ANALISIS KINERJA, NILAI TAMBAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KECIL KELANTING (Studi Kasus di Desa Gantiwarno Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KINERJA, NILAI TAMBAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KECIL KELANTING

(Studi Kasus di Desa Gantiwarno Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur)

Oleh

Dina Iryanti 1, Irfan Affandi 2, Adia Nugraha 2

Penelitian ini bertujuan untuk : Menganalisis kinerja, nilai tambah, dan strategi agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja yaitu di Desa Gantiwarno Kecamatan

Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan sampel dilakukan secara sensus. Responden terdiri dari 14 pelaku agroindustri kelanting. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2010. Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis (1) kinerja adalah pendapatan, produktivitas dan kapasitas (2) nilai tambah menggunakan metode Hayami dan (3) strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kinerja produksi agroindustri kelanting secara keseluruhan sudah baik, karena nilai R/C rasio atas biaya total yang didapat ≥1 (yaitu 1,42), produktivitas ≥7,2 kg/HOK (yaitu 11,49 kg/HOK) dan kapasitas ≥0,5 atau 50% (yaitu 0,91 atau 91%). (2) Usaha agroindustri kelanting di Desa Gantiwarno Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur memiliki nilai tambah yang tinggi yaitu sebesar Rp. 1.061,44 per kilogram ubi kayu atau sebesar 41,74 persen. (3) Agroindustri kelanting berada pada kuadran I. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah a)

mempertahankan kualitas produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, b) mempertahankan kualitas produk untuk melakukan kerjasama dengan pihak luar, c) menghasilkan produk yang berkualitas untuk meningkatkan preferensi penduduk akan makanan tradisional, d) memanfaatkan kerjasama denga pihak luar untuk memperluas jaringan pasar,dan e) menggunakan teknologi yang tepat guna untuk

mengatasi keterbatasan pekerja.

Kata kunci: kinerja, nilai tambah, strategi pengembangan, kelanting 1. Sarjana Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung


(2)

ABSTRACT

ANALYZE OF PERFORMANCE, VALUE ADDED AND DEVELOPMENT STRATEGY OF SMALL AGROINDUSTRY

OF TRADITIONAL FOOD (KELANTING) (Case Study In Gantiwarno Village, Pekalongan District

Of East Lampung Regency) By

Dina Iryanti 1, Irfan Affandi 2, Adia Nugraha 2

This study aimed to analyze performance, value added and development strategy of small agro-industry of traditional food (kelanting) in Pekalongan District of East Lampung Regency.

The location was chosen purposively in Gantiwarno Village Pekalongan District of East Lampung Regency. Sampling done by census. Respondents consist of 14 home

agroindustry of traditional food (kelanting). Data collection conducted in June until August 2010. Analysis data method for (1) peformance used income, productivity and capacity method (2) value added used Hayami methods (3)development strategy used SWOT analysis.

The results showed that: (1) The performance of agro-industry of traditional food (kelanting) production was good, because the R / C ratio ≥ 1 (i.e. 1.42), the productivity

≥7,2 kg/HOK (i.e.11.49 kg / HOK) and the capacity ≥ 0.5 or 50% (i.e. 0.91 or 91%) (2) Traditional food (kelanting) agro-industry in Gantiwarno Village Pekalongan District of East Lampung Regency has high value added with value was Rp. 1061.44 per kilogram of cassava or 41.74 percent. (3) Agro-industry kelanting is in quadrant I, so the strategy of quadrant are a) maintaining the product quality to meet the increasing needs of society, b) maintaining the product quality to conduct cooperation with outsiders, c) producing a good quality product for consumers preferences, d) cooperating with external parties to expand the market network, and e) using appropriate technology in order to overcome the labor problems


(3)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kinerja produksi agroindustri kelanting secara keseluruhan sudah baik, di

mana antara output yang dihasilkan, pendapatan dan produktivitas berkorelasi positif. Semakin tinggi output yang dihasilkan maka semakin tinggi pula pendapatan dan produktivitasnya. Nilai rata-rata R/C rasio atas biaya total yang didapat yaitu sebesar 1,42, produktivitas sebesar 11,49 kg/HOK dan kapasitas sebesar 0,91 atau 91 persen.

