Evaluasi Fenotipe Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Varietas Sidikalang Hasil Mutasi Kromosom dengan Kolkisin

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE NILAM (Pogostemon
cablin Benth.) HASIL MUTASI KROMOSOM DENGAN
KOLKISIN

ULIL AZMI NURLAILI AFIFAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Keragaan
Fenotipe Nilam Pogosthemon cablin Benth. Hasil Mutasi Kromosom dengan
Kolkisin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Ulil Azmi Nurlaili Afifah
NIM A24090074

RINGKASAN
ULIL AZMI NURLAILI AFIFAH. Evaluasi Keragaan Fenotipe Nilam
(Pogostemon cablin Benth) Hasil Mutasi Kromosom dengan Kolkisin.
Dibimbing oleh SUDARSONO dan NI MADE ARMINI WIENDI.
Pogostemon cablin Benth. yang dikenal dengan nama nilam di Indonesia
adalah tanaman aromatik yang banyak digunakan dalam industri wewangian
terutama parfum Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan fenotipe in
vitro dan perubahan jumlah kromosom planlet nilam Pogostemon cablin Benth
hasil mutasi kromosom dengan kolkisin.
Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yang berkelanjutan. Percobaan
pertama adalah induksi perakaran pada tunas nilam (Pogostemon cablin Benth.)
hasil induksi mutasi dengan kolkisin. Percobaan ini disusun berdasarkan
rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah asal
eksplan berupa 12 kombinasi kolkisin dan lama perendaman hasil penelitian dari

Anne (2012), dan faktor kedua adalah media perakaran dengan dua kombinasi
yaitu MS + 0.1 mg/l IAA + 0.1 mg/l BA (media N1) dan MS + 0.5 mg/l IAA +
0.1 mg/l BA media (N2). Percobaan kedua adalah subkultur nilam (Pogostemon
cablin Benth.) hasil induksi mutasi dengan kolkisin untuk mendapatkan mutan
solid. Planlet pada subkultur kedua (II) berasal dari planlet subkultur pertama (I).
Percobaan subkultur ini menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor yaitu
faktor kombinasi perlakuan kolkisin dan lama perendaman dari percobaan satu.
Pemberian IAA 0.1 mg/l menginduksi perakaran lebih baik dibanding
konsentrasi IAA 0.5 mg/l. Pada subkultur kedua menunjukkan konsentrasi
kolkisin berpengaruh nyata pada peubah jumlah tunas pada minggu 8 dan 9
setelah tanam. Perlakuan kontrol memiliki jumlah tunas tertinggi namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan kolkisin 0.02% dan 0.04%. Perlakuan kolkisin
dengan nilai jumlah tunas terendah adalah pada konsentrasi 0.06%. Perlakuan
kolkisin berpengaruh nyata terhadap jumlah buku pada minggu 3 dan 10 setelah
tanam. Konsentrasi kolkisin 0.06% mempunyai nilai paling rendah dibanding
dengan perlakuan lain. Perlakuan kontrol memiliki jumlah buku tertinggi namun
tidak berbeda nyata dengan perlakuan kolkisin 0.02% dan 0.04%. Pada peubah
jumlah daun dan jumlah akar kolkisin tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Pengamatan ukuran stomata menunjukkan konsentrasi kolkisin 0.02% selama 48
jam memiliki ukuran yang paling besar sedangkan untuk ukuran paling kecil

adalah perlakuan kolkisin 0.06% selama 24 jam. Pada peubah jumlah kloroplas
nilai tertinggi ada pada konsentrasi 0.04% dengan lama perendaman 48 jam dan
terendah adalah perlakuan kontrol. Kloroplas dari planlet yang mendapat
perlakuan kolkisin memiliki jumlah yang lebih tinggi dari jumlah kontrolnya.
Perlakuan yang menghasilkan planlet dengan jumlah kromosom melebihi jumlah
diploidnya adalah perlakuan perendaman 0.02% kolkisin selama 48 jam. 0.04%
kolkisin selama 24 jam. kolkisin 0.04% selama 48 jam dan kolkisin 0.06% selama
24 jam. Jumlah kromosom pada planlet yang dihasilkan beragam. dari 18 hingga
106 kromosom per sel. Pada subkultur kedua masih ditemukan adanya kimera
baik secara fenotipik maupun genotipik.

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE NILAM (Pogostemon
cablin Benth.) VARIETAS SIDIKALANG HASIL MUTASI
KROMOSOM DENGAN KOLKISIN

ULIL AZMI NURLAILI AFIFAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Evaluasi Fenotipe Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Varietas
Sidikalang Hasil Mutasi Kromosom dengan Kolkisin.
Nama
: Ulil Azmi Nurlaili Afifah
NIM
: A24090074

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sudarsono, MSc
Pembimbing I


Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Evaluasi Keragaan
Fenotipe Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Hasil Mutasi Kromosom
dengan Kolkisin” ini dapat terselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Dosen
pembimbing skripsi Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc (selaku pembimbing

skripsi 1) dan Ibu Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MS (selaku pembimbing
skripsi 2), yang telah membantu selama penelitian dan telah membimbing hingga
karya tulis ini selesai. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, dan teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan
dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Maret 2015
Ulil Azmi Nurlaili Afifah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Tanaman Nilam

2

Kolkisin dan Poliploidi

3

BAHAN DAN METODE

4

Waktu dan Tempat

4

Alat dan Bahan


4

Metode Penelitian

5

Pelaksanaan Penelitian

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Percobaan 1. Pertama adalah induksi perakaran pada tunas nilam
(Pogostemon cablin Benth.)

9


Percobaan 2. Subkultur nilam (Pogostemon cablin Benth.) Hasil
Mutasi

Kromosom

dengan

Kolkisin

untuk 12

Mendapatkan Mutan Solid
KESIMPULAN

25

DAFTAR PUSTAKA

25


LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kombinasi perlakuan pada percobaan I induksi perakaran pada
nilam
Kombinasi perlakuan pada percobaan II subkultur nilam hasil
mutasi kromosom dengan kolkisin
Rekapitulasi hasil uji F pengaruh kombinasi kolkisin dan media
perakaran terhadap pertumbuhan tunas Pogostemon cablin Benth.
hasil mutasi kromosom dengan kolkisin
Pengaruh auksin IAA terhadap jumlah akar nilam Pogostemon
cablim Benth.
Pengaruh kombinasi kolkisin terhadap jumlah akar nilam
Pogostemon cablin Benth. pada media perakaran
Pengaruh perlakuan kolkisin terhadap jumlah tunas nilam
Pogostemon cablin Benth pada subkultur kedua
Pengaruh kolkisin terhadap jumlah buku nilam Pogostemon cablin
Benth. pada subkultur kedua
Pengaruh perlakuan kolkisin terhadap jumlah daun nilam
Pogostemon cablin Benth. pada subkultur kedua
Pengaruh perlakuan kolkisin terhadap jumlah akar nilam
Pogostemon cablin Benth. pada subkultur kedua
Pengaruh kolkisin terhadap jumlah stomata Pogostemon cablin
Benth. hasil mutasi kromosom dengan kolkisin pada subkultur
kedua
Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap ukuran stomata
Pogostemon cablin Benth hasil mutasi kromosom dengan kolkisin
pada subkultur kedua
Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap jumlah kloroplas pada
stomata daun nilam Pogostemon cablin Benth. hasil mutasi
kromosom dengan kolkisin pada subkultur kedua
Jumlah kromosom sel planlet nilam hasil mutasi kromosom dengan
kolkisin pada subkultur kedua

