Profil Hematologi Tikus Pascaimplantasi Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi (Fe) Berpori Pada Tulang Femur

PROFIL HEMATOLOGI TIKUS PASCAIMPLANTASI
BIOMATERIAL LOGAM TERDEGRADASI BERBAHAN DASAR
BESI (Fe) BERPORI PADA TULANG FEMUR

MUHAMMAD FAJAR NASHRULLOH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Hematologi
Tikus Pascaimplantasi Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi
(Fe) Berpori pada Tulang Femur adalah benar karya saya dengan arahan
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor,

Februari 2015

Muhammad Fajar Nashrulloh
NIM B04100099

ABSTRAK
MUHAMMAD FAJAR NASHRULLOH. Profil Hematologi Tikus Pascaimplantasi
Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi (Fe) Berpori pada Tulang
Femur. Dibimbing oleh RETNO WULANSARI dan DENI NOVIANA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Profil Hematologi Tikus
Pascaimplantasi Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi Berpori.
Sebanyak 60 tikus strain Sprague Dawley dengan berat rata-rata 175 gram dibagi dalam
4 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas 15 ekor tikus dengan perlakuan
implan berpori 450 um, 580 um, 800 um, dan kontrol. Implantasi dilakukan pada diafise

tulang paha dengan ukuran implan 5 x 2 x 0.5 mm3. Sampel darah diambil pada hari ke0 praimplantasi serta hari ke-7, 14, dan 30 pascaimplantasi. Hitung darah lengkap
dilakukan dengan menggunakan alat hematology analyzer. Analisa statistik
menggunakan ANAVA dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa implantasi material Fe berpori tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap nilai kontrol pada semua parameter hematologi
kecuali persentase limfosit. Bahan implan Fe berpori 450 µm paling dapat diterima oleh
tubuh tikus berdasarkan uji statistik yang tidak menunjukkan perbedaan nyata secara
konsisten terhadap nilai kontrol pada semua parameter hematologi. Kesimpulannya,
implantasi material Fe berpori tidak berpengaruh secara signifikan terhadap parameter
hematologi.
Kata kunci: Fe, pori, degradasi, implantasi, profil hematologi

ABSTRACT
MUHAMMAD FAJAR NASHRULLOH. Hematological Profile of Rat After
Implantation Metal Porous Fe-Based Biomaterial in Femoral Bone. Supervised by
RETNO WULANSARI and DENI NOVIANA.
This study was aimed to examine hematological profile of rat after implantation
metal porous Fe-based biomaterial in femoral bone. Sixty Sprague Dawley rats with an
average body weight of 175 grams were divided into 4 groups. The groups consisted of
15 rats each and were divided based on implant pore size 450 µm, 580 µm, 800 µm and

control without implant. Implant was inserted at diaphysis area of femoral bone with
implant size of 5 x 2 x 0.5 mm3. The blood sample was taken at day-0 pre-implantation
and at day-7, 14, and 30 post-implantation. Complete Blood Count (CBC) was done by
using hematology analyzer. The statistical analysis was done by using ANOVA and
continued with Duncan test at level of significance 5%. The result showed that there
were no significant differences (p>0.05) at all hematological parameters in control
group except for the lymphocyte percentage value. Porous Fe-based material implant
with 450 µm porous size showed the most acceptable response from rat body. The
statistical test did not show consistent significant difference at all hematological
parameters. In conclusion, implantation with metal porous Fe-based biomaterial did not
effect significantly to hematological parameters.
Keywords: Fe, porous, degradation, implantation, hematological profile

PROFIL HEMATOLOGI TIKUS PASCAIMPLANTASI
BIOMATERIAL LOGAM TERDEGRADASI BERBAHAN DASAR
BESI (Fe) BERPORI PADA TULANG FEMUR

MUHAMMAD FAJAR NASHRULLOH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

;%;2=18-79-=


= 86(/2= &3:626)-= -1;9=9$-3724:9-=-63:&8-2=
6)3=&8%&)8%9-=&8"

4=98= &9-=&=&8768-=

7%=;24)=&3;8=
3=


= ;*%=08=9,226*=

=

=  =

-9&:;0;-= 62&*=

8*=&:46=

+=

&3#-3"-4)= =

&3"-3"-4)==

.1&:*;-=62&*=

4))2=;2;9

=

86'8*=&5-=







*=

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013
ini berjudul Profil Hematologi Tikus Pascaimplantasi Biomaterial Logam
Terdegradasi Berbahan Dasar Besi (Fe) Berpori pada Tulang Femur.
Skripsi ini disusun dalam rangka memperoleh gelar sarjana dari
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis

ucapkan kepada Drh Retno Wulansari, MSi, PhD selaku dosen pembimbing I
dan Prof Drh Deni Noviana, PhD selaku dosen pembimbing II atas segala
bimbingan, ilmu, dan pengarahan yang diberikan selama penelitian dan
penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drh R
Harry Soehartono MAppSc, PhD selaku dosen pembimbing akademik serta
Drh Devi Paramitha, MSi selaku ketua tim penelitian, Drh Mokhamad
Fakhrul Ulum, MSi, Drh Budianto Panjaitan, MSi yang telah membantu
penulis dalam penelitian.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada
Ibunda Fatimah dan Ayahanda Cahyono Nuruddin (almarhum), Kakanda Mas
Rizal, Mas Fais, Mas Aan, Mas Ilman, Mba Ufik, dan Adinda Kartikasari,
serta seluruh keluarga atas doa dan motivasi yang selalu diberikan. Ucapan
terima kasih kepada rekan sepenelitian, Jojo, Risti, Arlita, Aniza, Dwida, dan
rekan-rekan Kost Hamas, Dedek, Metrizal, Heru, Alvin, Slamet, serta temanteman Acromion 47 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis
menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu
penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

Muhammad Fajar Nashrulloh

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR TABEL

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Hipotesis

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2


Bahan

2

Hewan Percobaan

3

Alat

3

Variabel Penelitian

3

Prosedur

4


HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Parameter Eritrosit

6

Jumlah Trombosit

9

Parameter Leukosit

10

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

14

RIWAYAT HIDUP

16

DAFTAR GAMBAR

1 Jadwal kegiatan penelitian Profil Hematologi Tikus Pascaimplantasi
Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi (Fe) Berpori pada
Tulang Femur

