Evaluasi Galur-Galur Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) Asal Sukabumi

(1)

EVALUASI GALUR-GALUR

KACANG BOGOR (

Vigna subterranea

(L.) Verdcourt)

ASAL SUKABUMI

DITA ACTARIA

A24070095

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

RINGKASAN

DITA ACTARIA. Evaluasi Galur-Galur Kacang Bogor

(Vigna subterranea (L.) Verdcourt) Asal Sukabumi (Dibimbing oleh

ENDANG SJAMSUDIN dan YUDIWANTI WAHYU E.K.).

Kacang bogor (bambara groundnut) memiliki potensi sebagai tanaman yang berprotein tinggi dan tahan terhadap cekaman kekeringan. Namun, potensi tersebut masih belum dikembangkan di Indonesia. Pembentukan populasi kacang bogor, sebagai tahap awal pemuliaan, telah dilaksanakan pada percobaan sebelumnya dengan menggunakan benih dari Sukabumi dengan jumlah 200 galur yang berasal dari 200 tanaman. Seratus galur memiliki jumlah polong yang banyak dan dapat diulang (populasi jumlah polong banyak) serta 100 galur yang lain memiliki jumlah polong sedikit sehingga tidak dapat diulang (populasi jumlah polong sedikit) yang tidak dapat dianalisis dengan rancangan lingkungan biasa. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengevaluasi kemampuan menghasilkan polong dari galur-galur yang memiliki jumlah polong sedikit dan galur-galur yang memiliki jumlah polong yang banyak dari 200 tanaman yang berasal percobaan sebelumnya. Oleh karena itu, digunakan rancangan augmented dengan rancangan lingkungan kelompok lengkap teracak.

Hipotesis yang diajukan adalah galur-galur tanaman dengan jumlah polong banyak akan menghasilkan zuriat dengan jumlah polong banyak, galur-galur tanaman dengan jumlah polong sedikit akan menghasilkan zuriat dengan jumlah polong sedikit, dan terdapat peubah non destruktif yang dapat digunakan untuk seleksi tidak langsung. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan serta di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman Kampus IPB Darmaga yang berlangsung pada bulan Maret hingga November 2011.

Pada peubah jumlah polong total, galur-galur tanaman dengan jumlah polong banyak dan galur-galur tanaman dengan jumlah polong sedikit pada percobaan sebelumnya akan menghasilkan zuriat dengan jumlah polong yang sama sebesar 59.5 polong. Populasi jumlah polong sedikit yang memiliki kisaran, nilai tengah, heritabilitas, dan keragaman yang lebih tinggi lebih baik untuk


(3)

diseleksi daripada populasi jumlah polong banyak. Heritabilitas di atas 50% pada populasi jumlah polong sedikit dan heritabilitas di atas 30 % pada populasi jumlah polong banyak, menjadikan peubah jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot kering polong total, bobot kering bernas, dan bobot basah polong sebagai kriteria seleksi.

Intensitas seleksi yang dipilih pada populasi jumlah polong banyak adalah 25 % untuk peubah jumlah polong total dengan nilai tengah 59.33 polong dan nilai tengah harapan sebesar 65.46 polong; 25 % untuk bobot kering total dengan nilai tengah 30.29 g dan nilai tengah harapan sebesar 35.27 g; intensitas 30 % untuk peubah bobot basah dengan nilai tengah 109 g dan nilai tengah harapan sebesar 123.15 g; 30 % untuk jumlah polong bernas dengan nilai tengah 38.67 polong dan nilai tengah harapan sebesar 43.72 polong; serta 35 % untuk peubah bobot kering bernas dengan nilai tengah 28.44 g dan nilai tengah harapan sebesar 32.32 g. Intensitas seleksi yang dipilih pada populasi jumlah polong sedikit adalah sebesar 35 % untuk peubah bobot basah dengan nilai tengah 119 g dan nilai tengah harapan sebesar 182.69 g; 15 % untuk jumlah polong total dengan nilai tengah 60.32 polong dan nilai tengah harapan sebesar 80.84 polong; 15 % untuk jumlah polong bernas dengan nilai tengah 40.59 polong dan nilai tengah harapan sebesar 61.60 polong; 20 % untuk bobot kering polong total dengan nilai tengah 34.13 g dan nilai tengah harapan sebesar 54.04 g; serta 20 % untuk bobot kering bernas dengan nilai tengah 32.06 g dan nilai tengah harapan sebesar 51.21 g. Selain itu, perbaikan produksi polong kering dan basah dapat dilakukan dengan seleksi tidak langsung pada peubah diameter kanopi.


(4)

EVALUASI GALUR-GALUR

KACANG BOGOR (

Vigna subterranea

(L.) Verdcourt)

ASAL SUKABUMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DITA ACTARIA

A24070095

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(5)

Judul :


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Oktober 1989 di Klaten, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan Bekti Prasetya dan Mulyani. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas ditempuh penulis di Bekasi dari tahun 1995 hingga tahun 2007. Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) pada tahun 2007 dan terdaftar di jurusan Agronomi dan Hortikultura.

Kegiatan yang diikuti oleh penulis selama di IPB adalah mengikuti kepanitiaan Campus Fair 2007, Festival Tanaman, MPF 2009, dan Gebyar Pertanian 2009. Penulis juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian kurun waktu 2009-2010.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan ridho dan hidayah-Nya, karya ilmiah yang berjudul “Evaluasi Galur-Galur Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) Asal Sukabumi” dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Endang Sjamsudin, M.Agr.Sc sebagai pembimbing I skripsi dan pembimbing akademik serta Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., M.S sebagai pembimbing II skripsi yang telah memberikan bimbingan, pengajaran, arahan, dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran selama ujian berlangsung.

3. Bapak, Ibu, dan Galang serta keluarga besar yang telah memberikan dorongan semangat dan doanya.

4. Lia Juwita sebagai teman satu bimbingan skripsi yang telah membantu dalam percobaan ini.

5. Ima Fajar, Indah Permata, Pitri, Indri, Yanti, Syaharizan, Trisnani, Muklis, Afifah, Fikrin, Nandia, Ekowati, Annisa, Walad, Guntur, Merry, Merita, Loretta, Vitho, Ufa, Supri, Desi, Chirzin, Gatra, Isti, Ali, Zaenal, Zaenudin, Alfia, Enen, Neneng, Cuttrisni, Indah Retno, Anne, Miraseti serta rekan-rekan di Agronomi Hortikutura yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam percobaan ini.

6. Stefany, Windy, Nova, Amandangi, Bunga, Risna, Disa, Ira, Retno, dan Siska sebagai teman-teman di Aisyah yang telah memberikan semangat, bantuan, dan doa untuk penulis.

7. Ibu Marwiyah, staf Laboraturium Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB dan staf kebun percobaan Cikabayan Darmaga.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan mengharapkan adanya percobaan lanjutan yang dapat melengkapi hasil percobaan ini.

Bogor, Juli 2012 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Kacang Bogor: Sejarah, Botani, Morfologi, dan Syarat Tumbuh ... 3

Augmented Design ... 5

Seleksi ... 6

BAHAN DAN METODE ... 7

Waktu dan Tempat ... 7

Bahan dan Alat ... 7

Metode Percobaan ... 7

Analisis Data... 8

Uji Kenormalan Data ... 8

Sebaran Data ... 8

Penduga Komponen Ragam ... 9

Uji Kesamaan Ragam dan Rata-Rata ... 10

Pendugaan Heritabilitas Arti Luas ... 11

Kemajuan Genetik ... 11

Korelasi Antar Peubah ... 12

Pelaksanaan Percobaan ... 12

Pengamatan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Kondisi Umum ... 15

Karakter Kuantitatif Galur-Galur Kacang Bogor ... 17

Jumlah Polong Total ... 20

Jumlah Polong Bernas ... 22

Jumlah Polong Cipo... 23

Bobot Basah Polong ... 24

Bobot Kering Polong Total... 25

Bobot Kering Polong Bernas ... 26

Bobot Kering Polong Cipo ... 27

Polong Berkecambah ... 27

Umur Berbunga ... 28


(9)

Diameter Kanopi ... 28

Jumlah Cabang ... 29

Jumlah Buku ... 29

Kemajuan Genetik ... 30

Korelasi Antar Peubah ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Analisis ragam ... 9 2. Keragaan tanaman kacang bogor populasi

jumlah polong banyak dan jumlah polong sedikit ... 18 3. Rekapitulasi sidik ragam beberapa karakter kacang bogor ... 18 4. Komponen ragam dan heritabilitas beberapa karakter kacang bogor

populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit ... 19 5. Nilai duga heritabilitas arti luas beberapa karakter kacang bogor

pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit ... 20 6. Perbandingan komponen ragam, rataan, dan kisaran beberapa

karakter kacang bogor dari beberapa hasil percobaan ... 31 7. Kemajuan seleksi dan rataan harapan beberapa karakter

kacang bogor ... 32 8. Korelasi antar peubah pada populasi jumlah polong banyak ... 39 9. Korelasi antar peubah hasil pada populasi jumlah polong sedikit ... 39


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Polong kacang bogor ... 15 2. Tanaman kacang bogor pada 4 MST ... 15 3. Penyakit pada kacang bogor... 17


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Cara pengukuran beberapa karakter kacang bogor ... 46

2. Bunga kacang bogor... ... 47

3. Polong berkecambah... ... 47

4. Data curah hujan Maret-Juli 2011 ... 47

5. Nilai k pada beberapa intensitas seleksi ... 47

6. Galur-galur terseleksi pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit ... 48


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Protein dikonsumsi untuk menyeimbangkan fungsi kerja karbohidrat. Saat ini, penggunaan protein nabati lebih meningkat daripada protein hewani. Data konsumsi pangan, BPS (2009), menunjukkan bahwa kacang-kacangan menempati nilai terbesar untuk sumber protein nabati masyarakat sebesar 5.19 %. Salah satu sumber protein nabati potensial adalah kacang bogor (bambara groundnut).

Kacang bogor baik untuk dikonsumsi manusia dan nilai gizinya dapat dibandingkan dengan kedelai, lentil, buncis, serta beberapa kacang-kacangan yang umum dikenal (De Kock, 2004; Mahala dan Mohamed 2010). Berdasarkan De Kock (2004), kandungan kacang bogor per 100 g berat dapat dimakan (BDD) adalah 390 Kcal, protein 20.8 g, karbohidrat 61.9 g, dan lemak 6.55 g. Methionin yang terdapat pada kacang bogor lebih tinggi jika dibandingkan dengan kacang-kacangan lain (Key, 1979). Kelebihan lain dari kacang bogor adalah dapat ditanam di lahan marjinal dan tahan terhadap cekaman kekeringan (Doku dan Karikari,1971; Azam-Ali et al., 2001; De Kock 2004; Barchie, 2009). Produksi kacang bogor di Tanzania sebesar 0.8 ton/ha (Dakora et al., 2004) sedangkan dalam percobaan Jonah et al. (2005) produktivitas kacang bogor dapat ditingkatkan hingga 3 ton /ha biji kering.

Memperhatikan kemanfaatannya, kacang bogor merupakan komoditas yang potensial dikembangkan di Indonesia. Langkah awal yang mendesak dilakukan adalah meningkatkan daya hasil kacang bogor. Peningkatan hasil kacang bogor dapat dilakukan dengan memperbaiki teknik budidaya dan faktor genetik. Perbaikan dengan teknik budidaya dapat diusahakan dengan cara pemupukan, pengaturan jarak tanam serta pemeliharaan tanaman yang tepat. Perbaikan dengan cara ini akan tepat, apabila telah terdapat galur-galur unggulan yang merupakan hasil dari perbaikan genetik kacang bogor. Perbaikan secara genetik pada kacang bogor masih belum banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini terbukti dengan galur-galur kacang bogor yang masih belum ada. Percobaan mengenai keragaman genetik terbatas pada karakteristik warna biji (Damayanti, 1991), ukuran biji, asal, dan pengaruh populasi terhadap hasil (Ratih, 1991;


(14)

Setiaji, 1994; Redjeki, 2007; Hamid, 2008). Basu et al. (2004) menyatakan bahwa selama berabad-abad petani menanam kultivar lokal adaptif yang genotipenya masih bercampur dan seringkali hasil panen tidak terprediksi bahkan rendah.

Kegiatan pembentukan populasi kacang bogor telah dilaksanakan pada penelitian sebelumnya sebagai langkah awal dalam perbaikan komoditas ini. Percobaan tersebut menggunakan benih yang berasal dari Sukabumi. Benih Sukabumi yang terpilih untuk diperbaiki dengan jumlah 200 galur yang berasal dari 200 tanaman. Dalam hal ini, 100 galur memiliki jumlah polong yang banyak dan dapat diulang. Selanjutnya, 100 galur yang lain memiliki jumlah polong sedikit yang tidak dapat diulang sehingga rancangan lingkungan biasa tidak dapat digunakan untuk kondisi percobaan seperti ini. Oleh karena itu, digunakan rancangan augmented dengan tujuan menduga pengaruh kelompok dan galat untuk menguji populasi jumlah polong sedikit dan banyak. Evaluasi ini diperlukan untuk tahap pemuliaan selanjutnya, yaitu seleksi. Pemilihan galur-galur yang memiliki potensi dalam produksi akan sulit untuk diseleksi secara langsung karena memerlukan tenaga, biaya, dan waktu yang lebih banyak, sehingga seleksi tidak langsung dilakukan pada peubah non destruktif.

Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan galur-galur yang berasal dari tanaman yang memiliki jumlah polong sedikit dan galur-galur yang berasal dari tanaman yang memiliki jumlah polong yang banyak dari 200 tanaman yang berasal dari percobaan sebelumnya.

Hipotesis

1. Galur-galur tanaman dengan jumlah polong banyak akan menghasilkan zuriat dengan jumlah polong banyak.

2. Galur-galur tanaman dengan jumlah polong sedikit akan menghasilkan zuriat dengan jumlah polong sedikit.

3. Terdapat peubah non destruktif yang dapat digunakan untuk seleksi tidak langsung guna meningkatkan hasil kacang bogor.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kacang Bogor: Sejarah, Botani, Morfologi, dan Syarat Tumbuh

Kacang Bogor termasuk ke dalam keluarga kelompok kacang-kacangan (Leguminosa). Selain itu kacang Bogor juga disebut dengan kwaruru di Sakoto, nyimo di Zimbabwe, jugo di Afrika Selatan, dan bambara di Timbuktu (NAS, 1979; De Kock, 2004; Abdulsalami dan Sheriff, 2010). Komoditas ini kemungkinan berasal dari Bambara, daerah di dekat Timbuktu wilayah Mali, Afrika Barat (De Kock, 2004). Namun, sumber lain menyebutkan daerah asal dan penyebaran kacang bogor adalah wilayah utara Nigeria dan Kamerun (Goli, 1995). Penyebaran tanaman ini meliputi seluruh daerah terkering di Afrika tropis, menuju Amerika, Australia, Asia Tengah termasuk ke Indonesia (PROHATI, 2010). Kacang bogor di Indonesia banyak diusahakan di daerah Bogor, Bandung, dan Sukabumi, (Samsoedin dan Harmastin, 1989).

Terdapat kontroversi dari penanamaan tanaman ini. Nama ilmiah awal dari tanaman ini adalah Glycine subterranea, yang kemudian berubah menjadi Voandzeia subterranea (L.) Thouars. Kemudian, penamaan kacang bogor berubah menjadi Vigna subterranea (L.) Verdc. karena ditemukan kesamaan antara kacang bogor dengan jenis vigna (Goli, 1995). Kacang bogor memiliki dua bentuk botani yaitu var. spontanea (kultivar liar) yang terbatas di wilayah Kamerun dan var. subterranean (kultivar budidaya) yang umumnya ditemukan di daerah Afrika Sub-Sahara (Basu et al., 2004).

Kacang bogor merupakan tumbuhan berhari pendek yang ditanam di atas ketinggian 1 600 m. Tanaman ini menyukai sinar matahari yang rata-rata temperatur hariannya antara 20 hingga 28°C. Curah hujan yang tepat untuk kacang bogor adalah 600 hingga 750 mm per tahun, tetapi untuk hasil yang optimum rata-rata curah hujan yang diperlukan adalah 900 hingga 1 200 mm per tahun. Kacang bogor dapat tumbuh dengan sangat baik pada tanah liat berpasir dengan pH 5.0 - 6.5, tetapi kacang bogor juga dapat tumbuh di tanah dengan tekstur dan jenis tanah yang lain (PROHATI, 2010).


(16)

Satu rumpun kacang bogor memiliki batang, akar, daun, dan polong. Tipe perkecambahan kacang bogor adalah hipogeal (Linneman dan Azam-Ali, 1993). Batang kacang bogor sangat pendek dan mempunyai banyak cabang yang berwarna merah muda, ungu atau hijau kebiru-biruan (Doku dan Karikari, 1971). Elia (1985) menyatakan bahwa cabang per tanaman merupakan komponen hasil yang penting pada kacang bogor. Selanjutnya, Doku dan Karikari (1971) menyatakan bahwa cabang terbentuk sekitar satu minggu setelah berkecambah. Setiap cabang tanaman terdiri dari 12 ruas. Tanaman membentuk ruas pertama kurang lebih 10 hari setelah biji berkecambah yang selanjutnya terbentuk lagi dengan interval waktu seminggu. PROHATI (2010) melaporkan bahwa tanaman kacang bogor memiliki akar yang mempunyai bintil bercuping. Berdaun trifoliet, gundul, tegak dengan panjang hingga 30 cm, dan tangkai daun beralur. Daun berbentuk menjorong atau melanset yang berukuran hingga 8 cm x 4 cm.

Bunga kacang bogor berwarna kuning, yang setelah diserbuki tangkai dari bunga akan memanjang dan masuk ke dalam permukaan tanah (Rukmana dan Oesman, 2000). Tanaman kacang bogor mengadakan penyerbukan sendiri (Purseglove, 1981). Pernyataan yang sama dikemukakan oleh Duke et al. (1977) bahwa kacang bogor adalah tanaman menyerbuk sendiri dan menyerbuk silang dengan perantara semut. Ezedinma dan Maneke (1985) menggolongkan tanaman berdasar diameter kanopinya ke dalam tiga tipe, yaitu bunch (kompak) jika diameter kanopi kurang dari 40 cm, semi bunch (semi kompak) jika diameter kanopi antara 40 hingga 80 cm, dan open (menyebar) apabila diameternya lebih dari 80 cm. Tanaman yang mempunyai tipe menyebar mempunyai periode pembungaan yang lebih lama dibandingkan tipe kompak. Setelah dilakukan penyerbukan, maka terbentuklah polong. PROHATI (2010) melaporkan bahwa polong dalam tanah, berbentuk agak membulat, berdiameter sekitar 2.5 cm, dan umumnya dihasilkan hanya satu biji berwarna putih, kuning, merah kehitaman atau bermoreng-moreng.

Duke et al. (1977) dan Mergeai (1986) menyatakan bahwa kacang bogor mempunyai beberapa kultivar yang dapat dibedakan atas dasar morfologi tanaman, ukuran polong, kerutan pada polong, ukuran biji, warna biji, jumlah polong per tanaman serta warna daun. Mergeai (1986) mengemukakan bahwa


(17)

pada umumnya biji yang berukuran besar berasal dari polong yang berkerut sedangkan biji yang kecil berasal dari polong yang licin. Kultivar berbiji besar biasanya mempunyai tipe tanaman yang lebih menyebar (open) dan kematangannya lebih lambat dibandingan kultivar berbiji kecil. Menurut Hamid (2008) pemilahan warna kulit ari dan ukuran tidak berpengaruh terhadap bobot brangkasan, jumlah polong per tanaman, bobot basah, dan bobot kering tanaman saat pemanenan. Namun, percobaan Damayanti (1991) menunjukkan bahwa pemilahan warna benih mempengaruhi bobot polong basah per tanaman, rendemen biji dan indeks biji dengan benih hitam pemurnian yang memiliki nilai lebih tinggi.

Augmented Design

Masalah utama dalam evaluasi pemuliaan, agronomi, dan percobaan bahan kimia (pestisida, herbisida, fumigasi tanah, obat-obatan, dan sebagainya) adalah efisiensi perancangan percobaan dalam keterbatasan bahan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan rancangan augmented yang merupakan rancangan baku. Rancangan ini dapat berupa rancangan kelompok lengkap atau tidak lengkap dengan tambahan perlakuan yang akan diuji tanpa ulangan. Rancangan ini diperkenalkan Federer pada tahun 1955 dalam penapisan tanaman tebu dan fumigasi tanah di India dan Hawaii. Federer menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan menduga rataan umum secara proporsional dengan kelompok dan mengoreksi jumlah kuadrat perlakuannya. Dalam hal lain, Federer W.T. and D. Raghavarao menggunakan RKLT dengan kontrol berulangan seperti biasa, menduga pengaruh kelompok dan galat untuk menguji perlakuan yang diujikan. Pola ini digunakan IRRISTAT untuk mengoreksi nilai perlakuan yang akan diuji. Kontrol dengan ulangannya minimal 15 unit untuk mendapatkan db galat yang cukup. Percobaan yang bertujuan untuk membandingkan kontrol dengan perlakuan cukup dengan menggunakan pola Federer dan Raghavarao. Rancangan augmented ini juga dapat berupa rancangan lingkungan acak lengkap seperti dalam percobaan seleksi generasi awal kedelai (Subadra dan Sjamsudin, 2004; Sjamsudin, 2011).


(18)

Seleksi

Seleksi dalam bidang genetika, menurut Allard (1960), adalah pemilihan individu-individu pada populasi keturunan yang digunakan untuk generasi berikutnya. Bari et al. (1974) mengemukakan bahwa seleksi berkaitan dengan pemotongan dari populasi dasar yang digunakan dan perlakuan terhadap individu terpilih sebagai calon tetua yang akan digunakan.

Seleksi akan efektif apabila keragaman dalam suatu populasi sebagian besar dipengaruhi oleh faktor genetik, yang diekspresikan sebagai keragaman fenotip, sementara penampilan suatu sifat tidak dapat dikatakan secara mutlak akibat faktor lingkungan atau faktor genetik (Bahar dan Zen, 1993). Bari et al. (1974) menambahkan bahwa faktor keturunan tidak akan memperlihatkan sifat yang dibawanya kecuali dengan adanya faktor lingkungan yang diperlukan. Manipulasi pada faktor lingkungan tidak akan menyebabkan perkembangan dari suatu sifat kecuali faktor keturunan yang diperlukan terdapat dalam individu yang bersangkutan. Oleh karena itu, diperlukan pernyataan kuantitatif antara peranan faktor keturunan relatif terhadap faktor lingkungan dalam memberikan penampilan akhir yang diamati yang disebut heritabilitas.

Pemilihan individu tanaman tidak terlepas dari nilai keragaman genetik serta kemajuan genetik. Kemajuan genetik (G) adalah perkiraan besarnya kemajuan hasil yang akan diperoleh (Mangoendidjojo, 2007). Berdasarkan Allard (1960) dan Mangoendidjojo (2007) nilai duga kemajuan genetik didapatkan dari perhitungan nilai k, simpangan fenotipik dan heritabilitas arti sempit. Nilai k diperoleh dengan membagi tinggi kurva (q) dibagi dengan intensitas seleksi (i) (Sjamsudin, 2011). Tinggi kurva didasarkan pada nilai sebaran z (Snedecor dan Cochran, 1971). Falconer (1981), Poespodarsono (1988), Gonzalez dan Cubero (1993) dalam bukunya menyebutkan kemajuan genetik yang mirip dengan nilai duga kemajuan genetik pada Allard (1960) dan Mongoendidjojo (2007) hanya berbeda pada simbol.


(19)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan curah hujan rata-rata Bogor dengan tipe tanah latosol. Data iklim didapatkan dari stasiun BMKG Darmaga Bogor. Data iklim terlampir pada Lampiran 4. Percobaan ini dilakukan pada bulan Maret-Agustus 2011. Pengamatan biji kering dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman Kampus IPB Darmaga pada bulan September hingga November 2011.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah 200 galur kacang bogor asal Sukabumi dari hasil percobaan sebelumnya, pupuk kandang sapi, Urea, SP18, KCL, karbofuran, dan label. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan, pencatat dan peralatan budidaya yang lazim.

Metode Percobaan

Pada percobaan sebelumnya dilakukan pembentukan populasi dari 1 500 tanaman. Dari 1 500 tanaman tersebut tersisa 200 tanaman yang terseleksi secara alami di lahan. Duaratus nomor tanaman yang berasal dari generasi sebelumnya, pada percobaan ini digalurkan. Dari 200 galur tersebut, 100 galur yang menghasilkan jumlah polong lebih banyak ditanam dalam dua ulangan, yang selanjutnya disebut dengan populasi jumlah polong banyak (T), dan 100 galur sisanya ditanam dalam satu ulangan yang selanjutnya disebut populasi jumlah polong sedikit (G). Dengan demikian terdapat 300 satuan percobaan yang masing-masing berupa barisan tunggal dengan 11 tanaman. Kondisi percobaan tersebut tidak dapat dianalisis dengan metode perancangan percobaan seperti biasa karena tidak adanya ulangan pada populasi jumlah polong sedikit, sehingga digunakanlah rancangan augmented (Subadra dan Sjamsudin, 2004) dengan rancangan


(20)

lingkungan kelompok lengkap teracak. Model linear yang digunakan dalam percobaan ini adalah

Yij =  + i + j + ij Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan pada blok ke-i perlakuan ke-j

μ : Rataan umum

βi : Pengaruh blok ke-i

j : Pengaruh perlakuan ke-j

ij : Pengaruh galat pada blok ke-i dan perlakuan ke-j i : 1,2 j : 1,2,…, 94

Analisis Data 1. Uji Kenormalan Data

Uji kenormalan data merupakan landasan pengujian untuk analisis data selanjutnya yang dilakukan melalui metode Andersson-Darling dan dilanjutkan dengan melihat nilai skewness (kemenjuluran kurva).

))] ( 1 ln( ) ( [ln ) 1 2 ( 1 ) 1 ( 0 0 1 2 i n i n i x F x F i n n

A 

      

(Wahjudi, tanpa tahun) dimana N(x(i) Ü x) adalah jumlah pengamatan berurut yang kurang dari atau sama dengan x, untuk n pengamatan diurutkan x(i).

Sk = [µ - Mo ] / (Sudjana, 1992)

Sk : ukuran skewness µ : nilai rata – rata hitung Mo : nilai modus

 : standar deviasi

Pengujian kenormalan data dan skewness dilakukan menggunakan software Minitab 15.

2. Sebaran Data

Dari data yang diperoleh untuk tiap peubah, ditentukan nilai data terendah dan tertinggi, rata-rata, ragam, dan simpangan baku populasi jumlah polong


(21)

banyak dan sedikit secara terpisah. Nilai rataan populasi jumlah polong sedikit diperoleh melalui koreksi rata-rata nilainya dengan pengaruh kelompok, sedangkan nilai rataan populasi jumlah polong banyak diperoleh dari rata-rata nilainya, dan dari keduanya dapat diperoleh ragam-ragamnya. Simpangan populasi dihitung dari akar kuadrat ragamnya. Perhitungan kisaran, rata-rata, ragam, serta simpangan baku dilakukan dengan software Microsoft Excel.

(Walpole, 1982)

Keterangan: : nilai tengah xi : data pengamatan ke-i, n : jumlah data : nilai tengah populasi x : data pengamatan : ragam populasi 3. Penduga Komponen Ragam

Komponen ragam yang diduga adalah nilai ragam genetik (σ²g), ragam fenotipik (σ²p), dan ragam lingkungan (σ²e). Pendugaan komponen ragam dilakukan pada kuadrat tengahnya (Tabel 1) (Subadra dan Sjamsudin, 2004). Pada tabel tersebut interaksi G x T untuk menguji nilai rataan populasi jumlah polong sedikit dan banyak. Pengolahan data untuk pendugaan ragam menggunakan software qbasic-AUGRCB (Augmented Randomized Block).

Tabel 1. Analisis ragam

Sumber Keragaman Derajat Bebas Mean Square Expected Mean

(SK) (db) (M) Square E(M)

Block r-1 M0

Perlakuan (g+t)-1 M1

Genotype (G) g-1 M2 σ2+ σ2g

Treatment (T) t-1 M3 σ2+ rσ2g

G x T 1 M4

Error t(r-1) M5 σ2

Keterangan : r: ulangan, T: populasi jumlah polong banyak/treatment, G: populasi jumlah polong sedikit/genotype,


(22)

Ragam genetik (σ²g) pada populasi jumlah polong sedikit

2. Penduga ragam fenotipik (σ²p) pada populasi jumlah polong banyak dihitung melalui penjumlahan ragam genetik dan lingkungan atau dengan ragam populasinya. Ragam fenotipik (σ²p) pada populasi jumlah polong sedikit diduga dengan hasil dari kuadrat tengah jumlah polong sedikit (genotype).

3. Penduga ragam lingkungan (σ²e) pada populasi jumlah polong banyak.

Ragam lingkungan pada populasi jumlah polong sedikit tidak dapat diduga 4. Uji Kesamaan Ragam dan Rata-Rata

Pengujian ini digunakan untuk menguji interaksi antara nilai tengah populasi jumlah polong banyak dan sedikit. Apabila ragam keduanya sama besar tidak perlu dilakukan pengujian kesamaan ragam, namun kedua populasi dalam percobaan ini tidak sama besar. Jika Fhitung ≤ Ftabel maka H0 diterima yang berarti kedua ragam homogen.

Keterangan: n : jumlah data

Hipotesis yang diajukan adalah hipotesis dua arah. Terdapat dua macam t-test untuk hipotesis dua arah yaitu uji t untuk ragam homogen dan uji t untuk ragam heterogen (Walpole, 1982). Oleh karena itu, dilakukan uji homogenitas ragam sebelum melakukan uji nilai tengah.

a. Uji nilai tengah ragam heterogen

t x x d

s n s n

  

1 2 0

1 2

1 2

2 2

( / ) ( / )


(23)

b. Uji nilai tengah ragam homogen

v = n1 + n2 -2 Keterangan: t: t hitung n: jumlah data : rata-rata s2: ragam

d0: 1-2

sp: simpangan gabungan 5. Pendugaan Heritabilitas Arti Luas

Heritabilitas adalah perbandingan ragam genetik terhadap ragam total populasi (ragam fenotipik).

(Bari et al., 1974)

Keterangan: h2bs: heritabilitas arti luas σ²g : ragam genetik σ²e : ragam lingkungan

6. Kemajuan Genetik

Hasil seleksi dapat dilihat dari besarnya nilai duga kemajuan genetik. Rumus untuk menghitungnya adalah

(Allard, 1960)

(Snedecor dan Cochran, 1971)

(Sjamsudin, 2011)

Nilai k yang dihitung dalam percobaan ini dimulai dari intensitas seleksi 1 % hingga 100 % dengan interval 2 % dan 3 % (Lampiran 5).

Keterangan: k : diferensial seleksi

h2 : heritabilitas dalam arti sempit (Va/Vp) : simpangan fenotipik

q : tinggi kurva i : intensitas seleksi

 

2 1 2 1 2 1 1 1 n n S x x t p       

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n S n S n Sp


(24)

z : sebaran z yang dilihat berdasarkan intensitas seleksinya

Nilai heritabilitas yang digunakan dalam percobaan ini adalah nilai heritabilitas arti luas ( ) karena dalam percobaan ini tidak didapatkan ragam

aditif (σ2

a) sehingga akan terjadi bias kesalahan, akan tetapi bias kesalahan tersebut tidak dihitung lebih lanjut.

7. Korelasi Antar Peubah

Hubungan antara karakter ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya (r) yang dihitung melalui rumus

(Steel dan Torrie, 1993) Keterangan: x : peubah 1

y : peubah 2

: nilai tengah peubah 1 : nilai tengah peubah 2

Pengolahan data untuk pengujian korelasi dilakukan dengan menggunakan software qbasic-KOREL. Nilai r hitung dibandingkan dari nilai r tabel koefisien linear sederhana pada taraf nyata 5%.

 Tidak berkorelasi jika r hitung kurang dari r tabel (5%)

 Berkorelasi positif jika r hitung lebih besar dari r tabel 5% dan bernilai positif

 Berkorelasi negatif jika r hitung lebih dari r tabel 5% dan bernilai negatif

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan diawali dengan pembukaan lahan bera. Selanjutnya, tanah diolah dengan cara dibajak dan kemudian dicampur dengan pupuk kandang sapi 10 ton/ha yang dilakukan dua minggu sebelum tanam. Setelah tanah dibajak, lahan dibagi ke dalam dua petak, petak pertama adalah petak untuk populasi dasar dengan jumlah 200 galur (A1-A200) dan petak kedua adalah petak untuk ulangan A1 hingga A100 dengan jumlah 100 galur (R1-R100). Sebelum ditanam, benih kacang bogor dikupas dari kulit polongnya. Benih tiap galur ditanam dalam satu baris yang berisi 11 tanaman dengan jarak tanam 60 cm x 60 cm. Jarak tanam yang digunakan lebih lebar daripada yang digunakan oleh petani agar produksi


(25)

hasil kacang bogor optimum serta untuk menurunkan tingkat persaingan antar tanaman. Benih ditanam satu biji dalam satu lubang. Saat penanaman, ke dalam lubang tanam dimasukkan karbofuran sebanyak 0.25 g/tanaman.

Pemupukan KCL (75 kg/ha) dan SP 18 (150 kg/ha) dilakukan saat penanaman benih. Pemupukan Urea dengan dosis 100 kg/ha diberikan 1/3 bagian pada saat tanam dan 2/3 bagian saat 3 MST. Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal di samping lubang tanam. Tipe tanah latosol pada lahan percobaan memiliki karakter lempung berliat sehingga pada kondisi basah akan lengket, sedangkan pada kondisi kering akan berdebu. Struktur tanah lunak dan gembur tersebut, mudah longsor sehingga diperlukan pembubunan yang sering. Polong yang tidak tertutup tanah akan menjadi hijau dan tidak sempurna perkembangannya. Pembubunan dilaksanakan saat 3 MST, 5 MST, 7 MST, 9 MST, 11 MST, 13 MST. Penyiangan gulma dan penyiraman dilakukan saat dibutuhkan.

Panen kacang bogor dilakukan saat terjadi pemasakan polong yang dilihat dari banyaknya polong yang masak dari jumlah semua polong dan ditandai dengan perubahan kulit ari biji. Sampai saat ini, kriteria panen kacang bogor di Indonesia masih belum ada. Pada percobaan ini panen dilakukan lebih cepat karena terjadi serangan penyakit. Panen dilakukan pada 110 HST dan 111 HST dengan mencabut semua bagian tanaman.

Pengamatan Peubah yang diamati mencakup:

1. Daya berkecambah.

2. Tinggi tanaman pada tanaman contoh masing-masing galur. Tinggi tanaman diukur dengan mengukur tanaman dari bagian tanaman di atas tanah hingga titik pangkal pada daun terpanjang (Lampiran 1). Pengamatan dilakukan pada saat 49 HST.

3. Diameter kanopi yang diukur dari diameter terpanjang dan diameter tegak lurusnya yang kemudian nilainya dirata-diratakan. Pengukuran peubah ini dilakukan pada tanaman contoh masing-masing galur (Lampiran 1). Pengamatan dilakukan pada saat 92 HST.


(26)

4. Hari munculnya bunga hingga 50 % tanaman dalam satu galur berbunga. Baris tanaman yang muncul bunga pertama kali ditandai dan diduga memiliki kriteria umur panen yang cepat. Gambar bunga kacang bogor disajikan pada Lampiran 2.

5. Jumlah cabang tanaman pada tanaman contoh masing-masing galur pada saat panen. Cara pengukuran cabang tanaman kacang bogor disajikan pada Lampiran 1.

6. Jumlah buku pada cabang terpanjang pada tanaman contoh masing-masing galur pada saat panen. Cara pengukuran jumlah buku tanaman kacang bogor disajikan pada Lampiran 1.

7. Bobot polong basah per tanaman, pengamatan dilakukan saat selesai panen sehingga bobot tidak turun karena penguapan.

8. Jumlah polong total, bernas (polong dengan biji), dan cipo (polong tanpa biji) per galur. Pengamatan dilakukan saat polong telah dikeringkan dan layak simpan yang dilakukan di greenhouse dengan kantong-kantong polong diletakkan di lantai jemur. Setiap hari polong dibolak-balik untuk meratakan panas di dalam kantong.

9. Bobot polong kering total, bernas, dan cipo per tanaman, pengamatan dilakukan saat polong telah dikeringkan dan layak simpan.

10.Jumlah polong berkecambah saat panen dengan menghitung polong yang telah muncul kecambah dan terbuka kulit polongnya. Pengamatan dilakukan bersamaan dengan perhitungan jumlah polong. Gambar polong berkecambah tanaman kacang bogor disajikan pada Lampiran 3.


(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Benih ditanam tanpa kulit polongnya agar memudahkan dalam penyerapan air yang diperlukan untuk pertumbuhan plumula dan radikula. Awal pertumbuhan kacang bogor mengalami keterlambatan. Benih berkecambah dan muncul di atas tanah lebih dari 2 MST. Percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), Priyatna (1993), Setiaji (1994) dan Hamid (2008) menyatakan bahwa benih juga mulai berkecambah dan muncul di atas tanah pada umur lebih dari 2 MST.

Gambar 1. Polong kacang bogor (kiri: polong berbiji 1, kanan: polong berbiji 2)

Gambar 2. Tanaman kacang bogor pada 4 MST

Seleksi alam mengakibatkan banyak galur-galur yang mati. Rata-rata daya berkecambah sebesar 53 % untuk seluruh galur. Jumlah tanaman yang tumbuh pada seluruh satuan percobaan adalah 1 503 tanaman. Lebih dari 40 % benih tidak tumbuh. Hal ini disebabkan oleh viabilitas benih rendah dan lingkungan yang tidak optimal (kekurangan air) pada awal pertumbuhan tanaman. Setelah benih mulai berkecambah, hujan tidak turun sehingga tanaman harus sering disiram. Tanah yang kering membuat pertumbuhan plumula dan radikula terhambat karena kekurangan air untuk metabolisme transport elektron.


(28)

Gulma yang tumbuh pada lahan kacang bogor adalah Broreria alata, Mimosa pudica, Arachis sp., Phylanthus niruri, Physalis angulata, Axonopus compresus, dan Cynodon dactylon. Pertumbuhan gulma sangat cepat karena penggunaan pupuk kandang dan pemakaian lahan bera. Pertumbuhan gulma di lahan mengakibatkan pertumbuhan tanaman kacang bogor terhambat karena terjadi persaingan hara serta tempat tumbuh antara gulma dan tanaman kacang bogor. Pada lahan dengan gulma yang lebat, akar gulma dapat bertaut dengan cabang kacang bogor, sehingga polong-polong kacang bogor dapat lepas dari cabangnya.

Tanaman kacang bogor mulai terserang penyakit busuk pangkal batang (Gambar 3) pada umur 7 MST. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Scelerotium rolfsii. Gejala awal penyakit ini adalah timbulnya hifa cendawan seperti bulu halus berwarna putih yang kemudian melebar dan menyebar ke tangkai daun sehingga daun layu dan rontok. Tanaman yang terserang penyakit dibuang dan dijauhkan dari lahan. Tanaman juga terserang penyakit bercak daun pada 10 MST (Gambar 3). Penyebab penyakit ini adalah Cercospora sp.. Kelembaban yang relatif tinggi dengan kisaran suhu 25-30 oC akan memicu proses infeksi dan perkembangan penyakit (Saleh, 2010). Gejala penyakit bercak daun adalah timbulnya bercak-bercak kecil yang kemudian membesar dan daun menjadi kering. Penyakit bercak daun umumnya terjadi pada fase generatif tanaman dan akan bertambah selama pembungaan sampai pengisian polong (Nugrahaeni, 1993; Sumartini, 2008). Penyakit ini sering dihubungkan dengan tanaman yang siap panen, tetapi juga dapat menyerang tanaman yang masih muda. Penyakit lain yang menyerang adalah penyakit kerdil yang disebabkan oleh virus (Gambar 3). Daun dan tangkai daun menjadi kecil dan mengkerut. Tanaman terserang pada 5 MST hingga masa pemasakan polong.

Hama pengganggu tanaman pada percobaan ini adalah belalang (Valanga nigricornis) yang memakan daun. Serangan hama ini tidak dalam tingkat yang membahayakan. Kutu daun (Aphis sp.) juga menyerang pertanaman kacang bogor. Gejala yang ditimbulkan adalah bekas lubang-lubang hasil tusukan kutu daun. Selain itu, terdapat anjing (Cannis sp.) yang merusak tanaman sehingga polong berhamburan keluar tanah. Serangan anjing ini tergolong tidak membahayakan


(29)

karena hanya merusak 0.66 % dari seluruh populasi. Semut (Hymenoptera sp.) memakan biji tanaman kacang bogor saat awal tanam dan saat penjemuran polong. Hama ini juga menyebabkan daya berkecambah kecil. Selain itu, terdapat Sitophilus sp. yang menyerang polong kacang bogor saat berada di ruang penyimpanan.

Gambar 3. Penyakit pada kacang bogor: a) penyakit busuk pangkal batang; b) penyakit bercak daun; c) penyakit kerdil

Karakter Kuantitatif Galur-Galur Kacang Bogor

Karakter generatif yang diamati mencakup jumlah polong, jumlah polong bernas, bobot basah polong, bobot kering polong, bobot kering polong bernas, polong berkecambah, dan hari berbunga. Karakter vegetatif yang diamati meliputi jumlah cabang, jumlah buku, tinggi tanaman, dan diameter kanopi. Pada Tabel 2 dan 3 disajikan keragaan tanaman kacang bogor untuk kedua populasi dan rekapitulasi sidik ragam beberapa karakter kacang bogor.

a

c


(30)

Tabel 2. Keragaan tanaman kacang bogor populasi jumlah polong banyak dan jumlah polong sedikit

Peubah Kisaran Nilai Tengah Simpangan KK

T G T G T G T G

BBT 49.95 227.70 -0.41 504.79 109.58 119.30 31.05 75.74 0.28 0.63

JPT 29.83 104.25 1.79 138.79 59.34 60.32 14.63 24.85 0.25 0.41

JPB 14.00 76.50 -2.09 107.41 38.67 40.60 11.07 20.77 0.29 0.51

JPC 6.33 46.75 1.90 53.40 20.65 19.74 7.29 9.58 0.35 0.48

BKT 10.30 63.99 -1.85 89.52 30.29 34.13 8.91 18.93 0.29 0.55

BKB 8.96 61.13 -2.13 86.09 28.44 32.06 8.73 18.47 0.31 0.58

BKC 0.44 4.89 0.00 5.64 1.91 1.99 0.81 1.11 0.42 0.59

PK 0.00 3.41 0.00 4.00 0.17 0.95 0.41 0.51 2.43 2.90

HB 43.50 55.00 43.05 54.95 47.59 48.36 2.36 2.69 0.05 0.06

TT 15.50 25.00 11.44 25.44 21.48 20.66 1.65 2.08 0.08 0.10

DK 43.00 68.00 23.42 80.40 58.76 56.19 4.57 8.15 0.08 0.14

JC 4.00 8.50 3.22 10.22 5.73 5.45 0.92 1.22 0.16 0.22

JB 5.50 13.00 5.32 18.32 8.71 9.42 1.60 2.32 0.18 0.25

Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, KK: koefisien keragaman, BBT: bobot basah polong (g), JPT: jumlah polong total (polong), JPB: jumlah polong bernas (polong), JPC: jumlah polong cipo (polong), BKT: bobot kering polong total (g), BKB: bobot kering polong bernas (g), BKC: bobot kering polong cipo (g), PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen (polong), HB: hari berbunga (hari), TT: tinggi tanaman (cm), DK: diameter kanopi (cm), JC: jumlah cabang (cabang), dan JB: jumlah buku (buku).

Tabel 3. Rekapitulasi sidik ragam beberapa karakter kacang bogor

Peubah T G T x G

BBT * ** **

JPT * ** tn

JPB ** ** **

JPC tn tn *

BKT ** ** **

BKB ** ** **

BKC tn tn tn

PK tn tn tn

HB tn tn *

TT tn tn tn

DK tn ** tn

JC tn tn *

JB tn * tn

Keterangan: T x G: interaksi nilai tengah populasi jumlah polong banyak dan sedikit; BBT: bobot basah polong, JPT: jumlah polong total, JPB: jumlah polong bernas, JPC: jumlah polong cipo, BKT: bobot kering polong total, BKB: bobot kering polong bernas, BKC: bobot kering polong cipo, PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen, HB: hari berbunga, TT: tinggi tanaman, DK: diameter kanopi, JC: jumlah cabang dan JB: jumlah buku, * nyata pada  0.05, ** nyata pada  0.01, tn tidak nyata..

Analisis keragaman diperoleh dari kuadrat tengah yang berasal dari jumlah kuadrat dibagi dengan derajat bebas sumber keragamannya (Gomez dan Gomez,


(31)

1995). Berikut ini merupakan analisis komponen ragam beberapa karakter kacang bogor.

Tabel 4. Komponen ragam dan nilai tengah beberapa karakter kacang bogor populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit

Peubah T

G

σ²g σ²e σ²p  σ²g σ²p 

BBT 363.591 600.615 964.206 109.580 4534.588 5735.818 119.305 JPT 70.493 143.616 214.109 59.335 328.822 616.054 60.322 JPB 48.280 74.347 122.627 38.673 281.704 430.398 40.597 JPC 2.979 50.203 53.182 20.649 -8.378 92.027 19.738 BKT 34.884 44.471 79.355 30.293 268.644 357.586 34.134 BKB 31.972 44.215 76.187 28.439 252.083 340.513 32.061 BKC -0.081 0.734 0.654 1.911 -0.230 1.239 1.989 PK -0.016 0.188 0.171 0.170 -0.113 0.262 0.950 HB -0.107 5.675 5.568 47.585 -4.116 7.233 48.358 TT 0.640 2.080 2.730 21.480 0.159 4.320 20.660 DK 1.364 19.503 20.867 58.760 27.401 66.407 56.186 JC 0.053 0.795 0.847 5.731 -0.092 1.498 5.455 JB 0.646 1.913 2.559 8.714 1.617 5.443 9.424

Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, BBT: bobot basah polong, JPT: jumlah polong total, JPB: jumlah polong bernas, JPC: jumlah polong cipo, BKT: bobot kering polong total, BKB: bobot kering polong bernas, BKC: bobot kering polong cipo, PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen, HB: hari berbunga, TT: tinggi tanaman, DK: diameter kanopi, JC: jumlah cabang dan JB: jumlah buku, ragam genetik (σ²g), ragam fenotipik (σ²p), ragam lingkungan (σ²e), dan nilai tengah (). Nilai negatif ragam genetik akan dianggap nol untuk analisis selanjutnya.

Seleksi terhadap suatu karakter berlangsung efektif jika heritabilitas karakter tersebut tinggi. Nilai heritabilitas yang tinggi tersebut menunjukkan bahwa keragaman pada karakter tersebut berpeluang besar untuk diwariskan pada keturunannya. Pendugaan heritabilitas ini diperlukan untuk metode seleksi selanjutnya yang berhubungan dengan kemajuan genetik. Di bawah ini merupakan nilai heritabilitas pada kedua populasi kacang bogor.


(32)

Tabel 5. Nilai duga heritabilitas arti luas beberapa karakter kacang bogor pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit

Peubah h

2 bs

T G

BBT 37.71 79.06 JPT 32.92 53.38 JPTB 39.37 65.45 JPTC 5.60 0.00 BKT 43.96 75.13 BKTB 41.97 74.03 BKTC 0.00 0.00 PK 0.00 0.00 HB 0.00 0.00 TT 23.72 3.68 DK 6.54 41.27 JC 6.20 0.00 JB 25.23 29.70

Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, h2bs: heritabilitas arti luas,

BBT: bobot basah polong, JPT: jumlah polong total, JPTB: jumlah polong bernas, JPTC: jumlah polong cipo, BKT: bobot kering total, BKTB: bobot kering bernas, BKTC: bobot kering cipo, PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen, HB: hari berbunga, TT: tinggi tanaman, DK: diameter kanopi, JC: jumlah cabang dan JB: jumlah buku.

Jumlah Polong Total

Berdasarkan Tabel 3, terdapat keragaman di antara galur-galur yang diamati pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit. Ragam keduanya berbeda besarnya (214 dan 614) (Tabel 4), namun nilai tengahnya tidak akan berbeda (Tabel 3) yaitu sebesar 59.5 polong. Populasi jumlah polong sedikit yang pada percobaan sebelumnya memiliki ≤ 11 polong, saat dievalusi memiliki jumlah polong 60 polong, sedangkan populasi jumlah polong banyak pada percobaan sebelumnya memiliki ≥ 22 polong saat dievaluasi tetap memiliki jumlah polong yang banyak serta mencapai nilai sebesar 60 polong. Berdasarkan hasil tersebut, jumlah polong pada populasi jumlah polong sedikit sebenarnya memiliki jumlah polong yang banyak dan populasi jumlah polong banyak memang memiliki jumlah polong yang banyak. Selain itu, peningkatan rata-rata kedua populasi ini mengisyaratkan bahwa kedua populasi dapat diperbaiki.

Nilai tengah pada peubah jumlah polong total berkisar antara 59-60 polong dengan simpangan baku ± 14 polong dan ± 24 polong (Tabel 2). Jika


(33)

penyimpangan nilai tengahnya diperhitungkan maka akan dihasilkan nilai sekitar 45 polong untuk penyimpangan terkecil, 73 polong untuk penyimpangan terbesar (populasi jumlah polong banyak), dan 36 polong untuk simpangan terkecil, 84 polong untuk simpangan terbesar (populasi jumlah polong sedikit). Jumlah polong total dapat dinaikkan sebesar 1.7 dan 2.3 kali nilai tengahnya hingga jumlah tertingginya. Ragam genetik pada tanaman tidak terulang lebih besar (328.82) daripada ragam genetik pada tanaman terulang (70.49) (Tabel 4). Heritabilitas pada populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5), sehingga nilai jumlah polong yang akan diwariskan ke keturunannya lebih besar presentasenya pada galur-galur di populasi jumlah polong sedikit. Nilai heritabilitas pada populasi jumlah polong banyak yang lebih kecil dapat diartikan bahwa faktor lingkungan lebih banyak mempengaruhi kenampakannya.

Ragam-ragam pada populasi jumlah polong sedikit yang lebih besar daripada populasi jumlah polong banyak, mengindikasikan bahwa populasi jumlah polong sedikit masih memiliki heterozigositas yang lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak. Sedangkan ragam-ragam yang lebih kecil pada populasi jumlah polong banyak mengindikasikan bahwa populasi tersebut, lebih homozigot serta lebih stabil. Hal ini juga berlaku pada populasi jumlah polong banyak di semua peubah yang diamati contohnya peubah jumlah polong bernas, bobot kering polong total, dan bobot basah (Tabel 4). Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit, sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak (Tabel 2).

Peningkatan jumlah polong pada percobaan ini diduga dapat disebabkan oleh cuaca yang mendukung dengan lama penyinaran yang cukup tinggi pada bulan-bulan selama percobaan berlangsung. Sinar matahari yang cukup untuk menghasilkan fotosintat yang kemudian disalurkan ke sink, yaitu polong, sehingga jumlah polong dapat meningkat. Menurut PROHATI (2010) tanaman ini menyukai rata-rata temperatur harian antara 20 hingga 28°C, sedangkan pada saat percobaan berlangsung temperatur bulanan sekitar 25°C (Lampiran 4) dan tingkat


(34)

temperatur ini masuk ke dalam kisaran temperatur harian untuk kacang bogor. Oleh karena itu, tanaman kacang bogor dalam populasi ini mendapatkan lingkungan yang optimum untuk tumbuh. Selain itu, jarak tanam yang besar (60 cm x 60 cm) dapat memberikan pertumbuhan optimum kacang bogor dengan persaingan hara dan sinar matahari yang rendah.

Jumlah Polong Bernas

Sidik ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa terdapat keragaman pada kedua populasi. Interaksi antara jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit menunjukkan nilai tengah yang berbeda (Tabel 3). Oleh karena itu, dari kedua populasi tersebut dapat dipilih populasi dengan nilai tengah yang lebih tinggi, yaitu populasi jumlah polong sedikit. Peubah jumlah polong bernas ini memiliki potensi untuk diperbaiki. Jika simpangan tertingginya ditambahkan dengan nilai tengah, maka nilainya berkisar 49 polong dan 60 polong (Tabel 2). Angka ini masih jauh dibawah nilai tertingginya. Oleh karena itu, karakter jumlah polong bernas tersebut dapat dinaikkan sebesar dua kali dan 2.5 kali dari nilai tengah hingga mencapai nilai tertingginya.

Variasi genetik pada populasi jumlah polong sedikit lebih besar daripada variasi genetik populasi jumlah polong banyak. Heritabilitas populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5). Hal ini dapat berarti bahwa fakor lingkungan lebih banyak mempengaruhi kenampakan jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak. Selain itu, pada populasi jumlah polong sedikit nilai tengah peubah ini akan lebih banyak yang diwariskan ke keturunannya. Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit, sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak (Tabel 2). Populasi jumlah polong sedikit pada peubah jumlah polong bernas memiliki lebih banyak galur-galur pilihan untuk diseleksi.

Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang


(35)

rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Pada awalnya galur-galur tersebut belum dapat dibuang karena dikhawatirkan memiliki potensi perbaikan pada peubah yang lain. Galur yang memiliki nilai negatif tersebut (A107), ternyata tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain.

Jumlah Polong Cipo

Harapan yang diinginkan pada peubah ini adalah didapatkan galur yang memiliki polong cipo dengan nilai tengah dan ragam yang kecil. Berdasarkan sidik ragam, tidak terdapat keragaman pada kedua populasi. Ragam genetik pada populasi jumlah polong sedikit lebih kecil daripada ragam genetik pada populasi jumlah polong banyak (Tabel 4). Nilai ragam genetik yang negatif pada populasi jumlah polong sedikit adalah akibat dari nilai ragam lingkungan yang melebihi ragam fenotipiknya, karena bias perhitungan, atau karena nilai galat yang lebih besar daripada nilai kuadrat tengahnya. Nilai ragam genetik yang dianggap tidak ada bukan berarti tidak ada gen-gen yang mempengaruhi penampakan populasi ini. Gen-gen tersebut tidak terekspresikan karena tertutup oleh faktor dominan atau lingkungan. Peubah ini lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungannya yang dapat dilihat dari nilai duga heritabilitasnya. Oleh karena itu, peubah jumlah polong cipo tidak dimasukkan dalam kriteria seleksi.

Peubah polong cipo ini muncul karena terlalu lamanya siklus panen. Kacang bogor merupakan tanaman tahunan sehingga siklus pertumbuhannya harus dipotong untuk menentukan waktu panen. Tanaman tersebut akan selalu membentuk polong, jika polong yang terbentuk banyak, maka fotosintat tidak akan terbagi dengan sama. Oleh karena itu, akan terdapat polong yang tidak berbiji. Jumlah polong cipo pada percobaan ini cukup banyak sekitar 30 % dari jumlah polong total. Penurunan jumlah polong cipo dapat dilakukan dengan memperpanjang umur panen, sehingga polong-polong tersebut memiliki kesempatan untuk tahap pengisian dan pemasakan polong. Namun, polong-polong lain yang sudah matang akan membentuk tunas lain sehingga polong cipo tidak dapat dihilangkan dari komoditas ini. Berdasarkan nilai koefisien korelasi, semakin banyak jumlah polong maka semakin banyak jumlah polong cipo (Tabel 8 dan 9).


(36)

Bobot Basah Polong

Berdasarkan sidik ragam terdapat keragaman pada kedua populasi. Nilai tengah kedua populasi berbeda (Tabel 3). Oleh karena itu, dari kedua populasi tersebut dapat dipilih populasi dengan nilai tengah yang lebih tinggi yaitu populasi jumlah polong sedikit (Tabel 4). Karakter bobot polong basah memiliki potensi untuk diperbaiki. Nilai tengah untuk peubah bobot polong basah pada populasi jumlah polong sedikit sebesar 119.3 g dengan simpangan ± 75.8 g (Tabel 2). Apabila penyimpangan terbesarnya ditambahkan dengan nilai tengahnya maka didapatkan nilai sebesar 195.1 g yang peningkatannya hampir dua kali nilai rata-ratanya. Nilai tengah tersebut dapat ditingkatkan lagi sebanyak empat kali nilai tengahnya hingga mencapai nilai tertingginya. Populasi jumlah polong banyak memiliki nilai tertinggi sebesar 227 g, jika nilai tengah dan simpangannya ditambahkan maka akan didapatkan nilai sebesar 140 g, yang nilainya masih di bawah nilai tertingginya. Peningkatan pada peubah ini dapat ditingkatkan sebanyak dua kali nilai tengahnya, hingga mencapai nilai tertinggi dari peubah ini. Populasi jumlah polong sedikit lebih beragam genetiknya jika dibandingkan dengan populasi jumlah polong banyak. Nilai duga heritabilitas pada populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5). Penampakan populasi jumlah polong sedikit diduga lebih banyak dipengaruhi oleh ekspresi gen-gennya dan presentasi pewarisan gennya lebih besar.

Bobot basah yang tinggi pada percobaan ini diduga karena pengaruh cuaca dan jarak tanam yang digunakan, sehingga kacang bogor tumbuh dengan produksi yang optimum. Percobaan Setiaji (1994) menunjukkan bahwa perlakuan dengan jarak tanam yang berbeda, memberikan hasil produksi per tanaman yang lebih tinggi pada populasi dengan jumlah tanaman yang lebih sedikit. Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2), sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak. Selain itu, pada populasi jumlah polong sedikit galur-galur pilihan untuk diseleksi lebih banyak daripada galur-galur di populasi jumlah polong banyak.


(37)

Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Galur yang memiliki nilai negatif tersebut (A107), tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain.

Bobot Kering Polong Total

Berdasarkan sidik ragam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit pada peubah bobot kering polong total (Tabel 3). Nilai tengah kedua populasi tersebut berbeda sehingga dapat dipilih populasi yang memiliki nilai tengah yang lebih besar, yaitu populasi jumlah polong sedikit. Jika simpangan terbesarnya ditambahkan dengan nilai tengah maka akan dihasilkan nilai sekitar 38 g dan 52 g yang nilainya masih jauh dibawah nilai tertingginya (Tabel 2). Oleh karena itu, karakter bobot kering total dapat dua kali dinaikkan dari nilai tengahnya, dengan potensi terbesar 61 g dan 89 g. Berdasarkan analisis komponen ragam, ragam genetik populasi jumlah polong banyak lebih rendah daripada ragam genetik populasi jumlah polong sedikit (Tabel 4). Nilai duga heritabilitas pada populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5). Penampakan populasi jumlah polong sedikit diduga lebih banyak dipengaruhi oleh ekspresi gen-gen daripada faktor eksternal dan kemungkinan pewarisan gen-gennya lebih besar. Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2 dan 4), sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak pada peubah ini. Pilihan seleksi pada populasi jumlah polong sedikit lebih banyak daripada galur-galur pada populasi jumlah polong banyak. Produktivitas polong kering per hektar pada percobaan ini cukup tinggi yaitu sebesar 0.8 ton/ha dengan produktivitas terendah mencapai 0.27 ton/ha dan tertinggi mencapai 1.7 ton/ha. Hasil ini dapat lebih rendah daripada produktivitas yang diusahakan oleh petani, karena jarak tanam pada percobaan ini yang lebih lebar.


(38)

Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Galur yang memiliki nilai negatif tersebut (A107), ternyata tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain. Bobot Kering Polong Bernas

Sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan adanya keragaman pada galur-galur yang diamati pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit. Nilai tengah kedua populasi tersebut tidak sama (Tabel 3), sehingga dapat dipilih populasi yang memiliki nilai tengah yang lebih besar (Tabel 4), yaitu populasi jumlah polong sedikit. Bobot kering bernas pada kedua populasi memiliki nilai tengah sebesar 28 g dan 32 g dengan simpangan sebesar ± 8 g dan 18 g (Tabel 2). Jika penyimpangan terbesarnya ditambahkan ke dalam nilai tengahnya, maka didapatkan nilai sebesar 36 g dan 50 g yang masih di bawah nilai tertingginya yaitu sebesar 61 g dan 86 g. Oleh karena itu, peubah ini masih dapat ditingkatkan sebesar tiga kali dari nilai tengahnya hingga mencapai potensi tertingginya.

Bobot kering bernas pada populasi jumlah polong banyak memiliki ragam genetik yang lebih kecil daripada ragam genetik bobot kering tanaman jumlah polong sedikit (Tabel 4). Berdasarkan nilai duga heritabilitasnya, populasi jumlah polong banyak pada peubah ini lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungannya (Tabel 5). Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit sehingga populasi jumlah polong sedikit lebih baik daripada populasi jumlah polong banyak pada peubah ini (Tabel 2 dan 4). Populasi jumlah polong sedikit memiliki keragaman yang lebih besar sehingga galur-galur pilihannya memiliki lebih banyak pilihan untuk diseleksi.

Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Galur yang memiliki


(39)

nilai negatif tersebut (A107), ternyata tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain.

Bobot Kering Polong Cipo

Berdasarkan sidik ragam, tidak terdapat keragaman di antara galur-galur yang diamati pada kedua populasi. Ragam genetik pada kedua populasi bernilai negatif (Tabel 4). Peubah ini tidak memiliki potensi untuk perbaikan karena nilai ragam genetik yang bernilai nol, heritabilitasnya tidak dapat diduga serta tidak ada perbedaan di antara galur-galurnya sehingga akan tidak berguna untuk menyeleksi galur-galur yang memiliki nilai yang sama. Oleh karena itu, peubah bobot kering polong cipo tidak dimasukkan ke dalam kriteria seleksi.

Polong Berkecambah

Polong berkecambah dihitung dengan asumsi bahwa semakin banyak polong berkecambah pada satu tanaman kacang bogor, maka waktu panen terlambat. Dugaan lain dari polong berkecambah adalah semakin banyaknya polong berkecambah maka bobot basah polong akan lebih rendah, bahasan ini akan dicantumkan pada bab korelasi. Tanaman kacang bogor merupakan tanaman terna tahunan yang akan terus tumbuh dan berkecambah apabila tidak ada pemotongan siklus untuk pertumbuhan fase kedua tanaman. Oleh karena itu, untuk memperkirakan waktu panen, harus dilakukan pemotongan siklus tanaman yang didasarkan pada keadaan tanaman. Pertumbuhan siklus kedua tanaman akan mengakumulasikan energi yang didapat untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti pertumbuhan tunas, dan tidak disalurkan ke bagian generatif seperti pembentukan bunga dan polong. Keadaan ini akan membuat jumlah polong sedikit dan bobot polong kecil. Namun, presentase jumlah polong berkecambah yang dapat menghambat pembentukan bunga dan polong, belum dapat dibuktikan karena belum ada percobaan yang meneliti dugaan tersebut. Polong yang berkecambah pada kacang bogor dalam percobaan ini dapat juga disebabkan oleh penyakit. Pengamatan polong berkecambah banyak ditemukan pada tanaman yang terkena penyakit busuk pangkal batang. Tanaman kacang bogor yang terkena penyakit akan membentuk individu baru untuk menyelamatkan genotipenya.


(40)

Berdasarkan Tabel 3 tidak terdapat keragaman pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit. Peubah ini tidak memiliki potensi untuk perbaikan karena nilai ragam genetik yang dianggap bernilai nol, heritabilitasnya tidak dapat diduga serta tidak ada perbedaan di antara galur-galur yang diamati. Oleh karena itu, peubah polong berkecambah tidak dimasukkan dalam kriteria seleksi.

Umur Berbunga

Peubah hari berbunga diamati untuk menghitung waktu pengisian polong kacang bogor yang berguna sebagai patokan waktu panen. Waktu pengisian polong diperkirakan selama delapan minggu setelah berbunga. Tidak terdapat perbedaan pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit (Tabel 3). Peubah hari berbunga tidak dapat digunakan untuk kriteria seleksi karena nilai ragam genetik dan heritabilitasnya tidak dapat diduga serta keragaman dalam peubah ini kecil.

Tinggi Tanaman

Peubah tinggi tanaman diamati untuk melihat hubungannya dengan karakter generatif seperti jumlah polong dan bobot untuk penyeleksian di lapangan. Berdasarkan sidik ragam, tidak terdapat perbedaan pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit (Tabel 3) sehingga galur- galur dalam kedua populasi tersebut sama antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, peubah ini tidak dimasukkan ke dalam kriteria seleksi. Diameter Kanopi

Diameter kanopi pada percobaan ini dapat digolongkan ke dalam diameter semi kompak dengan ukuran 40-80 cm. Galur terseleksi diharapkan memiliki diameter kanopi yang besar, diameter kanopi yang besar diduga memiliki jumlah cabang dan buku, tempat munculnya polong sehingga jumlah polong akan lebih banyak. Peubah diameter kanopi diamati untuk penyeleksian tidak langsung dengan peubah hasil produksi. Bahasan ini akan dibahas pada bab korelasi.

Berdasarkan sidik ragam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada populasi jumlah polong sedikit (Tabel 3). Sedangkan pada populasi jumlah polong


(41)

banyak, sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan di antara galur-galur yang teramati (Tabel 3). Pada percobaan ini, seleksi awal memerlukan keragaman diantara galur-galurnya dalam populasi tersebut. Peubah diameter kanopi pada populasi jumlah polong banyak memiliki ragam genetik yang lebih rendah daripada populasi jumlah polong sedikit (Tabel 4). Nilai duga ragam genetik dan heritabilitas populasi jumlah polong sedikit juga melebihi nilai duga ragam genetik dan heritabilitas populasi jumlah polong banyak (Tabel 4 dan 5). Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2 dan 4), sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak. Selain itu, pilihan seleksi pada populasi jumlah polong sedikit lebih banyak pilihan untuk diseleksi. Namun, berdasarkan analisis komponen ragam (Tabel 4), peubah ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selain itu, nilai heritabilitasnya (Tabel 5) lebih rendah daripada peubah lain.

Jumlah Cabang

Jumlah cabang pada kacang bogor berhubungan dengan jumlah buku. Kedua peubah tersebut berhubungan dengan komponen produksi jumlah polong dan bobot. Pembahasan lebih lanjut akan dibahas mengenai hubungan komponen generatif dan vegetatif tersebut dengan korelasi. Berdasarkan sidik ragam, peubah ini tidak menunjukkan hasil yang tidak nyata pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit (Tabel 3). Ragam genetik populasi jumlah polong sedikit memiliki nilai yang negatif (Tabel 4), mengakibatkan nilai duga heritabilitasnya tidak dapat dihitung. Peubah ini tidak memiliki keragaman di dalamnya sehingga tidak akan dijadikan kriteria seleksi.

Jumlah Buku

Buku kacang bogor merupakan tempat munculnya bunga, bunga tersebut akan membentuk polong. Pengamatan jumlah buku ini dilakukan dengan dugaan awal bahwa semakin banyak jumlah buku kacang bogor maka semakin banyak polong yang terbentuk. Sidik ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa tidak terdapat


(42)

perbedaan di antara galur-galur populasi jumlah polong banyak. Pada populasi jumlah polong sedikit terdapat perbedaan yang nyata di antara galur-galur populasi tersebut. Ragam genetik pada populasi jumlah polong banyak lebih kecil daripada ragam genetik pada populasi jumlah polong sedikit pada peubah jumlah buku (Tabel 4). Oleh karena itu, jumlah buku yang akan diseleksi adalah jumlah buku dari populasi jumlah polong sedikit tetapi nilai ragamnya rendah sehingga seleksi akan sulit dilakukan. Berdasarkan analisis komponen ragam (Tabel 4), peubah ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selain itu, nilai heritabilitasnya (Tabel 5) lebih rendah daripada peubah lain sehingga tidak menjadi peubah pokok dalam seleksi langsung.

Kemajuan Genetik

Jika intensitas seleksi (i) yang diambil kecil, yang berarti seleksi semakin ketat, maka semakin tinggi kemajuan genetik (Ga) dan jika semakin tinggi intensitas seleksi yang diambil, yang berarti seleksi semakin longgar, maka semakin kecil nilai kemajuan genetiknya. Umumnya, peubah produksi tidak dijadikan kriteria seleksi karena terdapat pengaruh lingkungan yang cukup besar. Namun, pada percobaan ini nilai duga heritabilitasnya cukup besar, yang berarti proporsi lingkungannya rendah. Nilai heritabilitas untuk peubah yang akan dijadikan sebagai kriteria seleksi pada populasi jumlah polong sedikit minimal 50 % sedangkan untuk populasi jumlah polong banyak minimal heritabilitasnya 30 %. Percobaan Jonah et al. (2010) memperoleh nilai-nilai duga heritabilitas untuk peubah-peubah produksi di atas 50 % sedangkan Wigglesworth dalam Masawe et al. (2010) menunjukkan bahwa heritabilitas untuk jumlah polong sebesar 39 %. Menurut bahasan pada bab sebelumnya populasi yang lebih baik adalah populasi jumlah polong sedikit. Bahasan di bawah ini juga akan membahas mengenai kemajuan genetik populasi jumlah polong banyak. Intensitas yang dipilih atas dasar pertimbangan dengan beberapa percobaan lain. Karakter-karakter kriteria seleksi membentuk kurva yang menjulur ke kanan sehingga diferensial seleksinya lebih tinggi.

Ragam bobot basah polong populasi jumlah polong banyak pada percobaan Setiaji (1994) dan Juwita (2012) memiliki ragam yang lebih besar


(43)

daripada ragam pada populasi ini (Tabel 6). Namun, nilai tengahnya lebih rendah daripada percobaan ini (Tabel 2) sehingga nilai tengah dan penyimpangannya lebih rendah daripada percobaan ini. Nilai peubah pada percobaan ini lebih baik karena nilai tertingginya lebih tinggi daripada kedua percobaan tersebut (Tabel 2). Bobot basah pada percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), dan Hamid (2008) (Tabel 6) memiliki ragam, kisaran (Tjahya, 1983) dan nilai tengah yang lebih rendah daripada bobot basah polong pada percobaan ini (Tabel 2). Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan ini telah melampaui nilai tengah dan penyimpangan pada percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), dan Hamid (2008). Intensitas seleksi yang ditentukan untuk peubah ini pada populasi jumlah polong banyak adalah 30 % (Tabel 7). Peningkatan nilai tengah harapannya sebesar 12 % dari nilai tengah sebelum seleksi (109 g). Intensitas seleksi yang dipilih tidak ketat sebab data tidak berdistribusi normal. Pemilihan intensitas ini juga dipengaruhi oleh koefisien keragaman dan jumlah galurnya. Tabel 6. Perbandingan komponen ragam, rataan, dan kisaran beberapa karakter

kacang bogor dari beberapa hasil percobaan

Sifat σ²g σ²p σ²e Rataan Maks Min Sumber

JPB(128 HST) 11.55 36.60 25.06 19.99 25.63 15.43 Tjahya, 1983 BKB (128 HST) 12.44 41.47 29.03 24.36 31.29 20.53 Tjahya, 1983 BBT/ha (128 HST) 0.24 0.84 0.59 4.27 5.08 3.54 Tjahya, 1983 BBT (115HST) 203.61 470.86 267.25 62.54 Damayanti,1991 BKT (115HST) 28.14 67.28 39.14 26.94 Damayanti,1991 JPT (115HST) 37.02 88.13 51.12 36.19 Damayanti,1991 JPB (110 HST) 70.77 176.75 105.98 22.90 48.40 4.50 Setiaji, 1994 BBT (110 HST) 429.22 1028.63 599.40 50.07 103.20 7.80 Setiaji, 1994 BKT (120 HST) -4.54 4.65 9.19 14.32 25.10 5.20 Setiaji, 1994 JPB (120 HST) 40.63 149.96 109.33 36.40 28.70 41.30 Priyatna, 1993 BKT (120 HST) 685.81 1417.47 731.67 69.12 88.94 48.52 Priyatna, 1993 JPT (119 HST) -2.84 0.03 2.87 11.20 Hamid, 2008 BBT (119 HST)/petak -622859.63 71022.25 693881.88 7339.75 Hamid, 2008 BKT (119 HST)/petak -41259.33 79477.00 120736.33 2691.38 Hamid, 2008 BBT (111HST) 1309.00 46.88 209.00 0.10 Juwita, 2012 JPT (111 HST) 210.41 19.90 125.00 1.00 Juwita, 2012 JPB (111 HST) 122.00 15.12 63.00 0.00 Juwita, 2012 BKT (111 HST) 112.00 13.00 71.00 0.00 Juwita, 2012 Keterangan: BBT: bobot polong basah (g), JPT: jumlah polong total (polong), JPB: jumlah polong bernas (polong), BKT: bobot polong kering total (g), BKTB: bobot polong kering bernas (g).


(44)

Tabel 7. Kemajuan seleksi dan rataan harapan beberapa karakter kacang bogor

Peubah G T

i (%) Ga  As JG i (%) Ga  As JG BBT 35 63.38 119.3 182.69 29 30 13.56 109 123.15 28 JPT 15 20.52 60.32 80.84 12 25 6.12 59.33 65.46 23 JPB 15 21.01 40.59 61.60 12 30 5.05 38.67 43.72 28 BKT 20 19.91 34.13 54.04 16 25 4.97 30.29 35.26 23 BKB 20 19.15 32.06 51.21 16 35 3.88 28.44 32.32 32

Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, BBT: bobot polong basah (g), JPT: jumlah polong total (polong), JPB: jumlah polong bernas (polong), BKT: bobot polong kering total (g), BKB: bobot polong kering bernas (g,), i: intensitas seleksi, Ga: kemajuan genetik, As: nilai tengah harapan, JG: jumlah galur, dan : nilai tengah.

Bobot basah polong pada populasi jumlah polong sedikit pada percobaan ini (Tabel 2) memiliki nilai tengah dan ragam yang lebih tinggi daripada bobot basah pada percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), Setiaji (1994), Hamid (2008), dan Juwita (2012) (Tabel 6). Kisaran bobot basah polong Tjahya (1983), Setiaji (1994), dan Juwita (2012) masuk ke dalam kisaran bobot basah polong pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini. Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangan pada percobaan-percobaan tersebut tidak dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangannya pada populasi jumlah polong sedikit di percobaan ini. Peubah bobot polong basah diseleksi pada intensitas seleksi 35 %, juga dengan pertimbangan keragamanan dan kisaran datanya yang lebih tinggi dari peubah lainnya. Nilai tengah harapan tersebut mencapai nilai 182.69 g (Tabel 7) yang meningkat sebesar 53 % dari nilai tengah awal sebesar 119 g. Bobot polong basah tidak terlalu ketat diseleksi karena data tidak berdistribusi normal dan interaksi antara genetik dan lingkungannya belum dapat diketahui.

Kisaran jumlah polong total pada percobaan Juwita (2012) (Tabel 6) tidak masuk ke dalam kisaran jumlah polong total populasi jumlah polong banyak pada percobaan ini (Tabel 2). Namun, nilai tengah dan ragam percobaan Damayanti (1991), Hamid (2008), dan Juwita (2012) (Tabel 6) tidak dapat melebihi nilai tengah dan ragamnya pada populasi jumlah polong banyak. Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya percobaan-percobaan tersebut tidak akan melebihi nilai tengah dan penyimpangannya pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini. Intensitas seleksi dipilih sebesar 25 %. Nilai tengah harapan


(45)

(Tabel 7) meningkat sebesar 10 % dari nilai tengahnya (59.33 polong). Intensitas seleksi yang besar ini dipilih karena data tidak berdistribusi normal dan tidak adanya interaksi genetik dengan lingkungannya. Data yang berdistribusi normal dapat dipercayai menggunakan selang kepercayaan 5 atau 10 %. Namun, data tidak normal tersebut tidak dapat dipercayai dengan selang kepercayaan yang baku.

Kisaran, nilai tengah, dan ragam jumlah polong total pada percobaan Damayanti (1991), Hamid (2008), dan Juwita (2012) (Tabel 6) masuk ke dalam kisaran populasi jumlah polong sedikit dalam percobaan ini (Tabel 2). Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan ini lebih besar dari nilai tengah percobaan Damayanti (1991), Hamid (2008), dan Juwita (2012). Intensitas seleksi yang akan dipilih pada populasi jumlah polong sedikit adalah 15 % dengan mempertimbangkan kisaran data, ragam, dan jumlah galurnya. Nilai tengah harapan pada peubah ini sebesar 80.84 polong (Tabel 7) yang meningkat sebesar 34 % dari nilai tengah awalnya sebesar 60.32 polong. Jumlah polong pada salah satu kultivar lokal pada percobaan Massawe dalam Massawe et al. (2005) dan kultivar pada percobaan Jonah et al. (2010) memiliki nilai tengah sebesar 51 ± 37 polong dan 55 ± 12 polong. Nilai tengah harapan pada percobaan ini dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan tersebut, namun materi percobaan Massawe dalam Massawe et al. (2005) lebih baik daripada percobaan ini karena nilai tertingginya yang lebih tinggi. Peubah ini belum dapat diseleksi di bawah intensitas seleksi 10 % karena interaksi genetik dan lingkungannya tidak diketahui, walaupun data berdistribusi normal. Interaksi genetik dan lingkungan yang belum dapat diketahui tersebut, dapat membuat prediksi kemajuan genetik pada peubah ini meleset.

Ragam, kisaran, dan nilai tengah jumlah polong bernas pada percobaan Tjahya (1983) dan Juwita (2012) (Tabel 6) memiliki nilai yang lebih rendah daripada ragam dan nilai tengah jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini (Tabel 2). Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan Tjahya (1983) dan Juwita (2012) tidak dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangan jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini. Percobaan Setiaji (1994) (Tabel 6)


(1)

Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanlan Bogor. Bogor.78 halaman.

Sjamsudin, E. 2011. Pemuliaan Tanaman Terapan. Departemen Agronomi dan Hortilkultura Faperta IPB. Bogor.

Snedecor, G.W. dan W.G. Cochran. 1971. Statistical Methods 6th. The Iowa State University Press. Iowa. 543 halaman.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (diterjemahkan dari: Principles and Procedures of Statistic, penerjemah: B. Sumantri). PT Gramedia. Jakarta. 748 halaman.

Subadra, I.S dan E. Sjamsudin. 2004. Seleksi generasi awal tanaman kedelai menggunakan rancangan Augmented. Forum Statistika dan Komputasi. September 2004: 163-168.

Sudjana. 1992. Metode Statistika Edisi ke 5. Penerbit TARSITO. Bandung. 508 halaman.

Sumartini. 2008. Bioekologi dan pengendalian penyakit bercak daun pada kacang tanah. Bul. Palawija 16 : 48-56.

Tjahya, W. 1983. Pengaruh Pupuk N dan Kerapatan Tanam Terhadap Produksi Kacang Bogor (Voandzeia subterranea). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanlan Bogor. Bogor. 55 halaman. Wahjudi, D. tanpa tahun. Power dari uji kenormalan data.

[email protected]. [20 Januari 2012].

Walpole, R.E. 1982. Pengantar Statistika Edisi ke-3. (diterjemahkan dari: Introduction to Statistic 3rd Edition, penerjemah: B. Sumantri). Penerbit PT Gramedia. Jakarta. 514 halaman.


(2)

46

LAMPIRAN

Lampiran 1. Cara pengukuran beberapa karakter kacang bogor

Keterangan gambar: a) dan b) pengukuran tinggi tanaman, c) pengukuran diameter kanopi, d) pengukuran jumlah cabang, e) pengukuran jumlah buku.

a

c

b

d


(3)

Lampiran 2. Bunga kacang bogor Lampiran 3. Polong berkecambah

Lampiran 4. Data curah hujan Maret-Juli 2011

Lokasi: 6033’ LS 10605’ BT Elevasi: 207 m Bulan

Temperatur (0C) Curah hujan Evaporasi Penyinaran Matahari Kelembaban Rata-rata Max Min

(mm) (mm)

Lama (%)

Intensitas

(Cal/Cm2/hari) (mm)

Maret 2011 25.7 30.99 22.8 140 3.7 46 240 82

April 2011 25.8 31.8 23 278.4 4.5 61 257 84

Mei 2011 26.1 32 23 361.7 4.1 67 254 84

Juni 2011 26.1 32.2 22.5 274.6 4.6 88 253 77

Juli 2011 25.8 32 22.1 202 4.4 87 272 80

Sumber: BMKG Darmaga 2011

Lampiran 5. Nilai k pada beberapa intensitas seleksi

I (%) z q K z.z 1/2z.z I (%) z q k z.z 1/2z.z 1 2.33 0.026 2.640 5.429 2.714 53 0.05 0.399 0.753 0.003 0.001 3 1.89 0.068 2.251 3.553 1.777 55 0.13 0.396 0.720 0.016 0.008 5 1.65 0.102 2.046 2.723 1.361 58 0.20 0.391 0.674 0.040 0.020 8 1.41 0.148 1.846 1.988 0.994 60 0.26 0.386 0.644 0.065 0.033 10 1.28 0.176 1.758 1.638 0.819 63 0.33 0.378 0.600 0.109 0.054 13 1.13 0.211 1.621 1.277 0.638 65 0.39 0.371 0.570 0.148 0.074 15 1.04 0.232 1.549 1.082 0.541 68 0.47 0.358 0.527 0.216 0.108 18 0.92 0.261 1.452 0.846 0.423 70 0.52 0.349 0.498 0.270 0.135 20 0.84 0.280 1.402 0.706 0.353 73 0.61 0.331 0.454 0.372 0.186 23 0.74 0.303 1.319 0.548 0.274 75 0.68 0.318 0.424 0.456 0.228 25 0.68 0.318 1.271 0.456 0.228 78 0.78 0.296 0.379 0.601 0.300 28 0.59 0.336 1.201 0.342 0.171 80 0.84 0.280 0.351 0.706 0.353 30 0.53 0.348 1.159 0.276 0.138 83 0.96 0.253 0.305 0.912 0.456 33 0.44 0.362 1.098 0.194 0.097 85 1.04 0.234 0.275 1.071 0.536 35 0.39 0.371 1.059 0.148 0.074 88 1.18 0.200 0.227 1.381 0.690 40 0.26 0.386 0.966 0.065 0.033 90 1.28 0.176 0.195 1.638 0.819 43 0.18 0.393 0.914 0.031 0.015 93 1.47 0.135 0.146 2.161 1.080 45 0.13 0.396 0.879 0.017 0.008 95 1.64 0.104 0.109 2.690 1.345 48 0.05 0.399 0.830 0.003 0.001 98 2.06 0.048 0.049 4.223 2.112 50 0.00 0.399 0.798 0.000 0.000 100 3.49 0.001 0.001 12.180 6.090


(4)

48

Lampiran 6. Galur-galur terseleksi pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit

No.

Hasil Seleksi Populasi Jumlah Polong Banyak

Hasil Seleksi Populasi Jumlah Polong Sedikit

BBT JPT JPB BKT BKB BBT JPT JPB BKT BKB 1 A57 A57 A57 A57 A57 A187 A189 A189 A189 A189 2 A52 A24 A77 A52 A52 A189 A167 A157 A125 A168 3 A51 A52 A51 A51 A51 A167 A157 A167 A168 A167 4 A24 A51 A52 A58 A58 A171 A171 A171 A167 A125 5 A77 A72 A53 A55 A55 A157 A168 A168 A173 A173 6 A62 A78 A67 A24 A64 A68 A149 A125 A171 A171 7 A53 A77 A73 A69 A69 A125 A125 A162 A169 A169 8 A58 A67 A24 A64 A54 A162 A169 A131 A68 A145 9 A72 A12 A55 A54 A24 A168 A163 A149 A50 A50 10 A64 A62 A72 A78 A91 A50 A131 A145 A145 A176 11 A55 A58 A34 A70 A79 A169 A128 A176 A157 A162 12 A49 A11 A60 A66 A66 A173 A68 A163 A176 A172 13 A78 A40 A40 A79 A53 A145 A162 A157 14 A40 A73 A69 A67 A73 A149 A149 A131 15 A69 A34 A58 A62 A67 A172 A172 A163 16 A73 A53 A54 A73 A88 A129 A131 A149 17 A12 A60 A11 A88 A76 A148

18 A70 A69 A88 A76 A78 A163 19 A67 A13 A4 A72 A62 A128 20 A79 A27 A66 A53 A72 A175 21 A88 A35 A71 A12 A48 A131 22 A66 A64 A21 A48 A12 A146 23 A34 A55 A48 A74 A74 A122

24 A86 A62 A70 A178

25 A60 A74 A4 A155

26 A21 A12 A18 A158

27 A54 A26 A13 A193

28 A11 A13 A16 A152

29 A34 A176

30 A77

31 A59

32 A96

Keterangan: BBT: bobot polong basah , JPT: jumlah polong total, JPB: jumlah polong bernas, BKT: bobot polong kering total, BKB: bobot polong kering bernas.


(5)

RINGKASAN

DITA ACTARIA. Evaluasi Galur-Galur Kacang Bogor

(Vigna subterranea (L.) Verdcourt) Asal Sukabumi (Dibimbing oleh

ENDANG SJAMSUDIN dan YUDIWANTI WAHYU E.K.).

Kacang bogor (bambara groundnut) memiliki potensi sebagai tanaman yang berprotein tinggi dan tahan terhadap cekaman kekeringan. Namun, potensi tersebut masih belum dikembangkan di Indonesia. Pembentukan populasi kacang bogor, sebagai tahap awal pemuliaan, telah dilaksanakan pada percobaan sebelumnya dengan menggunakan benih dari Sukabumi dengan jumlah 200 galur yang berasal dari 200 tanaman. Seratus galur memiliki jumlah polong yang banyak dan dapat diulang (populasi jumlah polong banyak) serta 100 galur yang lain memiliki jumlah polong sedikit sehingga tidak dapat diulang (populasi jumlah polong sedikit) yang tidak dapat dianalisis dengan rancangan lingkungan biasa. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengevaluasi kemampuan menghasilkan polong dari galur-galur yang memiliki jumlah polong sedikit dan galur-galur yang memiliki jumlah polong yang banyak dari 200 tanaman yang berasal percobaan sebelumnya. Oleh karena itu, digunakan rancangan augmented dengan rancangan lingkungan kelompok lengkap teracak.

Hipotesis yang diajukan adalah galur-galur tanaman dengan jumlah polong banyak akan menghasilkan zuriat dengan jumlah polong banyak, galur-galur tanaman dengan jumlah polong sedikit akan menghasilkan zuriat dengan jumlah polong sedikit, dan terdapat peubah non destruktif yang dapat digunakan untuk seleksi tidak langsung. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan serta di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman Kampus IPB Darmaga yang berlangsung pada bulan Maret hingga November 2011.

Pada peubah jumlah polong total, galur-galur tanaman dengan jumlah polong banyak dan galur-galur tanaman dengan jumlah polong sedikit pada percobaan sebelumnya akan menghasilkan zuriat dengan jumlah polong yang sama sebesar 59.5 polong. Populasi jumlah polong sedikit yang memiliki kisaran, nilai tengah, heritabilitas, dan keragaman yang lebih tinggi lebih baik untuk


(6)

iii

diseleksi daripada populasi jumlah polong banyak. Heritabilitas di atas 50% pada populasi jumlah polong sedikit dan heritabilitas di atas 30 % pada populasi jumlah polong banyak, menjadikan peubah jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot kering polong total, bobot kering bernas, dan bobot basah polong sebagai kriteria seleksi.

Intensitas seleksi yang dipilih pada populasi jumlah polong banyak adalah 25 % untuk peubah jumlah polong total dengan nilai tengah 59.33 polong dan nilai tengah harapan sebesar 65.46 polong; 25 % untuk bobot kering total dengan nilai tengah 30.29 g dan nilai tengah harapan sebesar 35.27 g; intensitas 30 % untuk peubah bobot basah dengan nilai tengah 109 g dan nilai tengah harapan sebesar 123.15 g; 30 % untuk jumlah polong bernas dengan nilai tengah 38.67 polong dan nilai tengah harapan sebesar 43.72 polong; serta 35 % untuk peubah bobot kering bernas dengan nilai tengah 28.44 g dan nilai tengah harapan sebesar 32.32 g. Intensitas seleksi yang dipilih pada populasi jumlah polong sedikit adalah sebesar 35 % untuk peubah bobot basah dengan nilai tengah 119 g dan nilai tengah harapan sebesar 182.69 g; 15 % untuk jumlah polong total dengan nilai tengah 60.32 polong dan nilai tengah harapan sebesar 80.84 polong; 15 % untuk jumlah polong bernas dengan nilai tengah 40.59 polong dan nilai tengah harapan sebesar 61.60 polong; 20 % untuk bobot kering polong total dengan nilai tengah 34.13 g dan nilai tengah harapan sebesar 54.04 g; serta 20 % untuk bobot kering bernas dengan nilai tengah 32.06 g dan nilai tengah harapan sebesar 51.21 g. Selain itu, perbaikan produksi polong kering dan basah dapat dilakukan dengan seleksi tidak langsung pada peubah diameter kanopi.