5
7
10
11
11
12
14
15
16
17
18
20
20

DAFTAR GAMBAR
1

2

3

4

5

6
7
8
9
10
11

Tunas nilam 9 MST: A: kontrol, B: kolkisin 0% lama perendaman
72 jam, C: kolkisin 0,02% lama perendaman 48 jam, D: kolkisin
0,02% lama perendaman 72 jam, E: kolkisin 0,06% lama
perendaman 24 jam, F: kolkisin 0,06 % lama perendaman 48 jam,
G: kolkisin 0,06% lama perendaman 24 jam
Stomata pada daun planlet Pogostemon cablin Benth hasil mutasi
dengan kolkisin pada subkultur kedua A: kontrol. B:konsentrasi
0.02% lama perendaman 48 jam. C : konsentrasi 0.02% lama
perendaman 48 jam D: konsentrasi 0.02% lama perendaman 72 jam.
E: konssentrasi 0.02% lama perendaman 24 jam. F: konsentrasi
0.04% lama perendaman 48jam. G: konsentrasi 0.06% lama
perendaman 24 jam. Pengamatan pada perbesaran 4x10.
Jumlah kloroplas Pogostemon scablin Benth. A: kontrol.
B:konsentrasi 0.02% lama perendaman 48 jam. C : konsentrasi
0.02% lama perendaman 48 jam D: konsentrasi 0.02% lama
perendaman 72 jam. E: konssentrasi 0.02% lama perendaman 24
jam. F: konsentrasi 0.04% lama perendaman 48jam. G: konsentrasi
0.06% lama perendaman 24 jam. Perbesaran 10x10.
Jumlah kromosom sel Pogostemon cablin Benth hasil mutasi
dengan kolkisin setelah subkultur kedua A: kontrol. B:konsentrasi
0.02% lama perendaman 48 jam. C : konsentrasi 0.02% lama
perendaman 48 jam D: konsentrasi 0.02% lama perendaman 72 jam.
E: konssentrasi 0.02% lama perendaman 24 jam. F: konsentrasi
0.04% lama perendaman 48jam. G: konsentrasi 0.06% lama
perendaman 24 jam. Pengamatan dengan perbesaran 4x10.
Keragaan buku dan percabangan nilam Pogostemon cablin Benth. 9
MST A: buku normal dengan sistem percabangan opposite pada
planlet perlakuan kolkisin 0% lama perendaman 72 jam B: buku
dengan tiga mata tunas aksilar dan sistem percabangan opposite dan
alternate perlakuan kolkisin 0.06% lama perendaman 24 jam
Planlet kerdil nilam Pogostemon cablin Benth. perlakuan
konsentrasi 0.02% lama perendaman 72 jam.
Kimera tingkat jaringan pada kloroplas dengan perlakuan A:
kolkisin 0,02% lama perendaman 48 jam B: kolkisin 0,02% lama
perendaman 72 jam
Kimera tingkat jaringan pada kloroplas dengan perlakuan A :
kolkisin 0,04% lama perendaman 24 jam B: kolkisin 0,04% lama
perendaman 48 jam
Kimera tingkat jaringan pada kloroplas dengan perlakuan kolkisin
0,06% lama perendaman 24 jam
Kimera tingkat organ pada kromosom dengan perlakuan A: kolkisin
0,02% lama perendaman 48 jam B: kolkisin 0,02% lama
perendaman 72 jam
Kimera tingkat jaringan pada kromosom dengan perlakuan kolkisin
0,06% lama perendaman 24 jam

14

18

19

21

22

23
23
23
24
24
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Lampiran 1 Komposisi Media Murashige-Skoog (Gunawan,
1992)
Sidik ragam pengaruh kolkisin dan media terhadap jumlah akar
nilam pada subkultur satu
Sidik ragam pengaruh kokisin terhadap jumlah tunas nilam pada
subkultur dua
Sidik ragam pengaruh kolkisin terhadap jumlah buku nilam pada
subkultur dua
Sidik ragam pengaruh kolkisin terhadap jumlah daun nilam pada
subkultur dua
Sidik ragam pengaruh kolkisin terhadap jumlah daun nilam pada
subkultur dua

28
29
30
31
32
33

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman umumnya mengeluarkan gas CO2 dan sejumlah bahan organik
lainnya, terutama yang menghasilkan senyawa dengan aroma khas tertentu
yang dikenal dengan senyawa atsiri. Tanaman-tanaman tertentu mengeluarkan
minyak atsiri dalam jumlah relatif besar. Minyak atsiri ini tidak dikeluarkan
dalam bentuk aroma namun tetap tersimpan dalam tanaman dengan jumlah
yang besar (Guenther 1988). Tanaman nilam dikenal sebagai tanaman
penghasil minyak atsiri yang bagus. Kebutuhan yang meningkat akan berbagai
macam
pengharum, pewangi, kosmetik dan obat-obatan
mendorong
permintaan produksi minyak atsiri semakin meningkat. Saat ini di Indonesia
nilam semakin banyak dibudidayakan karena kondisi permintaan yang tinggi.
Minyak nilam merupakan salah satu dari beberapa jenis minyak atsiri
yang banyak digunakan dalam industri kosmetika dengan permintaan yang
cukup tinggi baik untuk keperluan dalam maupun luar negeri. Minyak atsiri
nilam digunakan sebagai bahan baku kosmetik, parfum, antiseptik, dan
berbagai produk lainnya. Minyak atsiri sendiri merupakan salah satu hasil
proses metabolisme dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi berbagai
persenyawaan kimia dengan air (Titik dan Endang 2002).
Indonesia merupakan penghasil minyak atsiri nilam yang potensial, dan
sebagai pemasok utama minyak nilam di pasar dunia dengan kontribusi 90%
dari total kebutuhan dunia. Di Indonesia, minyak nilam menyumbang devisa
lebih dari 50% dari total ekspor minyak atsiri (Nuryani et al., 2005).
Salah satu masalah pada tanaman nilam ialah kadar dan mutu minyak
yang masih rendah. Sampai saat ini tanaman nilam tidak ditemukan berbunga,
baik di sentra-sentra produksi maupun di daerah pengembangan lainnya. Hal
ini menyebabkan usaha untuk mendapatkan keragaman genetik baru dengan
sifat yang diharapkan sulit dilakukan.
Pasokan minyak nilam Indonesia cenderung kurang berkualitas dan
bermutu. Rendahnya ekspor minyak nilam Indonesia salah satunya disebabkan
oleh keterbatasan pasokan bibit nilam yang unggul dengan kualitas dan
kuantitas produksi yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan teknologi alternatif
dalam perbanyakan bibit nilam sehingga dapat dihasilkan bibit dalam jumlah
besar dalam waktu singkat yang bermutu baik (Tresnasih 2011).
Tanaman nilam yang dibudidayakan di Indonesia masih terbatas. Nilam
hanya memiliki sedikit varietas yang mampu menghasilkan produktivitas
tinggi. Usaha meningkatkan keragaman genetik untuk menghasilkan varietas
unggul yang diharapkan dapat dilakukan melalui mutasi yang diinduksi secara
kimiawi maupun fisik. Salah satunya adalah dengan kolkisin. Senyawa ini
dapat menghambat proses pembentukan benang-benang spindel yang
mengakibatkan terjadi penggandaan kromosom yang dapat meningkatkan
ploidi sel tanaman.
Mutasi dapat terjadi pada genom suatu organisme secara acak akibat
pengaruh lingkungan yang akhirnya menghasilkan keragaman genetik yang
dapat diwariskan (heritance). Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam
(spontaneous mutation) dan dapat terjadi melalui induksi (induced mutation)