2. Usaha agroindustri kelanting di Desa Gantiwarno Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur adalah usaha yang menguntungkan. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ubi kayu menjadi kelanting pada agroindustri ini sebesar Rp. 1.061,44 per kilogram bahan baku ubi kayu atau sebesar 41,74 persen.

3. Agroindustri kelanting berada pada kuadran I (Growth). Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah a) mempertahankan kualitas produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, b) mempertahankan kualitas produk untuk melakukan kerjasama dengan pihak luar, c) menghasilkan produk yang berkualitas untuk meningkatkan preferensi penduduk akan


(4)

memperluas jaringan pasar,dan e) menggunakan teknologi yang tepat guna untuk mengatasi keterbatasan pekerja.

B. Saran

1. Para pelaku agroindustri sebaiknya meningkatkan frekuensi produksi, agar dapat meningkatkan pendapatan dari agroindustri kelanting karena dapat

mempengaruhi kinerja dari agroindustri.

2. Pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur diharapkan dapat membina kelompok tani yang ada di sekitar desa maupun di Desa Gantiwarno agar kelompok tani berfungsi menjadi penyediaan bahan baku ubi kayu/supplier, sehingga para pelaku agroindustri tidak lagi membeli ubi kayu melalui agen, dengan begitu harga ubi kayu yang diterima oleh pelaku agroindustri tidak terlalu tinggi dan pendapatan petani pun meningkat.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian secara periodik antara penerimaan dan biaya agroindustri kelanting untuk mengetahui perkembangan R/C ratio agroindustri kelanting.


(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian seperti menyediakan bahan baku industri, menyediakan lapangan kerja, menjadi sumber pendapatan sekaligus sumber devisa negara.

Pembangunan pertanian di Indonesia pada saat ini diarahkan pada (1) terwujudnya sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal, (2) meningkatkan dan memantapkan swasembada berkelanjutan, (3)

menumbuhkembangkan ketahanan pangan dan gizi termasuk diversifikasi pangan, (4) meningkatnya nilai tambah, daya saing dan ekspor produk pertanian, serta (5) meningkatnya kesejahteraan dan pendapatan petani. Upaya peningkatan usaha pertanian dilakukan secara terpadu, dinamis dan berbasis agroekosistem menuju terwujudnya agroindustri dan agribisnis yang tangguh. Target utama pembangunan pertanian adalah (1) peningkatan produksi dan swasembada berkelanjutan, (2) diversifikasi pangan, (3) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, serta (4) kesejahteraan petani (Kementerian Pertanian, 2010).

Salah satu strategi pembangunan yang harus dimiliki Indonesia adalah kebijaksanaan pembangunan yang menjaga keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri dalam bentuk agroindustri. Upaya untuk meningkatkan pendapatan dan


(6)

kesejahteraan petani, pemanfaatan komoditas lokal seperti produk ubi kayu sangat penting. Pengembangan agroindustri sangat tepat karena mempunyai keterkaitan kebelakang (backward linkage) dan kedepan (forward linkage) yang panjang. Pentingnya agroindustri dalam pembangunan dan perekonomian nasional telah diyakini oleh semua pihak. Agroindustri mampu meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, mampu menyerap banyak tenaga kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa melalui peningkatan ekspor dan mampu memunculkan industri baru.

Berdasarkan keunggulan agroindustri inilah maka agroindustri dapat dipakai sebagai salah satu pendekatan pembangunan bagi suatu negara yang berbasis agraris

(Soekartawi, 2000).

Strategi pengembangan agroindustri yang akan dilakukan harus disesuaikan dengan karakteristik dan permasalahan agroindustri yang bersangkutan. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri adalah: (a) sifat produk pertanian yang mudah rusak dan bulky sehingga diperlukan teknologi

pengemasan dan transportasi yang mampu mengatasi masalah tersebut; (b) sebagian besar produk pertanian bersifat musiman dan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim sehingga aspek kontinuitas produksi agroindustri menjadi tidak terjamin; (c) kualitas produk pertanian dan agroindustri yang dihasilkan pada umumnya masih rendah sehingga mengalami kesulitan dalam persaingan pasar baik didalam negeri maupun di pasar internasional; dan (d) sebagian besar industri berskala kecil dengan


(7)

Menurut Affandi (2010) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 dan Tahun 2010-2014 di sektor industri manufaktur, pemerintah memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas tersebut bertujuan untuk meningkatkan perekonomian wilayah, khususnya di luar Jawa. Rencana tersebut sangat beralasan karena agroindustri merupakan subsektor dalam industri yang selama ini memberikan kontribusi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja dan ekspor non migas. Pengembangan agroindustri pada dasarnya meningkatkan nilai tambah sektor pertanian.

