Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan Di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN
PERKEBUNAN DI KABUPATEN TANGGAMUS
PROPINSI LAMPUNG

NURLELI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Komoditas Unggulan
Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung adalah karya saya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008


NURLELI
NRP A353060304

ABSTRACT
NURLELI. Primary Estate Crops Commodities Development in Tanggamus
Regency. Lampung Province. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and
SETIA HADI.
Tanggamus regency has a high potential of plantation, but it has not been
used optimally because of the lack of data and information. Due to this condition,
identification about the potential natural resources is needed, in order to develop
the variety of the primary comodities especially sustainable plantation
development
The objectives of this research were : (1) to identify land potential in
Tanggamus Regency using land suitability evaluation; (2) to built Regionalization
of estate crops commodites; (3) to observe the prospect of estate crops
commodites; and (4) to formulate the direction of estate crops commodities
development.
Primary data was gathered from interview and quisioner with the farmers
and other respondents, while secondary data consists of plant area and production

in Tanggamus Regency and thematic maps. The data analyzed by Land
Sutability Analysis based on Framework for Land Evaluation (FAO 1976) using
ALES software and GIS approach, Locational Quotient (LQ), financial analysis
and Focus Group Disscusion (FGD).
The identification of physical resources indicated that Kabupaten
Tanggamus consist of Inceptisol, Entisol dan Ultisol. This soils generally have
high fertility and potential for the growth of the estate crops commodities. Based
on land suitability evaluation Kabupaten Tanggamus is suitable (S2) for the
growth of palm oil and pepper, marginally suitable (S3) for the growth of coffee,
cacao, coconut and rubber. The LQ analysis approach using wide of harvesting
area series data for five years period (2001-2005) indicates that coffee, cacao,
pepper and coconut are basic comodities in Tanggamus Regency (LQ >1). This
means that the commodities have comparative primary. Financial analysis showed
that BC ratio and NPV for estate crops commodities are positif which means the
farm are financially feasible but the IRR of palm to produce mature kernel, tapped
palm and palm oil are under the discount rate. There is farm on marjinal suitability
(S3) land because the constraints still economically to hold. Problems
identificaton by Focus Group Discussion (FGD) find that the cause of low farmers
revenue were: (1) low production and productivity, (2) low quality, (3) high cost
transportation and (4) high price fluctuation. The direction of primary

commodities based on these regional potensial and the strategy to reach it through
human resource development, increasing yield productivity, infrastructure
development and increasing the quality of processing and marketing.
Key words : Superior Comodities, Regionalization, Plantation, Tanggamus

RINGKASAN
NURLELI. Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten
Tanggamus Propinsi Lampung. Dibimbing oleh : KUKUH MURTILAKSONO
dan SETIA HADI.
Kabupaten Tanggamus memiliki potensi perkebunan yang cukup besar.
Luas areal perkebunan mencapai 30% dari luas wilayah dan merupakan mata
pencaharian dominan penduduk. Saat ini sub sektor perkebunan di Kabupaten
Tanggamus belum dimanfaatkan secara optimal karena belum tersedianya data
dan informasi mengenai potensi sumber daya alam.
Berkaitan dengan pengembangan potensi wilayah khususnya sub sektor
perkebunan, keragaman sifat lahan akan sangat menetukan jenis komoditas yang
dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Untuk dapat mengembangkan
jenis-jenis komoditas unggulan perkebunan yang sesuai dengan potensi yang ada
diperlukan identifikasi potensi sumber daya alam sehingga akan membantu upaya
peningkatan produksi komoditas pertanian khususnya sub sektor perkebunan yang

berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi potensi lahan di
Kabupaten Tanggamus melalui evaluasi kesesuaian lahan, (2) membangun
pewilayahan komoditas perkebunan unggulan, (3) mengamati
prospek
pengembangan komoditas yang menjadi unggulan, dan (4) merumuskan arahan
pengembangan komoditas perkebunan di Kabupaten Tanggamus.
Metode untuk mengetahui potensi sumberdaya lahan di Kabupaten
Tanggamus adalah evaluasi kesesuaian lahan dengan bantuan software ArcView
Ver 3.2 dan ALES yang menghasilkan peta kelas kesesuaian untuk komoditas
unggulan. Metode untuk mengukur suatu komoditas merupakan komoditas
unggulan adalah dengan analisis Location Quotient (LQ). Untuk menilai
kelayakan finansial komoditas yang akan dikembangkan dilakukan analisis BC
rasio, NPV dan IRR. Untuk merumuskan arahan pengembangan komoditas
unggulan dilakukan analisis Focus Group Discussion (FGD).
Hasil analisis potensi sumberdaya lahan melalui evaluasi lahan
menunjukkan bahwa Kabupaten Tanggamus sesuai untuk tanaman kopi sebesar
183.834 ha atau 42,4 %, tanaman kakao sebesar 171.143 ha atau 50,3%, tanaman
lada sebesar 190.312 ha atau 56%, tanaman kelapa sebesar 302.696 ha atau 89%,
tanaman kelapa sawit 117.939 ha atau 34,5% dan tanaman karet sebesar 171.143

ha atau 50,4%. Faktor pembatas yang bervariasi tersebut masih dapat diatasi
petani yaitu dengan pemupukan dan kemiringan lahan masih bisa diatasi dengan
teknik budidaya sehingga usahatani masih menguntungkan.
Analisis LQ berdasarkan luas panen selama lima tahun (2001-2005)
menunjukkan bahwa komoditas kopi, kakao, lada dan kelapa menjadi sektor basis
perkebunan rakyat di Kabupaten Tanggamus yang ditunjukan dengan nilai LQ > 1
yang menggambarkan pemusatan luasan usahatani komoditas kopi, kakao, kelapa
dan lada Kabupaten Tanggamus. Perkebunan rakyat di Kabupaten Tanggamus
menunjukkan kriteria unggul secara komparatif dan dari sisi penawaran.
Hasil analisis finansial terhadap lima komoditas basis di Kabupaten
Tanggamus menunjukan usahatani gula kelapa memiliki nilai manfaat paling
tinggi yaitu 4,70, diikuti kelapa butir 3,77, kakao 3,40, kopi 2,05, kelapa sawit
1,94, lada 1,89 dan kopra 1,38, sehingga disimpulkan usahatani masih
menguntungkan untuk dilakukan.
Tingkat pengembalian internal
untuk