2
(Koornneef. 1991). Secara mendasar tidak terdapat perbedaan antara mutasi
yang terjadi secara alami dan mutasi induksi. Keduanya dapat menimbulkan
variasi genetik untuk dijadikan dasar seleksi tanaman (Soeranto 2003). Secara
relatif, proses mutasi dapat menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetik
tanaman baik ke arah positif maupun negatif, dan kemungkinan mutasi yang
terjadi dapat juga kembali normal. Mutasi yang terjadi ke arah sifat positif dan
terwariskan ke generasi berikutnya merupakan mutasi yang dikehendaki oleh
pemulia tanaman pada umumnya (Soeranto 2003).
Keragaman genetik yang ditimbulkan dari induksi mutasi bersifat acak.
Dalam mengidentifikasi keragaman genetik hasil induksi mutasi ke arah
perubahan yang diinginkan, dapat digunakan teknik seleksi in vitro. Pada
teknik in vitro, seleksi ketahanan terhadap cekaman abiotik seperti kekeringan,
keracunan Al, pH tanah rendah, dan salinitas dapat digabungkan dalam media
kultur in vitro dan digunakan untuk menumbuhkan varian somaklonal yang
diperoleh. Tanaman hasil regenerasi jaringan pada kultur in vitro kemungkinan
akan mempunyai fenotipe yang toleran terhadap kondisi seleksi (Yunita 2009).
Tanaman nilam hasil mutasi kromosom dengan kolkisin dievaluasi
karakter genetik dan karakter fenotipenya untuk menyeleksi galur-galur nilam
yang potensial menjadi galur-galur unggul baru yang mampu berproduksi
tinggi. Karakter yang timbul dibandingkan dengan karakter unggul yang telah
dirilis. Fenotipe nilam hasil mutasi kromosom dengan kolkisin diharapkan
memiliki jumlah kromosom yang lebih banyak dan sifat unggul lain yang
mampu meningkatkan produksi minyak atsiri nilam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan fenotipe in vitro dan
perubahan jumlah kromosom planlet nilam Pogostemon cablin Benth. hasil
mutasi kromosom dengan kolkisin.
Hipotesis
1.
2.

Terdapat paling sedikit satu kombinasi perlakuan kolkisin dan lama
perendaman yang memberikan perbedaan fenotipe pada tanaman nilam
(Pogostemon cablin Benth.) hasil mutasi kromosom dengan kolkisin.
Terdapat paling sedikit satu planlet nilam (Pogostemon cablin Benth.)
hasil mutasi dengan kolkisin yang mengalami meningkatan jumlah
kromosom sehingga menimbulkan perubahan karakter morfologi
dibandingkan dengan tanaman yang tidak mendapat perlakuan kolkisin.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Nilam
Nilam termasuk salah satu spesies dari famili Lamiaceae. Menurut
Gembong (2000) secara lengkap taksonomi tumbuhan ini adalah divisi:
Spermatophyta, subdivisi: Angiospermae, klas: Dicotyledonae, subklas:

3
Sympetale, ordo: Solanales/ Tubiflorae/ Personatae, famili: Lamiaceae/
Labiatae, genus: Pogostemon; dan species: Pogostemon sp. Menurut Ditjenbun
(2009), nilam dikenal dengan berbagai nama di beberapa daerah, seperti:
dilem (Sumatera–Jawa), rei (Sumba), pisak (Alor), ungapa (Timor). Nama
asing dikenal dengan pathcouly. Dikalangan ilmuwan nilam dikenal dengan
Pogostemon sp.
Varietas nilam yang dikenal adalah: (a) Pogostemon cablin Benth.
Populer dengan nama nilam Aceh. Ciri utamanya adalah daunnya
membulat seperti jantung dan dipermukaan bagian bawahnya terdapat bulubulu rambut. Sampai umur 3 tahun tanaman ini hampir tidak berbunga. (b)
Pogostemon hortensis Backer. Dikenal dengan nama nilam sabun. Ciricirinya lembaran daun lebih tipis, tidak berbulu, permukaan daun tampak
mengkilat, dan warnanya hijau. (c) Pogostemon heyneanus Benth, sering
disebut nilam hutan atau nilam jawa. Ciri-cirinya yaitu ujung daun agak
runcing, lembaran daun tipis dengan warna hijau tua dan berbunga lebih cepat
(Ditjenbun 2009).
Nilam sidikalang adalah salah satu dari tiga varietas unggul nilam aceh.
Varietas ini memiliki produktivitas terna (daun basah) dan kadar minyak paling
tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, yaitu varietas tapak tuan dan
varietas Lhokseumawe. Nilam sidikalang merupakan tanaman terna aromatis
dengan tinggi sekitar 0.3 sampai 0.75 m. (Direktorat Budidaya Tanaman
Semusim 2010).
Kolkisin dan Poliploidi
Kolkisin merupakan suatu senyawa alkaloid yang dapat diekstrak dari
umbi dan biji tanaman krokus (C. auntumnale) yang termasuk anggota famili
Liliaceae. Kolkisin murni mempunyai rumus kimia C22H25O6N. Kolkisin dapat
digunakan untuk proses penggandaan kromosom pada berbagai tanaman.
Kepekaan masing-masing spesies tanaman terhadap perlakuan kolkisin sangat
berbeda (Poespodarsono 1988). Konsentrasi kolkisin optimum agar dapat
menghasilkan persentase perubahan sel tanaman tertinggi adalah 0.2% dalam
larutan air. Lamanya kontak antara sel tanaman dengan larutan kolkisin
berkisar antara 24 sampai 96 jam (Eigsti dan Dustin 1957 ). Sementara itu
Poespodarsono (1988) menyatakan bahwa larutan kolkisin pada konsentrasi 0.5
- 1.0% dapat diteteskan pada tunas dua atau tiga kali seminggu, sedangkan
Poehlman dan Sleper (1995) menyatakan bahwa kolkisin ini efektif pada biji
yang sudah berkecambah, tanaman semaian muda atau pada jaringan meristem.
Aktivitas kolkisin dimulai dengan penguraian benang-benang gelendong
dalam sitoplasma sehingga pada saat metafase tidak ditemukan benang-benang
gelendong tersebut. Menurut Poehlman dan Sleper (1995) benang-benang
gelendong tadi mempunyai daya tarik yang menyebabkan kromatid terlepas
dari ikatan sentomer menjadi kromosom baru yang bermigrasi ke arah dua
kutub yang berlawanan pada saat anafase. Akibat aktivitas kolkisin, kromosom
yang telah mengganda tidak memisah menjadi dua sel baru sehingga inti sel
yang semula diploid akan menjadi tetraploid., triploid menjadi heksaploid dan
seterusnya. Inti sel hasil perlakuan ini selanjutnya akan mengalami mitosis
secara normal dan menimbulkan jaringan poliploid. Melalui perkembangan

4
yang terus menerus maka akan terbentuk organisme poliploid baik secara
generatif maupun secara vegetatif (Eigsti dan Dustin 1957; Poehlman dan
Sleper 1995).
Poliploid adalah organisme yang memiliki lebih dari dua set kromosom
atau genom dalam sel-sel somatiknya ( Crodwer 1993; Poespodarsono 1988).
Banyak tanaman budidaya yang termasuk poliploid alami, diantaranya kacang
tanah, tomat, ubi jalar, kapas, tembakau, tebu, nenas, kopi dan teh. Ditinjau
dari sudut kepentingan pemuliaan tanaman, keadaan ini merupakan suatu hal
yang patut dipelajari dalam usaha meningkatkan sifat tanaman yang diharapkan
terutama pada tanaman yang sulit membentuk keragaman genetik secara alami.
Pada tanaman talas perlakuan kolkisin terbukti memperlihatkan perubahan
pada jumlah kromosom, ukuran stomata dan sel penjaga (Tambon, et al.,
1998).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 2, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Kampus IPB Dramaga Bogor. Analisis sitologi untuk mengetahui jumlah
kloroplas dan kromosom dilakukan di Laboratorium Mikro Teknik Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2012 sampai Maret 2013. Pada saat
perlakuan, suhu ruang inkubasi kultur in vitro adalah 22 0 C, dengan
kelembaban relatif (RH) 80%.
Bahan dan Alat
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari Anne (2012). Bahan
yang digunakan dalam penelitian meliputi bahan tanaman, bahan media dan
bahan sterilan. Bahan tanaman untuk percobaan dalam penelitian ini adalah
planlet nilam varietas Sidikalang hasil mutasi kromosom dengan kolkisin yang
telah dilakukan oleh anne (Anne 2012). Bahan tanaman yang digunakan adalah
stek buku tunggal dari planlet nilam hasil mutasi kromosom dengan kolkisin,
dari 12 kombinasi perlakuan dosis kolkisin dan lama perendaman. Untuk
analisis kloroplas dan kromosom, bagian planlet yang digunakan adalah daun
dan akar kultur nilam yang berusia 10 minggu setelah subkultur kedua.
Bahan media terdiri dari media untuk perakaran. Media ini terdiri dari
komposisi media MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh auksin Indole
Acetic Acid yang dikombinasikan dengan sitokinin BA, agar 7 g l-1 dan gula 30
g l-1 dengan pH media 5.9. Perlakuan media untuk induksi akar adalah N1 : 0.1
mg/l IAA dan 0.1 mg/l BA dan N2 : 0.5 mg/l IAA dan 0.1 mg/l BA. Bahan
sterilan yang digunakan antara lain NaClO, alkohol 70%, dan air steril.
Alat yang digunakan yaitu alat untuk perbanyakan kultur terdiri dari:
sprayer, pipet, timbangan, spatula, indicator pH/ lakmus, sendok kaca,
autoklaf, botol kultur, plastik dan karet, scalpel, gunting, laminar air flow

