Diversitas dan Distribusi Amblypygi (Arachnida) di Gua Siparat dan Sipahang, Bogor

DIVERSITAS DAN DISTRIBUSI AMBLYPYGI (ARACHNIDA)
DI GUA SIPARAT DAN SIPAHANG BOGOR

LASTI FARDILLA NOOR

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Diversitas dan
Distribusi Amblypygi (Arachnida) di Gua Siparat dan Sipahang, Bogor adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Lasti fardilla Noor
NIM G34080098

ABSTRAK
LASTI FARDILLA NOOR. Diversitas dan Distribusi Amblypygi (Arachnida) di
Gua Siparat dan Sipahang, Bogor. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan
CAHYO RAHMADI.
Amblypygi merupakan ordo dari kelas Arachnida yang banyak ditemukan di
dalam gua di kawasan karst. Sepertiga spesies Amblypygi yang telah diketahui
merupakan hypogean dari gua. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
keragaman dan sebaran Amblypygi di dalam Gua Siparat dan Sipahang, Bogor.
Amblypygi dikoleksi dengan metode hand collecting di sepanjang lorong gua.
Pemetaan gua dilakukan dengan teknik forward method dari bottom to top.
Amblypygi yang ditemukan di kedua gua tersebut ialah Stygophrynus
dammermani dan Stygophrynus sunda. Kedua spesies tersebut terdistribusi secara
acak di dalam gua. Amblypygi banyak ditemukan di dinding gua.
Kata Kunci: Amblypygi, catatan baru, diversitas, Stygophrynus dammermani,
Stygophrynus sunda.


ABSTRACT
LASTI FARDILLA NOOR. Diversity and Distribution of Amblypygi (Arachnida)
in Siparat and Sipahang Caves, Bogor. Supervised by TRI ATMOWIDI dan
CAHYO RAHMADI.
Whip spiders (Arachnida, Amblypygi) are commonly found in caves in
karst region. One-thirds of whip spider species are known to live on hypogean
habitat. The research is aimed to study the diversity and distribution of Amblypygi
in Sipahang and Siparat Cave, Bogor. The whip spider were collected by hand
collecting method along the cave passage. Cave Mapping was done by forward
technique method from bottom to top. The whip spiders found in both caves were
Stygophrynus dammermani and Stygophrynus sunda. The whip spiders species
distributed randomly inside the caves on the caves walls.
Keywords: Amblypygi, new record, diversity, Stygophrynus dammermani,
Stygophrynus sunda.

DIVERSITAS DAN DISTRIBUSI AMBLYPYGI (ARACHNIDA)
DI GUA SIPARAT DAN SIPAHANG, BOGOR

LASTI FARDILLA NOOR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Diversitas dan Distribusi Amblypygi (Arachnida) di Gua Siparat
dan Sipahang, Bogor
: Lasti Fardilla Noor
: G34080098


Disetujui oleh

Dr Tri Atmowidi, MSi
Pembimbing I

Dr Cahyo Rahmadi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini

ialah Diversitas dan Distribusi Amblypygi (Arachnida) di Gua Siparat dan
Sipahang, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Tri Atmowidi, MSi dan
Bapak Dr Cahyo Rahmadi selaku pembimbing, serta Bapak Wibowo A. Djatmiko
yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan juga penulis
sampaikan kepada kepada M. Irham, Romawati, Hardian Akbar, Tiara E. Ardi,
Anggi Putra, Deny Batara, Alam Septian, Sudiyah dan teman-teman LawalataIPB yang telah banyak membantu penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Lasti Fardilla Noor

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

METODE


2

Waktu dan Tempat

2

Alat dan Bahan

2

Pemetaan Gua

2

Pengamatan dan Koleksi Sampel Amblypygi

2

Pengawetan dan Identifikasi Sampel


3

Analisis Data

3

HASIL

3

Kondisi Gua Siparat dan Sipahang

3

Kondisi Lingkungan

4

Karakteristik Amblypygi


5

Diversitas Amblypygi

6

Distribusi Amblypygi di Dalam Gua

7

PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

8
11

Simpulan

11


Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

11

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1
2
3

Data lingkungan di dalam Gua Siparat dan Sipahang
Karakteristik spesies Stygophrynus

Jumlah spesies Amblypygi yang ditemukan di Gua Siparat dan
Sipahang

4
6
6

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Peta lokasi Gua Siparat dan Sipahang di Kecamatan Cigudeg, Bogor
Karakteristik spesies Stygophrynus
Mikrohabitat Amblypygi di Gua Siparat
Peta Gua Siparat dan distribusi spesies Amblypygi yang ditemukan
Peta Gua Sipahang dan distribusi spesies Amblypygi yang
ditemukan