komoditas kelapa butir, kopra dan kelapa sawit menunjukan nilai dibawah tingkat
suku bunga yang disebabkan skala usahatani yang tidak ekonomis dan rendahnya
manajemen usahatani. Usahatani pada lahan S3 layak dilakukan karena faktor

pembatas yang ada masih ekonomis dilaksanakan.
Identifikasi permasalahan dengan metode FGD ditemukan 4 hal yang
secara langsung menyebabkan rendahnya pendapatan petani, yaitu (1) produksi
dan produktifitas rendah, (2) mutu hasil rendah, (3) transportasi mahal, dan (4)
fluktuasi harga.
Perumusan arahan pengembangan dilakukan dengan mempertimbangkan: 1)
peruntukan lahan / Rencana Tata Ruang dan Wilayah; 2) kesesuaian agroklimat
berdasarkan evaluasi lahan; 3) potensi komoditas basis melalui analisis LQ; 4)
nilai ekonomis melalui analisis finansial; serta 4) kondisi sosiologi masyarakat
melalui analisis FGD. Arahan pengembangan untuk komoditas kopi adalah
melalui intensifikasi di Kecamatan Pulau Panggung, Ulu Belu, Talang Padang,
dan Sumberejo. Arahan untuk kakao adalah perluasan, rehabilitasi dan
intensifikasi di Kecamatan Kota Agung, Pematang Sawa, Adiluwih, Cukuh Balak
dan Kelumbayan. Arahan untuk lada adalah diversifikasi dengan tanaman
perkebunan lainnya. Arahan pengembangan kelapa adalah dengan diversifikasi
dan intensifikasi di Kecamatan Wonosobo, Semaka, Kota Agung, Talang Padang,
Sukoharjo, Pringsewu, Adiluwih, Gadingrejo dan Kelumbayan. Arahan kelapa
sawit dan karet adalah ekstensifikasi di wilayah Kecamatan Pagelaran, Sukoharjo,
Adiluwih dan Banyumas.
Strategi untuk mencapainya adalah dengan meningkatkan produktivitas

petani antara lain melalui pengembangan sumberdaya manusia pertanian,
peningkatan produksi, pengembangan infrastruktur penunjang pertanian dan
perbaikan pengolahan hasil dan pemasaran
Kata kunci: Komoditas Unggulan, Pewilayahan, Perkebunan, Tanggamus

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penuisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
Institut Pertanian Bogor
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut
Pertanian Bogor

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN
PERKEBUNAN DI KABUPATEN TANGGAMUS

PROPINSI LAMPUNG

NURLELI

Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Tesis

: Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten
Tanggamus Propinsi Lampung

Nama


: Nurleli

NRP

: A 353060304

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Setia Hadi, M.S.
Anggota

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S.
Ketua

Diketahui
Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 26 Desember 2007

Tanggal Lulus :

Karya Ilmiah ini aku persembahkan kepada
Ayahanda ST. Nazaruddin Ma’sin dan Ibunda Syamsinur (Almarhum)
Suamiku tercinta Nirwan Yustian dan Anak-anakku tersayang
Ahmad Raffi Yustian
Muhammad Rayhan Akbar Yustian
Seluruh Keluargaku

PRAKATA


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat dan ridhoNya penelitian dengan judul Pengembangan Komoditas
Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung, dapat
diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Bapak Dr. Ir Setia Hadi, MS.
sebagai pembimbing dan Dr. Ir. Widiatmaka, MSc sebagai dosen penguji luar.
2. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah IPB;
3. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan bagi penulis;
4. Bupati Kabupaten Tanggamus yang telah memberikan kesempatan bagi
penulis untuk melanjutkan tugas belajar;
5. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus dan staf
yang telah memberikan kemudahan selama proses penelitian;
6. Bapak dan Ibu tercinta Hi. St Nazaruddin Ma’sin dan Syamsinur (Alm),
Ibunda Aswati, saudara-saudaraku yang telah memberikan doa dan restunya
selama pendidikan ini.
7. Suami dan anak-anakku tercinta atas kasih sayang, pengertian, kesabaran dan
pengorbanannya dalam menunggu selesainya pendidikan.
8. Rekan-rekan seperjuangan PWL 2006 yang selalu kompak, sahabatku atas
dorongan untuk melanjutkan pendidikan serta semua pihak yang telah
membantu.
Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak keterbatasan
dan kekurangannya. Namun demikian, penulis mengharapkan tulisan ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan orang-orang yang memerlukannya
terlebih lagi bagi perkembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2008
Nurleli