5
cabinet, pinset, petridish, bunsen, rak kultur, termometer ruangan, gelas piala
dan pengaduk kaca. Peralatan yang digunakan untuk uji sitologi terdiri dari
mikroskop dan perlengkapannya, silet, cat kuku, pensil dengan ujung
berpenghapus, pemanas air, pinset dan gelas kimia.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yang berkelanjutan. Percobaan
pertama adalah induksi perakaran pada tunas nilam (Pogostemon cablin
Benth.) hasil induksi mutasi dengan kolkisin, dan percobaan kedua adalah
subkultur nilam (Pogostemon cablin Benth.) hasil induksi mutasi dengan
kolkisin untuk mendapatkan mutan solid.
Percobaan I. Induksi Perakaran pada Tunas Nilam (Pogostemon cablin
Benth.) Hasil Mutasi dengan Kolkisin
Percobaan ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap faktorial
dengan dua faktor. Faktor pertama adalah asal eksplan berupa 12 kombinasi
kolkisin dan lama perendaman hasil penelitian dari Anne (2012) dan faktor
kedua adalah media perakaran dengan dua kombinasi yaitu MS + 0.1 mg/l IAA
+ 0.1 mg/l BA (N1) dan MS + 0.5 mg/l IAA + 0.1 mg/l BA (N2).
Tabel 1. Kombinasi perlakuan pada percobaan I induksi perakaran pada nilam

K0L1

Konsentrasi
kolkisin
(%)
0

Lama
Perendaman
(jam)
24

K0L2

0

48

K0L3

0

72

K1L1

0.02

24

K1L2

0.02

48

K1L3

0.02

72

K2L1

0.04

24

K2L2

0.04

48

K2L3

0.04

72

K1L3

0.06

24

K2L3

0.06

48

K3L3

0.06

72

Perlakuan

Keterangan

:K
L
N

Media
N1
N2
N1
N2
N1
N2
N1
N2
N1
N2
N1
N2
N1
N2
N1
N2
N1
N2
N1
N2
N1
N2
N1
N2

Kode tunas
awal

Kode Tunas
Subkultur 1

1

1.1 s/d 1.9

2

2.1 s/d 2.9

3

3.1 s/d 3.9

4

4.1 s/d 4.9

5

5.1 s/d 5.9

6

6.1 s/d 6.9

7

7.1 s/d 7.9

8

8.1 s/d 8.9

9

9.1 s/d 9.9

10

10.1 s/d 10.9

11

11.1 s/d 11.9

12

12.1 s/d 12.9

: Konsentrasi kolkisin
: Lama perendaman dengan kolkisin
: Konsentrasi auksin N1 : 0.1 mg/l IAA
N2 : 0.5 mg/l IAA

6
Terdapat 24 kombinasi perlakuan dimana setiap perlakuan diulang
sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh 72 satuan percobaan. Kombinasi
perlakuan pada percoban I dapat dilihat pada tabel 1. Setiap satuan percobaan
terdiri dari tiga mata tunas aksilar/ stek buku tunggal sehingga terdapat 216
eksplan sebagai satuan amatan.
Model linier dari percobaan I adalah:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan:
Yijk
: Nilai pengamatan faktor kombinasi kolkisin dan lama perendaman
serta faktor media taraf ke-j dan ulangan ke-k (k = 1,2,3)
µ
: Nilai tengah umum
αi
: Pengaruh kombinasi kolkisin dan lama perendaman ke-i = 1,2,3,4
βj
: Pengaruh auksin IAA dalam media perakaran ke-j, j=1,2,3
(αβ)ij : Pengaruh interaksi kolkisin dan auksin IAA
εijk
: Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-i, pada ulangan ke-j
Peubah yang diamati adalah jumlah akar, jumlah tunas, jumlah buku dan
jumlah daun. Data pengamatan diuji menggunakan uji F pada taraf 5%.
Apabila pengaruh perlakuan berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut
menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.
Percobaan II. Subkultur Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Hasil Induksi
Mutasi dengan Kolkisin untuk Mendapatkan Mutan Solid
Planlet pada subultur dua berasal dari planlet subkultur satu yang
berumur 10 minggu setelah tanam yang ditanam dalam media MS + 0.1 mg/l
IAA + 0.1 mg/l BA. Percobaan subkultur ini menggunakan rancangan acak
lengkap satu faktor. Faktor yang digunakan adalah faktor kombinasi perlakuan
kolkisin dan lama perendaman dari percobaan satu di atas. Terdapat enam
kombinasi perlakuan yang digunakan dari percobaan satu yaitu kolkisin 0%
selama 72 jam, kolkisin 24 jam selama 48 jam, Kolkisin 0.02% selama 72 jam,
kolkisin 0.04% selama 24 jam, kolkisin 0.04% selama 48 jam dan kolkisin
0.06% selama 24 jam. Masing-masing kombinasi perlakuan ini diambil
sembilan tunas yang dihasilkan kemudian diulang sebanyak tiga kali sehingga
terdapat 162 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari tiga tunas
sehingga terdapat 486 satuan amatan, seperti tersaji pada Tabel 2.
Model linier yang digunakan sebagai berikut:
Yij = μ + αi + εijk
Keterangan :
Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan kolkisin ke-i pada
ulangan ke j
μ
: Nilai tengah umum
εijk : Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-i, pada ulangan ke-j

7
Peubah yang diamati adalah jumlah akar, jumlah tunas, jumlah buku dan
jumlah daun. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F pada taraf 5%.
Apabila berbeda nyata dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range
Test) pada taraf 5%. Planlet yang dihasilkan dari subkultur dua digunakan
untuk uji sitologi. Uji sitologi dilakukan pada peubah jumlah stomata, jumlah
kloroplas dan jumlah kromosom nilam.
Tabel 2. Kombinasi perlakuan pada percobaan II subkultur nilam hasil mutasi
kromosom dengan kolkisin
Kolkisin
K0L3

K1L2

K1L3

Keterangan

Kode
tunas
Subkultur
1
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
6.8
6.9
:K
L

Kode Tunas
Subkultur 2
3.1.1, 3.1.2, 3.1.3
3.2.1, 3.2.2, 3.2.3
3.3.1, 3.3.2, 3.3.3
3.4.1, 3.4.2, 3.4.3
3.5.1, 3.5.2, 3.5.3
3.6.1, 3.6.2, 3.6.3
3.7.1, 3.7.2, 3.7.3
3.8.1, 3.8.2, 3.8.3
3.9.1, 3.9.2, 3.9.3
5.1.1, 5.1.2, 5.1.3
5.2.1, 5.2.2, 5.2.3
5.3.1, 5.3.2, 5.3.3
5.4.1, 5.4.2, 5.4.3
5.5.1, 5.5.2, 5.5.3
5.6.1, 5.6.2, 5.6.3
5.7.1, 5.7.2, 5.7.3
5.8.1, 5.8.2, 5.8.3
5.9.1, 5.9.2, 5.9.3
6.1.1, 3.1.2, 3.1.3
6.2.1, 3.2.2, 3.2.3
6.3.1, 3.3.2, 3.3.3
6.4.1, 3.4.2, 3.4.3
6.5.1, 3.5.2, 3.5.3
6.6.1, 3.6.2, 3.6.3
6.7.1, 3.7.2, 3.7.3
6.8.1, 3.8.2, 3.8.3
6.9.1, 3.9.2, 3.9.3

Kolkisin
K2L1

K2L2

K3L1

Kode
tunas
Subkultur
1
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
7.6
7.7
7.8
7.9
8.1
8.2
8.3
8.4
8.5
8.6
8.7
8.8
8.9
10.1
10.2
10.3
10.4
10.5
10.6
10.7
10.8
10.9

Kode Tunas
Subkultur 2
7.1.1, 7.1.2, 7.1.3
7.2.1, 7.2.2, 7.2.3
7.3.1, 7.3.2, 7.3.3
7.4.1, 7.4.2, 7.4.3
7.5.1, 7.5.2, 7.5.3
7.6.1, 7.6.2, 7.6.3
7.7.1, 7.7.2, 7.7.3
7.8.1, 7.8.2, 7.8.3
7.9.1, 7.9.2, 7.9.3
8.1.1, 8.1.2, 8.1.3
8.2.1, 8.2.2, 8.2.3
8.3.1, 8.3.2, 8.3.3
8.4.1, 8.4.2, 8.4.3
8.5.1, 8.5.2, 8.5.3
8.6.1, 8.6.2, 8.6.3
8.7.1, 8.7.2, 8.7.3
8.8.1, 8.8.2, 8.8.3
8.9.1, 8.9.2, 8.9.3
10.1.1, 10.1.2, 10.1.3
10.2.1, 10.2.2, 10.2.3
10.3.1, 10.3.2, 10.3.3
10.4.1, 10.4.2, 10.4.3
10.5.1, 10.5.2, 10.5.3
10.6.1, 10.6.2, 10.6.3
10.7.1, 10.7.2, 10.7.3
10.8.1, 10.8.2, 10.8.3
10.9.1, 10.9.2, 10.9.3

: Konsentrasi kolkisin (K0 =0%; K1=0.02% ; K2=0.04% ; K3= 0.06%)
: Lama perendaman kolkisin (L1=24 jam; L2=48; jam L3= 72 jam)

Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Media dan Sterilisasi. Media dasar yang digunakan
adalah media MS yang ditambahkan zat pengatur tumbuh sesuai dengan
perlakuan. Proses pembuatan satu liter media adalah dengan cara memipet
sejumlah larutan stok sesuai dengan komposisi media MS Lampiran 1. Gula
pasir seberat 30 g/l dilarutkan dalam botol kultur dengan sedikit air kemudian
dimasukkan dalam labu takar yang telah berisi larutan stok, lalu ditambahkan

8
auksin dan sitokinin sesuai perlakuan dan selanjutnya ditambahkan aquades
sampai tanda tera (satu liter). Larutan ini kemudian diukur pHnya, pH diukur
dan diatur agar sesuai dengan kondisi tumbuh eksplan. Dalam penelitian ini pH
yang digunakan adalah 5.9. Pengaturan pH yang diinginkan dilakukan
penambahan KOH 1 N jika pH larutan di bawah 5.9 dan dilakukan
penambahan HCL 1 N jika pH diatas 5.9. Setelah diatur pHnya, larutan ini
kemudian dituang ke dalam panci, selanjutnya ditambahkan agar-agar 7 g/l.
Larutan media dipanaskan untuk melarutkan bahan pemadat berupa agar
sambil diaduk sampai mendidih, kemudian dituangkan ke dalam botol kultur
sebanyak 25 ml/botol (volume botol 200 ml). Selanjutnya botol ditutup plastik
dan diikat dengan karet gelang. Media disterilisasi menggunakan autoklaf
dengan tekanan 17.5 psi, 1210 C selama 20 menit. Sterilisasi alat seperti pisau,
pinset, scalpel, cawan petri, botol kultur kosong, dan botol berisi air steril
disterilisasi menggunakan autoklaf dilakukan selama satu jam pada suhu 1210
C dan tekanan 17.5 psi.
Sterilisasi planlet dan Sub Kultur Planlet. Planlet disubkultur pada
media MS + 0.1 mg/l IAA + 0.1 mg/l BA dan MS + 0.5 mg/l IAA + 0.5 mg/l
BA pada subkultur pertama. Subkultur kedua planlet nilam disubkultur ke
dalam media MS + 0.1 mg/l IAA + 0.1 mg/l BA. Planlet hasil mutasi yang
digunakan di dalam penelitian mengalami kontaminasi sehingga perlu
disterilisasi terlebih dahulu sebelum disubkultur ke dalam media. Tunas
dipotong–potong pada masing–masing buku menghasilkan stek buku tunggal.
Stek buku ini kemudian dibilas dengan menggunakan air steril sebanyak dua
kali, lalu dimasukkan kedalam larutan NaClO 3% selama 10 menit sambil
digoyang-goyang dengan tangan. Planlet yang sudah disterilisasi disubkultur
ke dalam media. Pada saat penanaman, semua peralatan yang digunakan
disemprot dengan alkohol 70%, sebelum dimasukan ke dalam laminar air flow
cabinet. Alat–alat yang digunakan untuk memindahkan eksplan, sebelum
digunakan dibakar dahulu sampai panas kemudian didiamkan dahulu sampai
dingin. Pada setiap botol ditanam 3 eksplan. Inkubasi kultur dilakukan pada
ruangan dengan penyinaran ± 650 lux, dan suhu 220 C. Pengamatan dilakukan
selama 10 minggu setelah tanam pada masing-masing subkultur.
Uji Sitologi. Planlet yang diuji sitologi adalah dari hasil subkultur kedua.
Tunas yang digunakan adalah tunas berumur 10 MST yang diambil bagian
daun dan akarnya. Percobaan ini terdiri dari analisis stomata, kloroplas dan
kromosom tunas nilam yang masing-masing perlakuan diambil 3 sampel.
Waktu pengambilan akar untuk uji kromosom adalah pukul 08.30 pagi.
Analisis stomata dan kloroplas dimulai dengan mengambil daun bagian
epidermis bawah tanaman dan meletakkannya pada kaca preparat. Tahap
selanjutnya dilakukan pengerokan pada bagian atas daun menggunakan silet
dan jarum sampai hanya tersisa lapisan tipis di bawah daun. Lapisan daun
bagian bawah yang tipis kemudian ditutup dengan kaca objek dan pinggirpinggirnya direkat dengan menggunakan kutek. Tahap terakhir adalah
meletakkan kaca preparat di atas meja mikroskop dan melakukan pengaturan
fokus lensa sehingga stomata dan kloroplas dapat terlihat jelas untuk dilakukan