4
5
7
8
8

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karst merupakan kawasan dengan tingkat keragaman hayati dan
endemisitas yang tinggi (Clements et al. 2006). Salah satu penyumbang
keanekaragaman tersebut adalah ekosistem gua. Gua merupakan ekosistem unik
yang dihuni oleh berbagai fauna. Salah satu kelompok fauna yang umum
ditemukan hidup di dalam gua adalah invertebrata (Culver et al. 2000).
Amblypygi merupakan salah satu ordo anggota Arachnida yang banyak
ditemukan di gua-gua. Ordo Amblypygi memiliki 5 famili, yaitu Paracharontidae,
Charinidae, Charontidae, Phrynichidae, dan Phrynidae (Harvey 2002). Tiga famili
dari ordo Amblypygi yang telah dilaporkan di Indonesia, yaitu Charontidae
(Rahmadi dan Harvey 2008), Charinidae (Rahmadi et al. 2010), dan Phrynidae
(Harvey 2002a). Sebanyak 158 spesies Amblypygi telah teridentifikasi (Harvey
2007) dan hampir sepertiganya merupakan hypogean (Romero 2009), yaitu
ditemukan di dalam gua. Selain di dalam gua, Amblypygi juga ditemukan di luar
gua, seperti di lantai hutan, khususnya di tempat yang lembap dan gelap.
Amblypygi memiliki karakteristik pedipalpus raptorial yang kuat
dilengkapi dengan duri-duri tajam. Tubuhnya pipih dan terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu prosoma dan opistosoma. Bagian opistosoma terdiri atas 12 segmen dan
bagian prosoma terdiri atas 6 pasang appendages. Prosoma Amblypygi ditutupi
oleh karapas. Di bawah karapas terdapat sepasang kelisera. Amblypygi memiliki
empat pasang tungkai. Sepasang tungkai pertama termodifikasi sebagai organ
perasa dan tiga pasang tungkai lainnya untuk berjalan. Tungkai depan yang
termodifikasi memiliki bentuk yang tipis dan panjang, menyerupai antena,
sehingga dinamakan kaki antena (Weygoldt 2000).
Amblypygi hidup wilayah tropis dan subtropis, namun beberapa dapat
hidup di wilayah subsahara (Predini et al. 2005). Amblypygi aktif pada malam
hari dan menyukai tempat yang gelap dan lembab. Oleh karena itu, Amblypygi
yang berada di hutan sering bersembunyi di bawah batu atau pohon yang lembab
pada siang hari (Weygoldt 2000). Berbeda dengan di hutan, Amblypygi di dalam
gua jarang bersembunyi karena kondisi lingkungan gua yang gelap dan lembab.
Amblypygi di dalam gua dapat ditemukan di atap, dinding, atau lantai gua.
Peranan Amblypygi di dalam gua adalah sebagai predator.
Penelitian tentang Amblypygi di Indonesia masih sedikit, khususnya
Amblypygi yang hidup di gua. Hal tersebut karena penelusuran dan sampling di
gua tergolong sulit (Culver et al. 2006). Oleh karena itu, penelitian Amblypygi
sangat menarik untuk dilakukan, khususnya di Gua Siparat dan Sipahang. Sejauh
ini, belum ada publikasi tentang diversitas dan distribusi Amblypygi di kedua gua
tersebut.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari diversitas dan sebaran
Amblypygi di Gua Sipahang dan Siparat, Bogor.

2

METODE
Waktu dan Tempat
Pengambilan sampel dilakukan bulan November, Desember 2013 dan
Februari 2014 di Gua Siparat dan Sipahang. Identifikasi spesimen dilakukan di
Laboratorium Biosistematika dan Ekologi Hewan dan Laboratorium Biologi
Terpadu, Departemen Biologi FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah botol sampel, alkohol 70%, kertas kalkir
untuk tallysheet dan kertas label. Alat yang digunakan selama penelusuran gua
adalah coverall, helm, sepatu boot, dan headlamp. Peralatan untuk pengambilan
sampel Amblypygi dan kondisi habitat gua adalah dry box, kamera, hand loupe,
pinset, dan 4 in 1 Lutron LM-8000. Alat yang digunakan untuk pemetaan
diantaranya Global Positioning System (GPS) Garmin 76 CSx, kompas prisma,
klinometer Suunto PM-5, dan pita ukur.

