah
1.00
Gambar 1 Matriks IE
Sumber: David (2010).

Matriks IE dibagi menjadi tiga bagian dengan dampak strategi yang
berbeda-beda. Tiga bagian tersebut yaitu:
a) Bagian 1: Sel I, II, dan IV
Skor IE yang masuk ke dalam sel I, II, atau IV menunjukkan
perusahaan yang tumbuh dan berkembang. Perusahaan dalam kondisi
tersebut mengejar pertumbuhan keuntungan, penjualan, pangsa pasar,
dan lain-lain. Strategi yang dapat diterapkan untuk bagian ini adalah
strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan
pengembangan produk) atau strategi integrasi (ke depan, belakang, atau
horizontal).
b) Bagian 2: Sel III, V, dan VII
Skor IE yang masuk ke dalam sel III, V, atau VII menunjukkan
perusahaan yang berada dalam kondisi pendewasaan. Strategi yang
sebaiknya diterapkan adalah strategi jaga dan pertahanan, menghindari
hilangnya penjualan dan keuntungan. Strategi yang dapat diterapkan

15
untuk perusahaan dengan kondisi tersebut adalah penetrasi pasar atau
pengembangan produk.
c) Bagian 3: Sel VI, VIII, dan IX
Perusahaan dengan skor IE yang terdapat pada sel VI, VIII, atau IX berada dalam kondisi penurunan. Strategi yang sebaiknya diterapkan untuk
perusahaan dengan kondisi tersebut adalah divestasi, melakukan
penghematan, dikarenakan kelangsungan perusahaan terancam dan tak
dapat bersaing.
Matriks SWOT
Setelah mengetahui faktor-faktor yang menjadi peluang maupun ancaman
bagi perusahaan/organisasi, disusunlah matriks SWOT. Melalui matriks SWOT,
dapat dihasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yaitu: strategi SO, strategi
WO, strategi ST, dan strategi WT.
Tabel 8 Matriks SWOT
Inter
nal

KEKUATAN
(strengths)

KELEMAHAN
(weaknesses)

Ekst
ernal
PELUANG
(opportunities)

Strategi SO
Strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang

Strategi WO
Strategi yang dapat
meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang

ANCAMAN
(threats)

Strategi ST
Strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk menghindari
ancaman

Strategi WT
Strategi yang
meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman

Sumber: Suryandani (2006); Pramudiarto (2006).
Tahapan-tahapan dalam menyusun matriks SWOT adalah:
a) Faktor-faktor eksternal dan internal perusahaan yang telah dianalisis
dalam matriks IFE dan EFE ditulis
b) Strategi-strategi yang dapat menggunakan kekuatan untuk meraih
peluang ditulis pada petak strategi SO
c) Strategi-strategi yang mengurangi kelemahan untuk meraih peluang
ditulis pada petak strategi WO
d) Strategi-strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari atau
mengatasi ancaman ditulis pada petak strategi ST
e) Strategi-strategi yang mengurangi kelemahan dan menghindari
ancaman ditulis pada petak strategi WT