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangkit Serdang Kabupaten Lampung Selatan, pada
tanggal 20 Januari 1976 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan
ST. Nazaruddin Ma’sin dan Syamsinur (Alm).
Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tanjung Karang
pada tahun 1994. Pada tahun yang sama diterima di Fakultas Pertanian Program
Studi Agronomi Universitas Lampung (Unila) dan memperoleh gelar sarjana pada
tahun 1998. Pada Tahun 1999 penulis diterima sebagai PNS di Pemerintah
Daerah Kabupaten Tanggamus.
Pada tahun 2002 penulis menikah dengan Nirwan Yustian, SP dan
dikaruniai dua orang putra bernama Ahmad Raffi Yustian dan Muhammad
Rayhan Akbar Yustian.
Tahun 2006 penulis mendapat kesempatan meneruskan pendidikan pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB.
Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusbindiklatren Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Sejak tahun 2001 sampai dengan sekarang penulis bekerja di Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebijakan otonomi daerah telah memberikan tanggungjawab yang besar
kepada daerah dalam mengelola pemerintahan dan sumberdaya daerah. Otonomi
yang diberikan pemerintah pusat dilaksanakan dengan memberikan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara
proporsional. Undang-undang ini memberikan otonomi secara utuh kepada daerah
untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi
masyarakatnya. Daerah diberi kewenangan yang utuh dan bulat untuk
merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi
kebijakan-kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat,
desentralisasi ini bisa mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya.
Orientasi pemerintah daerah akan bergeser dari command and control menjadi
berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik.
Pelaksanaan otonomi daerah secara tidak langsung akan memaksa daerah
untuk melakukan perubahan-perubahan baik perubahan struktur maupun
perubahan proses dan kultur birokrasi. Proses perencanaan pembangunan di
daerah juga mengalami perubahan, daerah dituntut mampu melakukan
perencanaan pembangunan dengan memanfaatkan potensi yang ada dan sesuai
dengan karakteristik wilayahnya. Perencanaan pembangunan suatu wilayah tidak
terlepas dari potensi sumber daya alam yang melekat di wilayah tersebut dan
pemanfaatan sumber daya alam tersebut secara bijaksana, yaitu terarah, efisien,
sistematik dan berkelanjutan.
Perencanaan dimulai dengan menganalisis kondisi wilayah, potensi
unggulan wilayah dan permasalahan yang ada diwilayah tersebut yang selanjutnya
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan
wilayah. Perencanaan pembangunan yang baik memerlukan ketersediaan data
dan informasi mengenai potensi sumber daya alam yang menjelaskan penyebaran
keruangan karakteristik bio-fisik dan potensi sumber daya alam sehingga dapat
mendukung perencanaan pembangunan daerah, termasuk rencana pembangunan
perkebunan.

2
Berkaitan dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian,
keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat
diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini disebabkan setiap jenis
komoditas pertanian memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk
dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal (Djaenudin et al., 2000). Setiap
komoditas untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi dengan baik
memerlukan persyaratan-persyaratan tumbuh tertentu. Persyaratan tersebut antara
lain faktor iklim (suhu, kelembaban, curah hujan), media perakaran (drainase,
tekstur, kedalaman efektif), kesuburan tanah (kandungan bahan organik, fosfat,
kalium, dan sebagainya) serta kondisi terrain (relief, keadaan batuan di
permukaan) sangat mempengaruhi tingkat kemampuan pertumbuhan komoditas
tersebut.
Pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan
persyaratan pedo-agroklimat tanaman, yang mencakup iklim, tanah, dan topografi,
akan memberikan hasil yang optimal dengan kualitas prima. Oleh karena itu,
informasi dan data sumber daya lahan yang beragam perlu diketahui dengan pasti,
agar jenis komoditas yang akan dikembangkan sesuai dengan kondisi wilayah
yang bersangkutan. Keragaman sifat lahan ini merupakan modal dasar yang dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas
pertanian. Perencanaan pembangunan pertanian yang berdasarkan pewilayahan
akan dapat mengatasi terjadinya persaingan jenis dan produksi komoditas antar
wilayah, sehingga peluang pasar akan terjamin.
Aspek yang tidak kalah pentingnya adalah manajemen dalam mengelola
lahan yang didasarkan pada sifat-sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang
berkelanjutan. Faktor pengusahaan dimana analisis tingkat sosial ekonomi
maupun budaya diperlukan sebagai bahan pertimbangan bagi pengembangan
suatu komoditas pada suatu wilayah.
Secara nasional Departemen Pertanian telah membuat peta arahan
pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional yang menyediakan data
sumber daya lahan untuk seluruh Indonesia pada skala eksplorasi (1:1.000.000),
sehingga peta yang disajikan hanya sesuai digunakan sebagai acuan untuk
perencanaan atau arahan pengembangan komoditas secara nasional. Sedangkan

3
untuk tujuan operasional pengembangan pertanian ditingkat kabupaten diperlukan
data/peta sumber daya lahan pada skala yang lebih besar.
Wilayah Kabupaten Tanggamus memiliki beragam kekayaan alam yang
belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan karena belum tersedianya
data dan informasi mengenai potensi sumber daya alam yang lengkap. Kondisi
alam yang berbeda antara satu wilayah dengan yang lainnya memerlukan
identifikasi potensi sumber daya alam untuk dapat mengembangkan jenis-jenis
komoditas pertanian yang sesuai dengan potensi sumber daya lahan, upaya ini
akan sangat membantu peningkatan produksi komoditas pertanian khususnya sub
sektor perkebunan yang berkelanjutan.
Kabupaten Tanggamus dengan luas wilayah 335.661 ha memiliki luas areal
perkebunan sebesar 29,76% atau 99.896,67 ha.

Sub sektor perkebunan

merupakan mata pencaharian dominan masyarakat di Kabupaten Tanggamus.
Dalam sektor pertanian ini, hampir 40 % penduduk mengusahakan komoditas
perkebunan. Jenis tanaman perkebunan yang diusahakan bervariasi, baik tanaman
semusim maupun tanaman tahunan, perkebunan besar maupun perkebunan rakyat.
Data statistik Dishutbun Kabupaten Tanggamus (2006) memperlihatkan bahwa
dari 24 jenis komoditas perkebunan yang dikembangkan

terdapat beberapa

komoditas cukup menonjol baik dari luasan maupun produksi yang diusahakan.
Hal ini dapat dilihat dari perkembangan luas areal tanaman perkebunan,
sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Komoditas perkebunan utama yang diusahakan sebagian besar masyarakat
Kabupaten Tanggamus adalah kopi, kakao, kelapa dan lada. Diantara tanaman
perkebunan tersebut, kopi merupakan komoditas andalan di Kabupaten
Tanggamus. Total lahan yang digunakan untuk perkebunan kopi pada tahun 2006
adalah 54.509,00 ha atau sebesar 54,56% dari luas areal perkebunan dengan
produktivitas sebesar 466,51 kg/ha/th. Sedangkan total produksi pada tahun 2006
mencapai 25.453,24 ton. Luasan komoditas kopi cenderung menurun setiap tahun
karena banyak petani kopi yang mulai mengganti tanamannya dengan komoditas
lain yang lebih menguntungkan seperti kakao. Komoditas kakao menempati
urutan kedua setelah kopi. Untuk komoditas kakao dari luasan sekitar 26.190 ha
kebun kakao di Lampung sekitar 47,6 % terdapat di Kabupaten Tanggamus,