9
perhitungan. Dokumentasi dibuat di bawah mikroskop dengan perbesaran
4x10.
Penghitungan jumlah kromosom menggunakan metode squashing yang
telah dimodifikasi seperti dilaporkan oleh (Rodiansah 2007). Pengambilan
sampel dilakukan pada pukul 08.30 pagi. Pengambilan material : ujung akar
dipotong sepanjang ± 1 cm kemudian dimasukkan ke dalam air untuk
menghilangkan kotorannya. Potongan bahan tanaman tersebut kemudian
dimasukan ke dalam botol berisi hidroksiquinolin 150.002 M (0.32 g/l
aquades), selanjutnya botol tersebut disimpan pada suhu 20oC selama 3–5 jam.
Fiksasi sampel : potongan ujung akar dimasukkan ke dalam air bersih
kemudian dibuang tudung akarnya dengan pisau silet, potongan tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam larutan asam asetat 45% selama 10 menit.
Selanjutnya potongan diangkat dan dimasukkan ke dalam larutan yang terdiri
dari 1 N HCl dan asam asetat 45% dengan perbandingan 3:1 (v/v) pada suhu
80oC selama 3–5 menit. Potongan bahan tanaman tadi diangkat dan
dimasukkan ke dalam pewarna Orsein 2%, selanjutnya dipindahkan pada gelas
preparat yang ditetesi Orsein 2%. Potongan ujung akar tersebut dipotong lagi
sehingga berukuran 1–2 mm dari ujung akar dan sisanya dibuang. Gelas
penutup kemudian dipasang, dipukul–pukul perlahan–lahan dengan pangkal
pensil berkaret dan dipanaskan sebentar. Selanjutnya gelas penutup ditekan
halus dengan jempol dan pinggirnya direkat dengan cat kuku bening dan siap
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10. Setelah terlihat
penyebaran kromosom, dilakukan penghitungan jumlah kromosom dan dibuat
dokumentasinya di bawah mikroskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I. Induksi Perakaran pada Tunas Nilam (Pogostemon cablin
Benth.) Hasil Induksi Mutasi dengan Kolkisin pada
Subkultur Satu
Percobaan ini menggunakan sumber eksplan Pogostemon cablin Benth.
hasil mutasi kimia dengan kolkisin sebanyak 12 perlakuan yang ditumbuhkan
pada media awal MS ditambah dengan sitokinin 0.5 mg/l BA dan 0.5 mg/l
kinetin. Pada media awal ini nilam tidak berakar oleh karena itu ditambahan
auksin IAA dalam media untuk menginduksi perakaran nilam. Media
perakaran yang digunakan dengan menambahkan auksin IAA dengan dua taraf
yaitu 0.1 dan 0.5 mg/l.
Hasil rekapitulasi sidik ragam uji F pada Tabel 3 menunjukkan bahwa
interaksi antara media dan perlakuan kombinasi kolkisin tidak berpengaruh
nyata terhadap peubah jumlah akar, jumah daun, dan jumlah buku nilam.
Perlakuan media juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada
hampir semua peubah kecuali peubah jumlah akar pada minggu 8 dan 9,
jumlah tunas minggu 2 dan jumlah buku pada minggu 6 setelah tanam.
Pemberian auksin yang tinggi bukan hanya menginduksi pertumbuhan akar
nilam tetapi juga menginduksi pertumbuhan kalus. Media dengan penambahan
IAA 0.5 mg/l berkalus pada beberapa perlakuan.

10
Tabel 3. Rekapitulasi hasil uji F pengaruh kombinasi kolkisin dan media
perakaran terhadap pertumbuhan tunas Pogostemon cablin Benth.
hasil mutasi kromosom dengan kolkisin
Umur
(MST)

Peubah
Jumlah akar

Jumlah tunas

Jumlah Buku

Jumlah daun

Keterangan:

tn
*
**

:
:
:

Perlakuan

Interaksi
Kolkisin
Auksin
3
*
tn
tn
4
tn
tn
tn
5
*
tn
tn
6
tn
tn
tn
7
tn
tn
tn
8
tn
*
tn
9
tn
*
tn
10
*
*
tn
2
**
*
tn
3
tn
tn
tn
4
*
tn
tn
5
*
tn
tn
6
*
tn
tn
7
*
tn
tn
8
*
tn
tn
9
*
tn
tn
2
tn
tn
tn
3
*
tn
tn
4
*
tn
tn
5
*
tn
tn
6
*
*
tn
7
*
tn
tn
8
*
tn
tn
1
tn
tn
tn
3
*
tn
tn
4
*
tn
tn
5
*
tn
tn
6
*
tn
tn
7
*
tn
tn
8
*
tn
tn
tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%
berbeda nyata pada uji F taraf 5%
berbeda sangat nyata pada uji F taraf 1%

KK (%)
77.14
71.42
61.19
46.11
45.02
37.87
19.16
36.72
27.23
88.07
46.19
27.54
24.81
24.28
28.15
30.3
570.92
73.35
29.74
21.52
16.48
16.84
18.61
842.7
570.92
29.73
21.52
16.46
16.84
18.61

Perlakuan kolkisin dapat menyebabkan kematian eksplan atau eksplan
menjadi rentan. Eksplan yang rentan akan mudah terserang bakteri maupun
cendawan sehingga eksplan mudah terkontaminasi. Beberapa perlakuan hilang
karena kontaminasi eksplan.Tingkat kontaminasi tertinggi ada pada perlakuan
kombinasi kolkisin 0.02% selama 24 jam, kolkisin 0.06% selama 48 jam dan
0.06% selama 72 jam mencapai 96% sehingga terdapat beberapa perlakuan
yang hilang selama percobaan ini.

11
Media perakaran yang ditambahkan tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah akar nilam Pogostemon cablin Benth hingga minggu ke-4 setelah
dikulturkan. Media perakaran mulai berpengaruh pada minggu ke-6 setelah
dikulturkan. Tabel 4 menunjukkan pengaruh media terhadap jumlah akar
nilam. Jumlah akar tunas nilam pada media dengan IAA 0.1 mg/l
menghasilkan nilai rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan media
dengan IAA 0.5 mg/l. Hasil rataan jumlah akar tersebut mengindikasikan
bahwa media dengan IAA 0.1 mg/l lebih baik dalam menginduksi perakaran
nilam Pogostemon cablin Benth dalam percobaan ini. Nilai sidik ragam dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 4.

Pengaruh auksin IAA terhadap jumlah akar nilam Pogostemon
cablin Benth.

Perlakuan
IAA

3
0.4
0.3
tn
77.1

0.1 mg/l
0.5 mg/l
uji F
KK (%)
Keterangan:

4
1.8
0.8
tn
71.4

Rataan Jumlah akar per minggu MST
5
6
7
8
1.2
2.8
3.0
3.4a
1.7
1.5
1.7
2.1b
tn
tn
tn
*
61.2
46.1
45.2
37.9

9
3.8a
2.2b
*
19.2

10
4.0a
2.3b
*
36.72

Huruf yang sama pada tiap nilai rataan pada kolom yang sama menunjukan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%.

Tabel 5 menyajikan pengaruh perlakuan kolkisin terhadap jumlah akar
nilam. Perlakuan 0.06% selama 24 jam memiliki jumlah akar tertinggi namun
nilai ini tidak berbeda dengan perlakuan kontrol. Konsentrasi 0.02% selama 72
jam menunjukkan jumlah akar yang paling rendah dibandingkan dengan
perlakuan kolkisin yang lain. Hal
ini menunjukkan masih terjadi
menghambatan pembentukan akar pada nilam yang memperoleh perlakuan
kolkisin.
Tabel 5. Pengaruh kombinasi perlakuan kolkisin terhadap jumlah akar nilam
Pogostemon cablin Benth. pada media perakaran
Perlakuan
Kolkisin
0%; 24 jam
0%; 48 jam
0%; 72 jam
0.02%; 48 jam
0.02%; 72 jam
0.04%; 24 jam
0.04%; 48 jam
0.06%; 24 jam
uji F
KK (%)

Keterangan:

Rataan Jumlah Akar per minggu MST
3
4
5
6
7
8
9
0.7a
0.7
2.1a
3.0
3.3
2.6a
3.9
0.2bcd
0.7
1.4ab
2.4a
3.1
3.5
3.7
0.0d
0.5
0.6b
1.4ab
1.5
2.0
2.2
0.8a
2.2a
2.7a
3.0
3.3
3.5
1.5
0.4
0.8ab
1.0b
1.5
1.7
1.8
0.9cd
0.5abc
0.7
1.3ab
2.3ab
2.4
2.9
3.2
0.4abcd 1.4
2.0a
2.2ab
2.6
3.0
3.2
0.5ab
1.3
2.5a
3.8
2.0a
3.0
3.4
*
tn
tn
tn
tn
tn
*
77.14 71.42 61.19 46.11 45.02 37.87
19.16

10
4.0a
4.0a
2.4ab
3.7ab
1.8b
3.2ab
3.3ab
4.5a
*
36.72

Huruf yang sama pada tiap nilai rataan pada kolom yang sama menunjukan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%.

12
Rata-rata planlet mulai membentuk akar pada minggu ketiga. Selama
pengamatan berlangsung terdapat beberapa planlet yang membentuk kalus
terutama pada perlakuan media MS + 0.5 mg/l IAA + 0.1 mg/l BA. Wattimena
et al. (1992) menyatakan bahwa Asam Indol Asetat (IAA) auksin diproduksi di
pucuk dan ditranslokasikan secara base petal atau polair pangkal batang
tanaman untuk menginduksi perakaran. Menurut Mariami (2003), zat pengatur
tumbuh sitokinin berperan dalam pembelahan sel dan morfogenesis, sedang
auksin berperan dalam mengatur pertumbuhan dan pemanjangan sel.
Pemanjangan sel, pembelahan sel, morfogenesis dan pengaturan pertumbuhan
merupakan proses yang penting dalam memicu terbentuknya kalus. Tingginya
konsentrasi IAA pada media dengan penambahan 0,5 mg/l cenderung memicu
terbentuknya kalus pada planlet nilam. Pembentukan kalus ini kurang
dikehendaki di dalam produksi bibit.
Kolkisin tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan akar tunas
nilam minggu 7, 8 dan 9 dan berpengaruh nyata pada akar nilam minggu 10
setelah tanam. Pada akhir pengamatan konsentrasi kolkisin 0.06% selama 24
jam memiliki jumlah akar tertinggi meskipun tidak berbeda nyata dengan
kontrol. Jumlah akar terendah adalah perlakuan kolkisin 0.02% selama 72 jam
dengan nilai 1.82. Nilai jumlah akar ini dapat mengindikasikan bahwa
perlakuan 0.02% selama 72 jam menghambat perakaran tunas nilam. Menurut
Anne (2012), tanaman yang mendapat perlakuan perendaman kolkisin tidak
dapat membentuk akar, kecuali pada perlakuan konsentrasi kolkisin 0.02%
dengan perendaman 24 jam pada umur 4 MST dan perlakuan konsentrasi
kolkisin 0.06% dengan perendaman 24 jam pada umur 8 minggu setelah
tanam. Pada penelitian ini, tunas yang mendapat perlakuan kolkisin dari
penelitian sebelumnya mampu membentuk akar mulai dari minggu 3 setelah
tanam. Beberapa perlakuan masih mengalami penghambatan perakaran seperti
pada perlakuan 0.02% selama 72 jam.
Percobaan II. Subkultur Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Hasil Induksi
Mutasi dengan Kolkisin untuk Mendapatkan Mutan Solid
Jumlah Tunas
Planlet nilam yang disubkultur pada percobaan II ini berumur 10 minggu
setelah dikulturkan dan ditumbuhkan pada media MS + 0.1 mg/l IAA + 0.1
mg/l BA. Planlet yang disubkultur dalam percobaan ini adalah planlet yang
mendapat perlakuan kolkisin 0% selama 72 jam; kolkisin 0.02% selama 48
jam; 0.02% selama 72 jam; 0.04% selama 24 jam; 0.04% selama 48 jam dan
0.06% selama 24 jam. Perlakuan lainnya tidak disubkultur karena mengalami
kontaminasi.
Tunas yang diamati adalah tunas adventif dan aksilar planlet nilam pada
subkultur kedua. Tabel 6 menunjukkan pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap
jumlah tunas nilam Pogostemon cablin Benth selama 9 minggu setelah tanam.
Perlakuan kolkisin tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas nilam
Pogostemon cablin Benth dari minggu pertama hingga minggu 7 setelah
tanam. Perlakuan kolkisin pada nilam hanya berpengaruh nyata pada minggu 8
dan 9 setelah tanam.

13
Konsentrasi kolkisin 0.06% dengan lama perendaman 24 jam
menghasilkan jumlah tunas yang lebih sedikit dibandingkan kontrol. Hal ini
dapat disebabkan karena rusaknya sel-sel pada tanaman. Damayanti dan
Mariska (2003) melaporkan perendaman dengan kolkisin dapat mengakibatkan
penundaan pertumbuhan akibat jaringan yang rusak dan memerlukan waktu
lama untuk tumbuh. Ajijah dan Bermawie (2003) melaporkan perlakuan
kolkisin 1% pada tanaman kencur generasi pertama mengakibatkan
pembentukan anakan terhambat sehingga memiliki jumlah anakan yang sedikit.
Hal ini menunjukan bahwa pemberian kolkisin dapat menghambat terjadinya
pertunasan sehingga tanaman kontrol memiliki jumlah tunas yang lebih
banyak. Keragaan tunas nilam hasil mutasi dengan kolkisin disajikan dapat
dilihat pada Gambar 1. Sidik ragam jumlah tunas nilam dapat dilihat pada
lampiran 3.
Tabel 6.

Pengaruh perlakuan kolkisin terhadap jumlah tunas nilam
Pogostemon cablin Benth pada subkultur dua

Perlakuan
Kolkisin
0%; 72 jam
0.02%; 48 jam
0.02%; 72 jam
0.04%; 24 jam
0.04%; 48 jam
0.06%; 24 jam
Uji F
KK (%)
Keterangan:

Rataan jumlah tunas minggu ke- (MST)
3
4
5
6
7
Tunas/eksplan
0.2
0.7
1.2
1.7
2.2
2.5
2.9
0.6
1.4
1.7
2.1
2.4
2.9
1.0
0.5
0.9
1.4
1.6
1.9
2.3
2.8
0.7
1.6
1.9
2.2
2.8
0.6
1.5
0.6
0.9
1.3
1.6
1.9
2.2
2.5
0.2
0.5
0.7
1.1
1.3
1.8
2.1
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
126.5 78.72 43.51 36.72 33.96 24.32 18.06
1

tn
*

2

:
:

8

9

3.2ab
3.4a
3.2ab
3.5ab
2.9ab
2.5b
*
12.47

3.7a
3.7a
3.6a
3.7a
3.1ab
2.7b
*
9.39

tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%
berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Pada tunas nilam subkultur kedua berikut menunjukkan, tunas yang
mendapat perlakuan kolkisin 0.06% selama 24 jam mengalami penghambatan
proliferasi tunas. Perlakuan 0.06% selama 24 jam ini pada minggu 9 setelah
tanam menghasilkan jumlah tunas terendah dibandingkan kontrol maupun
perlakuan kolkisin yang lain. Jumlah tunas tertinggi terdapat pada perlakuan
kontrol namun nilainya tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0.02% selama 48
jam; 0,02% selama 72 jam dan 0,04% selama 24 jam. Perlakuan dengan jumlah
tunas yang lebih rendah memiliki keragaan batang yang lebih besar
dibandingkan dengan dengan tanaman kontrol seperti pada gambar 1.
Berdasarkan pengamatan morfologi terhadap tunas in vitro nilam, pada
perlakuan kolkisin 0.02% selama 72 jam beberapa planlet nampak tidak normal
seperti pada Gambar 6 pada bab kimera. Keragaan morfologi tunas yang
abnormal tersebut memiliki batang kecil, tampak tidak kokoh, berwarna hijau
pucat dan kerdil. Planlet tidak mengalami pertumbuhan selama pengamatan
berlangsung. Pada akhir pengamatan tunas yang abnormal banyak yang mati
dan tunas yang bertahan tidak tumbuh menjadi planlet normal. Lebih lanjut
akan dibahas pada sub bab kimera.