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Industri Kepek Rotan di Desa Nusawungu
Industri Kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu telah ada kurang lebih
sejak tahun 1970-an. Pada awal mulanya, kepek rotan dijual hanya kepada para
pemilik atau peternak jago sebagai tas untuk mengangkut ayam jago mereka. Oleh
karena itu, kepek juga disebut sebagai ‘Tas Jago’. Kini, penjualan kepek rotan dari
Desa Nusawungu telah mencapai daerah luar Jawa. Di antara daerah-daerah
penjualan luar Jawa tersebut adalah Lampung, Kalimantan, Madura, dan Bali.
Industri kepek rotan di Desa Nusawungu, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa
Tengah terdiri atas pengrajin-pengrajin tunggal yang memproduksi komoditas
sejenis. Dalam penelitian ini, setiap pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu
dianggap sebagai satu firma/usaha. Hal ini dikarenakan setiap pengrajin membuat
produk kerajinannya sendiri, menjualnya sendiri, serta mengelola keuangannya
sendiri.
Beberapa rumah tangga di Desa Nusawungu memiliki lebih dari satu
pengrajin. Biasanya, rumah tangga yang memiliki lebih dari satu pengrajin terdiri
atas suami dan istri atau kakak-beradik yang bekerja mengrajin kepek rotan.
Namun, setiap pengrajin dalam keluarga tersebut tetap dianggap sebagai satu
perusahaan dikarenakan tidak adanya perbedaan jabatan, pemberian gaji atau upah
kerja dari pengrajin kepada pengrajin lainnya yang terdapat dalam satu keluarga
yang sama.
Sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, jumlah rata-rata kepek rotan
yang dihasilkan oleh seorang pengrajin per bulannya adalah 38 kepek. Jumlah
pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu adalah, kurang lebih, 200 orang.
Terdapat 10 tengkulak kepek yang terdapat di Desa Nusawungu, dan masingmasing menampung hingga kurang lebih 20 pengrajin. Apabila digabungkan,
jumlah kepek rotan yang dapat dihasilkan di Desa Nusawungu setiap bulannya
dapat mencapai 7,600 kepek.
Dengan harga jual rata-rata setiap kepek senilai Rp 38,750.00 sebagaimana
yang tercantum dalam Lampiran 1, setiap bulannya diperkirakan industri kepek
rotan di Desa Nusawungu dapat memperoleh pemasukan mentah hingga mencapai
Rp 294,500,000.00. Nilai tersebut mengkategorikan industri kepek rotan di Desa
Nusawungu ke dalam kategori industri rumah tangga sesuai Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 sebagaimana disebutkan oleh Mayasari (2008).

17

Gambar 2 Kepek rotan

Proses Produksi Kepek Rotan di Desa Nusawungu
Produksi kepek rotan terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama adalah
pengadaan bahan baku, dilakukan dengan membeli dari tengkulak atau pedagang
rotan di Pasar Sumpiuh atau Pasar Nusawungu. Tahap kedua adalah kegiatan
produksi, pengrajin membuat kepek rotan dengan menggunakan alat-alat dan
bahan baku yang telah diperoleh. Tahap ketiga adalah pemasaran produk.
Sumber bahan baku

Pembuatan produk

Tujuan penjualan

Tengkulak

Tengkulak

Pengrajin

Sumber lain

Pasar

Gambar 3 Alur produksi kepek rotan di Desa Nusawungu

18
Pengadaan Bahan Baku
Bahan baku pembuatan kepek rotan dibagi menjadi dua kategori: bahan
baku utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama adalah rotan, bahan baku
lainnya terdiri atas paku untuk gantungan, plastik untuk gagang pegangan, kayu
untuk alat kepek, ikat untuk merapikan tepiannya, dan bambu sebagai rangka.
Beberapa pengrajin menggunakan bahan tambahan lainnya seperti cat dan fiber
untuk membentuk hiasan di kepek mereka.
Pengrajin memperoleh bahan baku melalui dua jalur. Jalur pertama adalah
membeli dari tengkulak, yang mendatangkan bahan baku dari daerah lain atau
penjual lain seperti Cirebon. Jalur kedua adalah dengan mencari secara mandiri,
bisa membeli di pasar maupun penyuplai lainnya yang telah berhubungan dengan
pengrajin.
Tabel 9 Rata-rata harga bahan baku
No
Bahan baku
1
Rotan
2
Bahan lain
Total

