Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Di Kabupaten Lampung Tengah

(1)

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN

PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

ACHMAD BAEHAQI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Kabupaten Lampung Tengah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

Achmad Baehaqi NRP A156070224


(3)

ABSTRACT

ACHMAD BAEHAQI. The Development of Food Crop Superior Commodities in Lampung Tengah Regency. Supervised by SANTUN R.P. SITORUS and NOER AZAM ACHSANI.

The availability of food crop products is very crucial for food security and could be reach partially by increasing food crop production. The aims of this study were (1) to determine bases commodities of food crop, (2) to identify land availability and suitability for bases commodities of food crop, and (3) to determine the priority and development direction of food crop superior commodities. The data used in this study were mainly secondary data including spatial data (soil-, land cover-, and land status-map) and statistical data. Primary data collected by means of interview and questionnaire, purposive sampling method were used with 35 respondents. Spatial data analyzed by geographical information system, whereas stakeholder preference for priority of superior commodities analyzed by analytical hierarchy process. The results showed that paddy, cassava, and maize were selected as bases commodities. The land available for food crop farming was 134,758 ha and most of the land classified as suitable. The first priority of superior food crop commodity was paddy, followed by the second was maize, and the third was cassava. For planning purposes, 40.23% allocated for paddy, 30.63% for maize, and 28.83% for cassava and the remaining portion (0.31%) of the available land is not suitable for the three commodities. Local government and stakeholders should promote the land productivity to increase crop yield because possibility to expand agricultural land area was very limited.


(4)

RINGKASAN

ACHMAD BAEHAQI. Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Kabupaten Lampung Tengah. Dibimbing oleh : SANTUN R.P. SITORUS dan NOER AZAM ACHSANI.

Secara nasional, ketahanan pangan merupakan isu yang sangat strategis. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan menjaga stabilitas ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan pangan dengan peningkatan produksi bahan pangan. Kapasitas produksi pangan merupakan faktor penting dari ketahanan pangan, khususnya tanaman pangan. Pengembangan produksi tanaman pangan perlu dilakukan tidak cukup hanya di wilayah Jawa saja, tetapi perlu dicarikan alternatif pengembangan di luar Jawa terutama di wilayah Sumatera. Kabupaten Lampung Tengah memiliki potensi dan peluang untuk tujuan ini.

Pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan harus didasarkan pada pertimbangan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial untuk menjamin keberlanjutan dari sistem produksi komoditas ini. Secara ekologi, pemilihan komoditas disesuaikan dengan daya dukung lahan yang dapat dilihat dari kesesuaian lahan untuk komoditas tersebut. Aspek ekonomi mempertimbangkan keuntungan atau nilai tambah komoditas ini bagi petani. Sedangkan aspek sosial mempertimbangkan aspirasi dan penguasaan teknologi oleh petani.

Di dalam penelitian ini digunakan beberapa tahapan analisis untuk menentukan prioritas dan arahan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah. Tahap pertama adalah penentuan komoditas basis dengan metode LQ, trend luas panen, dan analisis penyediaan dan konsumsi pangan. Tahap kedua adalah penentuan ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Ketersediaan lahan didasarkan pada rencana tata ruang wilayah, status penguasaan lahan, dan jenis penggunaan lahan saat ini. Kesesuaian lahan merupakan pembandingan antara karakteristik lahan dengan kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas tanaman pangan. Tahap berikutnya adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode R/C ratio digunakan untuk melihat kelayakan usaha tani. Penentuan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan didasarkan pada pertimbangan bahwa prioritas komoditas merupakan pilihan masyarakat (stakeholder), didasarkan pada ketersediaan dan kesesuaian lahan, layak diusahakan secara ekonomi, dan sistem pertanaman yang digunakan adalah monokultur.

Hasil analisis menunjukkan bahwa komoditas basis tanaman pangan yang terpilih adalah padi, ubi kayu, dan jagung. Lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah seluas 134.758 ha. Sebagian besar lahan yang tersedia ini termasuk dalam kategori sesuai (S) untuk komoditas padi, ubi kayu dan jagung, hanya sebagian kecil saja yang termasuk dalam ketegori tidak sesuai (N). Untuk komoditas padi, 298 ha termasuk kelas S1 (sangat sesuai), 17.377 ha kelas S2 (cukup sesuai), 116.426 ha kelas S3 (sesuai marjinal), dan 658 ha termasuk kelas N (tidak sesuai). Untuk komoditas jagung, 298 ha termasuk kelas S1, 31.928 ha kelas S2, 101.875 ha kelas S3, dan 658 ha tidak sesuai. Untuk komoditas ubi kayu, 418 ha termasuk


(5)

kelas S1, 80.922 ha kelas S2, 50.171 ha kelas S3, dan 3.248 ha tidak sesuai. Dari AHP diperoleh bahwa masyarakat Kabupaten Lampung Tengah memilih komoditas padi sebagai komoditas unggulan prioritas pertama, sedangkan prioritas yang kedua adalah jagung dan yang ketiga adalah ubi kayu. Hasil analisis kelayakan usahatani memberikan gambaran bahwa komoditas padi, jagung, dan ubi kayu secara ekonomi layak untuk diusahakan dengan nilai R/C ratio untuk komoditas padi sebesar 3,38; untuk komoditas jagung sebesar 2,86; dan untuk komoditas ubi kayu sebesar 2,27.

Berdasarkan beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan, pengembangan komoditas padi dialokasikan seluas 54.218 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Trimurjo, Punggur, Kota Gajah, Padang Ratu, Seputih Agung, Terbanggi Besar, Seputih Mataram, dan Way Seputih, sedangkan untuk jagung seluas 41.271 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Gunungsugih, Seputih Raman, dan Seputih Banyak, dan untuk ubi kayu seluas 38.852 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Anak Tuha, Way Pengubuan, dan Rumbia. Sebagai catatan, penelitian ini telah mempertimbangkan aspek legalitas berdasarkan status penguasaan lahan dan rencana umum tata ruang wilayah yang berlaku. Dengan demikian diharapkan kemungkinan konflik sosial dan hukum berkenaan dengan penguasaan lahan dan peruntukan lahan dalam rencana tata ruang dapat diminimalkan.

Kata kunci : komoditas unggulan tanaman pangan, ketersediaan lahan, kesesuaian lahan


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2010

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penuisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor


(7)

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN

PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

ACHMAD BAEHAQI

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

(9)

Judul Tesis : Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Kabupaten Lampung Tengah

Nama : Achmad Baehaqi NRP : A 156070224

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua

Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S. Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 25 Februari 2010

Tanggal Lulus :


(10)

Karya Ilmiah ini aku persembahkan kepada Ayahanda Achadi (Alm) dan Ibunda Siti Ummayah (Alm) Istriku tercinta Melya Riniarti dan Anak-anakku tersayang Achmadyan Raya, Adinda Tami Rachmani, dan Aqilya Puti Gemilang


(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan ridho-Nya penelitian dengan judul Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Lampung Tengah, dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus dan Bapak Dr. Ir Noer Azam Achsani, MS. sebagai pembimbing serta Ir. Atang Sutandi, M.Si., Ph.D sebagai penguji. 2. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan

Wilayah IPB;

3. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis;

4. Bupati Lampung Tengah yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar;

5. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Tengah dan staf yang telah memberikan kemudahan selama proses penelitian;

6. Bapak dan Ibu tercinta Achadi (Alm) dan S. Hasan Syahrin, Ibunda Siti Ummayah (Alm) dan Maryati, serta saudara-saudaraku yang telah memberikan doa dan restunya selama pendidikan ini.

7. Istri dan anak-anakku tercinta atas kasih sayang, pengertian, kesabaran dan pengorbanannya dalam menunggu selesainya pendidikan.

8. Rekan-rekan seperjuangan PWL 2007 yang selalu kompak, sahabatku atas dorongan untuk melanjutkan pendidikan serta semua pihak yang telah membantu.

Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak keterbatasan dan kekurangannya. Namun demikian, penulis mengharapkan tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan orang-orang yang memerlukannya terlebih lagi bagi perkembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2010 Achmad Baehaqi


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magelang, pada tanggal 27 Mei 1976 sebagai anak pertama dari lima bersaudara pasangan Achadi (Alm) dan Siti Ummayah (Alm).

Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri Blabak di Muntilan pada tahun 1994. Pada tahun yang sama diterima di Fakultas Pertanian Program Studi Ilmu Tanah Universitas Lampung (Unila) dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 2000.

Pada tahun 2000 penulis menikah dengan Melya Riniarti dan saat ini telah dikaruniai satu orang putra bernama Achmadyan Raya dan dua orang putri Adinda Tami Rachmani dan Aqilya Puti Gemilang. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai PNS di Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.

Tahun 2007 penulis mendapat kesempatan meneruskan pendidikan pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusbindiklatren Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang penulis bekerja di Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Tengah.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Komoditas Unggulan ... 6

2.2 Evaluasi Sumberdaya Lahan ... 9

2.3 Analytic Hierarchy Process (AHP) ... 10

2.4 Geographical Information System (GIS) ... 11

III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Lokasi dan Waktu penelitian ... 14

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 14

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 15

3.4 Teknik Analisis Data ... 16

3.4.1 Penetapan komoditas unggulan ... 16

3.4.1.1 Penentuan komoditas basis ... 17

3.4.1.2 Analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan ... 18

3.4.1.3 Analisis kelayakan usahatani ... 20

3.4.2 Penetapan prioritas komoditas unggulan ... 21

3.4.3 Penetapan arahan pengembangan komoditas unggulan .... 24

3.5 Keterbatasan penelitian ... 26

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27

4.1 Letak dan administrasi wilayah ... 27

4.2 Kondisi fisik wilayah ... 28

4.3 Penggunaan lahan ... 30

4.4 Kependudukan ... 31

4.5 Struktur perekonomian ... 33

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1 Penetapan komoditas unggulan ... 35

5.1.1 Penentuan komoditas basis ... 35

5.1.2 Ketersediaan dan kesesuaian lahan ... 38

5.1.3 Kelayakan usahatani ... 44

5.2 Penetapan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan ... 46

5.3 Arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan ... 45

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1 Kesimpulan ... 57


(14)

