Densitas Otot Dan Tulang Femur Sebagai Respon Terhadap Implan Besi (Fe) Berpori Pada Tikus Secara Radiografi

DENSITAS OTOT DAN TULANG FEMUR SEBAGAI
RESPON TERHADAP IMPLAN BESI (Fe) BERPORI PADA
TIKUS SECARA RADIOGRAFI

ARLITA SARININGRUM

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Densitas Otot dan
Tulang Femur sebagai Respon terhadap Implan Besi (Fe) Berpori pada Tikus
Secara Radiografi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Arlita Sariningrum
NIM B04100070

ABSTRAK
ARLITA SARININGRUM. Densitas Otot dan Tulang Femur sebagai Respon
terhadap Implan Besi (Fe) Berpori pada Tikus secara Radiografi. Dibimbing oleh
DENI NOVIANA.
Penelitian ini bertujuan melihat densitas pada implan, peri-implan-tulang dan
peri-implan-otot sebagai respon implan Fe berpori pada os femur tikus secara
radiografi. Penelitian ini menggunakan 60 ekor tikus jantan Sprague Dawley
dewasa dengan rataan berat badan 175 gram. Tikus dibagi menjadi empat kelompok
perlakuan berdasarkan implan, yaitu 450 µm, 580 µm, 800 µm dan kontrol. Implan
ditanamkan pada tulang femur kanan tikus dan dilakukan pengambilan gambar
radiografi pada hari ke- 7, 14, dan 30 pascaimplantasi. Hasil radiografi
menunjukkan perbedaan opasitas pada implan, tulang, dan otot. Implan mempunyai
opasitas yang lebih radioopaque dibandingkan tulang, dan tulang lebih
radioopaque dibandingnkan otot. Nilai densitas implan pada semua ukuran pori
mengalami penurunan pada setiap waktu pengamatan. Hal ini menunjukkan adanya

material implan yang terdegradasi. Nilai densitas peri-implan-tulang cenderung
sama pada semua ukuran pori menunjukkan bahwa respon tulang terhadap implan
sangat kecil, sedangkan nilai densitas peri-implan-otot cenderung meningkat yang
menunjukkan adanya respon dari otot di sekitar implan terhadap implan.
Kata kunci: densitas, implan, peri-implan-tulang, peri-implan-otot, radiografi

ABSTRACT
ARLITA SARININGRUM. Radiograhy Density of Femoral Muscle and Bone after
Implantation of Porous Iron. Supervised by DENI NOVIANA.
The aim of this study was to examine the density of implant, peri-implantbone, and peri-implant-muscle by radigraphy density of rat femoral. This study
used 60 adult male Sprague Dawley rats with an average body weight of 175 g.
Rats were divided into four groups based on implant pores size 450 μm, 580 μm
and 800 μm and controls. Implants were inserted into drilled deffect at the right
femur bone of rats, except control without implant. The radiographic images were
capture at day 7, 14, and 30 after implantation. Radiographic results showed that
the opacity of the implant, bone, and muscle was different. Implants have a more
radioopaque than bone, and bone more radioopaque than muscle. Density values
of implants in all pore size decreasing at each time of observation as degradation
proses. The density of peri-implant-bone tend to be similar in all pores implants. It
is also showed that the bone response againts implants were very small, while the

value of density peri-implant-muscle tends to increase which indicates the response
of the muscle to the implant.
Keywords: density, implant, peri-implant-bone, peri-implant-muscle, radiography

DENSITAS OTOT DAN TULANG FEMUR SEBAGAI RESPON
TERHADAP IMPLAN BESI (Fe) BERPORI PADA TIKUS
SECARA RADIOGRAFI

ARLITA SARININGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga skripsi dengan judul Densitas Otot dan Tulang Femur sebagai
Respon terhadap Implan Besi (Fe) Berpori pada Tikus secara Radiografi dapat
diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Drh Deni Noviana, PhD selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, nasihat, dan bimbingan
dengan baik selama proses penulisan skripsi ini. Tidak lupa juga penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada Drh Muhammad Fakhrul Ulum, MSi atas
pengarahannya dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan
terima kasih kepada team penelitian Drh Budianto Panjaitan, MSi, Drh Devi
Paramitha, MSi, Drh Sitaria Siallagan, MSi, Anizza, Jojo, Dwida, Risti, dan Fajar
atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Papa, Mama, Anggi dan Yola
atas doa, semangat, dan cinta yang telah diberikan. Selanjutnya ucapan terimakasih
penulis ucapkan kepada kakak-kakak tercinta Drh Anggraita Putra Drh Silvia Anjar
Kusuma, Drh Muhammad Ridwan, Irwan Manshur Ahmad, SKH serta sahabatsahabat terbaik Puti, Rari, Deva, Bemby, Hasby, dan Iren yang selalu mengingatkan
dan memberi semangat untuk menulis skripsi ini. Ucapan terimakasih kepada
keluarga besar Acromion 47 dan Himpro Satli yang selalu menemani dalam suka

