HUBUNGAN WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWATI BERPERAN JENIS KELAMIN ANDROGINI DI PT. TIGA PUTERA ABADI PERKASA CABANG PURBALINGGA

HUBUNGAN WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN KERJA
PADA KARYAWATI BERPERAN JENIS KELAMIN ANDROGINI DI
PT. TIGA PUTERA ABADI PERKASA CABANG PURBALINGGA
Ammiriel Kusumoayu Prawitasari1
Yadi Purwanto2
Susatyo Yuwono3
1.2.3

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract. The target of this research is to know and express the relation between workfamily conflict with the work satisfaction for workingwoman with androgyny role of
gender in PT. Tiga Putera Abadi Perkasa Purbalingga branch. This Research entangles
74 subjects of workingwoman in PT. Tiga Putera Abadi Perkasa Purbalingga branch
owning role of gender androgyny. The data collecting method of this research is
statistical method, while data compiles in this research are the work-family conflict
scale and work satisfaction scale and also of gender role scale to differentiate the
subject. Pursuit to result analyze the data with the technique analyze is the product
moment of this research result shows that there is a negative relation which significant
between work-family conflict with the work satisfaction seen from value assess the rxy =
- 0,621 by p < 0,01. Level of role of work-family conflict to work satisfaction is 38,5%,
so that there still 61,5% other variables have influence to work satisfaction of the

workingwoman in PT. Tiga Putera Abadi Perkasa Purbalingga branch.

Keyword: work-family conflict, work satisfaction, androgyny
Abstraksi. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengungkap
hubungan antara work family conflict dengan kepuasan kerja pada karyawati dengan
peran jenis kelamin androgini di PT. Tiga Putera Abadi Perkasa cabang Purbalingga.
Penelitian ini melibatkan 74 subjek karyawati PT. Tiga Putera Abadi Perkasa cabang
Purbalingga yang memiliki peran jenis kelamin androgini. Metode pengumpulan data
pada penelitian ini adalah metode statistik dengan alat pengumpul data berupa skala
work-family conflict dan skala kepuasan kerja serta skala peran jenis kelamin untuk
membedakan subjek. Berdasarkan hasil analisis data dengan teknik analisis product
moment maka hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan
antara work family conflict dengan kepuasan kerja yang terlihat dari nilai nilai rxy
sebesar -0,621 dengan p < 0,01. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
konflik antara keluarga pekerjaan maka akan semakin rendah kepuasan kerja yang
dipersepsi oleh para karyawati ataupun sebaliknya.

Kata kunci: work-family conflict, kepuasan kerja, jenis kelamin androgini

3


Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi
Vo. 9, No. 2, November 2007 : 1-13

4

S

eiring dengan waktu, dunia
bisnis di era globalisasi, perusahaan harus
secara aktif menyesuaikan diri dengan
perubahan yang ada pada karyawatinya.
Hal ini dituntut dengan adanya tingkat
persaingan dan produktivitas yang tinggi,
sehingga tidak dapat disangkal bahwa
perusahaan membutuhkan tenaga kerja
yang unggul, trampil, dan memiliki
keterlibatan yang tinggi pada pekerjaan,
sehingga dapat menampilkan performa
yang baik dalam kerja dan dapat

mencapai kepuasan kerja.
Seorang
karyawati
yang
mempunyai tingkat kepuasan kerja yang
tinggi pada umumnya mempunyai
kebutuhan yang besar untuk
mengembangkan diri dan senang
berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan. Hasilnya mereka jarang
datang terlambat dan absen, bersedia
bekerja lebih lama dari yang seharusnya,
serta berusaha untuk menampilkan
kinerja yang terbaik. Di samping itu,
pekerja dengan tingkat kepuasan kerja
yang tinggi juga dapat menurunkan turnover (Apperson dkk, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja antara lain adalah faktor
sosial, faktor fisik, dan faktor psikologis.
Faktor sosial merupakan faktor yang

berhubungan dengan interaksi sosial baik
antara pekerja ataupun pekerja dengan
atasan. Faktor fisik merupakan faktor
yang berhubungan dengan kondisi fisik

di lingkungan kerja dan kondisi fisik
karyawan, meliputi jenis pekerjaan,
pengaturan kerja, dan waktu istirahat,
perlengkapan kerja, keadaan ruangan,
dan kesehatan karyawan. Faktor
psikologis, merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejiwaan
karyawan yang meliputi minat
ketentraman dalam kerja, sikap terhadap
kerja, bakat, dan ketrampilan.
Menurut penelitian Apperson dkk
(2002) mayoritas pria dan wanita
sekarang ini, mempunyai kedudukan
ganda, sebagai orang tua dan juga
sebagai karyawan dengan jenis

pekerjaan full-time. Dikatakan
Primastuti (2000), bahwa banyak dari
mereka yang memainkan peranan ganda
dalam dunia kerja untuk mendapatkan
penghasilan ataupun kepuasan.
Konflik antara pekerjaan dan
keluarga dapat terjadi baik pada wanita
maupun pria. Penelitian Apperson dkk
(2002) menemukan bahwa ada
beberapa perbedaan tingkatan workfamily conflict antara pria dan wanita,
bahwa wanita mengalami work-family
conflict pada tingkat yang lebih tinggi
dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan
wanita memandang keluarga merupakan
suatu kewajiban utama mereka dan
harus mendapatkan perhatian lebih
dibanding pada peranan pekerja mereka.
Seiring dengan perkembangan
zaman, wanita dituntut untuk


Hubungan Work-Family Conflict Dengan Kepuasan Kerja Pada Karyawati Berperan
Jenis Kelamin Androgini Di PT. Tiga Putera Abadi Perkasa Cabang Purbalingga
Ammiriel Kusumoayu Prawitasari, Yadi Purwanto, Susatyo Yuwono

memberikan sumbangan lebih, tidak
hanya terbatas pada pelayanan terhadap
suami, perawatan anak, serta menjadi
pengurus rumah tangga. Adanya
tekanan dari faktor ekonomi serta
adanya keinginan psikologis untuk
mengembangkan self identity telah
mendorong wanita untuk bekerja di luar
rumah mengembangkan karir serta
berpartisipasi secara aktif dalam
kehidupan bermasyarakat (Kusumaning
dan Suparmi, 2002).
Pekerjaan bagi seorang wanita
dapat memberikan dampak positif
maupun negatif. Dampak positifnya
adalah melalui pekerjaannya, wanita bisa

membantu suami dalam hal finansial,
mencari penghasilan yang layak guna
menghidupi diri dan keluarganya,
meningkatkan rasa percaya diri dan
kesempatan untuk mendapatkan
kepuasan hidup (Istiani, 1989). Selain
dampak positif tersebut, ada pula dampak
negatif yang perlu diperhatikan, di mana
tuntutan-tuntutan pekerjaan ini
mengakibatkan ibu pulang kerja dalam
keadaan lelah, sehingga ia tidak memiliki
cukup energi untuk memenuhi semua
kebutuhan anggota keluarganya. Selain
itu, dengan adanya jumlah jam kerja yang
relatif panjang akan menyebabkan ibu
tidak selalu ada pada saat dimana ia
sangat dibutuhkan oleh anak atau
pasangannya.
Salah satu akibat yang harus
dihadapi wanita jika dirinya tidak mampu


5

menyeimbangkan tuntutan atas peran
keluarga dan pekerjaan adalah
munculnya konflik. Semakin besar
waktu, energi, dam komitmen yang
dicurahkan pada peran keluarga dan
pekerjaan, maka semakin besar pula
kemungkinan terjadinya konflik. Konflik
pekerjaan dengan keluarga pada wanita
berperan ganda terjadi ketika wanita
dituntut untuk memenuhi harapan
perannya dalam keluarga dan dalam
pekerjaan, dimana masing-masing
membutuhkan waktu, energi, maupun
komitmen dari wanita tersebut
(Waspada, 2004). Dalam penelitian ini,
konflik antara keluarga dan pekerjaan
selanjutnya akan disebut dengan istilah

work-family conflict.
Robbins (dalam Arifiani, 2003)
menerangkan bahwa kepuasan kerja
merupakan suatu sikap umum seorang
individu terhadap pekerjaannya.
Sedangkan pekerjaan tersebut menuntut
interaksi dengan rekan sekerja dan
atasan, mengikuti aturan dan kebijakan
organisasi, memenuhi standar kerja,
hidup pada kondisi kerja yang kurang
ideal dan sebagainya.
Locke (As’ad, 1995) berpendapat
bahwa kepuasan kerja tergantung pada
discrepancy antara apa yang telah
didapat dengan apa yang sebenarnya
diharapkan oleh karyawati itu sendiri.
Apabila yang didapat ternyata lebih
besar dari yang diinginkan maka orang

Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi

Vo. 9, No. 2, November 2007 : 1-13

6
akan menjadi lebih puas meskipun masih
ada sedikit discrepancy, tetapi
merupakan discrepancy yang positif.
Sebaliknya, makin jauh kenyataan yang
dirasakan itu di bawah standar minimum
sehingga menimbulkan discrepancy
yang negatif, maka makin besar pula
ketidakpuasan seseorang terhadap
pekerjaannya.
As’ad (1987) menyebutkan ada 4
faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja, yaitu:
a. Faktor finansial, meliputi gaji,
pemberian jasa produk/ jasa,
promosi, macam-macam tunjangan,
jaminan sosial.
b. Kondisi lingkungan kerja, meliputi

jenis pekerjaan, waktu, keadaan
alat perlengkapan (mesin-mesin)
c. Faktor sosial, meliputi cita-cita
(pandangan hidup), minat,
kemampuan, sikap, bakat, dan
kecakapan.
Gilmer (dalam Isro’iyati, 2004)
mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan, yang meliputi:
a. Perusahaan dan manajemen
Perusahaan dan manajemen yang
baik adalah yang mampu
memberikan situasi dan kondisi
kerja yang stabil.
b. Aspek-aspek sosial dalam
pekerjaan

c.

Merupakan salah satu sikap yang
sulit digambarkan tapi dipandang
sebagai faktor yang menunjang
puas atau tidak puas dalam bekerja.
Komunikasi
Komunikasi yang lancar antara
karyawan
dengan
pihak
manajemen banyak dipakai alasan
untuk menyukai jabatannya. Dalam
hal ini adanya kesediaan pihak
atasan untuk mau mendengar ini,
memahami, dan mengakui
pendapat
atau
prestasi
karyawannya sangat berperan
dalam menimbulkan rasa puas
terhadap kerja.

Menurut Kustono (dalam Yulianto,
2002) ada beberapa aspek kepuasan
kerja, yaitu:
a. Job content, yaitu mencakup
pentingnya prestasi, tanggung
jawab yang diberikan, kemungkinan
berkembang dan melalui tugas yang
disukai.
b. Work content, yaitu mencakup
lingkungan fisik yang ada di tempat
kerja dan segala peraturan yang
berkaitan dengan pekerjaan.
Karyawati yang sudah menikah
dan mempunyai anak akan dihadapkan
pada peran ganda yang harus dijalankan
yaitu peran sebagai ibu rumah tangga dan
peran sebagai pekerja. Di dalam
memainkan peran gandanya ini wanita

Hubungan Work-Family Conflict Dengan Kepuasan Kerja Pada Karyawati Berperan
Jenis Kelamin Androgini Di PT. Tiga Putera Abadi Perkasa Cabang Purbalingga
Ammiriel Kusumoayu Prawitasari, Yadi Purwanto, Susatyo Yuwono

seringkali terlihat kurang mampu untuk
mengatur waktu dan kegiatannya dengan
baik, sehingga hal ini banyak membawa
kesulitan bagi wanita yang bersangkutan
untuk menyeimbangkan tuntutan antara
peran sebagai pekerja dan keluarga.
Wanita yang memilih untuk menjalani
peran ganda, yakni peran sebagai ibu
rumah tangga sekaligus wanita pekerja,
tentunya memiliki konsekuensi tersendiri.
Terkadang keadaan tersebut
menimbulkan kecemasan bagi wanita
yang menjalani peran ganda tersebut.
Lingkungan dan juga dirinya sendiri
menginginkan dia untuk menjadi ibu
sekaligus istri yang baik yang dapat
memenuhi semua kebutuhan, termasuk
kebutuhan spiritual dan emosional anak.
Pada saat yang sama, wanita juga ingin
agar pekerjaannya berjalan baik-baik
saja. Bila kedua hal tersebut tidak
berjalan selaras, maka biasanya timbul
kecemasan dan juga stress.
Waspada (2004) menyatakan
bahwa saat ini ada sebutan untuk wanita
yang mampu menjalani peran ganda ini
dengan baik, yaitu sebagai “super mom”.
Menurut Pey Orenstein (dalam
Waspada, 2004) dalam bukunya “Flux:
Woman of Sex, Work, Kids, Love and
Life in a Half Changed World”, konflik
peran tersebut dapat membuat ibu sulit
meraih sukses di bidang pekerjaannya,
keluarga, dan hubungan interpersonal
sekaligus. Bila tidak ingin seperti ini

7

disarankan sebaiknya wanita tersebut
tidak berprinsip sebagai wanita super
yang sanggup melakukan semuanya
sendiri.
Pernyataan-pernyataan di atas
tidak lepas dari apa yang dinamakan
peran jenis kelamin, dimana Rothausen
(2001) mengartikan peran jenis kelamin
adalah merupakan serangkaian atribut
kepribadian yang meliputi sikap dan pola
perilaku yang berkaitan dengan
karakteristik sebagai feminin, maskulin,
atau androgini, sejalan dengan harapan
dan norma-norma yang berlaku pada
masyarakat, dimana karakteristik orang
yang sangat maskulin adalah orang yang
menganggap dirinya memiliki ciri-ciri,
minat, kegemaran, dan ketrampilan
bermasyarakat yang secara khusus
dikaitkan dengan sifat kejantanan.
Sedangkan orang yang sangat feminin
adalah orang yang menganggap dirinya
memiliki ciri-ciri, minat, kegemaran, dan
ketrampilan bermasyarakat yang
berkaitan dengan sifat kewanitaan, dan
orang dengan peran jenis androgini
merupakan orang yang bergerak di luar
peran gender tradisional. Individu yang
androgini adalah yang memiliki integrasi
secara aspek maskulin dan feminin
dalam gaya hidup mereka.
Orang yang berperan jenis kelamin
androgini berperilaku sangat luwes dan
fleksibel, selalu siap untuk
memperlihatkan kehangatan, mengasuh,

8
asertif, dan bebas. Seorang androginus
memandang
bahwa
dirinya
mengkombinasikan ciri-ciri maskulin dan
feminin yang kuat.
Menurut Tanajaya (1995) peranan
kaum wanita pada umumnya masih
dilihat memiliki dua fungsi, yaitu, wanita
sebagai warga negara dalam
hubungannya dengan hak-hak dalam
bidang sipil dan politik, termasuk
perlakuan terhadap wanita dalam
partisipasi tenaga kerja, yang disebut
fungsi ekstern; dan wanita sebagai ibu
dalam keluarga dan istri dalam hubungan
rumah tangga, yang disebut fungsi intern.
Kedua fungsi tersebut ternyata
secara tidak langsung juga merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja, dimana faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja
adalah sebagai berikut, faktor psikologis,
merupakan faktor yang berhubungan
dengan kejiwaan karyawan yang
meliputi minat ketentraman dalam kerja,
sikap terhadap kerja, bakat, dan
ketrampilan; faktor sosial, merupakan
faktor yang berhubungan dengan
interaksi sosial baik antara sesama
karyawan dengan atasannya maupun
dengan karyawan yang berbeda jenis
pekerjaannya; faktor fisik, merupakan
faktor yang berhubungan dengan kondisi
fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik
karyawan meliputi jenis pekerjaan,
keadaan ruangan, suhu, penerangan,

Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi
Vo. 9, No. 2, November 2007 : 1-13

pertukaran udara, kondisi kesehatan
karyawan, umur, dan sebagainya.
Work-family conflict dapat
menyebabkan rendahnya kualitas
hubungan suami istri, munculnya masalah
dalam hubungan antara ibu dan anak,
serta timbulnya gangguan tingkah laku
pada anak. Selain itu work-family conflict juga dapat menjadi pemicu
timbulnya sikap yang negatif terhadap
organisasi. Pada saat karyawati
mengalami work-family conflict maka
ia akan berusaha mengubah situasi yang
dihadapinya atau secara fisik akan
meninggalkan pekerjaan, misalkan saja
tidak masuk kerja, datang terlambat atau
keluar dari pekerjaan. Pekerjaan
dirasakan sebagai kondisi yang penuh
tekanan (stressfull) dimana kondisi ini
yang akan mempengaruhi tingkat
kepuasan dalam pekerjaan. Sehingga
tingkat work-family conflict juga dapat
mempengaruhi tingkat kepuasan
kerjanya (Hammer dan Thompson,
2003).
Dalam hal ini work-family conflict
merupakan salah satu faktor internal
yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja seseorang. Hal ini terjadi karena
karyawati yang mengalami konflik
antara keluarga dengan pekerjaannya
yang akan berpengaruh terhadap
kepuasan kerjanya. Karena karyawati
dituntut bagaimana menyikapi work-family conflict dengan pekerjaannya supaya

Hubungan Work-Family Conflict Dengan Kepuasan Kerja Pada Karyawati Berperan
Jenis Kelamin Androgini Di PT. Tiga Putera Abadi Perkasa Cabang Purbalingga
Ammiriel Kusumoayu Prawitasari, Yadi Purwanto, Susatyo Yuwono

dapat
merasa
puas
dengan
pekerjaannya yang diemban tanpa
meninggalkan pekerjaannya sebagai
karyawati.
Dari landasan teori di atas, maka
peneliti mengajukan hipotesis sebagai
berikut: “Ada hubungan negatif antara
kepuasan kerja karyawan dengan workfamily conflict pada karyawati dengan
peran jenis kelamin androgini.”
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian. Penelitian ini
mengambil subjek sejumlah 74 karyawati
PT. Tiga Putera Abadi Perkasa cabang
Purbalingga yang memiliki peran jenis
kelamin androgini. Jumlah subjek
tersebut didapatkan setelah peneliti
menyebar skala peran jenis kelamin
kepada karyawati PT. Tiga Putera Abadi
Perkasa cabang Purbalingga yang
memiliki ciri-ciri: (1) mempunyai anak
yang tinggal serumah bersamanya, (2)
bekerja sebagai tenaga purna waktu
(full time) di PT. Tiga Putera Abadi
Perkasa cabang Purbalingga, (3)
mempunyai suami yang juga bekerja di
luar rumah, dan (4) tidak mempunyai
pembantu rumah tangga. Dari 194
karyawati yang memenuhi syarat
tersebut kemudian diberikan skala peran
jenis kelamin, kemudian dari hasil
penyebaran angket didapatkan data
sebanyak 74 karyawati memiliki peran

9

jenis kelamin androgini, 66 orang
mempunyai peran jenis kelamin feminim
dan 54 orang mempunyai peran jenis
kelamin maskulin, sehingga yang
menjadi subyek penelitian ini adalah 74
karyawati yang memiliki peran jenis
kelamin androgini.
Alat Pengumpul Data. Data
dalam penelitian ini diperoleh dengan
cara penyebaran angket work-family
conflict dan skala kepuasan kerja, kedua
skala tersebut diberikan kepada 74
karyawati PT. Tiga Putera Abadi
Perkasa cabang Purbalingga yang
berperan jenis kelamin androgini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh nilai koefisien korelasi antara
variabel work-family conflict dengan
kepuasan kerja kerja (rxy) sebesar -0,621
dengan p < 0,01, hal ini berarti ada
hubungan negatif yang sangat signifikan
antara work-family conflict dengan
kepuasan kerja, yang artinya semakin
tinggi work-family conflict maka
semakin rendah tingkat kepuasan kerja
kerja karyawan dan sebaliknya semakin
rendah work-family conflict maka
semakin tinggi tingkat kepuasan kerja.
Hasil penelitian ini menunjukkan
rerata empirik work-family conflict
sebesar 50,08 dan rerata hipotetik
sebesar 100 yang berarti subyek

10
penelitian memiliki work-family conflict
yang tergolong sangat rendah. Untuk
rerata empirik kepuasan kerja sebesar
71,27 dan rerata hipotetik sebesar 87,5
yang berarti subyek penelitian memiliki
kepuasan kerja yang tergolong rendah.
Sumbangan efektif work-family
conflict terhadap kepuasan kerja
sebesar 38,5 % yang ditunjukkan oleh
nilai koefisien determinan (R squared)
sebesar 0,385. Hal ini berarti masih
terdapat 61,5 % faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kepuasan kerja selain
variabel work-family conflict.
Kepuasan kerja mencerminkan
perasaan
seseorang
terhadap
pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap
positif karyawan terhadap pekerjaan dan
segala sesuatu yang dihadapi di
lingkungan kerjanya. Kepuasan kerja
sangat mempengaruhi tingkat absensi,
perputaran tenaga kerja, semangat kerja
dan masalah-masalah kepegawaian
lainnya.
Menurut Pais (2004) kepuasan
kerja dapat dipengaruhi oleh kehidupan
individu yang bersangkutan, sehingga
dapat memperbaiki sikap dan perilaku
kerja dan pada akhirnya tujuan organisasi
dapat tercapai secara maksimal.
Kepuasan kerja menjadi masalah yang
menarik dan cukup penting, karena
terbukti manfaatnya baik bagi
kepentingan individu, organisasi, dan
masyarakat. Bagi organisasi penelitian

Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi
Vo. 9, No. 2, November 2007 : 1-13

mengenai kepuasan kerja dilakukan
dalam rangka usaha peningkatan
produktifitas dan mengurangi biaya
melalui perbaikan sikap dan tingkah laku
karyawannya. Selanjutnya masyarakat
tentunya akan menikmati hasil secara
maksimal dari organisasi tersebut serta
akan naiknya nilai manusia dalam
konteks pekerjaan.
Karyawati PT. Tiga Putera Abadi
Perkasa
cabang
Purbalingga
mempunyai tingkat work-family conflict yang rendah, sehingga antara tugas
kantor dan tugas di rumah sebagai ibu
rumah tangga dapat berjalan dengan
baik, namun demikian tingkat kepuasan
kerjanya juga rendah, hal ini terjadi
dikarenakan tingkat kepuasan kerja
karyawati PT. Tiga Putera Abadi
Perkasa cabang Purbalingga ini tidak
hanya dipengaruhi oleh work-family
conflict saja, selain work-family conflict tingkat kepuasan kerja subjek bisa
dipengaruhi oleh hal-hal seperti sistem
penggajian, lingkungan kerja dan atasan.
Herumanto (2004), dalam
penelitiannya yang berjudul Studi Tentang
Gaya Kepemimpinan Dan Pengaruhnya
Terhadap Iklim Organisasi Pada
Perusahaan Kontraktor (Studi Kasus:
Pada Kontraktor BUMN dan Swasta Di
Kodya Semarang dan Yogyakarta)
menjelaskan bahwa suatu prosedur kerja
yang jelas pada perusahaan kontraktor
tingkat pusat dan proyek mempengaruhi

Hubungan Work-Family Conflict Dengan Kepuasan Kerja Pada Karyawati Berperan
Jenis Kelamin Androgini Di PT. Tiga Putera Abadi Perkasa Cabang Purbalingga
Ammiriel Kusumoayu Prawitasari, Yadi Purwanto, Susatyo Yuwono

tingkat kinerja perusahaan dan kepuasan
kerja maupun komitmen karyawan
terhadap perusahaan.
Penelitian ini hanya mengambil
subjek karyawati PT. Tiga Putera Abadi
Perkasa cabang Purbalingga yang
mempunyai peran jenis kelamin
androgini, dengan demikian jumlah
subjek dalam penelitian ini terbatas, dari
194 karyawati yang memenuhi
persyaratan hanya diambil karyawati
yang memiliki persamaan peran jenis
kelamin terbanyak yaitu sebanyak 74
karyawati yang memiliki peran jenis
kelamin androgini.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada hubungan negatif yang
signifikan antara work-family conflict dengan kepuasan kerja pada
PT. Tiga Putera Abadi Perkasa
cabang Purbalingga, dimana workfamily conflict mempengaruhi
tingkat kepuasan kerja karyawati
PT. Tiga Putera Abadi Perkasa
cabang Purbalingga berperan jenis
kelamin androgini.
2. Sumbangan efektif yang diberikan
variabel work-family conflict
terhadap variabel kepuasan kerja
karyawati PT. Tiga Putera Abadi

11

Perkasa cabang Purbalingga
berperan jenis kelamin androgini
sebesar 38,5%.
SARAN
Berdasarkan penelitian yang sudah
dilaksanakan ada beberapa saran yang
dapat dipertimbangkan, yaitu:
1. Bagi Pimpinan PT. Tiga Putera
Abadi
Perkasa
cabang
Purbalingga.
Hasil penelitian dapat dijadikan
sebagai salah satu informasi tentang
hubungan work-family conflict
(konflik antara peran karyawati di
dalam pekerjaan dan di dalam
rumah tangga) dengan tingkat
kepuasan kerja karyawati yang
bersangkutan.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan
maka saran yang penulis berikan
adalah agar pimpinan perusahaan
memberikan waktu yang seimbang
antara kerja dengan keluarga,
dengan memberikan cuti hamil dan
melahirkan, cuti haid dan cuti
tahunan (hari raya), sehingga
karyawati mempunyai waktu untuk
berkumpul bersama keluarga.
Dengan tidak adanya konflik peran
antara pekerjaan dengan keluarga,
maka tingkat kepuasan kerja
karyawati yang bersangkutan pun
akan
meningkat,
dengan
meningkatnya tingkat kepuasan

Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi
Vo. 9, No. 2, November 2007 : 1-13

12

2.

kerja maka tingkat produktivitas
pun akan turut meningkat.
Bagi karyawati PT. Tiga Putera
Abadi
Perkasa
cabang
Purbalingga. Hasil penelitian ini
juga dapat memberikan informasi
bagi karyawan bahwa work-family conflict mempunyai peranan
yang penting dalam kepuasan
kerja. Saran yang penulis berikan
berdasarkan penelitian yang telah
dilaksanakan adalah
agar
karyawati bisa memisahkan antara
masalah pekerjaan dengan
masalah keluarga dengan tidak
membawa
permasalahan
pekerjaan ke rumah dan sebaliknya
tidak membawa permasalahan di
rumah ke tempat kerja, dengan

3.

demikian tidak akan timbul konflik
peran pada karyawati yang
bersangkutan, yang pada akhirnya
karyawati dapat bekerja dengan
tenang dan hidup harmonis
bersama keluarga.
Bagi peneliti selanjutnya
apabila hendak melakukan
penelitian mengenai kepuasan
kerja,
hendaknya
mempertimbangkan faktor-faktor
lain selain work-family confict,
seperti suasana kerja, polusi,
standar kerja dan lain-lain karena
dalam penelitian ini variabel workfamily conflict hanya memiliki
sumbangan efektif terhadap
variabel kepuasan kerja sebesar
38,5%.

DAFTAR RUJUKAN
Apperson, M., Schimdt, H., Moore, S.,e
Grunberg, L. (2002). Women
managers and the experience of
work-family conflict. American
Journal of Undergraduate
Research Vol. 1 No. 3: 9-16.
Hammer, L., Ph.D., Thompson,
C.,Ph.D. (2003). Work-Family
Role Conflict. A Sloan Work and
Family Encyclopedia Entry.

Herumanta, B. Studi Tentang Gaya
Kepemimpinan Dan Pengaruhnya
Terhadap Iklim Organisasi Pada
Perusahaan Kontraktor (Studi
Kasus: Pada kontraktor BUMN dan
Swasta di Kodya Semarang dan
Yogyakarta).
http://
jhp.sagepub.com/cgi/content/
abstract/45/1/41.
Istiani, A. (1989). Wanita Karier dan
Permasalahannya.
Media
Informatika No. 18 (90).

Hubungan Work-Family Conflict Dengan Kepuasan Kerja Pada Karyawati Berperan
Jenis Kelamin Androgini Di PT. Tiga Putera Abadi Perkasa Cabang Purbalingga
Ammiriel Kusumoayu Prawitasari, Yadi Purwanto, Susatyo Yuwono

Kusumaning, L.W., Suparmi. (2002).
Pengambilan Keputusan Istri
Bekerja Di Luar Rumah (Studi
Kasus Istri Bekerja Di CNI,
Semarang). Seri Kajian Ilmiah
Volume 11 No. 3. Juli-September
2002: 130-138.
Pais, M. (2004). Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kepuasan
Kerja Perawat di Rumah Sakit Dr.
Haulussy Kudamati Ambon. Jurnal

13

Ekonomi UNMER Volume 8 No.
3. Oktober 2004: 568-582.
Primastuti, E. (2000). Peran Ganda
Wanita dalam Keluarga. Seri
Kajian Ilmiah Volume 10 No. 1: 5463.
Waspada. (2004). Serba WaspadaDunia Wanita: Wanita Berperan
Ganda. Waspada Online.