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ... 14

2. Kriteria ketersediaan lahan berdasarkan atribut peta RTRW, penggunaan lahan saat ini, dan status lahan ... 19

3. Skala perbandingan berpasangan ... 23

4. Indeks random pada berbagai alternatif ... 24

5. Kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah ... 28

6. Jenis penggunaan lahan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006 ... 31

7. Jumlah dan sebaran penduduk per kecamatan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006 ... 32

8. Sebaran persentase produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2002 s.d. 2006 ... 33

9. Laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2002 s.d. 2006 ... 34

10. Nilai LQ komoditas tanaman pangan berbasis luas panen per kecamatan tahun 2006 dengan total wilayah Kabupaten Lampung Tengah ... 35

11. Luas panen komoditas tanaman pangan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2000 s.d. 2006 ... 37

12. Ketersediaan dan konsumsi pangan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006 ... 38

13. Komoditas basis terpilih ... 38

14. Ketersediaan lahan untuk pengembangan tanaman pangan per kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah ... 39

15. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jagung, padi, dan ubi kayu pada lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah ... 40

16. Nilai hasil analisis R/C ratio komoditas basis tanaman pangan ... 45

17. Alokasi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan pada lahan yang tersedia ... 49

18. Wilayah sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah ... 51


(16)

DAFTAR GAMBAR

halaman

1. Persentase kontribusi produksi tanaman pangan tingkat kabupaten

terhadap propinsi ... 2 2. Hirarki keputusan ... 11 3. Struktur AHP penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan .. 22 4. Bagan alur penelitian ... 26 5. Peta administrasi Kabupaten Lampung Tengah ... 27 6. Peta sebaran jenis tanah Kabupaten Lampung Tengah ... 30 7. Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman padi di Kabupaten

Lampung Tengah ... 41 8. Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di

Kabupaten Lampung Tengah ... 42 9. Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu di

Kabupaten Lampung Tengah ... 43 10. Hirarki penetapan komoditas unggulan tanaman pangan ... 48 11. Diagram bobot prioritas komoditas unggulan tanaman pangan

berdasarkan seluruh kriteria yang dipertimbangkan ... 48 12. Sebaran secara spasial lahan tanaman pangan eksisting dan pengembangan

lahan baru ... 52 13. Peta Arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di

Kabupaten Lampung Tengah ... 43 14. Peta wilayah sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

1. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah ... 62

2. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung ... 62

3. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu ... 64

4. Peta satuan lahan Kabupaten Lampung Tengah ... 65

5. Satuan lahan Kabupaten Lampung Tengah ... 66

6. Analisis R/C ratio komoditas padi ... 71

7. Analisis R/C ratio komoditas jagung ... 72


(18)

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Tiga sub sistem utama ketahanan pangan yaitu (1) penyediaan pangan (supply), (2) penyaluran pangan (distribution), dan (3) pemanfaatan (consumption) (Suryana, 2008). Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan dan menjaga stabilitas ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan pangan dengan peningkatan produksi bahan pangan.

Kapasitas produksi pangan merupakan faktor penting dari ketahanan pangan, khususnya tanaman pangan. Dari sisi penyediaan pangan, kondisi ketersediaan dan kesuburan lahan masih menentukan kapasitas produksi, mengingat bahwa pertumbuhan produktivitas pangan khususnya padi masih berkisar 1% per tahun, artinya masih lebih rendah dibandingkan angka pertumbuhan penduduk yang berkisar 1,4% per tahun. Hal ini secara langsung atau tidak langsung, terbukti dengan terjadinya impor beras secara terus menerus sejak tahun 1995 (Pratomosunu, 2007). Nurmalina (2008) menyatakan bahwa wilayah Jawa dan Sumatera berstatus cukup berkelanjutan dalam sistem ketersediaan pangan (beras), sedangkan Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah lainnya termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan. Keberlanjutan sistem ketahanan pangan di wilayah Jawa sangat lemah pada dimensi ekologi. Dengan demikian pengembangan sistem ketersediaan pangan selain difokuskan di Jawa sebaiknya juga difokuskan di wilayah Sumatera (Nurmalina, 2008).

Dalam kaitannya dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan penting antara lain adalah kesesuaian lahan dan keragaman sifat lahan yang akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini disebabkan setiap jenis tanaman membutuhkan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal (Djaenudin et al.,


(19)

2 sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas pertanian. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah aspek manajemen dalam pengelolaan lahan yang didasarkan pada sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan.

Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten penting dalam penyediaan produk tanaman pangan bagi Propinsi Lampung. Menurut BPS Propinsi Lampung (2007), untuk 7 komoditas tanaman pangan utama di Propinsi Lampung (padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau), Kabupaten Lampung Tengah memberikan sumbangan produksi masing-masing lebih dari 20% (Gambar 1). Bagi penduduk Lampung Tengah sendiri, komoditas tanaman pangan masih merupakan tumpuan utama penghidupan. Data PDRB Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 2002 hingga tahun 2006 menunjukkan bahwa sub sektor pertanian tanaman bahan makanan memberikan kontribusi yang paling besar (berkisar antara 28,82 – 29,48%). Laju pertumbuhan PDRB untuk tanaman bahan makanan juga bernilai positif (0,37 pada tahun 2002 dan 5,18 pada tahun 2006). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman bahan makanan merupakan komoditas yang sangat penting dan masih mempunyai peluang untuk dikembangkan.

Gambar 1 Persentase kontribusi produksi tanaman pangan tingkat kabupaten terhadap propinsi. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Padi Jagung Ubi  Kayu

Ubi Jalar Kacang  Tanah

Kedelai Kacang  Hijau

(%)

Kota Metro Bandar Lampung  Tulang Bawang Waykanan Lampung Utara Lampung Tengah Lampung Timur Lampung Selatan Tanggamus Lampung Barat


(20)

Pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan perlu dilakukan dengan memperhatikan potensi yang dimiliki yang langkah awalnya dapat dilakukan melalui pewilayahan komoditas. Pewilayahan komoditas tanaman pangan yang sesuai dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktifitas lahan yang diusahakan dapat optimal. Perencanaan pembangunan pertanian yang berdasarkan pewilayahan akan dapat mengatasi terjadinya persaingan jenis dan produksi komoditas antar wilayah sehingga peluang pasar akan terjamin.

Untuk mendukung pengembangan potensi tersebut dibutuhkan suatu analisis yang menyeluruh yang meliputi berbagai aspek penting, seperti (1) menentukan komoditas unggulan yang tepat, sesuai dengan data-data hasil produksi yang ada; (2) mengetahui komoditas apakah yang sesungguhnya paling disukai oleh stakeholder selaku pelaku, sehingga dapat ditentukan kebijakan yang dapat mendukung keberhasilan pertanian di Lampung Tengah; (3) analisis tentang kesesuaian lahan terhadap komoditas tanaman pangan yang ada, upaya ini penting untuk dapat memetakan dengan jelas daya dukung biofisik lahan dan lingkungan yang ada dan (4) analisis tentang kelayakan usahatani, untuk melihat kelayakakan finansial suatu jenis usahatani.

Perencanaan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial sehingga dapat mendukung keberlanjutan kegiatan pertanian tanaman pangan. Di samping itu, perencanaan yang bersifat spasial juga diperlukan untuk mempermudah pengelolaan dan aplikasinya. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, perencanaan yang ada saat ini belum didukung oleh data spasial dan tersedia dalam bentuk tabular berbasis wilayah administrasi.

1.2 Permasalahan

Secara nasional, produksi pangan dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi. Data ekspor-impor komoditas tanaman pangan di Departemen Pertanian tahun 2006 menunjukkan bahwa impor jagung 2,3 juta ton atau senilai 354 juta dolar Amerika Serikat, sedangkan impor beras sebesar 0,28 juta ton atau senilai 83 juta dolar Amerika Serikat (Deptan, 2009a; 2009b).


(21)

4 Kondisi ini baik dari sisi ketahanan pangan maupun pengembangan wilayah kurang menguntungkan. Kekurangan pasokan pangan akan mengancam kondisi ketahanan pangan, sementara impor bahan pangan tidak memberikan nilai tambah bagi sebagian besar petani.

Pembangunan pertanian khususnya komoditas tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah yang telah dilakukan selama ini masih belum memuaskan. Hal ini terlihat dari rata-rata produktivitas lahan terutama untuk tanaman padi dan jagung yang masih di bawah rata-rata produktivitas nasional. Peningkatan produksi tanaman pangan di kabupaten masih dimungkinkan baik melalui peningkatan produktivitas maupun peningkatan luas panen untuk mengisi kekurangan pasokan pada tingkat nasional. Untuk itu diperlukan perencanaan dan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah yang mempertimbangkan keberlanjutan sistem produksi.

Perencanaan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah memunculkan beberapa pertanyaan penelitian yaitu: (1) Masih adakah lahan yang tersedia untuk pengembangan komoditas tanaman

pangan?

(2) Bagaimanakah status kesesuaian lahan untuk tanaman pangan?

(3) Apakah komoditas tanaman pangan secara ekonomi layak dikembangkan? (4) Komoditas apakah yang menjadi unggulan?

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

(1) Mengetahui komoditas basis tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah

(2) Mengetahui ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah

(3) Menentukan prioritas dan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah


(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah:

(1) Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah.

(2) Sebagai bahan masukan untuk memperkaya khasanah pemikiran dan proses pembelajaran (learning process) dalam perumusan kebijakan pembangunan dan pengembangan wilayah.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komoditas Unggulan

Menurut Badan Litbang Pertanian (2003), komoditas unggulan merupakan komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya, manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat). Ditambahkan pula oleh (Bachrein, 2003) bahwa penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah lain adalah komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Selain itu kemampuan suatu wilayah untuk memproduksi dan memasarkan komoditas yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim di wilayah tertentu juga sangat terbatas.