dan duka.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk
itu penulis sangat berterimakasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2015

Arlita Sariningrum

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Biomaterial Terdegradasi


2

Tulang

2

Radiografi Sinar-X

3

BAHAN DAN METODE

3

Waktu dan Tempat Penelitian

3

Hewan Penelitian


3

Bahan dan Alat

4

Metodologi

4

Aklimatisasi Tikus

4

Persiapan Material Implan

5

Preparasi Hewan


5

Penanaman Material Implan

5

Pengambilan Gambar Radiografi

6

Perhitungan dan Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

7
10


Simpulan

10

Saran

11

Ucapan Terimakasih

11

DAFTAR PUSTAKA

11

RIWAYAT HIDUP

13


DAFTAR TABEL
1 Densitas implan pada Fe berpori 450 µm, 580 µm, 800 pada
pengamatan hari ke 7, 14, dan 30
2 Nilai Rasio densitas kalus (mediolateral) pada kelinci Nilai densitas
pada tepi implan dan os femur yang diimplan Fe berpori 450 µm, 580
µm, 800 µm pada pengamatan hari ke 7, 14, dan 30
3 Nilai densitas pada tepi otot dan implan Fe berpori 450 µm, 580 µm,
800 µm pada pengamatan hari ke 7, 14, dan 30.

8

9
10

DAFTAR GAMBAR
1 Alat yang digunakan untuk mengambil gambar radiografi yaitu Cr7 vet
computed dental radiography beserta film berukuran 6x9 cm (A) yang
kemudian akan dibaca menggunakan x-ray film reader (B).
2 Alur aklimatisasi
3 Fe berpori 450 µm (a), 580 µm (b), dan 800 µm (c)
4 Os femur yang telah diberi implan Fe berpori dengan area implan yang
dianalisa (●) dan area background ( )
5 Os femur yang telah diberi implan Fe berpori dengan area peri-implanotot (a) dan peri-implan-tulang (b) yang diamati menggunakan ImageJ®
(A) menghasilkan line pot peri-implan-otot (B) dan peri-implan-tulang
(C). Region of Interest (ROI) yang diamati adalah daerah pertemuan
antara implan dengan tulang atau otot (D).
6 Hasil radiografi implan Fe berpori 450 µm, 580 µm, dan 800 µm pada
os femur kanan tikus selama 30 hari pengamatan.
7 Grafik densitas implan Fe berpori pada os femur tikus selama 30 hari
pengamatan. Garis vertikal diatas balok merupakan standar deviasi.
8 Grafik densitas peri-implan-tulang Fe berpori pada os femur tikus
selama 30 pengamatan. Garis vertikal diatas balok merupakan standar
deviasi.
9 Grafik densitas peri-implan-otot yang diimplan dengan Fe berpori
selama 30 hari pengamatan. Garis vertikal diatas balok merupakan
standar deviasi.