4
Tabel 1 Perkembangan luas tanam dan produksi beberapa komoditas perkebunan
di Kabupaten Tanggamus tahun 2001-2006
No

Jenis Tanaman

Luas Tanaman (ha)
2001

2003

Produksi (Ton)

2006

2001

2003

2006

248,25

238,25

494,75

338,57

370,43

206,87

93,50

77,50

112,50

102,59

35,32

78,29

1.

Aren

2.

Jabe Jawa

3.

Cengkeh

1.528,90

1.456,90

1.751,25

316,19

370,72

448,32

4.

Kakao

9.971,05

11.134,55

19.225,00

4.968,24

5.847,60

11.956,39

5..

Kelapa Dalam

19.392,95

19.018,50

22.865,75

18.997,52

19.601,33

24.600,60

6.

Kopi Robusta

54.189,50

52.379,50

54.509,00

33.576,00

29.831,48

25.453,24

7.

Lada

11.298,50

9.021,55

5.596,00

3.067,81

2.097,31

5.779,42

8.

Kelapa sawit

188,20

303,95

903,95

2.104,45

3.397,35

10.123,73

9.

Pinang

838,05

847,50

780,50

213,57

218,92

157,00

10

Nilam

70,70

70,70

177,50

33,71

31,80

45,35

11

Vanili

44,00

43,00

41,50

6,87

5,67

6,90

Sumber: Dishutbun Tanggamus,2006

sedangkan sisanya menyebar di kabupaten lain (Pemda Kabupaten Tanggamus,
2005). Komoditas kelapa dan

lada juga merupakan komoditas yang banyak

diusahakan di Kabupaten Tanggamus. Produktivitas tanaman perkebunan selain
dipengaruhi pemeliharaan yang umumnya masih dilakukan secara konvensional
juga sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca sehingga produksi sangat berfluktuasi
setiap tahunnya.
Memperhatikan potensi yang ada dan prospek di masa depan, komoditas
perkebunan tersebut merupakan komoditas unggulan yang berpotensi untuk
dikembangkan di Kabupaten Tanggamus.

Melihat cukup dominannya

pengusahaan komoditas perkebunan di Kabupaten Tanggamus, maka akan sangat
berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Kabupaten Tanggamus, untuk itu
perlu dilakukan pengembangan tanaman perkebunan di Kabupaten Tanggamus
berdasarkan kesesuaian lahannya. Selain itu perlu dilakukan pewilayahan
komoditas unggulan perkebunan lainnya sesuai dengan potensi lahan tiap wilayah
sehingga dapat memberikan produksi optimal. Hal ini sesuai dengan salah satu
misi pembangunan daerah Tanggamus yaitu mendorong pusat – pusat
pertumbuhan yang ada agar mampu menjadi motor penggerak perekonomian
Kabupaten Tanggamus dan dapat merangsang pertumbuhan daerah sekitarnya.

5
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka rumusan masalah sebagai
dasar dalam penelitian ini dapat dibuat dalam pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana data penyebaran potensi sumber daya fisik secara spasial untuk
pengembangan perkebunan?
2. Apakah

pewilayahan

komoditas

perkebunan

sudah

berdasarkan

pertimbangan aspek daya dukung sumber daya alam?
3. Apakah komoditas perkebunan yang dikembangkan dan agroteknologi
penanaman saat ini sudah sesuai dengan karakteristik lahan dan merupakan
komoditas unggulan?
4. Bagaimana arah pengembangan komoditas perkebunan di Kabupaten
Tanggamus?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi potensi lahan di Kabupaten Tanggamus melalui evaluasi
kesesuaian lahan.
2. Membangun pewilayahan komoditas perkebunan unggulan.
3. Mengkaji prospek pengembangan komoditas yang menjadi unggulan.
4. Merumuskan arahan pengembangan komoditas perkebunan di Kabupaten
Tanggamus.
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan bermanfaat untuk:
1. Memberikan data dan informasi sebagai bahan pertimbangan Pemerintah
Kabupaten

Tanggamus

dalam

perumusan

kebijakan

pewilayahan

komoditas perkebunan.
2. Memberikan masukan dan informasi kepada Pemerintah Kabupaten
Tanggamus dalam menentukan program pembangunan yang terkait dengan
pewilayahan komoditas perkebunan
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam rangka perumusan kebijakan pembangunan wilayah dengan membuat
pewilayahan komoditas tanaman perkebunan, permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi lahan yang sesuai untuk komoditas

6
unggulan perkebunan dan pengembangannya di Kabupaten Tanggamus sehingga
bisa digunakan sebagai arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan di
Kabupaten Tanggamus. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup
penelitian ini dibatasi pada perkebunan rakyat yang dominan diusahakan oleh
penduduk di Kabupaten Tanggamus. Klasifikasi atau pengelompokkan wilayah
dilakukan dengan menggunakan satuan unit wilayah administrasi kecamatan yang
layak untuk pengembangan perkebunan rakyat berdasarkan kesesuaian lahan dan
analisis finansial serta sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten
Tanggamus. Analisis interaksi spasial yang mampu mendukung pengembangan
wilayah dan kebijakan pengelolaan dan perlindungan kawasan tersebut tidak
termasuk dalam bahasan penelitian ini. Penelitian ini juga meliputi pendekatan
yang diperlukan untuk mengetahui potensi wilayah dan kesesuaiannya untuk
komoditas perkebunan yang menjadi unggulan secara fisik dan ekonomi sehingga
bisa digunakan sebagai arahan pemanfaatan lahan perkebunan rakyat di
Kabupaten Tanggamus.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan pada skala peta yang digunakan yaitu
peta skala 1: 250.000 yang akan menimbulkan ketidakdetilan dan keterbatasan
informasi yang dihasilkan. Penelitian ini juga menggunakan berbagai jenis data
dari sumber yang berbeda antara lain; Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Tanggamus, Badan Petanahan Nasional Kabupaten Tanggamus, Badan
Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Tanggamus sehingga dalam beberapa hal terdapat inkonsistensi data.