2

2 Bahan implan Fe berpori

3

DAFTAR TABEL

1 Nilai hematologi tikus praimplantasi material Fe berpori

5

2 Jumlah eritrosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori

6

3 Nilai hematokrit tikus pascaimplantasi material Fe berpori

7

4 Kadar hemoglobin tikus pascaimplantasi material Fe berpori

7

5 Nilai MCV tikus pascaimplantasi material Fe berpori

8

6 Nilai MCHC tikus pascaimplantasi material Fe berpori

9

7 Jumlah trombosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori

9

8 Jumlah total leukosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori

10

9 Persentase neutrofil tikus pascaimplantasi material Fe berpori

10

10 Persentase eosinofil tikus pascaimplantasi material Fe berpori

11

11 Persentase basofil tikus pascaimplantasi material Fe berpori

12

12 Persentase limfosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori

12

13 Persentase monosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori

13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan implan medis telah berkembang secara dramatis selama
dekade terakhir karena peningkatan harapan hidup, perubahan gaya hidup, dan
peningkatan teknologi implan (Bosco et al. 2012). Biomaterial merupakan suatu
material yang ditanamkan dalam tubuh manusia ataupun hewan coba sebagai
konstituen dari perangkat yang dirancang untuk melakukan fungsi biologis
tertentu dengan menggantikan atau memperbaiki jaringan (Navarro et al. 2008).
Besi (Fe) adalah salah satu biomaterial logam terdegradasi yang memiliki
biokompatibilitas cukup baik terhadap tubuh, namun memiliki kecepatan
degradasi yang sangat lambat (Ulum et al. 2014). Struktur Fe berpori merupakan
hasil modifikasi besi solid yang didesain supaya besi memiliki sifat degradasi
lebih cepat. Penerapan implan medis sering gagal sebagai akibat dari reaksi benda
asing ditandai dengan infiltrasi sel-sel inflamasi pada permukaan implan sebagai
reaksi penolakan (Zdolsek et al. 2007). Anderson et al. (2009) menyatakan bahwa
pemahaman tentang konsep hematologi dalam aplikasi implantasi biomaterial
medis adalah hal yang penting untuk mengetahui respon tubuh baik reaksi
fisiologis maupun imunologis. Respon tersebut dapat bersifat akut atau kronis.
Pengetahuan tentang hal tersebut bertujuan agar sifat biokompatibilitas material
implan dengan tubuh dapat diketahui. Sifat biokompatibilitas inilah yang
menentukan tepat atau tidaknya jenis material implan untuk diaplikasikan pada
individu tertentu dan pada organ tertentu. Analisis radiografi X-ray yang
dilakukan oleh Noviana et al. (2013) menunjukkan bahwa implantasi komposit
Fe-Biokeramik pada tulang radialis lebih cepat terdegradasi daripada tulang
tibialis pada hewan model domba. Hasil penelitian Paramitha et al. (2013) juga
menunjukkan adanya perbedaan nilai distribusi produk degradasi pada bahan
implan yang berbeda. Hal ini berarti bahwa implantasi pada situs dan bahan yang
berbeda dapat mengakibatkan reaksi jaringan yang berbeda pula.
Parameter hematologi dapat dijadikan acuan untuk menentukan sifat
biokompatibilitas material implan. Penelitian mengenai profil hematologi pada
implan Fe solid sudah banyak dilakukan, namun pada implan Fe berpori masih
sebatas pada sifat mekanik dan degradasi paduan Fe-Mn dalam tubuh (Hermawan
et al. 2010). Hal inilah yang mendorong dilakukannya penelitian profil
hematologi tikus pascaimplantasi biomaterial logam terdegradasi berbahan dasar
besi (Fe) berpori pada tulang femur. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan
Complete Blood Count (CBC) yang meliputi parameter eritrosit (jumlah eritrosit,
hematokrit, hemoglobin, dan indeks eritrosit), jumlah trombosit, serta parameter
leukosit. Harapan yang diinginkan dari penelitian ini yaitu adanya respon yang
baik oleh tubuh terhadap implantasi material Fe berpori. Material yang memiliki
kompatibilitas yang baik dapat direkomendasikan untuk dikembangkan lebih
lanjut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
biokompatibilitas Fe berpori dengan melihat profil hematologi tikus, sehingga Fe
berpori dapat dijadikan pertimbangan sebagai material implantasi tulang.

2
Hipotesis
Implantasi biomaterial logam berbahan dasar besi (Fe) berpori pada tulang
femur tidak memengaruhi profil hematologi tikus.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat biokompatibilitas material
logam terdegradasi berbahan dasar besi (Fe) berpori terhadap tubuh tikus dengan
melihat profil hematologi.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang profil
hematologi hewan coba pada implantasi biomaterial logam terdegradasi berbahan
dasar besi (Fe) berpori pada tulang femur. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat
dijadikan pertimbangan dalam penggunaan biomaterial implan terdegradasi
berbahan dasar Fe berpori untuk persembuhan patah tulang.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga bulan
Februari 2014 di Divisi Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi,
dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (Gambar 1).
Pemeliharaan tikus dilakukan di Rumah Sakit Hewan IPB dan pemeriksaan
sampel darah dilakukan di laboratorium komersial di Bogor.

Gambar 1 Jadwal kegiatan penelitian profil hematologi tikus pascaimplantasi
biomaterial logam terdegradasi berbahan dasar besi (Fe) berpori
pada tulang femur.

Bahan
Bahan yang digunakan adalah material logam Fe berpori dengan diameter
pori 450 µm, 580 µm, dan 800 µm (Gambar 2). Bahan yang digunakan untuk

3
aklimatisasi adalah anthelmintik praziquantel 50 mg dan pyrantel 144 mg,
antiprotozoa metronidazole 25 mg/ml, dan antibiotik doxycycline 100 mg.
Anestesi menggunakan Ketamine 10% dan Xylazine 2% perinjeksi. Desinfektan
menggunakan alkohol 70% dan iodine tincture 3%. Penjahitan menggunakan
benang VycrilTM polyglactin ukuran 5/0 dan plester HypafixTM. NaCl fisiologis
digunakan sebagai pembersih jaringan. Tikus dipelihara dengan pemberian pakan
komersial dan air ad libitum.

Gambar 2 Bahan Implan Fe berpori: a) Fe berpori 450 µm, b) Fe berpori 580
µm, c) Fe berpori 800 µm
Hewan Percobaan
Hewan coba yang digunakan yaitu tikus putih jantan strain Sprague Dawley
(Rattus norvegicus) sebanyak 60 ekor dengan rataan bobot badan 175 gram. Umur
tikus saat implantasi antara 6 sampai 7 minggu. Tikus tersebut dibagi menjadi
empat kelompok perlakuan. Kelompok I diberi perlakuan dengan implantasi
material logam Besi (Fe) berpori 450 µm, kelompok II dengan 580 µm, kelompok
III dengan 800 µm dan kelompok IV tidak dilakukan penanaman material implan
(kontrol). Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Hewan
Penelitian IPB dengan nomor ACUC 6-2014 IPB.

Alat
Alat yang digunakan adalah sonde lambung, timbangan digital, dan kandang
tikus ukuran 40 x 30 x 20 cm3 dengan kawat besi wiremesh sebagai penutupnya.
Sterilisator ultraviolet, pisau cukur, alat bedah minor, syringe 1 mL dan 3 mL, bor
bedah,
tabung
Eppendorf
dengan
antikoagulan
pottasium
Ethylenediaminetetraacetic acid (K3 EDTA), dan Vacuum tube EDTA 3 mL.
Lemari pendingin dan cooling box digunakan untuk menyimpan darah dan
Hematology Analyzer digunakan untuk pengujian sampel darah.

Variabel Penelitian
Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah eritrosit, nilai
hematokrit, kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV dan MCHC), jumlah
trombosit, serta jumlah total dan diferensial leukosit. Diferensial leukosit meliputi
persentase neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit. Sampel darah
masing-masing tikus diambil untuk setiap kelompok perlakuan pada waktu yang
telah ditetapkan.

4
Prosedur
Adaptasi dan Aklimatisasi
Adaptasi dilakukan untuk mengondisikan tikus dengan lingkungan supaya
tetap dalam suasana nyaman. Persiapan awal yang dilakukan yaitu membersihkan
kandang dan lingkungan sekitarnya. Kandang dalam keadaan bersih dan diisi tikus
dengan jumlah yang proporsional. Kebersihan lingkungan tetap diperhatikan
untuk menghindari adanya cemaran penyakit. Pakan dan minuman selalu ada agar
tikus tidak kelaparan dan kehausan.
Aklimatisasi dilakukan selama tujuh hari dengan pemberian anthelmintik
praziquantel dan pyrantel sebanyak 10 mg/kgBB diberikan secara peroral pada
hari pertama. Pada hari ke-2 sampai hari ke-6, antibiotik doxycycline diberikan
sebanyak 10 mg/kgBB. Antiprotozoa metronidazole sebanyak 10 mg/kgBB
diberikan pada hari ke-7. Implantasi material logam Fe berpori dilakukan satu
minggu setelah tikus diaklimatisasi.
Persiapan Material Implan
Material logam implan diperoleh dari Good Fellow Inc. dalam bentuk Fe
powder. Material tersebut diproses menjadi bentuk lembaran Fe dengan powder
sintering method di Alantum, Korea. Pembentukan struktur berpori dilakukan
dengan menambahkan garam polimer ke dalam Fe powder dan dilakukan
pengompresan serta pencetakan. Cetakan Fe powder dipanaskan melalui
pemanasan bertingkat (>1300 oC) agar garam polimer menguap dan membentuk
lembaran dengan ruang-ruang kosong (berpori). Material logam implan berupa
lembaran Fe berpori dengan masing-masing ukuran pori kemudian dipotong
dengan ukuran 2 mm x 5 mm x 0,5 mm lalu ditimbang sebanyak tiga kali ulangan
menggunakan timbangan digital. Material implan disterilisasi menggunakan
sterilisator uap dengan suhu 100 oC selama 60 menit dan disterilisasi kembali
dengan sterilisator ultraviolet selama 1 jam.
Pembedahan
Proses pembedahan diawali dengan preparasi hewan dan persiapan operator
sesuai dengan prosedur. Preparasi dilakukan dengan menganestesi tikus
menggunakan kombinasi ketamine-xylazine secara intramuskular di daerah
gluteal dengan dosis masing-masing 20 mg/kgBB dan 5 mg/kgBB. Rambut di
bagian femoral kanan dicukur lalu didesinfeksi dengan iodine tincture 3%. Tikus
yang sudah dipreparasi diletakkan di atas meja operasi untuk dilakukan
pembedahan. Pembedahan dilakukan di sebelah lateral os femur kanan. Kulit dan
m. biceps femoris disayat mengikuti serat otot dan sejajar posisi tulang bertujuan
untuk memperkecil perlukaan. Otot dikuakkan hingga terlihat os femur lalu
dilakukan pengikisan dengan menggunakan bor pada diafise os femur hingga
mencapai sumsum tulang. Pengikisan dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari penetrasi bor yang terlalu dalam. Material implan ditanam sesuai
dengan posisinya dan difiksasi sebaik mungkin supaya tetap pada tempatnya.
Antibiotik penisilin diberikan beberapa tetes pada daerah sayatan diikuti dengan
penjahitan m. biceps femoris dan kulit dengan jahitan sederhana. Penjahitan
dilakukan dengan menggunakan benang VycrilTM ukuran 5/0. Luka jahitan
diberikan iodine tincture 3% dan ditutup dengan plester HypafixTM.

5
Pengolahan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan selama 30 hari pengamatan yaitu pada
hari ke-0 praoperasi serta hari ke-7, ke-14, dan ke-30 pascaoperasi. Penentuan
waktu tersebut didasarkan pada proses remodelling tulang tikus yang diperkirakan
terjadi selama 30 hari. Pengambilan darah hari ke-0 dilakukan praimplantasi
melalui v. coccygea sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf.
Pengambilan selanjutnya dilakukan secara intrakardial sebanyak 3 mL
menggunakan syringe yang telah diberi EDTA. Darah yang diperoleh dimasukan
ke dalam vacuum tube EDTA 3 mL. Sampel darah di dalam vacuum tube
dihomogenkan dengan antikoagulan di dalamnya. Darah pada vacuum tube
tersebut diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf untuk
dilakukan pemeriksaan hematologi.

Prosedur Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan Analisis Varian Satu Arah
dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf nyata 5% pada aplikasi Statistical
Product and Service Solutions (SPSS®) versi 22, Microsoft® Excel serta
disampaikan dengan analisis deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tikus yang digunakan sebagai hewan coba memiliki nilai hematologi
standar yang diambil praimplantasi Fe berpori. Data nilai hematologi tikus
praimplantasi Fe berpori disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai hematologi tikus praimplantasi material Fe berpori
Parameter

Nilai

Eritrosit (Juta sel/µL)

3.67 ± 0.49

Hematokrit (%)
Hemoglobin (g/dL)

36.63 ± 4.46
12.29 ± 1.47

MCV (fL)

99.65 ± 7.28

MCHC (g/dL)

31.68 ± 3.23

Trombosit (Ribu/µL)

296.35 ± 58.46

Leukosit (sel/µL)

5511.54 ± 2368.72

Limfosit (% Leukosit)

73.90 ± 15.02

Monosit (% Leukosit)

1.83 ± 2.17

Neutrofil (% Leukosit)

23.87 ± 14.85

Eosinofil (% Leukosit)

0.17 ± 0.55

Basofil (% Leukosit)

0.00 ± 0.00

6
Parameter Eritrosit
Parameter eritrosit digunakan untuk mengetahui reaksi fisiologis tubuh
terhadap implantasi Fe berpori. Reaksi fisiologis merupakan upaya tubuh untuk
mempertahankan keadaan homeostasis terhadap gangguan tubuh seperti
kerusakan jaringan. Pengaruh implantasi Fe berpori terhadap parameter eritrosit
dapat dilihat lebih terperinci dengan melihat variabel berikut.
Jumlah Eritrosit
Menurut Schalm et al. (2010) eritrosit memiliki fungsi utama sebagai
transportasi oksigen ke dalam jaringan, transportasi karbondioksida, dan
penyangga ion hidrogen dalam tubuh. Jumlah eritrosit pascaimplantasi material Fe
berpori disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah eritrosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori
Ukuran pori material implan
Fe
450 µm
580 µm
800 µm
Kontrol (tanpa implan)

Jumlah eritrosit pada hari ke- (Juta sel/µL)
7
14
30
4.17 ± 0.72 ab
4.20 ± 0.36 ab
4.03 ± 0.32 ab
3.97 ± 0.15 ab
3.78 ± 0.90 ab
3.83 ± 0.06 ab
a
b
4.50 ± 0.81
3.30 ± 0.66
3.97 ± 0.21 ab
ab
3.81 ± 0.72

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Jumlah eritrosit pascaimplantasi material Fe berpori secara umum
meningkat dari praimplantasi. Rataan jumlah eritrosit pascaimplantasi Fe berpori
menunjukkan adanya perbedaan yang tidak nyata (p>0.05) pada semua kelompok
perlakuan terhadap kontrol. Peningkatan yang relatif tinggi terjadi pada hari ke-7
pascaimplantasi terutama pada kelompok perlakuan Fe berpori 800 μm. Ukuran
pori yang besar pada perlakuan ini menyebabkan jaringan sekitar dan
mikrokapiler mengalami kerusakan yang lebih besar dibandingkan dengan
perlakuan lainnya, sehingga proses eritrositosis terjadi lebih cepat. Hal ini menjadi
alasan bahwa jumlah eritrosit pada hari ke-7 tidak mengalami penurunan, bahkan
mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah eritrosit juga dapat terjadi karena
pengaruh anestetikum. Tikus yang teranestesi akan mengalami kontraksi limpa
yang mengakibatkan redistribusi eritrosit dan leukosit pada jantung (Schalm et al.
2010). Pengaruh anestesi menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer, lalu
tubuh melepaskan epinefrin untuk membantu mikrokapiler berkontraksi.
Pelepasan epinefrin ini menyebabkan kontraksi limpa, sehingga eritrosit yang ada
di dalam limpa terlepas dan jumlahnya meningkat di dalam pembuluh darah (Jain
1993). Faktor lain yang memengaruhi jumlah eritrosit adalah umur hewan dan
kondisi lingkungan. Penurunan jumlah eritrosit pada hari ke-14 dan ke-30 tidak
berbeda nyata dengan kontrol dan penurunan ini normal terjadi seiring
bertambahnya umur tikus. Tikus yang masih muda memiliki retikulosit yang
tinggi pada kondisi normal, seiring bertambahnya umur, jumlah retikulosit akan
menurun, sehingga aktifitas eritrositosis juga menurun (Schalm et al. 2010).
Perubahan jumlah eritrosit pascaimplantasi Fe berpori yang masih dalam rentang
nilai kontrol menunjukkan bahwa implantasi Fe berpori tidak memengaruhi
kondisi fisiologis tubuh. Hal ini sesuai dengan penelitian Hermawan et al. (2010)

7
bahwa paduan Fe-Mn sebagai material
biokompatibilitas yang baik terhadap tubuh.

implan

terdegradasi

memiliki

Nilai Hematokrit
Hematokrit merupakan persentase eritrosit terhadap volume darah yang
diukur dalam satuan persen (Stockham dan Scott 2008). Data nilai hematokrit
tikus pascaimplantasi material Fe berpori disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai hematokrit tikus pascaimplantasi material Fe berpori
Ukuran pori material implan
Fe
450 µm
580 µm
800 µm
Kontrol (tanpa implan)

Nilai hematokrit pada hari ke- (%)
7
14
30
41.33 ± 2.51 ab
36.33 ± 3.51 ab
41.33 ± 2.08 ab
41.27 ± 0.64 ab
32.33 ± 9.48 b
38.33 ± 1.53 ab
ab
a
43.40 ± 9.58
34.67 ± 5.03
42.00 ± 2.00 ab
ab
34.71 ± 7.93

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Rataan nilai hematokrit pascaimplantasi material Fe berpori tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap nilai kontrol. Faktor-faktor
yang memengaruhi nilai hematokrit antara lain jumlah eritrosit, jenis kelamin, ras,
umur, dan keadaan patologis (Triakoso dan Putri 2012). Kesamaan pola nilai
hematokrit dengan jumlah eritrosit pascaimplantasi mencirikan adanya pengaruh
jumlah eritrosit terhadap nilai hematokrit. Peningkatan nilai hematokrit dapat
terjadi karena meningkatnya eritrosit matang dalam sirkulasi, meskipun tidak
disertai dengan peningkatan aktivitas retikulositosis (Stockham dan Scott 2008).
Perubahan nilai hematokrit masih dalam kisaran nilai normal yaitu antara 34%
sampai 57% (Probst et al. 2007). Hal ini menunjukkan bahwa implantasi Fe
berpori tidak memengaruhi nilai hematokrit.
Kadar Hemoglobin
Menurut Widyastuti (2013) hemoglobin adalah substansi utama penyusun
eritrosit yang terdiri atas protein (globin) dan bagian non-protein (heme).
Hemoglobin dapat mengikat oksigen pada bagian heme membentuk
oksihemoglobin. Kadar hemoglobin merupakan salah satu parameter untuk
mengetahui terjadinya anemia (Kumar et al. 2011).
Tabel 4 Kadar hemoglobin tikus pascaimplantasi material Fe berpori
Ukuran pori material implan
Fe
450 µm
580 µm
800 µm
Kontrol (tanpa implan)

Kadar hemoglobin pada hari ke- (g/dL)
7
14
30
13.93 ± 0.81 a
12.47 ± 1.26 a
13.73 ± 0.73 a
14.03 ± 0.75 a
10.97 ± 3.33 a
12.80 ± 0.46 a
a
a
14.43 ± 2.98
11.83 ± 1.80
14.00 ± 0.70 a
a
11.79 ± 2.53

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Kadar hemoglobin pascaimplantasi material Fe berpori tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua kelompok perlakuan terhadap kontrol
(Tabel 4). Kadar hemoglobin pada hari ke-7 pascaimplantasi Fe berpori

8
mengalami peningkatan yang relatif tinggi dibandingkan dengan praimplantasi
terutama pada perlakuan implan Fe berpori 800 μm. Hal ini menunjukkan bahwa
pada implan Fe berpori 800 μm eritrositosis berlangsung lebih cepat. Penyerapan
besi secara alami terjadi melalui usus dalam bentuk ion Fe3+ lalu masuk ke dalam
pembuluh darah dan direduksi menjadi Fe2+ setelah masuk dalam proses
eritropoiesis (Suega dan Bakta 2010). Jumlah eritrosit juga memiliki korelasi
dengan kadar hemoglobin yang terukur (Preet dan Prakash 2011). Hal ini
dibuktikan dengan adanya kesamaan pola jumlah eritrosit dengan kadar
hemoglobin pascaimplantasi. Implantasi Fe berpori dapat disimpulkan tidak
memengaruhi kadar hemoglobin berdasarkan uji statistik yang menunjukkan tidak
ada perbedaan nyata terhadap kontrol.

Indeks Eritrosit
Indeks eritrosit dilakukan dengan dua pemeriksaan yaitu Mean Corpuscular
Volume (MCV) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC).
Penghitungan nilai MCV bertujuan untuk mengetahui volume eritrosit rata-rata
dan nilai MCHC untuk mengetahui konsentrasi hemoglobin rata-rata.
Mean Corpuscular Volume (MCV)
Menurut Stockham dan Scott (2008) MCV adalah volume rata-rata eritrosit
yang diukur secara individual dan diperoleh dengan mengalikan hematokrit 10
kali lalu dibagi dengan jumlah eritrosit (dalam juta sel/µL).
Tabel 5 Nilai MCV tikus pascaimplantasi material Fe berpori
Ukuran pori material implan
Fe
450 µm
580 µm
800 µm
Kontrol (tanpa implan)

Nilai MCV pada hari ke- (fL)
7
14
30
100.77 ± 10.67 ab
86.47 ± 1.67 b
101.67 ± 4.86 ab
103.00 ± 2.65 ab
84.37 ± 7.51b
99.67 ± 5.51 ab
a
ab
109.73 ± 38.17
105.67 ± 1.15 ab
96.67 ± 5.80
ab
90.46 ± 6.51

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Nilai MCV pascaimplantasi material Fe berpori tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua kelompok terhadap nilai kontrol
(Tabel 5). Nilai MCV paling tinggi terdapat pada perlakuan Fe berpori 800 μm
hari ke-14. Tikus dalam kondisi normal memiliki nilai MCV yang tinggi dan
menurun seiring bertambahnya umur (Schalm et al. 2010). Rendahnya nilai MCV
pada kelompok perlakuan Fe berpori 800 μm hari ke-7, diduga karena selain
adanya kontraksi limpa, kerusakan mikrokapiler yang lebih besar menyebabkan
terjadi eritrositosis yang lebih tinggi, sehingga nilai MCV menjadi lebih rendah.
Penurunan nilai MCV pada perlakuan Fe berpori 450 μm dan 580 μm hari ke-14
terjadi karena menurunnya retikulosit seiring dengan bertambahnya umur tikus,
namun pada perlakuan Fe berpori 800 μm mengalami penurunan terlambat karena
terjadi perlukaan yang besar di hari ke-7.

9
Mean Cospuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
Nilai MCHC merupakan konsentrasi hemoglobin rata-rata yang dinyatakan
dalam g/dL eritrosit (Harvey 2012). Nilai MCHC berguna untuk mengetahui
keadaan anemia pada hewan maupun manusia.
Tabel 6 Nilai MCHC tikus pascaimplantasi material Fe berpori
Ukuran pori material implan
Fe
450 µm
580 µm
800 µm
Kontrol (tanpa implan)

Nilai MCHC pada hari ke- (g/dL)
7
14
30
32.90 ± 2.59 a
34.30 ± 0.17 a
33.43 ± 0.12 a
33.27 ± 0.23 a
33.80 ± 0.57 a
33.30 ± 0.10 a
a
a
32.70 ± 4.43
34.13 ± 0.38
33.37 ± 0.12 a
a
34.13 ± 2.60

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Nilai MCHC pascaimplantasi material Fe berpori tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua kelompok perlakuan terhadap
kontrol (Tabel 6). Data tersebut masih dalam kisaran nilai MCHC normal yaitu 30
- 34 g/dL (Schalm et al. 2010), sehingga dapat disimpulkan bahwa Implantasi Fe
berpori tidak memengaruhi nilai MCHC tikus.

Jumlah Trombosit
Trombosit merupakan pecahan granular sel, berbentuk piringan, dan tidak
berinti yang memiliki peranan penting dalam proses hemostasis, pembekuan
darah, dan memperbaiki kerusakan jaringan (Marzuki et al. 2012). Menurut
Astawan et al. (2011) jika terjadi kerusakan jaringan, maka trombosit di
sekitarnya akan mengeluarkan tromboplastin yang bereaksi dengan protrombin
dan kalsium membentuk trombin. Trombin ini akan bereaksi dengan fibrinogen
membentuk fibrin yang akan menutupi jaringan yang terluka.
Tabel 7 Jumlah trombosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori
Ukuran pori material
implan Fe
450 µm
580 µm
800 µm
Kontrol (tanpa implan)

Jumlah Trombosit pada hari ke- (ribu/µL)
7
403.67 ± 21.22 a
371.00 ± 31.04 a
344.67 ± 123.96 a

14
300.00 ± 233.08 a
310.83 ± 260.28 a
305.67 ± 319.27 a
316.14 ± 172.48 a

30
336.00 ± 165.91 a
405.00 ± 72.81 a
448.00 ± 111.88 a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Jumlah trombosit pascaimplantasi material Fe berpori pada semua perlakuan
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap nilai kontrol (Tabel
7). Peningkatan trombosit yang relatif tinggi terjadi pada hari ke-7
pascaimplantasi. Menurut Schalm et al. (2010), sepertiga bagian trombosit dalam
sirkulasi berada dalam limpa. Pada kondisi limpa yang berkontraksi, trombosit
akan keluar dan meningkat dalam sirkulasi. Selain itu, pemulihan jaringan setelah
operasi akan menambah peningkatan jumlah trombosit dalam sirkulasi. Jaringan

10
mulai membaik pada hari ke-14 ditandai dengan menurunnya trombosit dan mulai
tumbuhnya rambut tikus di daerah tersebut. Implantasi Fe berpori dikatakan tidak
memengaruhi jumlah trombosit tikus karena masih dalam kisaran nilai kontrol.

Parameter Leukosit
Sifat permukaan biomaterial berperan penting dalam memodulasi reaksi
imunologis untuk menguji biokompatibilitas material implan terhadap tubuh
(Anderson et al. 2009). Parameter leukosit dapat dijadikan acuan untuk
mengetahui reaksi imunologis tubuh terhadap implantasi material Fe berpori.
Jumlah Total Leukosit
Jumlah total leukosit pascaimplantasi material Fe berpori tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua kelompok perlakuan
terhadap kontrol (Tabel 8). Jumlah total leukosit terendah terjadi pada kelompok
perlakuan Fe berpori 450 µm pada hari ke-7 sebanyak 3033 sel/µL, sementara
jumlah tertinggi sebanyak 5766 sel/µL pada kelompok perlakuan yang sama hari
ke-30. Faktor yang menyebabkan perubahan jumlah total leukosit dapat diketahui
secara lebih teliti melalui kajian diferensial leukosit.
Tabel 8 Jumlah total leukosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori
Ukuran pori material
implan Fe
450 µm
580 µm
800 µm
Kontrol (tanpa implan)

Jumlah leukosit pada hari ke- (sel/µL)
7
14
30
3033.33 ± 351.19 a
3200.00 ± 1539.48 a 5766.67 ± 1550.27 a
4200.00 ± 173.21 a
4050.00 ± 2418.88 a 4333.33 ± 2478.57 a
a
4766.67 ± 2138.54
3933.33 ± 493.29 a
3766.67 ± 1877.05 a
a
3214.29 ± 15.91

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Neutrofil
Persentase neutrofil pascaimplantasi material Fe berpori secara umum
mengalami peningkatan dari keadaan praimplantasi, namun peningkatan tersebut
tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap nilai kontrol
(Tabel 9).
Tabel 9 Persentase neutrofil tikus pascaimplantasi material Fe berpori
Ukuran pori material
implan Fe
450 µm
580 µm
800 µm
Kontrol (tanpa implan)

Persentase neutrofil pada hari ke- (% leukosit)
7
14
30
35.67 ± 12.50 ab
35.00 ± 1.73 ab
64.00 ± 49.37 a
16.00 ± 7.55 b
19.67 ± 19.34 b
21.67 ± 7.77 ab
ab
b
33.00 ± 18.52
18.00 ± 5.29
63.00 ± 32.79 a
ab
32.71 ± 21.26

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Neutrofil merupakan leukosit bergranul yang pertama kali menginfiltrasi
cedera jaringan lunak dan memengaruhi respon inflamasi (Butterfield et al. 2006).
Infiltrasi neutrofil mencirikan terjadinya inflamasi akut (Anderson et al. 2009).

11
Menurut Mao et al. (2013) reaksi inflamasi pada implantasi biomaterial
merupakan respon normal yang bersifat non imunogenik. Peningkatan neutrofil
yang terjadi pascaimplantasi merupakan respon inflamasi akut akibat adanya
perlukaan jaringan. Infiltrasi neutrofil ini berperan untuk membersihkan debris
jaringan yang rusak setelah proses operasi. Implantasi Fe berpori dapat dikatakan
tidak memengaruhi persentase neutrofil, karena peningkatan persentase neutrofil
juga terjadi pada kelompok kontrol pascaimplantasi (32.71 ± 21.26) dari
praimplantasi (23.87 ± 14.85). Pada perlakuan Fe berpori 580 μm, persentase
neutrofil yang diperoleh berada dibawah nilai kontrol. Penurunan persentase
neutrofil dapat terjadi karena terlibat dalam fagositosis benda asing kemudian
neutrofil akan hancur dengan sendirinya (Savithri et al. 2010). Perlakuan Fe
berpori 450 μm dan 800 μm pada hari ke-30 mengalami peningkatan persentase
neutrofil hingga mencapai 64%. Peningkatan ini diduga karena infeksi pada
beberapa tikus yang mengalami patah tulang di tempat implan akibat interaksi di
dalam kandang.
Eosinofil
Eosinofil merupakan leukosit bergranul yang berfungsi sebagai sel
pertahanan terhadap invasi parasit, respon alergi, dan berperan sebagai Antigen
Presenting Cell (Athari dan Athari 2014).
Tabel 10 Persentase eosinofil tikus pascaimplantasi material Fe berpori
Ukuran pori material
implan Fe
450 µm
580 µm
800 µm
Kontrol (tanpa implan)

Persentase eosinofil pada hari ke- (% leukosit)
7
14
30
1.00 ± 1.00 a
1.00 ± 1.68 a
0.00 ± 0.00 a
0.00 ± 0.00 a
0.33 ± 0.82 a
1.00 ± 1.73 a
a
a
1.67 ± 1.53
0.33 ± 0.58
1.67 ± 0.53 a
a
1.14 ± 1.68

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Persentase eosinofil pascaimplantasi Fe berpori tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua kelompok perlakuan terhadap kontrol
(Tabel 10). Perubahan persentase eosinofil pascaimplantasi masih dalam kisaran
normal yaitu antara 1% sampai 4% dari jumlah total leukosit (Schalm et al. 2010),
sehingga dapat dikatakan bahwa implantasi Fe berpori tidak memengaruhi respon
eosinofil.
Basofil
Basofil adalah sel granulosit yang ditemukan dalam jaringan darah perifer
kurang dari 1% dari total leukosit dalam kondisi normal (Cabrera et al. 2012).
Tabel 11 Persentase basofil tikus pascaimplantasi material Fe berpori
Ukuran pori material
implan Fe
450 µm
580 µm
800 µm
Kontrol (tanpa implan)

Persentase basofil pada hari ke- (% leukosit)
7
14
30
0.00 ± 0.00 a
0.00 ± 0.00 a
0.00 ± 0.00 a
0.00 ± 0.00 a
0.00 ± 0.00 a
0.00 ± 0.00 a
a
a
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00 a
a
0.00 ± 0.00

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

12
Secara fungsional, basofil memiliki peran penting dalam pelepasan histamin,
sitokin, kemokin, dan mediator inflamasi yang bertanggung jawab dalam
anafilaksis dan reaksi alergi. Mediator inflamasi tersebut berfungsi untuk
memodulasi proliferasi sel-sel kekebalan (Merluzzi et al. 2015). Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa implantasi Fe berpori tidak menimbulkan respon alergi
terhadap tikus karena tidak ditemukannya basofil (Tabel 11).
Limfosit
Persentase limfosit pascaimplantasi material Fe berpori menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (p0.05).

Limfosit merupakan sel mononuklear yang menginfiltrasi daerah
peradangan sebagai indikasi peradangan kronis (Anderson et al. 2009). Persentase
limfosit dapat menggambarkan status imunologi yang dikaitkan dengan
komplikasi pascaimplantasi (Bhaskar dan Parker 2011). Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa terdapat korelasi antara persentase limfosit dengan jumlah
neutrofil. Pada tikus, rasio neutrofil-limfosit meningkat dengan bertambahnya
umur (Stockham dan Scott 2008). Selain itu, faktor stres akibat perubahan
hormonal juga menyebabkan peningkatan rasio neutrofil-limfosit pada reaksi akut
setelah operasi (Forget et al. 2014). Peningkatan persentase limfosit hari ke-14
pascaimplantasi mencirikan kondisi normal dimana jumlah limfosit meningkat
seiring bertambahnya umur tikus. Peningkatan limfosit pada kondisi abnormal
disebabkan oleh aktivitas limfopoiesis dalam menanggapi rangsangan antigenik.
Pada perlakuan Fe berpori 580 μm hari ke-7, peningkatan limfosit diduga karena
terjadi pembesaran getah bening atau hiperplasia limfoid (Stockham dan Scott
2008). Penurunan limfosit yang terjadi pada perlakuan Fe berpori 450 μm dan 800
μm pada hari ke-30 berkaitan dengan infeksi karena beberapa ekor mengalami
patah tulang akibat interaksi dengan tikus lain di dalam kandang. Hal ini
menyebabkan penurunan persentase limfosit dan monosit sementara neutrofil
meningkat sebagai respon inflamasi akut. Implantasi Fe berpori 450 μm mendapat
respon limfosit paling baik karena tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap
nilai kontrol.
Monosit
Persentase monosit pascaimplantasi Fe berpori tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua perlakuan terhadap kontrol (Tabel

13
13). Infiltrasi monosit merupakan bentuk peradangan kronis atau stadium akhir
peradangan akut (Anderson et al. 2009). Persentase monosit tertinggi terjadi pada
perlakuan Fe berpori 800 μm hari ke-7. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan
ukuran pori yang besar yang menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan
respon monosit. Monosit berperan untuk menggantikan fungsi neutrofil dalam
memfagosit sel atau jaringan yang rusak dengan berubah menjadi makrofag
(Tizard 2000). Peningkatan yang tinggi juga terjadi pada perlakuan Fe berpori 580
μm dan 800 μm hari ke-30. Peningkatan ini merupakan kondisi normal karena
secara umum fase kronis terjadi dua minggu pascaimplantasi. Persentase monosit
terendah terjadi pada perlakuan Fe berpori 580 μm hari ke-14. Implantasi Fe
berpori 450 μm mendapat respon monosit yang cukup baik berdasarkan hasil uji
statistik yang menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata terhadap nilai kontrol.
Penurunan persentase monosit pada perlakuan Fe berpori 450 μm hari ke-30
menunjukkan bahwa tubuh tikus sudah dapat beradaptasi dengan implan Fe
berpori.
Tabel 13 Persentase monosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori
Ukuran pori material
implan Fe
450 µm
580 µm
800 µm
Kontrol (tanpa implan)

Persentase monosit pada hari ke- (% leukosit)
7
14
30
5.00 ± 2.65 ab
3.67 ± 1.15 ab
0.67 ± 1.15 b
3.67 ± 2.08 ab
0.17 ± 0.41 b
6.33 ± 5.13 a
ab
a
7.00 ± 1.73
4.00 ± 2.00
6.67 ± 6.11 a
ab
4.14 ± 3.13

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Implantasi material Fe berpori secara umum tidak memengaruhi profil
hematologi tikus. Bahan implan Fe berpori 450 μm paling dapat diterima oleh
tubuh berdasarkan hasil uji statistik yang menunjukkan tidak adanya perbedaan
nyata terhadap nilai kontrol hampir pada semua parameter hematologi.

Saran
Penelitian mengenai implantasi material Fe berpori perlu dikaji lebih lanjut
dengan menguji toksisitas serta efek lokal dan sistemik lainnya. Kajian tersebut
bertujuan untuk mengetahui sifat biokompatibilitas Fe berpori lebih dalam,
sehingga logam Fe berpori dapat direkomendasikan untuk diterapkan sebagai
implan medis.

14

DAFTAR PUSTAKA

Anderson JM, Rodriguez A, Chang DT. 2009. Foreign body reaction to
biomaterials. Semin Immunol. 20(2):86–100.
Astawan M, Wresdiyati T, Arief II, Suhesti E. 2011. Gambaran hematologi tikus
putih (Rattus norvegicus) yang diinfeksi Escherichia coli enteropatogenik
dan
diberikan
probiotik.
Med
Pet.
2011:7-13.
doi:
10.5398/medpet.2011.34.1.7.
Athari SS, Athari SM. 2014. The importance of eosinophil, platelet, and dendritic
cell in asthma. J Trop Dis. 4(1):41-47. doi:10.1016/S2222-1808(14)604138.
Bhaskar D, Parker MJ. 2011. Haematological indices as surrogate markers of
factors affecting mortality after hip fracture. J C Injur. 42:178–182.
doi:10.1016/j.injury.2010.07.501.
Bosco R, Beucken JVD, Leeuwenburgh S, Jansen J. 2012. Surface engineering for
bone implants: a trend from passive to active surfaces. Coatings. 2:95119.doi:10.3390/coatings.2030095.
Butterfield TA, Best TM, Merrick, MA. 2006. The dual roles of neutrophils and
macrophages in inflammation: a critical balance between tissue damage
and repair. J Athl Train. 41(4):457–465.
Cabrera SL, Flisser A. 2012. Are basophils important mediators for helminthinduced Th2 immune responses? a debate. J Biomed Biotech. 2012:1-8.
doi:10.1155/2012/274150.
Forget P, Moreau N, Engel H, Cornu O, Boland B, DeKock M, Yombi JC. 2014.
The neutrophil-to-lymphocyte ratio after surgery for hip fracture. J
Archger. 1-24. doi:10.1016/j.archger.2014.11.008.
Harvey JW. 2012. Veterinary Hematology: A Diagnostic Guide and Color Atlas.
Missouri (US): WB Saunders.
Hermawan H, Purnama A, Dube D, Couet J, Mantovani D. 2010. Fe–Mn alloys
for metallic biodegradable stents: Degradation and cell viability studies.
Acta Biomater. 6:1852–1860. doi:10.1016/j.actbio.2009.11.025.
Jain NC. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia (US): Lea &
Febriger.
Kumar A, Sriwastwa VMS, Lata S. 2011. Impact of Black T Supra on
haematology of Albino rats. J Sci Res. 2:21-27.
Mao L, Kwak M, Xue Q, Lu Y, Niu J, Zhang J, Yuan G, Fan R. 2013. Stent
materials-dependent macrophage fusion and secretion of inflammatory
cytokine and chemokine. Europ C Mater. 26(5):11.
Marzuki A, Ibrahim N, Uslam. 2012. Pengaruh pemberian sari buah kurma
(Phoenix dactylifera l) terhadap perubahan jumlah trombosit pada tikus
(Rattus norvegicus). Majalah Farmasi dan Farmakologi. 16(2):85-88.
Merluzzi S, Betto E, Ceccaroni AA, Magris R, Giunta M, Mion F. 2015. Mast
cells, basophils and B cell connection network. Mol Immunol. 63:94–103.
Navarro M, Michiardi A, Castano O, Planell JA. 2008. Biomaterials in
orthopaedics. J R Soc Interf. 5(10):1137-1159.

15
Noviana D, Nasution AK, Ulum MF, Hermawan H. 2013. Degradation of Febioceramic composites at two different implantation sites in sheep animal
model observed by X-ray radiography. Europ Cells Mater. 26(5):56.
Paramitha D, Estuningsih S, Noviana D, Ulum MF, Hermawan H. 2013.
Distribution of Fe-based degradable materials in mice skeletal muscle.
Europ Cells Mater. 26(5):55.
Preet S, Prakash S. 2011. Haematological profile in Rattus norvegicus during
experimental cysticercosis. J Par Dis. 35:144-147.
Probst RJ, Lim JM, Bird DN, Pol GL, Sato AK, Claybaugh JG. 2007. Gender
differences in the blood volume of conscious Sprague-Dawley rats. J Am
Assoc Lab Anim Sci. 45(2):49–52.
Savithri Y, Sekhar P, Doss J. 2010. Changes in hematological profiles of albino
rats under chlorpyrifos. J Pharm Bio Sci. 1:1-7.
Schalm OW, Weiss DJ, Wardrop K. 2010. Veterinary Hematology. State Avenue
(US). Blackwell.
Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamental of Clinical Pathology. State Avenue
(US). Blackwell.
Suega K, Bakta M. 2010. Aplikasi klinis retikulosit. J Peny Dal. 11(3):191-201.
Tizard IR. 2000. Veterinary Immunology An Introduction. Sixth Edition.
Philadelphia (US): WB Saunders.
Triakoso N, Putri PR. 2012. Perbandingan packed cell volume darah anjing
sebelum dan sesudah penyimpanan menggunakan Citrate-phosphatedextrose. J Klin Vet. 1(1):23-26.
Ulum MF, Arafat A, Noviana D, Yusop AH, Nasution AK, Kadir A, Hermawan
H. 2014. In vitro and in vivo degradation evaluation of novel ironbioceramic composites for bone implanapplications. J Mater Sci Eng.
36:336–344. doi:10.1016/j.msec.2013.12.022.
Widyastuti DA. 2013. Profil darah tikus putih wistar pada kondisi subkronis
pemberian natrium nitrit. J Sains Vet. 31(2):201-215.
Zdolsek J, Eaton JW, Tang L. 2007. Histamine release and fibrinogen adsorption
mediate acute inflammatory responses to biomaterial implants in humans.
J Trans Med. 5:31. doi:10.1186/1479-5876-5-31.1-6.

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 22 Oktober 1992 di Purwokerto, Jawa Tengah.
Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Cahyono
Nuruddin (almarhum) dan Fatimah, S.Pd.I. Pendidikan formal yang pernah
ditempuh penulis yaitu SD Negeri Dukuhturi 05 lulus tahun 2004, SMP Bustanul
Ulum NU Bumiayu lulus pada tahun 2007, dan SMA Bustanul Ulum NU
Bumiayu lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai
mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI.
Selama masa perkuliahan, penulis pernah aktif dalam organisasi
kemahasiswaan dan beberapa kepanitiaan diantaranya sebagai ketua Komisi I
DPM FKH tahun 2011-2012, ketua Komisi Pemilihan Raya FKH tahun 2012,
koordinator Badan Pengawas Masa Perkenalan Mahasiswa Baru FKH tahun 2012,
ketua DPM FKH tahun 2012-2013, dan penulis tergabung dalam anggota
Himpunan Minat Profesi Satwa Liar. Selain itu, penulis aktif menjadi asisten
praktikum mata Kuliah Pengelolaan Kesehatan Hewan dan Lingkungan. Penulis
pernah mengikuti praktik magang di Pusat Penangkaran Satwa Cikananga tahun
2012 dan di BBVet Yogyakarta tahun 2013. Selama dua tahun berturut-turut,
penulis menerima beasiswa Karya Salemba Empat tahun 2013-2015.