Pada Tahun 2003 sumbangan sektor agroindustri terhadap PDB ekonomi mencapai Rp 51,5 trilyun. Kelompok industri berbasis hasil pertanian (skala menengah besar) berjumlah 2190 unit usaha dengan nilai investasi sebesar Rp 27 trilyun. Nilai produksi mencapai Rp 39,1 trilyun dan total ekspor mencapai US$ 3 milyar, sedangkan untuk skala kecil menengah berjumlah lebih dari 545000 unit usaha dengan nilai produksi mencapai Rp 12,5 trilyun dan nilai investasi sebesar Rp 2,97 trilyun, serta total ekspor sebesar US$ 112,5 juta (Affandi, 2010).

Salah satu komoditas pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan baku agroindustri adalah komoditas tanaman pangan, contohnya ubi kayu. Ubi kayu (Manihot esculenta) atau singkong merupakan bahan pangan potensial masa depan dalam tatanan pengembangan agribisnis dan agroindustri. Ubi kayu berperan cukup besar dalam mencukupi bahan pangan nasional, bahan pakan (ransum) ternak, serta bahan baku berbagai industri baik industri besar maupun kecil.


(8)

Propinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi ubi kayu di Indonesia. Adanya faktor pendorong seperti potensi pengembangan produk berbahan baku ubi kayu, pasar ubi kayu, serta meningkatnya kebutuhan penduduk dan industri akan bahan baku ubi kayu menjadi alasan pengembangan agribisnis ubi kayu di Propinsi Lampung sangat diperlukan. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman ubi kayu di Propinsi Lampung menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman ubi kayu Propinsi Lampung menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008

No. Kota/Kabupaten Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Bandar Lampung Metro 531 1.869 6.402 39.188 115.333 49.454 14.518 88.451 2.813 202 208 9.946 35.360 126.973 932.307 2.766.611 1.209.858 324.188 2.253.182 55.485 3.986 3.987 18,73 18,92 19,83 23,79 23,99 24,46 22,33 25,47 19,72 19,73 19,17

Propinsi Lampung 318.969 7.721.882 24,21

Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2009

Tahun 2008 produktivitas ubi kayu Propinsi Lampung sebesar 24,21 ton/Ha yang tersebar di 11 Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung (Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2009). Berdasarkan produksi dan produktivitas Kabupaten Lampung Timur menempati urutan keempat setelah Kabupaten Tulang Bawang, Lampung Utara, dan Lampung Tengah dengan produksi dan produktivitas sebesar


(9)

932.307 ton dan 23,79 ton/Ha, meskipun demikian Kabupaten Lampung Timur berpotensi untuk dikembangkannya agroindustri berbahan baku ubi kayu, seperti tepung tapioka, kelanting, keripik singkong, gaplek, dan lain-lain.

Produksi dan produktivitas ubi kayu di Kabupaten Lampung Timur masih dapat ditingkatkan. Kenaikan harga ubi kayu yang terjadi disejumlah Kecamatan di Kabupaten Lampung Timur merupakan faktor pendorong petani menjadi bersemangat menanam ubi kayu, karena tingginya harga komoditas itu di daerah setempat. Harga ubi kayu melonjak naik dari Rp. 575/kg menjadi Rp. 650/kg. Keadaan yang demikian membuat petani ubi kayu mendapatkan untung yang lebih banyak (Lampung post, 2010).

Sebagai salah satu daerah sentra ubi kayu di Propinsi Lampung maka Kabupaten Lampung Timur berpotensi untuk dikembangkannya agroindustri. Saat ini industri kecil di Kabupaten Lampung Timur sudah cukup banyak berkembang, akan tetapi untuk industri menengah jumlahnya masih sedikit. Industri kecil dan menengah (IKM) cabang industri pangan di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Industri kecil dan menengah (IKM) cabang industri pangan di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2009

No Jenis industry Jumlah unit usaha

Menengah Kecil

1 2 3 4 5 6 7 8 Tapioka

Pengolahan onggok tapioka Kerupuk singkong Opak singkong Mie singkong Kelanting Keripik singkong Kerupuk kemplang 10 1 0 0 0 0 0 0 12 1 265 24 16 47 56 7


(10)

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Timur, 2010

Industri kecil dan menengah (IKM) berbahan baku ubi kayu yang ada di Kabupaten Lampung Timur berjumlah 432 unit usaha. Hal ini berarti kebutuhan akan ubi kayu sebagai bahan baku industri cukup tinggi. Unit-unit usaha tersebut merupakan agroindustri berbahan baku ubi kayu yang mengolah produk menjadi bernilai


(11)

tambah lebih tinggi dan sangat beragam. Salah satu agroindustri yang berbahan baku ubi kayu adalah kelanting.

Kelanting merupakan salah satu agroindustri unggulan yang ada di Kabupaten Lampung Timur. Daerah sentra agroindustri kelanting berada di Kecamatan

Pekalongan. Kecamatan Pekalongan memiliki 19 pengrajin kelanting yang tersebar di dua desa yaitu Desa Gantiwarno sebanyak 14 pengrajin dan Pekalongan sebanyak 5 pengrajin (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Timur, 2010).

Agroindustri pangan skala UKM berperan dalam peningkatan pendapatan rumah tangga petani dan pedesaan. Pendapatan petani terkait dengan keberlanjutan perannya sebagi pemasok bahan baku agroindustri. Peningkatan pendapatan pengusaha agroindustri skala UKM terkait dengan keberlanjutan produksi dan jaringan pemasaran. Peningkatan pendapatan baik individu maupun terkait kelompok usaha tersebut akan mengurangi kemiskinan. Dengan demikian

pengembangan agroindustri pangan skala UKM mendukung konsep pemerataan dan pertumbuhan ekonomi.

Dewasa ini, pengukuran kinerja menjadi hal yang sangat penting bagi manajemen untuk melakukan evaluasi terhadap performa agroindustri dan perencanaan tujuan di masa mendatang. Berbagai informasi dihimpun agar pekerjaan yang dilakukan dapat dikendalikan dan dipertanggungjawabkan. Hal ini dilakukan untuk mencapai


(12)

Penilaian kinerja agroindustri dapat dilihat secara teknis dan non-teknis. Secara teknis kinerja dapat dilihat dari produktivitas, kapasitas dan kualitasnya, sedangkan secara non-teknis dilihat berdasarkan informasi keuangan atau pendapatannya. Berdasarkan dua informasi tersebut maka dapat ditentukan bagaimana kinerja dari agroindustri tersebut.

Pengembangan agroindustri kelanting di Desa Gantiwarno Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah komoditas ubi kayu. Apabila ubi kayu langsung dijual tanpa adanya proses pengolahan maka harganya tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan ubi kayu dalam bentuk olahan kelanting, meskipun agroindustri kelanting termasuk dalam industri kecil, tetapi agroindustri kelanting juga membutuhkan modal atau investasi yang cukup besar. Agar agroindustri kecil mampu berkembang dan bertahan untuk ke depannya, maka perlu dilakukan penelitian tentang kinerja, nilai tambah dan strategi pengembangan agroindustri kelanting di Desa Gantiwarno Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat ditentukan beberapa masalah:

1. Bagaimana kinerja produksi agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur?

2. Bagaimana nilai tambah agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur?


(13)

3. Bagaimana strategi pengembangan agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini memiliki tujuan antara lain:

1. Menganalisis kinerja produksi agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

2. Mengetahui nilai tambah agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

3. Menganalisis strategi pengembangan agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai:

1. Pertimbangan bagi pelaku agroindustri dalam menjalankan kegiatan usahanya. 2. Pertimbangan bagi instansi terkait dalam penentuan kebijakan dan pengambilan

keputusan.


(1)

Propinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi ubi kayu di Indonesia. Adanya faktor pendorong seperti potensi pengembangan produk berbahan baku ubi kayu, pasar ubi kayu, serta meningkatnya kebutuhan penduduk dan industri akan bahan baku ubi kayu menjadi alasan pengembangan agribisnis ubi kayu di Propinsi Lampung sangat diperlukan. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman ubi kayu di Propinsi Lampung menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman ubi kayu Propinsi Lampung menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008

No. Kota/Kabupaten Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Bandar Lampung Metro 531 1.869 6.402 39.188 115.333 49.454 14.518 88.451 2.813 202 208 9.946 35.360 126.973 932.307 2.766.611 1.209.858 324.188 2.253.182 55.485 3.986 3.987 18,73 18,92 19,83 23,79 23,99 24,46 22,33 25,47 19,72 19,73 19,17 Propinsi Lampung 318.969 7.721.882 24,21 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2009

Tahun 2008 produktivitas ubi kayu Propinsi Lampung sebesar 24,21 ton/Ha yang tersebar di 11 Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung (Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2009). Berdasarkan produksi dan produktivitas Kabupaten Lampung Timur menempati urutan keempat setelah Kabupaten Tulang Bawang, Lampung Utara, dan Lampung Tengah dengan produksi dan produktivitas sebesar


(2)

932.307 ton dan 23,79 ton/Ha, meskipun demikian Kabupaten Lampung Timur berpotensi untuk dikembangkannya agroindustri berbahan baku ubi kayu, seperti tepung tapioka, kelanting, keripik singkong, gaplek, dan lain-lain.

Produksi dan produktivitas ubi kayu di Kabupaten Lampung Timur masih dapat ditingkatkan. Kenaikan harga ubi kayu yang terjadi disejumlah Kecamatan di Kabupaten Lampung Timur merupakan faktor pendorong petani menjadi bersemangat menanam ubi kayu, karena tingginya harga komoditas itu di daerah setempat. Harga ubi kayu melonjak naik dari Rp. 575/kg menjadi Rp. 650/kg. Keadaan yang demikian membuat petani ubi kayu mendapatkan untung yang lebih banyak (Lampung post, 2010).

Sebagai salah satu daerah sentra ubi kayu di Propinsi Lampung maka Kabupaten Lampung Timur berpotensi untuk dikembangkannya agroindustri. Saat ini industri kecil di Kabupaten Lampung Timur sudah cukup banyak berkembang, akan tetapi untuk industri menengah jumlahnya masih sedikit. Industri kecil dan menengah (IKM) cabang industri pangan di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Industri kecil dan menengah (IKM) cabang industri pangan di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2009

No Jenis industry Jumlah unit usaha Menengah Kecil 1 2 3 4 5 6 7 8 Tapioka

Pengolahan onggok tapioka Kerupuk singkong Opak singkong Mie singkong Kelanting Keripik singkong Kerupuk kemplang 10 1 0 0 0 0 0 0 12 1 265 24 16 47 56 7


(3)

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Timur, 2010

Industri kecil dan menengah (IKM) berbahan baku ubi kayu yang ada di Kabupaten Lampung Timur berjumlah 432 unit usaha. Hal ini berarti kebutuhan akan ubi kayu sebagai bahan baku industri cukup tinggi. Unit-unit usaha tersebut merupakan agroindustri berbahan baku ubi kayu yang mengolah produk menjadi bernilai


(4)

tambah lebih tinggi dan sangat beragam. Salah satu agroindustri yang berbahan baku ubi kayu adalah kelanting.

Kelanting merupakan salah satu agroindustri unggulan yang ada di Kabupaten Lampung Timur. Daerah sentra agroindustri kelanting berada di Kecamatan

Pekalongan. Kecamatan Pekalongan memiliki 19 pengrajin kelanting yang tersebar di dua desa yaitu Desa Gantiwarno sebanyak 14 pengrajin dan Pekalongan sebanyak 5 pengrajin (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Timur, 2010).