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Perencanaan Pembangunan Wilayah
Perencanaan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai
pihak, baik perorangan maupun suatu organisasi. Perencanaan adalah suatu
aktifitas yang dibatasi oleh lingkup waktu sehingga diartikan sebagai suatu
kegiatan terkoordinasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu di dalam waktu
tertentu. Untuk memahami kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan, sangat
bervariasi tergantung dari kompleksitas masalah dan tujuan yang ingin dicapai.
Konsep perencanaan secara sederhana menurut Tarigan (2005) adalah
menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk
mencapai tujuan tersebut.

Selanjutnya secara lebih lengkap Tarigan (2005)

memberikan pengertian bahwa perencanaan berarti mengetahui dan menganalisis
kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat di
kontrol (noncontrolable) namun relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas,
menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari
langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan menurut Kay and
Alder (1999) dalam Rustiadi et al. (2006) perencanaan adalah suatu proses
menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan
tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Dengan demikian proses
perencanaan dilakukan dengan menguji berbagai arah pencapaian serta mengkaji
berbagai ketidakpastian yang ada, mengukur kemampuan (kapasitas) kita untuk
mencapainya kemudian memilih arah-arah terbaik dan memilih langkah-langkah
untuk mencapainya.
Pembangunan secara filosofis dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik
dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan
berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling
humanistik sedangkan UNDP mendefinisikan pembangunan dan khususnya
pembangunan manusia sebagai suatu proses memperluas pilihan-pilihan bagi
penduduk (a process of enlarging people’s choices). Todaro (2000),
mendefinisikan pembangunan sebagai proses multidimensional yang mencakup
berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan
institusi- institusi nasional sebagai akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan

8
ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan juga dapat
diartikan mengadakan, membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada (Rustiadi
et al.,2006).
Wilayah menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional.

Konsep wilayah yang paling klasik

(Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi
wilayah, mengklasifikasikan konsep wiayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1)
wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal
region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming
region).
Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada
kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen,
sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan dapat beragam (heterogen). Pada
dasarnya terdapat beberapa faktor penyebab homogenitas wilayah. Secara umum
terdiri atas faktor alamiah dan faktor artifisial.

Faktor alamiah yang dapat

menyebabkan homogenitas wilayah adalah kelas kemampuan lahan, iklim dan
berbagai faktor lainnya. Sedangkan homogenitas yang bersifat artifisial adalah
homogenitas yang didasarkan pada pengklasifikasian berdasarkan aspek tertentu
yang dibuat oleh manusia. Contoh wilayah homogen artifisial adalah wilayah
homogen atas dasar kemiskinan (peta kemiskinan).
Wilayah homogen pada umumnya sangat dipengaruhi oleh potensi sumber
daya alam dan permasalahan spesifik yang seragam, maka menurut Rustiadi et al.
(2006)

wilayah homogen sangat bermanfaat dalam penentuan sektor basis

perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada
(comparative advantage) dan dalam pengembangan pola kebijakan yang tepat
sesuai dengan permasalahan masing-masing wilayah.
Perencanaan pembangunan wilayah adalah konsep perencanaan yang utuh
dan menyatu dengan pembangunan wilayah.

Secara luas perencanaan

pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan
mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program

9
pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan
mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan
yang optimal (Nugroho dan Dahuri, 2004).
Menurut Nasution (1997) terdapat empat pilar penting pengembangan
wilayah yang berkaitan dengan aspek wilayah dan implementasi dalam kebijakan
ekonomi yaitu:
1. Sumberdaya alam, pada umumnya sumberdaya alam dan manusia menyebar
tidak merata pada suatu wilayah serta mempunyai sifat yang spesifik yaitu
berlokasi tetap atau sangat sukar berubah.

Sedangkan sumberdaya alam

dengan segala sifat dan bentuknya harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi kesejahteraan masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk
memelihara kelestarian lingkungan. Dengan demikian evaluasi sumber daya
alam, baik mengenai kuantitas maupun kualitas serta penyebarannya
merupakan hal yang sangat penting.
2. Analisa lokasi, dalam hal menentukan lokasi yang optimum untuk suatu
kegiatan produksi perlu dikaji dan dianalisa perbedaan aspek yang bersifat
alamiah dan buatan manusia diantara bagian-bagian suatu wilayah, karena
akan dapat menyebabkan adanya perbedaan peluang bagi kegiatan-kegiatan
wilayah untuk berkembang secara baik. Selanjutnya perbedaan tersebut akan
dapat mendorong terciptanya aktivitas sosial ekonomi masyarakat.
3. Analisa ekonomi wilayah, dalam kaitannya dengan pertumbuhan sangat
dipengaruhi

oleh

mengantisipasi

motivasi-motivasi

permintaan

(demand)

ekonomi,
dan

sebagai

penawaran

contoh

usaha

(supply)

serta

memperhitungkan kekuatan-kekuatan pasar agar tercipta keseimbangan
(equilibrum) diantara faktor-faktor tersebut.

Dengan demikian dapat

diperhitungkan dan dipertimbangkan pemusatan suatu kegiatan pada suatu
wilayah.
4. Analisa sosial, tingkat kultur penduduk suatu wilayah seperti budaya, adat
istiadat, persepsi, tingkat kemampuan dalam mengadopsi ilmu pengetahuan
dan teknologi baru serta kelembagaan yang berlaku di masyarakat sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan pengembangan suatu wilayah.

