Identitas Berbasis Molekuler Galur-Galur Rhizopus Asal Tempe Segar dari Berbagai Daerah di Indonesia

IDENTITAS BERBASIS MOLEKULER GALUR-GALUR
Rhizopus ASAL TEMPE SEGAR DARI BERBAGAI DAERAH
DI INDONESIA

ANASTASIA TATIK HARTANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identitas Berbasis
Molekuler Galur-Galur Rhizopus Asal Tempe Segar dari Berbagai Daerah di
Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Anastasia Tatik Hartanti
NIM G351110061

RINGKASAN
ANASTASIA TATIK HARTANTI. Identitas Berbasis Molekuler Galur-Galur
Rhizopus Asal Tempe Segar dari Berbagai Daerah di Indonesia. Dibimbing oleh
GAYUH RAHAYU dan IMAN HIDAYAT.
Rhizopus Ehrenb. (Zygomycetes, Zygomycota) merupakan cendawan yang
bernilai ekonomi penting karena kontribusinya pada berbagai aspek kehidupan
manusia, seperti sumber suplemen makanan, enzim, dan agens bioteknologi
industri. Oleh sebab itu, identitas dari galur-galur Rhizopus menjadi penting.
Dalam 30 tahun terakhir, taksonomi dan identifikasi Rhizopus berubah dari
pendekatan morfologi dan fisiologi ke pendekatan molekuler. Dengan pendekatan
morfologi, Rhizopus dibagi dalam tiga grup, yaitu grup R. microsporus, grup R.
oryzae, dan grup R. stolonifer. Pada tahun 2007, berdasarkan kombinasi
morfologi, fisiologi, kompatibilitas sistem kawin, dan data molekuler, Zheng et al.
mengenal 10 spesies Rhizopus dengan 7 varietas, yaitu R. americanus, R.
arrhizus var. arrhizus, var. delemar, dan var. tonkinensis, R. caespitosus, R.

homothallicus; R. microsporus var. microsporus, var. azygosporus, var. chinensis,
var. oligosporus, var. tuberosus dan var. rhizopodiformis, R. niveus, R. reflexus,
R. schipperae, R. stolonifer, dan R. sexualis. Pada tahun 2010, Abe et al.
menerima delapan spesies Rhizopus versi Zheng et al. (2007) dengan
menempatkan R. niveus sebagai sinonim R. delemar, R. sexualis dan R.
americanus sebagai sinonim R. stolonifer, dan mempertahankan R. oryzae dengan
melibatkan sekuen gen internal transcribed spacer (ITS) rDNA, gen aktin, dan
gen translation elongation factor 1α (EF-1α). Kemudian pada tahun 2013,
Dolatabadi et al. menggunakan konsep Genealogy Concordance Phylogenetic
Species Recognition (GCPSR) dari gen ITS, aktin, dan EF-1α, sifat fisiologi
termasuk suhu pertumbuhan maksimum, morfologi spora, uji tipe kawin, profil
yang dihasilkan MALDI-ToF, dan ekologi, untuk mengevaluasi takson
infraspesifik Rhizopus microsporus. Mereka menegaskan bahwa R. microsporus
tidak dapat dibagi ke takson infraspesifik.
Perubahan terbaru dalam sistematika Rhizopus ini mempengaruhi status
taksonomi Rhizopus, termasuk Rhizopus dari tempe segar Indonesia. Dahulu
Rhizopus di Indonesia diidentifikasi terutama dengan pendekatan morfologi dan
sidik jari DNA. Pada tahun 1970, Dwijoseputro dan Frederick mengidentifikasi 4
spesies Rhizopus, yaitu R. oligosporus, R. oryzae, R. arrhizus, dan R. stolonifer
pada tempe dan ragi tempe yang berasal dari Jakarta, Surakarta, dan Malang. R.

oligosporus banyak dinyatakan sebagai inokulan tempe dari berbagai daerah di
Indonesia pada tahun 2000-an, meskipun Schipper dan Stalpers pada tahun 1984
menempatkan oligosporus sebagai varietas dari R. microsporus. Pada sistem
terkini, cara ini yang belum dapat mengidentifikasi Rhizopus secara tepat. Reidentifikasi Rhizopus asal tempe ini diperlukan untuk menunjang upaya
standardisasi mutu tempe yang memerlukan inokulan dengan identitas yang tepat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi terkini, tentang taksonomi
Rhizopus pada tempe segar di Indonesia.
Sebanyak 36 galur Rhizopus spp. asal tempe segar yang berasal dari 26
lokasi di Indonesia diidentifikasi berdasarkan kombinasi dari ciri morfologi,

fisiologi, dan analisis molekuler filogenetik berdasarkan sekuen gen ITS pada
DNA ribosom dan gen EF-1α.
Kultur murni diperoleh dengan cara mengambil hifa secara aseptik dan
menginokulasinya pada medium potato dextrose agar (PDA), lalu diinkubasi pada
suhu ruang. Kultur dimurnikan dan diperbanyak untuk kultur kerja, dan kultur
stok. Kultur stok disimpan dalam medium trehalosa-gliserol pada suhu -80 oC.
Galur Rhizopus hasil koleksi ini disimpan di Institut Pertanian Bogor Culture
Collection (IPBCC), Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
Analisis molekuler dimulai dengan ekstraksi DNA dari massa miselium
yang ditumbuhkan pada medium miring PDA selama 3 hari. Ekstraksi DNA

dilakukan menggunakan DNA PhytopureTM Kit Extraction (GE Healthcare,
Inggris) sesuai dengan protokol pabrik. Amplifikasi Polymerase Chain Reaction
daerah
rDNA
ITS
menggunakan
sepasang
primer
ITS5
(5'GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG-3') dan ITS4 (5'-TCCTCCGCTTATTGA
TATGC-3'). Amplifikasi gen EF-1α menggunakan sepasang primer MEF-10 (5'GTTGTCATCGGTCACGTCGATTC-3') dan MEF-4 (5'-ATGACACCRACAG
CGACGGTTTG-3'). Sekuen yang diperoleh dari primer ITS rDNA untuk semua
galur dan EF-1α dari anggota R. microsporus diedit dengan program Chromas
Pro 1.41. Semua sekuen ITS yang diperoleh, kemudian disejajarkan dengan
sekuen rujukan yang diunduh dari pangkalan data DNA menggunakan program
molecular evolution and genetic analysis (MEGA) versi 5.05. Pada analisis ini,
kekerabatan dianalisis dengan metode Maximum Likelihood yang melibatkan
semua galur koleksi, dan Neighbor Joining untuk galur koleksi R. microsporus.
Dukungan untuk cabang internal diperoleh dengan analisis bootstrap (BS) 1000
ulangan. Nilai BS sebesar 50% atau lebih akan ditampilkan. Pohon filogenetik

yang dihasilkan dari analisis tersebut, diolah dengan perangkat lunak TreeGraph
versi 2.
Morfologi galur Rhizopus diamati sesuai dengan standar monograf Rhizopus
yang ditulis oleh Zheng et al. pada tahun 2007 dengan menggunakan mikroskop
cahaya (Olympus BX53). Karakter fisiologi Rhizopus yang diamati ialah
pertumbuhan Rhizopus pada suhu 33, 42, 46, 48 dan 51oC.
Dua spesies Rhizopus, yaitu R. delemar dan R. microsporus ditemukan
berasosiasi dengan sampel tempe segar dari 26 lokasi di Indonesia. R. delemar
hanya ditemukan dari sampel tempe yang berasal dari satu lokasi (Palu, Sulawesi
Tengah), sedangkan R. microsporus ditemukan dari tempe yang berasal dari
berbagai lokasi di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan, Sulawesi (selain di Palu), dan Papua Barat. Tidak ditemukannya R.
delemar pada tempe yang berasal dari pulau Jawa, mengindikasikan adanya
sumber daya genetik yang hilang. Hilangnya species ini diduga berkaitan dengan
penggunaan inokulan komersial yang berbasis R. microsporus. Spesies lain
seperti R. stolonifer dan R. oryzae yang sebelumnya pernah dilaporkan berasosiasi
dengan tempe di Indonesia, juga tidak ditemukan pada penelitian ini, sedangkan
R. oligosporus yang dulu pernah dilaporkan sekarang merupakan sinonim dari R.
microsporus.
Kata kunci: elongation factor- 1α, Indonesia, internal transcribed spacer,