14

Gambar 1: Tunas nilam 9 MST: A: kontrol. B: kolkisin 0% lama perendaman
72 jam. C: kolkisin 0.02% lama perendaman 48 jam. D: kolkisin
0.02% lama perendaman 72 jam. E: kolkisin 0.06% lama
perendaman 24 jam. F: kolkisin 0.06 % lama perendaman 48 jam.
G: kolkisin 0.06% lama perendaman 24 jam
Jumlah Buku
Kolkisin memberi pengaruh nyata terhadap jumlah buku nilam
Pogostemon cablin Benth pada minggu 3 dan minggu 10 seperti pada tabel 7.
Pada minggu pertama setelah tanam perlakuan konsentrasi 0.04% dengan lama
perendaman 24 jam menghasilkan tunas dengan jumlah buku paling tinggi
diantara perlakuan lain. Pada minggu selanjutnya pada 2-3 minggu setelah
tanam jumlah buku tertinggi pada perlakuan kolkisin 0.02% lama perendaman
48 jam. Pengamatan pada 4-10 minggu setelah tanam jumlah buku tertinggi
adalah tanaman kontrol dengan kolkisin 0% dan lama perendaman 72 jam.
Tabel 7. Pengaruh kolkisin terhadap jumlah buku nilam Pogostemon cablin
Benth pada subkultur dua
Perlakuan
Kolkisin
0%; 72 jam
0.02%; 48 jam
0.02%; 72 jam
0.04%; 24 jam
0.04%; 48 jam
0.06%; 24 jam
uji F
KK (%)
Keterangan:

tn
*

1

2

0.7
1.2
1.1
1.3
1.3
0.8
tn
101.2

1.6
2.0
1.7
1.9
1.9
1.3
tn
81.2

:
:

rataan jumlah buku minggu ke- (MST)
3
5
6
7
8
buku/tunas
2.7ab 5.0
6.0
6.8
7.8
6.0
6.8
7.6
3.2a 5.1
2.7ab 4.7
5.6
6.7
7.5
2.8ab 4.4
5.3
6.1
6.8
2.9ab 4.5
5.3
6.2
7.0
2.1b 4.0
5.0
5.8
6.7
*
tn
tn
tn
tn
49.4 21.4
15.9
11.6 9.3

tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%
berbeda nyata pada uji F taraf 5%

9

10

8.7
8.5
8.2
7.6
7.7
7.4
tn
8.1

9.8a
9.6ab
8.8a
8.4a
8.3ab
8.1b
*
8.8

15
Dari tabel dapat dilihat bahwa pertumbuhan buku tanaman dengan
perlakuan kolkisin cenderung lambat dibandingkan dengan tanaman kontrol.
Hasil sidik ragam jumlah buku dapat dilihat pada Lampiran 4. Hal ini sesuai
yang dilaporkan oleh Poespodarsono (1988) mutasi kromosom dapat
mengakibatkan terjadi perubahan sifat pada tanaman. Bertambahnya jumlah
kromosom dapat pula mengakibatkan penurunan ukuran sel dan produksi
karena adanya penurunan fertilitas akibat poliploidi.
Pada pengamatan morfologi tunas dari buku nilam secara in vitro, buku
nilam perlakuan perendaman dengan kolkisin 0.06% selama 24 jam terdapat
planlet yang mengalami perubahan fenotipe akibat kimera. Perubahan fenotipe
mengindikasikan adanya kimera. Tanaman nilam memiliki sistem percabangan
opposite. yaitu terdapat dua daun pada setiap buku tunasnya. Pada Gambar 3
menunjukan terdapat tiga mata tunas aksilar dalam satu buku dengan sistem
percabangan opposite (satu buku dua daun) dan alternate (satu buku satu daun)
dalam satu planlet yang sama. Kimera disebabkan karena jaringan eksplan
mengalami mutasi parsial akibatnya tanaman mengalami malformasi, dan
jumlah mata tunas aksilar berbeda baik dengan tunas lain yang berasal dari
eksplan yang sama maupun dengan cabang tunas yang berkembang diatasnya.
Blakeslee dan Avery (1937) melaporkan bahwa perlakuan kolkisin 0.4%
selama satu hari pada biji Datura dapat menginduksi kimera dan
mengakibatkan deformasi yang bervariasi pada tanaman akibat perubahan
jumlah kromosom. Daun tanaman mengalami malformasi, permukaan daun
kasar dan batang yang kerdil.
Jumlah Daun
Jumlah daun terus mengalami kenaikan setiap minggu seiring dengan
pertambahan dan pertumbuhan tunas. Pada 10 minggu setelah tanam, daun
mulai mengalami senescence dan bagian bawah tunas mencoklat. Hal ini
disebabkan karena umur tanaman sudah terlalu tua, sehingga harus di subkultur
ke dalam media baru.
Tabel 8 Pengaruh perlakuan kolkisin terhadap jumlah daun nilam Pogostemon
cablin Benth pada subkultur kedua
Perlakuan
Kolkisin
0%. 72 jam
0.02%. 48 jam
0.02%. 72 jam
0.04%. 24 jam
0.04%. 48 jam
0.06%. 24 jam
Uji F
KK (%)
Keterangan:

tn
**

rataan jumlah daun minggu ke- (MST)
1
2
3
4
5
7
8
helai daun/tunas
1.5
3.1
5.6
7.7
10.1
13.9
15.8
2.4
6.1
8.3
10.1
13.4
15.1
3.9
2.4
3.4
5.4
7.3
9.3
13.0
14.8
2.5
3.6
5.5
7.0
8.6
12.0
13.5
3.7
5.7
7.5
9.1
12.4
13.9
2.5
1.
2.5
4.1
5.9
7.8
11.8
13.5
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
101.04 80.81 50.62 32.77 22.19 12.98 10.11
:
:

tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%
Berbeda nyata pada uji F taraf 5%

9
17.5
16.8
16.4
15.3
15.4
15.2
tn
9.48

16
Hasil uji F pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan kolkisin tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun nilam Pogostemon cablin Benth.
Perlakuan kolkisin 0.04% lama perendaman 48 jam memiliki jumlah daun
paling banyak pada minggu pertama setelah tanam, sedangkan untuk minggu 2
setelah tanam nilai jumlah daun paling banyak ada pada perlakuan konsentrasi
0.02% lama perendaman 48 jam. Pada minggu 3 hingga akhir pengamatan
jumlah daun tertinggi ada pada tanaman kontrol dengan konsentrasi kolkisin
0% lama perendaman 72 jam. Sidik ragam jumlah daun dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Permadi et al. (1991) melaporkan bahwa pada tanaman bawang merah.
pemberian kolkisin menekan tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman
generasi pertama. Pada penelitian nilam, perlakuan kolkisin juga menghasilkan
tunas dengan jumlah daun yang lebih sedikit dibandingkan dengan tunas
kontrol.
Jumlah Akar
Planlet mulai berakar pada 3 minggu setelah tanam dan terus bertambah
sampai 9 minggu setelah tanam. Pada Tabel 9 berikut menunjukkan pengaruh
kolkisin terhadap jumlah akar nilam Pogostemon cablin Benth selama.
Menurut Anne (2012) tanaman nilam hasil mutasi dengan kolkisin tidak
berakar kecuali pada perlakuan konsentrasi kolkisin 0.02 % dengan
perendaman 24 jam pada umur 4 minggu setelah tanam dan perlakuan
konsentrasi kolkisin 0.06 %