Berbagai metode telah dikembangkan dan digunakan dalam penetapan komoditas unggulan daerah. Metode yang paling umum digunakan yaitu metode

Location Quotient (LQ) (Hendayana, 2003; Bachrein, 2003; dan Susilawati et al., 2006). Metode ini lebih bersifat analisis dasar yang dapat memberikan gambaran tentang pemusatan aktifitas atau sektor basis saat ini. Selain metode LQ, Bachrein (2003) menambahkan perlunya analisis lanjutan untuk mendapatkan komoditas unggulan daerah yaitu analisis supply, analisis ekonomi, dan analisis kualitatif keunikan komoditas. Analisis supply bertujuan untuk melihat kemampuan suatu wilayah dalam menyediakan berbagai komoditas yang dihasilkan berdasarkan

trend produksi dan luas panen. Analisis keunggulan kompetitif untuk semua komoditas yang diunggulkan dilakukan dengan perhitungan rasio penerimaan/biaya (Revenue Cost Ratio). Analisis kualitatif dilakukan dengan memperhatikan orientasi pasar, daya saing, serta tingkat komersialisasi komoditas.

Komoditas unggulan di sektor pertanian telah banyak dikaji oleh para peneliti di berbagai lembaga penelitian terutama di lingkungan Departemen Pertanian. Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju


(24)

pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan (Hendayana, 2003). Menurut Bachrein (2003), penetapan komoditas unggulan perlu dilakukan sebagai acuan dalam penyusunan prioritas program pembangunan oleh penentu kebijakan mengingat berbagai keterbatasan sumberdaya yang dimiliki baik sumberdaya keuangan, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya lahan. Selain itu, keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan juga diharapkan akan lebih baik karena kegiatan yang dijalankan lebih terfokus pada program yang diprioritaskan. Batasan wilayah dalam penetapan komoditas unggulan biasanya merupakan wilayah administrasi baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kabupaten (Hendayana, 2003; Bachrein 2003; Susanto, 2005; Susilawati, 2006).

Hendayana (2003) telah mencoba mengidentifikasi komoditas unggulan pertanian pada tingkat nasional dengan menggunakan metode LQ. Hasilnya menunjukkan bahwa metode LQ sebagai salah satu pendekatan model ekonomi basis relevan dan dapat digunakan sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasikan komoditas unggulan. Propinsi yang paling banyak memiliki komoditas unggulan pertanian adalah Sulawesi Selatan, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Timur. Propinsi Lampung paling banyak memiliki komoditas unggulan pada sub sektor hortikultura. Pada subsektor tanaman pangan, yang menjadi komoditas unggulan di wilayah ini adalah ubi kayu dan jagung. Hendayana juga menemukan hal yang menarik yaitu tingginya nilai LQ untuk komoditas padi di DKI Jakarta yang melebihi nilai LQ untuk Sumatera Barat dan Jawa Barat. Namun hal ini bisa dijelaskan dengan mengacu pada pengertian LQ yang merupakan pembagian antara share terhadap share. Mengingat share areal panen padi DKI Jakarta terhadap areal pangan di DKI Jakarta relatif lebih besar dibandingkan share areal panen padi nasional terhadap pangan nasional, maka hasilnya nilai LQ padi di DKI Jakarta menjadi relatif lebih tinggi dibandingkan Sumatera Barat dan Jawa Barat. Oleh karena itu, disarankan kehati-hatian dan kecermatan dalam menginterpretasikan nilai LQ. Selain itu data yang digunakan harus divalidasi dulu sebelum dianalisis.


(25)

8 Syafrudin et al. (2004) melakukan kajian tentang penataan sistem pertanian dan penetapan komoditas unggulan berdasarkan zona agroekologi di Sulawesi Tengah. Tujuan dari penataan sistem pertanian dan penetapan komoditas unggulan dilakukan untuk mempertahankan produksi yang tinggi dan peningkatkan daya saing produk baik di pasar lokal maupun internasional melalui peningkatan efisiensi dan keberlanjutan sistem pertanian. Delineasi terhadap peta Zona Agroekologi menghasilkan tujuh zona utama, empat sistem pertanian, dan beberapa komoditas unggulan alternatif. Sistem pertanian dan komoditas unggulan ditetapkan berdasarkan persyaratan dan parameter biofisik lahan, yang meliputi elevasi, suhu, kelembapan, fisiografi, lereng, drainase, dan jenis tanah.

Hasil penelitian tentang pengembangan komoditas unggulan sektor pertanian di Kabupaten Lampung Tengah masih belum ditemukan, namun untuk beberapa kabupaten lain di Propinsi Lampung kajian ini telah dilakukan untuk subsektor tanaman pangan (Ratnasari, 2008) dan subsektor perkebunan (Nurleli, 2008). Ratnasari melakukan penelitian tentang pewilayahan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur dengan pemodelan multi-kriteria. Penetapan komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan metode LQ, analisis trend luas panen, analisis permintaan, dan analisis deskriptif preferensi masyarakat. Pewilayahan komoditas unggulan dilakukan dengan analisis multi-criteria evaluation (MCE). MCE merupakan salah satu alat dalam pengambilan keputusan berdasarkan banyak kriteria. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur adalah padi.

Nurleli (2008) melakukan penelitian tentang pengembangan komoditas unggulan subsektor perkebunan di Kabupaten Tanggamus. Metode yang digunakan adalah analisis kesesuaian lahan dengan bantuan program ALES, metode LQ, kelayakan finansial menggunakan BC rasio, NPV dan IRR, sedangkan arahan pengembangan dilakukan melalui diskusi kelompok dengan metode FGD (focus group discussion). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kopi, kakao, kelapa dan lada merupakan komoditas unggulan dan dipilih oleh masyarakat di Kabupaten Tanggamus berdasarkan hasil diskusi kelompok

Dari beberapa penelitian yang telah dilaksanakan, pengembangan komoditas unggulan ditetapkan berdasarkan teori ekonomi basis, aspek biofisik


(26)

(kesesuaian lahan), kelayakan ekonomi, rencana tata ruang, dan keinginan masyarakat. Ketersediaan lahan berdasarkan status penguasaan lahan masih belum dipertimbangkan.

2.2 Evaluasi Sumberdaya Lahan

Evaluasi sumberdaya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus, 2004).

Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, jagung, dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-peta yang dapat mengambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta tanah, peta topografi, peta geologi, peta iklim dan sebagainya dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan.

Berdasarkan FAO (1976) evaluasi lahan dapat dilakukan menurut dua strategi:

1) pendekatan dua tahap (two stage approach). Tahapan pertama terutama berkenaan dengan evaluasi lahan yang bersifat kualitatif, yang kemudian diikuti dengan tahapan kedua yang terdiri dari analisis ekonomi dan sosial. 2) pendekatan sejajar (parallel approach). Analisis hubungan antara lahan dan

penggunaan lahan berjalan secara bersama-sama dengan analisis-analisis ekonomi dan sosial.

Ciri dari proses evaluasi lahan adalah tahapan di mana persyaratan yang dibutuhkan suatu penggunaan lahan dibandingkan dengan kualitas lahan. Fungsi dari evaluasi lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana perbandingan serta alternatif pilihan penggunaan yang diharapkan berhasil (FAO, 1976).


(27)

10 Metode aplikatif dalam evaluasi sumberdaya lahan untuk berbagai keperluan penggunaan lahan pada saat ini telah banyak berkembang dan semakin mudah dilakukan dengan bentuan Sistem Informasi Geografi. Sebagai contoh adalah Hossain et al. (2006) yang telah mengembangkan model menggunakan

Model Builder pada program ArcView untuk memetakan kesesuaian lahan bagi pertanian dan perkotaan. Model tersebut menggunakan pendekatan pemodelan

multi-criteria berbasis GIS dengan menggabungkan data empirik dengan pendapat ahli (experts’ judgement). Model kesesuaian lahan pertanian mempertimbangkan kriteria tanah, topografi, dan iklim, sedangkan model kesesuaian lahan bangunan perkotaan menguji karakteristik biofisik, sosial ekonomi dan fenomena spasial untuk menentukan kesesuaian lokasi dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan.

Penerapan Sistem Informasi Geografi untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam pengalokasian sumberdaya lahan untuk keperluan tertentu telah banyak dilaporkan (Segrera, 2003; Prabawasari, 2003; Saroinsong

et al., 2007; dan Mulyani et al., 2008). 2.3 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu teori matematika untuk pengukuran dan pembuatan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty pada tahun 1970-an ketika masih mengajar di Wharton School of Business University of Pennsylvania. Aplikasi AHP dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori utama yaitu (1) choice (pilihan), yang merupakan evaluasi atau penetapan prioritas dari berbagai alternatif tindakan yang ada, dan (2) forecasting

(peramalan), yaitu evaluasi terhadap berbagai alternatif hasil di masa yang akan datang (Saaty dan Niemira, 2006). AHP juga merupakan suatu teori pengukuran relatif dengan skala mutlak dari suatu kriteria baik yang bersifat tangible maupun

intangible yang didasarkan pada penilaian perbandingan berpasangan dari para ahli (Ozdemir dan Saaty, 2006). Dengan metode ini para pembuat keputusan dapat menguraikan permasalahan yang kompleks ke dalam struktur berjenjang yang menunjukkan hubungan antara goal (tujuan), objective (kriteria), sub-objective (sub-kriteria), dan alternatif seperti yang terlihat dalam Gambar 2 (Forman dan Selly, 2001).


(28)

Gambar 2 Hirarki keputusan

Saaty (1980) mengembangkan beberapa langkah berikut ini dalam menggunakan AHP. Langkah pertama yaitu menentukan goal (tujuan) dan menentukan kriteria atau sub kriteria berdasarkan tujuan, menyusun kriteria ke dalam hirarki dari level teratas (tujuan dari sudut pandang pembuat keputusan) melalui level menengah hingga level terbawah, yang biasanya memuat beberapa alternatif, setelah itu menyusun matriks perbandingan berpasangan (ukuran n x n) untuk masing-masing level bawah dengan satu matrik untuk setiap unsur dalam level menengah di atasnya dengan menggunakan skala relatif. Yang terakhir yaitu pengujian konsistensi dengan mengambil rasio konsistensi (CR) dari indeks konsistensi (CI) dengan nilai yang tepat. Nilai CR dapat diterima, jika tidak melebihi 0,10. Jika nilai CR > 0,10, berarti matriks tersebut tidak konsisten (Saaty, 1980).

2.4 Geographical Information System (GIS)

Seiring dengan perkembangannya, terdapat beberapa definisi tentang GIS yang diberikan oleh para akademisi, peneliti, dan pengembang perangkat lunak. Masing-masing memiliki definisinya sendiri. Beberapa definisi tentang

Geographical Information System (GIS) yaitu: Tujuan

Kriteria

Sub Kriteria


(29)

12 • GIS merupakan kumpulan perangkat keras dan perangkat lunak komputer serta data geografi untuk menangkap, menyimpan, memutahirkan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang memiliki referensi geografi (ESRI, 2001).

• GIS merupakan wadah peta-peta dalam bentuk digital, suatu alat terkomputerisasi untuk memecahkan permasalahan geografi, suatu sistem pendukung keputusan spasial, inventarisasi fasilitas yang tersebar secara geografis, alat untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak tampak dalam informasi geografi, alat untuk melakukan operasi terhadap data geografi yang terlalu banyak atau mahal atau tidak akurat jika dilakukan dengan tangan (Longley et al., 2005)

• Aktivitas teroganisir di mana manusia dapat (1) menganalisis berbagai aspek fenomena dan proses geografi, (2) menyajikan hasil biasanya dalam bentuk database komputer, untuk memberikan penekanan pada tema-tema spasial, entiti, dan hubungan (relationship); (3) melakukan operasi terhadap gambaran tersebut untuk menghasilkan lebih banyak ukuran dan untuk menemukan hubungan yang baru dengan memadukan berbagai sumber yang berbeda, dan (4) mentransformasikan sajian ini untuk menyesuaikan dengan kerangka lainnya dari entiti dan relasi. Aktivitas ini mencerminkan konteks yang lebih besar (kelembagaan dan budaya) di mana orang-orang bekerja (Chrisman, 2003).

Di dalam GIS, data geografi ditransformasikan ke dalam bentuk informasi geografi. Meskipun terlihat sederhana, namun transformasi ini melibatkan serangkaian fungsi dan proses yang rumit. Data geografi dimulai sebagai data feature mentah yang memiliki posisi dan atribut. Data ini kemudian ditumpang-tindihkan (overlay) dengan dataset lainnya yang kemudian membentuk hubungan (relasi) bersama. Data dan hubungan dianalisis, dilakukan proses

geoprocessing, dan kemudian disajikan sebagai produk informasi geografi. Produk informasi geografi ini biasanya merupakan aplikasi perangkat lunak interaktif yang digunakan untuk membantu manusia dalam pengambilan keputusan (Galati, 2006).


(30)

Geoprocessing merupakan proses dasar dalam membuat serangkaian turunan data geografi dari berbagai dataset yang ada dengan menggunakan operasi seperti overlay dan konversi data. Pada umumnya pengguna menggunakan fungsi GIS kepada sekelompok data geografi (input) untuk menghasilkan keluaran dataset yang tepat yang sesuai untuk aplikasi tertentu. Fungsi geoprocessing

berkisar dari pemotongan spasial (spatial clipping) yang sederhana hingga operasi analitik yang lebih rumit. Fungsi perangkat lunak ini bisa berdiri sendiri atau berhubungan dengan proses lainnya (Galati, 2006). Beberapa kategori operasi

geoprocessing yaitu:

1. Konversi. Konversi sepenuhnya berhubungan dengan formatting seperti konversi format file (translasi) dan konversi sistem referensi geografi (koordinat).

2. Overlay (union, intersect). Overlay melibatkan tumpang tindih dua atau lebih layer data geografi untuk menemukan hubungan.

3. Intersect. Interseksi geometri dikomputasikan terhadap input yang kemudian menghasilkan output di mana atributnya merupakan atribut yang dimiliki oleh semua input.

4. Union. Seperti intersect tetapi outputnya memiliki seluruh atribut dari semua input.

5. Ekstraksi (clip, query). Query membantu dalam memilih data geografi untuk di-clip atau diekstrak. Di sini berlaku aturan topologi.

6. Proximity (buffer). Proximity diawali dari sebuah query yang memilih

feature geografi berdasarkan jaraknya dari feature lain.

7. Manajemen (copy, create). Perangkat lunak manajemen data GIS pada umumnya dirancang untuk membantu pengorganisasian koleksi data geografi. Pada hakekatnya semua bentuk data geografi dapat ditangani oleh aplikasi ini.

8. Transformasi. Di sini, istilah transformasi berarti transformasi spasial, seperti transformasi datum atau proyeksi.


(31)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Oktober 2009.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian:

No Jenis Data Sumber

1 Peta administrasi Kabupaten Lampung Tengah skala 1 : 100.000 (digital)

Bapeda Kabupaten Lampung Tengah

2 Peta RTRW Kabupaten Lampung Tengah (digital)

Bapeda Kabupaten Lampung Tengah

3 Peta Topografi skala 1 : 50.000 (digital)

Bakosurtanal

4 Peta penggunaan lahan (digital) BPN Kabupaten Lampung Tengah

5 Peta status tanah (digital) BPN Kabupaten Lampung Tengah

6 Peta tanah skala 1 : 250.000 (analog) Puslittanak Bogor 7 Data luas panen, produksi, harga

produk tanaman pangan, dan data kependudukan

Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Tengah dan BPS Kabupaten Lampung Tengah 8 Data preferensi stakeholder Wawancara


(32)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

(1) Studi literatur

Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan berbagai informasi dari jurnal, buku, dan terbitan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian.

(2) Pengumpulan data sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data statistik, peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah terutama pada subsektor tanaman pangan, serta data-data spasial yang diperoleh dari berbagai instansi terkait yaitu BPS, Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan, Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air, Puslitanak, dan Bakosurtanal.

(3) Pengumpulan data primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan kuesioner. Wawancara semi terstruktur dilakukan dengan narasumber dari berbagai pihak baik pemerintah daerah seperti Bapeda dan Dinas Pertanian, petani, maupun akademisi atau peneliti. Wawancara diarahkan untuk mengetahui preferensi masyarakat dalam penentuan komoditas sebagai bahan dalam analisis AHP. Pengambilan sampel responden didasarkan pada teknik

purposive sampling, yang merupakan teknik pengambilan sampel non random (tidak acak) untuk populasi spesifik dengan pertimbangan tertentu (Neuman, 2007). Responden terpilih dinilai memiliki kompetensi di bidang pengembangan tanaman pangan. Dalam penelitian ini dipilih beberapa kelompok responden yaitu petani (kelompok yang membudidayakan tanaman pangan), pejabat pemerintahan (kelompok yang menentukan kebijakan pengembangan tanaman pangan) dan peneliti (kelompok yang melakukan penelitian dan pengkajian di bidang tanaman pangan). Jumlah responden 35 orang yang terdiri dari 20 orang petani yang merupakan


(33)

16 pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) tingkat kecamatan dan Kabupaten Lampung Tengah, 2 orang peneliti dari lembaga penelitian Departemen Pertanian di Propinsi Lampung, 3 orang akademisi dari perguruan tinggi negeri di Propinsi Lampung, 3 orang pejabat Bapeda Kabupaten Lampung Tengah, dan 7 orang pejabat dan petugas lapang Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Tengah.

3.4 Teknik Analisis Data

Pengembangan komoditas unggulan dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yang meliputi penetapan komoditas unggulan, penetapan prioritas komoditas unggulan, dan penetapan arahan pengembangan komoditas unggulan. Penetapan komoditas unggulan dilakukan dengan analisis penentuan komoditas basis, analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis, dan analisis kelayakan usahatani.

3.4.1 Penetapan Komoditas Unggulan

Definisi komoditas unggulan menurut Badan Litbang Pertanian (2003) adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dibudidayakan di suatu wilayah. Dari definisi ini diperoleh kriteria komoditas unggulan yaitu memiliki posisi strategis, secara teknis dapat diusahakan (sesuai dengan daya dukung lahan), secara ekonomi layak diusahakan (memberikan keuntungan secara ekonomi), dan secara sosial kelembagaan diterima (dukungan sumberdaya manusia, infrastruktur, teknologi, dan aspek hukum).

Penetapan komoditas unggulan berdasarkan kriteria di atas dilakukan melalui tiga tahapan yaitu penentuan komoditas basis, analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan, dan analisis kelayakan usahatani. Komoditas basis dapat memberikan gambaran posisi strategis dari suatu komoditas. Komoditas basis merupakan komoditas yang memiliki keunggulan dari sisi penawaran (supply) yang ditujukan terutama untuk eksport ke luar wilayah. Analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan dilakukan untuk memenuhi kriteria teknis yang berarti bahwa


(34)

suatu komoditas menjadi unggulan jika tersedia lahan untuk budidaya dan lahan tersebut sesuai untuk komoditas itu. Analisis usahatani dilakukan untuk memenuhi kriteria ekonomi yang berarti bahwa komoditas unggulan adalah komoditas yang memberikan keuntungan secara ekonomi. Dengan demikian, komoditas unggulan yang diusulkan merupakan komoditas basis terpilih, tersedia lahan dan sesuai untuk budidaya, dan layak diusahakan secara ekonomi.

3.4.1.1 Penentuan Komoditas Basis

Teknik analisis yang digunakan dalam penentuan komoditas basis yaitu analisis Location Quotient (LQ). Analisis LQ merupakan salah satu pendekatan tidak langsung yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis. Nilai LQ akan memberikan indikasi kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan suatu komoditas. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data luas panen tanaman pangan per kecamatan dengan total wilayah kabupaten. Persamaan LQ dirumuskan sebagai berikut (modifikasi Bachrein, 2003 dan Hendayana, 2003):

Pt Pi

pt pi LQ =

Dimana:

pi : luas panen komoditas i pada tingkat kecamatan,

pt : total luas panen subsektor tanaman pangan pada tingkat kecamatan,

Pi : luas panen komoditas i pada tingkat kabupaten,

Pt : total luas panen subsektor tanaman pangan pada tingkat kabupaten.

Perhitungan LQ menghasilkan tiga kriteria (Hendayana, 2003) yaitu :

a) LQ > 1; artinya komoditas itu menjadi basis atau menjadi sumber pertumbuhan. Komoditas memiliki keunggulan komparatif, hasilnya tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayah bersangkutan akan tetapi juga dapat diekspor ke luar wilayah.

b) LQ = 1; komoditas itu tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan komparatif. Produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan tidak mampu untuk diekspor.