Rhizopus, taksonomi, tempe

SUMMARY
ANASTASIA TATIK HARTANTI. Molecular Based Identity of Rhizopus strains
from Fresh Tempeh Collected from Several Regions in Indonesia. Supervised by
GAYUH RAHAYU and IMAN HIDAYAT.
Rhizopus Ehrenb. (Zygomycetes, Zygomycota) are an economically an
important fungal genus as their contributions to many aspects in human life, i.e.
source of food supplements, enzymes, and biotechnology industry agents are
significantly. The identity of Rhizopus is thus also important.
In the last 30 years, the taxonomy and identification of species belonging to
Rhizopus has significantly been changed from morphological and physiological
approaches to molecular approaches. Using morphological approach, Rhizopus are
divided into three groups, R. microsporus group, R. oryzae group, and R.
stolonifer group. In 2007, based on a combination of morphology, physiology,
mating system compatibility, and molecular data, Zheng et al. recognized 10
species of Rhizopus with 7 varieties, vis, R. americanus, R. arrhizus var. arrhizus,
var. delemar, and var. tonkinensis, R caespitosus, R. homothallicus, R.
microsporus var. microsporus, var. azygosporus, var. chinensis, var. oligosporus,
var. tuberosus and var. rhizopodiformis, R. niveus, R. reflexus, R. stolonifer and R.

sexualis. In 2010, Abe et al. used ITS rDNA, actin, and EF -1α to recognized
eight species of those of Zheng et al. They then treated R. niveus as synonym of
R. delemar, and R. americanus and R. sexualis as synonyms of R. stolonifer, and
kept R. oryzae. In 2013, Dolatabadi et al. used Genealogy Concordance
Phylogenetic Species Recognition (GCPSR) concept by combining ITS, actin, and
EF-1α, physiological properties including maximum growth temperature, spore
morphology, mating type test, e MALDI-ToF profil, and ecology to evaluate the
infraspecific classification of R. microsporus. They concluded that variety is not
recognized within that species.
Recent changes in the Rhizopus systematics affects the taxonomic status of
Rhizopus including those from fresh tempeh. Within current approach
identification of Rhizopus in Indonesia that was based on morphological approach
and DNA fingerprints gave an inappropriate information on its taxonomic status.
In 1970 Dwijoseputro and Frederick identified four species of Rhizopus namely R.
oligosporus, R. oryzae, R. arrhizus and R. stolonifer from tempeh and ragi
tempeh were collected from Jakarta, Surakarta and Malang. R. oligosporus was
often stated as tempeh inoculant from various regions in Indonesia in the year of
2000. Eventhough Schipper and Stalpers in 1984 placed oligosporus as a variety
of R. microsporus. Therefore, re-identification is necessary to support the
standardization of tempeh inoculant with valid identity. It is expected that this

study will give accurate and up to date information about the identity of Rhizopus
from Indonesian tempeh.
About 36 strains of Rhizopus spp. originated from fresh tempeh collected
from 26 locations in Indonesia were identified using morphology and physiology
characters, and combined with molecular phylogenetic analysis based on
sequences ITS rDNA and EF-1α. Their pure cultures were obtained by taking
hyphae aseptically and inoculated on to PDA medium, and incubated at room
temperature. Stock cultures were maintained in trehalose-glycerol medium and

then stored at -80 oC. These collections are deposited in the Bogor Agricultural
University Culture Collection (IPBCC), Department of Biology, Science Faculty,
IPB.
Molecular analysis was started with the extraction of DNA from the mycelia
grown on PDA slant medium for 3 days. DNA extraction was performed using the
DNA Extraction Kit PhytopureTM (GE Healthcare, UK) according to the
manufacturer's protocol. Polymerase Chain Reaction amplification of rDNA ITS
region using primer ITS5 (5'-GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG-3') and ITS4
(5'-TCCTCCGCTTATTGATATGC-3'). EF-1α gene amplification used MEF-10
(5'-GTTGTCATCGGTCACGTCGATTC-3') and MEF-4 (5'-ATGACACCRAC
AGCGACGGTTTG-3') primer pairs. ITS Sequences of all strains and EF-1α

sequences from members of R. microsporus were first edited with Chromas Pro
1:41. All ITS sequences of the strain studied then were aligned with reference
sequences using MEGA version 5.05. Phylogenetic tree of all the strains was
constructed based on Maximum Likelihood method, meanwhile Neighbor Joining
method was used for strains of R. microsporus with bootstrap analyses using 1000
replications. The phylogenetic tree generated from the analysis were then
visualized using TreeGraph 2. Morphology of Rhizopus strains were observed in
accordance with the standards of Zheng et al. published in 2007, using a light
microscope (Olympus BX53). Physiological character viz. maximum growth
temperature was tested on various temperatures of 33, 42, 46, 48 and 51 oC.
Two species Rhizopus, i.e. R. delemar and R. microsporus were found to
associate with fresh tempeh from 26 locations in Indonesia. One strain of R.
delemar was found only in fresh tempeh from Palu (Central Sulawesi), while
thirty five strains of R. microsporus were found in fresh tempeh from Sumatra,
Java, Bali, Lombok, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi (other than Palu), and
West Papua. R. delemar was apparently lost from tempeh from Java. This may
be due to the widely used of commercial inoculant that contained R. microsporus.
Neither R. stolonifer nor R. oryzae that has ever been reported to associate with
Indonesian tempeh, were found in this research. Further, this study adopted R.
oligosporus as synonym of R. microsporus.

Key words: elongation factor-1α, Indonesia, internal transcribed spacer, Rhizopus,
taxonomy, tempeh

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

IDENTITAS BERBASIS MOLEKULER GALUR-GALUR
Rhizopus ASAL TEMPE SEGAR DARI BERBAGAI DAERAH
DI INDONESIA

ANASTASIA TATIK HARTANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi

Penguji Luar Komisi: Prof Mien Achmad Rifai, M.Sc., Ph.D

vii

Judul Tesis : Identitas Berbasis Molekuler Galur-Galur Rhizopus Asal
Tempe Segar dari Berbagai Daerah di Indonesia
Nama
: Anastasia Tatik Hartanti
NIM
: G351110061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Gayuh Rahayu
Ketua

Iman Hidayat, Ph.D
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mikrobiologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Anja Meryandini

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 8 Juli 2014

Tanggal Lulus:

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kasih atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul Identitas Berbasis Molekuler Galur-Galur Rhizopus Asal Tempe Segar
dari Berbagai Daerah di Indonesia. Penelitian ini didanai oleh BPPS, Penelitian
BOPTN IPB tahun 2013 atas nama Dr Gayuh Rahayu, dan Iman Hidayat, Ph.D.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Gayuh Rahayu selaku pembimbing
dan Iman Hidayat, Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing atas segala
bimbingan, arahan, waktu, tenaga dan nasehat sehingga saya dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof Mien
Achmad Rifai, M.Sc., Ph.D sebagai penguji luar komisi, dan Prof Dr Anja
Meryandini sebagai ketua program studi Mikrobiologi yang telah banyak
memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Departemen Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia atas beasiswa BPPS tahun 2011, dan kepada Rektor
dan Jajaran Pimpinan Universitas Katolik Atmajaya Jakarta yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2 di Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Muhammad Ilyas, M.Si, dan staf
Laboratorium Biosistematika Bidang Mikrobiologi, LIPI Cibinong, Mas Dian,
Sahal Muadz, Reva, ibu Mia, ibu Yeni, Anis, Ica, Senly dan Tutus yang telah
banyak membantu penulis selama penelitian di Laboratorium. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada teman teman atas bantuannya dalam pengambilan
sampel tempe yang tidak saya sebutkan satu persatu, Ibu Nani Radiastuti, M.Si,
Sepriyadi Rihi, S.Si, serta teman teman Mikrotropisian 2013.
Ucapan terima kasih yang terdalam untuk suami saya tercinta, Tri Atmowidi
dan anak-anakku tersayang, Patricia Arindita Eka Pradipta dan Yosafat Dimas
Anandita, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Anastasia Tatik Hartanti

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

METODE
Waktu dan Tempat penelitian
Pengumpulan Sampel
Isolasi DNA, Amplifikasi PCR, Sekuensing, dan Analisis Filogenetik
Pengamatan Morfologi dan Fisiologi Rhizopus

2
2
3
3
5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kekerabatan Galur Rhizopus Asal Tempe
Morfologi dan Fisiologi Rhizopus Asal Tempe
Pembahasan

5
5
5
8
13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

15
15
15

DAFTAR PUSTAKA

15

RIWAYAT HIDUP

17

x

DAFTAR GAMBAR
1 Pohon filogenetik galur Rhizopus asal tempe Indonesia berdasarkan
gen ITS dengan metode maximum likelihood model T92+G+1
2 Pohon filogenetik galur Rhizopus microsporus asal tempe Indonesia
berdasarkan gen ITS dengan metode Neighbor Joining model
maximum composite likelihood
3 Pohon filogenetik galur Rhizopus microsporus asal tempe Indonesia
berdasarkan gen EF dengan metode Neighbor Joining model
maximum composite likelihood
4 Rhizopus delemar: sporangiofor yang muncul dari miselium udara
dengan kolumela agak bulat dan apophyses jelas, sporangiofor yang
membengkak, sporangium globos, sporangiospora yang tidak teratur
bentuknya
5 Rhizopus microsporus: rizoid sederhana, rizoid berkembang dengan
baik, sporangiofor yang tumbuh dari stolon, dengan kolumela bulat
gepeng, seperti buah pir, bulat telur, sporangiospora bervariasi dalam
bentuk dan ukuran, sporangiospora seragam, klamidospora berbentuk
rantai dan azigospora dengan suspensor tunggal

6

7

8

10

12

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Rhizopus Ehrenb. (Mucoraceae, Mucorales, Zygomycetes, Zygomycota)
memiliki potensi luas dan sangat berperan dalam kehidupan manusia.
Mucoraceae dicirikan adanya sporangium, sporangiospora, kolumela,
sporangiofor. Rizoid merupakan ciri pembeda Rhizopus dari genus lainnya dalam
Mucoraceae (Pitt & Hocking 2009). Rhizopus microsporus Tiegh. digunakan
sebagai agens fermentasi beberapa makanan tradisional, seperti tempe di
Indonesia dan koji di China dan Jepang (Zheng et al. 2007). Potensi lainnya dari
Rhizopus adalah sebagai produsen lipase (Hiol et al. 2000). Lipase dihasilkan
oleh R. oryzae Went & Prins. Geerl. Enzim lipase menghidrolisis triasilgliserol
(TAG) menjadi diasilgliserol (DAG) dan asam lemak bebas (Winarno 1986).
Diasilgliserol dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi dan penstabil produkproduk makanan, kosmetika, dan farmasetika (Putranto et al. 2006). Selain
bermanfaat bagi manusia, beberapa spesies Rhizopus dapat merugikan manusia,
seperti R. microsporus var. microsporus penyebab mukormikosis menular pada
manusia (West et al. 1995). Rhizopus juga menyebabkan kerusakan hasil
pertanian selama transportasi dan penyimpanan (Pitt et al. 1997).
Taksonomi dan identifikasi Rhizopus berubah secara nyata dari pendekatan
morfologi dan fisiologi (Schipper 1984; Schipper dan Stalpers 1984) ke
pendekatan molekuler (Abe et al. 2006, 2010; Liou et al. 2007) dalam 30 tahun
terakhir. Dengan pendekatan morfologi dan fisiologi, Rhizopus dibagi dalam tiga
grup, yaitu grup R. microsporus, grup R. oryzae, dan grup R. stolonifer (Schipper
1984; Schipper dan Stalpers 1984). Pembagian ini dikuatkan oleh sistematika
molekuler menurut Abe et al. (2006) yang membagi Rhizopus dalam tiga cluster,
yaitu cluster microsporus, cluster stolonifer, dan cluster oryzae. Pembagian
cluster ini tidak diadopsi oleh Zheng et al. (2007) dalam monografi Rhizopus yang
sistematikanya disusun berdasarkan kombinasi morfologi, fisiologi, kompatibilitas
sistem kawin, dan data molekuler. Zheng et al. (2007) mengenal 10 spesies
Rhizopus dan 7 varietas, yaitu R. americanus (Hesselt. & J. J. Ellis) R. Y. Zheng,
G. Q. Chen & X. Y. Liu; R. arrhizus A. Fisch. var. arrhizus, var. delemar
(Wehmer & Hanzawa), dan var. tonkinensis (Vuill.) R. Y. Zheng & X. Y. Liu; R.
caespitosus Schipper & Samson; R. homothallicus Hesselt. & J. J. Ellis; R.
microsporus Tiegh. var. microsporus, var. azygosporus (G. F. Yuan & S. C.
Jong), var. chinensis (Saito) Schipper & Stalper, var. oligosporus (Saito) Schipper
& Stalper, var. tuberosus R.Y. Zheng & G. Q. Chen dan var. rhizopodiformis
(Cohn) Schipper & Stalper; R. niveus M. Yamaz; R. reflexus Bainier; R.
schipperae Weitzman, McGough, Rinaldi & Dell-Latta; R. stolonifer (Ehrenb.:
Fr.) Vuill.; dan R. sexualis (G. Sm.) Callen. Abe et al. (2010) memperdalam
analisis clusternya dengan melibatkan sekuen gen ITS rDNA, gen aktin, dan gen
translation elongation factor 1α (EF-1α). Dengan menggunakan holotipe, Abe et
al. (2010) menerima delapan spesies Rhizopus versi Zheng et al. (2007) dengan
menempatkan R. niveus sebagai sinonim R. delemar, R. sexualis dan R.
americanus sebagai sinonim R. stolonifer, dan mempertahankan R. oryzae.
Dolatabadi et al. (2013) mengemukakan konsep GCPSR dari gen ITS, aktin, dan

2

EF-1α, sifat fisiologi termasuk suhu pertumbuhan maksimum, morfologi spora, uji
tipe kawin, profil yang dihasilkan MALDI-ToF, dan ekologi. Mereka menegaskan
dalam R. microsporus tidak tepat untuk dibagi ke takson infraspesifik.

Perumusan Masalah
Perkembangan sistematika Rhizopus menyebabkan identitas Rhizopus pada
tempe perlu dievaluasi, sehingga agens fermentasi kedelai ini memiliki nama
berdasarkan pendekatan terkini. Sebelumnya, Dwijoseputro dan Frederick (1970)
mengidentifikasi 4 spesies Rhizopus, yaitu R. oligosporus, R. oryzae, R. arrhizus,
dan R. stolonifer pada tempe dan ragi tempe yang berasal dari Jakarta, Surakarta,
dan Malang. R. oligosporus banyak dinyatakan sebagai inokulan tempe dari
berbagai daerah di Indonesia pada tahun 2000-an (Prihatna dan Suwanto 2007;
Dewi dan Azis 2011), meskipun Schipper dan Stalpers (1984) menempatkan
oligosporus sebagai varietas dari R. microsporus. Re-identifikasi Rhizopus asal
tempe ini diperlukan untuk menunjang upaya standardisasi mutu tempe yang
memerlukan inokulan dengan identitas yang tepat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi Rhizopus asal tempe segar dari
berbagai daerah di Indonesia.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi terkini, tentang
taksonomi Rhizopus pada tempe segar di Indonesia. Di samping itu, galur-galur
hasil penelitian ini juga merupakan bagian usaha konservasi Rhizopus secara exsitu dengan penyimpanan jangka panjang.

METODE

Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai November
2013 di Laboratorium Biosistematika dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Microbial Collection (LIPIMC), Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong, Jawa Barat. Penelitian juga
dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Biologi, FMIPA IPB, Dramaga,
Bogor.

3

Pengumpulan Sampel
Galur Rhizopus yang digunakan dalam penelitian ini diisolasi dari tempe
segar yang dikumpulkan dari berbagai daerah di Indonesia dan satu galur yang
diisolasi dari buah pir (Tabel 1).
Kultur murni diperoleh dengan cara mengambil hifa yang secara aseptik
dan diinokulasikan pada medium Potato Dextrose Agar (PDA), lalu diinkubasi
pada suhu ruang. Kultur dimurnikan dan diperbanyak untuk kultur kerja, kultur
stok dan kultur koleksi. Media protektan (trehalosa-gliserol) dipergunakan sebagai
medium kultur koleksi, dan selanjutnya kultur koleksi disimpan pada suhu -80 oC.
Galur Rhizopus hasil koleksi ini disimpan di Institut Pertanian Bogor Culture
Collection (IPBCC), Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Isolasi DNA, Amplifikasi PCR, Sekuensing, dan Analisis Filogenetik
Ekstraksi DNA dilakukan dari massa miselium yang ditumbuhkan pada
medium miring PDA selama 3 hari. Massa miselium kemudian dimasukkan ke
dalam tabung mikro 1500 µl yang berisi 500 µl Mili-Q dan disentrifugasi dengan
kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya, suspensi dibuang,
sedangkan massa miselium digerus sampai menyerupai bubur. Ekstraksi DNA
dilakukan menggunakan DNA PhytopureTM Kit Extraction (GE Healthcare,
Inggris) sesuai dengan protokol pabrik. Amplifikasi Polymerase Chain Reaction
(PCR) daerah rDNA ITS menggunakan sepasang primer ITS5 (5'GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG-3') dan ITS4 (5'-TCCTCCGCTTATTGA
TATGC-3') (White et al. 1990). Amplifikasi PCR gen EF menggunakan sepasang
primer MEF-10 (5'-GTTGTCATCGGTCACGTCGATTC-3') dan MEF-4 (5'-AT
GACACCRACAGCGACGGTTTG-3') (Abe et al. 2007).
Semua reaksi amplifikasi PCR dilakukan dalam 25 µl campuran reaksi
yang mengandung sekitar 100 ng DNA genom cetakan, 0.25 µM untuk masingmasing primer, PCR bufer 1×, dNTPs mix 0.2 mM, MgCl2 1.75 mM, dan 1 unit
DNA taq polimerase. Kondisi reaksi dalam PCR sebagai berikut: predenaturasi
pada suhu 94 oC selama 2 menit, denaturasi pada suhu 94 oC selama 15 detik,
penempelan pada suhu 55 oC selama 30 detik, dan pemanjangan pada suhu 72 oC
selama 1 menit dengan 35 siklus, dan pemanjangan akhir pada suhu 72 oC selama
5 menit (Abe et al. 2007). Selanjutnya, produk PCR dielektroforesis dalam gel
agarosa 1% pada 100 volt selama 30 menit. Gel hasil PCR kemudian direndam
dalam ethidium bromide selama 15 menit. Visualisasi pita pada gel digunakan Gel
DocTM XR System (BIO-RAD, Jerman). Produk hasil PCR disekuensing oleh
FirstBase (Malaysia).
Sekuen yang diperoleh dari primer ITS untuk semua galur dan EF-1α dari
anggota R. microsporus diedit dengan program Chromas Pro 1.41 (Technelysium
Pty Ltd, Australia). Semua sekuen ITS yang diperoleh, kemudian disejajarkan
dengan sekuen rujukan yang diuduh dari pangkalan data DNA the National
Center for Biotechnology Information (NCBI) menggunakan multipe sequence
alignment based on fast Fourier transform (Katoh et al. 2002) untuk seluruh
galur. Phycomyces blakesleeanus CBS 284.35 (JN206308) digunakan sebagai
outgroup. Analisis filogenetik dilakukan dengan menggunakan parameter

4

Tabel 1 Nama, kode, lokasi pengambilan sampel, nomor aksesi IPBCC dan nomor
aksesi GenBank (ITS) galur yang digunakan dalam penelitian.
No

Nama spesies

Kode
galur

Lokasi pengambilan sampel

No aksesi
IPBCC

1

R. delemar

ATH53

Palu, Sulawesi Tengah

IPBCC 13.1126

No aksesi
GenBank
(ITS)
KF7010007

2

R. delemar

ATHpr

Bogor, Jawa Barat

IPBCC 13.1138

KF7010008

3

R. microsporus

ATH1

Bogor, Jawa Barat

IPBCC 13.1102

AB894622

4

R. microsporus

ATH9

Cilacap, Jawa Tengah

IPBCC 13.1103

AB894623

5

R. microsporus

ATH10

Bekasi, Jawa Barat

IPBCC 13.1104

KF709996

6

R. microsporus

ATH11

Sukabumi, Jawa Barat

IPBCC 13.1105

KF7010000

7

R. microsporus

ATH13

Surabaya, Jawa Timur

IPBCC 13.1106

KF7010004

8

R. microsporus

ATH14

Makasar, Sulawesi selatan

IPBCC 13.1107

KF7010005

9

R. microsporus

ATH15

Bukit Tinggi, Sumatra Utara

IPBCC 13.1108

KF709999

10

R. microsporus

ATH23

Denpasar, Bali

IPBCC 13.1109

KF7010006

11

R. microsporus

ATH24

Malang, Jawa Timur

IPBCC 13.1110

KF709978

12

R. microsporus

ATH25

Samarinda, Kalimantan Timur

IPBCC 13.1111

KF7010001

13

R. microsporus

ATH26

Bogor, Jawa Barat

IPBCC 13.1112

KF709986

14

R. microsporus

ATH27

Surabaya, Jawa Timur

IPBCC 13.1113

KF709985

15

R. microsporus

ATH29

Medan, Sumatra Utara

IPBCC 13.1114

AB894624

16

R. microsporus

ATH31

Mataram, Nusa Tenggara

IPBCC 13.1115

KF709984

17

R. microsporus

ATH32

Pontianak, Kalimantan Barat

IPBCC 13.1116

KF709992

18

R. microsporus

ATH33

Raja Ampat, Papua Barat

IPBCC 13.1117

KF709997

19

R. microsporus

ATH35

Brebes, Jawa Tengah

IPBCC 13.1118

KF709983

20

R. microsporus

ATH38

Yogyakarta

IPBCC 13.1119

KF709995

21

R. microsporus

ATH40

Yogyakarta

IPBCC 13.1120

AB894625

22

R. microsporus

ATH41

Yogyakarta

IPBCC 13.1121

KF709987

23

R. microsporus

ATH43

Lampung

IPBCC 13.1122

KF709988

24

R. microsporus

ATH47

Kebumen, Jawa Tengah

IPBCC 13.1123

KF7010002

25

R. microsporus

ATH48

Magelang, Jawa Tengah

IPBCC 13.1124

KF709982

26

R. microsporus

ATH50

Kutoarjo, Jawa Tengah

IPBCC 13.1125

KF7010003

27

R. microsporus

ATH54

Medan, Sumatra Utara

IPBCC 13.1127

KF709979

28

R. microsporus

ATH55

Labuhan Batu, Sumatra Utara

IPBCC 13.1128

AB894626

29

R. microsporus

ATH58

Kendari, Sulawesi Tenggara

IPBCC 13.1129

KF709990

30

R. microsporus

ATH59

Bogor, Jawa Barat

IPBCC 13.1130

KF709991

31

R. microsporus

ATH60

Cilacap, Jawa Tengah

IPBCC 13.1131

KF709998

32

R. microsporus

ATH61

Mataram, NTB

IPBCC 13.1132

KF709989

33

R. microsporus

ATH63

Mataram, NTBarat

IPBCC 13.1133

AB894627

34

R. microsporus

ATH64

Manokwari, Papua Barat

IPBCC 13.1134

KF709980

35

R. microsporus

ATH65

Nabire, Papua Barat

IPBCC 13.1135

KF709981

36

R. microsporus

ATH66

Pontianak, Kalimantan Barat

IPBCC 13.1136

KF709993

37

R. microsporus

ATH67

Jambi, Sumatra

IPBCC 13.1137

KF709994

5

maximum likelihood (ML) pada Molecular Evolution and Genetic Analysis
(MEGA) versi 5.05 (Tamura et al. 2011) dengan menggunakan model T92+G+1
(Tamura 3-parameter dan distribusi Gamma dengan invariant site). Kekuatan
cabang internal dalam pohon filogenetik diuji dengan analisis bootstrap (BS)
(Felsenstein 1985) menggunakan 1000 ulangan. Nilai BS sebesar 50% atau lebih
akan ditampilkan.
Sekuen ITS dan EF-1α dari beberapa galur R. microsporus yang diperoleh,
kemudian disejajarkan dengan sekuen rujukan R. microsporus yang diunduh dari
pangkalan data DNA NCBI, menggunakan MUSCLE pada program MEGA.
Analisis filogenetik dilakukan dengan menggunakan metode NJ pada MEGA
versi 5.05 (Tamura et al. 2011) dengan menggunakan model maximum composite
likelihood. Kekuatan cabang internal dalam pohon filogenetik diuji dengan
analisis BS (Felsenstein 1985) menggunakan 1000 ulangan. Nilai BS sebesar
50% atau lebih akan ditampilkan. Pohon filogenetik yang dihasilkan dari ketiga
analisis tersebut, diolah dengan perangkat lunak TreeGraph versi 2 (Stover dan
Müller 2010).

Pengamatan Morfologi dan Fisiologi Rhizopus
Morfologi galur Rhizopus diamati sesuai dengan standar Zheng et al. (2007)
dengan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus BX53). Karakter fisiologi
Rhizopus yang diamati ialah pertumbuhan Rhizopus pada suhu 33, 42, 46, 48 dan
51 oC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kekerabatan Galur Rhizopus Asal Tempe
Berdasarkan pohon ITS yang dihasilkan dari analisis ML, galur Rhizopus
dari tempe Indonesia dikelompokkan ke dalam clade R. delemar (satu galur) dan
clade R. microsporus (35 galur) dengan masing-masing nilai BS sebesar 60% dan
100% (Gambar 1). Clade R. delemar yang terdiri atas beberapa galur rujukan,
satu galur Rhizopus asal tempe dari Palu, Sulawesi Tengah, dan satu galur yang
diisolasi dari buah pir asal Bogor berkerabat dekat dengan clade R. oryzae dengan
nilai BS sebesar 100%.
Clade R. microsporus dibagi menjadi dua subclade monofiletik. Subclade
pertama terdiri atas galur rujukan, yaitu R. microsporus var. azygosporus, var.
chinensis, var. oligosporus, var. rhizopodiformis, dan var. tuberosus, serta semua
galur R. microsporus yang dikoleksi dalam penelitian ini. Subclade kedua terdiri
dua galur rujukan R. microsporus var. microsporus. Galur-galur hasil penelitian
ini tidak ada yang masuk ke dalam subclade yang kedua ini.

6

Gambar 1 Pohon filogenetik galur Rhizopus asal tempe Indonesia berdasarkan
gen ITS dengan metode maximum likelihood model T92+G+1. Nilai
BS yang ditunjukkan pada cabang diperoleh dari 1000 ulangan.
Phycomyces blakesleeanus CBS 284.35 (JN206308) digunakan
sebagai outgroup

7

Gambar 2 Pohon filogenetik galur Rhizopus microsporus asal tempe Indonesia
berdasarkan gen ITS dengan metode Neighbor Joining model
maximum composite likelihood. Nilai BS yang ditunjukkan pada
cabang diperoleh dari 1000 ulangan
Resolusi sekuen daerah ITS pada pohon filogenetik (Gambar 1)
menunjukkan bahwa sekuen daerah ini tidak cukup untuk menggambarkan
Rhizopus microsporus (non var. microsporus) ke tingkat varietas. Semua varietas
yang dikenal pada R. microsporus tidak membentuk cluster. Kekerabatan
berdasarkan pada hasil ITS ini direkonstruksi ulang untuk galur khusus R.
microsporus, yang terdiri dari beberapa galur R. microsporus hasil koleksi pada
penelitian ini dan galur rujukan. Spesies R. delemar CBS 120.12T digunakan
sebagai outgroup, dengan menggunakan NJ sebagai metode analisis, rekonstruksi
ulang menegaskan bahwa R. microsporus tidak dapat dibagi ke dalam varietas
(Gambar 2).
Marka kedua yang dipilih untuk mempelajari Rhizopus asal tempe adalah
gen EF-1α. Rekonstruksi pohon filogenetik berdasarkan gen EF-1α yang terdiri
semua galur R. microsporus membentuk 1 clade dengan nilai BS yang lemah.
Dalam clade ini terdapat beberapa clade yang tidak menggambarkan pembagian
varietas. Beberapa galur yang saat ini dipelajari tersebar dalam beberapa clade,
dengan galur rujukan terdiri var. azygosporus, var. chinensis, var. microsporus,
var. oligosporus, dan var. rhizopodiformis (Gambar 3). Hasil rekonstruksi ini
menggambarkan pohon filogenetik berdasarkan gen EF-1α ini juga belum dapat
menunjukkan pembagian ke tingkat varietas.

8

Gambar 3 Pohon filogenetik galur Rhizopus microsporus asal tempe Indonesia
berdasarkan gen EF-1α dengan metode Neighbor Joining model
maximum composite likelihood. Nilai BS yang ditunjukkan pada
cabang diperoleh dari 1000 ulangan.
Untuk mendukung hasil analisis filogenetik, sebanyak 36 galur Rhizopus
diamati karakter morfologi dan fisiologi berdasarkan Zheng et al. (2007).
Morfologi dan Fisiologi Rhizopus Asal Tempe
Berdasarkan ciri morfologi dan fisiologi Zheng et al. (2007), galur
Rhizopus yang dikoleksi dibagi menjadi dua spesies, yaitu R. delemar (1 galur)
dan R. microsporus (35 galur). Rhizopus ATH53 merupakan R. delemar karena
galur ini memiliki sporangiofor yang panjangnya mencapai 800 µm. Galur
Rhizopus asal buah pir juga termasuk R. delemar dengan sporangiofor yang
panjangnya mencapai 1300 µm. Selain itu, kedua galur ini mempunyai ciri lain
dari R. microsporus, yaitu sporangiospora berlurik dan tumbuh pada toleran suhu
sesuai dengan pertelaan R. arrhizus var. delemar sensu Zheng et al. (2007), yaitu
ATH53 dan ATHpr yang tumbuh pada suhu 33 °C. Pada suhu 42 °C, ATH53
masih mampu tumbuh, tetapi ATHpr sudah tidak mampu tumbuh lagi. Suhu
maksimum untuk pertumbuhan ATH53 adalah 42 °C.
Berbeda dengan sporangiofor R. delemar, sporangiofor pada R.
microsporus memiliki panjang mencapai 267 µm dan memiliki karakteristik
sporangiofor yang umumnya tumbuh berlawanan arah dengan pertumbuhan

9

rizoid. 32 galur dalam R. microsporus memiliki suhu pertumbuhan optimal 46
°C. Bentuk sporangiospora dan kolumela galur ini bervariasi sesuai dengan R.
microsporus var. oligosporus sensu Zheng et al. (2007). Variasi juga ditemukan pada ukuran sporangiospora.
Dua galur R. microsporus, yaitu ATH40 dan ATH59 memiliki karakter
morfologi sesuai dengan pertelaan R. microsporus var. rhizopodiformis sensu
Zheng et al. (2007). Kolumela galur ini khas berbentuk buah pir dan rizoid
berkembang dengan baik dan sangat berlimpah. Satu galur lainnya, yaitu ATH24
memiliki ciri sesuai dengan R. microsporus var. azygosporus sensu Zheng et al.
(2007), bentuk kolumela bervariasi (bulat telur, agak bulat, bulat), dan memiliki
azigosporangium berlimpah dengan suspensor tunggal.
Meskipun ciri-ciri morfologi dan fisiologi sesuai dengan pertelaan varietas
dalam R. microsporus versi Zheng et al. (2007), penerapan konsep varietas
tersebut tidak didukung oleh data filogeni ITS dan EF-1α. Berdasarkan
pertimbangan ini, semua spesies yang ditemukan dalam penelitian ini dipertelaan
ulang sebagai berikut:
Rhizopus delemar (Boidin) Wehmer & Hanzawa.
Gambar 4
= R. arrhizus var. delemar (Wehmer & Hanzawa) J. J. Ellis, Mycologia 77: 247.
1985.
= R. delemar Wehmer & Hanzawa in Hanzawa, Mycol. Zentrbl. 1: 36. 1912 as
(Boidin) Wehmer & Hanzawa.
= Mucor delemar Boidin.
Koloni pada PDA pada awalnya putih, menjadi abu-abu sampai abu-abu
kehitaman ketika dewasa dan tumbuh memenuhi cawan Petri (diameter 9 cm.)
pada umur 3-4 hari pada suhu kamar. Stolon berkembang dengan baik, subhialin
sampai cokelat keabu-abuan, septat atau aseptat. Rizoid kadang-kadang tidak ada,
kalau ada seperti jari atau bercabang, tidak sama panjang, berwarna cokelat
keabu-abuan, dan memucat di ujungnya. Sporangiofor tumbuh dari stolon yang
berlawanan dengan rizoid, kadang-kadang dibentuk langsung dari miselium dan
tanpa rizoid, soliter atau dalam kelompok 2-3, sederhana, lurus atau sedikit
melengkung, panjang 403.2-812.0 µm, lebar 7.4-12.1 µm, berwarna cokelat
sampai cokelat tua, aseptat, kadang-kadang bercabang tiga di puncak dan
bengkak di bagian tengah. Apophyses mencolok. Sporangium agak bulat sampai
bulat, diameter 55-185 µm, berwarna kekuningan sampai cokelat tua, tanpa kerah.
Kolumela bulat telur sampai agak bulat (41.1-85.0 µm × 37.6-85.7 µm), halus,
berwarna cokelat muda. Sporangiospora berbentuk bulat telur, kadang-kadang
agak bulat, permukaan halus, atau berlurik, diameter 4.8-9.5 µm, subhialin,
menjadi abu-abu gelap dalam massa. Klamidospora dan zigospora tidak
ditemukan. Suhu pertumbuhan maksimum ialah 42 °C.
Bahan yang diperiksa: Sulawesi Tengah: Palu, dari tempe, 28 Agustus
2012, AT Hartanti, ATH53 (IPBCC 13.1126); Jawa Barat: Bogor, dari buah pir
(Pyrus sp.), 28 Agustus 2012, AT Hartanti, ATHpr (IPBCC 13.1138 ).
Rhizopus microsporus Tiegh.
Gambar 5
= R. microsporus var. oligosporus (Saito) Schipper & Stalpers, Stud. Mycol. 25:
31. 1984.
= R. oligosporus Saito, Zentlb. Bakt. ParasitKde, Abt. 2, 14: 626. 1905

10

= R. microsporus var. azygosporus (G. F. Yuan & C. C. Jong) R. Y. Zheng.
Sydowi. 59: 327. 2007.
= R. azygosporus G. F. Yuan & S. C. Jong. Mycotaxon 20: 398. 1984.
= R. microsporus var. rhizopodiformis (Cohn) Schipper & Stalpers Stud. Mycol.
25: 30. 1984.
= R. rhizopodiformis (Cohn) Zopf in Schenk, Hand. Bot. 4: 587. 1890
= Mucor rhizopodiformis Cohn in Lichtheim, Z. Klin. Med. 7: 140. 1884.
Koloni pada PDA pada awalnya berwarna putih, kemudian menjadi
kecokelatan, abu-abu kecokelatan, atau abu-abu sampai kehitaman ketika dewasa,
dan memenuhi cawan Petri (diameter 9 cm ) sekitar 3-4 hari pada suhu kamar.
Stolon berkembang dengan baik, subhialin sampai cokelat muda atau cokelat
keabu-abuan, septat atau aseptat, kadang-kadang membengkak pada tempat
tumbuhnya rizoid. Rizoid sederhana atau bercabang, tidak sama panjang,
berwarna cokelat keabu-abuan, memucat di bagian ujung.
Sporangiofor muncul dari stolon dan berlawanan arah dengan rizoid, atau
tumbuh langsung dari hifa udara dan bukan dari rizoid, soliter atau dalam
kelompok 2-3, sederhana, lurus sampai sedikit melengkung, jarang bercabang di

Gambar 4 Rhizopus delemar: (a) sporangiofor yang muncul dari miselium udara
dengan kolumela agak bulat dan apophyses jelas, (b) sporangiofor
yang membengkak, (c) sporangium globos, (d) sporangiospora yang
tidak teratur bentuknya. Skala a = 100 µm, b= 20 µm, c dan d = 10
µm

11

bagian apikal, memiliki panjang 38.8-267.0 µm, lebar 3.89-17.0 µm, berwarna
cokelat muda, pucat di ujungnya, biasanya aseptat, halus. Apophyses mencolok
atau dangkal. Sporangium bulat agak gepeng sampai bulat, diameter 24-110 µm,
berwarna kekuningan sampai cokelat gelap ketika matang, dengan kerah yang
mencolok kecil atau tanpa kerah. Sporangium mudah luruh. Bentuk kolumela
bervariasi mulai dari bentuk buah pir sampai lanset-bulat telur, kadang-kadang
agak bulat sampai bulat, panjang 23.8-64.1 µm × lebar 17.6-43.8 µm, halus,
berwarna kekuningan sampai cokelat muda. Bentuk dan ukuran sporangiospora
bervariasi atau seragam, bulat telur sampai agak bulat, panjang 2.7-6.4 µm ×
lebar 3.3-4.6 µm, mulus, tanpa atau sedikit berlurik, subhialin, menjadi cokelat
keabu-abuan atau abu-abu gelap dalam massa spora. Klamidospora soliter atau
sering dalam rantai pendek, bulat atau tidak teratur bentuknya, panjang 12.0-66.5
µm × lebar 4.0-18.9 µm. Azigosporangium kadang kadang ditemukan. Zigospora
tidak ditemukan. Suhu pertumbuhan maksimum 48 °C.
Bahan yang diperiksa: dari tempe, AT Hartanti. Provinsi Sumatera Utara:
Medan, 4 September 2012, ATH54 (IPBCC 13.1127) dan 23 Mei 2012, ATH29
(IPBCC 13.1114), Labuhan Batu, 28 Agustus 2012, ATH55 (IPBCC 13.1128).
Provinsi Sumatera Barat: Bukit Tinggi, 17 Februari 2012, ATH15 (IPBCC
13.1108). Provinsi Jambi: Jambi, 26 Desember 2012, ATH67 (IPBCC 13.1137).
Lampung: Lampung, 7 Juli 2012, ATH43 (IPBCC 13.1122); Provinsi Jawa Barat:
Bogor, 2 Februari 2012, ATH1 (IPBCC 13.1102) dan ATH9 (IPBCC 13.1103), 17
Februari 2012, ATH59 (IPBCC 13.1130), dan 5 Mei 2012 , ATH26 (IPBCC
13.1112), Bekasi, 10 Februari 2012, ATH10 (IPBCC 13.1104), Sukabumi, 13
Februari 2012, ATH11 (IPBCC 13.1105), Provinsi Jawa Tengah: Brebes, 7 Juli
2012, ATH35 (IPBCC 13.1118), Kebumen, 12 Juli 2012, ATH47 (IPBCC
13.1123), Magelang, 12 Juli 2012, ATH48 (IPBCC 13.1124), Kutoarjo, 12 Juli
2012, ATH50 (IPBCC 13.1125 ), Cilacap, 1 September 2012, ATH60 (IPBCC
13.1131). Daerah Istimewa Yogyakarta: Yogyakarta, 7 Juli 2012, ATH41 (IPBCC
13.1121), 11 Juli 2012, ATH40 (IPBCC 13.1120) dan 17 Juli 2012, ATH38
(IPBCC 13.1119). Provinsi Jawa Timur: Surabaya, 13 Februari 2012, ATH13
(IPBCC 13.1106), 21 Mei 2012, ATH27 (IPBCC 13.1113), Malang, 23 April
2012, ATH24 (IPBCC 13.1110). Provinsi Sulawesi Selatan: Makassar, 17
Februari 2012, ATH14 (IPBCC 13.1107). Provinsi Sulawesi tenggara: Kendari,
28 Agustus 2012, ATH 58 (IPBCC 13.1129). Provinsi Bali: Denpasar, April
2012, ATH23 (IPBCC 13.1109). Provinsi Kalimantan Timur: Samarinda, 1 Mei
2012, ATH25 (IPBCC 13.1111). Provinsi Kalimantan Barat: Pontianak, 9 Juni
2012, ATH32 (IPBCC 13.1116), dan 20 September 2012, ATH66 (IPBCC
13.1136). Provinsi Nusa Tenggara Barat: Mataram, 25 Mei 2012, ATH31 (IPBCC
13.1115), dan 4 September 2012, ATH61 (IPBCC 13.1132), 4 September 2012,
ATH63 (IPBCC 13.1133). Provinsi Papua Barat: Raja Ampat, 27 Mei 2012,
ATH33 (IPBCC 13.1117), Manokwari, 4 September 2012, ATH64 (IPBCC
13.1134), Nabire, 4 September 2012, ATH65 (IPBCC 13.1135).
Pertelaan tersebut mencakup semua variasi R. microsporus yang diisolasi
dari tempe segar. Kebanyakan galur yang dikoleksi (32 galur R. microsporus,
selain ATH40, ATH59 dan ATH24) memiliki warna koloni yang khas pada PDA,
yaitu abu-abu kecokelatan ketika dewasa, rizoid ada yang sederhana (Gambar 5a)
dan berkembang dengan baik (Gambar 5b), kolumela berbentuk bulat gepeng
(Gambar 5c), berbentuk buah pir (Gambar 5d) sampai bulat telur (Gambar 5e),

12

Gambar 5 Rhizopus microsporus: (a) rizoid sederhana, (b) rizoid berkembang
dengan baik, sporangiofor yang tumbuh dari stolon, dengan kolumela
(c) bulat gepeng, (d) seperti buah pir, dan (e) bulat telur, (f)
sporangiospora bervariasi dalam bentuk dan ukuran
(g)
sporangiospora seragam, (h) klamidospora berbentuk rantai dan (i)
azigospora dengan suspensor tunggal. skala a = d = 50 µm, b = e = g
= h = 20 µm and c = f = i = 10 µm.

13

ukuran dan bentuk sporangiospora bervariasi (Gambar 5f). Azigosporangium dan
zigosporangium tidak dibentuk. Suhu pertumbuhan maksimum 46 °C. Hal ini
sedikit berbeda dari ATH 40 dan ATH59 yang memiliki koloni pada PDA
menjadi abu-abu sampai abu-abu kehitaman ketika dewasa. Kolumelanya khas
mirip buah pir ketika dewasa. Ukuran dan bentuk sporangiospora seragam dan
permukaan tidak berlurik (Gambar 5g). Klamidospora soliter atau sering dalam
rantai pendek (Gambar 5h). Tidak ditemukan azigosporangium dan
zigosporangium. Suhu pertumbuhan maksimum ialah 48 °C. Galur lain, ATH24
adalah satu-satunya galur memiliki azigosporangium. Ciri-ciri azigosporangium
tersebut antara lain agak bulat sampai bulat, hialin, crenulate permukaanya,
cokelat muda, dengan suspensor tunggal yang sebagian besar terdapat di bagian
bawah (Gambar 5i). Zigospora tidak ditemukan. Galur ini memiliki koloni abuabu sampai abu-abu kehitaman pada PDA ketika dewasa. Kolumela bervariasi
dari bentuk mirip buah pir sampai oval-bulat telur. Sporangiospora seragam
dalam bentuk dan ukuran, dan agak berlurik. Suhu pertumbuhan maksimum ialah
48 °C.
Pembahasan
Tempe merupakan makanan tradisional berbahan dasar kedelai yang
difermentasi sudah sejak lama secara tradisional dan dikonsumsi sebagai sumber
protein utama bagi masyarakat Indonesia. Di Indonesia, tempe diproduksi dengan
bantuan R. oligosporus, R. oryzae, R. arrhizus, dan R. stolonifer sebagai inokulan
(Dwijoseputra dan Frederick 1970; Saono et al. 1974; Prihatna dan Suwanto 2007;
Dewi dan Aziz 2011). Hasil penelitian yang dilaporkan disini menegaskan
bahwa hanya dua spesies, yaitu R. delemar dan R. microsporus, yang berasosiasi
dengan sampel tempe segar dari 26 daerah di Indonesia. Hal ini berarti hanya dua
spesies ini yang digunakan sebagai inokulan.
Satu dari 36 galur Rhizopus koleksi penelitian ini ditetapkan sebagai R.
delemar, karena isolat koleksi ini berada dalam satu clade dengan holotipe R.
delemar dan beberapa isolat rujukan dari R. delemar. R. delemar ini diisolasi dari
tempe segar asal Palu (Sulawesi Tengah) dan tidak ditemukan pada tempe segar
dari berbagai lokasi Pulau Jawa. Padahal sebelumnya, R. delemar dilaporkan
pada saat itu oleh beberapa peneliti Indonesia (Dwijoseputra dan Frederick 1970)
sebagai R. arrhizus atau R. oryzae, dari beberapa lokasi di Jawa, seperti Jakarta,
Surakarta, dan Malang, dan dilaporkan oleh Zheng et al. (2007) sebagai R.
arrhizus var. delemar dengan koleksi no CBS 385.34, IFO 4770, dan HUT 1220.
Kedudukan R. oryzae dan R. delemar terhadap R. arrhizus telah menjadi
perdebatan. Re-evaluasi Rhizopus secara molekuler (Abe et al. 2010) menegaskan
kembali usulannya pada tahun 2007 bahwa secara molekuler R. oryzae (sin. R.
arrhizus) merupakan R. oryzae yang menghasilkan asam laktat dibedakan R.
delemar yang menghasilkan asam fumaric malic.
R. delemar (ditulis sebagai R. oryzae) dan R. microsporus (ditulis sebagai
R. oligosporus) umum digunakan sebagai inokulan tempe pada saat itu
(Dwijoseputra dan Frederick 1970). Hasil survei (data tidak dipublikasikan)
menunjukkan bahwa inokulan tempe (R. microsporus) dikomersialisasikan secara
besar-besaran sebagai "Ragi Raprima ®". Ragi ini diproduksi di Bandung (Jawa

14

Barat) dengan menggunakan R. microsporus var. oligosporus sebagai inokulum.
Ragi tersebut sekarang umum digunakan untuk membuat tempe di berbagai
daerah di Indonesia, terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Penggunaan ragi ini
diduga berhubungan dengan tidak ditemukannya R. delemar pada tempe segar
dari Jawa.
Hilangnya R. delemar ini, mungkin diakibatkan oleh penggunaan inokulan
secara besar-besaran. Hal ini mendorong perlunya upaya konservasi sumber daya
genetika mikrob penting di Indonesia, terutama agens fermentasi makanan
berbasis kedelai. Agens fermentasi ini sebenarnya telah terpreservasi dan tersedia
diberbagai kultur koleksi di negara lain, seperti The Centraalbureau voor
Schimmelcultures (CBS), Belanda, Institute for Fermentation Osaka (IFO),
Jepang, dan lainnya (Schipper 1984; Schipper dan Stalpers 1984; Zheng et al.
2007).
Mayoritas anggota R. microsporus secara luas memiliki hubungan erat
dengan makanan fermentasi berbasis kedelai, seperti tempe (Indonesia) dan koji
(Jepang dan Cina) (Zheng et al. 2007). Beberapa galur R. microsporus, mirip
varietas yang dilaporkan Zheng et al. (2007), yaitu R. microsporus var.
oligosporus, var. rhizopodiformis, var. azygosporus yang juga ditemukan dalam
penelitian ini. Galur R. microsporus var. oligosporus (CBS 337.62) dan R.
microsporus var. azygosporus (CBS 357.93) dilaporkan berasal dari tempe
Indonesia dan varietas lain R. microsporus var. rhizopodiformis (CBS 388.34)
dilaporkan pertama kali dari Indonesia sebagai inokulan ragi (Schipper 1984;
Schipper dan Stalpers 1984; Zheng et al. 2007).
Beberapa varietas dalam clade R. microsporus, yaitu var. chinensis, var.
microsporus, dan var. tuberosus belum pernah ditemukan di Indonesia. Dua
varietas, yaitu var. chinensis dan var. tuberosus dilaporkan berasal dari koji Cina
(Cina), sedangkan var. microsporus diketahui sebagai penyebab penyakit menular
(mucormikosis) pada manusia (West et al. 1995). R. microsporus var.
microsporus adalah cendawan tular tanah, namun sering diisolasi dari kotoran
(Zheng et al. 2007).
Galur R. microsporus memproduksi metabolit sekunder. Jennessen et
al.(2005) melaporkan galur R. microsporus var. microsporus (CBS 699.68, CBS
700.68 dan CBS 112285) memproduksi rizoxin. Satu di antara ketiga galur
tersebut yaitu CBS 112285 juga memproduksi rizonin. Varietas lain dalam R.
microsporus (var. oligosporus CBS 112587 dan var. chinensis CBS 631.82) tidak
menghasilkan rizonin dan rizoxin (Jennessen et al. 2005). Profil metabolit
sekunder ini, mendukung analisis filogenetik ITS (Gambar 1).
Dolatabadi et al. (2013) mengungkapkan bahwa klasifikasi infraspesifik
tidak didukung oleh analisis filogenetik. Mereka juga menyatakan bahwa
klasifikasi infraspesifik R. microsporus tidak didukung oleh konsep GCPSR (gen
ITS, gen aktin, dan gen EF-1α), sifat fisiologi, suhu pertumbuhan, morfologi
spora, tes sistem kawin, profil protein yang dihasilkan MALDI-ToF, dan
pengelompokan ekologi. Peneliti lain yang juga menggunakan ketiga marka
molekuler, seperti Abe et al. (2006; 2010) belum dapat membagi Rhizopus
microsporus ke dalam varietas. Prihatna dan Suwanto (2007) mengungkapkan
bahwa daerah ITS, empat galur R. oligosporus (dalam tulisan ini R. oligosporus
merupakan sinonim dari R. microsporus) menunjukan adanya polimorfisme
nukleotida tunggal dan sidik jari AFLP setiap galur adalah unik, serta profil

15

AFLPnya sesuai dengan karakter fenotipnya. Oleh sebab itu, klasifikasi Rhizopus
microsporus masih berpeluang untuk dievaluasi ulang dengan melibatkan lebih
banyak informasi dari berbagai marka molekuler dan metabolitnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Dua spesies Rhizopus, yaitu R. delemar dan R. microsporus ditemukan
berasosiasi dengan sampel tempe segar dari 26 lokasi di Indonesia. R. delemar
hanya ditemukan dari tempe asal Palu (Sulawesi Tengah). Spesies R. microsporus
ditemukan pada tempe asal berbagai daerah dari Sumatera, Jawa, Bali, Lombok,
NTT, Kalimantan, Sulawesi (selain di Palu), dan Papua Barat. Pada penelitian ini
tidak ditemukan R. stoloni