10
Pembangunan pertanian melalui ‘pendekatan komoditas’ yaitu pendekatan
yang dilakukan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas yang
memiliki keunggulan komparatif bagi suatu wilayah diharapkan dapat
menumbuhkan ekonomi wilayah tersebut.
Sejalan dengan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembangunan
ekonomi, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi

juga mengalami

pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya namun lebih jauh lagi ke arah
perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad (1999) pembangunan ekonomi
didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per
kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan
sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu
proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi
dan dianalisis dengan seksama.
Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan pembangunan ekonomi pada
suatu daerah perlu dilakukan perencanaan yang matang. Arsyad (1999)
berpendapat terdapat tiga implikasi pokok dari perencanaan pembangunan
ekonomi daerah yaitu 1) perlunya pemahaman tentang hubungan antara daerah
dengan lingkungannya (horisontal dan vertikal) dimana daerah tersebut
merupakan bagian darinya, 2) perlu memahami bahwa sesuatu yang tampaknya
baik secara nasional (makro) belum tentu baik untuk daerah, dan sebaliknya yang
baik bagi daerah belum tentu baik secara nasional, dan 3) tersedianya perangkat
kelembagaan untuk pembangunan daerah seperti administrasi dan proses
pengambilan keputusan. Perencanaan yang efektif harus bisa membedakan apa
yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan.
Sedangkan menurut Jhingan (2004) perkembangan ekonomi dapat
dipergunakan untuk menggambarkan faktor-faktor penentu yang mendasari
pertumbuhan ekonomi seperti perubahan dalam teknik produksi, sikap masyarakat
dan

lembaga-lembaga

pertumbuhan ekonomi.

dimana

perubahan

tersebut

dapat

menghasilkan

11
Gambaran Umum Sektor Perkebunan
Perkebunan merupakan salah satu sub sektor yang berperan penting dalam
perekonomian Indonesia.

Komoditas perkebunan merupakan komoditas yang

memiliki keunggulan komparatif dan diperdagangkan secara internasional
(internationally traded goods) sehingga berperan penting sebagai penghasil
devisa.
Negara-negara beriklim tropis merupakan negara pengekspor komoditas
perkebunan sebagai bahan baku bagi industri-industri negara maju. Pertumbuhan
ekspor dan impor komoditas utama perkebunan menunjukkan adanya fluktuasi,
yang merupakan salah satu ciri perdagangan komoditas perkebunan.

Setiap

komoditas utama perkebunan mempunyai pasar yang dijadikan rujukan
(reference) bagi pelaku pasar. London merupakan pasar rujukan perdagangan teh,
kopi dan kakao.

Singapura merupakan pasar rujukan bagi komoditas karet,

sedangkan Rotterdam menjadi pasar rujukan bagi komoditas minyak sawit.
Hasil perkebunan yang selama ini menjadi komoditas ekspor adalah karet,
kelapa sawit, lada, teh, kopi, tembakau, kakao dan jambu mete. Sebagian besar
tanaman perkebunan tersebut merupakan usaha perkebunan rakyat, sedangkan
sisanya diusahakan perkebunan besar baik perkebunan besar negara (PBN)
maupun perkebunan swasta (PBS). Perkebunan rakyat menguasai 81% dari luas
areal perkebunan yang ada di Indonesia dengan melibatkan 11 juta rumah tangga
petani pekebun dengan produksi mencapai 60% dari seluruh produksi perkebunan
(Soetrisno, 1999).
Direktorat Jendral Perkebunan (1994) mencatat bahwa secara tradisional,
subsektor ini menjadi salah satu andalan perekonomian nasional dalam
meningkatkan

pendapatan

petani,

pertumbuhan

produk

domestik

bruto,

penyerapan tenaga kerja, peningkatan penerimaan ekspor, pemenuhan kebutuhan
bahan baku industri dalam negeri, pemanfaatan sumber daya alam dan lain-lain.
Sejalan dengan peranan sub sektor perkebunan di atas, pemerintah dan pelaku
ekonomi di sub sektor perkebunan terus berupaya mengembangkan sub sektor
perkebunan melalui pola pengembangan, seperti pola Unit Pelaksana Proyek
(UPP), Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dan Pola Perkebunan Besar Swasta
Nasional (PBSN). Hasil yang dicapai dalam tigapuluh tahun terakhir adalah luas

12
areal, produksi, dan ekspor komoditas perkebunan mengalami peningkatan,
terutama lima komoditas utama yaitu teh, kopi, kakao, karet dan kelapa sawit.
Sampai saat ini, komoditas utama perkebunan telah menyebar keseluruh
penjuru tanah air. Sentra-sentra setiap komoditas diantaranya adalah Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Sumatra Utara (teh), Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu,
Aceh, Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan
Sulawesi Utara.
Menurut Drajat (2003) perkebunan di Indonesia masih menghadapi masalah
produktivitas per luas areal tanam, terutama bentuk usaha perkebunan rakyat.
Tingkat produktivitas yang dicapai perkebunan di Indonesia masih berada di
bawah potensi produktivitas masing-masing jenis komoditas. Sebagai informasi,
potensi produktivitas kopi, kakao, karet dan minyak sawit masing-masing adalah
1,2 ton/ha/tahun, 1,5 ton/ha/tahun,1,6 ton/ha/tahun dan 7-8 ton/ha/tahun.
Fenomena di atas sekaligus mengindikasi bahwa kenaikan produksi
perkebunan rakyat berasal dari perluasan areal, bukan kenaikan produktivitas.
Kondisi ini terjadi antara lain karena petani belum sepenuhnya menerapkan
teknologi maju, tingginya harga dan kurang tersedianya sarana produksi terutama
pupuk dan bibit unggul. Petani masih mengusahakan sendiri dalam pemeliharaan
kebun, pengolahan dan pemasaran hasil dan lemahnya insentif produksi bagi
petani karena harga hasil produksinya murah. Sedangkan pada perkebunan besar,
faktor utama penyebab belum tingginya produktivitas adalah manajemen produksi
perkebunan besar belum sepenuhnya berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi
hasil penelitian dan masih mengandalkan kelimpahan sumber daya alam dan
manusia.
Sektor Basis
Pendekatan yang sering digunakan untuk lebih mengenal potensi aktivitas
ekonomi suatu wilayah adalah analisis basis ekonomi yang merupakan rujukan
dalam menentukan keunggulan kompratif dan sekaligus sektor basis. Salah satu
metode untuk mengetahui potensi ekonomi suatu wilayah dapat dikatagorikan
basis dan bukan basis adalah analisis Location Quotient (LQ), yang merupakan
perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih
luas dalam suatu wilayah.