(35)

18 c) LQ < 1; komoditas ini juga termasuk non basis. Produksi komoditas di suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan atau impor dari luar.

Analisis trend luas panen dan analisis penyediaan dan konsumsi produk tanaman pangan dilakukan untuk mempertegas analisis LQ. Analisis trend luas panen dilakukan dengan menyajikan tabulasi data luas panen untuk semua komoditas tanaman pangan selama lima tahun terakhir kemudian dibuat nilai rata-ratanya. Rata-rata luas panen yang tinggi menunjukkan tingginya aktivitas produksi komoditas tanaman pangan. Analisis penyediaan dan konsumsi produk tanaman pangan menghasilkan gambaran kelebihan atau kekurangan pasokan produk tanaman pangan di wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Ketersediaan produk tanaman pangan dihitung dari produksi tanaman pangan tahun 2006 dikurangi dengan angka penyusutan (jumlah produk yang tercecer, digunakan untuk benih, untuk pakan dan lain-lain). Nilai konsumsi dihitung berdasarkan konsumsi perkapita pertahun dikalikan dengan jumlah penduduk tahun 2006.

Hasil analisis LQ, kecenderungan luas panen, dan penyediaan dan konsumsi pangan kemudian di-ranking untuk menentukan peringkat masing-masing komoditas pada setiap analisis. Komoditas basis terpilih ditentukan dengan me-ranking semua komoditas berdasarkan peringkat dari setiap analisis. Komoditas dengan peringkat 1 sampai 3 dipilih menjadi komoditas basis yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya.

3.4.1.2 Analisis Ketersediaan dan Kesesuaian Lahan

Analisis ketersediaan lahan dilakukan untuk mengeliminasi konflik pengelolaan lahan berkenaan dengan status lahan dan perencanaan tata ruang. Ketersediaan lahan diperoleh dengan operasi tumpang tindih antara peta administrasi dengan peta RTRW dan peta penggunaan lahan saat ini (Mulyani 2008). Dalam penelitian ini ditambahkan kriteria status penguasaan lahan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lahan tersedia diasumsikan merupakan lahan yang tidak berstatus Hak Guna Usaha (HGU) atau dikuasai Departemen Kehutanan berdasarkan status lahan dari BPN, lahan yang tidak direncanakan sebagai kawasan lindung berdasarkan RTRW, dan lahan-lahan yang berdasarkan penggunaan lahan saat ini bukan merupakan merupakan lahan perkebunan, kebun


(36)

campuran, dan permukiman. Tabel 2 menyajikan kriteria ketersediaan lahan berdasarkan atribut peta RTRW, penggunaan lahan saat ini, dan status lahan. Tabel 2 Kriteria ketersediaan lahan berdasarkan atribut peta RTRW, penggunaan

lahan saat ini, dan status lahan

Jenis Peta Atribut Ketersediaan

RTRW Lindung Tidak tersedia

Budi Daya Tersedia

Penggunaan Lahan Belukar Tersedia

Hutan Tersedia

Kebun Campuran Tidak tersedia

Ladang/tegalan Tersedia

Pemukiman Tidak tersedia

Perkebunan Tidak tersedia

Sawah Tersedia

Sungai Tidak tersedia

Status Lahan Hak Guna Usaha Tidak tersedia Tanah dikuasai kehutanan Tidak tersedia

Tanah Milik/Adat Tersedia

Kesesuaian lahan merupakan gambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 2004). Evaluasi kesesuaian lahan menggunakan kriteria FAO dalam Framework for Land Evaluation (FAO, 1976). Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dalam dua tahap yaitu penilaian persyaratan tumbuh tanaman dan identifikasi karakteristik lahan (Sitorus, 2004). Data persyaratan tumbuh tanaman diperoleh dari puslitanak. Identifikasi karakteristik lahan dilakukan dengan bantuan GIS dengan operasi tumpah tindih terhadap data fisik yaitu peta tanah, lereng, dan iklim sehingga diperoleh satuan lahan homogen. Proses matching dilakukan untuk membandingkan antara persyaratan tumbuh tanaman dengan kualitas lahan untuk menduga prestasi penggunaan lahan (land use performance). Dari analisis ini dihasilkan peta kesesuaian lahan biofisik. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman pangan didasarkan pada Djaenudin et al. (2003).

Kelas kesesuaian lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Sitorus, 2004):

(1) Kelas S1, sangat sesuai. Lahan tidak memiliki faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor, dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata.


(37)

20 (2) Kelas S2, cukup sesuai. Lahan memiliki faktor pembatas, dan faktor

pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi dengan oleh petani sendiri.

(3) Kelas S3, sesuai marjinal. Lahan memiliki faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada lahan S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan pemerintah atau pihak swasta. Tanpa bantuan tersebut, petani tidak mampu mengatasinya.

(4) Kelas N, tidak sesuai. Lahan yang tidak sesuai (N) karena memiliki faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.

Dua analisis di atas menghasilkan peta ketersediaan lahan dan peta kesesuaian lahan. Langkah selanjutnya adalah melakukan operasi tumpang tindih antara peta ketersediaan lahan dan peta kesesuaian lahan sehingga menghasilkan peta kesesuaian lahan pada lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan. Data luas untuk masing-masing kelas kesesuaian lahan diperoleh dengan melakukan query pada tabel atribut peta kesesuaian lahan pada lahan tersedia.

3.4.1.3 Analisis Kelayakan Usahatani

Analisis kelayakan usahatani dilakukan untuk menilai kelayakan usahatani komoditas terpilih. Menurut BP2TP (2003) analisis usahatani digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman semusim seperti padi, palawija, dan sayuran. Analisis usahatani yang digunakan di sini adalah R/C ratio. R/C ratio suatu usahatani menunjukkan perbandingan antara nilai produksi (penerimaan) dengan total biaya usahatani (Soekartawi, 2005). Penghasilan petani tergantung dari dua faktor utama yaitu harga jual dan biaya usahatani. Perhitungan pengeluaran dan pendapatan petani didasarkan pada harga sarana, tenaga kerja, dan produksi yang ada di lokasi penelitian. R/C ratio


(38)

Py : Harga per satuan produksi

Y : Total produksi

FC : Biaya tetap

VC : Biaya variabel

Terdapat tiga kemungkinan dari implikasi R/C ratio (Soekartawi, 2005), yaitu: 1) Jika R/C ratio > 1, maka kegiatan usahatani efisien

Jika R/C ratio = 1, maka kegiatan usahatani impas Jika R/C ratio < 1, maka kegiatan usahatani tidak efisien 3.4.2 Penetapan Prioritas Komoditas Unggulan

Pemilihan prioritas komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Metode AHP didasarkan pada Saaty (1980). Data yang dianalisis diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner terhadap para responden terpilih. Nilai skor yang diperoleh dari hasil kuesioner tersebut dianalisis dengan bantuan program aplikasi expert choice. Langkah-langkah dalam AHP adalah sebagai berikut:

1) Menentukan tujuan, kriteria, subkriteria, dan alternatif yang kemudian disusun dalam sebuah hirarki (Gambar 3). Dalam penelitian ini, tujuan dari AHP adalah untuk menentukan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah. Kriteria yang dipilih adalah faktor ekonomi, ekologi, dan sosial. Di bawah kriteria ekonomi dipilih sub kriteria peluang pasar dan peluang pendapatan. Sub kriteria kesesuaian lahan dan kelestarian lingkungan dipilih untuk menjabarkan kriteria lingkungan, sedangkan subkriteria penguasaan teknologi dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung dipilih untuk menjabarkan kriteria sosial.

2) Melakukan pembobotan terhadap kriteria dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Pembobotan dilakukan untuk setiap tingkatan dalam hirarki. Bobot yang digunakan adalah skala yang dibangun oleh Saaty dengan nilai 1 sampai dengan 9 (Tabel 3) . Nilai bobot menggambarkan tingkat kepentingan masing-masing kriteria. Nilai 1 menggambarkan bahwa


(39)

22 dua kriteria yang dibandingkan memiliki tingkat kepentingan yang sama, sedangkan nilai 9 menggambarkan tingkat kepentingan yang mutlak.

3) Menyusun prioritas unsur keputusan dan pengaruh setiap unsur dalam tingkatan hirarki tertentu terhadap tujuan utama.

4) Menguji keabsahan nilai matriks berpasangan dengan menghitung nilai rasio konsistensi. Pada umumnya nilai inkonsistensi sebesar 10% masih dapat diterima, meskipun pada beberapa kasus toleransinya lebih dari angka itu.

Keterangan : M = peluang pasar

I = peluang peningkatan pendapatan

LS = kesesuaian lahan

ES = kelestarian lingkungan

T = penguasaan teknologi

P = ketersediaan sarana prasarana pendukung produksi

Gambar 3 Struktur AHP penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan.

Tujuan:

Menentukan komoditas unggulan tanaman pangan

EKONOMI EKOLOGI SOSIAL

M I LS ES T P


(40)

Tabel 3 Skala perbandingan berpasangan (Saaty, 1980)

Nilai Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama

pentingnva

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari Elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain

5 Elemen yang satu lebih penting dari Elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain

7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari Elemen yang lain

Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek

9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari Elemen yang lain

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada kompromi di antara dua pilihan

Tahapan dalam menghitung rasio konsistensi untuk menguji konsistensi penilaian adalah sebagai berikut.

(1) Menentukan vektor jumlah tertimbang (VJT/ weighted sum vector)

Hal ini dilakukan dengan mengalikan baris pertama matriks PRIORITAS dengan kolom pertama matriks PERBANDINGAN, kemudian baris kedua matriks PRIORITAS dikalikan dengan kolom kedua matriks PERBANDINGAN, dan terakhir adalah mengalikan baris ketiga matriks PRIORITAS dengan kolom ketiga matriks PERBANDINGAN. Kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan untuk setiap baris (secara mendatar). (2) Menghitung Vektor Konsistensi (VK)

Diperoleh dengan cara membagi masing-masing elemen VJT dengan masing-masing elemen matriks PRIORITAS.

(3) Menghitung nilai rata-rata vektor konsistensi (λ ) dan Indeks Konsistensi (IK)


(41)

24 (4) Menghitung Rasio Konsistensi (RK)

Rasio Konsistensi merupakan hasil pembagian Indeks Konsistensi (IK) dengan Indeks Random/Acak (IR).

Indeks Random adalah fungsi langsung dari jumlah alternatif atau sistem yang sedang diperbandingkan. Indeks Random disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Indeks random pada berbagai alternatif

Jumlah Alternatif yang diperbandingkan

Indeks random

(IR)

2 0,00

3 0,58

4 0,90

5 1,12

6 1,24

7 1,32

8 1,41

3.4.3 Penetapan Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan

Beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan dalam penentuan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan yaitu:

(1) Pengembangan komoditas unggulan hanya dialokasikan pada lahan yang tersedia (hasil analisis ketersediaan lahan).

(2) Alokasi lahan untuk pengembangan komoditas unggulan berdasarkan pada kelas kesesuaian lahan.

(3) Prioritas komoditas didasarkan pada pilihan atau preferensi dari para

stakeholder berdasarkan hasil AHP.

(4) Sistem pertanaman yang digunakan adalah sistem monokultur.

Penetapan alokasi lahan untuk komoditas unggulan dan perhitungan luas lahan dilakukan terhadap data spasial hasil analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan dengan bantuan aplikasi GIS. Operasi yang digunakan adalah query dan

calculate geometry. Query dilakukan secara bertahap. Pemilihan lokasi dimulai dari lahan kelas S1, dilanjutkan pada lahan kelas S2, dan kelas S3. Jika pada lahan kelas S1 untuk beberapa komoditas berada pada lokasi yang sama maka lahan tersebut dialokasikan untuk komoditas dengan prioritas yang lebih tinggi.


(42)

Komoditas dengan prioritas yang lebih tinggi akan mendapatkan alokasi lahan yang lebih luas daripada komoditas dengan prioritas yang lebih rendah.

3.5 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu:

(1) Peta tanah yang digunakan merupakan peta tanah tinjau (1 : 250.000) yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada tahun 1989. Data pada peta tinjau ini masih kurang detil dan lengkap sehingga tidak semua kriteria kesesuaian lahan dapat dipenuhi oleh data ini. Selang waktu yang cukup lama antara penerbitan peta tanah dengan saat pelaksanaan penelitian ini menyebabkan data atribut peta tanah menjadi tidak aktual, karena mungkin telah terjadi perubahan karakteristik lahan terutama yang berhubungan dengan sifat biologi dan kimia tanah. Namun, peta tanah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data terbaik yang dapat diperoleh saat ini dan mencakup seluruh wilayah penelitian.

(2) Perhitungan permintaan komoditas pangan hanya didasarkan pada konsumsi langsung oleh penduduk, sementara permintaan oleh industri berbahan baku komoditas ini tidak diperhitungkan. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya data tentang industri pengolah komoditas tanaman pangan. Data jumlah dan lokasi industri sudah tersedia di Pemerintah Daerah, namun data tentang kapasitas produksi atau kebutuhan bahan baku masih belum tersedia dan penulis mendapat kesulitan dalam mendapatkannya. Dengan demikian nilai surplus/defisit komoditas tanaman pangan kurang menggambarkan kondisi yang sesungguhnya.


(43)

26


(44)

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian merupakan wilayah Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang No 12 Tahun 1999 sebagai hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah (lama) menjadi dua kabupaten dan satu kota yaitu Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro. Sebagai dampak dari pemekaran wilayah tersebut, maka ibu kota Kabupaten Lampung Tengah yang semula berpusat di Metro, dipindahkan di Gunung Sugih.

4.1 Letak dan Administrasi Wilayah

Berdasarkan letak geografis, Kabupaten Lampung Tengah terletak antara 104o35' – 105o50' Bujur Timur dan antara 4o15' – 4o30' Lintang Selatan. Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara dan Tulangbawang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesawaran; sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus; dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5.


(45)

28 Kabupaten Lampung Tengah mempunyai luas wilayah 4.789,82 km2. Sampai dengan tahun 2006, Lampung Tengah secara administratif dibagi menjadi 27 kecamatan serta 293 kampung/kelurahan, dengan rincian disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah

No Kecamatan Ibu Kota

Jumlah Kampung/ Kelurahan

Luas (km2) 1 Padang Ratu Haduyang Ratu 14 204,44 2 Selagai Lingga Negri Katon 6 308,52

3 Pubian Negri Kepayungan 12 173,88

4 Anak Tuha Negara Aji Tua 18 161,64 5 Anak Ratu Aji Gedung Sari 12 68,39

6 Kalirejo Kalirejo 13 101,31

7 Sendang Agung Sendang Agung 9 108,89

8 Bangun Rejo Bangun Rejo 15 132,63

9 Gunung Sugih Gunung Sugih 15 130,12

10 Bekri Kusumadadi 8 93,51

11 Bumi Ratu Nuban Bulusari 9 65,14

12 Trimurjo Simbarwaringin 14 68,43

13 Punggur Tanggul Angin 9 118,45

14 Kota Gajah Kota Gajah 6 68,05

15 Seputih Raman Rukti Harjo 14 146,65 16 Terbanggi Besar Bandar Jaya 10 208,65

17 Seputih Agung Dono Arum 9 122,27

18 Way Pengubuan Tanjung Ratu Ilir 6 210,72 19 Terusan Nunyai Gunung Batin Ilir 7 302,05 20 Seputih Mataram Kurnia Mataram 12 120,01 21 Bandar Mataram Jati Datar 11 1.055,28 22 Seputih Banyak Tanjung Harapan 11 145,92

23 Way Seputih Suko Binangun 6 77,84

24 Rumbia Reno Basuki 14 201,11

25 Bumi Nabung Bumi Nabung Ilir 6 108,94 26 Seputih Surabaya Gaya Baru Satu 13 144,60 27 Bandar Surabaya Surabaya Ilir 9 142,39

Jumlah 293 4.789,82

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah (2007)

4.2 Kondisi Fisik Wilayah

Wilayah Kabupaten Lampung Tengah dapat dibagi dalam 5 unit topografi yaitu; (1) berbukit sampai bergunung, (2) berombak sampai bergelombang, (3) dataran alluvial, (4) rawa pasang surut, dan (5) river basin. Daerah berbukit dan bergunung terdapat di kecamatan Selagai Lingga dengan ketinggian rata-rata 1.600 m. Daerah topografi berombak sampai bergelombang


(46)

dicirikan dengan terdapatnya bukit – bukit rendah yang dikelilingi dataran – dataran sempit, dengan kemiringan antara 8% sampai 15% dan ketinggian antara 300 m sampai 500 m dari permukaan air laut dan jenis tanaman perkebunan di daerah ini adalah kopi, cengkeh, lada dan tanaman pangan seperti padi, jagung, kacang-kacangan dan sayur-sayuran. Daerah dataran alluvial sangat luas , meliputi Lampung Tengah bagian tengah sampai mendekati pantai timur, juga merupakan bagian hilir dari sungai-sungai besar seperti Way Seputih dan Way Pengubuan. Ketinggian daerah ini berkisar antara 25 meter sampai 75 meter dari permukaan laut, dan dengan kemiringan 0% sampai dengan 3%. Daerah rawa pasang surut terletak di sepanjang pantai timur Kabupaten Lampung Tengah dan mempunyai ketinggian antara 0,5 sampai 1 m di atas permukaan air laut. Di Lampung Tengah terdapat 2 dari 5 DAS yang ada di Propinsi Lampung yaitu Way Seputih dan Way Sekampung.

Pada ketinggian 50 – 500 meter di atas permukaan laut terdapat bahan tuffa lampung yang semakin ke barat semakin tinggi letaknya, terdiri dari endapan gunung api (Pleistosen). Di bagian utara wilayah ini terdapat formasi Palembang. Di daerah Kecamatan Kalirejo dan Bangunrejo terdapat batuan terobosan , granit kapen dan batuan metamorf sakis (pra-tersier). Daerah ini mempunyai potensi sumber bahan galian batu gamping.

Pada umumnya kondisi klimatologi wilayah Kabupaten Lampung Tengah sama dengan klimatologi wilayah Propinsi Lampung pada umumnya. Lampung Tengah terletak di bawah garis khatulistiwa 5o lintang selatan beriklim tropis – humid dengan angin laut yang bertiup dari samudera Indonesia dengan arah angin setiap tahunnya, yaitu: (1) pada bulan Nopember – Maret angin bertiup dari arah barat dan barat laut dan (2) pada bulan Juli – Agustus angin bertiup dari arah timur dan tenggara. Kecepatan angin rata – rata 5,83 km/jam. Pada daerah dataran dengan ketinggian 30 – 60 meter, temperatur udara rata-rata berkisar antara 26o C – 28o C. Temperatur maksimum yang sangat jarang dialami adalah 33o C dan juga temperatur minimum 22o C. Rata – rata kelembaban udara sekitar 80% - 88% dan akan lebih tinggi pada tempat yang lebih tinggi.

Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah didominasi oleh Ultisols dan sebagian kecil Inceptisols dan Entisols. Tanah Ultisols tersebar


(47)

30 hampir di seluruh kecamatan dengan persentase luas sekitar 75% dari total luas kabupaten. Sedangkan tanah Inceptisols ditemukan terutama di bagian barat wilayah kabupaten Lampung Tengah dan di sekitar sungai besar seperti yang terdapat di kecamatan Anak Tuha, Padang Ratu, Pubian, Terbanggi Besar, Seputih Mataram, Bandar Mataram, dan Way Pengubuan. Tanah Entisol terdapat di bagian timur yaitu di kecamatan Bandar Surabaya, Seputih Surabaya, Bandar Mataram, Seputih Mataram dan Bumi Nabung. Sangat sedikit tanah Histosols ditemukan di bagian timur wilayah Lampung Tengah yang berdekatan dengan pesisir timur sumatera yaitu di Kecamatan Bandar Surabaya. Peta sebaran jenis tanah di Kabupaten Lampung Tengah disajikan dalam Gambar 6.

Gambar 6. Peta sebaran jenis tanah Kabupaten Lampung Tengah 4.3 Penggunaan Lahan

Berdasarkan data penggunaan lahan pada BPS 2007 perkebunan menempati urutan pertama dengan luas 132.587 ha (27,68%), diikuti oleh sawah 75.214 ha (15,70%), ladang/huma 68.744 ha (14,35%), dan tegal/kebun 64.267 ha (13,42%). Data ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan kegiatan ekonomi yang cukup besar peranannya dalam pembangunan perekonomian daerah. Rincian penggunaan lahan disajikan dalam Tabel 6.


(48)

Tabel 6 Jenis penggunaan lahan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Sawah 75.214 15,70

2 Ladang / Huma 68.744 14,35

3 Padang Rumput / Penggembalaan 4 0,00 4 Rawa Yang Tidak Ditanami 1.394 0,29

5 Tambak - -

6 Kolam / Tebat / Empang 358 0,07

7 Sementara Tidak Diusahakan 1.878 0,39

8 Hutan Rakyat 19.495 4,07

9 Hutan Negara 38.229 7,98

10 Perkebunan 132.587 27,68

11 Tegal / Kebun 64.267 13,42

12 Lainnya 36.991 7,72

13 Pekarangan 39.821 8,31

Jumlah 478.982 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah (2007)

4.4 Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan sensus penduduk tahun 1971 adalah 997.349 jiwa, sensus penduduk tahun 1980 adalah 1.690.947 jiwa dan hasil sensus penduduk tahun 1990 adalah 1.901.630 jiwa. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 5,97% per tahun pada periode tahun 1971 – 1980 dan turun menjadi 1,18% per tahun pada periode tahun 1980-1990. Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk Propinsi Lampung pada periode tahun 1971-1980 adalah sebesar 5,77% per tahun, dan rata-rata laju pertumbuhan penduduk untuk tahun 1980-1990 juga turun menjadi 2,67% per tahun.

Berdasarkan hasil sensus penduduk terakhir tahun 2000, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Tengah tercatat 0,85%. Besarnya

sex ratio atau perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada periode tahun 1971-1980 adalah sebesar 106, turun menjadi 105 pada periode tahun 1980-1990 sedangkan pada periode 1990-2000 yang terakhir berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 tercatat sex ratio di kabupaten Lampung Tengah adalah 104,23. Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah tahun 1999 adalah sebesar 1.014.081 jiwa terdiri dari 518.058 jiwa penduduk laki-laki, dan 496.026 jiwa penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 104,44 sedangkan menurut


(49)

32 hasil sensus penduduk tahun 2000 yang dilaksanakan pada bulan Juni 2000 oleh BPS tercatat jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah sebesar 1.046.182 jiwa yang terdiri dari 533.931 laki-laki dan 512.251 perempuan.

Pada tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah adalah 1.146.142 jiwa, terdiri dari 578.176 jiwa laki-laki dan 567.963 jiwa perempuan dengan sex ratio sebesar 102 (Tabel 7). Lampung Tengah merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak kedua setelah Lampung Selatan dengan persentase terhadap jumlah penduduk Propinsi Lampung masing-masing 15,89% dan 18,20%. Secara rinci, jumlah dan sebaran penduduk per kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah dan sebaran penduduk per kecamatan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006

No Kecamatan Jumlah Keluarga Laki-laki Perempuan Jumlah Penduduk Sex Rasio Kerapatan (jiwa/km2) 1 Padang Ratu 11.838 25.027 24.243 49.270 103 241 2 Selagai Lingga 8.142 16.725 15.974 32.699 105 106 3 Pubian 10.644 20.939 20.497 41.436 102 238 4 Anak Tuha 8.169 17.165 16.762 33.927 102 210 5 Anak Ratu Aji 3.867 8.009 7.764 15.773 103 231 6 Kalirejo 15.231 31.472 30.657 62.128 103 613 7 Sendang Agung 9.057 17.766 17.542 35.309 101 324 8 Bangun Rejo 13.832 26.771 26.896 53.667 100 405 9 Gunung Sugih 14.617 30.509 30.224 60.733 101 467

10 Bekri 6.185 12.539 12.564 25.104 100 268

11 Bumi Ratu Nuban 6.686 13.483 13.497 26.981 100 414 12 Trimurjo 12.069 24.106 24.632 48.738 98 712 13 Punggur 8.797 17.278 17.209 34.487 100 291 14 Kota Gajah 7.930 15.800 15.804 31.604 100 464 15 Seputih Raman 11.754 22.969 22.324 45.293 103 309

16 Terbanggi Besar 24.191 50.543 51.294 101.837 99 488 17 Seputih Agung 11.410 22.191 21.210 43.401 105 355 18 Way Pengubuan 8.287 17.192 15.862 33.054 108 157 19 Terusan Nunyai 12.300 23.670 22.846 46.516 104 154 20 Seputih Mataram 11.795 22.836 22.502 45.338 101 378 21 Bandar Mataram 18.807 34.197 31.989 66.186 107 63 22 Seputih Banyak 10.458 20.347 19.992 40.339 102 276 23 Way Seputih 4.394 8.116 7.949 16.065 102 206 24 Rumbia 12.724 24.724 24.746 49.470 100 246 25 Bumi Nabung 8.141 15.552 15.600 31.153 100 286 26 Seputih Surabaya 11.169 22.212 22.116 44.328 100 307 27 Bandar Surabaya 8.067 16.038 15.268 31.306 105 220 Jumlah 290.561 578.176 567.963 1.146.142 102 239


(50)

4.5 Struktur Perekonomian

Berdasarkan data PDRB, struktur perekonomian Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2006 masih didominasi oleh sektor pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan dengan kontribusi terbesar yaitu 49,50% dengan laju pertumbuhan sebesar 4,76%, diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 14,56% dengan laju pertumbuhan sebesar 5,58, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,24% dengan laju pertumbuhan sebesar 6,19%. Data sebaran persentase PDRB Kabupaten Lampung Tengah menurut lapangan usaha dari tahun 2002 sampai dengan 2006 disajikan pada Table 8. Tabel 9 menunjukkan laju pertumbuhan PDRB kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000.

Tabel 8 Sebaran persentase produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2002 s.d. 2006

Lapangan Usaha 2002 2003 2004 2005 2006 1. Pertanian 50,87 50,68 50,46 50,20 49,70

a. Tanaman Bahan Makanan 29,48 29,30 28,93 28,99 28,82 b. Tanaman Perkebunan 9,80 9,71 9,80 9,75 9,54 c. Peternakan 8,79 8,91 9,01 8,79 8,60 d. Kehutanan 0,05 0,05 0,06 0,05 0,05 e. Perikanan 2,74 2,72 2,66 2,61 2,69 2. Pertambangan dan Penggalian 1,51 1,54 1,54 1,54 1,52 3. Industri Pengolahan 15,37 15,19 14,62 14,59 14,56 4. Listrik dan Air Bersih 0,34 0,32 0,33 0,38 0,42 5. Bangunan 5,45 5,37 5,68 5,87 5,97 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,27 13,70 14,19 14,19 14,24 7. Angkutan dan Komunikasi 2,75 2,54 2,35 2,32 2,32 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3,13 3,44 3,99 4,14 4,53 9. Jasa - jasa 7,32 7,22 6,83 6,78 6,74


(51)

34 Tabel 9 Laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2002 s.d. 2006

Lapangan Usaha 2002 2003 2004 2005 2006

1. Pertanian 2,24 5,22 5,68 4,63 4,76

a.Tanaman Bahan Makanan 0,37 4,95 4,81 5,4 5,18 b.Tanaman Perkebunan 7,11 4,64 7,07 4,69 3,48

c. Peternakan 3,1 6,97 7,39 2,59 3,54

d. Kehutanan 19,85 0,07 33,18 -15,03 20,13

e. Perikanan 3,16 4,64 3,97 3,34 8,71

2. Pertambangan dan Penggalian 8 8,15 5,96 4,74 4,96 3. Industri Pengolahan 2,56 4,38 2,19 4,93 5,58 4. Listrik dan Air Bersih 0,93 -0,62 7,11 23,58 15,71

5. Bangunan 36,61 4,06 12,4 8,64 7,55

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,8 9,01 9,97 5,13 6,19 7. Angkutan dan Komunikasi 1,24 -2,29 -1,78 3,9 5,61 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 8,72 16,04 22,98 9,14 15,86

9. Jasa - jasa 1,03 4,14 0,36 4,37 5,23


(52)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penetapan Komoditas Unggulan 5.1.1 Penentuan Komoditas Basis

Analisis Location Quotient (LQ) menggambarkan pangsa aktivitas produksi tanaman pangan suatu kecamatan terhadap pangsa kabupaten. Nilai LQ > 1 artinya sektor basis dengan kata lain komoditas x di suatu wilayah memiliki keunggulan komparatif (produksinya melebihi kebutuhannya sehingga dapat dijual ke luar wilayah); LQ = 1 artinya sektor bukan basis; komoditas x di suatu wilayah tidak memiliki keunggulan (produksi hanya cukup untuk konsumsi sendiri); dan LQ < 1 artinya sektor bukan basis; komoditas x pada suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar wilayah (Susanto, 2005). Nilai LQ komoditas tanaman pangan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai LQ komoditas tanaman pangan berbasis luas panen per kecamatan tahun 2006 dengan total wilayah Kabupaten Lampung Tengah