Pemetaan Gua
Pemetaan dilakukan secara bottom to top dengan forward method. Titik
nol pemetaan dimulai dari ujung gua dan diteruskan seiring dengan perjalanan ke
luar hingga entrance (pintu masuk) gua. Setiap entrance ditandai dengan GPS.
Pemetaan gua dilakukan minimal oleh 3 orang. Shooter berdiri di stasiun nol lalu
membidik stationer pada stasiun 1. Setelah membaca instrumen pengukuran
(kompas, klinometer, dan pita ukur) dan melaporkan hasil pembacaan kepada
descriptor, shooter berpindah ke posisi stationer. Selanjutnya stationer bergerak
ke depan untuk menentukan titik stasiun berikutnya. Selama pemetaan, posisi
shooter selalu dibelakang stationer.
Detail lorong yang diukur oleh shooter adalah panjang kiri-kanan lorong,
jarak antar stasiun, tinggi atap, sudut jarak, sudut kemiringan lantai dan tinggi
muka air. Detail lorong diukur pada setiap stasiun dan dicatat pada tallysheet oleh
descriptor. Sketsa awal gua digambar oleh descriptor selama pemetaan
berlangsung. Klasifikasi grade peta hasil pemetaan gua mengacu pada British
Cave Research Assosiation (BCRA) (Laksmana 2005).

Pengamatan dan Koleksi Sampel Amblypygi
Metode yang digunakan dalam pengamatan Amblypygi ialah sensus visual
di sepanjang lorong gua. Pengamatan Amblypygi dilakukan secara cermat di
setiap bagian substrat lantai, celah dan rekahan di dinding, atap gua, tumpukan
endapan (guano) dan runtuhan bebatuan. Amblypygi yang ditemukan kemudian
dikoleksi secara langsung dengan tangan (hand collecting) (Hunt dan Millar 2001)
untuk selanjutnya diidentifikasi. Titik lokasi ditemukannya Amblypygi dicatat

3

dalam sketsa gua. Pada setiap pengambilan sampel dilakukan pengukuran
komponen abiotik, yaitu suhu, kelembaban dan intensitas cahaya dengan Lutron
LM-8000.

Pengawetan dan Identifikasi Sampel
Spesimen diawetkan secarah basah dalam alkohol 70%. Masing-masing
spesimen diberi label. Selanjutnya spesimen diidentifikasi ke tingkat genus
berdasarkan Weygoldt (2000) dan Harvey (2003) dan ke tingkat spesies
berdasarkan Gravely (1915), Dunn (1949), Weygoldt (2000), dan Rahmadi dan
Harvey (2008).

Analisis Data
Data komponen abiotik, habitat, dan jumlah Amblipygi disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik. Data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif. Data
pemetaan diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Survex 1.2.13, sehingga
menghasilkan centerline lorong, lebar lorong, total jarak, tinggi lantai, dan
orientasi peta. Detail lorong digambar pada centerline berdasarkan sketsa lorong
menggunakan Adobe Photosop CS5. Setiap jenis Amblypygi yang teridentifikasi
ditandai dalam peta sehingga terlihat distribusinya.

HASIL
Kondisi Gua Siparat dan Sipahang
Gua Siparat dan Gua Sipahang merupakan gua alami yang terletak di Desa
Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Gambar 1). Kedua
gua ini masuk ke dalam kawasan karst Gudawang. Di kawasan karst tersebut telah
dikembangkan satu objek wisata gua bernama Gua Gudawang. Gua Sipahang
merupakan salah satu gua wisata yang terdapat di area tersebut, sedangkan Gua
Siparat letaknya berada di luar kawasan wisata Gua Gudawang.
Berdasarkan hasil pemetaan, Gua Siparat dan Sipahang tergolong gua
berair karena lorongnya didominasi oleh aliran air. Panjang lorong Gua Siparat
(180,1m) relatif lebih pendek dari Gua Sipahang (474,8m). Variasi ketinggian
lantai Gua Sipahang (-0,6–6,6m) dan Siparat (-2,92–2,83m) relatif datar, sehinga
keduanya digolongkan sebagai gua horizontal. Gua Siparat memiliki beberapa
percabangan lorong dan 3 pintu masuk (entrance) berbeda, berada di ketinggian
121,62m dpl (entrance 1), 127,40m dpl (entrance 2), dan 130,76m dpl (entrance
3). Gua Sipahang memiliki entrance yang berada di ketinggian 113,7m dpl dan
sebuah aven (jendela).

4

Keterangan:
Jalan Raya
Lahan Terbangun
Hutan / Kebun

Gambar 1 Peta lokasi Gua Siparat dan Sipahang di Kecamatan Cigudeg, Bogor

Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan di kedua gua relatif bervariasi pada setiap bulan. Suhu
rata-rata di dalam Gua Siparat pada bulan November (29,50C) dan Desember
(29,90C) lebih tinggi dibandingkan pada bulan Februari (25,50C). Suhu rata-rata di
dalam Gua Sipahang pada bulan November (28,10C) dan Desember (27,50C) juga
lebih tinggi dibandingkan pada bulan Februari (26,50C). Intensitas cahaya hanya
bisa diukur di pintu masuk gua, yaitu 886-220 lux di Gua Siparat dan 636-300 lux
di Gua Sipahang, sedangkan intensitas cahaya di dalam gua bernilai nol.
Kelembapan udara di kedua gua relatif tinggi, berkisar antara 87,8-96,5% di Gua
Siparat dan 92,2-97,3% di Gua Sipahang (Tabel 1).
Table 1 Data lingkungan di dalam Gua Siparat dan Sipahang
Gua
Siparat

Parameter
November
Desember
Februari
0
Suhu ( C)
29,5 (28,7-31)
29,9 (28,6-30,9) 25,5 (25,4-25,5)
Kelembapan (%RH)
96,5 (92,4-98,5)
87,8 (82-96)
95,7 (95.6-95.7)
Intensitas Cahaya (lux)*
886
830
220
0
Sipahang Suhu ( C)
28,1 (27,8-28,5)
27,5 (27,2-27,9) 26,5 (25,9-26,4)
Kelembapan (%RH)
97,3 (93,4-100)
98,3 (93,4-99,8) 92,2 (89,2-94,4)
Intensitas Cahaya (lux)*
636
450
300
Keterangan: Nilai diluar tanda kurung “()” adalah rata-rata dan di dalam tanda kurung “()”
menunjukkan nilai minimum-maksimum. Pengamatan bulan Februari, di Gua Siparat
hanya dilakukan di pintu masuk dan di Gua Sipahang hanya dari pintu masuk hingga
chamber karena kedua gua sedang banjir.
* = diukur di pintu masuk gua.

5

Karakteristik Amblypygi
Famili Charontidae
Amblypygi yang ditemukan di Gua Siparat dan Sipahang termasuk
Charontidae. Amblypygi yang termasuk Charontidae memiliki pulvilli (Gambar
2h) di ujung tarsus kaki jalan. Famili tersebut dicirikan dengan adanya 3 atau 2
duri utama di permukaan dorsal patela pedipalpus dan terdapat sebaris seta (row
of setae) di ujung proksimal cleaning organ (Gambar 2e). Anggota Charontidae
ialah Charon dan Stygophrynus
Genus Stygophrynus
Stygophrynus dicirikan dengan adanya tiga duri utama di dorsal patela
pedipalpus dengan panjang hampir sama (Gambar 2c-2d) dan sedikitnya terdapat
3 duri kecil di bagian dorsal dan ventral tibia pedipalpus. Genus tersebut memiliki
artikulasi di tarsus pedipalpusnya (Gambar 2e) dan memiliki 4 gigi di basal
kelisera (Gambar 2i-2j). Gigi paling dorsal berbentuk bicuspid (Gambar 2i-2j).
1. Stygophrynus sunda Rahmadi dan Harvey 2008
Stygophrynus sunda (Gambar 2a) memiliki ukuran tubuh 12–18 mm. Spesies
tersebut memiliki 4 duri di dorsal femur pedipalpus (Tabel 2). Jumlah gigi di
tarsus kelisera ialah sebanyak 5-6 gigi. Jumlah gigi di tepi eksternal kelisera ialah
sebanyak 2 gigi dengan bentuk yang runcing (Gambar 2i).
2. Stygophrynus dammermani Roewer 1928
Stygophrynus dammermani (Gambar 2b) memiliki ukuran tubuh 11–24 mm.
Spesies tersebut memiliki 4-5 duri di dorsal femur pedipalpus (Tabel 2). Jumlah
gigi di tarsus kelisera ialah sebanyak 5-6 gigi. Jumlah gigi di tepi eksternal
kelisera ialah sebanyak 2 gigi dengan gigi paling dorsal berbentuk bicuspid
(Gambar 2j).

Gambar 2 Karakteristik spesies Stygophrynus: S. sunda (a) dan S. dammermani
(b). Dorsal tibia pedipalpus S. dammermani (c) dan S. sunda (d).
Tarsus tungkai S. sunda (e). Dorsal femur pedipalpus S. dammermani
(f-g). Ventrolateral tarsus pedipalpus S. sunda (h). Kelisera S. sunda
(i) dan S. dammermani (j). RS = row of setae, CO = cleaning organ.
Garis skala = 1 cm untuk a-b, garis skala = 1 mm untuk c-j.

6

Table 2 Karakteristik spesies Stygophrynus
Karakteristik
Mata (median & lateral)
Jumlah gigi eksternal kelisera
Jumlah gigi di tarsus kelisera
Duri di dorsal femur pedipalpus

S. dammermani
Ada
2 gigi dengan gigi paling atas bicuspid
5–6 gigi
4–5 duri

S. sunda
Ada
2 gigi
5–6 gigi
4 duri

Diversitas Amblypygi
Total Amblypygi yang ditemukan selama pengamatan adalah 23 individu,
17 individu diantaranya dikoleksi. Perbandingan jumlah jantan dan betina dari
Amblypygi yang dikoleksi adalah 9:8. Dari hasil pengamatan, Amblypygi yang
ditemukan di Gua Siparat (10 individu) lebih sedikit dibandingkan Gua Sipahang
(13 individu). Spesies yang ditemukan di kedua gua tersebut adalah Stygophrynus
dammermani (20 individu) dan Stygophrynus sunda (3 individu) (Tabel 3).
Amblypygi banyak ditemukan pada bulan November 2013 (15 individu)
dan menurun jumlahnya pada bulan Februari 2014 (3 individu) (Tabel 3). Pada
bulan Februari di Gua Siparat, tidak ditemukan Amblypygi. Keadaan gua saat itu
sedang banjir dan pengamatan hanya bisa dilakukan di sekitar pintu masuk gua.
Table 3 Jumlah spesies Amblypygi yang ditemukan di Gua Siparat dan Sipahang
Gua
Siparat

Jarak dari
entrance (m)
23
41
69
102
119

Sipahang

128
71
95
162
350
385

Spesies
Amblypygi
S. dammermani
S. dammermani
S. sunda
S. dammermani
S. dammermani
S. dammermani
S. sunda
S. dammermani
S. sunda
S. dammermani
S. dammermani
S. dammermani
S. dammermani
Total

November
1
1
1
1
1
1
1
1
5
1
1
15

Σ individu
Desember
1
1
1
2
5

Februari
1
2
3

Berdasarkan hasil pengamatan di kedua gua, Amblypygi lebih memilih
dinding (15 individu) sebagai mikrohabitatnya dibandingkan lantai (5 individu)
dan atap gua (3 individu). Di Gua Siparat, Amblypygi tidak pernah ditemukan di
lantai gua, tetapi lebih banyak ditemukan di dalam ceruk (Gambar 3a) yang
terletak di dinding atau atap gua. Amblypygi di Gua Sipahang menempati bagian
atap, dinding dan lantai gua. Stygophrynus dammermani ditemukan pada tiga
bagian utama lorong gua (atap, dinding, lantai), sedangkan S. sunda ditemukan di
dinding dan lantai gua.

7

(a)
(b)
Gambar 3 Mikrohabitat Amblypygi di Gua Siparat: ceruk (a) di dinding atau atap
gua. Beberapa individu jangkrik (b) ditemukan di dalam gua

Distribusi Amblypygi di Dalam Gua
Amblypygi tersebar secara acak di dalam gua Siparat dan Sipahang. Ratarata selisih antar titik ditemukannya amblypygi, yaitu 25 m di Gua Siparat dan 77
m di Gua Sipahang. Jumlah Amblypygi yang dijumpai di Gua Siparat sebanyak 12 individu di setiap titiknya pada setiap pengamatan. Jarak antar individu di satu
titik yang sama sejauh 0,7–2 m. Di Gua Siparat, spesies S. dammermani dan S.
sunda dapat dijumpai di satu titik sama (Gambar 4).

Gambar 4 Peta Gua Siparat dan distribusi spesies Amblypygi yang ditemukan

8

Amblypygi di Gua Sipahang lebih banyak ditemukan di area chamber
(lorong gua yang besar) dibandingkan di titik lainnya. Total individu yang
ditemukan di chamber selama tiga bulan pengamatan berjumlah 9 individu,
sedangkan di titik lainnya hanya ditemukan 1 individu (Gambar 5). Pada
pengamatan bulan November, jumlah Amblypygi yang berada di chamber
sebanyak 5 individu (Tabel 3) dengan jarak antar individu sejauh 1–2,5 m.

Gambar 5 Peta Gua Sipahang dan distribusi spesies Amblypygi yang ditemukan

PEMBAHASAN
Spesies Amblypygi gua (hypogean Amblypygi) di Jawa terdiri atas
Stygophrynus (Charontidae), Charon (Charontidae), dan Sarax (Charinidae)
(Rahmadi 2011). Genus tersebut memiliki distribusi yang spesifik di gua-gua di
Jawa. Amblypygi yang ditemukan di Jawa Barat adalah Stygophrynus dan Sarax.

9

Sarax pernah ditemukan di Gua Sipahang (Rahmadi, komunikasi pribadi), namun
pada penelitian ini, spesies tersebut tidak ditemukan. Pada penelitian ini hanya
Stygophrynus yang ditemukan di Gua Sipahang. Diduga, Stygophrynus memiliki
tingkat toleransi yang lebih tinggi terhadap lingkungan Gua Sipahang
dibandingkan dengan Sarax
Spesies Stygophrynus banyak menghuni gua-gua di Jawa Barat. Sebaran
genus tersebut terbatas dari Jawa Barat hingga timur laut Pulau Jawa. Spesies
Stygophrynus belum pernah dilaporkan menghuni gua-gua di bagian timur Jawa
(Rahmadi et al. 2011). Berbeda dengan Stygophrynus, spesies Charon dapat
ditemukan di Jawa bagian timur dan tidak ditemukan di gua-gua di Jawa Barat
(Rahmadi 2011).
Distribusi Stygophrynus terdapat di Asia, diantaranya Indonesia, Malaysia,
Myanmar, Thailand, dan Vietnam (Harvey 2003). Spesies Stygophrynus pertama
kali dilaporkan oleh Kraepelin tahun 1895 sebagai Charon cavernicola (Rahmadi
dan Harvey 2008). Sampai sekarang, total spesies Stygophrynus berjumlah 7
spesies, yaitu S. berkeleyi, S. cerberus, S. dammermani, S. longispina, S. sunda, S.
brevispina, dan S. moultoni (Harvey 2003; Weygodt 2000; Rahmadi dan Harvey
2008). Spesies yang ditemukan di Indonesia adalah S. moultoni, S. dammermani
dan S. sunda. Spesies S. dammermani dan S. sunda merupakan spesies Amblypygi
yang ditemukan di Gua Sipahang dan Siparat.
Stygophrynus dammermani merupakan spesies yang lebih banyak (20
individu) ditemukan di kedua gua, dibandingkan dengan S. sunda (3 individu)
(Tabel 3). Hal ini diduga karena kedua spesies tersebut memiliki tingkat toleransi
yang berbeda terhadap lingkungan gua. Menurut Rahmadi (2011) S. dammermani
secara ekstensif terdapat di Jawa bagian barat, diantaranya di gua-gua Bogor.
Spesies tersebut juga pertama kali ditemukan di gua di daerah Bogor yang
dilaporkan oleh Roewer tahun 1928.
Berbeda dengan S. dammermani, spesies S. sunda pertama kali ditemukan
di dalam hutan. Spesies tersebut diketahui hanya berada di Pulau Legundi (Selat
Sunda) dan Gunung Hondje, Taman Nasional Ujung Kulon. Spesies tersebut tidak
pernah ditemukan di timur Gunung Hondje hingga Jawa bagian timur (Rahmadi
dan Harvey 2008). Ditemukannya spesies S. sunda di Bogor merupakan catatan
baru, sehingga sebaran spesies tersebut tidak hanya di Ujung Kulon dan Pulau
Legundi tetapi hingga Bogor, Jawa Barat. Rahmadi dan Harvey (2008) juga
melaporkan bahwa spesies S. sunda yang ditemukan Ujung Kulon berada di lantai
hutan, bukan di dalam gua. Oleh karena itu, Spesies S. sunda yang ditemukan di
Gua Siparat dan Sipahang juga tercatat sebagai catatan hygogean pertama.
Dilihat dari jumlah Amblypygi yang ditemukan selama pengamatan (Tabel
3), terjadi penurunan jumlah individu setiap bulannya. Amblypygi banyak
dikoleksi pada bulan November 2013 sehingga jumlah Amblypygi yang
ditemukan pada bulan Desember 2013 dan Februari 2014 menurun. Hal tersebut
karena populasi Amblypygi tidak dapat kembali dalam waktu yang singkat, sebab
Amblypygi memiliki masa hidup yang lama. Selain itu, pada bulan Februari,
kedua gua sedang banjir sehingga pengamatan tidak bisa dilakukan secara
menyeluruh ke dalam gua. Pengamatan dilakukan di sekitar pintu masuk gua.
Penurunan jumlah Amblypygi di kedua gua berkaitan dengan siklus hidup
Amblypygi. Amblypygi diketahui memiliki masa hidup yang relatif lama dan
sensitif terhadap perubahan lingkungan, dibutuhkan 1-2 tahun untuk siap

10

reproduksi. Waktu reproduksi yang dibutuhkan akan menjadi 2 kali lipat lebih
lama jika suhu lingkungannya mencapai 80%.
Amblypygi di dalam gua lebih banyak ditemukan di dinding, diduga
karena terdapat banyak mangsa. Salah satu mangsa Amblypygi adalah jangkrik.
Dari hasil pengamatan, pada titik ditemukannya Amblypygi biasanya juga
ditemukan jangkrik (Gambar 3b). Perilaku Amblypygi dalam memangsa lebih
banyak diam dan menunggu sambil mengeksplorasi wilayah sekitar dengan kaki
antenanya (Santer dan Hebets 2009). Kaki antena yang panjang merupakan bentuk
adaptasi Amblypygi terhadap lingkungannya. Kaki antena ini memiliki beragam
tipe rambut sensor yang berperan sebagai reseptor kimia dan berjumlah ratusan
(Foelix dan Hebets 2001).
Amblypygi di Gua Siparat tidak pernah ditemukan di lantai gua, namun
banyak terdapat di ceruk yang berada di dinding atau atap. Hal ini karena di dalam
ceruk banyak terdapat celah. Diduga, celah tersebut digunakan Amblypygi untuk
bersembunyi dan berlindung dari banjir, meskipun Amblypygi (Phrynus
marginemaculatus) memiliki kemampuan bertahan di dalam air (Hebets dan
Chapman 2000).
Amblypygi di kedua gua tersebar secara acak, dari sekitar pintu masuk gua
hingga ujung gua. Amblypygi yang ditemukan cenderung tidak mengelompok,
meskipun di Gua Sipahang Amblypygi lebih banyak ditemukan di titik chamber.
Hal ini dapat dilihat dari adanya selisih jarak antar individu di satu titik yang
sama, yaitu 0,7-2 m di Gua Siparat dan 1-2,5 m di Gua Sipahang. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Weygoldt (2000) bahwa Amblypygi tidak ditemukan
mengelompok, biasanya antar individu dipisahkan oleh jarak sejauh beberapa
meter.
Amblypygi di Gua Sipahang lebih banyak ditemukan di chamber karena
chamber merupakan area kering yang tidak dialiri air. Chamber tersebut letaknya
berada di atas lorong utama, sehingga tidak terkena banjir. Chamber Sipahang

11

juga merupakan area yang memiliki banyak sumber materi organik, guano, karena
dihuni oleh kelelawar. Hal tersebut menyebabkan sumber pakan Amblypygi
(jangkrik dan arthropoda kecil) melimpah.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Amblypygi yang ditemukan di Gua Sipahang dan Siparat adalah S.
dammermani dan S. sunda. Spesies S. dammermani ditemukan lebih dominan
dibandingkan dengan S. sunda. Ditemukannya spesies S. sunda di Bogor
merupakan catatan baru dan sebagai laporan S. sunda hypogean pertama yang
ditemukan.
Spesies S. dammermani dan S. sunda di dalam Gua Sipahang dan Siparat
tersebar secara acak. Amblypygi di kedua gua tersebut dapat ditemukan dari
sekitar pintu masuk gua hingga ujung gua. Amblypygi ditemukan tidak
mengelompok, terdapat selisih jarak antar individu di satu titik yang sama.
Amblypygi di Gua Sipahang dan Siparat lebih memilih dinding gua sebagai
mikrohabitatnya.

Saran
Amblypygi merupakan hewan dengan jumlah populasi yang sedikit dan
sensitif terhadap perubahan lingkungan, sehingga upaya konservasi perlu
dilakukan. Salah satu diantaranya adalah pihak pengelola wisata Gua Gudawang
perlu mempertimbangkan kebijakan jumlah pengunjung. Oleh karena itu,
dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai populasi Amblypygi terkait dengan
jumlah pengunjung.

DAFTAR PUSTAKA
Clements R, Sodhi NS, Schilthuizen M, Peter Kl. 2006. Limestone karsts of
Southeast Asia: imperiled arks of biodiversity. BioScience 56: 733-742.
Culver DC, Master LL, Christman MC, Hobbs HH. 2000. Obligate cave fauna of
the 48 contiguous United States. Conservation Biology 14: 386–401.
Culver DC, Deharveng L, Bedos A, Lewis JJ, Madden M, Reddell JR, Sket B,
Trontelj P, White D. 2006. The mid-latitude biodiversity ridge in terrestrial
cave fauna. Ecography 29: 120-128.
Dunn RA. 1949. New Pedipalpi from Australia and the Solomon Islands. Memoirs
of the National Museum of Victoria 16: 7–1.
Gravely FH. 1915. A revision of the Oriental Subfamilies of Tarantulidae (Order
Pedipalpi). Records of the Indian Museum 11: 433–455.
Foelix R, Hebets EA. 2001. Sensory biology of whip spiders (Arachnida,
Amblypygi). Andrias 15: 129–140.

12

Harvey MS. 2002. The neglected cousins: what do we know about the smaller
Arachnid orders? J Arachnology 30: 357–372.
Harvey MS. 2002a. The first old world species of Phrynidae (Amblypygi):
Phrynus exsul from Indonesia. J Arachnology 30: 470–474.
Harvey MS. 2003. Catalgue of The Smaller Arachnid Orders of The World :
Amblypygi, Uropygi, Schizomida, Palpigradi, Ricinulei and Solifugae.
Victoria (AU): CSIRO Publising.
Harvey MS. 2007. The smaller arachnid orders: diversity, descriptions and
distributions from Linnaeus to the present (1758 to 2007). Zootaxa 1668:
363–380.
Hebets EA, Chapman RF. 2000. Surviving the flood: plastron respiration in the
non-tracheate arthropod Phrynus marginemaculatus (Amblypygi:
Arachnida). J Insect Physiol. 46 (1): 13–19.
Hunt MR, Millar I. 2001. Cave Invertebrate Collecting Guide. New Zeland (NZ):
Departement of Conservacy.
Laksmana EE. 2005. Stasiun Nol: Teknik-Teknik Pemetaan dan Survey Hidrologi
Gua. Yogyakarta (ID): ASC & Megalith Book.
Mulyati T. 2007. Kajian kondisi gua untuk pengembangan wisata minat khusus di
kawasan Karst Gudawang, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Predini L, Weygoldt P, Wheeler WC. 2005. Systematics of the Damon variegatus
group of African whip spiders (Chelicerata: Amblypygi): evidence from
behaviour, morphology and DNA. Organisms, Diversity & Evolution 5:
203–236.
Rahmadi C. 2010. Kalacemeti begitu tua tapi miskin jenis, tanya kenapa?
[internet]. (diakses tanggal 13 maret 2014). Tersedia pada:
http://biotagua.org/2010/10/04/kalacemeti-miskin-jenis/.
Rahmadi C. 2011. Biospeleology of Java caves, Indonesia: a review. Di dalam:
Haryono E, Adji TN, Suratman, editor. Proceedings of the International
Conference Asian Trans-Disciplinary Karst Conference; 7-10 Jan 2011;
Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Fakultas Geografi Universitas
Gajah Mada. hlm 241-250.
Rahmadi C, Harvey MS. 2008. A first epigean species of Stygophrynus Kraepelin
(Amblypygi: Charontidae) from Java and adjacent islands, Indonesia with
notes on S. dammermani Roewer, 1928. Raffles Bulletin of Zoology 56:
281-288.
Rahmadi C, Harjanto S. 2011. Keanekaragaman fauna dan kondisi klimat di Gua
Anjani, kawasan Karst Menoreh: sebuah catatan awal. Fauna Indonesia
10: 32-38.
Rahmadi C, Harvey MS, Kojima JI. 2010. Whip spiders of genus Sarax Simon
1892 (Amblypygy: Charinidae) from Borneo island. Zootaxa 2612: 1-21.
Rahmadi C, Harvey MS, Kojima JI. 2011. The status of whip spider subgenus
Neocharon (Amblypygi: Charontidae) and the distribution of the genera
Charon and Stygophrynus. J Arachnology 39: 223-229.
Roewer CF. 1928. Ein Javanischer Charontine. Treubia 10: 15–21.
Romero A. 2009. Cave Biology: Life in Darkness. New York (US): Cambridge
Univ Pr.

13

Santer RD, Hebets EA. 2009. Prey capture by the whip spider Phrynus
marginemaculatus C.L. Koch. J Arachnology 37: 109–112.
Weygoldt P. 2000. Whip Spider: Their Biology, Morphology and Systematic.
Denmark (DK): Appolo Books.
Weygoldt P. 2002. Sperm transfer and spermatophore morphology of the whip
spiders Sarax buxtoni, S. brachydactylus (Charinidae), Charon cf. grayi,
and Stygophrynus brevispina nov. spec. (Charontidae) (Chelicerata,
Amblypygi). Zool Anz 241: 131–148.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 1990 dari pasangan Bapak
Ahmad Yuliadi dan Ibu Syafuroh. Penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 38 Jakarta dan masuk
perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor Departemen Biologi melalui jalur
SNMPTN.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif berorganisasi di Unit Kegiatan
Mahasiswa Lawalata – IPB di Divisi Caving. Pada tahun 2009 penulis tergabung
sebagai tim kajian biospeleologi dalam “Ekspedisi Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung, Sulawesi Selatan” dan tahun 2010 penulis tergabung sebagai tim
“Ekspedisi Studi Kakatua Seram (Cacatua moluccensis) di Taman Nasional
Manusela, Maluku Tengah”. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) dengan judul “Keanekaragaam Arthropoda dalam Sistem
Perguaan Karst Ciampea” yang hasilnya diikutsertakan dalam “Symposium
Internasional Issues in Global Species Conservation Effort of IUCN Species
Survival Commission”. Penulis juga pernah menjadi narasumber dalam Seminar
“The Amazing Karst” tahun 2009 dan “Lawalata Expedition” Tahun 2011. Tahun
2012 penulis menjadi panitia Seminar dan Workshop Nasional “Scientific Karst
Exploration”. Penulis melakukan praktik lapangan pada tahun 2012 di lembaga
swadaya masyarakat Rimbawan Muda Indonesia (RMI) dengan judul
“Inventarisasi Tumbuhan Obat dalam Program Green Corridor Initiative (GCI)
LSM RMI–The Indonesian Institute for Forest and Environment” di bawah
bimbingan Dr Sri Listiyowati, MSi.