Studi Deskriptif Work-Family Conflict pada Karyawati Supervisor yang Sudah Menikah di PT "X" Cimahi.
Abstrak
Penelitian ini dilakukan guna memperoleh gambaran work-family-conflict pada karyawati supervisor yang sudah menikah di PT “X” Cimahi. Teori yang digunakan adalah teori work-family conflict yang dikemukakan oleh Greenhaus dan Beutell (1985). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Terdapat jumlah populasi penelitian sebanyak 60 karyawati.
Alat ukur yang digunakan untuk menjaring data adalah work-family conflict scale yang disusun Carlson, Kaemar, dan Williams (2000). Alat ukur ini sudah diadaptasi dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Indah Soca Kuntari (2011). Alat ukur ini terdiri 18 item yang mengukur dimensi-dimensi yang ada dalam work-family conflict.
Work-family conflict scale diuji validitasnya dengan Confirmatory Factor Analysis dan memiliki koefisien validitas yang berkisar dari dari 0,62 hingga 0,90. Berdasarkan norma Friedenberg, hal ini berarti bahwa semua item alat ukur valid.Alat ukur ini juga memiliki koefisien reliabilitas berdasarkan dimensi yang berkisar dari 0,62 hingga 0,84. Keseluruhan rata-rata koefisien yang ada adalah 0,768 sehingga berdasarkan norma Kaplan maka alat ukur tergolong memiliki reliabilitas yang tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas karyawati supervisor yang sudah menikah di PT “X” Cimahi sebesar 78,33% (47 orang) memiliki work-family conflict yang tinggi. Sisanya sebesar 21,67% (13 orang) memiliki work-family conflict yang rendah. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya menjaring responden dengan jabatan yang beragam dan juga menjaring faktor-faktor berpengaruh lainnya agar didapatkan gambaran work-family conflict yang lebih utuh.
(2)
ii
Universitas Kristen Maranatha Abstract
This research was taken in order to find the work-family conflict within married women who works at PT “X” Cimahi as supervisor. Theory used in this research is work-family conflict from Greenhaus and Beutell (1985). This is a descriptive study with survey method. There were 60 married-woman supervisors in the company.
The instrument used to find the work-family conflict within the respondents is work-family conflict scale, created by Carlson, Kaemar, dan Williams (2000). This instrument had been adapted and translated into Indonesian language vy Indah Soca Kuntari (2011). The instrument comprised from 18 statements which measured work-family conflict’s dimensions.
Work-family conflict scale’s validity was tested with Confirmatory Factor Analysis which yielded the result varying from 0,62 to 0,90. According to Friedenberg’s norm, all of the statements in the instrument are valid. The instrument’s reliability ranges from 0,62 to 0,84. Overall reliability of the instrument is 0,768. According to Kaplan’s norm, this instrument has a high reliability.
This research shows that 78,33% (47 respondents) had a high work-family conflict. Only 21,67% (13 respondents) scored a low work-family conflict. Researcher suggested for future research to measure respondents with various job title and also measure other kind of factors which can influence work-family conflict. Thus, a more whole work-family conflict description can be achieved.
(3)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK………i
ABSTRACT……….ii
KATA PENGANTAR ………...iii
DAFTAR ISI ………...v
DAFTAR TABEL ...ix
DAFTAR SKEMA ………...xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………1
1.2 Identifikasi Masalah ………...8
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………..8
1.3.1 Maksud Penelitian ………...8
1.3.2 Tujuan Penelitian ………...8
1.4 Kegunaan Penelitian ……….8
1.4.1 Kegunaan Teoritis ………...8
1.4.2 Kegunaan Praktis ...………...9
1.5 Kerangka Pemikiran ………...9
(4)
vi
Universitas Kristen Maranatha
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran ………...16
2.2 Work-Family Conflict ………...…..…..………...19
2.2.1 Definisi Work-Family Conflict ………..19
2.2.2 Bentuk Work-Family Conflict ………19
2.2.3 Lingkup Work-Family Conflict ……….22
2.2.4 Arah Work-Family Conflict ………...23
2.2.5 Dampak-Dampak Work-Family Conflict ………..25
2.3 Tahap Perkembangan ...………...28
2.3.1 Karakteristik Dewasa Awal………29
2.4 Gender ...30
2.4.1 Pengertian Gender ...30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ………...33
3.2 Skema Prosedur Penelitian ...………..34
3.3 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Operasional ………34
3.3.1Variabel Penelitian ……..………..34
3.3.2Definisi Konseptual ………..34
3.3.3Definisi Operasional ……….35
3.4 Alat Ukur ...……….37
3.4.1Alat Ukur Work-Family Conflict ………..37
(5)
3.4.3Sistem Penilaian ………39
3.4.4Data Penunjang ……….40
3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...41
3.5.1Validitas Alat Ukur ………...41
3.5.2Reliabilitas Alat Ukur ………...41
3.6 Populasi Penelitian ...……….………...42
3.7 Teknik Analisis Data ...42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian………...44
4.1.1 Responden Berdasarkan Usia ………44
4.1.2 Responden Berdasarkan Lama Kerja ………44
4.1.3 Responden Berdasarkan Lama Menikah ………...45
4.1.4 Responden Berdasarkan Penghasilan ………45
4.1.5 Responden Berdasarkan Jumlah Anak ………..46
4.2 Hasil Penelitian ……….46
4.2.1 Work-Family Conflict ………46
4.2.2 Arah Work-Family Conflict ………...47
4.2.3 Work Interfering Family ………...48
4.2.4 Family Interfering Work ………...……...….48
4.2.5 Dimensi-Dimensi Work-Family Conflict ………..49
4.2.6 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Usia ………50
(6)
viii
Universitas Kristen Maranatha
4.2.8 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Lama Menikah ...52
4.2.9 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Penghasilan ...53
4.2.10 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Jumlah Anak ...54
4.2.11 Tabulasi Silang Work Interfering Family Dengan Lama Kerja ....55
4.2.12 Tabulasi Silang Work Interfering Family Dengan Penghasilan ....56
4.2.13 Tabulasi Silang Family Interfering Work Dengan Lama Menikah ...57
4.2.14 Tabulasi Silang Family Interfering Work Dengan Jumlah Anak ..58
4.2.15 Tabulasi Silang Work Interfering Family Dengan Dimensi-Dimensi ...59
4.2.16 Tabulasi Silang Family Interfering Work Dengan Dimensi-Dimensi ...60
4.3 Pembahasan ...62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...70
5.2 Saran ...71
5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan ...71
5.2.2 Saran Bagi Kegunaan Praktis ...72
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Work Family Conflict....…………...38
Tabel 3.2 Penilaian Alat Ukur Kuesioner ...……….…...39
Tabel 3.3 Norma Work-Family Conflict pada Istri Bekerja ...40
Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Usia ...44
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Lama Kerja ...44
Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Lama Menikah ………...45
Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Penghasilan ………45
Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Jumlah Anak ………..46
Tabel 4.6 Work-Family Conflict ………46
Tabel 4.7 Arah Work-Family Conflict ………...47
Tabel 4.8 Work Interfering Family ………...48
Tabel 4.9 Family Interfering Work .………...……...…48
Tabel 4.10 Dimensi-Dimensi Work-Family Conflict ………..49
Tabel 4.11 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Usia ………50
Tabel 4.12 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Lama Kerja ……51
Tabel 4.13 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Lama Menikah ...52
Tabel 4.14 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Penghasilan ...53
Tabel 4.15 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Jumlah Anak ...54
Tabel 4.16 Tabulasi Silang Work Interfering Family Dengan Lama Kerja ....55
Tabel 4.17 Tabulasi Silang Work Interfering Family Dengan Penghasilan ....56 Tabel 4.18 Tabulasi Silang Family Interfering Work Dengan Lama Menikah
(8)
x
Universitas Kristen Maranatha ...57 Tabel 4.19 Tabulasi Silang Family Interfering Work Dengan Jumlah Anak ..58 Tabel 4.20 Tabulasi Silang Work Interfering Family Dengan Dimensi-Dimensi ...59 Tabel 4.21 Tabulasi Silang Family Interfering Work Dengan Dimensi-Dimensi ...60
(9)
DAFTAR SKEMA
Skema Kerangka Pemikiran ...………14 Skema Prosedur Penelitian ...……..……….…...34
(10)
xii
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
− LAMPIRAN 1 : VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR
− LAMPIRAN 2 : KUESIONER WORK-FAMILY CONFLICT SCALE
− LAMPIRAN 3 : LETTER OF CONSENT
− LAMPIRAN 4 : DATA MENTAH WORK-FAMILY CONFLICT
− LAMPIRAN 5 : KATEGORI WORK-FAMILY CONFLICT, WORK INTERFERING FAMILY, DAN FAMILY
INTERFERING WORK
− LAMPIRAN 6 : SKOR WORK INTERFERING FAMILY
− LAMPIRAN 7 : SKOR FAMILY INTERFERING WORK
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan unit terkecil dalam lingkup sosial (Minuchin, 1974). Umumnya terdiri dari suami, istri, dan anak. Suami, dalam budaya patriarkal, umumnya berperan sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Istri memegang peranan sebagai pengasuh dan perawat anak dan juga pemeliharaan rumah. Anak berusaha untuk mengikuti tugas-tugas perkembangan sesuai tingkat perkembangannya dalam hal fisik, mental, sosial, dan spiritual (Jhonson, 1988).
Setiap peranan diharapkan dapat dijalankan dengan baik oleh setiap anggota keluarga. Namun peranan pencari nafkah dalam keluarga sudah tidak lagi dimonopoli oleh suami. Seiring dengan perkembangan zaman, istri juga dituntut untuk memberikan kontribusi lebih besar, tidak hanya terbatas pada pelayanan terhadap suami, perawatan anak, serta menjadi pengurus rumah tangga. Peningkatan taraf hidup dan perkembangan ekonomi yang semakin besar menuntut biaya yang tidak sedikit. Adanya tekanan dari faktor ekonomi mendorong istri untuk bekerja di luar rumah, mengembangkan karir serta berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan masyarakat (Kusumaning dan Suparmi dalam Prawitasari, 2007).
Pekerjaan bagi seorang istri dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya adalah melalui pekerjaannya istri bisa membantu
(12)
2
Universitas Kristen Maranatha suami dalam hal finansial, mencari penghasilan yang layak guna menghidupi diri dan keluarganya, meningkatkan rasa percaya diri dan kesempatan untuk mendapatkan kepuasan hidup (Istiani, 1989). Selain dampak positif tersebut, ada pula dampak negatif yang perlu diperhatikan, dimana tuntutan-tuntutan pekerjaan ini mengakibatkan istri pulang kerja dalam keadaan lelah, sehingga ia tidak memiliki cukup energi untuk memenuhi semua kebutuhan anggota keluarganya. Selain itu, dengan adanya durasi jam kerja yang relatif panjang akan menyebabkan istri tidak selalu ada pada saat dibutuhkan oleh anak atau pasangannya.
Primastuti (2000) menyatakan lebih lanjut bahwa banyak perempuan yang memainkan peran ganda dalam dunia kerja dan keluarga untuk mendapatkan penghasilan dan kepuasan. Dalam perjalanannya, peran ganda yang dijalankan terkadang menimbulkan konflik. Semakin besar waktu dan energi yang dicurahkan pada peran dalam keluarga dan pekerjaan, maka semakin besar kemungkinan terjadinya konflik. Konflik pekerjaan dengan keluarga pada istri berperan ganda terjadi ketika istri dituntut untuk memenuhi harapan perannya dalam keluarga dan juga dalam pekerjaan, dimana masing-masing peran membutuhkan waktu dan energi dari istri tersebut (Prawitasari, 2007). Konflik antara keluarga dan pekerjaan tersebut dikenal dengan istilah work-family conflict.
Work-family conflict adalah salah satu bentuk interrole conflict, tekanan atau ketidakseimbangan peran di pekerjaan dengan peran didalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Work-family conflict dapat juga diartikan sebagai bentuk konflik peran antara tuntutan peran dari pekerjaan dengan keluarga tidak
(13)
3
dapat disejajarkan dalam beberapa hal dengan baik. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan perannya dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya atau sebaliknya (Frone, 1992).
Greenhaus dan Beutell (1985) menemukan tiga bentuk work-family conflict, yaitu time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior-based conflict. Time-based conflict adalah konflik yang berkaitan dengan waktu. Dalam sumber konflik ini proses menjalani salah satu tuntutan dari keluarga atau pekerjaan memakan waktu yang tidak berimbang dengan salah satu tuntutan lainnya. Strain-based conflict terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran memengaruhi kinerja peran yang lainnya. Kinerja peran dalam keluarga terganggu akibat kinerja peran pekerjaan yang ada atau sebaliknya. Sedangkan behavior-based conflict berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).
Ketiga bentuk konflik yang terjadi dalam work-family conflict dapat terjadi dalam dua arah (Greenhaus dan Beutell, 1985). Kedua arah konflik tersebut adalah family interfering with work dan work interfering with family. Family interfering with work adalah konflik dari keluarga yang memengaruhi ke pekerjaan. Pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga akan menghambat pemenuhan tuntutan peran dalam pekerjaannya. Work interfering with family adalah konflik dari pekerjaan yang memengaruhi ke keluarga. Arah konflik ini terjadi ketika pemenuhan tuntutan peran dalam pekerjaan menghambat pemenuhuan tuntutan peran dalam keluarga.
(14)
4
Universitas Kristen Maranatha Kedua arah konflik yang terjadi sebenarnya menghambat pemenuhan peran yang dijalankan istri pada lingkungan keluarga dan pekerjaan. Dalam keluarga, istri diharapkan merawat, mengasuh dan juga mengurus keadaan rumah tangga. Namun guna memenuhi tuntutan tersebut, diperlukan beberapa faktor salah satunya adalah finansial. Segi pemenuhan finansial umumnya dipenuhi dengan memiliki pekerjaan.
Dalam setiap pekerjaan, terdapat tuntutan yang harus dipenuhi. Tuntutan ini pada setiap perusahaan berbeda. Demikian juga yang terjadi pada PT "X". Perusahaan ini memasok produksi obat di dalam negeri sehingga diharuskan menjaga dan memenuhi kebutuhan obat-obatan di pelosok nusantara. Hal ini dikarenakan juga karena adanya peningkatan konsumsi akibat semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan adanya peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Pertumbuhan penduduk diperkirakan berkontribusi 1% terhadap pertumbuhan konsumsi obat (International Pharmaceutical Manufacturers Group, www. indonesiafinancetoday.com).
PT “X” merupakan perusahaan swasta di bawah Departemen Kesehatan yang bergerak di bidang farmasi dan penyediaan obat di Indonesia. Sebagai perusahaan atau produsen yang bergerak di layanan farmasi, perusahaan ini terus menerus meningkatkan nilai kualitas bagi konsumen dan juga ketersediaan obat. Hal yang dapat ditangkap dari visi dan misi PT “X” adalah perusahaan ini sangat menitikberatkan pada kualitas produk yang diorentasikan melalui perkembangan sains dan teknologi dunia. Dalam upaya mencapai tujuan itu, PT “X” membutuhkan sumber daya yang meliputi dua kelompok besar yaitu sarana yang
(15)
5
memadai dan tenaga kerja pengelolanya. Sumber daya manusia sebagai tenaga pengelola bertanggung jawab untuk memanfaatkan sumber daya lainnya di dalam perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia merupakan sumber daya yang sangat penting peranannya dalam mekanisme perusahaan.
Untuk memajukan dan mengoptimalisasi perusahaan, perlu adanya keterlibatan antara karyawan dan juga pimpinan. Menurut Litwin & Stringer (1968), konsep iklim menggambarkan suatu kumpulan harapan, imbalan dan hal-hal yang ada pada suatu lingkungan kerja, dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh karyawan dalam suatu organisasi. Hal ini dapat berdampak pada produktivitas, kepuasaan kerja, turn over, dan reputasi perusahaan. Di dalam suatu perusahaan, karyawan harus mempunyai keterlibatan dan kerja sama agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik dan para karyawan merasa bahwa harapan sesuai dengan apa yang mereka inginkan, jika mereka berada dalam suatu organisasi tersebut.
Pada perusahaan farmasi ini, setiap karyawati dituntut untuk menghasilkan kinerja memuaskan walaupun mereka sedang berada dalam kondisi psikologis yang kurang baik. Baik itu suasana hati yang sedang tidak sesuai, permasalahan di dalam maupun di luar pekerjaan yang tidak juga selesai, atau hal lain yang menggangu kinerja para karyawati. Padahal sekian banyak dari karyawati yang bekerja sebenarnya juga sudah menikah dan memiliki anak. Khususnya pada karyawati dengan posisi supervisor. Dalam perusahaan ini, jumlah karyawati supervisor yang sudah menikah terdapat 60 orang.
(16)
6
Universitas Kristen Maranatha Peneliti kemudian melaksanakan wawancara awal pada 20 orang karyawati yang sudah sudah menikah dengan posisi sebagai supervisor guna mendapatkan keterangan lanjutan atas konflik yang mungkin terjadi antara keluarga dan juga pekerjaan. Ditemukan bahwa sebanyak 14 dari 20 orang merasakan bahwa jam kerja yang ditetapkan perusahaan menyita waktu, tenaga, dan perhatian para karyawati sehingga mereka terkadang pulang larut malam. Mereka menyatakan bahwa akibat pekerjaan yang berjalan seharian, mereka pulang ke rumah sudah dalam keadaan letih dan menyerahkan pengasuhan anak pada suaminya. Mereka menyatakan bahwa akibat jam kerja yang lama, suami dan juga anak protes bahwa mereka kurang lama ada di rumah. Ini menunjukkan time-based conflict pada karyawati PT X. Karyawati juga seringkali terlambat masuk kerja akibat menyiapkan kebutuhan keluarganya sebelum berangkat kerja. Hal ini mengindikasikan adanya family interfering with work.
Sebanyak 10 orang dari 20 orang merasakan bahwa dirinya seringkali berpikir mengenai keluarganya pada saat bekerja. Mereka menganggap bahwa ketika mereka bekerja, keluarga mereka cenderung terlantar dan adanya beberapa permintaan yang tidak terpenuhi. Salah satu permintaan yang sering terjadi adalah permintaan dari anak agar mereka bermain setelah pulang bekerja. Ini menunjukkan adanya arah konflik work interfering family. Namun di sisi lain, mereka juga terkadang mengkhawatirkan pekerjaan mereka yang tertumpuk pada saat di rumah. Dapat dikatakan bahwa ini adalah arah konflik family interfering work. Jumlah pekerjaan administrasi yang sudah dekat dengan deadline dan harus diselesaikan menagkibatkan mereka merasa di manapun mereka berada, pikiran
(17)
7
mereka selalu terlayang pada tempat yang berbeda. Kelelahan dan ketegangan psikologis terjadi pada karyawati. Hal ini menampilkan adanya strain-based conflict pada karyawati PT X.
Sebanyak 18 dari 20 orang merasakan bahwa tindakan-tindakan mereka saling mengganggu peranan yang mereka jalani. Karyawati seringkali tidak sabar dalam mengajarkan materi sekolah anaknya karena mereka terbiasa bekerja cepat pada saat menjalankan pekerjaannya sebagai supervisor di PT “X”. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai arah konflik work interfering family. Beberapa karyawati lainnya cenderung “longgar” terhadap bawahannya. Mereka menganggap bahwa bawahan mereka perlu waktu yang lebih lama dalam belajar menjalankan pekerjaan sebagaimana anak mereka perlu waktu untuk mempelajari hal baru. Padahal tuntutan dari PT “X” mengharuskan seluruh karyawannya bekerja dengan efisien dan efektif. Dengan demikian hal ini dapat dikatakan sebagai family interfering work. Dengan kata lain, terjadi behavior-based conflict pada karyawati PT X.
Dari pemaparan hasil wawancara awal yang dilakukan, ternyata Work-Family Conflict juga terjadi pada PT. X. Meskipun sudah diketahui terdapat adanya beberapa contoh konflik, namun arah mayoritas konflik belum diketahui secara mendetail. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk meneliti work-family conflict pada karyawati dengan posisi supervisor yang sudah menikah di PT “X” Cimahi.
(18)
8
Universitas Kristen Maranatha
1.2 Identifikasi Masalah
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana gambaran derajat work-family conflict pada karyawati dengan posisi supervisor yang sudah menikah di PT. “X” Cimahi.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Penelitian ini bermaksud memeroleh gambaran work-family conflict pada karyawati dengan posisi supervisor yang sudah menikah di PT. “X” Cimahi.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memeroleh gambaran work-family conflict dari arah konflik yang terjadi pada karyawati dengan posisi supervisor yang sudah menikah di PT “X” Cimahi, apakah family interfering work atau work interfering family yang disebabkan dari tiga bentuk konflik yaitu time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
1. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi tambahan tentang konflik pekerjaan dan keluarga khususnya pada istri yang telah
(19)
9
memiliki anak kepada bidang psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi serta bidang Psikologi Keluarga mengenai work family conflict.
2. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi tambahan sebagai masukan dan rujukan kepada peneliti lain yang ingin meneliti work family conflict, khususnya pada istri yang telah memiliki anak.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Memberikan informasi kepada karyawati dengan posisi supervisor mengenai work family conflict yang dialaminya, untuk pemahaman diri agar dapat mengetahui masalah yang dialaminya dan dapat menjadi acuan untuk evaluasi diri sehingga meningkatkan kesejahteraan dan kinerja karyawati PT “X” Cimahi.
2. Memberikan informasi kepada bagian personalia mengenai work family conflict yang terjadi pada karyawati PT “X” Cimahi sehingga, bila diperlukan, dapat menjadi bahan acuan intervensi konseling atau pelatihan pada PT “X” Cimahi guna meningkatkan kesejahteraan karyawati supervisor di PT “X” Cimahi.
1.5 Kerangka Pemikiran
Karyawati PT “X” Cimahi termasuk ke dalam tahap perkembangan dewasa awal. Menurut Santrock (2002) tahap perkembangan dewasa awal terjadi
(20)
10
Universitas Kristen Maranatha pada rentang usia 20 hingga 40 tahun. Pada tahap perkembangan ini, karyawati berada di usia produktif. Mereka harus mampu melepaskan ketergantungan mereka pada orang tua dengan cara mandiri dari segi finansial maupun pengambilan keputusan. Hal ini menyebabkan banyak keputusan yang harus diambil secara mandiri. Seperti bagaimana mereka mengatur jadwal kerja mereka saat bekerja. Selain itu juga karyawati PT ”X” harus menentukan apa yang mereka lakukan saat menjalani perannya sebagai ibu dan/atau istri.
Dengan adanya pekerjaan di PT “X” dan juga keluarga, karyawati supervisor di PT “X” berpotensi mengalami bentuk konflik yang disebut sebagai interrole conflict. Khan Wolfe, Quinn, Snoek dan Rosenthal (dalam Greenhause & Beutell,1985) mendefinisikan interrole conflict sebagai munculnya dua atau lebih tekanan dari peran berbeda secara bersamaan. Konflik peran ini mengakibatkan pemenuhan tuntutan dari peran yang satu menjadi lebih sulit karena juga memenuhi tuntutan peran yang lain. Misalnya peran sebagai seorang karyawati yang menuntut ia bekerja di luar rumah dari pagi hingga sore hari, namun perannya sebagai orangtua menuntut ia untuk berada di rumah.
Pemahaman konflik peran ini kemudian mengarah pada konflik peran yang spesifik bila dikaitkan pada karyawati PT “X”. Konflik yang dimaksud adalah konflik peran antara keluarga dengan pekerjaan. Konflik jenis ini disebut sebagai work-family conflict. Berdasarkan Khan et al. dalam Greenhaus dan Beutell (1985), work-family conflict adalah sebuah bentuk interrole conflict dimana tekanan peran yang berasal dari pekerjaan dan keluarga saling mengalami ketidakcocokan dalam beberapa karakter. Dengan demikian, partisipasi untuk
(21)
11
berperan dalam pekerjaan atau keluarga menjadi lebih sulit dengan adanya partisipasi untuk berperan di dalam keluarga atau pekerjaan.
Work-family conflict disebabkan oleh dua lingkup yaitu lingkup kerja dan lingkup keluarga yang saling memberikan tekanan (Greenhaus, 1985). Menurut Greenhaus & Beutell (dalam Carlson, 2000) work-family conflict terjadi dalam tiga bentuk konflik yaitu time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior-based conflict. Dengan adanya work-family conflict, dapat terjadi konflik peran ke dalam salah satu dari dua arah work-family conflict yaitu work interfering with family atau family interfering with work.
Time- based conflict adalah konflik yang berkaitan dengan waktu. Konflik ini terjadi saat pemenuhan suatu peran menghambat pemenuhan peran lainnya karena waktu yang tidak memadai. Karyawati PT “X” bila mengalami konflik jenis ini akan berada pada situasi di mana ia harus meluangkan waktu lebih banyak di pekerjaan sehingga waktu untuk keluarga akan berkurang. Begitu juga sebaliknya, bila lebih banyak meluangkan waktu di keluarga, maka waktu untuk pekerjaan akan berkurang.
Strain-based conflict adalah konflik yang muncul akibat ketegangan atau kelelahan. Konflik ini mengarah pada ketegangan atau kelelahan karena pemenuhan tuntutan suatu peran sehingga menganggu kinerja di peran yang lain. Karyawati PT “X” yang mengalami konflik jenis ini akan merasa bahwa dirinya tidak menjadi sosok ibu atau istri yang baik di keluarga. Karyawati juga di lingkungan kerja merasa bahwa dirinya bukan pekerja yang baik sehingga seringkali dilanda kecemasan saat bekerja.
(22)
12
Universitas Kristen Maranatha Behavior-based conflict adalah konflik yang berhubungan dengan perilaku. Konflik ini terjadi pada saat perilaku yang berlaku di dalam suatu peran dilakukan juga di peran lainnya meskipun tidak sesuai. Karyawati PT “X” yang mengalami konflik ini akan berlaku tegas dan cenderung galak di saat bersama keluarga meskipun sebenarnya ini adalah perilaku yang biasa dilakukan di lingkungan kerjanya sebagai supervisor. Sebaliknya, karyawati juga dapat berlaku lebih “longgar” di pekerjaan karena saat menjadi istri atau ibu di lingkungan keluarga dirinya sabar mendidik anak.
Dari ketiga bentuk konflik dalam work-family conflict dapat terjadi dalam dua lingkup yaitu lingkup kerja atau lingkup keluarga (Greenhaus, 1985). Kombinasi tersebut menunjukkan arah terjadinya work-family conflict yang terjadi pada karyawati PPT “X”. Menurut Gutek et al (dalam Carlson 2000), arah tersebut merupakan arah work-family conflict. Kedua arah work-family conflict terdiri dari work interfering family dan family interfering work.
Work interfering family adalah arah work-family conflict yang disebabkan dari memenuhi tuntutan peran di lingkungan pekerjaan sehingga pemenuhan tuntutan peran di lingkungan keluarga tidak dapat terpenuhi. Sederhananya, dengan memenuhi tuntutan-tuntutan pekerjaan, tuntutan-tuntutan keluarga tidak terpenuhi. Karyawati PT “X” dengan arah work family conflict ini akan mengalami permasalahan-permasalahan di keluarga akibat terlihat lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga atau membawa kebiasaan-kebiasaan di pekerjaan dalam situasi keluarga.
(23)
13
Family interfering work adalah arah work-family conflict yang disebabkan dari memenuhi tuntutan peran di lingkungan keluarga sehingga pemenuhan tuntutan peran di lingkungan kerja tidak dapat terpenuhi. Dengan kata lain, memenuhi tuntutan di keluarga mengganggu pemenuhan tuntutan-tuntutan pekerjaan. Karyawati PT “X” yang memiliki arah konflik ini akan mengalami kesulitan di lingkungan pekerjaan karena terlihat lebih mementingkan keluarga dibandingkan pekerjaan atau dapat dikatakan tidak professional dalam menjalankan pekerjaannya.
Work-family conflict sendiri dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang memengaruhi work-family conflict adalah work domain dan family domain. Work domain merupakan hal-hal dari lingkungan kerja yang dapat menjadi sumber terjadinya arah work-family conflict berjenis work interfering family. Bila waktu kerja sangat padat, mendapatkan waktu kerja yang tidak teratur, dan beban kerja berlebihan maka hal-hal tersebut dapat menghambat karyawati pada pemenuhan perannya dalam keluarga karena waktu, tenaga, dan perhatian habis terpakai dalam lingkungan kerjanya.
Family domain merupakan hal-hal dari lingkungan keluarga yang dapat menjadi sumber terjadinya arah work-family conflict berjenis family interfering work. Kehadiran anak, pemenuhan tanggung jawab sebagai ibu terhadap anak, dan besarnya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah termasuk dalam family domain. Hal-hal tersebut dapat menghalangi pemenuhan peran di tempat kerja karyawati karena waktu dan tenaga lebih banyak digunakan dalam lingkungan keluarga.
(24)
14
Universitas Kristen Maranatha Penjelasan mengenai work-family conflict dapat dirangkai dalam bentuk bagan sebagai berikut:
Skema 1.1 Kerangka Pemikiran
Tinggi
Rendah Work-family
conflict Supervisor
PT “X”
Faktor-faktor berpengaruh: - Work domain (beban kerja, dan
penghasilan)
- Family domain (Jumlah anak dan lama menikah)
1. Work interfering family • Time-based conflict WIF • Strain-based conflict WIF • Behavior-based conflict WIF 2. Family interfering work • Time-based conflict FIW • Strain-based conflict FIW • Behavior-based conflict FIW Perkembangan
(25)
15
1.6 Asumsi
1. Karyawati dengan posisi supervisor di PT “X” berpotensi mengalami work-family conflict.
2. Work family conflict yang dialami karyawati dengan posisi supervisor yang sudah menikah di PT “X” kota Cimahi dapat muncul dari tiga bentuk konflik yaitu time-based conflict, strain-based conflict dan behavior-based conflict.
3. Work family conflict yang dialami karyawati dengan posisi supervisor yang sudah menikah di PT “X” kota Cimahi dapat muncul ke salah satu dari dua arah konflik yaitu work interfering family (WIF) dan family interfering work (FIW).
(26)
70
Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian work-family conflict pada karyawati supervisor yang sudah menikah di PT “X” Cimahi ditemukan bahwa:
• Sebagian besar karyawati memiliki WFC yang tergolong tinggi yaitu sebesar 47 dari 60 orang (78,33%). Hanya sebanyak 13 dari 60 orang (21,67%) karyawati memiliki WFC yang tergolong rendah.
• Karyawati memiliki arah WFC sebagai berikut:
a. Arah WIF dan FIW yang tergolong tinggi sebanyak 41 dari 60 orang (68,3%).
b. Arah WIF dan FIW yang tergolong rendah sebanyak 12 dari 60 orang (20%).
c. Arah WIF yang tergolong tinggi dan FIW yang tergolong rendah sebanyak 5 dari 60 orang (8,4%)
d. Arah WIF yang tergolong rendah dan FIW yang tergolong tinggi sebanyak 2 dari 60 orang (3,3%).
• Berdasarkan dimensi-dimensi WFC, meyoritas karyawati sebanyak 49 dari 60 orang (81,67%) memiliki dimensi behavior-based WIF yang tergolong tinggi. Di sisi lain, karyawati paling sedikit yaitu sebanyak 11 dari 60 orang (18,33%) memiliki dimensi behavior-based WIF yang tergolong rendah.
(27)
71
• Lama kerja, penghasilan per bulan, lama menikah, dan jumlah anak dalam penelitian ini mungkin kurang memiliki hubungan yang berarti pada pembentukan arah WFC yaitu WIF dan FIW.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan
• Pada penelitian ini faktor berpengaruh yang ikut diteliti adalah lama kerja, penghasilan per bulan, lama menikah, dan jumlah anak terhadap pembentukan arah WIF dan FIW. Disarankan untuk penelitian lain faktor berpengaruh yang diukur ditambah dan diuji tingkat keterkaitannya dengan arah WIF dan FIW sehingga diketahui faktor apa yang signifikan dalam pembentukan arah WFC. • Penelitian selanjutnya diharapkan untuk menguji hubungan antara satu
dimensi dengan WFC yang terdapat pada individu guna mengetahui dimensi apa yang saling berkaitan dengan pembentukan WFC.
• Pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk meneliti WFC pada karyawan supervisor yang sudah menikah dan pada karyawan dengan jabatan yang lebih bervariasi agar mendapatkan gambaran utuh mengenai WFC pada tenaga kerja yang sudah menikah di PT “X”.
5.2.2 Saran Bagi Kegunaan Praktis
• Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi WFC pada karyawati supervisor yang sudah menikah di PT “X” Cimahi sehingga mereka
(28)
72
Universitas Kristen Maranatha dapat mengevaluasi diri guna memenuhi tuntutan peran baik di lingkungan keluarga maupun pekerjaan dengan baik dan mengurangi WFC yang mereka alami.
• Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagian personalia di PT “X” Cimahi untuk mengevaluasi kondisi para karyawati dan memberi masukan atau training mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawati yang bekerja di PT “X” Cimahi.
(29)
DAFTAR PUSTAKA
Carlson dan Kacmar, 2000.Work-family conflict in the organization: Do life role values make a difference. Journal of Management Vol. 26 No.5, pp. 1031– 1054.
Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. Boston: Allyn & Bacon.
Frone, M. R., Russell, M., dan Cooper, M. L. 1992. Antecedents and outcomes of work–family conflict: Testing a model of the work–family interface. Journal of Applied Psychology Vol. 77, pp 65–78.
Graziano, A.M., & Michael L. Raulin. 2000. Research Methods: A Process of Inquiry 4th edition. Amerika: Allyn & Bacon.
Greenhaus & Beutell. 1985. Sources of Conflict Between Work and Family Roles. Academy of Management.
Jhonson, C.L. 1988. Ex Familia. New Brunswick: Rutger University Press.
Kaplan, Robert M. & Dennis P. Saccuzzo. 2004. Psychological TestingPrinciples, Application, and Issues. California: Brooks/Cole Publishing Company. Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-By-Step Guide For
Beginner. New Delhi: SAGE Publications India Pvt Ltd.
Litwin, George dan Robert Stringer. 1968. Motivation and Organizational Climate. Boston: Harvard University.
Marzuki, 2011. Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender. Yogyakarta: FISE UNY.
Minuchin, Salvador. 1974. Families and Family Therapy. London: Harvard University Press.
Mufida, Alia. 2008. Hubungan Psychological-Well Being Dengan Work-Family Conflict Pada Ibu Bekerja. Skripsi: Universitas Indonesia.
Prawitasari, 2007. Pengaruh Adaptasi Kebijakan Mengenai Work Family Conflict. Skripsi Universitas Sumatera Utara.
Primastuti, E. 2000. Peran Ganda Wanita Dalam Keluarga. Seri Kajian Ilmiah Vol. 10 no. 1, pp. 54-63.
(30)
xiv
Universitas Kristen Maranatha Santrock, John. W. 2002. Developmental Psychology, 7th ed. Boston: MC Graw
Hill
Stoner, Charles, Richard Hartman, dan Raj Arora. 1990. Work-Family Conflict: A Study of Women in Management.Journal of Applied Business Research Vol.7 No. 1.
(31)
DAFTAR RUJUKAN
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian work-family conflict pada karyawati supervisor yang sudah menikah di PT “X” Cimahi ditemukan bahwa:
• Sebagian besar karyawati memiliki WFC yang tergolong tinggi yaitu sebesar 47 dari 60 orang (78,33%). Hanya sebanyak 13 dari 60 orang (21,67%) karyawati memiliki WFC yang tergolong rendah.
• Karyawati memiliki arah WFC sebagai berikut:
a. Arah WIF dan FIW yang tergolong tinggi sebanyak 41 dari 60 orang (68,3%).
b. Arah WIF dan FIW yang tergolong rendah sebanyak 12 dari 60 orang (20%).
c. Arah WIF yang tergolong tinggi dan FIW yang tergolong rendah sebanyak 5 dari 60 orang (8,4%)
d. Arah WIF yang tergolong rendah dan FIW yang tergolong tinggi sebanyak 2 dari 60 orang (3,3%).
• Berdasarkan dimensi-dimensi WFC, meyoritas karyawati sebanyak 49 dari 60 orang (81,67%) memiliki dimensi behavior-based WIF yang tergolong tinggi. Di sisi lain, karyawati paling sedikit yaitu sebanyak 11 dari 60 orang (18,33%) memiliki dimensi behavior-based WIF yang tergolong rendah.
(2)
71
Universitas Kristen Maranatha
• Lama kerja, penghasilan per bulan, lama menikah, dan jumlah anak dalam penelitian ini mungkin kurang memiliki hubungan yang berarti pada pembentukan arah WFC yaitu WIF dan FIW.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan
• Pada penelitian ini faktor berpengaruh yang ikut diteliti adalah lama kerja, penghasilan per bulan, lama menikah, dan jumlah anak terhadap pembentukan arah WIF dan FIW. Disarankan untuk penelitian lain faktor berpengaruh yang diukur ditambah dan diuji tingkat keterkaitannya dengan arah WIF dan FIW sehingga diketahui faktor apa yang signifikan dalam pembentukan arah WFC.
• Penelitian selanjutnya diharapkan untuk menguji hubungan antara satu dimensi dengan WFC yang terdapat pada individu guna mengetahui dimensi apa yang saling berkaitan dengan pembentukan WFC.
• Pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk meneliti WFC pada karyawan supervisor yang sudah menikah dan pada karyawan dengan jabatan yang lebih bervariasi agar mendapatkan gambaran utuh mengenai WFC pada tenaga kerja yang sudah menikah di PT “X”.
5.2.2 Saran Bagi Kegunaan Praktis
• Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi WFC pada karyawati supervisor yang sudah menikah di PT “X” Cimahi sehingga mereka
(3)
72
dapat mengevaluasi diri guna memenuhi tuntutan peran baik di lingkungan keluarga maupun pekerjaan dengan baik dan mengurangi WFC yang mereka alami.
• Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagian personalia di PT “X” Cimahi untuk mengevaluasi kondisi para karyawati dan memberi masukan atau training mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawati yang bekerja di PT “X” Cimahi.
(4)
xiii
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Carlson dan Kacmar, 2000.Work-family conflict in the organization: Do life role values make a difference. Journal of Management Vol. 26 No.5, pp. 1031– 1054.
Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. Boston: Allyn & Bacon.
Frone, M. R., Russell, M., dan Cooper, M. L. 1992. Antecedents and outcomes of work–family conflict: Testing a model of the work–family interface. Journal of Applied Psychology Vol. 77, pp 65–78.
Graziano, A.M., & Michael L. Raulin. 2000. Research Methods: A Process of Inquiry 4th edition. Amerika: Allyn & Bacon.
Greenhaus & Beutell. 1985. Sources of Conflict Between Work and Family Roles. Academy of Management.
Jhonson, C.L. 1988. Ex Familia. New Brunswick: Rutger University Press.
Kaplan, Robert M. & Dennis P. Saccuzzo. 2004. Psychological TestingPrinciples, Application, and Issues. California: Brooks/Cole Publishing Company. Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-By-Step Guide For
Beginner. New Delhi: SAGE Publications India Pvt Ltd.
Litwin, George dan Robert Stringer. 1968. Motivation and Organizational Climate. Boston: Harvard University.
Marzuki, 2011. Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender. Yogyakarta: FISE UNY.
Minuchin, Salvador. 1974. Families and Family Therapy. London: Harvard University Press.
Mufida, Alia. 2008. Hubungan Psychological-Well Being Dengan Work-Family Conflict Pada Ibu Bekerja. Skripsi: Universitas Indonesia.
Prawitasari, 2007. Pengaruh Adaptasi Kebijakan Mengenai Work Family Conflict. Skripsi Universitas Sumatera Utara.
Primastuti, E. 2000. Peran Ganda Wanita Dalam Keluarga. Seri Kajian Ilmiah Vol. 10 no. 1, pp. 54-63.
(5)
Santrock, John. W. 2002. Developmental Psychology, 7th ed. Boston: MC Graw Hill
Stoner, Charles, Richard Hartman, dan Raj Arora. 1990. Work-Family Conflict: A Study of Women in Management.Journal of Applied Business Research Vol.7 No. 1.
(6)
xv
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN