Karakterisasi Galur Mutan Gandum

(1)

KARAKTERISASI GALUR MUTAN GANDUM

(

Triticum aestivum

L.)

PADA DAERAH DATARAN RENDAH TROPIS

CHAERUL MALIK

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

KARAKTERISASI GALUR MUTAN GANDUM

(

Triticum aestivum

L.)

PADA DAERAH DATARAN RENDAH TROPIS

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

CHAERUL MALIK

106095003196

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis” yang ditulis oleh Chaerul Malik, NIM 106095003196 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam siding Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Maret 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui:

Penguji I, Penguji II,

Fahma Wijayanti, M.Si Megga R. Pikoli, M.Si NIP.19690317 200312 2 001 NIP.19720322 200212 2 002

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc Dasumiati, M.Si NIP.19581013 198303 1 002 NIP.19730923 199903 2 002

Mengetahui:

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis. DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud. NIP. 19680117 200112 1001 NIP. 19690404 200501 2 005


(4)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Maret 2011 Chaerul Malik 106095003196


(5)

ABSTRAK

Chaerul Malik. Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis.

Gandum merupakan jenis tanaman sereal yang menjadi sumber bahan pangan penting di dunia. Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat konsumsi gandum yang tinggi. Perkembangan gandum di Indonesia sangat lambat sehingga Indonesia masih harus mengimpor gandum dari negara lain. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai September 2010 di SEAMEO Biotrop, Bogor dan BATAN Pasar Jumat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperlajari beberapa karakter morfologi galur mutan gandum, melihat pengaruh ketinggian tempat dan vernalisasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan galur mutan gandum di daerah dataran rendah tropis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK), dengan tiga blok sebagai ulangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa galur mutan CBD 17 adalah salah satu galur mutan yang berpotensi baik untuk dikembangkan di dearah dataran rendah tropis dibandingkan enam galur mutan lainnya. Galur mutan ini memiliki beberapa karakter morfologi yang baik seperti tinggi 59,52 cm, umur genjah (85,67 hari), jumlah biji per malai yang cukup tinggi (23,07 biji) dan memiliki berat biji per rumpun tertinggi (2,5 g) melebihi ketiga varietas kontrol.

Kata kuci: Galur mutan gandum, Karakter morfologi, Ketinggian tempat dan Vernalisasi.


(6)

Chaerul Malik. Characterization Of Wheat Mutant Lines (Triticum aestivum L.) At Tropical Low Land.

Wheat is the important cereals that used for foodstuff in the world. Indonesia is one of country with height level of wheat consuming. Indonesia development wheat was to late in order to always import wheat from another country. This research carried out on April until September 2010 in SEAMEO Biotrop, Bogor and BATAN Pasar Jumat. The aim of this research was to study about characteristic of morphology wheat mutant lines in tropical low land, see the effect of place elevation and vernalization in growth and development wheat mutant lines. Method of the research is randomized complete block design (RCBD) with three blocks as repeating. The experimental results showed that among of another six mutant line, the mutant line of CBD 17 had a good potential to develop in tropical low land. It had some good characteristic morphology such as, plant high 59,52 cm, lower age (85,67 days), highest number of grain per spike (23,07 seeds) and produced highest grain per clump (2,5 g) more than three varieties of control.

Key words: Wheat mutant lines, Characteristic of morphology, The elevation of place and Vernalization


(7)

Bismillaahirrahmaanirrahiim

“Persembahan Untuk Ayah dan Ibu”

Bersama do’a mu ayah dan ibu aku menuju ilmu

Bersama tangismu ayah dan ibu aku berlalu

Bersama harapmu ayah dan ibu aku tertuju

Bersama kasihsayangmu ayah dan ibu aku rindu

Lima tahun tak jadi berlalu

Waktu memisah dan menyatu

Bersama 23 orang penuntut ilmu

Aku berjibaku

Jatuh bangun melawan waktu

Menapaki hiruk pikuk dan lika-liku ilmu

Di kota central tempat para penjuru negeri mengadu

Kini dapatku persembahkan untuk mu ayah dan ibu

Jeripayah dan tanggungjawabku

Sebuah karya yang ku tulis dengan tinta cintamu

Anugrah Allah yang Maha Tahu

Inilah keringat dan jeripayahmu ayah dan ibu

Inilah doa dan linangan air mata malammu ibu

Inilah harapanmu ayah dan ibu

Inilah baktiku pada mu ayah dan ibu

Jangan pernah berhenti keningmu tuk selalu menunduk dalam malammu

ibu

Jangan pernah surut sungai di kelopak matamu mengalirkan do’a ibu

Jangan pernah berhenti bibir mu berharap oh ayah dan ibu

Sampai dunia kurengkuh untuk mu

Sampai Surga ku bawakan untuk mu

Oh ayah dan Ibuku.

Skripsi ini ku persembahkan

untuk Ayah dan Ibundaku Tercinta


(8)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan, arahan dan masukan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat mengatasi semua halangan dan rintangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan jiwa, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku ketua Program Studi Biologi

3. Kepala PATIR BATAN Ps. Jumat yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di BATAN.

4. Bapak Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc selaku pembimbing yang banyak mengarahkan dan membimbing penulis dari awal hingga akhir.

5. Ibu Dasumiati, M.Si selaku pembimbing sekaligus Penasehat Akademik yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis baik dalam menjalani kuliah maupun skripsi.

6. Ir. Junaidi, M.Si dan Ibu Priyanti M.Si selaku penguji seminar proposal dan seminar hasil, yang banyak memberikan arahan dan masukan bagi penulis.

7. Ibu Fahma Wijayanti, M.Si dan Ibu Megga R. Pikoli, M.Si selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.

8. Ka Wijaya M. Indriatama, S.Si yang telah banyak membimbing, membantu dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(9)

9. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah henti-hentinya mendoakanku dengan begitu banyak linangan air mata dalam sujud malammu dan kerja keras setiap hari demi kesuksesan anaknya.

10.Kakakku (Abu Yazid) yang selalu memotivasi dan menjadi inspirasiku baik dalam menjalani kehidupan di Jakarta, kuliah dan skripsi ini. Dan kepada adik-adikku (Dewi dan Zakaria) tersayang yang selalu membuatku bersemangat dan tergerak untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Keluarga besar Biologi 2006 (Istianah, Zihan, Nurkhasanah, Nurul, Yelvi, Adeng, Deden, Apdus, Ipin, Muhe, Iqbal, Eko, Bams, Ryan, Rina, Astri, Nita, Lidia, Nana, Fitri, Anggi, Hera dan Gelenk) yang selalu ada disaat duka menyerta, selalu ada saat dipinta dan selalu tersenyum disaat termenung, kalian semua takan pernah tergantikan dihati penulis.

12.Epo Nur Wahyuni, S.Si yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

13.Sahabat TPA Comunity (Mang Andi, Mang Pian, Mang Abu, Mang Rachmat Kabir, Harid Isnaeni, Rahmat Vario, Bang Jack, Aziz dan Matsani) yang selalu menyemangati dan memotivasi penulis (Terbaik). Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis namun tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis mengakui skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kemajuan penulis.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 21 Maret 2011

Chaerul Malik


(10)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI .. ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Kerangka Berfikir ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) ... 6

2.1.1. Deskripsi tanaman gandum ... 6

2.1.2. Syarat tumbuh Gandum ... 9

2.1.3. Klasifikasi gandum ... 12

2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum ... 13


(11)

2.2.2. Batang ... 14

2.2.3. Daun ... 15

2.2.4. Bunga ... 17

2.2.5. Biji ... 19

2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi ... 20

2.3.1. Induksi mutasi dengan sinar gamma ... 22

2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan ... 23

2.3.3. Pengujian galur mutan ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1. Waktu dan Tempat ... 26

3.2. Alat dan Bahan ... 26

3.3. Metode Penelitian ... 26

3.3.1. Persiapan lahan ... 27

3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan ... 27

3.3.3. Pengamatan variabel ... 28

3.4. Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Pertumbuhan Tanaman ... 31

4.1.1. Tinggi tanaman ... 33

4.1.2. Jumlah anakan ... 36

4.2. Daun ... 38


(12)

4.3.2. Jumlah biji per malai ... 45

4.3.3. Jumlah spikelet ... 49

4.4. Umur Berbunga dan Umur Panen ... 50

4.4.1. Umur berbunga ... 50

4.4.2. Umur panen ... 52

4.5. Biji ... 55

4.5.1. Berat biji per rumpum ... 55

4.5.2. Berat 1000 biji ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1. Kesimpulan ... 60

5.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 66


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10

genotip gandum ... 34 Tabel 2. Rata-rata jumlah daun, panjang helai daun, panjang upih daun, dan

lebar daun ... 39 Tabel 3. Rata-rata panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah spikelet

dan persentase biji hampa ... 43 Tabel 4. Umur berbunga dan umur panen ... 51 Tabel 5. Berat rata-rata biji per rumpum dan berat rata-rata 1000 biji ... 56


(14)

Halaman

Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum ... 15

Gambar 2. Biji gandum ... 20

Gambar 3. Pemuliaan mutasi dengan teknik mutasi ... 21

Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman gandum ... 32

Gambar 5. Malai gandum ... 42

Gambar 6. Malai 10 genotip gandum ... 44

Gambar 7. Malai normal, malai yang terserang burung, dan malai yang terserang jamur ... 48

Gambar 8. Biji pada spikelet ... 50

Gambar 9. Bunga galur CBD 24 dan varietas Dewata pada minggu ke-6 ... 52

Gambar 10. Sepuluh sampel genotip gandum setelah dipanen ... 53


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Denah penanaman gandum di SEAMEO Biotrop, Bogor ... 66

Lampiran 2. Data klimatologi BMKG Bogor dan Peta lokasi BATAN Pasar Jumat ... 67

Lampiran 3. Tabel analisis sidik ragam rancangan acak kelompok (RAK) .. 68

Lampiran 4. Sertifikat pengujian tanah ... 71

Lampiran 5. Surat permohonan riset ... 73

Lampiran 6. Surat balasan dari BATAN Pasar Jumat ... 74


(16)

i Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan, arahan dan masukan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat mengatasi semua halangan dan rintangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan jiwa, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku ketua Program Studi Biologi

3. Kepala PATIR BATAN Ps. Jumat yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di BATAN.

4. Bapak Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc selaku pembimbing yang banyak mengarahkan dan membimbing penulis dari awal hingga akhir.

5. Ibu Dasumiati, M.Si selaku pembimbing sekaligus Penasehat Akademik yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis baik dalam menjalani kuliah maupun skripsi.

6. Ir. Junaidi, M.Si dan Ibu Priyanti M.Si selaku penguji seminar proposal dan seminar hasil, yang banyak memberikan arahan dan masukan bagi penulis.

7. Ibu Fahma Wijayanti, M.Si dan Ibu Megga R. Pikoli, M.Si selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.

8. Ka Wijaya M. Indriatama, S.Si yang telah banyak membimbing, membantu dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(17)

ii

9. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah henti-hentinya mendoakanku dengan begitu banyak linangan air mata dalam sujud malammu dan kerja keras setiap hari demi kesuksesan anaknya.

10.Kakakku (Abu Yazid) yang selalu memotivasi dan menjadi inspirasiku baik dalam menjalani kehidupan di Jakarta, kuliah dan skripsi ini. Dan kepada adik-adikku (Dewi dan Zakaria) tersayang yang selalu membuatku bersemangat dan tergerak untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Keluarga besar Biologi 2006 (Istianah, Zihan, Nurkhasanah, Nurul, Yelvi, Adeng, Deden, Apdus, Ipin, Muhe, Iqbal, Eko, Bams, Ryan, Rina, Astri, Nita, Lidia, Nana, Fitri, Anggi, Hera dan Gelenk) yang selalu ada disaat duka menyerta, selalu ada saat dipinta dan selalu tersenyum disaat termenung, kalian semua takan pernah tergantikan dihati penulis.

12.Epo Nur Wahyuni, S.Si yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

13.Sahabat TPA Comunity (Mang Andi, Mang Pian, Mang Abu, Mang Rachmat Kabir, Harid Isnaeni, Rahmat Vario, Bang Jack, Aziz dan Matsani) yang selalu menyemangati dan memotivasi penulis (Terbaik). Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis namun tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis mengakui skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kemajuan penulis.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 21 Maret 2011

Chaerul Malik


(18)

iii

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI .. ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Kerangka Berfikir ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) ... 6

2.1.1. Deskripsi tanaman gandum ... 6

2.1.2. Syarat tumbuh Gandum ... 9

2.1.3. Klasifikasi gandum ... 12

2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum ... 13


(19)

iv

2.2.2. Batang ... 14

2.2.3. Daun ... 15

2.2.4. Bunga ... 17

2.2.5. Biji ... 19

2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi ... 20

2.3.1. Induksi mutasi dengan sinar gamma ... 22

2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan ... 23

2.3.3. Pengujian galur mutan ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1. Waktu dan Tempat ... 26

3.2. Alat dan Bahan ... 26

3.3. Metode Penelitian ... 26

3.3.1. Persiapan lahan ... 27

3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan ... 27

3.3.3. Pengamatan variabel ... 28

3.4. Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Pertumbuhan Tanaman ... 31

4.1.1. Tinggi tanaman ... 33

4.1.2. Jumlah anakan ... 36

4.2. Daun ... 38


(20)

v

4.3.2. Jumlah biji per malai ... 45

4.3.3. Jumlah spikelet ... 49

4.4. Umur Berbunga dan Umur Panen ... 50

4.4.1. Umur berbunga ... 50

4.4.2. Umur panen ... 52

4.5. Biji ... 55

4.5.1. Berat biji per rumpum ... 55

4.5.2. Berat 1000 biji ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1. Kesimpulan ... 60

5.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 66


(21)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10

genotip gandum ... 34 Tabel 2. Rata-rata jumlah daun, panjang helai daun, panjang upih daun, dan

lebar daun ... 39 Tabel 3. Rata-rata panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah spikelet

dan persentase biji hampa ... 43 Tabel 4. Umur berbunga dan umur panen ... 51 Tabel 5. Berat rata-rata biji per rumpum dan berat rata-rata 1000 biji ... 56


(22)

vii

Halaman Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum ... 15 Gambar 2. Biji gandum ... 20 Gambar 3. Pemuliaan mutasi dengan teknik mutasi ... 21 Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman gandum ... 32 Gambar 5. Malai gandum ... 42 Gambar 6. Malai 10 genotip gandum ... 44 Gambar 7. Malai normal, malai yang terserang burung, dan malai yang

terserang jamur ... 48 Gambar 8. Biji pada spikelet ... 50 Gambar 9. Bunga galur CBD 24 dan varietas Dewata pada minggu ke-6 ... 52 Gambar 10. Sepuluh sampel genotip gandum setelah dipanen ... 53 Gambar 11. Morfologi biji 10 genotip gandum ... 58


(23)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Denah penanaman gandum di SEAMEO Biotrop, Bogor ... 66 Lampiran 2. Data klimatologi BMKG Bogor dan Peta lokasi BATAN Pasar

Jumat ... 67 Lampiran 3. Tabel analisis sidik ragam rancangan acak kelompok (RAK) .. 68 Lampiran 4. Sertifikat pengujian tanah ... 71 Lampiran 5. Surat permohonan riset ... 73 Lampiran 6. Surat balasan dari BATAN Pasar Jumat ... 74 Lampiran 7. Surat izin permohonan minta data ... 75


(24)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gandum (Triticum aestivum L.) adalah salah satu tanaman yang berasal dari daerah subtropis. Tanaman ini termasuk salah satu golongan serealia dari famili

Gramineae (Budiarti, 2005). Gandum merupakan bahan baku tepung terigu yang banyak digunakan untuk pembuatan berbagai jenis produk makanan seperti roti, mie, kue, biskuit dan makanan ringan lainnya (Wiyono, 1980).

Beberapa varietas gandum yang sudah dihasilkan dan dilepas adalah Dewata, Selayar, dan Nias. Namun, produksinya saat ini masih belum dapat mencukupi kebutuhan nasional, sehingga sampai saat ini pemerintah masih harus mengimpor gandum dari negara lain untuk menutupi kekurangan tersebut. Menurut PT Media Data Riset pada tahun 2009, konsumsi tepung terigu nasional

sebesar 4,6 juta ton. Sedangkan menurut ketua umum asosiasi produsen tepung

terigu indonesia (Aptindo) Franciscus Welirang, konsumsi terigu nasional pada tahun 2010 mencapai 4,38 juta ton atau setara 5,85 juta ton gandum.

Ada beberapa hal yang menyebabkan kurang berhasilnya produksi gandum di Indonesia, diantaranya karena beberapa varietas gandum yang telah dilepas belum ada yang bisa tumbuh baik pada daerah dataran rendah tropis. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Djoko Murdono Kepala Pusat Studi Gandum Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Jawa Tengah, dalam Koran Jakarta edisi 20 Maret 2010 yang menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada varietas gandum yang direkomendasikan untuk dataran rendah (belum


(25)

2

ada varietas gandum yang bisa ditanam di daerah dataran rendah). Sementara itu menurut Pringgohandoko dan Suryawati (2006), ketersedian lahan di daerah dataran tinggi di Indonesia tidak tersedia cukup luas untuk budidaya gandum dengan sekala ekonomis, dibandingkan lahan yang tersedia pada daerah dataran rendah (250-400 m dpl). Oleh karena itu perlu dilakukan pemuliaan untuk mendapatkan varietas-varietas gandum yang bisa tumbuh baik di dataran rendah tropis. Salah satunya adalah dengan pemuliaan mutasi.

Pemuliaan mutasi adalah bentuk pemuliaan tanaman yang memanfaatkan radiasi (gelombang elektromagnetik) dan juga senyawa-senyawa kimia yang dapat menyebabkan mutasi, untuk meningkatkan keragaman sifat tanaman. Teknik ini banyak digunakan oleh negara-negara maju. Tidak sedikit tanaman unggul yang dihasilkan dengan menggunakan teknik ini, salah satunya adalah tanaman gandum. Pemulian tanaman gandum dengan teknik radiasi dilakukan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman gandum itu sendiri. Dengan keragaman genetik yang tinggi, para pemulia tanaman dapat melakukan seleksi untuk mendapatkan jenis gandum yang memiliki karakter (sifat) yang diinginkan (dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis). Untuk itu perlu dilakukan pengamatan mengenai karakter-karakter morfologi tanaman gandum yang ditanam di daerah dataran rendah tropis (karakterisasi).

Melihat fakta di atas dan betapa pentingnya gandum untuk ketahanan pangan nasional, maka penelitian mengenai “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis” perlu dilakukan. Galur mutan gandum yang memiliki karakter yang baik dengan produksi tinggi


(26)

berpotensi sebagai gandum tropis, dan dapat dibudidayakan secara luas untuk mencukupi kebutuhan gandum nasional.

1.2. Rumusan Masalah

Gandum dapat tumbuh di Indonesia, bahkan beberapa varietas gandum telah berhasil dilepas sebagai varietas gandum nasional dengan nama Dewata, Selayar, dan Nias. Ketiga varietas ini merupakan varietas gandum dataran tinggi, namun lahan yang tersedia di dataran tinggi sangat terbatas jika dibandingkan dengan lahan yang tersedia di dataran rendah. Selain itu terbatasnya penelitian gandum mengakibatkan sampai saat ini belum ada varietas gandum yang bisa beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis. Masalah utama yang dihadapi para pemulia tanaman gandum adalah tanaman gandum sulit tumbuh dan cenderung sulit untuk membentuk biji di daerah dataran rendah tropis.

1.3. Hipotesis

a. Diantara galur-galur mutan gandum yang ditanam, terdapat galur mutan gandum yang dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis. b. Ketinggian tempat dan vernalisasi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan


(27)

4

1.4. Tujuan Penelitian

a. Mempelajari beberapa karakteristik morfologi galur-galur mutan gandum pada daerah dataran rendah tropis untuk mendukung program pemuliaan gandum.

b. Melihat pengaruh ketinggian tempat dan vernalisasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan galur mutan gandum.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Dengan mengetahui karakteristik morfologi galur mutan gandum yang dihasilkan, maka kita dapat mengetahui apakah galur mutan gandum yang ditanam pada dataran rendah tropis termasuk gandum yang memiliki karakter yang adaptif atau tidak, sehingga penelitian ini bisa menjadi acuan bagi pemulia tanaman untuk membantu proses seleksi galur mutan tanaman gandum.

b. Mendukung program pemuliaan gandum untuk mendapatkan varietas gandum yang dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis dan galur-galur mutan gandum yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai plasma nutfah, sehingga dapat menambah koleksi plasma nutfah gandum yang ada.


(28)

1.6. Kerangka Berfikir Peningkatan jumlah penduduk Peningkatan kebutuhan pangan (gandum) Impor gandum meningkat (tinggi) Produksi gandum nasional Peningkatan devisa negara yang keluar  Keterbatasan lahan

 Bersaing dengan komoditas lain

 Keterbatasan benih/var

Karakterisasi galur mutan gandum tropis (Triticum aestivum L.) pada daerah dataran rendah

Plasma nutfah gandum  Materi introduksi  Var. lokal: Dewata,

Selayar dan Nias.

Pemuliaan Mutasi (gandum dataran rendah)

Uji Multi Lokasi

Gandum adalah sumber bahan pangan penting

Pelepasan varietas gandum

Seleksi Galur harapan Perbanyakan benih


(29)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) 2.1.1. Deskripsi tanaman gandum

Gandum merupakan tanaman pangan penting di dunia. Dua puluh persen dari bahan makanan (kalori) yang dikonsumsi di dunia berasal dari gandum, 20% beras, dan 60% lainya adalah jagung, kentang, dan lain-lain. Gandum memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis sereal lainnya, yaitu kandungan protein gandum lebih tinggi dibandingkan dengan padi dan jagung, begitu pula dengan asam-asam amino yang terdapat pada gandum lebih lengkap dan lebih besar jumlahnya dibandingkan keduanya (Wiyono, 1980).

Gandum tumbuh baik di daerah subtropis. Namun demikian gandum memiliki toleransi pada iklim yang luas. Oleh karenanya gandum dapat dibudidayakan di berbagai negara, termasuk Indonesia (tropis). Faktor utama yang menjadi kendala budidaya gandum pada daerah iklim tropis seperti Indonesia adalah suhu udara dan curah hujan. Kedua faktor iklim ini membatasi cocok tidaknya suatu lokasi untuk penanaman gandum (Wiyono, 1980).

Gandum adalah tanaman semusim yang dapat tumbuh dari permukaan laut sampai 3000 m dpl di daerah temperet (Dahlan, 2010). Gandum termasuk ke dalam family Gramineae, genus Triticum, dan spesies Triticum aestivum L. Di Indonesia gandum telah ditanam di beberapa propinsi antara lain Sulawesi Selatan (Malino), Jawa Timur (Tosari), Jawa Tengah (Salatiga) dan Sumatra Barat (Sukarami) (Dahlan, 2010).


(30)

Sebagai sumber bahan pangan yang sangat penting gandum memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lainnya seperti padi. Gandum dapat beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim yang luas, dapat tumbuh diberbagai daerah di seluruh dunia, bernilai ekonomis, dan memiliki hasil panen yang bagus walaupun di bawah kondisi tanpa pemupukan (Ahmad et al, 2009).

Gandum merupakan sumber pangan terpenting di Indonesia setelah padi. Sebagian besar makanan yang biasa dijumpai setiap hari seperti mie, roti, biskuit, donat, cookies, dan yang lainnya, berbahan dasar gandum. Gandum memiliki senyawa gluten yang tidak dimiliki oleh tanaman lainnya, yang membuat keunggulan daya kembang pada tepung gandum (Budiarti, 2005). Selain itu gandum juga kaya akan karbohidrat dan protein. Dalam setiap 100 gram gandum terkandung 3,1 mg zat besi dan 36 mg kalsium yang bermanfaat, antara lain dapat menyembuhkan penyakit jantung koroner dan darah tinggi (Mahardika, 2010).

Selain untuk bahan dasar pembuatan makanan, gandum juga bisa dijadikan untuk pakan ternak (gabah, dedak, dan bungkil), industri kerajinan, hiasan, lem, dan pembutan kertas (Anonim, 2007). Umumnya gandum yang biasa dijadikan sebagai bahan pakan ternak adalah jenis gandum yang memiliki kualitas rendah. Manfaat lain dari gandum adalah dapat dijadikan sebagai sumber minuman beralkohol, seperti bir (James, 1983).

Berapa jenis gandum yang telah berhasil dilepas sebagai varietas gandum nasional diantaranya adalah varietas Dewata, Selayar dan Nias. Ketiga varietas ini merupakan jenis gandum dataran tinggi (tumbuh baik pada daerah sejuk). Akan tetapi ketiganya memiliki ciri khas yang berbeda satu sama lain.


(31)

8

a. Varietas Dewata

Berdasarkan hasil Keputusan Menteri Pertanian nomor 174/Kpts/LB.240/3/2004 gandum varietas Dewata adalah varietas unggul. Dewata merupakan varietas gandum yang diintroduksi dari India. Pada dataran tinggi (>1000 m dpl) gandum varietas ini berbunga pada umur ± 82 hari setelah tanam (hst) dengan umur masak 129 hst, sedangkan pada daerah dataran rendah ± 55 hst dengan umur masak 90 hst. Gandum varietas Dewata memiliki batang yang kompak, warna daun hijau, dan terdapat bulu-bulu (trikom) yang berwarna hijau. Biji gandum varietas Dewata berwarna kuning kecoklatan. Panjang malainya ± 11cm. Setiap malai menghasilkan ± 47 butir biji gandum. Kandungan protein yang terdapat pada biji gandum Dewata 13,94%, maltose 3,19% dan gluten 12,9%.

b. Varietas Selayar

Gandum varietas Selayar berasal dari galur HHAHN/2*WEAVER introduksi dari CIMMYT (Dahlan, 2010). Selayar merupakan jenis gandum yang tumbuh baik pada dataran tinggi di atas 1000 m dpl. Pada dataran tinggi, varietas Selayar memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan varietas Dewata yaitu ± 125 hari. Biji varietas Selayar berwarna kuning kecoklatan. Kandungan protein yang terdapat pada biji selayar yaitu sekitar 11,7%, maltosa 1,9%, dan gluten 9,3% (Syuryawati et al, 2007).

c. Varietas Nias

Varietas gandum Nias merupakan salah satu varietas unggul yang pertama kali dilepas sebagai varietas gandum nasional. Varietas ini dilepas oleh Balitsereal


(32)

pada tahun 2003 dengan potensi hasil 2 ton/ha. Varietas Nias tumbuh baik pada daerah dataran tinggi di atas 1000 m dpl, sama seperti varietas Dewata dan Selayar. Tetua varietas ini berasal dari Thailand. Pada daerah dataran tinggi (1450 dpl) tinggi tanaman varietas ini ± 74 cm, jumlah anakan 15,67, panjang malai ± 10 cm, umur berbunga ± 74 hari, dan umur panen ± 114 hari (Soeranto, 2007).

2.1.2. Syarat tumbuh gandum

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, gadum bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia serta mempunyai peluang untuk pengembangannya (Budiarti, 2005). Namun demikian hasil produksinya masih kurang jika dibandingkan dengan di negara asalnya. Menurut Samekto (2008), tanaman gandum varietas DWR 162 tetua gandum varietas Dewata dapat tumbuh baik pada ketinggian 400 m dpl, dengan hasil produksi 2,579 ton/ha.

Pertumbuhan gandum sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keasaman (pH) tanah, kelembaban, curah hujan, intensitas cahaya, dan yang lainnya. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih (Amilla, 2009). Fase pertumbuhan tanaman gandum dapat dibagi ke dalam pembentukan anakan, pemanjangan batang, keluar malai dan penuaan biji (Dahlan, 2010). Fase-fase ini akan berjalan dengan baik (optimal) apabila semua kebutuhannya tercukupi dengan baik.

Keasamaan (pH) tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum karena pH sangat berhubungan dengan ketersedian unsur hara. Pada pH yang rendah


(33)

10

ketersediaan N, P, K, S, Mg, Ca, dan Mo sangat rendah, sedangkan pada pH yang sangat tinggi P, K, S, B, dan Mo cukup banyak (Agustina, 2004). Gandum tidak menyukai pH yang rendah (terlalu asam) dan basa. Kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan gandum adalah antara 6 - 8 (Samekto, 2008). Pada kondisi pH 6 - 7 mikroorganisme tanah sangat aktif melakukan penguraian bahan organik dan membantu cepatnya ketersedian unsur hara di dalam tanah (Agustina, 2004).

Selain pH, kelembaban dan curah hujan juga sangat mempengaruhi pertumbuhan gandum. Kondisi lingkungan yang lembab sangat tidak menguntungkan untuk pertumbuhan gandum (James, 1983). Secara umum gandum membutuhkan air dan kelembaban lebih rendah dari pada tanaman pangan tropis (Dahlan, 2010). Kelembaban rata-rata untuk pertumbuhan gandum adalah 80-90%, dengan curah hujan 600-825 mm/tahun (Anonim, 2007). Kelembaban sangat berhubungan dengan curah hujan. Semakin tinggi curah hujan maka semakin tinggi pula kelembabannya. Curah hujan yang terlalu tinggi akan mengganggu proses pembungaan, karena dapat menurunkan aktivitas serangga penyerbuk dan menyebabkan kepala putik dan tepung sari menjadi busuk (Amilla, 2009).

Setiap tanaman yang sedang dalam fase pertumbuhan sangat membutuhkan intensitas cahaya yang cukup. Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, gandum membutuhkan intensitas penyinaran 9-12 jam/hari. Cahaya matahari adalah faktor kunci dalam pembentukan asimilat saat fotosintesis. Kekurangan cahaya matahari akan menghambat pembentukan asimilat yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhannya (Gardner et al, 1991).


(34)

Di samping beberapa faktor di atas, ketinggian tempat (ketinggian dari permukaan air laut) juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman gandum. Semakin tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu udaranya atau udaranya semakin dingin dan semakin rendah daerahnya maka semakin tinggi suhu udaranya atau udaranya semakin panas (Amila, 2009). Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah dataran rendah jika berada pada ketinggian 250-400 m di atas permukaan laut (dpl) (Pringgohandoko dan Syuryawati, 2006). Sedangkan daerah dataran tinggi adalah daerah yang berada pada ketinggian di atas 800 m dpl.

Umumnya gandum yang ditanam di dataran rendah memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan dengan tanaman gandum yang ditanam di dataran tinggi. Menurut Anonim (2007), gandum yang ditanam di daerah dataran rendah siap panen apabila tanaman telah berumur ± 90, berumur ± 107 hari untuk dataran menengah, dan ± 112 hari untuk untuk dataran tinggi. Ini menunjukan adanya perbedaan faktor lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum. Faktor pembatas pertumbuhan gandum di dataran rendah adalah cekaman lingkungan abiotik antara lain suhu tinggi dan kekeringan (Pringgohandoko dan Suryawati, 2006).

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum adalah suhu. Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi bunga, pertumbuhan dan diferensiasi perbungaan (inflorescence), mekar bunga, munculnya serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih (Amila, 2009). Suhu tinggi setelah pembungaan pada umumnya berpengaruh jelek terhadap


(35)

12

proses pengisian biji (Dahlan, 2010). Akan tetapi tidak untuk pertumbuhan tanaman, karena suhu yang tinggi sangat dibutuhkan tanaman pada masa awal petumbuhan agar pertumbuhannya tidak terhambat (Nasution, 2009).

2.1.3. Klasifikasi Gandum

Gandum dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yaitu, diploid (n=7), tetraploid (n=14) dan hexaploid (n=21). Gandum Triticum aestivum L. (common wheat) adalah hexaploid mempunyai 3 genome, T. compactum Host (club wheat) adalah tetraploid, dan T. durum (durum wheat) diploid (Dahlan, 2010). Selain itu gandum juga dapat diklasifikasi berdasarkan waktu tanam dan berdasarkan sifat agronomin dan tekturnya.

Berdasarkan waktu tanamannya gandum diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu winterdan spring wheat (gandum musim dingin dan musim semi). Gandum musim dingin (winter wheat) adalah jenis gandum yang ditanam pada musim dingin, sedangkan Spring wheat adalah gandum yang ditanam pada musim semi. Jenis gandum musim semi ini adalah jenis yang sesuai dengan daerah tropis. Produksi gandum musim semi lebih rendah dibandingkan dengan gandum musim dingin (Dahlan, 2010).

Berdasarkan sifat agronomi dan teksturnya, gandum dibagi menjadi dua, yaitu hard wheat dan soft wheat. Hard wheat adalah gandum yang memiliki kandungan protein 11-17% cocok untuk pembuatan roti, sedangkan soft wheat

adalah gandum yang memiliki kadar protein 6-11% dan gluten yang lemah (weak gluten) sehingga cocok untuk pembuatan cake, cookies, biskuit (Dahlan, 2010).


(36)

2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum

Karakterisasi merupakan salah satu cara untuk mengkategorikan atau mengidentifikasi tanaman sesuai dengan karakter (ciri) morfologi yang muncul/tampak. Beberapa karater yang sering digunakan dalam penelitian karakterisasi adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah malai (untuk tanaman gandum), berat biji perumpun, berat 1000 biji (Budiarti, 2005) dan lain-lain. Suatu varietas gandum dapat dikategorikan unggul apabila memiliki karakter yang baik. Untuk mengetahui hal itu perlu dilakukan pengamatan mengenai karakter-karakter morfologi dari tanaman gandum dengan mengkarakterisasi tanaman gandum tersebut.

2.2.1. Akar

Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-bahan penting lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gardner et al, 1991). Pada tanaman gandum jumlah akar yang dibentuk berasosiasi dengan jumlah daun pada bagian lateral batang (Klepper et al, 1984 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008 ). Kerusakan akar akan mempengaruhi pertumbuhan pucuk (Gardner et al, 1991).

Tanaman gandum memiliki sistem perakaran serabut seperti padi, tetapi akar gandum tidak tahan terhadap genangan air, karena dapat mengakibatkan kebusukan. Perkembangan nodus akar di bawah permukaan tanah bergantung


(37)

14

pada kedalaman biji saat penanaman (Hajichristodoulou et al, 1977 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Tanaman gandum dewasa memiliki dua tipe akar yang berbeda, yaitu akar seminal dan

nodal. Akar seminal adalah akar yang tumbuh dan berkembang dari awal perkembangan biji, sedangkan akar nodal adalah akar yang tumbuh pada waktu tertentu saat terjadi pertumbuhan kuncup (anakan) (Kirby, 2002).

2.2.2. Batang

Gandum termasuk dalam kelompok tanaman calmus, yaitu memiliki batang yang tidak keras, beruas-ruas, dan berongga (Gembong, 2003). Tanaman gandum dewasa memiliki batang utama yang menyokong daun-daun gandum yang tumbuh pada sisi berlawanan (berselang-seling)(Gambar 2) dan berulang pada setiap ruas yang disebut phytomer. Pada phytomer terdapat nadus, internodus, dan kuncup yang berada pada ketiak daun (Kirby, 2002). Pada saat berbunga, empat sampai lima ruas batang tanaman gandum bagian atas akan mengalami pemanjangan secara vertikal memisahkan daun-daun sebelah atas (Gardner et al, 1991). Pemanjangan ruas batang dimulai ketika sebagian besar lemma terinisiasi pembentukan stamen (benang sari) pada saat perkembangan spikelet, yang mana berkaitan erat dengan pembentukan bagian ujung dari spikelet. Pemanjangan ruas batang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan daun, pucuk dan bunga (Patrick, 1972 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008).


(38)

Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum

Sumber: The biology of Triticum aestivum L. em Thell.(bread wheat) Departement of Healt and Ageing Office of the Gene Technology Regulator, Australian Government.

Pada gandum musim semi bagian internodus yang ke empat merupakan bagian pertama yang mengalami pemanjangan, walaupun internodus yang berada di bagian bawah batang tetap pendek (Kirby dan Appleyard, 1981 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Pertumbuhan batang sangat dipengaruhi oleh cahaya, karena cahaya dapat mempengaruhi kerja auksin yang berperan pada pertumbuhan batang (Gardner et al, 1991).

2.2.3. Daun

Gandum memiliki bentuk daun linearis dan termasuk jenis daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari upih dan helai daun, tidak memiliki tangkai daun. Hal ini sesuai dengan pernyatan Wiyono (1980) yang menyatakan bahwa,


(39)

16

setiap daun gandum terdiri dari tangkai pelepah (upih daun), helai daun dan ligula dengan dua pasang daun telinga yang terletak pada dasar helai daun.

Struktur daun gandum terdiri dari pelepah (upih) dan helai daun yang terbentuk dari jaringan meristem yang terpisah. Permukaan daunnya rata, sempit, dengan panjang sekitar 20-38 cm dan lebar sekitar 1,3 cm (Duke, 1983). Bagian dasar helai daun yang berhubungan (bersambungan) dengan upih daun merupakan suatu struktur yang disebut dengan ligule dan auricle. Daun gandum dibentuk pada salah satu sisi batang gandum dan tersusun secara berselang-seling di setiap sisinya (Setter dan carlton, 2002 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Helai daun (lamina), pelepah atau tangkai dan ruas batang berasal dari jaringan meristem interkalar (Gardner et al, 1991).

Pada gandum musim semi, pertambahan panjang daun dimulai dari dasar daun sampai satu atau dua daun sebelum daun bendera (Kirby, 2002 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Karakteristik jumlah daun untuk gandum berkisar antara 7 sampai 9 (Gardner et al, 1991). Temperatur memiliki pengaruh besar terhadap penampakan (bentuk) dan perluasan daun. Suhu udara minimum yang dibutuhkan untuk peluasan daun kira-kira 0o C, suhu optimumnya 28oC, dan suhu maksimumnya >38oC (Kirby, 1983 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008).


(40)

2.2.4. Bunga

Bunga adalah organ yang terbentuk di awal fase generatif tanaman gandum. Terbentuknya bunga menandakan telah berakhirnya fase vegetatif tanaman gandum. Pembentukan primordia bunga terjadi atau dimulai karena adanya induksi pembungaan, yaitu suatu proses perubahan fisiologis internal yang mengakibatkan perubahan pola pertumbuhan yang berbeda secara morfologis (Mangoendidjojo, 2003). Beberapa faktor lingkungan yang dapat menginduksi pembungaan adalah intensitas cahaya dan suhu.

Intensitas cahaya (penyinaran) dapat mempengaruhi proses pembentukan bunga. Menurut Mangoendidjojo (2003), organ daun yang mendapatkan panjang penyinaran cukup (sesuai) akan mengakibatkan pembentukan senyawa florigen, yaitu senyawa tertentu yang merupakan prasyarat terjadinya rangkaian proses sebelum menjadi organ bunga. Selain intensitas cahaya, suhu juga memiliki peranan yang penting dalam menginisiasi pembentukan bunga. Gandum termasuk jenis tanaman yang membutuhkan suhu rendah (dingin) sebelum berbunga, yang dikenal dengan istilah vernalisasi. Gardner et al (1991) menyatakan bahawa gandum merupakan tanaman yang membutuhkan vernalisasi (periode dingin) agar dapat berbunga. Vernalisasi biasanya efektif antara 2-10oC. Respon terhadap suhu dingin ini bersifat kuantitatif (mutlak), artinya pembungaan akan terjadi atau pembungaan tidak akan terjadi.

Gandum memiliki bunga yang berbentuk malai. Malai merupakan bagian yang terdapat diujung batang. Malai tanaman gandum tersusun atas dua baris spikelet. Setiap spikelet berisi florets (bungan kecil/bakal bunga) yang tersusun


(41)

18

secara berlawanan pada tangkai bunga pusat seperti susunan daun pada batang utama (Setter dan carlton, 2000 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Setiap spikelet memiliki 2-5 bunga gandum (Duke, 1983). Floret gandum mempunyai stamen yang kecil dan menghasilkan sedikit serbuk sari (1000-3800 serbuk sari per bulir anther, 450,000 serbuk sari per tanaman), dibandingkan dengan tanaman sereal lainnya. Floret pada spikelet tertutupi oleh lemma dan pelea yang tersusun dari karpel (ovari dan stigma) dan tiga stamen dan anther (Setter dan carlton, 2000 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008).

Sebagian besar gandum bersifat kleistogami, dimana polen akan terpencar sebelum bunga terbuka. Penyerbukan bunga terjadi secara sendiri, namun dapat juga terjadi penyerbukan silang walaupun sangat kecil kemungkinannya. Umumnya, bunga gandum mengurangi nektar untuk mengurangi serbuan serangga (Eastham dan Sweet, 2002 dalam Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008), karena serangga dapat mengakibatkan terjadinya penyerbukan silang (Glover, 2002 dalam Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008).

Lamanya waktu yang dibutuhkan tanaman gandum untuk berbunga tergantung dari letak geografisnya. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Sandras dan Monzon (2006) dalam Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat) (2008) pada bulan Mei periode 1990-2000 di Narrabri, waktu yang dibutuhkan tanaman gandum dari mulai tanam sampai berbunga kira-kira 105-120 hari dan dari waktu berbunga sampai matang membutuhkan waktu 35-45 hari.


(42)

2.2.5. Biji

Biji gandum berbentuk oval dengan lipatan di bagian tengahnya, sehingga terlihat seperti biji dikotil. Bagian dorsal biji berbentuk bundar dan licin, sedangkan pada bagian ventralnya terdapat lipatan ke dalam (Kirby, 2002). Biji gandum tersusun atas bagian-bagian tertentu yang melingkupi bagian endospermanya (Gambar 2). Pada bagian luar biji terdapat lemma dan pelea yang melingkupi dan melindungi biji. Biji-biji gandum terdapat di dalam spikelet. Embrio pada biji gandum merupakan bagian biji yang menepel pada spkelet dan pada ujung bagian distalnya terdapat bulu halus (Kirby, 2002). Panjang biji gandum berkisar antara 3-10 mm dengan diameter 3-5 (Martin et al, 1976).

Pertumbuhan berat akhir biji tergantung pada spikelet dan letak/posisi floret

pada spikelet (Kirby, 1974; Simmons, 1987 dalam Biology of Triticum aestivum

L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Setiap malai gandum dapat mengasilkan (memproduksi) sekitar 30 sampai 50 biji walaupun banyaknya malai yang terbentuk tergantung pada jumlah kuncup (anakan) yang menghasilkan malai yang matang (produktif) (Tennant et al, 2000 dalam Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008).


(43)

20

Gambar 2. Biji Gandum

Sumber : http://www.bakeinfo.co.nz/school/school_info/wheat.php

2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi

Mutasi adalah perubahan genetik seperti jumlah kromosom atau susunan kromosom suatu makhluk hidup yang terjadi dalam waktu singkat dan bersifat

heritable (Soemardjo, 1988). Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam (spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced mutation). Mutasi spontan adalah mutasi yang terjadi tanpa campur tangan manusia, sedangkan mutasi induksi terjadi akibat adanya mutagen, yaitu substansi atau perlakuan yang dapat menyebabkan mutasi (Soemardjo, 1988). Pemuliaan tanaman gandum dengan teknik mutasi (Gambar 3) dimulai dengan memberikan suatu perlakuan mutagen (iradiasi sinar gamma) pada sampel (biji gandum) dan diakhiri dengan pengujian multi lokasi. Beberapa jenis mutagen yang sering digunakan pada teknik mutasi adalah mutagen fisika dan mutagen kimia.


(44)

Gambar 3. Pemuliaan gandum dengan teknik mutasi Sumber: infonuklir.com

a. Mutagen fisika (Radiasi)

Radiasi merupakan mutagen fisika yang biasa digunakan dalam teknik mutasi. Beberapa sumber radiasi yang paling banyak digunakan adalah sinar x dari alat Rontgen, sinar gama dari cobalt 60, sinar beta dari radioisotop, sinar neutron dari reaktor atom. Radiasi memiliki kekuatan daya tembus tinggi (kecuali sinar beta) dan banyak digunakan pada penelitian biologis untuk meradiasi tanaman atau hewan (Soemardjo, 1988).


(45)

22

b. Mutagen kimia

Mutagen kimia memiliki keunggulan dibandingkan dengan mutagen lainya. Ini disebabkan karena mutagen kimia lebih mudah digunakan dan terbukti lebih effektif. Beberapa mutagen kimia yang memiliki potensi dan banyak digunakan adalah ethylenemethamesulfonate (EMS), nitrosomethyl urea (NMU), dan nitrosoguanidine (NTG) (Soemardjo, 1988).

2.3.1. Mutasi induksi dengan sinar gamma

Mutasi induksi merupakan salah satu teknik pemuliaan yang banyak digunakan dalam pemuliaan tanaman saat ini. Tujuannya adalah untuk memperbesar keragaman genetik (Ismachin, 2006). Mutasi induksi adalah mutasi yang dikukan secara sengaja oleh manusia (Ismachin, 2006). Beberapa jenis tanaman unggul sudah banyak dihasilkan oleh teknik ini, seperti padi varietas Atomita 1, Atomita 2, Atomita 3, Atomita 4, Situgintung, Cilosari, dan lain-lain. Mutasi induksi fisik dengan iradiasi sinar gamma terhadap benih dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman sorgum (Soeranto, 2006). Induksi mutasi yang dilakukan dengan iradiasi sinar gamma terhadap benih pada dosis sekitar dosis LD50 dapat mengahasilkan tanaman-tanaman yang memiliki karakter

berbeda dengan tetuanya, sehingga meningkatkan keragaman populasi dalam setiap galur (Herison, 2008).

Sinar gamma adalah salah satu mutagen yang sering digunakan dalam mutasi induksi, karena dapat memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik yang dapat menebus beberapa cm ke dalam jaringan, sehingga dapat


(46)

menyebabkan mutasi pada jaringan tersebut (Ismachin, 2006). Kemampuan ini yang kemudian dimanfaatkan oleh para pemulia tanaman untuk melakukan mutasi induksi. Radiasi dapat memperbaiki berbagai karakter tanaman, seperti produktivitas, pertumbuhan, umur, ketahanan terhadap hama dan penyakit, warna bunga, ukuran buah atau bunga, kandungan nutrisi dan rasa (Trubus, 2007). Beberapa radioisotop yang dapat memacarkan sinar gamma adalah cobalt-60, amerisium-241, besi-55, iridium-192, kadmium-109, kobat-57, sesium-137, timbal-210 dan thalium-170 (Wandowo, 2005). Umumnya sinar gamma yang biasa digunakan untuk pemuliaan mutasi bersumber dari cobalt-60, karena mudah diaplikasikan dan menghasilkan frekuensi mutasi yang tinggi (Trubus, 2007).

2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan

Mutasi induksi menyebabkan keragaman genetik yang tinggi pada galur mutan yang dihasilkan. Untuk mendapatkan galur mutan yang sesuai dengan harapan, maka perlu dilakukan seleksi. Seleksi adalah suatu proses pemisahan suatu individu atau kelompok dari populasi campuran, dengan tujuan mendapatkan individu tanaman yang memiliki sifat (genotipe) yang diharapkan (Soemardjo, 1988). Seleksi pada setiap jenis tanaman berbeda-beda, tergantung dari tujuan pemulianya. Beberapa karakter yang dijadikan pertimbangan dalam seleksi tanaman umumnya adalah produktivitas tinggi, cepat panen, adaptasi baik pada berbagai lokasi, toleran terhadap temperatur tinggi, kelembaban tinggi dan tahan penyakit (Dahlan, 2010).


(47)

24

Pada pemuliaan mutasi, seleksi dimulai sejak pada generasi M1, M2, M3, dan seterusnya. Untuk tanaman menyerbuk sendiri, digunakan cara seleksi individu tanaman untuk mendapatkan tanaman homozigot (Soemardjo, 1988). Umumnya generasi tanaman M6 merupakan generasi tanaman homozigot, sehingga seleksi yang dilakukan pada generasi M6 akan mendapatkan galur mutan yang murni. Keseragaman tanaman pada galur murni merupakan indikator kehomozigositasan tiap lokus gen pengendali karakter yang diamati (Herison, 2008).

2.3.3. Pengujian galur mutan

Penyediaan varietas-varietas unggul baru selalu didahului dengan pengujian galur-galur harapan yang memiliki potensi hasil tinggi dan baik dengan adaptasi luas maupun spesifik (Riyanto et al, 2010). Untuk memenuhi persyaratan pelepasan sebagai kultivar unggul baru, beberapa galur tersebut harus diuji daya hasil dan daya adaptasinya di beberapa lokasi dan musim (Harsanti et al, 2003).

Uji adaptasi (uji multilokasi) dilakukan untuk mengetahui daya adaptasi suatu galur dan untuk mengetahui kemampuan atau ketahanan gen mutan yang akan dilepas, pada berbagai kondisi yang berbeda. Kemampuan adaptasi galur murni amat beragam sehingga memungkinkan untuk melakukan pemilihan galur yang dapat beradaptasi baik diberbagai lingkungan (Soemardjo, 1988).

Banyak benih yang harus disediakan untuk uji multilokasi. Perbanyakan benih umumnya dilakukan pada generasi ke-6 (M6), dengan pertimbangan bahwa pada generasi M6 tanaman yang sudah homozigot. Menurut Ghafoor dan Siddiqui


(48)

(1977 dalam Harsanti et al, 2003), interaksi antara genotip dan lingkungan merupakan masalah utama bagi pemulia tanaman dalam usaha mengembangkan kultivar hasil seleksinya, karena ada beberapa genotip yang menunjukkan reaksi spesifik terhadap lingkungan tertentu.

Parameter yang digunakan untuk menentukan uji daya adaptasi atau stabilitas suatu genotip adalah nilai koefisien regresi dan simpangan regresi. Suatu genotip yang stabil akan mempunyai koefisien regresi (bi) sebesar 1.0 dan simpangan koefisien regresi (Sd2) sama dengan nol (Harsanti et al, 2003). Pada

umumnya, para pemulia tanaman melakukan perbanyakan benih sekaligus melakukan uji multilokasi (melakukan perbanyakan benih di tempat yang berbeda-beda). Hal ini dilakukan untuk dapat lebih mengefisiensikan waktu dalam pengujian galu-galur mutan. Hasil uji multilokasi akan menunjukkan adanya keunggulan dari masing-masing galur sehingga galur tersebut layak untuk diusulkan menjadi varietas unggul baru (Riyanto et al, 2010).


(49)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksakan pada bulan April sampai dengan bulan September 2010 di PATIR BATAN dan SEAMEO BIOTROP (387 m dpl), Bogor. Analisis data dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jum’at, Jakarta Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, kamera digital, meteran, patok, penggaris, tali plastik, timbangan analitik dan alat tulis. Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah benih gandum varietas Dewata, Selayar, Nias, galur CPN 01, CPN 02, CBD 16, CBD 17, CBD 20, CBD 23, CBD 24, pupuk urea, TSP, dan pupuk HCl.

3.3. Metode Penelitian

Ada 10 jenis gandum yang akan diamati, 7 jenis merupakan galur gandum M6 dan 3 jenis merupakan varietas gandum nasional yang sudah dilepas (sebagai kontrol). Dalam penelitian ini digunakan 3 blok sebagai ulangan. Setiap blok terdiri dari 10 bedengan. Sampel diambil dari masing-masing bedengan (5 sampel tanaman).


(50)

3.3.1. Persiapan lahan

Beberapa tahapan dalam persiapan lahan antara lain:

a. Tanah yang akan ditanami gandum dibersihkan terlebih dahulu dari gulma-gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

b. Tanah diolah dengan menggunakan cangkul supaya tanah menjadi gembur, sehingga memudahkan akar dalam penyerapan unsur hara

c. Dibuat bedengan sebanyak 30 buah yang terbagi menjadi 3 blok dengan tinggi masing-masing bedengan 30 cm dan panjang 5 x 1 meter.

d. Setiap bedengan dipisahkan oleh parit yang berfungsi sebagai aliran air. e. Bedengan dibiarkan selama beberapa hari agar terjadi aerasi yang baik

pada tanah.

f. Pada setiap bedengan dibuat lubang sebanyak 5 baris, dengan jarak antar lubang 20 x 10 cm.

3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan

Setelah tanah gembur, baru dilakukan penanaman. Setiap lubang ditanami 3 biji gandum. Penaman dilakukan secara acak pada setiap blok. Agar tanaman tumbuh dengan baik, dilakukan penyulaman dan penyiangan pada minggu ke empat setelah tanam. Hal ini dilakukan untuk menghindari pertumbuhan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan gandum. Selanjutnya penyiangan dilakukan sesuai kebutuhan.

Untuk membantu dalam mencukupi kebutuhan nutrisi bagi tanaman, dilakukan pemupukan. Pemupukan dilakukan 4 minggu setelah tanam dan saat


(51)

28

memasuki fase pembungaan (memasuki fase generatif). Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk urea (100 kg/ha), TSP (60 kg/ha) dan HCl (60kg/ha).

3.3.3. Pengamatan variabel

Pada penelitian ini jumlah sampel yang diamati sebanyak 5 tanaman yang di ambil secara acak pada tiap-tiap genotipe gandum untuk semua variabel pengamatan. Beberapa variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi:

a. Tinggi tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dimulai pada minggu ke tiga setelah tanam. Pengukuran dilakukan setiap minggu. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai dengan pucuk daun tertinggi. Pengukuran dihentikan setelah 50% tanaman per bedengan telah berbunga.

b. Daun

Pengukuran daun dilakukan setelah tanaman dipanen, dengan mengukur panjang dan lebar daun pada daun bendera dan menghitung jumlah daun. c. Waktu berbunga

Waktu berbunga adalah waktu (hari) dimana 50% tanaman pada tiap bedengan berbunga.

d. Waktu panen

Waktu panen adalah waktu (hari) dimana 50% malai tanaman pada setiap bedengan telah masak (biji sudah kering dan menguning).


(52)

e. Malai

Pengukuran panjang malai dilakukan setelah tanaman dipanen. Pengukuran dimulai dari pangkal malai (spikelet pertama) sampai ke ujung malai dan dihitung jumlah spikelet yang ada pada setiap malai.

f. Biji

Biji gandum yang ada di dalam spikelet pada setiap malai, dikeluarkan dan dihitung. Jumlah biji yang didapat dikali seratus dan dibagi jumlah spikelet pada setiap malai dikali tiga, sehingga bisa diketahui persentase biji yang hampa dan diamati juga bentuk dan warna biji.

g. Jumlah anakan

Setiap tanaman sampel pada setiap bedengan/genotipe yang memiliki anakan dihitung. Anakan terbagi menjadi dua, anakan produktif dan anakan tidak produktif. Anakan produktif adalah anakan yang menghasilkan biji pada saat dipanen, sedangkan anakan tidak produktif adalah anakan yang belum menghasilkan biji pada saat panen.

h. Berat biji per rumpun

Setiap biji yang terdapat dalam spikelet pada rumpun yang sama dikeluarkan dan ditimbang sebagai berat biji perumpun.

i. Berat 1000 biji

Pengukuran berat 1000 biji dilakukan dengan mengambil sampel biji dari setiap genotipe pada masing-masing ulangan (blok).


(53)

30

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan Anova satu arah sesuai rancangan acak kelompok (RAK). Apabila berbeda nyata dilakukan analisis lanjutan dengan Uji Duncan (α = 0,05) menggunakan program SAS 9.0.


(54)

31

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pertumbuhan Tanaman

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan gandum berjalan lambat sampai minggu ke empat setelah tanam (Gambar 4). Pada 5 mst (minggu setelah tanam), tanaman gandum mengalami fase eksponensial sampai 9 mst, selanjutnya pertumbuhan tanaman gandum melambat. Wiyono (1980) menyatakan beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman gandum diantarannya adalah curah hujan, suhu, intensitas cahaya (radiasi) dan kelembaban.

Curah hujan yang cukup tinggi pada awal bulan Mei (5 mst) mengakibatkan pertumbuhan tanaman gandum berjalan cepat. Curah hujan yang tinggi dapat menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman gandum. Kadar air yang cukup dapat meningkatkan proses fotosintesis tanaman gandum, sehingga proses pembentukan dan perluasan sel pun berjalan baik. Wiyono (1980) menyatakan bahwa, selama pertumbuhan tanaman gandum membutuhkan banyak air untuk proses pembentukan jaringan tanaman selama fase vegetatif, transpirasi dan evaporasi. Akan tetapi curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan pencucian kalsium dan pembentukan tanah asam, sehingga kalsium yang tersedia dalam tanah hanya sedikit. Kondisi ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat karena H+ jauh lebih beracum terhadap akar apabila tidak ada kalsium (Salisbury dan Cleon, 1995).


(55)

32

Gambar 4. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman gandum

Selain akibat dari tingginya curah hujan, kecepatan pertumbuhan tanaman gandum pada minggu ke lima juga disebabkan karena pengaruh nutrisi. Pemberian pupuk urea, HCl, dan TSP pada 4 mst meningkatkan kadar nutrisi dalam tanah. Gardner et al (1991) menyatakan bahwa nutrisi, mineral dan ketersediaan air mempengaruhi pertumbuhan ruas, terutama oleh perluasan sel seperti pada organ vegetatif. Pemupukan dilakukan sehari setelah turunya hujan. Hal ini bertujuan agar proses pelarutan unsur hara ke dalam tanah semakin cepat, sehingga mudah diserap oleh akar tanaman gandum.

Melambatnya pertumbuhan gandum pada 9 mst disebabkan karena hampir semua genotipe gandum memasuki fase pembungaan (fase generatif). Fotosintat yang dihasilkan tanaman lebih banyak ditranformasikan untuk perkembangan bunga. Akibatnya pasokan energi untuk pertumbuhan organ vegetatif menjadi


(56)

berkurang, sehingga pertumbuhan menjadi lambat. Selain itu faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan gandum adalah genetik.

4.1.1. Tinggi tanaman

Tinggi rata-rata 10 genotipe gandum berkisar antara 51-66 cm (Tabel 1). Hasil uji Duncan menunjukan bahwa tinggi rata-rata sepuluh genotipe gandum dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu pendek, sedang, dan tinggi. Kelompok galur yang pendek (51,61-56,43 cm) terdiri atas 2 genotipe, kelompok sedang (56,43-61,25 cm), terdiri atas 2 genotipe, dan kelompok tinggi (61,25-66,07 cm) terdiri atas 6 genotipe. Tinggi rata-rata galur CPN 01, CPN 02, CBD 24, dan CBD 16 berbeda nyata dengan varietas kontrol Selayar dan tidak berbeda nyata dengan varietas kontrol Dewata dan Nias (Tabel 1). Keempat galur mutan ini memiliki tinggi yang tidak jauh berbeda satu sama lain dan termasuk kelompok tanaman yang tinggi.

Tinggi rata-rata galur mutan CBD 17 dan CBD 23 tidak berbeda nyata dengan varietas kontrol. Berdasarkan klasifikasi di atas tinggi rata-rata kedua galur mutan ini termasuk kelompok sedang. Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman gandum per minggu pada kedua galur ini adalah 4,30 cm dan 4,15 cm. Galur mutan CBD 20 merupakan galur dengan tinggi rata-rata terpendek (51,61 cm). Galur ini berbeda nyata dengan varietas Dewata dan Nias dan tidak berbeda nyata dengan varietas Selayar. Pada daerah dataran tinggi ( >1000 m dpl) galur mutan ini pun menunjukan karakter tinggi tanaman yang pendek dibandingkan dengan varietas kontrol dan galur mutan lainnya. Hal ini mungkin disebabkan


(57)

34

karena faktor genetik dari galur mutan CBD 20. Wiyono (1980) menyatakan bahwa tinggi tanaman atau panjang batang gandum dipengaruhi oleh sifat genetik dan lingkungan tumbuh dan memiliki korelasi dengan tingkat kerebahan.

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10 genotipe gandum.

Genotipe Tinggi Tanaman (cm)

Jumlah anakan Produktif

CPN01 63,63a 9,87ab

CPN02 64,98a 9,13ab

CBD16 63,99a 7,2ab

CBD17 59,52ab 8ab

CBD20 51,61b 5,8b

CBD23 57,15ab 5,93b

CBD24 64,62a 9,2ab

Dewata 63,48a 11,93a

Selayar 52,14b 6,53b

Nias 66,07a 10,07ab

Keterangan: Angka di dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Berdasarkan data pada tabel 1, tanaman tertinggi adalah varietas Nias. Ini membuktikan bahwa varietas Nias secara genetik memiliki karakter yang cukup tinggi dan cukup tahan terhadap cekaman lingkungan dataran rendah tropis. Genotipe dengan nilai rata-rata tinggi terendah adalah galur mutan CBD 20 dan varietas Selayar. Dalam kondisi yang sesuai (di dataran tinggi), tinggi tanaman varietas Selayar sekitar 85 cm, dengan hasil panen sekitar 2,95 ton/ha (Syuryawati

et al, 2007). Jika dibandingkan dengan tinggi tersebut, maka semua genotipe termasuk varietas Selayar yang ditanam di dataran rendah tropis tergolong pendek.


(58)

Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya tahun 2007 di Senden (1450 m dpl), Selo, Boyolali, Jawa Tengah, tinggi rata-rata varietas Dewata, Selayar, Nias, Galur CPN01, CPN02, CBD17, CBD24, CBD23, CBD20, CBD16 berturut-turut 67,3 cm, 66,67 cm, 74 cm, 82 cm, 71 cm, 64,33 cm, 72 cm, 66,33 cm, 62 cm, 75,67 cm. Tinggi tanaman gandum ditentukan oleh genotipe dan kondisi lingkungan tumbuhnya (The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Perbedaan tinggi tanaman pada ke dua lokasi penanaman tersebut membuktikan bahwa ketinggian tempat dapat mempengaruhi tinggi tanaman (pertumbuhan) gandum.

Ketinggian tempat akan mempengaruhi faktor-faktor lingkungan seperti suhu dan intensitas cahaya. Menurut Guslim (2007), semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut dan demikian juga intensitas matahari semakin berkurang. Penurunan tinggi tanaman baik pada galur mutan gandum maupun pada varietas kontrol, bisa juga disebabkan karena pengaruh suhu (penyinaran) yang cukup tinggi (lampiran 2) pada daerah dataran rendah tropis. Intensitas penyinaran yang tinggi dapat mengganggu kerja hormon pertumbuhan (auksin), sehingga kerja hormon auksin menjadi tidak optimal. Auksin merupakan hormon pertumbuhan yang diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif seperti tunas, daun muda, dan buah (Gardner et al, 1991). Keadaan ini dapat mengakibatkan tanaman akan menjadi lebih pendek. Gardner et al (1991) menyatakan bahwa penyinaran yang kuat akan menurunkan auksin dan mengurangi tinggi tanaman.


(59)

36

Tinggi tanaman gandum umumnya berkisar antara 30 sampai 150 cm, (The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Belum ada literatur yang menunjukan secara pasti tinggi tanaman gandum yang ideal untuk daerah dataran rendah tropis. Namun demikian, Wiyono (1980) mengungkapkan bahwa tipe varietas gandum yang baik adalah tipe varietas yang pendek, berbatang kuat, dan daun tidak saling melindungi, karena tipe gandum seperti ini yang memberikan produksi yang lebih tinggi. Tanaman pertanian yang kerdil atau semi kerdil (pendek) lebih banyak mengalokasikan fotosintat ke biji dibandingkan ke batang, sehingga dapat meningkatkan hasil biji (Salisbury dan Cleon, 1995). Berdasarkan kriteria di atas, galur yang memiliki tinggi yang baik jika dilihat dari hasil panennya adalah galur CBD 17. Galur mutan lainnya yang memiliki tinggi di bawah 60 cm adalah CBD 20 dan CBD 23.

4.1.2. Jumlah Anakan

Berdasarkan data pada tabel 1 di atas, galur mutan CBD 20 dan CBD 23 berbeda nyata dengan varietas kontrol Dewata. Kedua galur mutan ini memiliki jumlah anakan produktif yang tidak banyak. Galur lainnya seperti CPN 01, CPN 02, CBD 16, CBD 17, dan CBD 24 tidak berbeda nyata dengan semua varietas kontrol pada variabel ini. Varietas Dewata mempunyai jumlah anakan produktif yang paling tinggi, sedangkan galur mutan CBD 20, CBD 23, dan varietas Selayar adalah termasuk yang rendah.

Jumlah anakan yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dari masing-masing genotipe gandum. Di samping itu faktor lingkungan juga


(60)

mempunyai pengaruh penting terhadap pembentukan anakan, diantaranya adalah intensitas cahaya dan kekeringan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tingginya intensitas cahaya matahari mengakibatkan suhu lingkungan menjadi tinggi. Jumlah anakan meningkat pada saat suhu tinggi (Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Pertumbuhan srisip (anakan) dipicu oleh cahaya yang kaya akan panjang gelombang merah (Salisbury dan Cleon, 1995). Tingginya intesitas cahaya yang mengenai batang akan mengakibatkan pembentukan srisip semakin cepat. Pringgohandoko dan Suryawati (2006) menyatakan pada tanaman gandum yang mengalami cekaman kekeringan meskipun sudah memasuki periode pembungaan, pembentukan anakan masih tetap berlanjut walaupun kecepatannya menurun.

Setiap anakan berpotensi untuk menghasilkan biji, akan tetapi tidak semua anakan menghasilkan biji. Jumlah anakan produktif termasuk salah satu variabel yang penting untuk diketahui karena berpengaruh terhadap hasil panen. Budiarti et al (2004) menyatakan jumlah anakan per tanaman berpengaruh langsung terhadap hasil per tanaman sehingga dapat dijadikan kriteria seleksi untuk mendapatkan genotipe gandum yang berpotensi tinggi. Semakin tinggi jumlah anakan produktif maka kemungkinan biji yang dihasilkan pun akan semakin meningkat.

Di antara tujuh galur mutan, jumlah rata-rata anakan produktif galur CPN 01 adalah yang tertinggi (Tabel 1). Ini menunjukan bahwa galur mutan CPN 01 memiliki karakteristik jumlah anakan produktif yang baik. Beberapa galur mutan lainnya yang memiliki jumlah anakan produktif cukup tinggi adalah CPN 02, CBD 16, CBD 17, dan CBD 24 melebihi varietas Selayar. Namun demikian


(61)

38

variabel ini tidak bisa dijadikan sebagai acuan, bahwa genotipe gandum yang memiliki jumlah anakan produktif tinggi akan menghasilkan panen yang tinggi juga.

4.2. Daun

Hasil uji Duncan menunjukan jumlah daun pada beberapa perlakuan (genotipe) gandum berbeda nyata dengan varietas kontrol (Tabel 2). Banyaknya jumlah daun rata-rata 10 genotipe gandum berkisar antara 3 sampai 4 helai daun. Galur CBD17 dan CPN01 merupakan galur yang memiliki rata-rata jumlah daun terbanyak. Varietas Dewata memiliki jumlah daun yang paling sedikit dibandingkan 9 genotipe gandum lainnya. Menurut Gardner et al (1991), karakteristik jumlah daun gandum berkisar antara 7 sampai 9 helai. Perbedaan jumlah daun yang cukup jauh ini diduga karena faktor lingkungan. Ini semakin menguatkan dugaan bahwa ketinggian tempat dapat mempengaruhi jumlah daun yang terbentuk. Rata-rata jumlah daun galur mutan CPN 01, CPN 02, CBD 17, dan CBD 24 berbeda nyata dengan varietas Dewata. Sedangkan galur mutan CBD 16, CBD 20, dan CBD 23 tidak berbeda nyata dengan ke tiga varietas kontrol. Walaupun tidak berbeda nyata, rata-rata jumlah daun ke tiga galur mutan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan varietas Dewata.

Daun tumbuh di setiap ruas batang gandum, sehingga semakin tinggi tanaman jumlah daunnya semakin banyak. Jumlah daun dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil panen gandum. Semakin banyak jumlah daun, akan semakin banyak jumlah cahaya yang dapat diserap untuk proses fotosintesis


(62)

sehingga karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman juga semakin banyak (Indriatama, 2009). Bertambahnya jumlah daun dan luas daun akan mengakibatkan naiknya kapasitas fotosintesis (Salisbury dan Cleon, 1995). Jumlah ruas batang gandum, dapat diketahui dengan menghitung jumlah daun yang terbentuk. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gardner et al (1991) yang menyatakan bahwa jumlah buku dan ruas sama dengan jumlah daun yang terbentuk.

Tabel 2. Rata-rata jumlah daun, panjang helai daun, panjang upih daun, dan lebar daun.

Genotipe Jumlah daun Luas daun (cm2)

Panjang helai daun (cm)

Lebar daun (cm)

CPN01 4,8a 13,467a 19,41a 0,89a

CPN02 4,73ba 10,773a 17,19ab 0,81a

CBD16 4,07cd 12,410a 19,17a 0,83a

CBD17 4,87a 10,293a 15,18b 0,88a

CBD20 4,13cbd 11,757a 17,76ab 0,86a

CBD23 4,4abcd 10,847a 17,66ab 0,80a

CBD24 4,6abc 12,430a 19,3a 0,82a

Dewata 3,93d 11,760a 18,44ab 0,83a

Selayar 4,6abc 11,583a 16,59ab 0,91a

Nias 4,4abcd 11,427a 17,95ab 0,83a

Keterangan: Angka di dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Daun merupakan organ vegetatif tanaman yang mengandung klorofil, yaitu tempat dimana proses fotosintesis berlangsung. Daun diperlukan untuk penyerapan dan pengubahan energi cahaya menjadi pertumbuhan dan mengahasilkan panen melalui fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses biokimia yang melibatkan energi surya untuk mensintesis karbohidrat dari karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) yang berlangsung di dalam klorofil. Proses


(63)

40

fotosintesis sangat dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari (penyinaran). Di samping itu, daun juga memerlukan sumber nitrogen (N) untuk pembentukan buah atau biji (Gardner et al, 1991).

Hasil pengujian laboratorium menunjukan bahwa jumlah total N (Lampiran 4) pada lahan sebesar 0,15%. Jumlah ini tergolong dalam kategori rendah. Kadar N < 0,1% termasuk sangat rendah, 0,1 - 0,2% rendah, 0,2 - 0,5% sedang, 0,5 - 0,75% tinggi, dan > 0,75% sangat tinggi (Laboratory service SEAMEO Biotrop). Unsur nitrogen (N) merupakan komponen utama berbagai senyawa di dalam tubuh tanaman yang salah satunya adalah klorofil. Kekurangan N akan mempengaruhi kerja klorofil yang merupakan mesin penghasil energi bagi tanaman. Ini terlihat pada minggu-minggu pertama pertumbuhan tanaman gandum yang berjalan lambat, tetapi setelah minggu ke 4 mst, pertumbuhan tanaman lebih cepat.

Luas daun galur mutan tidak berbeda nyata dengan varietas kontrol. Akan tetapi luas daun pada masing-masing genotipe gandum berbeda-beda. Genotipe dengan luas daun tertinggi adalah CPN 01 dan yang terendah adalah CBD 17. Luas daun sangat mempengaruhi laju fotosintesis tanaman gandum. Semakin luas permukaan daun gandum, maka semakin tinggi laju fotosintesisnya. Hal ini disebabkan karena daun yang luas memiliki daya serap cahaya yang baik (lebih banyak) dibandingkan dengan daun yang sempit. Garndner et al (1991) mengungkapkan bahwa produksi dan perluasan daun yang cepat pada tanaman budidaya sangat penting agar dapat memaksimalkan penyerapan cahaya dan asimilasi. Pemupukan nitrogen (N) mempunyai pengaruh yang nyata terhadap


(64)

perluasan daun, terutama pada lebar dan luas daun (Humphries dan Wheeler, 1963 dalam Gardner et al, 1991).

Panjang helai dan lebar daun antar perlakuan tidak berbeda nyata (Tabel 3). Hal ini menunjukan bahwa pada kedua variabel ini terdapat keseragaman (relatif sama) antara galur mutan dengan kontrolnya. Oleh karenanya ada kemungkinan banyaknya sinar matahari yang dapat diserap oleh masing-masing genotipe relatif sama, sehingga kemungkinan fosintat yang dihasilkan pun tidak jauh berbeda.

Dilihat dari jumlah daunnya, genotipe dengan jumlah daun terbanyak adalah genotipe yang baik. Galur mutan CPN 01 dan CBD 17 adalah galur mutan yang memiliki jumlah daun terbanyak melebihi tiga varietas kontrol. Oleh karenanya kedua galur ini dapat dikategorikan sebagai galur mutan yang memiliki karakter baik pada variabel jumlah daun.

4.3. Malai

4.3.1. Panjang Malai

Bunga gandum berbentuk malai (Gambar 5), terdiri dari bulir-bulir (spikelet) yang tersusun dalam ruas-ruas yang pendek dan menyempit pada ujung bawah dan melebar pada ujung atasnya (Wiyono, 1980). Pada ujung spikelet terdapat organ yang berbentuk seperti rambut, dengan panjang bervariasi yang dikenal dengan istilah awn (Gambar 5). Setiap jenis gandum memiliki panjang

awn yang berbeda-beda, bahkan ada jenis gandum yang tidak memiliki awn. Awn

berperan sebagai penahan kekurangan air saat terjadi kekeringan (Wiyono, 1980). Selain itu awn juga berkontribusi dalam menyumbang karbohidrat melalui


(65)

42

fotosintesis untuk perkembangan biji terutama pada saat terjadi stres akibat kekeringan (Martin et al, 1976). Ini menujukan bahwa awn memiliki klorofil.

awn

spikelet

tangkai Gambar 5. Malai gandum

Hasil uji Duncan menunjukan bahwa panjang malai pada beberapa perlakuan berbeda nyata. Panjang rata-rata malai 10 genotipe gandum sekitar 6-8 cm (Tabel 3). Bentuk morfologi malai dari tiap-tiap genotipe gandum dapat dilihat pada Gambar 6. Genotipe dengan rata-rata panjang malai terpanjang adalah varietas Dewata dan yang terpendek adalah Galur CBD 20. Di antara 7 galur mutan, galur CBD 24 memiliki malai yang cukup panjang melebihi varietas Selayar.


(66)

Tabel 3. Rata-rata panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah spikelet, dan persentase biji hampa.

Genotipe n Panjang malai (cm)

Jumlah biji per malai

Jumlah Spikelet

Persentase biji hampa (%)

CPN01 7,61abc 15,40a 16,6a 65,27a

CPN02 7,42bc 14,93a 15,4ab 65,87a

CBD16 7,35bcd 15,33a 15,47ab 63,08a

CBD17 7,22bcd 23,07a 16,47a 51,57a

CBD20 6,6d 16,87a 14,53ab 61,14a

CBD23 6,83cd 20,4a 13,07b 49,86a

CBD24 7,89ab 12a 16,2ab 74,53a

Dewata 8,38a 17,87a 13,67ab 54,37a

Selayar 7,18bcd 19,33a 14,4ab 55,16a

Nias 7,97ab 22,53a 15,13ab 49,71a

Keterangan: Angka di dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Panjang malai galur mutan CPN 01 dan CBD 24 tidak berbeda nyata dengan varietas kontrol, tetapi masih lebih panjang dibandingkan dengan varietas kontrol Selayar. Panjang malai Galur mutan CPN 02 berbeda nyata dengan varietas Dewata (lebih pendek) dan tidak berbeda nyata dengan varietas Nias dan Selayar. Namun demikian panjang malainya masih di atas varietas Selayar. Galur mutan CBD 17 dan CBD 16 berbeda nyata dengan varietas Dewata dan tidak berbeda nyata dengan varietas Nias dan Selayar, sedangkan pada galur mutan CBD 23 dan CBD 20 berbeda nyata dengan varietas Dewata dan Nias.


(67)

44

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 6. Malai 10 genotipe gandum

Hasil pengamatan menunjukan bahwa panjang malai semua galur mutan gandum termasuk varietas Dewata dan Selayar kurang dari 10 cm. Syuryawati et al (2007) menyatakan, pada kondisi yang sesuai panjang malai varietas Dewata dan Selayar pada dataran tinggi ± 11 cm dan ±10 cm. Penurunan panjang malai ini kemungkinan besar disebabkan oleh cekaman suhu tinggi di daerah dataran rendah tropis. Pringgohandoko dan Suryawati (2006) menyatakan, terdapat interaksi antara cekaman kekeringan (suhu) dengan panjang malai. Cekaman kekeringan akan mengakibatkan pengurangan penyerapan hara dari dalam tanah oleh tanaman sehingga akan mempengaruhi jumlah fotosintat untuk pertumbuhan malai. Jumlah air dalam tanah tidak hanya mempengaruhi jumlah (konsentrasi) hara dalam larutan tanah, tetapi juga mempengaruhi laju pergerakan hara ke akar secara difusi dan aliran masa (Haryadi dan Yahya, 1987 dalam Pringgohandoko dan Suryawati, 2006).


(68)

Secara garis besar panjang malai galur mutan lebih pendek dibandingkan dengan kontrolnya kecuali varietas Selayar. Panjang malai umumnya berkorelasi dengan hasil panen. Semakin panjang malai maka semakin banyak jumlah spikelet yang akan terbentuk. Banyaknya spikelet memungkinkan biji yang dihasilkan pun akan lebih banyak. Namun demikian, panjang malai tidak menjamin hasil panen

yang tinggi. Varietas Dewata memiliki malai yang terpanjang, akan tetapi hasil pengamatan menunjukan bahwa jumlah biji per malai yang dihasilkan varietas Dewata lebih sedikit dibandingkan galur mutan CBD 17 dan CBD 23 yang memiliki panjang malai yang lebih pendek. Kondisi ini semakin menguatkan dugaan bahwa hanya genotipe gandum yang dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis yang dapat menghasilkan panen (biji) yang tinggi.

4.3.2. Jumlah biji per malai

Berdasarkan hasil uji Duncan, jumlah biji per malai antar perlakuan tidak berbeda nyata (Tabel 3). Jumlah rata-rata biji per malai terbanyak adalah galur mutan CBD 17 melebihi tiga varietas kontrol dan yang terendah adalah galur mutan CBD 24. Tingginya jumlah biji per malai galur mutan CBD 17 disebabkan karena galur ini memiliki malai yang tidak terlalu panjang dan jumlah spikelet yang banyak, sehingga spikelet tersusun lebih rapat. Keadaan ini memungkinkan spikelet yang ada pada bagian tengah malai terlindungi dari hempasan air hujan, sehingga proses pembentukan biji pada spikelet tidak terlalu terganggu. Pernyataan ini sesuai dengan yang diungkapkan Pringgohandoko dan Suryawati (2006), posisi spikelet dalam bulir yang rapat membuat susunan spikelet dibagian


(69)

46

tengah terlindungi dari hempasan air hujan secara langsung. Semua genotipe menunjukan penurunan jumlah biji per malai yang tinggi. Ini disebabkan karena banyak sekali biji yang hampa. Rata-rata persentase biji hampa pada semua galur mutan tidak berbeda nyata dengan varietas kontrol (Tabel 4). Namun demikian persentase jumlah biji hampa pada masing-masing genotipe gandum berbeda-beda. Banyaknya biji hampa (lebih dari 50%) hampir terjadi pada semua genotipe gandum. Galur mutan CBD 24 adalah galur dengan nilai rata-rata biji hampa tertinggi dan yang terendah adalah varietas Nias.

Galur mutan CBD 17 merupakan galur mutan yang memiliki jumlah biji per malai tertinggi, namun keadaan ini masih belum munujukan hasil yang semestinya. Potensi yang dimiliki galur mutan ini belum maksimal karena persentase biji yang terbentuk pada galur mutan ini hanya mencapai 48,43%, 51,57% sisanya hampa. Ini tentu masih jauh dari harapan. Seandainya persentase biji yang terbentuk mencapai 80-90% maka kemungkinan hasil panennya pun akan semakin tinggi lagi, begitu pula dengan galur mutan lainnya. Oleh karenanya perlu penanganan dan pengelolaan yang lebih intensip lagi agar didapat hasil yang lebih maksimal. Beberapa faktor lingkungan yang dapat mengakibatkan biji hampa diantaranya adalah suhu (vernalisasi), curah hujan dan kelembaban.

Data lapangan menunjukan rata-rata suhu terendah (minimum) selama masa pertumbuhan dan perkembangan gandum (April-Juli) sekitar 23,23°C. Ini menunjukan bahwa ada kemungkinan gandum tidak mengalami vernalisasi. Suhu yang dibutuhkan gandum untuk berbunga sekitar 11-13°C (OECD, 1999 dalam Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Banyaknya biji


(1)

Sumber Kerangaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 0,05 0,01

Kelompok 2 0,54 0,27 0,77 3,55 6,01

Perlakuan 9 9,25 1,027 2,93 2,46 3,60

Galat 18 6,32 0,35

Total 29 16,11

K. Berat 1000 Biji

Sumber Kerangaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 0,05 0,01

Kelompok 2 3,47 1,74 0,31 3,55 6,01

Perlakuan 9 83,01 9,22 1,65 2,46 3,60

Galat 18 100,58 5,59

Total 29 187,06

L. Umur Berbunga

Sumber Kerangaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 0,05 0,01

Kelompok 2 238,47 119,23 3,11 3,55 6,01

Perlakuan 9 588,53 65,39 1,71 2,46 3,60

Galat 18 690,00 38,33

Total 29 1517,87

M. Umur Panen

Sumber Kerangaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 0,05 0,01

Kelompok 2 68,07 34,03 1,27 3,55 6,01

Perlakuan 9 302,13 33,57 1,25 2,46 3,60

Galat 18 483,27 26,85


(2)

Lampiran 4


(3)

(4)

Lampiran 5


(5)

(6)

Lampiran 7