4
5
5
6

7
7
8

9

10

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tulang merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi utama sebagai
pembentuk rangka dan alat gerak tubuh, pelindung organ-organ internal, serta
tempat penyimpanan mineral (kalsium fosfat) (Djuwita et al. 2012). Kerusakan
pada tulang dapat berupa penyakit ataupun trauma yang menyebabkan tulang
kehilangan kekuatan sehingga mengurangi fungsi-fungsi tersebut.
Beberapa masalah klinis yang spesifik seperti penyakit/trauma hanya
membutuhkan dukungan sementara untuk penyembuhan. Dukungan sementara ini,
dapat diberikan oleh implan yang terbuat dari biomaterial yang dapat diserap tubuh,
sehingga memungkinkan implan terdegradasi secara bertahap setelah memenuhi
fungsinya (Li et al. 2014). Konsep biodegradasi telah dikenal dalam aplikasi medis,
seperti penggunaan jahitan biodegradasi. Namun, implan yang terdegradasi,
terutama yang terbuat dari logam, dapat dianggap sebagai konsep baru yang benarbenar mematahkan paradigma umum bahwa biomaterial logam harus tahan korosi
(Hermawan 2012).
Besi (Fe) dianggap sebagai salah satu logam alternatif yang dapat digunakan
sebagai material logam terserap tubuh (Schinhammer et al. 2010). Tingkat
degradasi Fe dan campurannya dianggap terlalu lambat (Zhang et al 2010). Banyak
upaya yang telah dilakukan untuk mempercepat proses degradasi besi murni atau
campurannya namun masih gagal (Zhang 2013). Penambahan bahan biomaterial
pada besi belum dapat mencapai laju degradasi yang ideal untuk implan terserap
ttubuh (Ulum et al. 2014). Penelitian ini menggunakan Fe berpori yang bertujuan
untuk mempercepat proses degradasi Fe (Daud dan Hermawan 2013).
Perubahan kondisi logam implan akibat degradasi dan jaringan otot periimplan secara in vivo di dalam tubuh dapat diamati menggunakan alat bantu
radiografi (Noviana et al. 2013). Hal tersebut mendorong dilakukannya penelitian
untuk mengetahui perubahan kondisi logam implan secara in vivo dengan melihat
perubahan densitas logam menggunakan radiografi sinar-X.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan melihat densitas pada implan, peri-implan-tulang dan
peri-implan-otot menggunakan gambar radiografi dari os femur tikus yang
diimplantasi Fe berpori.
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai perubahan densitas yang terjadi pada
material implan berbahan dasar Fe berpori, otot, dan tulang selama berada di dalam
tubuh. Data yang diperoleh tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu bahan
pertimbangan/acuan dalam pemilihan logam Fe terdegradasi sebagai biomaterial
implan pada tulang.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Biomaterial Terdegradasi
Bahan yang berinteraksi dengan jaringan dan cairan tubuh yang bertujuan
untuk digunakan sebagai pengganti buatan yang dikenal sebagai biomaterial
(Paramitha et al. 2014). Menurut Bhat (2002) biomaterial merupakan bahan inert
yang ditanamkan ke dalam sistem tubuh sebagai pengganti fungsi dari jaringan
hidup atau organ. Biomaterial terdegradasi merupakan kelas baru biomaterial
bioaktif yang diharapkan dapat mendukung proses penyembuhan dari jaringan yang
sakit dan terdegradasi setelahnya (Hermawan 2012). Material tersebut diharapkan
tidak menyebabkan akumulasi lokal maupun sistemik pada tubuh. Selain itu,
material harus mempunyai kecepatan biodegradasi yang sesuai dengan
penyembuhan jaringan, serta adanya kompabilitas untuk jaringan tubuh (Xin et al.
2011). Logam biodegradable seperti magnesium, besi dan paduannya telah dikenal
sebagai bahan yang potensial sebagai implan medis sementara (Ulum et al. 2013).
Implan yang dapat terserap oleh tubuh memiliki keuntungan yaitu dapat mencegah
adanya proses pembedahan kedua untuk pengangkatan implan akibat interaksi
material nondegradable yang tidak dapat terserap oleh tubuh (Windhagen et al.
2013).
Tulang
Tulang merupakan jaringan tubuh yang memiliki peran penting dalam
menopang tubuh dan bagian-bagiannya. Tulang adalah struktur hidup yang tersusun
oleh protein dan mineral. Penyusun utama tulang adalah protein yang disebut
kolagen serta mineral tulang (kalsium fosfat). Lebih dari 99% kalsium tubuh
terdapat dalam tulang dan gigi, sementara sisa 1% terdapat dalam darah (Trihapsari
2009). Jaringan tulang memiliki tiga tipe sel yakni osteosit, osteoblas, dan
osteoklas. Proses remodeling melibatkan osteoblas dan osteoklas melalui
mekanisme sinyal parakrin dan endokrin (Djuwita et al. 2012).
Kekuatan tulang ditentukan oleh kuantitas dan kualitas tulang. Kuantitas
yaitu kepadatan tulang, sedangkan kualitas yaitu ukuran (massa) tulang, kandungan
mineral, dan mikroarsitektur tulang. Densitas mineral tulang (DMT) dicapai
maksimal pada usia 18 tahun pada manusia dan tidak ada perbedaan jenis kelamin.
Stabilitas tulang ditentukan oleh arsitektur tulang dan DMT (Baziad 2003).
Densitas Mineral Tulang merupakan cara pengukuran kalsium (mineral
tulang) pada suatu area atau volume tulang. Cara ini dilakukan untuk mengetahui
seberapa kuat atau lemahnya tulang seseorang (kepadatan tulang), sehingga dapat
diketahui apakah seorang terkena osteoporosis atau osteopenia, dan risiko terkena
fraktur (patah tulang) (Zaviera 2008).
Radiografi Sinar-X
Radiografi rnerupakan sarana penunjang diagnostik yang sudah berkembang
pesat baik di dunia kedokteran manusia maupun dalam dunia kedokteran hewan

3
yang bertujuan untuk kesejahteraan (Ulum 2008). Sinar X ditemukan oleh ahli
fisika Jerman yang bernama Wilhelm Conrad Roentgen pada 8 November 1895,
sehingga sinar X ini juga disebut sinar Roentgen. Sinar X mempunyai beberapa
manfaat, yaitu memberikan pencitraan/gambaran organ yang mengalami kelainan
seperti dalam penyakit metastatik pulmonary neoplasma, heart disease, intestinal
obtruksi, fraktur dan lain-lain. Sinar X sering juga digunakan sebagai terapi
penyakit tumor dalam pengobatan penyakit hewan (Robinson dan Akhtar 2011).
Sinar X akan terbentuk ketika pancaran elektron berenergi tinggi keluar dari
katoda kemudian mengenai target anoda, proses ini terjadi di dalam tabung hampa
udara (Rudi dan Susilo 2012). Sinar X merupakan salah satu bentuk dari radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar 10 nm–100 pm (Reed 2011).
Faktor-faktor pembentuk dalam radiografi adalah densitas, opasitas, dan kontras
radiografi (Thrall 2002).
Densitas film radiografi menunjukkan terhadap derajat kehitaman film secara
keseluruhan. Densitas jaringan yang berbeda menghasilkan opasitas berbeda.
Struktur yang berdekatan sulit diidentifikasi apabila memiliki tingkat opasitas
sama. Suatu struktur yang dikelilingi oleh material radiopaque, akan terlihat relatif
radiolucent dan sebaliknya (Kealy et al. 2011).
Radiolucent merupakan bentuk suatu objek yang sedikit mengabsorbsi
radiasi, sedangkan radiopaque digunakan untuk menunjukkan bahan/organ yang
menahan banyak radiasi. Ketebalan objek yang berbeda dengan paparan sinar X
yang sama menghasilkan radiopasitas yang berbeda.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan Desember 2013 sampai
dengan Februari 2014 yang dilaksanakan di Laboratorium Divisi Bedah dan
Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan gambar radiografi sinar-x dilakukan
di My Vets Clinic, Kemang, Jakarta Selatan.
Hewan Penelitian
Hewan coba yang digunakan adalah tikus Sprague Dawley jantan sebanyak
60 ekor dengan berat badan rata-rata 175 ± 2 g. Tikus- tikus tersebut dibagi menjadi
empat kelompok dengan jumlah masing-masing kelompok terdiri 15 ekor tikus.
Kelompok I merupakan tikus dengan implan berukuran 450 µm, kelompok II
dengan implan 580 µm, kelompok III tikus dengan implan 800 µm, dan kelompok
IV sebagai tikus control tanpa pemberian implan. Penelitian ini telah mendapat
persetujuan dari Komisi Etik Hewan Penelitian IPB dengan nomor : 6-2014 IPB.

4
Bahan
Material yang digunakan adalah besi (Fe) berpori dengan diameter pori 450
µm, 580 µm, dan 800 µm (Alantum, Korea). Ukuran implan yang digunakan
memiliki lebar x panjang sama dengan 2x5 mm. Bahan-bahan yang digunakan
adalah anthelmintik praziquatel 50 mg, pirantel 144 mg, antibiotik doxycycline 100
mg, antiprotozoa metronidazole 125 mg/5 ml, ketamine HCl 10%, xylazine 2%,
NaCl fisiologis, iodine 3%, antibiotik penicillin 300.000 IU, alkohol 70%, benang
polyglactin 910 ukuran 5/0, dan plaster. Perawatan tikus diberikan pakan komersial
dan minum secara ad libitum.
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah kandang tikus dengan ukuran 40 x 30 cm,
timbangan digital, sonde lambung, syringe 1 ml, bedah minor, muscle retractor, bor
tulang, dan sterilisator UV. Pengambilan gambar radiografi dilakukan
menggunakan Cr7 vet computed dental x-ray dan X7000 Cr7 vet image plate x-ray
scanner (iM3r, Australia) (Gambar 1).

Gambar 1 Alat yang digunakan untuk mengambil gambar radiografi yaitu Cr7 vet
computed dental radiography beserta film berukuran 6x9 cm (A) yang
kemudian akan dibaca menggunakan x-ray film reader (B).
Metodologi
Aklimatisasi Tikus
Aklimatisasi bertujuan mengadaptasi tikus terhadap lingkungan dengan
memberikan anthelmitik, antibiotik, dan antiprotozoa. Aklimatisasi ini dilakukan
selama 7 hari sebelum operasi. Anthelmintik yang digunakan adalah praziquantel
dan pirantel dengan dosis 10 mg/kg BB pada hari ke-1. Hari ke-2 sampai dengan
hari ke-6 tikus diberikan antibiotik berupa doxycyclin dengan dosis 10 mg/kg BB.
Antiprotozoa berupa metronidazole dengan dosis 10 mg/kg BB diberikan pada hari
ke-7. Pemberian sediaan secara peroral menggunakan sonde lambung. Alur
aklimatisasi dapat dilihat pada Gambar 2.

5

Hari ke- 1

2

3

4

5

6

7

Keterangan:
Praziquantel 50 mg dan pyrantel 100 mg dosis 10 mg/kg BB
Doxycycline 100 mg dosis 10 mg/kg BB
Metronidazole 125 mg/5 ml dosis 10 mg/kg BB
Gambar 2 Alur aklimatisasi

Persiapan Material Implan
Material logam implan diperoleh dari Alantum, Korea. Material dasar logam
yang berbentuk Fe powder kemudian diproses lebih lanjut dengan cara
menambahkan garam polimer ke dalam Fe powder dan dicetak menjadi lembaran
melalui proses pengompresan. Selanjutnya, cetakan Fe powder dipanaskan melalui
pemanasan bertingkat (>13000C) agar garam polimer menguap dan membentuk
ruang-ruang kosong (berpori).
Fe berpori yang digunakan berbentuk lembaran dengan ukuran berpori yang
berbeda-beda, yaitu 450 µm, 580 µm, dan 800 µm. Fe berpori tersebut kemudian
dipotong dengan ukuran lebar dan panjang 2x5 mm masing-masing 5 buah setiap
ukuran pori. Sebelum diimplan, Fe berpori yang akan digunakan di sterilisasi
menggunakan sterilisator dengan suhu 100oC selama 60 menit dan menggunakan
sterilisator UV selama 60 menit.

Gambar 3 Fe berpori 450 µm (a), 580 µm (b), dan 800 µm (c)
Preparasi Hewan
Tikus dianastesi menggunakan kombinasi ketamine- xylazine dengan dosis
20 mg/kg BB dan 5 mg/kg BB. Pemberian anasthesi melalui intramuskular pada
musculus semitendinosus dan musculus semimembranosus. Setelah tikus
teranastesi, rambut bagian lateral paha kanan dicukur dan didesinfeksi dengan
iodine tincture 3%. Kemudian tikus diletakkan di meja operasi.
Penanaman Material Implan
Penanaman implan dilakukan dalam celah yang dibuat pada bagian diaphysis
os femur. Langkah pertama kulit daerah paha disayat tepat di atas m. bicep femoris.
Kemudian otot dikuakan menggunakan muscle retractor sampai mencapai os
femur. Bagian diaphysis os femur kemudian dikikir sedalam ± 1 mm dan diirigasi
dengan Nacl fisiologis untuk membersihkan darah dan debris tulang. Implan
diletakkan pada bagian yang telah dikikir kemudian diberikan antibiotik penicillin
300.000 IU sebelum menjahit bagian otot dan kulit. Otot dan kulit dijahit secara

6
sederhana menggunakan benang polyglactin 910 ukuran 5/0. Bekas jahitan diberi
iodine tincture 3% dan ditutup dengan plaster. Tikus diberikan antibiotik doxyciclin
dengan dosis 10 mg/kg BB selama 3 hari pasca operasi.
Pengambilan Gambar Radiografi
Pengambilan gambar dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu setelah pemasangan
implan (hari ke-0), hari ke-7, 14, dan 30 pasca implantasi. Posisi pengambilan
gambar yang digunakan adalah mediolateral pada bagian paha kanan tikus.
Sebelum dilakukan x-ray, tikus terlebih dahulu dibius menggunakan kombinasi
ketamine-xylazine dengan dosis 10 mg/kg BB dan 5 mg/kg BB. Pengambilan
gambar dilakukan menggunakan computed dental radiography.
Perhitungan dan Analisis Data
Gambar dianalisa dengan perangkat lunak ImageJ® (NIH, USA). Analisa
dilakukan pada 3 parameter, yaitu profil densitas pada implan, profil densitas periimplan-tulang, dan profil densitas peri-implan-otot. Pengambilan titik dilakukan
pada implan dan tulang sebagai background seperti pada gambar 4. Menurut Gavet
dan Pines (2010) profil densitas implan dapat diketahui dengan perhitungan
menggunakan rumus berikut, yaitu :
Densitas Implan = Nilai Integrated Density – (Nilai Area warna yg diperiksa x
Nilai Mean backgroud foto)

Gambar 4 Os femur yang telah diberi implan Fe berpori dengan area implan yang
dianalisa ( ) dan area background ( )
Profil densitas peri-implan tulang dan otot didapatkan dengan menggunakan
tiga garis pada titik berbeda dengan panjang dan sudut yang sama. Masing-masing
garis akan menghasilkan sebuah grafik yang kemudian disatukan untuk diamati
pada Region of Interest (ROI) (Gambar 5). Data diolah menggunakan aplikasi
Microsoft Excel dan SPSS® 16 dengan prosedur ONE WAY ANOVA untuk melihat
perbedaan diantara kelompok perlakuan.

7

Gambar 5 Os femur yang telah diberi implan Fe berpori dengan area peri-implanotot (a) dan peri-implan-tulang (b) yang diamati menggunakan ImageJ®
(A) menghasilkan line plot peri-implan-otot (B) dan peri-implan-tulang
(C). Region of Interest (ROI) yang diamati adalah daerah pertemuan
antara implan dengan tulang atau otot (D).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Implan Fe yang ditanam pada os femur kanan tikus diamati selama 30 hari
dengan radiografi. Hasil radiografi menunjukkan perbedaan opasitas pada implan,
tulang, dan otot (Gambar 6). Implan mempunyai opasitas yang lebih radiopaque
dibandingkan tulang, dan tulang lebih radiopaque dibandingnkan otot. Data-data
ini yang kemudian di analisa nilai densitasnya menggunakan ImageJ®.

Gambar 6 Hasil radiografi implan Fe berpori 450 µm, 580 µm, dan 800 µm pada os
femur kanan tikus selama 30 hari pengamatan.
Densitas Material Implan
Berdasarkan hasil pengambilan gambar yang didapat, nilai densitas pada
material implan Fe berpori menunjukan perbedaan yang nyata (p0.05).
Kelompok Perlakuan

Struktur pori dibentuk untuk mempercepat laju degradasi pada Fe (Daud
dan Hermawan 2013). Fe berpori 450 µm memiliki luas permukaan yang paling
besar sehingga memperluas area interaksi dengan jaringan (Bauer et al. 2013). Area
interaksi jaringan dengan implan yang luas menyebabkan proses degradasi yang
lebih besar. Hal ini yang menyebabkan penurunan nilai densitas Fe berpori 450 µm
lebih tinggi dari 580 µm dan 800 µm.
Densitas Peri-Implan-Tulang
Nilai densitas peri-implan-tulang secara keseluruhan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (P>0,05) (Tabel 2). Fe berpori 450 µm mengalami penurunan
pada setiap waktu pengamatannya, sedangkan Fe 800 µm mengalami peningkatan
(Gambar 8). Nilai densitas peri-implan-tulang Fe berpori 450 µm pada hari ke 7
lebih tinggi dibandingkan dengan 580 µm dan 800 µm, namun pada hari ke 30,
nilai densitas ketiganya tidak berbeda nyata.
Tulang yang akan diimplan terlebih dahulu diberi perlukaan dengan dibor
sebagai tempat meletakkan implan. Pengeboran tulang hanya dilakukan sampai
sum-sum tulang terlihat atau tidak sampai patah. Adanya trauma pada tulang akan
menginduksi tahap inflamasi (Cheville 2006). Pada tahap inflamasi sel-sel

9
peradangan seperti monosit, limfosit, sel-sel polimorfonuklear dan fibroblast akan
menginfiltrasi tulang (Kalfas 2001). Fe berpori 450 µm mempunyai luas permukaan
yang paling besar, sehingga interaksi dengan jaringan lebih besar pula. Interaksi ini
yang menyebabkan kepadatan di daerah peri-implan-tulang semakin tinggi
sehingga meningkatkan nilai densitasnya.
125

Gray Scale

100
75
450 µm
50
580 µm
25

800 µm

0
7

14

30

Hari Ke-

Gambar 8 Grafik densitas peri-implan-tulang Fe berpori pada os femur tikus selama
30 pengamatan. Garis vertikal diatas balok merupakan standar deviasi.
Tabel 2 Nilai densitas pada tepi implan dan os femur yang diimplan Fe berpori
selama 30 hari pengamatan.
Kelompok Perlakuan

Hari Pengamatan Ke-

Nilai P

7

14

30

450 µm

93.44 ± 4.16b

89,97 ± 16.56b

87,56 ± 4.73ab

580 µm

79.69 ± 7.81ab

69,86 ± 14.80a

88,44 ± 3.21ab

ab

ab

b

0.174

800 µm
77.61 ± 2.89
83,92 ± 15.50
88,92 ± 2.64
Data disajikan dalam rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama dalam kolom dan
baris berbeda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05).

Densitas Peri-Implan-Otot
Berdasarkan hari pengamatan, perubahan densitas peri-implan-otot dapat
berbeda antar ukuran pori implan (Gambar 9). Nilai densitas peri-implan-otot pada
masing-masing ukuran pori secara keseluruhan berbeda nyata (P0.05).

Fe berpori 800 µm mengalami peningkatan pada setiap waktu pengamatan.
Respon imunitas tubuh yang dilakukan oleh makrofag kemudian akan memfagosit
produk degradasi dan menyebabkan penyebaran produk degradasi tersebut pada
jaringan otot (Paramitha et al. 2013). Luas permukaan yang kecil pada Fe berpori
800 µm menyebabkan kurangnya interaksi jaringan dengan implan, sehingga
respon benda asing terjadi lebih lama dibandingnkan Fe berpori 450 µm.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai densitas implan pada semua ukuran mengalami penurunan pada setiap
waktu pengamatan yang berarti terjadi degradasi. Nilai densitas peri-implan-tulang
relatif sama pada semua ukuran implan menunjukkan respon tulang terhadap
implan sangat kecil. Nilai densitas peri-implan-otot relatif meningkat yang
menunjukkan adanya respon dari otot di sekitar implan terhadap implan.
Saran
Saran yang diajukan dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian
dengan jangka waktu yang lebih lama untuk melihat sejauh mana degradasi yang

11
terjadi pada implan Fe berpori dan pengaruhnya terhadap tulang dan otot di sekitar
daerah implan.
Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini didanai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Indonesia melalui program Hibah Penelitian
Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional a.n Deni Noviana
(084/SP2H/PL/D/V/2013).

DAFTAR PUSTAKA
Bauer S, Patrik S, Klaus M, Jung P. 2013. Engineering biocompatible implant
surface Part I: Materials and surface. Progress in Materials Science. 58: p 261326. Doi: 10.1016 j.pmatsci.2012.09.001.
Bhat SV. 2002. Biomaterials. Pangboune England (GB): Alpha Science
International Ltd.
Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. Blackwell Publishing
(USA). 3: p 112-115.
Daud M, Hermawan H. 2013. The interaction of fibroblast cells on the surface of
pori iron. Eur Cells Mater. 26 (5): 49.
Djuwita I, Pratiwi IA, Winarto A, Sabri M. 2012. Proliferasi dan Diferensiasi Sel
Tulang Tikus dalam Medium Kultur In Vitro yang Mengandung Ekstrak
Batang Cissus quadrangular Salisb. J Kedokt Hewan. 6(2):75-80.
Gavet O, Pines J. 2010. Progressive activation of CyclinB1-Cdk1 coordinates entry
to mitosis. Dev Cell 18: 533-543.
Hermawan, H. 2012. Biodegradable metals from concept to applications.Springer.
VII:69 p.
Jacqueline MM, Fotios P, Diane JB. 2010. Biomaterial/Tissue Interactiobs:
Possible Solutions to Overcome Foreign Body Response. The AAPS Journal.
12 (2): 188-196
Kalfas IH. 2001. Principles of bone healing. Neurosurg Foc 10:7-10.
Kealy JK, McAllister H, Graham JP. 2011. Diagnostic Radiology and
Ultrasonography of Dog and Cat. Missouri: Saunders Elsevier hlm 1-2, 5-7,
23.
Li H, Zheng Y, Qin L. 2014. Progress of Biodegradable Metals. 24(2014): 414422.
Noviana D, Estuningsih S, Ulum MF, Paramitha D, Utami NF, Utami ND,
Hermawan H. 2012. In vivo study of iron based material foreign bodies in
mice (Mus musculus albinus). Proceeding ICBEMA 7th: 91-94.
Noviana D, Nasution AK, Ulum MF, Hermawan H. 2013. Degradation of Fe
bioceramis composites at two different implantation sites in sheep animal
model observed by X-ray radiography. Eur Cells Mater. 26 (5): 56.
Paramitha D, Estuningsih S, Noviana D, Ulum MF, Hermawan H. 2013.
Distribution of Fe-based degradable materials in mice skeletal muscle.
Europ Cells and Mater. 26 (5): 55.

12
Reed AB. 2011. The history of radiation use in medicine. J Vasc Surg.53(1): 3S5S.
Rudi P, Susilo. 2012. Pengukuran paparan radiasi pesawat sinar-X di Instalasi
Radiodiagnostik untuk proteksi radiasi. Unnes Phys J. 1(1):1-6.
Rudyardjo DI. 2011. Perilaku korosi material gelas metalik berbasis zirkonium untuk
material implan. JIS. 11 (2): 234-240.
Schinhammer M, Haenzi AC, Loeffler JF, Uggowitzer PJ. 2009. Design strategy
for biodegradable Fe-based alloy for medical application. Acta
Biomater.6(13): 1705.
Thrall DE. 2002. Textbook of Veterinary Diagnostic Radiology. 4th ed.
Philadelphia (US): Saunders Elsevier.
Ulum MF, Arafat A, Noviana D, Yusop AH, Nasution AK, Abdul Kadir MR,
Hermawan H. 2013. In vitro and in vivo degradation evaluation of novel ironbioceramic composites for bone implan applications. Mater Sci Eng C. 36:
336-344.
Zaviera F. 2008. Osteoporosis: Deteksi Dini, Penanganan, dan Terapi Praktis.
Jogjakarta (ID): Ar-Ruzz Media.
Zhang DY et al. 2013. In vitro and in vivo characterization of a nitride iron coronary
stent. Eur Cells Mater. 26 (5): 58.
Zhang E, Chen H, Shen F. Biocorrosion properties and blood and cell compatibility
of pure iron as a biodegradable biomaterial, J. Mater. Sci. Mater. Med. 21
(2010) 2151–2163.

13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 01 Juli 1992 dari pasangan
Akhmad dan Sutifa. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis
memulai pendidikan di SD Al-Furqon pada tahun 1998, SMP Negeri 1 Jember pada
tahun 2004, dan melanjutkan ke SMA Negeri 1 Jember pada tahun 2007. Penulis
diterima sebagai mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif berpartisipasi di organisasi
dalam dan luar kampus. Organisasi kampus yang penulis ikuti diantaranya
Himpunan Minat dan Profesi Satwaliar sebagai sekretaris divisi eksternal pada
masa kepengurusan 2011/2012 dan penanggung jawab cluster herpet pada masa
kepengurusan 2012/2013. Serta menjadi asisten praktikum Histologi I pada tahun
ajaran 2012/2013 dan asisten praktikum Penghayatan Profesi Kedokteran Hewan
pada tahun ajaran 2013/2014. Organisasi luar FKH yang diikuti penulis yaitu
Gentra Kaheman sebagai anggota divisi event organizer pada tahun 2010/2011.