Harga (Rp/kg)
40,625
13,269
53,894

Bahan-bahan baku lain seperti paku, gagang, maupun kayu dibeli pengrajin
dengan cara borongan atau paket per bulan. Sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 1, banyaknya bahan yang dibeli pengrajin setiap bulan bisa berbedabeda, tergantung dari target produksi kepek. Masing-masing bahan baku, baik
rotan dan bahan lainnya, memiliki berat yang berbeda dalam menyusun satu
kepek rotan. Secara rata-rata, kebutuhan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Kebutuhan bahan baku per kepek rotan
No Bahan baku
Berat (kg)
1
Rotan
0.29
2
Bahan lain
0.51
Total
0.80
Penanganan dan Pemotongan Bahan Baku
Bahan baku rotan dibersihkan dari duri maupun kulitnya dengan disisir
menggunakan pisau/golok. Kemudian, rotan dipotong-potong memanjang dengan
lebar kurang lebih 0.30 cm untuk disiapkan sebagai bahan pembentuk anyaman
utama. Bahan lain yang perlu untuk ditangani adalah bambu, yaitu dengan
dipotong-potong terlebih dengan lebar maksimal 1,50 cm. Bambu akan menjadi
rangka dalam menganyam kepek.
Selain rotan dan bambu, alas kepek yang terbuat dari kayu juga disiapkan.
Kayu dipotong-potong membentuk 4 buah balok: dua balok sebagai sisi lebar dan
dua balok sebagai sisi panjang untuk alas kepek. Setelah dipotong, kayu
dibersihkan dari serat-seratnya yang mencuat dengan amplas dan diberi coating
berupa cat.
Penjemuran
Sebelum bahan baku rotan dan bambu mulai dianyam, dijemur terlebih
dahulu hingga kering. Pengeringan dengan cara dijemur ini tidak dilakukan terlalu

19
lama dikarenakan apabila terlalu lama akan membuat rotan dan bambu terlalu
kering sehingga permukaannya pecah-pecah dan sulit untuk ditekuk.

Gambar 4 Rotan yang telah dipotong-potong
Penganyaman
Dengan bambu sebagai rangka, rotan dianyam hingga membentuk lembaran
besar terbuka. Setelah mencapai ukuran yang dapat menutupi alas, alas kayu
dipasang di bagian bawah anyaman dengan paku. Anyaman dilanjutkan dengan
melingkupi cetakan kepek. Rangka bambu dilengkungkan sehingga membentuk
tiang-tiang yang mencuat dari alas di bawah cetakan.
Perapihan Pinggiran
Apabila sudah terbentuk kepek, tahap selanjutnya adalah merapikan bibir
kepek rotan tersebut. Perapihan dilakukan dengan pemotongan menggunakan
pisau dan gunting, dengan tujuan membersihkan bibir kepek dari serabut-serabut
yang mencuat. Sebagai tambahan adalah menyulam bibir dengan serabut atau
plastik sehingga tampak lebih rapi dan meningkatkan estetika.
Pemasangan Kait dan Gagang
Kepek yang sudah terbentuk dipasangi kait di bibirnya agar kepek dapat
ditutup. Kait berjumlah dua pasang, sepasang di bagian depan dan sepasang di
bagian belakang dengan jarak relatif 20 cm. Kait terbuat dari logam.
Gagang dipasang pada kepek agar kepek dapat dibawa dengan dijinjing.
Gagang berjumlah sepasang, satu di bibir kiri dan satu di bibir kanan. Gagang
terbuat dari plastik.
Finishing
Proses finishing dilakukan atas beberapa tahap. Tahap pertama adalah
pereraban, yakni membersihkan permukaan kepek dari serabut-serabut rotan atau
bambu yang masih menempel. Pembersihan dilakukan dengan bantuan lilin atau
kompor gas, yakni membakar serabut-serabut yang masih menggantung sehingga

20
terputus dengan sendirinya. Metode pembersihan ini tidak menyisakan untaian
sisa maupun bekas potongan. Tahap kedua adalah pemberian pelapis, coating,
atau cat pada kepek.

Gambar 5 Perapihan pinggiran kepek

Gambar 6 Kepek rotan setelah finishing
Pemasaran
Kepek rotan yang telah jadi dijual oleh pengrajin kepada tengkulak kepek
rotan yang terdapat di Desa Nusawungu. Terdapat 10 orang tengkulak di Desa
Nusawungu. Setiap tengkulak menampung kepek dari 20 pengrajin. Pengrajin
hanya menjual kepeknya langsung ke pasar tanpa melalui tengkulak hanya apabila
tengkulak sedang tidak mampu membeli atau sedang tidak ada di desa. Tengkulak
menyalurkan kepek rotan ke Pasar Sumpiuh, Kabupaten Cilacap.

21
Analisis Nilai Tambah Hayami
Sampel untuk responden analisis nilai tambah Hayami adalah 10 orang dari
200 pengrajin. Responden mengisi kuisioner yang menjadi dasar penyusunan
tabel nilai tambah Hayami.
Tabel 11 Nilai tambah produk kepek rotan
No. Variabel
1
Output kepek (kg kepek rotan/bulan)
2
Input rotan (kg/bulan)
3
Input tenaga kerja (TK)
4
Faktor konversi (Output kepek ÷ Input rotan)
5
Koefisien tenaga kerja (Input TK ÷ input rotan)
6
Harga produk kepek rotan (Rp/kg)
7
Upah rata-rata TK (Rp/HK)
Pendapatan dan Keuntungan
8
Harga input rotan (Rp/kg)
9
Harga input bahan-bahan lain (Rp/kg)
10 Nilai produk (Rp/kg)
11 Nilai tambah (Rp/kg)
Rasio nilai tambah (Nilai produk ÷ nilai tambah × 100%)
12 Pendapatan TK (Rp)
Bagian TK (%)
13 Keuntungan (Nilai tambah – pendapatan TK)
14 Laba (Nilai produk – harga input rotan)
a. Pendapatan TK (Pendapatan TK ÷ Laba × 100%)
b. Sumbangan bahan-bahan lain (Harga input bahanbahan lain ÷ Laba × 100%)
c. Keuntungan usaha (Keuntungan ÷ Laba × 100%)

Rata-rata
28.40
7.30
0.00
3.89
0.00
48,250.00
0.00
42,900.00
11,924.00
187,500.00
132,676.00
70.55 %
0.00
0.00
132,676.00
144,600.00
0.00
8.39 %
91.61 %

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah input tenaga kerja, faktor konversi, nilai tambah, dan keuntungan yang diperoleh pengrajin. Input tenaga kerja
bernilai 0 (nol) karena setiap pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu membuat
kepek rotan dengan tenaga sendiri tanpa mempekerjakan orang lain. Faktor
konversi bernilai > 1 mengindikasikan bahwa produk kepek rotan tidak hanya
terkomposisi atas rotan saja, tetapi juga tersusun atas bahan-bahan non-rotan, atau
bahan-bahan lain. Bahan-bahan lain tersebut adalah paku, logam kait, gagang
plastik, rangka bambu, dan alas kayu.
Nilai kepek rotan per kilogramnya adalah Rp 187,500.00. Nilai diperoleh
melalui perkalian antara harga rata-rata produk dengan faktor konversi. Arti dari
nilai tersebut adalah nilai rotan mentah yang awalnya sebesar Rp 42,900.00
bertambah menjadi Rp 187,500.00 setelah rotan mentah diolah menjadi kepek.
Nilai tambah yang didapat dari pengolahan tersebut, sebagaimana tercantum
dalam Tabel 6, adalah Rp 132,676.00 per kilogramnya. Dari laba antara nilai
produk jadi dengan harga bahan baku rotan, diperoleh nilai untuk faktor-faktor
produksi. Faktor produksi terdiri atas bahan baku utama/rotan dan bahan-bahan

22
lain. Sumbangan bahan-bahan lain dalam margin bernilai 8.39% sedangkan
sumbangan bahan baku utama sebesar 91.61%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
rotan me