Agroindustri pangan skala UKM berperan dalam peningkatan pendapatan rumah tangga petani dan pedesaan. Pendapatan petani terkait dengan keberlanjutan perannya sebagi pemasok bahan baku agroindustri. Peningkatan pendapatan pengusaha agroindustri skala UKM terkait dengan keberlanjutan produksi dan jaringan pemasaran. Peningkatan pendapatan baik individu maupun terkait kelompok usaha tersebut akan mengurangi kemiskinan. Dengan demikian

pengembangan agroindustri pangan skala UKM mendukung konsep pemerataan dan pertumbuhan ekonomi.

Dewasa ini, pengukuran kinerja menjadi hal yang sangat penting bagi manajemen untuk melakukan evaluasi terhadap performa agroindustri dan perencanaan tujuan di masa mendatang. Berbagai informasi dihimpun agar pekerjaan yang dilakukan dapat dikendalikan dan dipertanggungjawabkan. Hal ini dilakukan untuk mencapai


(5)

Penilaian kinerja agroindustri dapat dilihat secara teknis dan non-teknis. Secara teknis kinerja dapat dilihat dari produktivitas, kapasitas dan kualitasnya, sedangkan secara non-teknis dilihat berdasarkan informasi keuangan atau pendapatannya. Berdasarkan dua informasi tersebut maka dapat ditentukan bagaimana kinerja dari agroindustri tersebut.

Pengembangan agroindustri kelanting di Desa Gantiwarno Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah komoditas ubi kayu. Apabila ubi kayu langsung dijual tanpa adanya proses pengolahan maka harganya tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan ubi kayu dalam bentuk olahan kelanting, meskipun agroindustri kelanting termasuk dalam industri kecil, tetapi agroindustri kelanting juga membutuhkan modal atau investasi yang cukup besar. Agar agroindustri kecil mampu berkembang dan bertahan untuk ke depannya, maka perlu dilakukan penelitian tentang kinerja, nilai tambah dan strategi pengembangan agroindustri kelanting di Desa Gantiwarno Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat ditentukan beberapa masalah:

1. Bagaimana kinerja produksi agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur?

2. Bagaimana nilai tambah agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur?


(6)

3. Bagaimana strategi pengembangan agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini memiliki tujuan antara lain:

1. Menganalisis kinerja produksi agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

2. Mengetahui nilai tambah agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

3. Menganalisis strategi pengembangan agroindustri kecil kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai:

1. Pertimbangan bagi pelaku agroindustri dalam menjalankan kegiatan usahanya. 2. Pertimbangan bagi instansi terkait dalam penentuan kebijakan dan pengambilan

keputusan.


Dokumen yang terkait

Analisis Dan Strategi Pengembangan Nilai Tambah Produk Perikanan (Studi Kasus: Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai)

14 224 80

Analisis Nilai Tambah Dan Pemasaran Kopra (Studi Kasus : Desa Silo Baru Kecamatan Silau Laut Kabupaten Asahan)

44 257 126

Strategi Pengembangan Agroindustri Salak (Kasus : Desa Parsalakan, Kec. Angkola Barat, Kab.Tapanuli Selatan)

24 187 80

Prospek Pengembangan Jagung Di Kabupaten Tapanuli Utara (Studi kasus penelitian ini di Desa Bakal Batu 1, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli utara, Propinsi Sumatera Utara)

0 28 97

Prospek Pengembangan Usaha Sarang Burung Walet (Collocalia Fuciphagus) (Studi Kasus: Desa Bakaran Batu, Kecamatan Lubuk Pakam)

58 247 114

ANALISIS NILAI TAMBAH, KELAYAKAN FINANSIAL, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI BUBUK ORGANIK DI DESA GUNUNG TERANG KECAMATAN WAY TENONG KABUPATEN LAMPUNG BARAT ( Studi Kasus Pada Perusahaan Waroeng Organik)

3 21 134

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN LIMBAH PADAT UBI KAYU (ONGGOK) DI KECAMATAN PEKALONGAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

12 61 73

KINERJA PRODUKSI, NILAI TAMBAH, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI EMPING MELINJO DI KOTA BANDAR LAMPUNG

9 48 117

ANALISIS USAHA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KELANTING (Studi Kasus di Desa Gantimulyo Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur)

18 125 55

Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Kepek Rotan: Studi Kasus di Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap

1 11 48