Kecamatan Padi Jagung Ubi

Kayu Kacang Tanah Ubi Jalar Kacang

Hijau Kedelai

Padang Ratu 1,42 0,96 0,52 0,51 0,27 0,40 -

Anak Ratu Aji 0,83 2,21 0,02 3,09 0,77 2,39 -

Selagai Lingga 1,55 1,07 0,13 2,89 1,00 1,89 0,29

Pubian 0,92 1,18 0,93 1,04 0,37 0,84 2,21

Anak Tuha 1,40 0,77 0,62 1,20 0,57 3,31 1,02

Kalirejo 0,85 1,92 0,36 0,62 2,05 0,78 0,25

Sendang Agung 1,69 0,92 0,14 1,09 2,68 0,68 0,29

Bangun Rejo 0,79 2,41 0,04 0,24 0,47 0,14 -

Gunung Sugih 0,92 0,85 1,29 0,42 0,81 0,47 0,12

Bekri 0,70 1,73 0,78 0,24 0,90 0,45 -

Bumi Ratu Nuban 1,78 0,46 0,51 0,09 - 0,21 0,07

Trimurjo 1,65 0,91 0,05 3,07 2,40 4,30 1,43

Punggur 1,26 1,62 0,11 0,50 1,05 0,40 0,51

Kota Gajah 1,78 0,93 0,07 0,49 0,47 0,33 -

Seputih Raman 2,06 0,34 0,25 0,18 0,25 0,20 -

Terbanggi Besar 0,99 1,13 0,81 2,40 3,16 1,58 0,09

Seputih Agung 1,19 0,86 0,93 0,30 0,56 0,44 0,18

Way Pengubuan 0,63 1,44 1,13 - 0,46 1,46 -

Terusan Nunyai 0,15 0,17 2,95 0,19 2,62 0,51 -

Seputih Mataram 1,01 1,69 0,25 2,46 0,38 0,49 7,98

Bandar Mataram 0,36 1,45 1,49 0,58 0,48 0,28 0,15

Seputih Banyak 1,16 0,42 1,36 0,96 0,12 - -

Way Seputih 1,59 0,08 1,12 - - 0,10 0,66

Rumbia 0,55 0,84 1,80 0,35 0,39 0,24 -

Bumi Nabung 0,52 0,31 2,21 0,98 0,52 0,07 11,36

Seputih Surabaya 0,97 0,32 1,58 1,08 2,72 4,12 -

Bandar Surabaya 0,87 0,40 1,61 2,70 2,99 3,66 -

Jumlah kecamatan LQ > 1 13 11 10 10 8 8 5


(1)

68

Lampiran 5. (Lanjutan)

No Satuan Lahan Tanah Lereng (%) Tekstur Kedalaman Gambut Kedalaman Tanah

Drainase KTK pH Sulfidik Salinitas Luas (km2)

% Luas 12 Idq3.1 Kanhapludults 3 - 8 cukup

halus

tidak terdeteksi

101 - 150 cm baik 5 - 16 3,5 - 4,5 tidak terdeteksi

free 940,37 20,31

Dystropepts halus tidak

terdeteksi

76 - 100 cm baik 5 - 16 5,6 - 6

Tropaquepts cukup

halus

tidak terdeteksi

101 - 150 cm buruk 5 - 16 4,6 - 5 13 Idq3.2 Kanhapludults 3 - 8 cukup

halus

tidak terdeteksi

101 - 150 cm baik 5 - 16 5,1 - 5,5 tidak terdeteksi

free 939,39 20,29

Dystropepts cukup

halus

tidak terdeteksi

76 - 100 cm cukup baik

5 - 16 5,1 - 5,5

Tropaquepts sedang tidak

terdeteksi

101 - 150 cm buruk 17 - 24 5,1 - 5,5 14 Idq4.2 Kanhapludults 3 - 15 halus tidak

terdeteksi

101 - 150 cm baik 5 - 16 5,1 - 5,5 tidak terdeteksi

free 596,71 12,89

Dystropepts cukup

halus

tidak terdeteksi

76 - 100 cm cukup baik

5 - 16 5,1 - 5,5

Tropaquepts halus tidak

terdeteksi

76 - 100 cm buruk 5 - 16 4,6 - 5 15 Idq5.2 Kandiudults 8 - 15 cukup

kasar

tidak terdeteksi

101 - 150 cm baik 5 - 16 5,1 - 5,5 tidak terdeteksi

free 3,86 0,08

Dystropepts sedang tidak

terdeteksi

76 - 100 cm baik 5,1 - 5,5

Eutropepts sedang tidak

terdeteksi

51 - 75 cm cukup baik

6,6 - 7,3 16 Mb2.3.3 Dystropepts > 75 halus tidak

terdeteksi

101 - 150 cm baik 5 - 16 5,6 - 6,0 tidak terdeteksi

free 0,25 0,01

Hapludults halus tidak

terdeteksi


(2)

Lampiran 5. (Lanjutan)

No Satuan Lahan Tanah Lereng (%) Tekstur Kedalaman Gambut Kedalaman Tanah

Drainase KTK pH Sulfidik Salinitas Luas (km2)

% Luas 17 Mg2.2.3 Dystropepts 30 - 75 cukup

kasar

tidak terdeteksi

101 - 150 cm baik 5 - 16 4,6 - 5 tidak terdeteksi

free 93,88 2,03

Troporthents cukup

kasar

tidak terdeteksi

11 - 25 cm sangat cepat

5 - 16 5,1 - 5,5 18 Mg2.3.3 Dystropepts > 75 halus tidak

terdeteksi

101 - 150 cm baik 17 - 24 4,6 - 5 tidak terdeteksi

free 67,10 1,45

Troporthents cukup

kasar

tidak terdeteksi

11 - 25 cm sangat cepat

5 - 16 5,1 - 5,5 19 Pg4.2 Dystropepts 3 - 15 halus tidak

terdeteksi

101 - 150 cm baik 17 - 24 4,6 - 5 tidak terdeteksi

free 79,65 1,72

Hapludults cukup

halus

tidak terdeteksi

76 - 100 cm baik < 5 4,6 - 5

Tropaquepts

20 Pg5.2 Dystropepts 8 -15 halus tidak terdeteksi

101 - 150 cm baik 17 - 24 4,6 - 5 tidak terdeteksi

free 47,73 1,03

Hapludults cukup

halus

tidak terdeteksi

76 - 100 cm baik < 5 4,6 - 5

Tropaquepts

21 Pg8.2 Dystropepts 9 - 15 cukup kasar

tidak terdeteksi

101 - 150 cm buruk 5 - 16 6,1 - 6,5 tidak terdeteksi

free 8,40 0,18

Hapludults halus tidak

terdeteksi

76 - 100 cm 5 - 16 4,6 - 5

Tropaquepts sedang tidak

terdeteksi


(3)

70

Lampiran 5. (Lanjutan)

No Satuan Lahan

Tanah Lereng (%)

Tekstur Kedalaman Gambut

Kedalaman Tanah

Drainase KTK pH Sulfidik Salinitas Luas (km2)

% Luas 23 Ptn4.2 Kanhapludults 3 - 15 cukup

halus

tidak terdeteksi

101 - 150 cm baik < 5 6,1 - 6,5 tidak terdeteksi

free 113,07 2,44

Dystropepts sedang tidak

terdeteksi

51 - 75 cm baik < 5 5,6 - 6

Tropaquepts sedang tidak

terdeteksi

76 - 100 cm buruk 5 - 5,5 24 Vab1.4.2 Humitropepts 8 - 15 cukup

halus

tidak terdeteksi

101 - 150 cm baik 17 - 24 5,1 - 5,5 tidak terdeteksi

free 130,63 2,82

Dystropepts cukup

kasar

tidak terdeteksi

101 - 150 cm sangat cepat

5 - 16 4,6 - 5

Dystrandepts halus tidak

terdeteksi

51 - 75 cm baik < 5 4,6 - 5 25 Vab2.2.1 Dystropepts 3 - 8 sedang tidak

terdeteksi

51 - 75 cm baik 5 - 16 5,6 - 6,0 tidak terdeteksi

free 61,64 1,33

Hapludults halus tidak

terdeteksi

76 - 100 cm baik < 5 5,6 - 6,0

Tropaquepts sedang 101 - 150 cm buruk 5,6 - 6,0

26 Vab2.3.2 Dystropepts 8 - 15 halus tidak terdeteksi

101 - 150 cm baik < 5 4,6 - 5 tidak terdeteksi

free 105,28 2,27

Humitopepts sedang tidak

terdeteksi

76 - 100 cm baik > 40 4,6 - 5

Hapludults halus tidak

terdeteksi


(4)

71

 

Lampiran 6 Analisis

R/C ratio

komoditas padi

No Komponen

Jumlah

(Rp)

A Biaya

1 Olah

tanah

600.000

2 Benih (25 kg x Rp 14.000/kg)

350.000

3 Upah

tanam

200.000

4 Pupuk

dasar

200.000

5 Pupuk

lanjutan:

Urea (200 kg x Rp 65.000/50 kg)

260.000

NPK (100 kg x Rp. 2.000/kg)

200.000

SP 18 (300 kg x Rp 2.200/kg)

660.000

KCl (25 kg x Rp 10.000/kg)

250.000

Pupuk Organik (500 kg x Rp 500/kg)

250.000

6 Pestisida

150.000

7 Upah pemupukan & pengendalian gulma

175.000

Jumah Biaya

3.295.000

B Pendapatan

1 Gabah Kering Panen (5 t/ha x 1 ha x Rp2.225/kg)

11.125.000

Jumlah pendapatan

11.125.000


(5)

72

 

Lampiran 7 Analisis

R/C ratio

komoditas jagung

No Komponen

Jumlah

(Rp)

A Biaya

1 Olah

tanah

600.000

2 Benih (20 kg x Rp 250.000/5kg)

1.000.000

3 Upah

tanam

200.000

4 Pupuk

dasar

200.000

5 Pupuk

lanjutan:

Urea (150 kg x Rp 65.000/50 kg)

195.000

NPK (100 kg x Rp. 2.000/kg)

200.000

SP 18 (300 kg x Rp 2.200/kg)

660.000

KCl (25 kg x Rp 10.000/kg)

250.000

Pupuk Organik (500 kg x Rp 500/kg)

250.000

6 Pestisida

150.000

7 Upah pemupukan & pengendalian gulma

150.000

8 Upah

panen

150.000

Jumah Biaya

4.005.000

B Pendapatan

1 Pipilan kering (5,2 t/ha x 1 ha x Rp2.200/kg)

11.440.000

Jumlah pendapatan

11.440.000


(6)

73

 

Lampiran 8 Analisis

R/C ratio

komoditas ubi kayu

No Komponen

Jumlah

(Rp)

A Biaya

1 Olah tanah

600.000

2 Bibit (10.000 stek x Rp 200)

2.500.000

3 Upah tanam

200.000

4 Pupuk

Urea (150 kg x Rp 65.000/50 kg)

195.000

SP 18 (250 kg x Rp 2.200/kg)

550.000

KCl (50 kg x Rp 10.000/kg)

500.000

5 Upah pemupukan & pengendalian gulma

250.000

6 Upah panen

350.000

Jumlah biaya

5.145.000

B Pendapatan

1 Umbi basah (28 t/ha x 1 ha x Rp300/kg)

11.700.000

Jumlah pendapatan

11.700.000