13
Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran
secara geografi dan produktivitas tenaga kerja seragam serta masing-masing
industri menghasilkan produk atau jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran
dalam pemakaian LQ harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan
sumber data yang tersedia (Blakely 1994 dan Rodinelli 1995 dalam Rustiadi et al.
2006). LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada
subtitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Hal
ini akan memberikan suatu gambaran tentang industri mana yang terkonsentrasi
dan industri mana yang tersebar (Shukla 2000 dalam Rustiadi et al. 2006).
Menurut Rustiadi et al. (2006) kemampuan memacu pertumbuhan suatu
wilayah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi
di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor dalam memacu menjadi pendorong
utama (primer mover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda. Aktivitas
eknomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana
kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan
tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah.
Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar
domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sedangkan sektor non basis
adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya
sendiri dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang.
Arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis akan
meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi, pada
gilirannya akan menaikkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan
permintaan hasil industri non basis.

Hal ini berarti kegiatan industri basis

mempunyai peranan penggerak pertama (primer mover role), dimana setiap
perubahan kenaikan atau penurunan mempunyai efek pengganda (multiplier
effect) terhadap perekonomian wilayah (Rustiadi et al., 2006).
Menurut Hendayana (2003), penentuan komoditas unggulan merupakan
langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi
untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi
globalisasi perdagangan.

Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan

mengembangkan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, baik ditinjau

14
dari segi penawaran maupun permintaan.

Dari sisi penawaran komoditas

unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik,
teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah.
Komoditas Unggulan
Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi
strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun
sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya
manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat), untuk dikembangkan
disuatu wilayah (BPTP, 2003).
Menurut Ali (1998), komoditas unggulan adalah komoditas yang
mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, teknologi yang sudah dikuasai
dan memberikan nilai tambah bagi pelaku agribisnis yang diusahakan oleh petani
dalam suatu kawasan yang tersentralistik, terpadu, vertikal, dan horisontal.
Unggul secara komparatif, berupa keunggulan yang didukung oleh potensi
sumberdaya alam (letak geografis, iklim, dan lahan) sehingga memberikan hasil
yang tinggi dibandingkan dengan daerah lain, serta peluang pasar lokal, nasional
maupun peluang ekspor.

Unggul secara kompetitif, berupa keunggulan yang

diperoleh karena produk tersebut diupayakan dan dikembangkan sehingga
menghasilkan

produksi yang tinggi, memiliki peluang pasar yang baik serta

menjadi ciri khas suatu daerah.
Pada lingkup nasional kriteria komoditas unggulan diarahkan untuk
ketahanan pangan dan merubah keungggulan komparatif menjadi keunggulan
kompetitif. Komoditas unggulan nasional diharapkan memenuhi beberapa kriteria
(Ali, 1998) yaitu;
(1) mempunyai tingkat agroekologi yang tinggi;
(2) mempunyai pasar yang jelas;
(3) mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menciptakan nilai tambah;
(4) mempunyai kemampuan dalam meningkatkan ketahanan pangan
masyarakat berpendapatan rendah;
(5) mempunyai dukungan kebijakan pemerintah dalam bidang-bidang
teknologi, prasarana, sarana, kelembagaan, permodalan dan infrastruktur
lain dalam arti luas;

15
(6) merupakan komoditas yang telah diusahakan masyarakat setempat; dan
(7) mempunyai kelayakan untuk diusahakan baik secara finansial maupun
ekonomi.
Pada lingkup kabupaten/kota, kriteria penetapan komoditas unggulan
mengacu kriteria komoditas unggulan nasional dan diarahkan pada komoditas
yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri.

Komoditas

unggulan kabupaten diharapkan memenuhi beberapa kriteria yaitu;
(1) mengacu kriteria komoditas unggulan nasional;
(2) memiliki ekonomi yang tinggi di kabupaten;
(3) mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lain atau
ekspor;
(4) memiliki pasar yang prospektif, merupakan komoditas yang berdaya saing
tinggi;
(5) memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri;
(6) merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi; dan
(7) dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten.
Pewilayahan Komoditas Pertanian
Pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan
dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai optimal. Dalam
mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas lahan ditujukan untuk
suatu tipe penggunaan lahan ("Land Utilization Types" = LUTs"), baik secara
campuran ("multiple land utilization types") maupun individual ("compound land
utilization types") mampu berproduksi optimal. Dari aspek ekonomi, komoditas
yang dihasilkan harus mempunyai peluang pasar, baik sebagai komoditas
domestik maupun ekspor. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka komoditas harus
dikembangkan pada lahan yang paling sesuai, sehingga akan mempunyai
keunggulan komparatif dan kompetitif.
Pada umumnya setiap tanaman dan/atau kelompok tanaman mempunyai
persyaratan tumbuh/hidup yang spesifik untuk dapat berproduksi secara optimal
(Djaenudin et al., 2000). Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka suatu
wilayah kemungkinan hanya sesuai untuk komoditas tertentu, tetapi tidak untuk
yang lain. Dengan kata lain, tidak selalu setiap jenis komoditas dapat diusahakan

16
di setiap wilayah apabila persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak terpenuhi.
Perbedaan karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara dan
curah hujan, tanah (sifat fisik, morfologi, kimia tanah), topografi (elevasi, lereng),
dan sifat fisik lingkungan lainnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan
untuk seleksi awal dalam menyusun zonasi pengembangan komoditas pertanian.
Pendekatan pewilayahan komoditas pertanian akan dapat mengatasi
penggunaan lahan yang kurang atau tidak produktif menuju kepada penggunaan
lahan dengan jenis komoditas unggulan yang lebih produktif. Untuk menghindari
terjadinya benturan kepentingan dalam hal penggunaan lahan, maka konversi tata
guna lahan harus dilakukan mengacu kepada rencana tata ruang baik di tingkat
propinsi ataupun kabupaten. Areal yang dipilih harus tercakup pada wilayah yang
peruntukkan sebagai kawasan budi daya pertanian sesuai dengan kriteria sektoral
dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan dan/atau daya dukung lahan
(Subagyo et al., 2000).
Komoditas perkebunan merupakan komoditas pertanian penting di Indonesia
yang dapat dikembangkan mengingat Indonesia mempunyai potensi lahan
perkebunan yang luas khususnya diluar Jawa dan didukung oleh kondisi iklim
tropis dan tanah yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman pohon (tree crops).
Untuk mewujudkan peranan komoditas perkebunan sebagai basis pertumbuhan
ekonomi diperlukan sistem yang mantap mulai dari produksi sampai konsumsi.
Untuk itu penyusunan tata ruang pertanian khususnya sub sektor perkebunan
melalui pendekatan pewilayahan komoditas dengan mempertimbangkan daya
dukung dan/atau kesesuaian lahan akan dapat menjamin produktivitas lahan yang
berkelanjutan tanpa merusak lingkungan.
Pendekatan kewilayahan dalam pembangunan daerah yang utuh dan terpadu
akan mampu mewujudkan efisiensi dan efektivitas fungsi perencanaan
pembangunan daerah.

Memanfaatkan seoptimal mungkin potensi wilayah,

sumber daya, dan aspirasi masyarakat setempat merupakan modal utama dalam
melaksanakan pembangunan daerah. Apabila pemilihan lahan dan sektor atau
komoditas unggulan yang akan dikembangkan dapat dilakukan secara benar dan
sesuai dengan tujuan program, maka pusat pertumbuhan yang akan menjadi
andalan daerah dapat diwujudkan (Haeruman, 2000).

17
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Untuk dapat melakukan perencanaan Penggunaan lahan untuk pertanian
salah satu hal pokok yang diperlukan adalah tersedianya informasi faktor fisik
lingkungan yang meliputi sifat dan potensi lahan. Evaluasi lahan merupakan
salah satu mata rantai yang harus dilaksanakan dalam suatu perencanaan
penggunaan lahan.
Evaluasi lahan (Land Evaluation atau Land Assessment) merupakan proses
penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Tujuan
evaluasi lahan adalah menentukan nilai (kelas) suatu lahan untuk tujuan tertentu.
Menurut FAO (1976), dalam evaluasi lahan juga perlu memperhatikan aspek
ekonomi, sosial serta lingkungan .
Ada dua pendekatan yang dapat ditempuh dalam melakukan evaluasi lahan,
yaitu pendekatan dua tahapan (two stage approach) dan pendekatan paralel
(parallel approach).

Pendekatan dua tahap adalah proses evaluasi dilakukan

secara bertahap, pertama evaluasi secara fisik dan kedua evaluasi secara ekonomi.
Pendekatan ini biasanya untuk inventarisasi sumberdaya lahan secara makro dan
studi potensi produksi (FAO, 1976). Dalam pendekatan paralel kegiatan evaluasi
lahan secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel) atau dengan kata
lain analisis ekonomi sosial dari jenis penggunaan lahan dilakukan secara
serempak bersamaan dengan pengujian faktor-faktor fisik.

Pendekatan ini

umumnya menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik dalam kaitannya
dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil dan
diharapkan hasil yang lebih pasti dalam waktu singkat.
Evaluasi kesesuaian lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tata
guna tanah yang membandingkan persyaratan yang diminta untuk penggunaan
lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki
oleh lahan yang digunakan.

Inti prosedur evaluasi lahan adalah mula-mula

menentukan jenis penggunaan (jenis tanaman) yang akan ditetapkan, kemudian
menentukan

persyaratan

dan

pembatas

pertumbuhannya

dan

akhirnya

membandingkan persyaratan penggunaan lahan (pertumbuhan tanaman) tersebut
dengan kualitas lahan secara fisik. Klasifikasi kelas kesesuaian lahan yang biasa
digunakan adalah klasifikasi menurut metode FAO (1976). Metode ini digunakan

18
untuk mengklasifikasikan kelas kesesuaian lahan berdasarkan data kuantitatif dan
kualitatif, tergantung data yang tersedia (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001)
Kesesuaian lahan ádalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk
penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini
atau setelah diadakan perbaikan (improvement). Lebih spesifik lagi kesesuaian
lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri dari iklim,
tanah, topografi, hidrologi dan/atau drainase sesuai untuk status usaha tani atau
komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin et al., 2003)
Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan
lahan (land capability). Kemampuan lahan lebih menekankan kepada kapasitas
berbagai penggunaan secara umum yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Jadi
semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu
wilayah maka kemampuan lahan tersebut semakin tinggi. Sedangkan kesesuaian
lahan adalah kecocokan dari sebidang lahan untuk tipe penggunaan tertentu (land
utilization type) sehingga harus mempertimbangkan aspek manajemennya.
Dalam menilai kesesuaian lahan ada beberapa cara, antara lain dengan
perkalian parameter, penjumlahan, atau menggunakan hukum minimum yaitu
mencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan sebagai
parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan
persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lain
yang dievaluasi. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan